bab 2 tinjauan pustaka 2.1 oral...

19
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasis 2.1.1 Pengertian umum Gambar 2.1 Oral candidiasis (William s & Lewis, 2011) Oral candidiasis merupakan salah satu infeksi jamur umum pada mukosa rongga mulut. Pada sebagian besar kasus, lesinya disebabkan oleh yeast Candida albicans (Burket et al, 2008). Namun, pada beberapa dekade terakhir insiden infeksi karena Candida albicans telah menurun dan digantikan oleh non-Candida albicans seperti Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida glabrata, dan Candida krusei (Wabale et al, 2008). Sejumlah faktor-faktor predisposisi mempunyai kemampuan untuk mengubah Candida dari flora komensal normal (tahap saprofit) menjadi organisme patogen (tahap parasit). Untuk menginvasi lapisan mukosa, mikroorganisme harus melekat pada permukaan epitel, oleh karena itu strain Candida dengan potensi perlekatan yang lebih baik yang lebih patogenik daripada yang mempunyai perlekatan yang lemah. Penetrasi yeast ke ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Upload: lylien

Post on 20-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oral candidiasis

2.1.1 Pengertian umum

Gambar 2.1 Oral candidiasis (Williams & Lewis, 2011)

Oral candidiasis merupakan salah satu infeksi jamur umum pada mukosa

rongga mulut. Pada sebagian besar kasus, lesinya disebabkan oleh yeast Candida

albicans (Burket et al, 2008). Namun, pada beberapa dekade terakhir insiden

infeksi karena Candida albicans telah menurun dan digantikan oleh non-Candida

albicans seperti Candida tropicalis, Candida parapsilosis, Candida glabrata, dan

Candida krusei (Wabale et al, 2008). Sejumlah faktor-faktor predisposisi

mempunyai kemampuan untuk mengubah Candida dari flora komensal normal

(tahap saprofit) menjadi organisme patogen (tahap parasit). Untuk menginvasi

lapisan mukosa, mikroorganisme harus melekat pada permukaan epitel, oleh

karena itu strain Candida dengan potensi perlekatan yang lebih baik yang lebih

patogenik daripada yang mempunyai perlekatan yang lemah. Penetrasi yeast ke

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

sel epitel diperantarai oleh produksi lipase dan agar yeast dapat bertahan di epitel,

mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel (Burket et al,

2008).

2.1.2 Faktor predisposisi oral candidiasis

Faktor predisposisi terjadinya oral candidiasis yaitu (Burket et al, 2008).

a. Faktor lokal

1. Pemakaian denture

2. Merokok

3. Kualitas dan kantitas saliva

4. Ketidakseimbangan flora normal rongga mulut

5. Hiperkeratosis

6. Topikal steroid

b. Faktor umum

1. Immunosuppressive disease

2. Kondisi kesehatan yang buruk

3. Obat immunosuppressive

4. Kemoterapi

5. Penyakit endokrin

2.1.3 Tipe oral candidiasis

Oral candidiasis dibagi menjadi dua yaitu infeksi primer dan sekunder.

Infeksi primer ini terbatas pada daerah rongga mulut dan daerah perioral,

sementara infeksi sekunder diikuti dengan manifestasi mukokutan sistemik

(Burket et al, 2008).

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

2.1.3.1. Oral candidiasis primer

a. Pseudomembranous candidiasis

Acute pseudomembranous candidiasis umumnya terjadi pada pasien

dengan terapi antibiotik, obat immunosupressive atau penyakit yang

menekan sistem imun. Gambaran klinis berupa plak putih atau

kekuningan dengan batas difus, berbagai macam ukuran dan

distribusi, dapat dikerok sehingga meninggalkan permukaan yang

berdarah. Gambaran klinis acute dan chronic pseudomembranous

candidiasis tidak dapat dibedakan. Chronic pseudomembranous

candidiasis muncul sebagai akibat infeksi HIV karena pasien dengan

penyakit ini terinfeksi oleh pseudomembranous Candida dalam

periode yang lama (Burket et al, 2008).

