bab 2 tinjauan pustaka 2.1.1.eprints.umm.ac.id/63128/56/bab ii.pdf · 2020. 7. 2. · 7...

20
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Parkinson 2.1.1. Definisi Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif sistem ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural akibat penurunan dopamin dengan berbagai macam sebab (PERDOSSI, 2003). 2.1.2. Etiologi Penyakit Parkinson dapat disebabkan oleh banyak faktor baik secara internal (genetik) maupun eksternal (lingkungan). Saat ini berkembang beberapa teori penyebab kerusakan substansia nigra antara lain : 1) paparan neurotoksin dari lingkungan, 2) genetik, 3) gangguan fungsi mitokondria, 4) stress oksidatif, dan 5) gangguan -synuclein protein (Bahrudin, 2017). 2.1.3. Epidemiologi Menurut data dari Global Burden of Disease, Injuries, and Risk Factors Study (GBD) (2015), Parkinson merupakan penyakit dengan

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Penyakit Parkinson

    2.1.1. Definisi

    Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif sistem

    ekstrapiramidal yang merupakan bagian dari Parkinsonism yang secara

    patologis ditandai oleh adanya degenerasi ganglia basalis terutama di

    substansia nigra pars kompakta (SNC) yang disertai adanya inklusi

    sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).

    Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor pada

    waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural

    akibat penurunan dopamin dengan berbagai macam sebab (PERDOSSI,

    2003).

    2.1.2. Etiologi

    Penyakit Parkinson dapat disebabkan oleh banyak faktor baik secara

    internal (genetik) maupun eksternal (lingkungan). Saat ini berkembang

    beberapa teori penyebab kerusakan substansia nigra antara lain : 1)

    paparan neurotoksin dari lingkungan, 2) genetik, 3) gangguan fungsi

    mitokondria, 4) stress oksidatif, dan 5) gangguan -synuclein protein

    (Bahrudin, 2017).

    2.1.3. Epidemiologi

    Menurut data dari Global Burden of Disease, Injuries, and Risk

    Factors Study (GBD) (2015), Parkinson merupakan penyakit dengan

  • 6

    prevalensi, disabilitas, dan kematian yang peningkatannya paling cepat

    diantara penyakit neurologi lainnya, seperti Alzheimer.

    Menurut studi analisis sistematik menyatakan bahwa pada tahun

    2016, terdapat 6,1 juta orang dengan penyakit Parkinson di seluruh

    dunia. Jumlah penderita Parkinson sebanyak 6,1 juta mengalami

    peningkatan sebanyak 2,4 kali lipat dibandingkan tahun 1990 dimana

    penderita berjumlah hanya 2,5 juta orang di seluruh dunia.

    Penderita Parkinson yang berjenis kelamin pria lebih banyak

    dibandingkan wanita, penderita pria berjumlah 3,2 juta orang dan wanita

    berjumlah 2,9 juta orang. Di antara seluruh jumlah penderita Parkinson

    pada 2016, 2,1 juta orang berasal dari negara dengan indeks

    sosiodemografik tinggi, 3,1 juta berasal dari negara dengan indeks

    sosiodemografik menengah, dan 0,9 juta berasal dari negara dengan

    indeks sosiodemografik rendah. Prevalensi penyakit Parkinson

    meningkat seiring pertambahan umur setelah umur 50 tahun, dengan

    puncak yaitu umur 85-89 tahun dan menurun setelah umur 89 tahun

    (GBD, 2018).

    Pada tahun 2002, WHO memperkirakan penyakit Parkinson

    menyerang 876.665 orang Indonesia dari total jumlah penduduk sebesar

    238.452.952. Berdasarkan hasil studi di 6 negara Asia, yaitu China,

    India, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, dan Jepang, terdapat 2,57 juta

    orang penderita penyakit Parkinson pada tahun 2005. Jumlah ini

  • 7

    diperkirakan akan terus meningkat menjadi 6,17 juta orang pada tahun

    2030 (Tan, 2013).

