bab 2 tinjauan pustaka 2.1. pengertian...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kebisingan
Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan
konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap
kenyamanan dan kesehatan manusia (Sasongko, dkk, 2000). Definisi lain adalah
bunyi yang didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-
getaran melalui media elastis manakala bunyi-bunyi tersebut tidak
diinginkan(Suma’mur , 1996). Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dike-
hendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan (Kepmenkes RI
No.261/MENKES/SK/11/1998). Kebisingan adalah suara-suara yang tidak
dikehendaki bagi manusia ( Priatna dan Utomo, 2002). Kualitas suatu bunyi
ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya (Suma’mur,1996). Frekuensi dinyatakan
dalam jumlah getaran per detik/Hertz (Hz). Suatu kebisingan terdiri dari campuran
sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Intensitas atau
arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dB) dengan
memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari
bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat di dengar oleh telinga manusia telinga
manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi diantara 16-20.000Hz.
Skala desibel adalah skala logaritmik. Maka dari itu, nilai ini tidak dapat
ditambah atau dikurangi perhitungannya. Dalam penggabungan lebih dari dua tingkat
8
Universitas Sumatera Utara
desibel, dua tingkat yang paling tinggi harus digabungkan dulu. Total hasil harus
digabungkan dengan sisa tingkat yang paling tinggi dan cara dilanjutkan ke
penyelesaian.
Penting untuk kita sadari bahwa suara-suara dari tekanan suara yang sama
mungkin bukan suara dengan kekerasan yang sama. Pada tekanan mendekati 100
desibel, frekuensi antara 20 dan 1000 putaran per sekon suara dengan kekerasan yang
sama.
Pada tingkat tekanan suara yang paling rendah, frekuensi suara terendah tidak
kelihatan sama kerasnya dengan 1000 putaran persekon nada.
2.1.1. Pengukuran Kebisingan
Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di
perusahaan atau dimana saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga
tidak menimbulkan gangguan. Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan
adalah sound level meter dan noise dosimeter. Sound Level meter adalah alat
pengukur level kebisingan, alat ini mampu mengukur kebisingan di antara 30-130 dB
dan frekuensi-frekuensi dari 20-20.000 (Suma’mur, 1996).
Dalam beberapa industri terdapat berbagai intensitas kebisingan, misalnya
pada:
- 85-100 dB biasanya terdapat pada pabrik tekstil, tempat kerja mekanis
seperti mesin penggilingan, penggunaan udara bertekanan, bor listrik,
gergaji mekanis.
Universitas Sumatera Utara
- 100-115 dB biasanya terdapat pada pabrik pengalengan, ruang ketel, drill.
- 115-130 dB biasaya terdapat pada mesin-mesin diesel besar, mesin turbin
pesawat terbang dengan mesin turbo, compressor sirine.
- 130-160 dB biasanya terdapat pada mesin-mesin jet, roket, peledakan.
2.1.2. Tipe Kebisingan
Jenis kebisingan yang sering dijumpai menurut Suma’mur (1996) yaitu :
a. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady statewide
band noise)
b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state narrowband
noise)
c. Kebisingan terputus-putus (intermittent)
d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise)
e. Kebisingan impulsif berulang.
2.1.3. Sumber bising
Sumber kebisingan dapat diidentifikasi jenis dan bentuknya. Kebisingan yang
berasal dari berbagai peralatan memiliki tingkat kebisingan yang berbeda dari suatu
model ke model lain. Proses pemotongan seperti proses penggergajian kayu
merupakan sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja dan benda kerja yang
menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji bundar dapat menimbulkan tingkat
kebisingan antara 80-120 dB (Sasongko, dkk, 2000)
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Nilai Ambang Batas (NAB)
Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan
sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu
(KEPMENAKER No.Kep-51 MEN/1999). NAB kebisingan di tempat kerja adalah
intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu
kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (Budiono, dkk,
2003). Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk kebisingan ialah 85 dBA,
selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut. Berikut adalah pedoman pemaparan
terhadap kebisingan (NAB Kebisingan) berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. Kep-51/MEN/1999tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat
Kerja.
2.1.5. Pengaruh Kebisingan
Pengaruh kebisingan pada tenaga kerja adalah adanya gangguan-gangguan suara-
suara, pembicara terpaksa berteriak-teriak selain memerlukan ekstra tenaga juga
menambah kebisingan (Dep Kes RI, 2003). Contoh gangguan fisiologis: naiknya
tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat, vaso kontriksi pembuluh darah
(semutan), otot menjadi tegang atau metabolisme tubuh meningkat. Semua hal ini
sebenarnya merupakan mekanisme daya tahan tubuh manusia terhadap keadaan
bahaya secara spontan. Kebisingan juga dapat menurunkan kinerja otot yaitu
Universitas Sumatera Utara
berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan kontraksi dan relaksasi, berkurang-
nya kemampuan otot tersebut menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur,
1996).
a. Gangguan Psikologis
Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan
dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (Budiono, dkk,
2003), dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena
tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi (Priatna dan
Utomo, 2002) sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan
keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan mengganggu perhatian tenaga
kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi
atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat terganggunya konsentrasi.
Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain
yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur,1996).
Bila gelombang suara datang dari luar akan ditangkap oleh daun telinga kemudian
gelombang suara ini melewati liang telinga, dimana liang telinga ini akan
memperkeras suara dengan frekuensi sekitar 3000 Hz dengan cara resonansi. Suara
ini kemudian diterima oleh gendang telinga, sebagian dipantulkan dan sebagian
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran dan akhirnya menggerakkan stapes yang
mengakibatkan terjadinya gelombang pada perlympha.
Kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri
yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat atau inhibisi
Universitas Sumatera Utara
dan sistem penggerak atau aktivasi, dimana keduanya berada pada susunan syaraf
pusat. Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan
kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Adapun
sistem penggerak terdapat dalam formatio retikularis yang dapat merangsang pusat-
pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari dalam tubuh ke arah bekerja. Maka
keadaan seseorang pada suatu saat tergantung pada hasil kerja diantara dua sistem
antagonistik tersebut. Apabila sistem aktivasi lebih kuat maka seseorang dalam
keadaan segar untuk bekerja, sebaliknya manakala sistem penghambat lebih kuat
maka seseorang dalam keadaan kelelahan (Suma’mur , 1996).
b. Gangguan Patologis Organis
Pengaruh kebisingan terhadap alat pendengaran yang paling menonjol adalah
menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen (Depkes RI, 2003).