b. Erythematous candidiasis

Permukaan yang eritematus bukan hanya menunjukkan atrofi tetapi

juga peningkatan vaskularisasi. Lesi ini mempunyai batasan yang

difus, yang dapat dibedakan dari eritroplakia yang memiliki batasan

yang lebih tajam. Dominasi infeksi ditemui pada palatum dan dorsum

lidah pasien yang menggunakan inhalasi steroid. Faktor predisposisi

lain yang menyebabkan yaitu merokok dan perawatan dengan

antibiotik spektrum luas. Bentuk akut dan kronik memiliki gambaran

klinik yang sama (Burket et al, 2008).

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

c. Chronic plaque-like dan nodular candidiasis

Chronic plaque-like menggantikan istilah lama, Candidal leukoplakia.

Gambaran klinis khas yaitu karakteristik plak putih yang tidak dapat

dibedakan dari oral leukoplakia (Burket et al, 2008).

d. Denture stomatitis

Tempat prevalensi paling sering denture stomatitis yaitu mukosa

palatal (Burket et al, 2008).

e. Angular cheilitis

Angular cheilitis merupakan fisur pada sudut mulut yang terinfeksi,

sering dikelilingi oleh eritema. Lesi ini sering akibat koinfeksi antara

Candida dan Staphylococcus aureus. Vitamin B12, defisiensi besi dan

kehilangan dimensi vertikal dikaitkan dengan penyakit ini (Burket et

al, 2008).

f. Median rhomboid glossitis

Karakteristik klinisnya yaitu lesi eritematus pada bagian tengah

posterior dorsum lidah. Perokok dan pemakai denture memiliki resiko

tinggi mengalami median rhomboid glossitis sama halnya dengan

pasien yang memakai inhalasi steroid (Burket et al, 2008).

2.1.3.2. Oral candidiasis sekunder

a. Chronic mucocutaneous candidiasis (CMC)

Oral candidiasis sekunder diikuti mukokutan sistemik yang juga

mengenai kulit, umumnya kuku, dan lapisan mukosa lainnya seperti

mukosa genital. Wajah dan kulit kepala dapat terlibat dan massa

granulomatosa dapat terlihat pada daerah tersebut. Sekitar 90% pasien

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

CMC juga terdapat oral candidiasis. Daerah rongga mulut yang

terlibat dapat meliputi lidah, dan lesi hiperplastik putih yang

berhubungan dengan fisur (Burket et al, 2008).

2.1.4 Oral candidiasis berkaitan dengan HIV/AIDS

2.1.4.1 HIV/AIDS

Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human

Immunodeficiency Virus (HIV). Limfosit T-CD4 mengatur reaksi sistem

kekebalan tubuh manusia yang mengawali, mengarahkan untuk pengenalan serta

pemusnahan terhadap berbagai mikroorganisme termasuk virus. Pada infeksi HIV

justru limfosit T ini yang diintervensi dan mengalami infeksi serta dirusak oleh

HIV sehingga jumlahnya cenderung terus menurun (normal 600-1200/mm3).

Sejalan dengan laju penurunan jumlah limfosit T, respons dari limfosit T yang

tersisa juga berkurang terhadap stimulasi antigen. Dampaknya terjadi perubahan

rasio T4/T8 akibat menurunnya jumlah T4. Terjadi penurunan respons terhadap

tes kulit dengan antigen biasa menjadi lebih rentan terhadap mikroorganisme yang

pada kondisi normal dilindungi oleh sistem kekebalan yang diperantarai sel

(Nasronudin, 2007).

Manifestasi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap.