    2.1.4. Klasifikasi

    Berdasarkan penyebabnya, penyakit Parkinson dibagi menjadi 4

    jenis yaitu : (Hendrik, 2013)

    a. Idiopati (primer) merupakan penyakit Parkinson secara genetik.

    b. Simptomatik (sekunder) merupakan penyakit Parkinson akibat

    infeksi, obat, toksin, vaskular, trauma, hipotiroidea, tumor,

    hidrosefalus tekanan normal, hidrosefalus obstruktif.

    c. Parkinson plus (multiple system degeneration) merupakan

    Parkinsonism primer dengan gejala-gejala tambahan. Termasuk

    demensia Lewy bodies, progresif supranuklear palsy, atrofi multi

    sistem, degenerasi striatonigral, degenerasi olivopontoserebelar,

    sindrom Shy-Drager, degenerasi kortikobasal, kompleks

    Parkinson demensia ALS (Guam), neuroakantositosis.

    d. Parkinsonism herediter, terdiri dari penyakit Wilson, penyakit

    Huntington, penyakit Lewy bodies.

    2.1.5. Patofisiologi

    Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin yang

    masif akibat kematian neuron di substansia nigra pars kompakta.

    Respon motorik yang abnormal disebabkan oleh karena penurunan yang

    sifatnya progesif dari neurotransmiter dopamin. Kerusakan progresif

    lebih dari 60% pada neuron dopaminergik substansia nigra merupakan

  • 8

    faktor dasar munculnya penyakit Parkinson. Untuk mengkompensasi

    berkurangnya kadar dopamin maka nukleus subtalamikus akan over-

    stimulasi terhadap globus palidus internus (GPi). Kemudian GPi akan

    menyebabkan inhibisi yang berlebihan terhadap thalamus. Kedua hal

    tersebut diatas menyebabkan under-stimulation korteks motorik.

    Substantia nigra mengandung sel yang berpigmen (neuromelanin)

    yang memberikan gambaran “black appearance” (makroskopis). Sel ini

    hilang pada penyakit Parkinson dan substantia nigra menjadi berwarna

    pucat. Sel yang tersisa mengandung inklusi atipikal eosinofilik pada

    sitoplasma “Lewy bodies” (Koutuoudis, 2010).

    Berkurangnya neuron dopaminergik terutama di substansia nigra

    menjadi penyebab dari penyakit Parkinson. Terdapat tiga kelompok

    neuron utama yang mensintesis dopamin yaitu substansia nigra (SN),

    area tegmentum ventral (VTA), dan nukleus hipotalamus, sedang

    kelompok neuron yang lebih kecil lagi adalah bulbusolfaktorius dan

    retina.

    Neuron dari SN berproyeksi ke striatum dan merupakan jalur paling

    masif meliputi 80% dari seluruh sistem dopaminergik otak. Proyeksi

    dari VTA memiliki dua jalur yaitu jalur mesolimbik yang menuju sistem

    limbik yang berperan pada regulasi emosi dan motivasi serta jalur

    mesokortikal yang menuju korteks prefrontal. Neuron dopaminergik

    hipotalamus membentuk jalur tuberinfundibular yang memiki fungsi

    mensupresi ekspresi prolaktin.

  • 9

    Terdapat dua kelompok reseptor dopamin yaitu D1 dan D2.

    Keluarga reseptor dopamin D2 adalah D2, D3, D4. Ikatan dopamin ke

    reseptor D2 akan menekan kaskade biokemikal postsinaptik dengan cara

    menginhibisi adenilsiklase. Keluarga reseptor dopamine D1 adalah D1

    dan D5. D1 akan mengaktifkan adenilsiklase sehingga efeknya akan

    memperkuat signal transmisi postsinaptik. Reseptor dopamin D1 lebih

    dominan dibanding D2, sedang D2 lebih memainkan peranan di

    striatum. Densitas reseptor D2 akan menurun rata-rata 6-10% per

    dekade dan berhubungan dengan gangguan kognitif sesuai umur

    (Hauser, 2003).