Kebisingan dapat menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan ( Budiono, dkk,
2003). Pengaruh utama dari kebisingan kepada kesehatan adalah kerusakan pada
indera-indera pendengar yang menyebabkan ketulian progresif. Pemulihan terjadi
secara cepat sesudah dihentikan kerja di tempat bising untuk efek kebisingan
sementara. Di tempat kerja, tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin dapat
merusak pendengaran dan dapat pula menimbulkan gangguan kesehatan (tingkat
kebisingan 80 s/d 90 dBA atau lebih dapat membahayakan pendengaran. Seseorang
yang terpapar kebisingan secara terus menerus dapat menyebabkan dirinya menderita
ketulian.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Pengendalian kebisingan
Pengendalian kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan upaya-upaya
sebagai berikut ( Budiono, dkk, 2003):
a. Survai dan analisis kebisingan
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja apakah
tingkat kebisingan telah melampaui NAB, bagaimana pola kebisingan di tempat kerja
serta mengevaluasi keluhan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Perlu dilakukan
analisis intensitas dan frekuensi suara, sifat, jenis kebisingan, terus-menerus atau
berubah dan sebagainya. Berdasarkan hasil survei dan analisis ini, ditentukan apakah
program perlindungan ini perlu segera dilaksanakan atau tidak diperusahaan tersebut
b. Teknologi Pengendalian
Dalam hal ini dilakukan upaya menentukan tingkat suara yang
dikehendaki,menghitung reduksi kebisingan dan sekaligus mengupayakan penerapan
teknisnya. Teknologi pengendalian yang ditujukan pada sumber suara dan media
perambatnya dilakukan dengan mengubah cara kerja, dari yang menimbulkan bising
menjadi berkurang suara yang menimbulkan bisingnya; menggunakan penyekat
dinding dan langit-langit yang kedap suara, mengisolasi mesin-mesin yang menjadi
sumber kebisingan; substitusi mesin yang bising dengan mesin yang kurang bising,
menggunakan pondasi mesin yang baik agar tidak ada sambungan yang goyang dan
mengganti bagian-bagian logam dengan karet, modifikasi mesin atau proses, merawat
mesin dan alat secara teratur dan periodik (Budiono, dkk, 2003).
Universitas Sumatera Utara
c. Pengendalian secara administratif
Pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan adanya pengadaan
ruang kontrol pada bagian tertentu dan pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan
NAB yang ada.
d. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Untuk menghindari kebisingan digunakan alat pelindung telinga. Alat pelindung
telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Ada
dua jenis alat pelindung telinga, yaitu sumbat telinga atau ear plug dan tutup telinga
atau ear muff ( Budiono, dkk, 2003).
e. Pemeriksaan Audiometri
Dilakukan pada saat awal masuk kerja secara periodik, secara khusus dan pada
akhir masa kerja (Budiono, dkk 2003), pemeriksaan berkala audiometri pada pekerja
yang terpapar ( Priatna dan Utomo, 2002) merupakan suara yang tidak diinginkan,
sejauh mungkin dikurangi atau dihilangkan. Pemerintah telah menetapkan nilai
ambang kebisingan sebesar 85 dB(A) untuk lingkungan kerja yaitu iklim kerja yang
oleh tenaga kerja masih dapat dihadapi dalam pekerjaannya sehari-hari tidak
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus
tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Waldron (1989) menyatakan
bahwa kebisingan dapat dikontrol melalui :
a. Pengendalian pada sumber kebisingan
b. Meningkatkan jarak antara sumber kebisingan
Universitas Sumatera Utara
c. Mengurangi waktu paparan kebisingan
d. Menempatkan barrier antara sumber dan pekerja yang terpapar
e. Pemakaian alat pelindung telinga (earmuff, ear plug)
Tabel 2.1. Peraturan pemerintah Indonesia mengenai kebisingan tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999
Duration Hour per day Noise Intensitas (dBA)
8 Jam 85 4 88 2 1
91 94
30 Menit 97 15 100 7.5 103
3.75 106 1.88 109 0.94 112
28.12 Detik 115 14.06 118 7.03 121 3.52 124 1.76 127 0.88 130 0.44 133 0.22 136 0.11 139
Universitas Sumatera Utara
2.2. Pencahayaan
Pencahayaan (iluminasi) adalah banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu
permukaan. Pencahayaan adalah segala hal yang berhubungan dengan cahaya dalam
kaitannya dengan fungsi penglihatan dalam pekerjaan, meliputi kualitas dan
kuantitasnya (William, 1999). Mata manusia dapat beradaptasi mulai dari kurang 10
fc sampai kira-kira 30.000 fc.
2.2.1. Sumber Cahaya
Berapa banyak pencahayaan yang diperlukan? Di dalam interior Modern
Workplace (10-100 fc atau lebih), eksterior (100-10.000 fc atau lebih).
a. Kuantitas.
Peningkatan intensitas pencahayaan dapat meningkatkan produksi, tetapi bila
pencahayaan dinaikkan terus menerus akan menimbulkan kesilauan yang justru akan
mengganggu penglihatan dan light pollution serta pemborosan energi
(Assauri, 1980; ILE, 2000). Grandjean (1971) membuat pedoman untuk
intensitas / cahaya berdasarkan jenis pekerjaan, sebagai berikut:
Tabel 2.2. Guide to Light Intensities
Type of work Example Light Intensity
Not precise
Moderately precise
Precise
Great Precision
Storting ofgoods
Fitting (not precise)
Reading, drawing
Fitting (precise,)
80 - 170
170 -350
350 - 700
700 -1000
Sumber: Grandjean, E. “Fitting the Task to the Man. An Ergonomic Approach”. London: Taylor & Francscis Ltd., 1988.
Universitas Sumatera Utara
Perbandingan adalah KepMenkes No. 1405/ Menkes/SK/XI/2002
b. Kualitas.
Kualitas pencahayaan terutama ditentukan oleh ada tidaknya kesilauan di
tempat kerja baik dari permukaan yang mengkilap (reflected glare) dan bayangan.
Kesilauan didefenisikan sebagai cahaya yang tidak diinginkan (unwanted light).
Defenisi kesilauan yang lebih formal adalah ‘setiap brightness yang berada dalam
lapangan penglihatan yang menyebabkan rasa ketidaknyamanan, gangguan kelelahan
mata atau gangguan penglihatan”. Penyebab kesilauan, karena disability, discomfort
and reflected glare. Hal lain yang perlu untuk diperiksa adalah kedipan, warna lampu,
distribusi cahaya dan jenis lampu. Jenis lampu yang umum dipakai/dipilih
dilingkungan kerja industri adalah : lampu Neon (Fluorescent lamps). Lampu neon
ini mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi, akan tetapi biaya-biaya pemasangan/
instalasi larnpu-lampu neon ini mahal. Walaupun biaya instalasinya mahal, akan
tetapi jika lampu-lampu in dipergunakan secara terus menerus misalnya dalam
perusahaan yang bekerja beberapa shift operasi (biasanya sehari ada tiga shift), maka
effisiensi daripada penggunaan lampu ini akan dapat mengimbangi/menutupi biaya-
biaya instalasi yang mahal itu (Flourescent, 2001).