Pertama merupakan tahap infeksi akut, pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak

spesifik. Tahap ini muncul 6 minggu pertama setelah terpapar HIV dapat berupa

demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan, dan pembesaran kelenjar

getah bening. Kedua merupakan tahap asimtomatis, pada tahap ini gejala dan

keluhan menghilang. Tahap ini berlangsung 6 minggu hingga beberapa bulan

bahkan tahun setelah infeksi. Ketiga merupakan tahap simtomatis, pada tahap ini

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

gejala dan keluhan lebih spesifik dengan gradasi sedang sampai berat. Keempat

merupakan tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS (Nasronudin, 2007).

HIV/AIDS potensial mendesak status imun penderita ke arah

immunocompromised sehingga infeksi jamur dapat tumbuh kembang dengan

subur. Penyebab tersering infeksi jamur oportunistik adalah candidiasis.

Manifestasi oral candidiasis biasanya terjadi ketika penderita HIV telah

memasuki stadium klinis III (Nasronudin, 2007).

2.1.4.2 Oral candidiasis pada penderita HIV/AIDS

AIDS yang disebabkan oleh HIV (HIV-I dan HIV-II) merupakan salah

satu faktor yang berkontribusi meningkatkan jumlah pasien dengan infeksi jamur

(Kothavade et al, 2010). 90% individu yang terinfeksi HIV mengalami oral

candidiasis dan ini merupakan infeksi jamur yang paling umum diantara penderita

ini. Oral candidiasis dianggap merupakan tanda tidak langsung terjadinya

penurunan pada cell-mediated immunity dan indikator prognostik berkembangnya

AIDS. (Meurman et al, 2007). Progresif cell-mediated immunodefisiensi dengan

penurunan jumlah CD4+ limfosit sama dengan atau kurang dari 200 sel/mm3

merupakan faktor resiko untuk kolonisasi Candida spesies dan berkembangnya

candidiasis (Yang et al, 2006).

Pasien HIV jarang mengalami candidemia sistemik karena mekanisme

pertahanan terhadap candidemia sistemik terutama oleh neutrofil dan makrofag,

disfungsinya bukan merupakan karakteristik utama infeksi HIV. Candidemia

biasanya terjadi dengan faktor risiko lainnya: neutropenia, bedah perut, antibiotik

spektrum luas, atau penggunaan kortikosteroid (Yanagisawa et al, 2007). Tipe

oral candidiasis paling umum yang berhubungan dengan HIV

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

yaitu pseudomembranous candidiasis, erythematous candidiasis, angular

cheilitis, dan chronic hyperplastic candidiasis (Burket et al, 2008).

2.2 Candida tropicalis

Candida tropicalis adalah diploid ascomycete yeast yang merupakan salah

satu spesies Candida dan merupakan patogen oportunistik manusia yang

berkoloni pada daerah yang berbeda-beda termasuk rongga mulut terutama

dorsum lidah (Meurman et al, 2007), saluran pencernaan, kulit dan saluran

urogenital dan dapat juga ditemukan pada saluran pernapasan (Negri et al, 2012).

Ketika dikultur dalam media laboratorium standar, Candida tropicalis tumbuh

sebagai sel ovoid yeast. Namun, perubahan lingkungan ringan pada suhu dan pH

dapat mengakibatkan pergeseran morfologi pertumbuhan pseudohifa (Berman &

Sudbery, 2002). Pada rongga mulut sehat Candida tropicalis berupa yeast, akan

tetapi pada kondisi immunocompromised seperti HIV/AIDS, Candida tropicalis

dapat membentuk pseudohifa yang dapat meningkatkan virulensinya (Kothavade

et al, 2010).