    Neuron di striatum yang mengandung reseptor D1 berperan pada

    jalur langsung dan berproyeksi ke GPe. Dopamin mengaktifkan jalur

    langsung dan menginhibisi jalur tak langsung. Secara umum, dua

    temuan neuropatologis mayor pada penyakit Parkinson adalah:

    a. Hilangnya pigmentasi neuron dopamin pada substantia nigra

    Dopamin berfungsi sebagai pengantar antara dua wilayah otak,

    yakni antara substantia nigra dan korpus striatum dan berfungsi

    untuk menghasikan gerakan halus dan motorik. Sebagian besar

    penyakit Parkinson disebabkan hilangnya sel yang memproduksi

    dopamin di substantia nigra. Ketika kadar dopamin terlalu rendah,

    komunikasi antar dua wilayah tadi menjadi tidak efektif, terjadi

    gangguan pada gerakan. Semakin banyak dopamin yang hilang,

  • 10

    maka akan semakin buruk gejala gangguan gerakan (Koutuoudis,

    2010).

    b. Lewy bodies

    Ditemukannya Lewy bodies dalam substantia nigra adalah

    karakteristik penyakit Parkinson. -synuclein adalah komponen

    struktural utama dari Lewy bodies.

    2.1.6. Manifestasi Klinis

    Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non

    spesifik, yang didapat dari anamnesis yaitu kelemahan umum, kekakuan

    pada otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan

    keterampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia), dan gejala

    psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita Parkinson

    sebagai berikut :

    a. Tremor

    Biasanya merupakan gejala pertama pada penyakit Parkinson dan

    bermula pada satu tangan kemudian meluas pada tungkai sisi yang

    sama. Kemudian sisi yang lain juga akan turut terkena. Kepala, bibir

    dan lidah sering tidak terlihat, kecuali pada stadium lanjut. Frekuensi

    tremor berkisar antara 4-7 gerakan per detik dan terutama timbul

    pada keadaan istirahat dan berkurang bila ekstremitas digerakan.

    Tremor akan bertambah pada keadaan emosi dan hilang pada waktu

    tidur.

  • 11

    b. Rigiditas

    Pada permulaan rigiditas terbatas pada satu ekstremitas atas dan

    hanya terdeteksi pada gerakan pasif. Pada stadium lanjut, rigiditas

    menjadi menyeluruh dan lebih berat dan memberikan tahanan jika

    persendian digerakan secara pasif. Rigiditas timbul sebagai reaksi

    terhadap regangan pada otot agonis dan antagonis. Salah satu gejala

    dini akibat rigiditas ialah hilang gerak asosiatif lengan bila berjalan.

    Rigiditas disebabkan oleh meningkatnya aktivitas motor neuron

    alfa.

    c. Bradikinesia

    Gerakan volunter menjadi lambat dan memulai suatu gerakan

    menjadi sulit. Ekspresi muka atau gerakan mimik wajah berkurang

    (muka topeng). Gerakan-gerakan otomatis yang terjadi tanpa

    disadari waktu duduk juga menjadi sangat kurang. Bicara menjadi

    lambat dan monoton dan volume suara berkurang (hipofonia).

    d. Hilangnya refleks postural

    Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama,

    namun pada awal stadium penyakit Parkinson gejala ini belum ada.

    Hanya 37% penderita penyakit Parkinson yang sudah berlangsung

    selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan

    kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian

    kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang

  • 12

    akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini

    mengakibatkan penderita mudah jatuh.

    e. Wajah Parkinson

    Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya

    ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan

    mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan

    ludah sering keluar dari mulut.

    f. Mikrografia

    Bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara graduasi

    menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan

    gejala dini.

    g. Sikap Parkinson

    Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas

    pada penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap

    penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu

    membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan

    tidak melenggang bila berjalan.

    h. Bicara

    Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring,

    lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata

    yang monoton dengan volume yang kecil dan khas pada penyakit

    Parkinson. Pada beberapa kasus suara berkurang sampai berbentuk

    suara bisikan yang lamban.

  • 13

    i. Disfungsi otonom

    Disfungsi otonom pada pasien penyakit Parkinson

    memperlihatkan beberapa gejala seperti disfungsi kardiovaskular

    (hipotensi ortostatik, aritmia jantung), gastrointestinal (gangguan

    dismotilitas lambung, gangguan pencernaan, sembelit dan

    regurgitasi), saluran kemih (frekuensi, urgensi atau inkontinensia),

    seksual (impotensi atau hypersexual drive), termoregulator

    (berkeringat berlebihan atau intoleransi panas atau dingin).