Lampu neon ini mempunyai suatu tingkat cahaya terang yang rendah dan isi
warna yang baik sehingga menambah waktu dapat dipakainya lebih lama. Akan
tetapi salah satu kerugian daripada lampu neon ini adalah dibutuhkannya sejumlah
besar lampu-lampu tersebut untuk suatu instalasi (karena faktor dayanya rendah),
sehingga dengan sendirinya akan menimbulkan suatu persoalan pemeliharaan lampu.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi pencahayaan didalam lingkungan kerja, Ada 2 aspek yang perlu diperhatikan
yaitu :
1. Pencahayaan yang suram (intensitas pencahayaan rendah)
2. Pencahayaan yang intensitasnya berlebihan cahaya.
Kesilauan kontras adalah kesilauan akibat intensitas yang dipantulkan pada
objek terlalu besar dari intensitas latar belakang. Arah sinar sumber cahaya yang
cukup jumlahnya sangat berguna dalam mengatur penerangan secara baik. Sinar-sinar
dar berbagai arah akan meniadakan gangguan bayangan. Pada umumnya intensitas
penerangan dalam tempat kerja dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu Pekerjaan kasar
(100-200lux), Pekerjaan sedang (200-500 lux), Pekerjaan halus (500-1000lux),
Pekerjaan sangat halus (1000-2000lux), (Tata cara perancangan sistem pencahayaan,
buatan pada bangunan gedung SNI 03-6576-2001).
Keadaan lingkungan tempat kerja yang suram atau gelap yang disebabkan oleh
kurangnya pencahayaan atau keadaan lampu yang menyilaukan permukaan tempat
kerja yang mempunyai daya refleksi atau pantulan tinggi adalah umum dan banyak
dijumpai, yang kepada tenaga kerja mengakibatkan penglihatannya terhadap
pekerjaan menjadi rumit dan sukar bila dibandingkan dengan tugas-tugas pekerjaan di
kantor.
2.2.2. Pengaruh Buruk Terhadap Pencahayaan
Penerangan adalah faktor lingkungan kerja yang termasuk kelompok faktor
resiko, apabila intensitas pencahayaan tidak memadai maka dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
produktivitas tenaga kerja yang menurun. Kondisi kerja yang suram umumnya
tenaga kerja berupaya untuk dapat melihat pekerjaan dengan sebaik-baiknya dengan
cara berakomodasi secara terus menerus, sehingga dapat terjadi ketegangan mata (eye
strain) dan terjadi ketegangan otot dan saraf dapat menimbulkan kelelahan mata, otot
saraf dan kelelahan mental, sakit kepala, adanya konsentrasi dan kecepatan berpikir
menurun, demikian juga kemampuan intelektualnya juga mengalami penurunan.
Intensitas berlebihan terjadi kesilauan di tempat kerja sehingga timbul ketegangan
mata, otot saraf dan mempercepat terjadi kelelahan. Pencahayaan yang cukup
(memadai) membuat pekerjaan lebih mudah dan menghemat waktu kerja. Dapat
melihat dengan mudah dan nyaman merupakan penghematan energi terjadinya
kelelahan.
Pencahayaan digunakan pada malam hari, dan kadang-kadang siang hari,
sebagai tambahan bila matahari tidak mencukupi. Pencahayaan, berpengaruh pada
kenyamanan fisik, sikap mental, output dan kelelahan tenaga kerja. Persyaratan
cahaya, suhu sebaiknya dipahami agar dapat memberikan kondisi fisik
menyenangkan dalam bekerja (Barnes, 1980; Oborne, 1982). Tenaga kerja harus
dengan jelas dapat melihat objek-objek yang sedang dikerjakan, juga harus dapat
melihat dengan jelas pula mesin-mesin/ peralatan selama proses produksi agar tidak
terjadi kecelakaan kerja.Untuk itu diperlukan pencahayaan di tempat kerja yang
memadai. Suma’mur (1993) menyatakan bahwa untuk setiap jenis pekerjaan
diperlukan intensitas pencahayaan yang tertentu pula. Hal ini telah diatur dalam
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
Tabel 2.3. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002
JENIS KEGIATAN
TINGKAT PENCAHAYAAN MINIMAL (LUX)
KETERANGAN
Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus
100 Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinu.
Pekerjaan rutin 200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
Pekerjaan rutin 300 R.administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/penyusun.
Pekerjaan agak Halus
500 Pembuatan gambar atau berkerja dengan mesin kantor pekerja pemeriksaan atau Pekerjaan dengan mesin.
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesantekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus
Pekerjaan amat Halus
1500 Tidak
menimbulkan bayangan
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesindan perakitan yang sangat halus
Pekerjaan terinci 3000 Tidak
menimbulkan bayangan
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
Universitas Sumatera Utara
2.3. Kelelahan Kerja
2.3.1. Definisi Kelelahan Kerja
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari
kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan
biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi
semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta
ketahanan tubuh (Tarwaka dkk, 2004). Kelelahan adalah rasa capek yang tidak hilang
waktu istirahat (Spirita, 2004). Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya
tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Budiono dkk, 2000). Kelelahan akibat kerja
seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performans kerja dan
berkurangnya kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang
harus dilakukan.
2.3.2. Konsep Kelelahan
Kontraksi otot rangka yang lama dan kuat, dimana proses metabolisme tidak
mampu lagi meneruskan supply energi yang dibutuhkan serta membuang sisa
metabolisme, khususnya asam laktat. Jika asam laktat yang banyak terkumpul, otot
akan kehilangan kemampuannya. Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika
berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen sehingga
menyebabkan terjadinya kelelahan (Santoso, 2004).
Konsep kelelahan dewasa ini, sesudah dilakukan percobaan–percobaan yang
luas terhadap manusia dan hewan, menyatakan bahwa keadaan dan perasaan
Universitas Sumatera Utara
kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri, yang
dipengaruhi oleh 2 sistem antagonistik, yaitu sistem menghambat (inhibisi) dan
sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat pada thalamus yang mampu
menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk
mengantuk. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formation retikularis yang
dapat merangsang pusat–pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan
dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain–lain
(Depkes RI, 2003).
Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja
diantara 2 sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat
seseorang dalam keadaan kelelahan. Sebaliknya manakala sistem aktivitas lebih kuat
maka seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja (Depkes RI., 2000)
2.3.3 Gejala Kelelahan
Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subyektif dan
obyektif antara lain ( Budiono dkk., 2000) :
1. Perasaan lesu, ngantuk dan pusing
2. Kurang mampu berkonsentrasi
3. Berkurangnya tingkat kewaspadaan
4. Persepsi yang buruk dan lambat
5. Berkurangnya gairah untuk bekerja
6. Menurunnya kinerja jasmani dan rohani.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa gejala tersebut dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan efektivitas
kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul berupa
keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja (Budiono,
dkk., 2000).