2.2.1 Klasifikasi

Gambar 2.2 Candida tropicalis (Meurman et al, 2007)

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

Sub Filum : Saccharomycotina

Kelas : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Famili : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Species : Candida tropicalis

2.2.2 Morfologi dan identifikasi

Pada media Sabouraud dextrose agar koloni berwarna putih hingga krem,

halus, glabrous dan tampak yeast-like. Tidak terdapat kapsul. Pada media

Cornmeal dan Tween 80 Agar plate: long abundant, pseudohifa bergelombang,

bercabang dengan berbagai blastokonidia berbentuk bulat telur. Klamidokonidia

tidak diproduksi. Pada reaksi fermentasi memberikan hasil positif pada glukosa,

maltosa, galaktosa, trehalosa (Ellis, 2012). Pemeriksaan mikroskopis adalah tes

dasar untuk diagnosis infeksi jamur. Hematoksilin dan eosin, Periodic Acid–Schiff

(PAS) dan pengecatan Gomori-Grocott methenamine silver adalah pengecatan

yang sering digunakan untuk diagnosis diferensial dari infeksi jamur di bagian

jaringan yang diambil dari biopsi atau spesimen otopsi (Kothavade et al, 2010)

2.2.3 Faktor virulensi Candida tropicalis

Candida tropicalis merupakan spesies non-Candida albicans yang

mempunyai virulen paling tinggi karena kemampuan perlekatan paling tinggi

pada sel-sel epitelial secara in vitro dan kemampuannya mensekresi proteinase

dalam level sedang (Meurman et al, 1997 cit Meurman et al, 2007). Beberapa

faktor virulensi berperan pada infeksi Candida tropicalis yang berpotensi tinggi

menjadi diseminasi dan kematian. Perlekatan pada permukaan host (sel epitel),

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

pembentukan biofilm, sekresi enzim (protease dan phospholipases) dan aktivitas

hemolitik dianggap sebagai faktor-faktor yang penting dalam infeksi Candida

tropicalis (Negri et al, 2012).

Candida tropicalis memiliki kapasitas yang luar biasa untuk melekat pada

permukaan abiotik, sel dan jaringan manusia (Negri et al, 2012). Gen Agglutinin

Like Sequence (ALS) mengkode glikoprotein yang penting dalam perlekatan. Gen

ALS 2 dan 3 lebih umum pada Candida tropicalis daripada ALS 1 (Punithavathy

& Menon, 2012). ALS merupakan protein yang penting selama proses perlekatan,

memediasi perlekatan pada sel epitel yang berbeda, yang berfungsi sebagai

pelekat. Faktor lain seperti interaksi fisikokimia antara sel yeast dan permukaan

bahan, serta faktor lingkungan, dapat mempengaruhi perlekatan awal Candida

tropicalis. Perlekatan sel Candida pada permukaan abiotik dan sel-sel lainnya

merupakan hal yang vital untuk pembentukan biofilm (Negri et al, 2012).

Pembentukan biofilm membantu organisme mengadakan infeksi

(Punithavathy & Menon, 2012). Pembentukan biofilm terinisiasi ketika yeast

melekat pada permukaan, sel mengikatkan diri satu dengan lainnya, dan mulai

untuk berproliferasi akhirnya mengarah pada pembentukan biofilm yang sangat

terstruktur, terdiri dari lapisan kompleks jalinan yeast, pseudohifa yang tertanam

dalam matriks ekstraseluler. Material ekstraseluler kompleks ini mungkin

berfungsi untuk pertahanan diri terhadap sel fagosit, untuk menjaga integritas

biofilm, dan membatasi difusi zat toksik ke dalam biofilm, seperti antijamur

(Negri et al, 2012).

Setelah melekat pada sel host, Candida tropicalis memerlukan faktor-faktor

lainnya untuk menyusup ke dalam jaringan terdalam contohnya pembentukan

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

pseudohifa dan produksi enzim. Kemampuan yeast untuk berubah dari komensial

ke patogen dipengaruhi oleh kondisi host yang tergantung oleh beberapa faktor

virulensi termasuk menghasilkan enzim hidrolitik seperti phospholipase (PL) dan

secreted aspartyl proteinase (SAP). Produksi PL yang tinggi berkaitan dengan

peningkatan kemampuan perlekatan, tingkat mortalitas yang semakin tinggi pada

hewan coba, dan kerusakan membran sel host. SAP berkaitan dengan degradasi

komponen mukosa (kolagen, keratin, dan mucin) dan komponen imun (antibodi,

komplemen, dan sitokin) (Da Costa et al, 2009).