    Prevalensi disfungsi otonom ini berkisar 14-18%. Patofisiologi

    disfungsi otonom pada penyakit Parkinson diakui akibat degenerasi

    dan disfungsi nukleus yang mengatur fungsi otonom, seperti nukleus

    vagus dorsal, nukleus ambigus dan pusat medullary lainnya seperti

    medulla ventrolateral, rostral medulla, medulla ventromedial dan

    nukleus rafe kaudal.

    j. Demensia

    Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan

    intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan

    fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial,

    pekerjaan dan aktifitas sehari-hari. Kelainan ini berkembang sebagai

    konsekuensi patologi penyakit Parkinson disebut kompleks

    Parkinsonism demensia. Demensia pada penyakit Parkinson

    mungkin baru akan terlihat pada stadium lanjut, namun pasien

    penyakit Parkinson telah memperlihatkan perlambatan fungsi

  • 14

    kognitif dan gangguan fungsi eksekutif pada stadium awal.

    Gangguan fungsi kognitif pada penyakit Parkinson yang meliputi

    gangguan bahasa, fungsi visuospasial, memori jangka panjang dan

    fungsi eksekutif ditemukan lebih berat dibandingkan dengan proses

    penuaan normal. Persentase gangguan kognitif diperkirakan 20%.

    k. Depresi

    Sekitar 40% penderita penyakit Parkinson terdapat gejala

    depresi. Hal ini dapat disebabkan kondisi fisik penderita yang

    mengakibatkan keadaan yang menyedihkan seperti kehilangan

    pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Hal ini

    disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi

    keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi

    degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron

    norepineprin yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan

    degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas substansia nigra.

    2.1.7. Diagnosis

    Diagnosis penyakit Parkinson yang didasarkan pada riwayat medis

    dan pemeriksaan neurologis melalui wawancara dan mengamati pasien

    secara langsung menggunakan Unified Parkinson's Disease Scale

    Rating (Sunaryati, 2011). Sedangkan diagnosis penyakit Parkinson yang

    berdasarkan gejala klinis dilihat dari gejala motorik utama yaitu tremor

    pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks

  • 15

    postural. Kriteria yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes

    (1992) yaitu :

    a. Possible : bila ditemukan 1 dari gejala-gejala utama

    b. Probable : bila ditemukan 2 dari gejala-gejala utama

    c. Definite : bila ditemukan 3 dari gejala-gejala utama

    Untuk menentukan berat ringannya penyakit, digunakan stadium

    klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu :

    a. Stadium I : Terdapat gejala unilateral ringan yang mengganggu

    tetapi belum menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada

    satu ekstremitas, gejala dapat dikenali orang terdekat.

    b. Stadium II : Terdapat gejala bilateral, kecacatan minimal, sikap atau

    cara berjalan terganggu.

    c. Stadium III : Gerakan tubuh melambat, keseimbangan mulai

    terganggu saat berjalan atau berdiri, disfungsi umum sedang.

    d. Stadium IV : Terdapat gejala berat, masih dapat berjalan pada jarak

    tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri,

    tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.

    e. Stadium V : Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total,

    tidak mampu berdiri dan berjalan walau dibantu (Silitonga, 2007).

  • 16

    (Kishan, 2020)

    Gambar 2.1.

    Gambaran khas penyakit Parkinson

    Penyakit Parkinson adalah diagnosis klinis. Tidak terdapat

    biomarker laboratorium dan temuan rutin pada Magnetic Resonance

    Imaging (MRI) ataupun computed tomography scan (CT scan) (Hauser,

    2015).

    2.1.8. Penatalaksanaan

    Dalam penatalaksanaan penyakit Parkinson, pengobatan

    dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bekerja pada sistem

    dopaminergik, kolinergik, dan glutamatergik. Semuanya mempunyai

    tujuan yang sama yaitu mengurangi gejala motorik dari penyakit

    Parkinson (Hristova, 2000).

  • 17

    Pada obat yang bekerja pada sistem dopaminergik terutama

    Levodopa mempunyai efek samping neurotoksisitas pada penggunanan

    jangka panjang. Fahn (2003) membuktikan bahwa levodopa bersifat

    toksik dan menambah progesifitas dari penyakit Parkinson. Efek

    samping ini dapat berupa fluktuasi motorik, diskinesia, neuropsikiatrik.