Suma’mur (1996) membuat suatu daftar gejala yang ada hubungannya dengan
kelelahan yaitu perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa
berat, menguap, merasa kacau pikiran, menjadi mengantuk, merasakan beban pada
mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau
berbaring, merasa susah berpikir, lelah bicara, menjadi gugup, tidak dapat
berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk
lupa,kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tak dapat mengontrol sikap, tidak
dapat tekun dalam pekerjaan, sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di
punggung, merasa pernafasan tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari
kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. Gejala-gejala
tersebut menunjukkan pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan gambaran
kelelahan fisik akibat keadaan umum (Suma’mur, 1996).
2.3.4 Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan
Menurut Grandjean dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa faktor yang
berhubungan dengan kelelahan di industri sangat bervariasi. Faktor tersebut yaitu,
kesegaran jasmani, sikap kerja, lingkungan kerja, usia, beban kerja, waktu kerja,
Universitas Sumatera Utara
status gizi, jenis kelamin, status kesehatan. Beberapa penyakit yang berhubungan
dengan kelelahan:
1. Penyakit jantung
Kerja fisik yang sangat berat merupakan kondisi yang sangat menegangkan
yang harus dihadapi oleh sistem sirkulasi normal. Hal ini karena pada beberapa
kondisi, aliran darah yang melalui otot dapat meningkat lebih dari 20 kali lipat.
Kenaikan dari aliran darah ini juga dapat meningkatkan aktivitas jantung lebih dari
normal. Kenaikan aliran darah ini salah satunya adalah dikarenakan berkurangnya O2
dalam jaringan otot (Guyton & Hall, 1997). Kekurangan O2
yang berkurang secara
cepat memungkinkan terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam
laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004). Penempatan sebelum
tenaga kerja bekerja harus disesuaikan dengan keadaan kemampuan jantung seorang
tenaga kerja (Suma’mur, 1996).
2. Hipertensi.
Hipertensi adalah suatu penyakit dimana salah satu penyebabnya adalah karena
tekanan tinggi pada arteri sehingga arteri kehilangan kelenturannya untuk
mengembang dan menyempit sehingga terjadi penyumbatan dan mengganggu
peredaran darah (Gunawan,2001). Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika
berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa O2
memungkinkan
terjadinya kelelahan ( Santoso, 2004). Kelelahan merupakan gejala dari hipertensi
Universitas Sumatera Utara
(kenaikan tekanan darah) dan pada umumnya bersamaan dengan sakit kepala (gejala
utama) dan pada kasus-kasus berat dengan sesak nafas pada gerakan berlebihan dan
pusing ( Gibson, 1985).
3. Penyakit ginjal
Pengaruh kerja terhadap faal ginjal terutama dihubungkan dengan pekerjaan
yang perlu mengerahkan tenaga dan yang dilakukan dalam cuaca kerja panas. Kedua-
duanya mengurangi peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan
zat–zat yang diperlukan oleh ginjal (Suma’mur, 1996). Apabila terjadi secara terus
menerus maka akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan ginjal. Kelelahan
merupakan suatu gejala dari gagal ginjal. Kelelahan timbul bersamaan dengan
muntah–muntah, lidah yang kering, pigmentasi yang kekuning–kuningan pada kulit,
depresi dan kebingungan (Gibson, 1985).
2.3.5 Jenis Kelelahan Kerja
Kelelahan terjadi karena beberapa hal : melakukan aktifitas monoton, beban
kerja dan waktu kerja yang berlebihan, Iingkungan kerja, fasilitas kerja, keadaan
psikologis, dan keadaan gizi. Kelelahan secara umum ditandai dengan berkurangnya
kemauan bekerja yang disebabkan oleh monotoni, intensitas lama kerja fisik,
lingkungan dan sebab mental. Menurut Grandjean (1993), kelelahan kerja adalah
suatu kondisi yang dihasilkan dengan stres sebelum mengakibatkan melemah fungsi
kinerja, fungsi organ saling mempengaruhi fungsi kepribadian bersamaan dengan
menurunnya kesiagaan kerja dan meningkat sensasi ketegangan.
Universitas Sumatera Utara
Pengelompokan kelelahan dapat dilihat pada Gambar 2.1, terbagi 3 jenis:
1. Menurut proses terjadinya pada otot : kelelahan umum dan otot
2. Menurut terjadinya : akut dan kronis
3. Menurut penyebabnya : faktor nonfisik (psikososial) dan lingkungan fisik.
Kelelahan otot adalah tremor/perasaan nyeri pada otot berarti menurunnya
kinerja sesudah mengalami tekanan tertentu ditandai dengan menurunnya kekuatan
dan kelambanan gerak. Sedang kelelahan umum biasa ditandai dengan berkurangnya
kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monoton, intensitas dan
lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, kesehatan dan gizi.
Kelelahan subjektif terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja
melebihi 30 – 48% tenaga aerobik maksimal (Astrand et all, 1977 dan Pulat, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Kelelahan
Otot Lokal
Kerja Statis
Kerja Dinamis
Umum
Akut
Kehabisan tenaga fisik
Beban mental kerja
Overload
Underload
Cicardian
Sekunder
Primer
Kronis
Organik
Depresi
Post – viral
Psychoneuroti
Kegelisahan
Hypoglycaenic
Penyakit jantung
Efek Obat Dan lainnya
Gambar 2.1. Pengelompokan kelelahan (Tarwaka, dkk. 2004)
Universitas Sumatera Utara
2.3.5.1. Kelelahan Otot (Mascular Fatigue)
Pada dasarnya kelelahan menggambarkan 3 (tiga) fenomena yaitu perasaan
lelah, perubahan fisiologis tubuh dan pengurangan kemampuan melakukan kerja
(Barnes, 1980). Kelelahan merupakan suatu pertanda yang bersifat sebagai pengaman
yang memberitahukan tubuh bahwa kerja yang dilakukan telah mendekati batas
maksimal kemampuannya. Kelelahan pada dasarnya merupakan keadaan fisiologis
normal yang dapat dipulihkan dengan beristirahat. Kelelahan yang dibiarkan terus-
menerus akan berakibat buruk dan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.
Terdapat 2 (dua) jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum
(Grandjean, 1988; Suma’mur: 1996).
Kelelahan otot merupakan suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja
akibat kontraksi berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan
keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot (Guyton, 1981). Otot yang lelah akan
menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi,
berkurangnya kondisi serta otot menjadi gemetar. (Suma’mur, 1996).