2.2.3 Infeksi yang disebabkan Candida tropicalis

Infeksi yang disebabkan Candida tropicalis bisa diperoleh secara endogen,

yaitu ketika individu memiliki kolonisasi mikroorganisme yang merupakan bagian

dari flora normal, tetapi pada kondisi yang berubah, yeast dapat translokasi dan

menyebar lewat saluran pencernaan ke daerah anatomik yang berbeda

menyebabkan infeksi. Infeksi eksogen bisa terjadi melalui kontak tangan petugas

kesehatan dengan pasien atau melalui kateter, protesa implan, serta larutan

parenteral, yang telah terkontaminasi sebelumnya (Negri et al, 2012).

Berdasarkan penelitian Angita (2011) di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada

Desember 2010 - Mei 2011, sebanyak 15% candidiasis orofaringeal pada pasien

HIV/AIDS disebabkan oleh Candida tropicalis. Candida tropicalis juga dapat

menyebabkan infeksi esofagus. Kasus lainnya berhubungan dengan penyakit

sistemik, dengan kata lain, kondisi kesehatan umum yang buruk mengakibatkan

candidemia dari spesies ini (Ollovier et al, 2008). Candida tropicalis merupakan

penyebab penting candidemia pada pasien immunocompromised (Punithavathy &

Menon, 2012). Infeksi yang disebabkan Candida tropicalis dilaporkan sebesar

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

4%-24% pasien dengan candidemia (Pfaller, 2007 cit Ollovier et al, 2008).

Candida tropicalis dapat menyebabkan neonatal fungemia, invasif candidiasis

pada pasien neutropenia, candidiasis pada saluran cerna dan purulen perikarditis

(Meurman et al, 2007).

2.3 Tanaman anggur (Vitis vinifera)

2.3.1 Klasifikasi

Gambar 2.3 Buah anggur (Balitjesro, 2008)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rhamnales

Famili : Vitaceae

Genus : Vitis

Spesies : Vitis vinifera

2.3.2 Ekologi dan penyebaran

Anggur merupakan tanaman buah berupa perdu merambat yang termasuk

ke dalam famili Vitaceae. Anggur merupakan salah satu tanaman yang hidup

pada daerah dataran rendah (Prihatman, 2000). Tidak seperti kebanyakan

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

tanaman lainnya, tanaman anggur justru membutuhkan musim kemarau panjang

berkisar 4-7 bulan agar dapat tumbuh dengan baik dan intensitas cahaya

matahari yang cukup tinggi. Curah hujan yang diperlukan oleh tanaman ini

hanya 800 mm per tahun (Prihatman, 2000). Dewasa ini, terdapat tiga spesies

utama anggur yaitu anggur European (Vitis vinifera), anggur North American

(Vitis labrusca dan Vitis rotundifolia), dan French hybrids (Xia et al, 2010).

Tanaman ini sudah dibudidayakan sejak 4000 SM di Timur Tengah.

Akan tetapi, proses pengolahan buah anggur menjadi minuman anggur baru

ditemukan pada tahun 2500 SM oleh bangsa Mesir. Hanya beberapa waktu

berselang, proses pengolahan ini segera tersebar luas ke berbagai penjuru dunia,

mulai dari daerah di Laut Hitam, Spanyol, Jerman, Perancis, dan Austria.

Penyebaran buah ini berkembang semakin pesat dengan adanya

perjalanan Colombus yang membawa buah ini mengitari dunia (Prihatman,

2000).

2.3.3 Tanaman anggur di Indonesia

Anggur merupakan tanaman asli Eropa dan Asia Tengah yang kini sudah

ditanam di berbagai belahan bumi, termasuk di Indonesia (Budiyanti, 2012).

Sentra produksi anggur terdapat di beberapa provinsi yaitu Jawa Tengah,

Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi

Tengah (Balitjesro, 2008).