    Gejala lanjut dan tidak berespon terhadap terapi Levodopa adalah

    penderita mudah jatuh, gangguan postural, “freezing”, disfungsi

    otonom, dan dementia. Gejala lanjut ini sering dijumpai pada penderita

    usia muda dan jarang didapatkan pada penderita yang mulai

    mendapatkan terapi Levodopa diatas 70 tahun.

    Obat yang bekerja pada sistem kolinergik mempunyai efek terapi

    jangka panjang berupa gangguan kognitif yaitu halusinasi dan gangguan

    daya ingat. Sedangkan obat yang bekerja pada glutamatergik dapat

    mempunyai efek terapi jangka panjang berupa halusinasi, insomnia,

    konfusi, dan mimpi buruk.

  • 18

    (Joesoef et al, 2000)

    Gambar 2.2.

    Algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson

    2.1.9. Prognosis

    Penyakit Parkinson bukan penyakit yang fatal dengan sendirinya

    tetapi bersifat progresif. Harapan hidup penderita penyakit Parkinson

    lebih rendah daripada yang tidak menderita penyakit Parkinson. Pada

    stadium V penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti

    tersedak, pneumonia, dan jatuh yang dapat menyebabkan kematian.

    Parkinson menyebabkan 211.296 kematian dan 3,2 juta orang hidup

    dengan disabilitas di seluruh dunia pada tahun 2016. Total kasus

    kematian akibat penyakit Parkinson di Indonesia berjumlah 1100

    kematian, menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di

    Asia pada tahun 2002. Sedangkan pada tahun 2014, prevalensi

  • 19

    mortalitas akibat Parkinson di Indonesia adalah 0,75 per 100.000

    populasi (WHO, 2014).

    Perkembangan gejala pada penyakit Parkinson dapat berlangsung 20

    tahun atau lebih. Dengan perawatan yang tepat, penderita penyakit

    Parkinson dapat hidup produktif setelah didiagnosis (Sunaryati, 2011).

    2.1. Kualitas Hidup

    2.1.1. Definisi

    WHO menggambarkan kualitas hidup sebagai sebuah persepsi

    individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan konteks budaya dan

    sistem nilai dimana mereka tinggal dan hidup dalam hubungannya

    dengan tujuan hidup, harapan, standar, dan fokus hidup mereka. Konsep

    ini meliputi beberapa dimensi yang luas yaitu: kesehatan fisik,

    kesehatan psikologis, hubungan sosial dan lingkungan (Kurniawan,

    2008).

    Sedangkan menurut Hermann (1993) kualitas hidup yang

    berhubungan dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi

    dari pasien terhadap aktivitas sosial, emosional, pekerjaan dan

    hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia, adanya kesesuaian

    antara harapan dan kenyataan, adanya kepuasaan dalam melakukan

    fungsi fisik, sosial, dan emosional serta kemampuan bersosialisasi

    dengan orang lain.

  • 20

    2.1.2. Aspek Kualitas Hidup

    Menurut WHOQOL-BREF (Rapley, 2003) terdapat empat aspek

    mengenai kualitas hidup diantaranya sebagai berikut : (Nimas, 2012)

    a. Kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan

    obat, energi dan rasa lelah, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan,

    tidur atau istirahat, kapasitas kerja.

    b. Kesejahteraan psikologis, mencakup body image appearance,

    perasaan negatif atau positif, self-esteem, keyakinan, berpikir,

    belajar, memori, dan konsentrasi.

    c. Hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial, dan

    aktivitas seksual.

    d. Hubungan dengan lingkungan mencakup sumber finansial,

    kebebasan, keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan

    dan sosial termasuk aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah,

    kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi maupun

    keterampilan, partisipasi, dan berkesempatan untuk rekreasi dan

    kegiatan yang menyenangkan di waktu luang, lingkungan fisik.

    2.1.3. Pengukuran Kualitas Hidup Penyakit Parkinson

    Pengembangan instrumen yang mengukur perspektif penderita

    terhadap penyakit Parkinson telah menjadi fokus dari banyak penelitian

    dalam dekade terakhir. Kualitas hidup yang berhubungan dengan

    kesehatan dapat diukur secara generik maupun spesifik. Pada instrumen

    generik dapat membandingkan dengan penyakit lain karena sifatnya

  • 21

    lebih umum dan alami. Sedangkan instrumen spesifik walaupun dalam

    dimensi yang sama lebih terperinci pertanyaannya ditujukan kondisi

    yang diakibatkan penyakit tertentu. Hal ini memungkinkan lebih sensitif

    dalam mengukur perbedaan kualitas hidup dan kondisi tertentu dalam

    penyakit tersebut (Marinus, 2002).