Secara fisiologis tubuh manusia diibaratkan sebagai suatu mesin yang
mengkonsumsi bahan bakar sebagai sumber energinya. Mekanisme prinsip tubuh
nencakup sistem sirkulasi, sistem pencernaan, sistem otot, sistem syaraf dan sistem
pernafasan. Kerja fisik yang terus menerus mempengaruhi mekanisme tersebut baik
sebagian maupun secara keseluruhan (Setyawati, 1994).
Secara subjektif kelelahan otot dapat digambarkan dengan adanya perasaan
tertekan, berat seperti beban, kaku dan nyeri (Suma’mur, 1990). Kelelahan otot
Universitas Sumatera Utara
dikenal dengan adanya perasaan tertekan dan lemah. (Grandjen, 1998). Pada
penelitian untuk memperoleh data tentang kelelahan sering digunakan kuesioner
dengan skala bi-polar maupun skala sifat seperti skala Borg maupun skala Semantik.
Kuesioner dari skala ini dapat dimodifikasikan sesuai dengan kebutuhan data yang
diinginkan peneliti. (Grandjean, 1998; Suma’mur, 1990; Lueder (NIOSH), 1997;
Sarwono, 1992).
Salah satu faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang disebabkan oleh
manusia adalah stres dan kelelahan (fatigue) kelelahan kerja memberikan kontribusi
50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja. (Setyawati, 2007)
2.3.5.2. Kelelahan Umum
Suatu perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan
kelambatan pada setiap aktivitas (Grandjean,1985). Perasaan adanya kelelahan umum
adalah ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual yang disebabkan
iluminasi, iluminasi dan seringnya akomodasi mata, kelelahan seluruh tubuh,
kelelahan mental, kelelahan urat saraf, stress dan rasa malas bekerja (Nurmianto,
2004)
Budiono, dkk. (2000) jenis kelelahan umum adalah:
1. Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya mata
2. Kelelahan seluruh tubuh, karena beban fisik bagi seluruh organ tubuh
3. Kelelahan mental, karena pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual
4. Kelelahan syaraf, karena terlalu tertekannya sistem psikomotorik
Universitas Sumatera Utara
5. Kelelahan kronis, karena terjadi kelelahan dalam waktu panjang
6. Kelelahan siklus hidup, bagian dari irama hidup siang dan malam
2.3.5.3 Kelelahan Kronis
Terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan
kadang-kadang kelelahan terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan (Grandjean dan
Kogi, 1972).
Kelelahan yang terus–menerus setiap hari dalam jangka waktu lama berakibat
keadaan kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja sore
hari, tetapi juga selama bekerja bahkan kadang–kadang sebelumnya. Kelelahan kronis
disebut juga kelelahan klinis. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang
mengalaini konflik mental, sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan
atau lingkungan kerja (Suma’mur, 1996). Penyebab kelelahan kronis adalah faktor
fisik ditempat kerja, faktor psikologi dan faktor fisiologis yaitu akumulasi dari
substansi toksin dalam darah dan faktor psikologis yaitu komplik yang
mengakibatkan stres emosional yang berkepanjangan (McFarland dalam Silaban,
1996).
2.3.5.4 Kelelahan Mental
Kelelahan mental ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja
akibat gangguan secara psikis (Depkes RI, 2003). Kelelahan psikologis biasanya
bersumber pada kebosanan (Anies, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.3.5.5. Kelelahan Akut
Terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara
berlebihan (Silaban, 1996)
2.3.5.6. Kelelahan Fisik
Kelelahan karena kerja fisik, kelelahan patologis (kelelahan yang kaitannya
dengan penyakit); dan kelelahan psikologis ditandai dengan menurunnya prestasi
kerja, rasa lelah dan ada hubungannya dengan faktor psiko sosial (Phoon, 1988).
Penyebab kelelahan fisik adalah :
a. Faktor Fisik di tempat kerja dan faktor psikologis (Singlenton, 1972). Faktor
psikologis menurut Suma’mur (2003), memainkan peranan besar dalam
menimbulkan kelelahan besar. Seringkali pekerja-pekerja tidak mengerjakan
apapun juga, tetapi mereka merasa lelah.
b. Faktor Fisiologis
Merupakan Akumulasi dari subtansi toksin (asam laktat) dalam darah dan faktor
psikologis yaitu konflik yang mengakibatkan stres emosional yang berkepanjangan
(McFarland, 1972).
Kelelahan kronis merupakan kumulatif respon non spesifik terhadap
perpanjangan stress. Menurut Grandjen (1988) gejala kondisi tertentu yang
berhubungan penting dengan stress seperti sakit kepala, pusing, jantung berdebar,
diare, gangguan lambung dan lainnya. Gangguan tidur merupakan gambaran dan
kondisi tersebut dan menunjukkan gejala hyperarousal pada siang hari.
Universitas Sumatera Utara
Nixon (1982) mengatakan bahwa hyperarousal kronis berhubungan dengan
kondisi kehabisan tenaga yang meningkat adalah gejala awal umum penyakit jantung.
Kehabisan tenaga dan kehilangan kendali yang bersatu dalam kelelahan kronis
bergabung kedalam indera yang peka tentang apatis, kehilangan ingatan, kegagalan
yang mencirikan kondisi psychoneurotic (depresi), dan melancholia.
Kelelahan diatur secara, sentral oleh otak Pada susunan syaraf pusat terdapat
sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat para simpatis).
Tanda-tanda kelelahan yang utama adalah hambatan terhadap fungsi-fungsi
kesadaran otak dan perubahan pada organ-organ di luar kesadaran serta proses
pemulihan menunjukkan: 1. Penurunan perhatian, 2. Pelambatan persepsi, 3.Lambat
dan sukar berpikir, 4. Penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, 5.Kurang
efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental.
Menurut Gilmer (1966) dan Cameron (1973), gejala kelelahan ditandai
1. Menurun kesiagaan dan perhatian, 2. Penurunan dan hambatan persepi. Cara
berpikir atau perbuatan anti sosial, 4. Tidak cocok dengan lingkungan, 5. Depresi,
kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif, 6. Gejala umum (sakit kepala, vertigo,
gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencernaan,
kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan dan sukar tidur).
2.3.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan kerja
Barnes (1980) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi jumlah
pekerjaan yang akan dilakukan seseorang setiap hari dan tingkat kelelahan fisik
Universitas Sumatera Utara
akibat kerja. Tersedianya kondisi kerja dan peralatan, jumlah pekerjaan setiap hari
akan tergantung pada kemampuan dan kecepatan kerja yang dilakukan tenaga kerja.