Anggur termasuk tanaman marga Vitis. Tidak semua jenis dari marga

Vitis dapat dimakan, yang bisa dimakan hanya dua jenis yaitu Vitis vinifera dan

Vitis labrusca. Tanaman anggur jenis Vitis vinifera mepunyai ciri kulit buah

tipis, rasa manis dan segar, memiliki kemampuan tumbuh di dataran rendah

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

hingga 300 m dari permukaan air laut beriklim kering. Termasuk jenis ini

adalah Gros Colman, feoniculum vulgare mill, Probolinggo Biru dan Putih,

Situbondo Kuning, Alphonso Lavalle, anggur merah, dan Golden Champion

(Setiadi, 2002)

2.3.4 Anggur (Vitis vinifera) varietas Probolinggo Biru

Anggur Probolinggo Biru lebih dikenal dengan anggur hitam atau anggur

ungu sesuai dengan warna kulit buahnya. Anggur ini merupakan hasil

percampuran antara bibit anggur lokal dengan bibit anggur dari Australia,

Prancis, dan Armenia. Ciri-ciri dari anggur ini yaitu daunnya tipis dengan

pucuk berwarna hijau muda atau agak kemerahan, di setiap dua ketiak daun

yang berurutan terdapat sulur, kemudian diikuti dengan yang tidak memiliki

sulur. Sulur ini merupakan tempat tumbuhnya bunga. Bunganya sangat lebat

dan persariannya dilakukan sendiri. Dompolan buahnya besar dan satu

rangkaian terdapat 15-40 buah. Buah yang sudah masak berwarna biru, rasanya

manis dan segar bercampur sepat. Tanaman ini menyukai tanah yang gembur

sampai berkerikil dan dapat tumbuh optimal di daerah sampai 300 m di atas

permukaan laut (Setiadi, 2002).

2.3.5 Kandungan kimia biji anggur

Anggur (Vitis vinifera) merupakan buah yang memiliki kandungan

senyawa fenolik yang tertinggi (Baydar et al, 2011). Polifenol yang berasal dari

tanaman telah dilaporkan memiliki bermacam aktivitas biologis, termasuk

antioksidan, antikarsiogenik, antiinflamasi, dan antimikroba (Serra et al, 2008).

Sebanyak 60-70% polifenol anggur ditemukan pada biji anggur (Nassiri-Asl &

Hosseinzadeh, 2009). Biji anggur (Vitis vinifera) mengandung flavonoid, gallic

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

acid, stilbene derivatif resveratrol (Nassiri-Asl & Hosseinzadeh, 2009) dan

tanin (McRae & Kennedy, 2011).

2.3.5.1 Senyawa flavonoid

Gambar 2.4 Struktur kimia flavonoid (Amstrong, 2003)

Flavonoid merupakan metabolit sekunder dari tumbuhan dan

umumnya terletak di vakuola sel epidermis daun sebagai glikosida yang larut

air (Harborne & Williams, 2000). Flavonoid merupakan senyawa fenolik 3-ring

yang terdiri dari cincin ganda dilekatkan oleh ikatan tunggal pada sebuah cincin

ketiga (Amstrong, 2003). Senyawa ini memiliki aktivitas biologis dan

farmakologis yang luass (Cushnie & Lamb, 2005), termasuk aktivitas anti

jamur (Harborne & Williams, 2000).

Kandungan flavonoid pada biji anggur sebesar 4-5 % termasuk

kaempferol-3-O-glucosides, quercetin-3-Oglucosides, quercetin, and myricetin.

Adapun derivate utama dari flavonoid adalah katekin, epikatekin, epicatechin-

3-O-gallate, procyanidins dimers (B1-B5), procyanidin C1 dan procyanidin

B5-3'-gallate (Nassiri-Asl & Hosseinzadeh, 2009).

Flavonoid mempunyai aktivitas antimikroba. Flavonoid diketahui

menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sitoplasma,

dan menghambat metabolisme energi pada mikroorganisme (Cushnie & Lamb,

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

2005). Penelitian menunjukkan aktivitas antijamur flavonoid terhadap

Aspergillus niger (Hendra et al, 2011).