    Pada Penyakit Parkinson beberapa instrumen kualitas hidup

    berhubungan dengan kesehatan telah disusun dalam beberapa tahun

    terakhir. Peneliti dapat memilih instrumen yang paling sesuai dalam

    penelitiannya. Instrumen tersebut antara lain PDQ-39 (Parkinson’s

    disease questionnaire-39).

    2.1.4. Parkinson’s Disease Questionnaire (PDQ-39)

    PDQ-39 dirancang oleh Peto, dkk (1995) mempunyai 39 pertanyaan

    dengan 8 dimensi : mobilitas (10 item), aktivitas sehari-hari (6 item),

    kondisi emosi (6 item), stigma (4 item), dukungan sosial (3 item),

    kognisi (4 item), komunikasi (3 item), dan ketidaknyamanan tubuh (3

    item). Nilai tertinggi menunjukkan kualitas hidup yang rendah.

    Instrumen ini dinilai paling sensitif dalam menilai keparahan penyakit.

    Penelitian dilakukan dengan cara mengukur empat kali dalam kurun

    waktu 6 bulan (Schrag, 2000).

    a. Mobilitas (1-10)

    Domain ini berisi pertanyaan seperti kesulitan melakukan

    kegiatan santai, mengurus pekerjaan rumah, membawa barang,

    berjalan sejauh 100-800 meter, berkeliling di halaman rumah atau

  • 22

    tempat umum, kebutuhan akan bantuan orang lain untuk menemani

    saat bepergian keluar rumah, rasa takut jatuh di depan umum, dan

    berdiam diri di rumah dalam jangka waktu yang lama.

    b. Aktivitas sehari-hari (11-16)

    Domain ini berisi pertanyaan seputar kesulitan saat mandi,

    berpakaian, mengikat tali sepatu, menulis dengan jelas, memotong

    makanan, dan memegang minuman tanpa menumpahkan.

    c. Kesehatan emosional (17-22)

    Domain ini berisi pertanyaan seputar perasaan tertekan, kesepian,

    sedih, marah, cemas, dan khawatir terhadap masa depan.

    d. Stigma (23-26)

    Domain ini berisi pertanyaan seperti usaha menyembunyikan

    penyakitnya dari orang lain, menghindari makan atau minum di

    tempat umum, malu akan penyakit yang dideritanya, dan

    kekhawatiran terhadap reaksi orang lain kepadanya.

    e. Dukungan sosial (27-29)

    Domain ini berisi pertanyaan seputar masalah hubungan pribadi

    dengan orang terdekat, dukungan dari pasangan maupun keluarga

    atau teman.

    f. Kognisi (30-33)

    Domain ini berisi pertanyaan seputar fungsi kognitif seperti

    tertidur tanpa sengaja, kesulitan berkonsentrasi, gangguan memori,

    dan mimpi buruk atau halusinasi.

  • 23

    g. Komunikasi (34-36)

    Domain ini berisi pertanyaan seputar kesulitan berbicara,

    berkomunikasi, dan perasaan sulit dimengerti oleh orang lain.

    h. Ketidaknyamanan tubuh (37-39)

    Domain ini berisi pertanyaan seputar gejala yang dirasakan oleh

    tubuh seperti kram otot, nyeri sendi, dan perasaan panas atau dingin

    yang tidak menyenangkan.

    PDQ-39 telah diuji validitas dengan cara membandingkan dengan

    kuesioner sebelumnya seperti SF-36 dan terdapat hubungan yang

    bermakna (r=0,80; p

  • 24

    mengenai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita

    Parkinson telah dilakukan di Inggris (Schrag, 2000) dan Norwegia

    (Karlsen, 2000). Dari hasil penelitian diatas faktor demografi seperti

    umur, jenis kelamin, lama sakit, social ekonomi tidak berhubungan

    dengan kualitas hidup penderita Parkinson, tetapi stadium penyakit,

    gangguan kognitif, dan depresi berhubungan dengan kualitas hidup

    Parkinson.