Faktor terakhir adalah tergantung pada keinginan atau kemauan kerja yang
dipengaruhi oleh banyak hal, yaitu :
2.3.6.1. Lama Waktu Kerja
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan peneliti yang
sesuai dengan situasi organisasi tertentu termasuk bagaimana biasanya pekerjaan itu
dilakukan. Shift kerja temyata berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja
terutama shift kerja siang dan malam. Shift kerja ini nyata lebih menimbulkan
kelelahan dibandingkan dengan shift pagi, karena menyebabkan gangguan circadian
rhythm (gangguan tidur) (Ida, 1997).
Shift kerja adalah sistem jam kerja sebagai suatu jadwal kerja yang diatur
dalam memperpanjang waktu produksi dalam 24 jam. Dalam upaya menghasilkan
produksi yang berkesinambungan, suatu perusahaan selalu mempekerjakan
karyawannya dalam sistem shift selama 24 jam, hal ini perlu mendapat perhatian
yang kemungkinan akan meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja.
Ada beberapa sistem jadwal kerja shift, tetapi umumnya perusahaan sering
menggunakan sistem shift rotasi yang mengakibatkan terganggunya irama circadian
dan kesehatan seseorang. Pada umumnya pekerja sebagian menyesuaikan diri, tetapi
dapat juga yang mengalaini intoleransi, dikenal dengan Shift Maladaptation
Syndrome (SMS). Keluhan-keluhan yang dijumpai pada keadaan ini berupa gangguan
Universitas Sumatera Utara
pencernaan (mual dan muntah), nyeri dada, sesak nafas, kegelisahan, rasa dingin, dan
lelah. Hal ini kadang-kadang mengakibatkan pekerja berhenti dari pekerjaannya.
Beberapa penelitian mengatakan kecelakaan banyak terjadi pada shift malam
sehubungan dengan gangguan irama circadian. Penelitian lain, di Inggris menemukan
bahwa puncak kecelakaan lokal terjadi sebelum waktu istirahat shift pagi yang
mungkin disebabkan faktor kelelahan atau pekerja mempercepat produksi pada saat-
saat ini untuk mengejar target sebelum istirahat. Suatu penelitian menunjukkan bahwa
1/3 tenaga kerja tidak dapat menyesuaikan diri pada shift malam dan banyak tidak
menyukai rotasi shift kerja 1 minggu, sebab mempengaruhi kesehatan dan kehidupan
pribadi. Pada penelitian tersebut digunakan skedul kerja 1 minggu setiap shift pagi,
minggu depannya shift sore, minggu ke 3 shift tengah malam. (Barnes, 1980).
2.3.6.2. Periode Istirahat
Pada berbagai jenis pekerjaan berat dan ringan diperlukan periode istirahat
dengan alasan :
a. Periode istirahat meningkatkan jumlah pekerjaan yang dilakukan
b. Periode istirahat dibutuhkan tenaga kerja
c. Periode istirahat menurunkan keragaman pekerjaan dan cenderung
mendorong operator mempertahankan tingkat performance mendekati
output yang maksimum.
d. Periode istirahat mengurangi kelelahan fisik.
Universitas Sumatera Utara
e. Periode istirahat mengurangi jumlah waktu yang diperlukan selama jam
kerja.
Selain faktor-faktor diatas, kelelahan kerja dapat dikurangi dengan penyediaan
sarana tempat istirahat, memberi waktu libur dan rekreasi, pengetrapan ergonomi,
organisasi proses produksi yang tepat, penggunaan warna dan dekorasi pada
lingkungan kerja, musik di tempat kerja. Waktu-waktu istirahat untuk latihan-latihan
fisik bagi pekerja yang bekerja sambil duduk tenaga kerja akan lebih cepat merespon
rangsang yang diberi dan seseorang yang telah mengalaini kelelahan akan lebih lama
merespon rangsang yang diberi (Koesyanto dan Tunggul, 2005).
Menurut Tarwaka dkk (2004) faktor penyebab terjadinya kelelahan akibat kerja
adalah :
1. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental
2. Lingkungan iklim,penerangan, kebisingan, getaran dll
3. Cicardian rhythm
4. Problem fisik, tanggung jawab, kekhawatiran konflik
5. Kenyerian dan kondisi kesehatan
6. Nutrisi
2.3.7. Upaya Penanggulangan Kelelahan
Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor. Yang terpenting adalah bagaimana
menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat
Universitas Sumatera Utara
menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui apa penyebab dari kelelahan
tersebut (Tarwaka, 2004).
Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara; (1) Pengaturan jam kerja; (2)
Pemberian kesempatan istirahat; (3) Adanya hari libur dan rekreasi; (4) Pengetrapan
ilmu ergonomi dalam bekerja; (5) Penggunaan musik ditempat kerja; (6)
Memperkenalkan perubahan rancangan produk; (7) Merubah metoda kerja menjadi
lebih efisien dan efektif; (8) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman
dan nyaman ( Budiono dkk., 2000).
Kelelahan kerja yang disebabkan monotoni dan tegangan dapat dikurangi
dengan penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat
kerja dan waktu-waktu istirahat untuk latihan fisik bagi pekerja yang bekerja sambil
duduk. Seleksi dan latihan dari pekerja, lebih-lebih supervisi dan penatalaksanaannya
juga memegang peranan penting (Suma’mur , 1996)
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan dengan faktor fisik, faktor manusia
yang tidak memenuhi keselamatan. Misalnya, kelengahan, kecerobohan, mengantuk,
kelelahan dan sebagainya, sedangkan kondisi-kondisi lingkungan yang tidak aman
misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin terbuka, dan sebagainya.
(Notoatmodjo, 1997)
2.3.7.1. Beberapa Langkah Mengatasi Kelelahan
Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor sangat kompleks sa1ing terkait,
perlu penanganan agar tidak kronis. Pada gambar 2.2 terdapat skematis faktor
Universitas Sumatera Utara
penyebab terjadi kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak
menimbulkan resiko yang lebih parah.
