laporan kebisingan dan pencahayaan

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja harus dapat dibina dan diarahkan menjadi sumber daya yang penting. Pengembangan sumber daya manusia terutama dari aspek kualitas memerlukan peningkatan perlindungan terhadap kemungkinan akibat teknologi atau proses produksi sehingga keselamatan, kesehatan, kesejahteraan dan produktivitas kerja akan lebih meningkat pula. Sehingga perlu diketahui dan dimasyarakatkan usaha-usaha pengendalian dan pemantauan lingkungan kerja agar tidak membawa dampak atau akibat buruk kepada tenaga kerja yang berupa penyakit/gangguan kesehatan ataupun penurunan kemampuan atau produktivitas kerja (Depkes, 2008). Salah satu faktor yang mengganggu kenyamanan dalam bekerja adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu (Depkes, 2008). Ukuran fisik kenyaringan dipengaruhi dengan adanya amplitudo dan tingkat tekanan suara. Kecenderungan saat ini adalah menggabungkan semua hal yang merupakan sifat dari suara, termasuk tingginya, nyaringnya dan distribusi spektral sebagai nada. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengukur kebisingan agar sehingga dapat diketahui kelayakan atau nilai ambang batas yang sesuai pada daerah percobaan (Sasongko dkk, 2000). 1

Upload: gusti-aspianur

Post on 01-Jan-2016

841 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tenaga kerja harus dapat dibina dan diarahkan menjadi sumber daya yang

penting. Pengembangan sumber daya manusia terutama dari aspek kualitas

memerlukan peningkatan perlindungan terhadap kemungkinan akibat teknologi atau

proses produksi sehingga keselamatan, kesehatan, kesejahteraan dan produktivitas

kerja akan lebih meningkat pula. Sehingga perlu diketahui dan dimasyarakatkan

usaha-usaha pengendalian dan pemantauan lingkungan kerja agar tidak membawa

dampak atau akibat buruk kepada tenaga kerja yang berupa penyakit/gangguan

kesehatan ataupun penurunan kemampuan atau produktivitas kerja (Depkes, 2008).

Salah satu faktor yang mengganggu kenyamanan dalam bekerja adalah

kebisingan, yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat

dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan

kenyamanan lingkungan yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-

alat kerja pada tingkat tertentu (Depkes, 2008).

Ukuran fisik kenyaringan dipengaruhi dengan adanya amplitudo dan tingkat

tekanan suara. Kecenderungan saat ini adalah menggabungkan semua hal yang

merupakan sifat dari suara, termasuk tingginya, nyaringnya dan distribusi spektral

sebagai nada. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengukur kebisingan

agar sehingga dapat diketahui kelayakan atau nilai ambang batas yang sesuai pada

daerah percobaan (Sasongko dkk, 2000).

Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan

lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.

Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang

dikerjakannya secara jelas dan cepat (Depkes, 2008).

Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang memenuhi

persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan, karena jika pencahayaan terlalu

besar atau pun lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang

diterima oleh mata. Pupil akan mengecil jika menerima cahaya yang besar dan

sebaliknya, hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah (Depkes, 2008).

1

Page 2: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

Oleh karena itu, pengukuran kebisingan dan pencahayaan ini dilakukan untuk

mengetahui perbandingan baku mutu dengan kegiatan masyarakat kota Samarinda.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

a. Melakukan pengukuran faktor fisik kebisingan di lokasi kerja

b. Melakukan pengukuran faktor fisik penerangan/pencahayaan di lokasi

kerja

1.2.2 Tujuan

a. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi faktor fisik kebisingan

serta dampak dan cara penanganannya

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi faktor fisik penerangan

(cahaya) serta dampak dan cara penanganannya

2

Page 3: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi yang tidak di inginkan karena tidak sesuai dengan

konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap

kenyamanan dan kesehatan manusia. Bunyi yang menimbulkan kebisingan

disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu

keseimbangan molekul-molekul udara di sekitarnya sehingga molekul-molekul udara

ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambat energi

mekanis dalam medium udara menurut pola rambat longitudinal. Rambatan gelombang

di udara ini dikenal sebagai suara atau bunyi (Sasongko dkk., 2000).