CARA MENGATASI 1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental 3. Redesain stasiun kerja ergonomi 4. Sikap kerja alamiah 5. Kerja lebih dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi Kerja 9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap 2 jam kerja
dengan sedikit kudapan 11. Dan lain-lain
PENYEBAB KELELAHAN 1. Aktivitas kerja fisik 2. Aktivitas kerja mental 3. Stasiun kerja tidak ergonomis 4. Sikap paksa 5. Kerja statis 6. Kerja bersifat monotoni 7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis 9. Kebutuhan kalori kurang 10 Waktu kerja istirahat tidak tepat 11. Dan lain-lain
1. Tindakan preventif melalui pendekatan inovatif dan partisipatoris
2. Tindakan kuratif 3. Tindakan rehabilitatif 4. Jaminan masa tua
1. Motivasi kerja turun 2. Performansi rendah 3. Kualitas kerja rendah 4. Banyak terjadi kesalahan 5. Stres akibat kerja 6. Penyakit akibat kerja 7. Cedera 8.Terjadi kecelakaan akibat kerja 9. Dan lain-lain
MANAJEMEN PENGENDALIAN
RESIKO
Gambar 2.2. Penyebab Kelelahan, Cara mengatasi dan Manajemen Resiko (Tarwaka, dkk. 2004)
Universitas Sumatera Utara
2.3.7. 2. Pengukuran Kelelahan
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur kelelahan secara langsung
Pengukuran yang dilakukan peneliti sebelum hanya berupa indikator yang
menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) mengelempokkan
metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
1. Kualitas dan Kuantitas kerja yang dilakukan
Kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses Kerja (waktu yang
digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu.
Namun demikian banyak faktor harus dipertimbangkan seperti : target produksi,
faktor sosial dan perilaku psikologis. Sedangkan kualitas output (kerusakan dan
penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya
kelelahan, tetapi faktor tersebut bukan merupakan causal factor.
2. Uji Psiko-motor Test (Psycho-motor test)
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interprestasi dan reaksi motor. Salah
satu cara yang digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi
adalah jangka waktu dan pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat
kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Uji waktu reaksi dapat digunakan nyala
lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya
pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan proses faal
syaraf dan otot. Menurut Sanders et al (1987) waktu reaksi adalah waktu untuk
membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi
Universitas Sumatera Utara
terpendek biasa antara 150 - 200 millidetik. Waktu reaksi tergantung dan stimuli
yang dibuat, intensitas lamanya rangsang, dan umur subjek.
3. Uji hilang kelipan (Flicker Fusion Test)
Dalam kondisi lelah kemampuan melihat kelipan akan berkurang. Semakin
lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan.
Uji hilang kelipan untuk menunjukkan keadaan kewaspadaan pekerja.
4. Perasaan kelelahan (Subjective Feeling of Fatigue)
Perasaan kelelahan (Subjective Self Rating Test,) dari Industrial Fatigue
Research Cominittee (IFRC) Jepang merupakan salah satu kuesioner mengukur
tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner berisi 30 daftar pertanyaan:
A). Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan terdapat 10 butir: 1 .Perasaan berat di
kepala, 2. Lelah seluruh badan, 3.Berat di kaki, 4.Menguap, 5. Pikiran kacau, 6.
Mengantuk, 7. beban di mata, 8.Gerakan canggung dan kaku, 9. Berdiri tidak stabil,
10. ingin baring, B). Pertanyaan tentang pelemahan motivasi terdapat 10 butir: 1.
Susah berpikir, 2.Lelah bicara, 3.Gugup, 4.Tidak konsentrasi, 5. Sulit memusatkan
perhatian, 6.Mudah lupa, 7. Kepercayaan diri kurang, 8. Merasa cemas, 9. Sulit
mengontrol sikap, 10.Tidak tekun, C).Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik
terdapat 10 butir : 1. Sakit kepala, 2. Kaku bahu, 3.Nyeri punggung, 4. Sesak nafas,
5.Haus, 6.Serak,7.Pening,8.Spasme di kelopak mata, 9.Tremor, 1 0.Merasa kurang
sehat
Universitas Sumatera Utara
5. Uji Mental
Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang
digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon
Wiersma test merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menguji kecepatan,
ketelitian dan konsentrasi. Hasil tes menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang
maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan semakin rendah dan
sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma lebih tepat untuk mengukur
kelelahan akibat aktivitas yang lebih bersifat mental. Sedangkan untuk menilai
kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak Iangsung
baik secara objektif maupun subjektif.
2.4 Kondisi Lingkungan Kerja
2.4.1. Lingkungan Fisik Kerja
Lingkungan kerja bagi karyawan akan mempunyai pengaruh yang tidak kecil
terhadap jalannya operasi perusahaan. Lingkungan kerja ini yang akan mempengaruhi
para karyawan perusahaan sehingga dengan demikian baik langsung maupun tidak
langsung akan dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan.
Kondisi lingkungan kerja dapat menimbulkan ketidaknyamanan seseorang
dalam menjalankan pekerjaannya misalnya udara dan kebisingan, karena beberapa
orang sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan (Margiati, 1999). Lingkungan kerja
yang kurang nyaman, misalnya panas, berisik, sirkulasi udara kurang, lingkungan
kerja yang kurang bersih, membuat pekerja mudah menderita stres.
Universitas Sumatera Utara
Semua karyawan dan pegawai rendah sampai menengah dikelompokkan
kedalam satuan-satuan kerja fungsional, masing-masing dipisahkan dari satuan-
satuan lainnya dengan pohon-pohon dan tanaman, kaca jendela yang rendah, lemari-
lemari pendek dan rak buku, kantor pemandangan alam ini dikatakan dapat
melancarkan komunikasi dan alur kerja. Disamping itu keterbukaan menunjang
timbulnya keikatan dan kerjasama kelompok serta mengurangi rintangan-rintangan
psikologis antara management dan karyawan.
2.5. Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Klasifikasi kecelakaan kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional
(ILO, 1962) dalamSuma’mur (1987) adalah sebagai berikut :
2.5.1. Klasifikasi menurut Jenis Kecelakaan
a. Terjatuh
b. Tertimpa benda jatuh
c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh
d. Terjepit oleh benda
e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f. Pengaruh suhu tinggi
g. Terkena arus listrik
h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi
i. Jenis-jenis lain termasuk kecelakaan yang belum masuk klasifikasi
tersebut
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Klasifikasi menurut Penyebab
a. Mesin
- Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik
- Mesin penyalur
- Mesin-mesin untuk mengerjakan logam
- Mesin-mesin pengolah kayu
- Mesin-mesin pertanian
- Mesin-mesin pertambangan
- Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut
b. Alat angkat dan angkut
- Mesin angkat dan peralatannya
- Alat angkutan di atas rel
- Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api
- Alat angkutan udara
- Alat angkut air
- Alat-alat angkutan lain
c. Peralatan lain
- Bejana bertekanan
- Dapur pembakar dan pemanas
- Instalasi pendingin
- Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat
listrik (tangan)
Universitas Sumatera Utara
- Alat-alat listrik (tangan)
- Alat-alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat-alat listrik
- Tangga
- Perancah
- Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut
d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi
- Bahan peledak
- Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak
- Benda-benda melayang
- Radiasi
- Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.
e. Lingkungan kerja
- Di luar bangunan
- Di bangunan
- Di bawah tanah
f. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan-golongan tersebut
- Hewan
- Penyebab lain
g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data
tidak memadai
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Klasifikasi menurut Sifat Luka atau Kelainan
a. Patah tulang
b. Dislokasi
c. Renggang otot/urat
d. Memar dan luka dalam yang lain
e. Amputasi
f. Luka-luka lain
g. Gegar dan remuk
h. Luka bakar
i. Luka dipermukaan
j. Keracunan akut
k. Akibat cuaca dan lain-lain
l. Mati lemas
m. Pengaruh arus listrik
n. Pengaruh radiasi
o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya
p. Lain-lain
2.5.4. Klasifikasi menurut Letak Kelainan atau Luka di Tubuh
a. Kepala
b. Leher
c. Badan
d. Anggota gerak atas
Universitas Sumatera Utara
e. Anggota gerak bawah
f. Banyak tempat
g. Kelainan umum
h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi tersebut.
Departemen tenaga kerja telah menerapkan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.
05/MEN/1996 yang bertujuan menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan
kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja meliputi kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja, pelatihan yang merupakan salah satu alat penting
dalam menjainin kompetensi kerja audit sistem manajemen K3 yang berguna untuk
mengetahui keefektifan penerapan sistem manajemen K3, inspeksi dan supervisi
sebagai pemantau proses kerja sehari-hari sehingga diharapkan dapat mencegah dan
mengurangi kecelakaan.
Zabetakis M. Mengemukakan bahwa umumnya kecelakaan sesungguhnya
disebabkan oleh adanya pelepasan energi (berupa mekanik, listrik, kimia, suhu,
radiasi ion) yang berlebihan atau bahan-bahan berbahaya (seperti karbon monoksida,
karbon dioksida, hidrogen sulfida, dan air) yang tidak direncanakan atau tidak
diharapkan. Dengan sedikit pengecualian, pelepasan ini disebabkan tindakan tidak
aman dan kondisi tidak aman. Tindakan dan keadaan yang berbahaya adalah
Universitas Sumatera Utara
penyebab dasar kecelakaan yang hanyalah merupakan suatu simptom. Penyebab
dasar selalu dapat ditelusuri bersumber dari aturan-aturan dan keputusan manajemen
yang salah, faktor individu (pekerja) dan lingkungan.
2.5.5. Sebab Kecelakaan Kerja
Sangat jarang suatu kecelakaan timbul dari satu penyebab, pada umumnya
merupakan kombinasi dari faktor-faktor yang secara simultan muncul. Seseorang
tidak akan mengalami kecelakaan kerja tanpa ada faktor yang mempengaruhi seperti
dijumpai kondisi yang tidak aman berinteraksi dengan lingkungan fisik yang tidak
nyaman, dan berinteraksi juga dengan pekerja (manusia) yang berkerja tanpa
petunjuk dalam menggunakan peralatan kerja sehingga terjadi suatu kecelakaan.
Salah satu teori kecelakaan kerja, dikemukakan oleh H.W. Heinrich (Teori
Domino) yaitu faktor-faktor yang merupakan rangkaian kejadian kecelakaan kerja.
1. Lingkungan sosial yang berbeda
2. Kesalahan manusia
3. Tindakan dan keadaan yang berbahaya (Unsafe action dan unsafe condition)
4. Kecelakaan
5. Kerugian
Sebab kecelakaan kerja diberbagai negara tidak sama, namun ada kesamaan
yaitu kecelakaan kerja disebabkan oleh (Matondang, RA, 2007).
1. Kondisi berbahaya (Unsafe Condition)]
a. Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain
Universitas Sumatera Utara
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe action) dari manusia
a. Sikap dan tingkah laku yang tidak baik
b. Kurang pengetahuan yang tidak baik
c. Cacat tubuh yang tidak terlihat
d. Keletihan dan kelesuan.
Tiap-tiap kecelakaan adalah kerugian dapat dilihat dari ada dan besarnya
biaya akibat kecelakaan yang sering sangat besar dan menjadi tanggungan
perusahaan.
Kerugian-kerugian yang diakibatkannya dapat berupa kerugian langsung :
1. Gangguan produksi, penjualan dan keuntungan
2. Biaya akibat sakit pada pekerja yang cedera
3. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan lain yang terhenti bekerja karena rasa
ingin tahu, simpati, menolong yang luka dan alasan lain.
4. Biaya penggantian (rekruitmen, seleksi dan pelatihan)
5. Pembayaran lembur atau pembayaran pekerjaan sementara karyawan untuk
mengatasi kehilangan waktu dari karyawan yang cedera.
6. Hilangnya kemampuan produksi pada pekerja yang cedera
7. Jika diperlukan pelatihan ulang pada pekerja ketika kembali bekerja
Universitas Sumatera Utara
Kerugian tidak langsung meliputi :
1. Produktivitas sebagai efek dari masalah moral antara pekerja
2. Image dari masyarakat terhadap perusahaan
3. Biaya tak terduga sehubungan dengan berkurangnya kualitas hidup pekerja yang
cedera dan keluarganya.
2.6. Landasan Teori
1. Hasil penelitian Tri Yuni Ulfa Hanifa (2005) di Industri Pengolahan Kayu
Brumbung Perum Perhutani Semarang ada hubungan yang signifikan antara
kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja.
2. Hasil penelitian hasil penelitian Irawan Harwanto (2004) di Depo Lokomotif PT.
Kereta Api, Daerah Operasi IV Semarang, bahwa 13% tenaga kerja mengalami
kelelahan ringan, 69,6% kelelahan sedang dan 17,4% mengalami kelelahan berat
akibat paparan bising yang melebihi NAB, yaitu : 85,8-90,6dBA.
3. Hasil Penelitian Ema Isnarningsih di bagian welding 2b dan bagian p2 shipping
CBU di PT X Plant II Jakarta Utara menunjukan bahwa ada pengaruh intensitas
kebisingan terhadap kelelahan kerja.
4. Hasil Penelitian Risva (2002) di PT. Indokores Sahabat Purbalingga menunjukkan
ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan kelelahan tenaga kerja.
5. Hasil Penelitian Giacinta Yunita Anggraini (2005) di Pabrik tekstil PT A Pada
Operator Loom Unit Weaving V Denim Di Pabrik Tekstil PT.A Kabupaten
Universitas Sumatera Utara
Semarang ada hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan
kelelahan.
6. Hasil Penelitian Fatimah Noor (2002) dibagian packing PT. Palur Raya Karang
Anyar bahwa ada 90% tenaga kerja mengalami kelelahan sedang dan 10% berat
akibat paparan bising sebesar 82,4dBA.
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Kondisi Lingkungan Kerja : - Kebisingan - Pencahayaan
Kelelahan Kerja
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Terikat : Kelelahan Kerja
Variabel Bebas : Kondisi lingkungan kerja
Universitas Sumatera Utara