Laju rambat gelombang suara di udara sangat bergantung terhadap suhu

sekitarnya. Pada suhu 20°C laju rambat suara sekitar 344 m/s. Setiap kenaikan 10oC

maka laju rambat suara di udara bertambah sekitar 0,61 m/s. Dalam pengendalian

kebisingan diasumsikan bahwa laju rambat suara di udara tidak bergantung pada

frekuensi dan kelembaban udara (Sasongko dkk., 2000).

Suara yang merambat melalui medium udara berlangsung melalui pola

mampatan-regangan molekul udara yang dilalui. Banyaknya mampatan renggangan

yang terjadi dalam suatu interval watku tertentu disebut frekuensi suara. Satuannya

dinyatakan dalam hertz (Hz) jika interval waktu kejadian dinyatakan dalam detik

(Sasongko dkk., 2000).

Satuan tekanan suara sebagai satuan tingkat kebisingan atau suara dinilai

kurang praktis karena daerah pendengaran manusia memiliki jangkauan yang sangat

lebar (2×10−5 Pa sampai 200 Pa) dan respon telinga manusia tidak linier tehadap

tekanan suara, tetapi bersifat logaritmis. Berdasarkan alasan ini maka ukuran tingkat

kebisingan biasanya dinyatakan dalam skala tingkat tekanan suara (sound pressure

level = SPL) dengan satuan desibel (dB).

Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap

kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu

medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan antara lain

oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodisitas (kontinyu atau terputus) dan

durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak suatu kebisingan

terhadap kesehatan (Mansyur, 2003).

3

Page 4: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

Berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat dibagi atas:

1. Bising yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas.

Bising ini relatif tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik

berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin, dan dapur pijar.

2. Bising yang kontinyu dengan spektrum fekuensi yang sempit.

Bising ini juga relatif tetap, namun hanya mempunyai frekuensi tertentu saja (pada

frekuensi 500, 1000, dan 4000 Hz). Misalnya gergaji sirkuler dan katup gas.

3. Bising terputus-putus (Intermittent).

Bising ini tidak terjadi terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Misalnya

suara lalu lintas dan kebisingan di lapangan terbang.

4. Bising Impulsif.

Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu yang

sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara

ledakan, dan meriam.

5. Bising Impulsif berulang.

Bising ini identik dengan bising impulsif, hanya saja terjadi secara berulang-ulang.

Misalnya mesin tempa (Nainggolan, 2007).

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas:

1. Bising yang mengganggu (Irritating noise).

Bising ini memiliki intensitas yang tidak terlalu keras, misalnya suara dengkuran.

2. Bising yang menutupi (Masking noise)

Bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung, bunyi ini akan

membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau

isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.

3. Bising yang merusak (Damaging noise)

Bunyi yang intensitasnya melampaui nilai ambang batas (NAB). Bunyi jenis ini akan

merusak atau menurunkan fungsi pendengaran (Nainggolan, 2007).

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah angka desibel yang dianggap

aman untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.

Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE-01/MEN/1978,

niali ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan

merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa

mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak

4

Page 5: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah

sebagai berikut:

1. 82 dB : 16 jam per hari

2. 85 dB : 8 jam per hari

3. 88 dB : 4 jam per hari

4. 91 dB : 2 jam per hari

5. 97 dB : 1 jam per hari

6. 100 dB : 1/4 jam per hari

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja, seperti

gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi, dan ketulian. Namun

ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory, misalnya

gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non auditory seperti komunikasi

terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya produktivitas kerja, kelelahan

dan stres. Adapun beberapa jenis gangguan akibat kebisingan dalam bekerja, yaitu:

1. Gangguan Fisiologis

Gangguan yang dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut

nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian

kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,

susah tidur, emosi, dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu lama dapat

menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung koroner dan

lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan

mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum

berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan

mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena

tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat

menurunkan mutu pekerjaan dan produktivitas kerja.

4. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran dapat berupa hilangnya kemampuan mendengar atau

ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi

5

Page 6: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan

menghilang secara menetap atau tuli (Nainggolan, 2007).

Menurut Nainggolan (2007), terdapat faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

ketulian akibat kerja (Occupational Hearing Loss), yaitu:

1. Intensitas suara yang terlalu tinggi

2. Usia karyawan

3. Ketulian yang sudah ada sebelum kerja

4. Tekanan dan frekuensi bising

5. Lamanya bekerja

6. Jarak dari sumber suara

7. Gaya hidup pekerja di luar tempat kerja

2.2 Cahaya

Cahaya adalah gejala kelistrikkan dan kemagnetan sehingga dapat

digolongkan gelombang elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh cahaya mata dan

dapat memungkinkan untuk membeda-bedakan warna-warni (Padmanaba, 2006).

Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan

lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia.

Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang

dikerjakannya secara jelas dan cepat. Menurut Suma’mur (1996), sumber

pencahayaan dapat dibagi menjadi :

1. Pencahayaan alami

Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari sinar

matahari. Sinar alami mempunyai banyak keuntungan, selain menghemat energi

listrik juga dapat membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada

suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang besar ataupun dinding kaca sekurang-

kurangnya 1/6 daripada luas lantai.

Sumber pencahayaan alami kadang dirasa kurang efektif dibanding dengan

penggunaan pencahayaan buatan, selain karena intensitas cahaya yang tidak tetap,

sumber alami menghasilkan panas terutama saat siang hari. Faktor-faktor yang

perlu diperhatikan agar penggunaan sinar alami mendapat keuntungan, yaitu:

a. Variasi intensitas cahaya matahari

b. Distribusi dari terangnya cahaya

c. Efek dari lokasi, pemantulan cahaya, jarak antar bangunan

d. Letak geografis dan kegunaan bangunan gedung

6

Page 7: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

2. Pencahayaan buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber

cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi

ruangan sulit dicapai oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami tidak

mencukupi. Fungsi pokok pencahayaan buatan baik yang diterapkan secara

tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai

berikut:

a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail

serta

b. terlaksananya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat

c. Memungkinkan penghuni berjalan dan bergerak secara mudah dan aman

d. Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja

e. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara

merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, dan tidak menimbulkan bayang-

bayang.

f. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi

Tabel 2.1 Tingkat pencahayaan umum dan renderasi yang direkomendasikan

Fungsi ruangan

Tingkat

pencahayaan

(lux)

Kelompo

k

renderasi

warna

Keterangan

Rumah Tinggal:

Teras 60 1 atau 2

Ruang tamu 120 -250 1 atau 2

Ruang makan 120 -250 1 atau 2

Ruang kerja 120 -250 1

Kamar tidur 120 -250 1 atau 2

Kamar mandi 250 1 atau 2

Dapur 250 1 atau 2

Garasi 60 3 atau 4

Perkantoran:

Ruang Direktur 350 1 atau 2

Ruang kerja 350 1 atau 2

Ruang komputer 350 1 atau 2 Gunakan amatur berkisi untuk

7

Page 8: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

mencegah silau akibat layar monitor

Ruang rapat 300 1 atau 2

Ruang gambar 750 1 atau 2Gunakan pencahayaan setempat pada

meja gambar

Gudang arsip 150 3 atau 4

Ruang arsip aktif 300 1 atau 2

Lembaga

Pendidikan:

Ruang kelas 250 1 atau 2

Perpustakaan 300 1 atau 2

Laboratorium 500 1

Ruang gambar 750 1Gunakan pencahayaan setempat pada

meja gambar

Kantin 200 1

Hotel dan

Restauran:

Lobby, koridor 100 1

Pencahayaan pada bidang vertical

sangat penting untuk menciptakan

suasana ruang yang baik

Ballroom/ruang

sidang200 1

Sistem pencahayaan harus dirancang

untuk menciptakan suasana yang

sesuai. Sistem pengendalian switching

dan dimming dapat digunakan untuk

memperoleh berbagai efek

pencahayaan

Ruang makan 250 1

Cafetaria 250 1

Kamar tidur 150 1 atau 2Diperlikan lampu tambahan pada bagian

kepala tempat tidur dan cermin

Dapur 300 1

Rumah

sakit/balai

8

Tabel 2.1 Tingkat pencahayaan umum dan renderasi yang direkomendasikan (lanjutan)

Page 9: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

pengobatan:

Ruang operasi,

ruang bersalin300 1

Gunakan pencahayaan setempat pada

tempat yang diperlukan

Laboratorium 500 1 atau 2

Ruan rekreasi

dan rehabilitasi250 1

Pertokoan/ruang

pamer:

Ruang pamer

dengan obyek

berukuran besar

500 1

Tingkat pencahayaan ini harus dipenuhi

pada lantai

Toko kue dan

makanan250 1

Toko buku dan

alat tulis300 1

Toko perhiasan 500 1

Toko barang kulit

dan sepatu500 1

Toko pakaian 500 1

Pasar Swalayan 500 1 atau 2Pencahayaan pada bidang vertikal pada

rak barang

Toko alat listrik 250 1 atau 2

Industri:

Ruang parkir 50 3

Gudang 100 3

Pekerjaan kasar 100 – 200 2 atau 3

Pekerjaan sedang 200 – 500 1 atau 2

Pekerjaan halus 500 – 1000 1

Pekerjaan amat

halus1000 – 2000 1

Pemeriksaan

warna750 1

9

Tabel 1. Tingkat pencahayaan umum dan renderasi yang direkomendasikan (lanjutan)

Page 10: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

Rumah Ibadah:

Masjid 200 1 atau 2Gunakan pencahayaan setempat pada

tempat yang diperlukan

Gereja 200 1 atau 2

Vihara 200 1 atau 2

Sumber: SNI 03-6575-2001

Kesilauan adalah brightness yang berada dalam lapangan penglihatan yang

menyebabkan rasa ketidaknyamanan, gangguan (annoyance), kelelahan mata atau

gangguan penglihatan. Menurut jenis-jenisnya kesilauan yang dapat menyebabkan

gangguan pengelihatan dibedakan menjadi tiga yaitu:

1) Dissability

Penyebab kesilauan ini adalah terlalu banyaknya cahaya secara langsung masuk ke

dalam mata dari penglihatan. Dissability glare mempengaruhi seseorang untuk

dapat melihat dengan jelas. Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang yang

mengendarai mobil pada malam hari dimana lampu dari mobil yang berada

dihadapannya terlalu terang.

2) Discomfort

Kesilauan ini sering menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada mata, terutama bila

keadaan ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Kesilauan ini sering dialami

oleh mereka yang bekerja pada siang hari dan menghadap ke jendela atau pada

saat seseorang menatap lampu secara langsung pada malam hari. Efek kesilauan

ini pada mata tergantung dari lamanya seseorang terpapar oleh kesilauan tersebut.

3) Reflected

Reflected glare adalah kesilauan yang disebabkan oleh pantulan cahaya yang

mengenai mata, dan pantulan cahaya ini berasal dari semua permukaan benda

yang mengkilap (langit-langit, kaca, dinding, meja kerja, mesin-mesin, dan lain-lain)

yang berada dalam lapangan penglihatan (visual field). Pantulan cahaya kadang-

kadang lebih menganggu daripada disability glare atau discomfort glare karena

terlalu dekatnya letak sumber kesilauan dan garis penglihatan (Suma’mur, 1996).

Untuk mendapatkan pencahayaan yang sesuai dalam suatu ruang, maka diperlukan

sistem pencahayaan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya. Sistem pencahayaan di

ruangan, termasuk di tempat kerja dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu:

10

Tabel 1. Tingkat pencahayaan umum dan renderasi yang direkomendasikan (lanjutan)

Page 11: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

1. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)

Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang perlu

diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi ada

kelemahannya karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang

mengganggu, baik karena penyinaran langsung maupun karena pantulan cahaya.

Untuk efek yang optimal, disarankan langit-langit, dinding serta benda yang ada di

dalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak terang maksimal.

2. Pencahayaan Semi Langsung (semi direct lighting)

Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu

diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan

sistem ini kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui

bahwa langit-langit dan dinding berwarna putih memiliki efiesiensi pemantulan 90%.

3. Sistem Pencahayaan Difus (general diffus lighting)

Pada sistem ini setengah cahaya 40-60% diarahkan pada benda yang perlu disinari,

sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dalam pencahayaan

sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke

bawah dan sisanya ke atas. Masalah bayangan dan kesilauan masih ditemukan.

4. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)

Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas,

sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal

disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada

sistem ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.

5. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)

Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas

kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit

dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang

baik. Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan

sedangkan kerugiannya mengurangi effisien cahaya total yang jatuh pada

permukaan kerja (Prabu, 2009).

11

Page 12: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

BAB III

METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Kesehatan dan Keselamatan Kerja pengukuran faktor fisik

kebisingan dan pencahayaan dilakukan pada hari Selasa tanggal 8 Mei 2012 pada

pukul 15.30-16.00 WITA di Bengkel Mobil Cakra Surya Motor Jalan Sirajd Salman No.

3 Samarinda

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

a. Sound Level Meter (Model SL-4011) Merk Lutron

b. Light Meter (Model LX-101A) Merk Lutron

c. Kamera (Dokumentasi)

d. Stopwatch

3.2.2 Bahan

a. Batrai type 6F22 9V (For Transistor Radios)

b. Alat Tulis

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Kebisingan

a. Ditentukan lokasi pengukuran kebisingan

b. Dipersiapkan alat pengukuran Sound Level Meter

c. Ditentukan titik sampling yang baik dengan jarak yang sesuai

d. Dipegang Sound Level Meter pada ketinggian 1,00-1,20 meter

e. Diarahkan mikrofon ke sumber suara

f. Dihidupkan Sound Level Meter dengan menggeser switch On/Off

g. Disetel respon F (fast) dan liter A pada intensitas yang continue atau slow

pada intensitas impulsif

h. Digeser range suara

i. Dicatat angka yang muncul pada display setiap 5 detik pada formulir yang

telah dibuat

j. Dilakukan pengukuran selama 10 menit

k. Dihitung tingkat kebisingan

12

Page 13: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

3.3.2 Cahaya

a. Ditentukan lokasi pengukuran pencahayaan

b. Dipersiapkan alat pengukuran Light Meter

c. Ditentukan titik sampling yang baik dengan jarak yang sesuai

d. Dipegang Light Meter di lokasi yang akan diukur

e. Diarahkan Light Meter pada sumber cahaya

f. Dihidupkan Light Meter dengan menggeser switch On/Off

g. Dicatat angka yang muncul pada display, angka yang menunjukkan

besarnya pencahayaan pada lokasi kerja tersebut.

13

Page 14: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengukuran

4.1.1 Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kebisingan Pada Bengkel Mobil Cakra Surya Motor Jalan

Sirajd Salman No.3 Samarinda

NoLokasi dan Waktu

PengukuranData Pengukuran (dB)

1 Bengkel Mobil

Jalan Sirajd

Salman No.3

Samarinda

(15.30-16.00)

71; 69; 72; 76; 67; 68; 74; 73; 72; 73; 79; 82;

69; 72; 70; 78; 70; 67; 79; 71; 71; 67; 69; 89;

70; 72; 71; 73; 69; 63; 71; 63; 69; 72; 69; 90;

72; 71; 74; 73; 67; 62; 68; 67; 69; 78; 66; 75;

72; 72; 70; 70; 67; 70; 73; 69; 75; 67; 75; 78;

73; 70; 70; 73; 71; 68; 71; 71; 72; 77; 78; 77;

70; 70; 71; 77; 71; 62; 77; 71; 60; 75; 81; 66;

73; 69; 71; 76; 67; 67; 71; 72; 71; 71; 68; 78;

73; 71; 70; 76; 67; 63; 80; 75; 70; 75; 86; 72;

68; 70; 71; 78; 67; 64; 71; 76; 70; 69; 82; 69;

Tabel 4.2 Pengelompokan berdasarkan nilai yang sama

No Lk (dB) nk No Lk (dB) nk

1 60 1 13 74 2

2 62 2 14 75 6

3 63 3 15 76 4

4 64 1 16 77 4

5 66 2 17 78 6

6 67 11 18 79 2

7 68 5 19 80 1

8 69 11 20 81 1

9 70 14 21 82 2

10 71 19 22 86 1

11 72 11 23 89 1

12 73 9 24 90 1

14

Page 15: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

Perhitungan

Rumus: Lif = 10 log1120

∑ nk 100.1. Lk

Lif = 10 log 1120

{1 . 100,1.60 + 2 . 100,1.62+ 3 . 100,1.63 + 1 . 100,1.64 + 2 . 100,1.66 + 11 . 100,1.67

+5 . 100,1.68 +11 . 100,1.69 +14 . 100,1.70+19. 100,1.71 +11 . 100,1.72+9 . 100,1.72

+ 2 . 100,1.74 + 6 . 100,1.75 + 4 . 100,1.76 + 4 . 100,1.77 +6 . 100,1.78+ 2.100,1.79 + 1.100,1.80 + 1.100,1.81 + 2 . 100,1.82 + 1 . 100,1.86+ 1 . 100,1.89 + 1 . 100,1.90 }

Lif = 75,932 dB

Hasil yang diperoleh dari pengukuran dan perhitungan, yaitu:

1. Perhitungan Lif pada Bengkel Las Jalan Sirajd Salman No.3 Samarinda adalah

75,932 dB

2. Rata-rata angka kebisingan pada Bengkel Las Jalan Sirajd Salman No.3 Samarinda

adalah 71,662 dB

4.1.2 Hasil Pengukuran Penerangan (Cahaya)

Angka pencahayaan alami berdasarkan light meter diperoleh 463 lux

4.2 Pembahasan

Sumber bising di berbagai perindustrian dan tempat kerja dapat berasal dari

mesin-mesin produksi, mesin kompresor, genset atau mensin diesel. Selain itu juga

dapat berasal dari percakapan para pekerja di lingkungan industri tersebut. Reaksi

orang terhadap kebisingan tergantung beberapa faktor, salah satunya adalah interaksi

kebisingan dengan sumber bising (Sasongko, dkk., 2000).

Menurut Sasongko (2000) sumber bising dibedakan atas dua jenis yaitu

sumber titik dan sumber baris.

1. Sumber titik (berasal dari sumber diam), penyebaran kebisingannya dalam bentuk

bola-bola konsentris dengan kebisingan sebagai pusatnya dan menyebar di udara

dengan kecepatan sekitar 360 m/det.

2. Sumber garis (berasal dari sumber bergerak), penyebaran kebisingannya dalam

bentuk silinder-silinder konsentris dan sumber kebisingan sebagai sumbunya

dengan menyebar ke udara dengan kecepatan sekitar 360 m/det. Sumber

kebisingan ini umumnya berasal dari kegiatan transportasi.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penglihatan terhadap pencahayaan

adalah faktor usia. Bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur-angsur

kehilangan elastisitasnya. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan

pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh (Prabu, 2009).

15

Page 16: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

Kedua faktor penerangan, yaitu luminansi yang berarti banyaknya cahaya yang

dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga

mempengaruhi kepekaan mata terhadap warna tertentu. Tingkat luminansi juga akan

mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan

intensitas penerangan lebih besar untuk melihat objek gambar. Semakin besar

luminansi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh mata juga akan

semakin bertambah. Ketiga adalah faktor silau (glare) adalah suatu proses adaptasi

yang berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang berlebihan.

Keempat adalah faktor ukuran pupil. Agar jumlah sinar yang diterima oleh retina

sesuai, maka otot iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh

memfokusnya lensa mata, mengecil ketika lensa mata memfokus pada objek yang

dekat. Kelima adalah faktor sudut dan ketajaman penglihatan. Sudut penglihatan

(visual angle) didefinisikan sebagai sudut yang berhadapan dengan objek pada mata

(Prabu, 2009).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang

Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Tingkat pajanan kebisingan maksimal

selama 1 hari pada ruang proses produksi adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Tingkat pajanan kebisingan maksimal selama 1 hari di ruang produksi

No Tingkat Kebisingan (dBA) Pemaparan Harian

1 85 8 jam

2 87 6 jam

3 88 4 jam

4 90 3 jam

5 91 2 jam

6 94 1 jam

7 97 30 menit

8 100 15 menit

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Perkantoran dan Industri, tercantum dalam tabel 2 berikut ini :

Tabel 4.4 Standar Pencahayaan Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002

16

Page 17: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

Jenis Pekerjaan

Tingkat

Pencahayaan

Minimal (Lux)

Keterangan

Pekerjaan kasar dan

tidak terus-menerus100

Ruang penyimpanan dan ruang

peralatan/instalasi yang memerlukan

pekerjaan yang kontinyu

Pekerjaan keras dan

terus- menerus200

Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar

Pekerjaan rutin 300Ruang administrasi, ruang control, pekerjaan

mesin & perakitan/penyusun

Pekerjaan agak

halus500

Pembuatan gambar atau bekerja dengan

mesin, kantor, pekerja pemeriksaan atau

pekerjaan dengan mesin

Pekerjaan halus 1000Pemilihan warna, pemrosesan tekstil,

pekerjaan mesin halus dan perakitan halus

Pekerjaan amat

halus1500

Mengukir dengan tangan, pemeriksaan

pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat

halus

Pekerjaan terperinci 3000Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat

halus

Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan terhadap:

1. Sumber Kebisingan

a. Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur atau memilih

alat yang lebih sedikit menimbulkan bising

b. Subtitusi alat yang digunakan dalam bekerja

c. Mengubah proses kerja

d. Melakukan perawatan mesin (Maintenance)

e. Melakukan pemasangan penyerap bunyi

2. Perjalanan/rambatan kebisingan

a. Jarak diperjauh

b. Akustik ruangan

c. Enclosure, meredam kebisingan dengan ruang khusus

3. Penerima Kebisingan

17

Page 18: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

a. Alat pelindung telinga

b. Enclosure, ruang kontrol terhadap karyawan

c. Administrasi dengan rotasi, mengubah jadwal kerja, dan training karyawan

Pemakaian alat pelindung diri merupakan pilihan terakhir yang harus dilakukan. Alat

pelindung diri yang dipakai harus mampu mengurangi kebisingan hingga mencapai

level TWA (Total Weight Average) atau kurang dari itu, yaitu 85 dB. Ada 3 jenis alat

pelindung pendengaran yaitu:

1. Sumbat telinga (earplug), dapat mengurangi kebisingan 8-30 dB. Biasanya

digunakan untuk proteksi sampai dengan 100 dB. Beberapa tipe dari sumbat telinga

antara lain: Formable type, Costum-molded type, Premolded type.

2. Tutup telinga (earmuff), dapat menurunkan kebisingan 25-40 dB. Digunakan untuk

proteksi sampai dengan 110 dB.

3. Helm (helmet), mengurangi kebisingan 40-50 dB.

Faktor yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan alat pelindung telinga adalah:

1. Alat pelindung telinga harus dapat melindungi pendengaran dari bising yang

berlebihan

2. Harus ringan, nyaman dipakai, sesuai, dan efisien (ergonomik)

3. Harus menarik dan harga yang tidak terlalu mahal

4. Tidak memberikan efek samping atau aman dipakai

5. Tidak mudah rusak

Penerangan yang kurang baik akan menyebabkan mata tidak dapat melihat benda-

benda dengan jelas, kemudian tidak dapat melihat sumber bahaya dengan jelas pula

atau dapat melihat suatu bahaya tetapi bahaya tersebut tidak dapat dikenali dengan

cepat (Tarwaka, 1998).

Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang memadai, maka

dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot mata

dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata,

walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah

beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi

kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan,

mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja (Padmanaba, 2006).

18

Page 19: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

Agar masalah penerangan yang muncul dapat ditangani dengan baik, faktor-

faktor yang harus diperhatikan adalah sumber penerangan, pekerja dalam melakukan

pekerjaannya, jenis pekerjaan yang dilakukan dan lingkungan kerja secara

keseluruhan.

Langkah-langkah pengendalian masalah penerangan ditempat kerja yaitu:

1. Modifikasi sistem penerangan yang sudah ada seperti:

Menaikkan atau menurunkan letak lampu didasarkan pada objek kerja,

merubah posisi lampu, menambah atau mengurangi jumlah lampu, mengganti jenis

lampu yang lebih sesuai seperti mengganti lampu bola menjadi lampu TL,

mengganti tudung lampu, mengganti warna lampu yang digunakan.

2. Modifikasi pekerjaan seperti:

Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata, sehingga objek dapat dilihat dengan

jelas, merubah posisi kerja untuk menghindari baying-bayang, pantulan, sumber

kesilauan, dan kerusakan penglihatan, modifikasi objek kerja sehingga dapat dilihat

dengan jelas. Sebagai contoh : memperbesar ukuran huruf dan angka pada tombol-

tombol peralatan kerja mesin.

3) Pemeliharaan dan pembersihan lampu

4) Penyediaan penerangan lokal

5) Pengunaan korden dan perawatan jendela, dan lain-lain (Tarwaka, 2004).

19

Page 20: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap

kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu

medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan

antara lain oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodisitas (kontinyu atau

terputus) dan durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi

dampak suatu kebisingan terhadap kesehatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencahayaan meliputi:

a. Flux Cahaya, yaitu energy cahaya yang dipancarkan dalam satu detik

b. Intensitas cahaya, yaitu jumlah flux cahaya per satuan sudut ruang yang

dipancarkan kearah tertentu

c. Intensitas Penerangan (Iluminasi), yaitu Jumlah flux cahaya yang jatuh

pada suatu permukaan

2. Gangguan akibat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas (NAB) atau

abnormal dalam bekerjaadalah sebagai berikut:

a. Gangguan Fisiologis

b. Gangguan Psikologis

c. Gangguan Komunikasi

d. Gangguan Pendengaran

Gangguan akibat penerangan yang tidak memadai, maka dampaknya akan

sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya kelelahan otot mata dan

kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata,

walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi

menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam

kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi,

meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan

produktivitas kerja.

3. Pada dasarnya pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan cara:

a. Desain akustik, dengan mengurangi vibrasi, mengubah struktur atau

memilih alat yang lebih sedikit menimbulkan bising

b. Subtitusi alat yang digunakan dalam bekerja

20

Page 21: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

c. Mengubah proses kerja

d. Melakukan perawatan mesin (Maintenance)

e. Melakukan pemasangan penyerap bunyi

f. Penggunaan alat pelindung diri, seperti earplug

g. Enclosure, ruang kontrol terhadap karyawan ataupun mesin

h. Administrasi dengan rotasi, mengubah jadwal kerja, dan training karyawan

Langkah-langkah pengendalian masalah penerangan ditempat kerja yaitu:

a. Modifikasi sistem penerangan yang sudah ada

b. Modifikasi pekerjaan

c. Pemeliharaan dan pembersihan lampu

d. Penyediaan penerangan lokal

e. Pengunaan korden dan perawatan jendela

f. Penggunaan alat pelindung diri, seperti kaca mata

5.2 Saran

1. Sebaiknya pengukuran kebisingan di lokasi kerja dilakukan selama 3 kali untuk

mewakili seluruh kegiatan dalam jam kerja, sehingga diperoleh angka

kebisingan yang tepat berpengaruh terhadap karyawan.

2. Sebaiknya pengukuran cahaya dilakukan di beberapa titik, karena terdapat

banyak aktivitas di lokasi kerja, sehingga diketahui aktivitas yang memiliki

pencahayaan yang di luar baku mutu.

21

Page 22: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pusat

Kesehatan Kerja: Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta.

Nainggolan, Bilman. 2007. Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja. Dinas Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Propinsi Sumatra Utara: Medan.

Padmanaba, Cok Gd Rai. 2006. Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap

Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Program Studi Desain Interior

FSRD. Institut Seni Indonesia Denpasar, Dissertation: Bali

Prabu. 2009. Sistem dan Standar Pencahayaan Ruang. http://putraprabu.

wordpress.com/2009/01/06/sistem-dan-standar-pencahayaan-ruang diakses

pada tanggal 11 Mei 2012.

Sasongko, D.P., Hadiarto, A., Hadi, Sudharto., Nasio A.H., & A. Subagyo. 2000.

Kebisingan Lingkungan. Badan Penerbit Universitas Diponogoro: Semarang.

Suma’mur, P.K. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. CV. Gunung

Agung: Jakarta.

SNI-03-6575-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan

Tarwaka, 1998. Penerangan Ditempat Kerja. Balai Hiperkes Dan Keselamatan Kerja:

Bali

Tarwaka, Solichul H.A., & Sudiajeng, Lilik. 2004. Ergonomi. Harapan Press: Surakarta.

22

Page 23: LAPORAN Kebisingan Dan Pencahayaan

23