2.3.5.2 Senyawa tanin

Tanin adalah salah satu dari banyak jenis senyawa sekunder ditemukan

pada tumbuhan. Karakteristk tannin yaitu oligomer senyawa dengan struktur

unit berganda dengan kelompok fenolat bebas, berat molekul berkisar antara

500 sampai> 20.000, larut dalam air, dengan pengecualian beberapa struktur

berat molekul tinggi, kemampuan untuk mengikat protein dan membentuk larut

atau larut tanin-protein kompleks. Tanin biasanya dibagi menjadi dua

kelompok: Hydrolyzable tannins (HT) dan proanthocyanidins (PA) (sering

disebut Condensed Tannins) (Cannas, 2009).

a. Senyawa gallic acid

Gallic acid merupakan derivatif dari kelompok Hydrolyzable tannins

(HT), merupakan asam organik, juga dikenal sebagai 3,4,5-trihydroxybenzoic

acid. Gallic acid memiliki sifat antijamur dan antivirus. Gallic acid berperan

sebagai antioksidan dan membantu memproteksi sel melawan kerusakan

oksidatif. Gallic acid ditemukan pada hampir semua tumbuhan. Tumbuhan yang

diketahui memiliki kandungan tinggi gallic acid termasuk gallnuts, anggur, tea,

hops dan oak bark (Res-Jüventa, 2012).

Gallic acid memiliki aktivitas antijamur yang bagus melawan M. grisea

dan Erysiphe graminis (Ahn et al, 2005). Aktivitas antijamur yaitu dengan

mengganggu struktur membran sel dan menghambat proses pertunasan normal

oleh karena destruksi integritas sel (Kim et al, 2009). Meskipun begitu,

mekanisme aksinya dapat disebabkan adanya hambatan biosintesis ergosterol,

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

yang merupakan sterol utama membran sel jamur termasuk yeasts (Ghannoum &

Rice, 1999 cit Hong et al, 2011).

b. Proanthocyanidins

Proanthocyanidins (condensed tannins) merupakan polimer flavan-3-ol

atau flavan-3,4-diol terkait ikatan karbon-karbon yang tidak rentan terhadap

pembelahan oleh hidrolisis. Proanthocyanidins yang lebih sering disebut

condensed tannins karena struktur kimianya. Condensed tannins disintesis dari

prekursor dari asam asetat dan asam shikimic. Istilah proanthocyanidins, berasal

dari reaksi asam katalisis oksidasi yang menghasilkan anthocyanidins merah

setelah pemanasan proanthocyanidins dalam larutan asam alkohol (Cannas,

2009).

2.3.5.3 Senyawa resveratrol

Resveratrol merupakan fenolik antioksidan yang ditemukan pada anggur,

telah diketahui memiliki berbagai aktivitas biologis pada tubuh manusia (Jung et

al, 2005). Resveratrol (3,5,4'-trihydroxy-trans-stilbene) merupakan stilbenoid,

sebuah tipe fenol natural, dan fitoaleksin yang diproduksi secara natural oleh

beberapa tumbuhan ketika terserang oleh patogen seperti bakteri atau jamur.

Resveratrol ditemukan paling banyak pada kulit anggur dan memiliki aktivitas

antijamur dan antioksidan yang luas (Urena et al, 2003). Penelitian tentang

resveratrol menunjukkan poten aktivitas antijamur pada Candida albicans pada

konsentrasi 10-20µL (Xia et al, 2010). Senyawa ini bekerja menghambat

lipoxygenase (Fan & Mattheis, 2001).

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

2.4 Antijamur

2.4.1 Aktivitas antijamur

Antijamur mempunyai dua pengertian yaitu fungisidal dan fungistatik.

Mekanisme antijamur dapat dikelompokkan menjadi :

1). Gangguan pada membran sel

Gangguan ini dapat terjadi karena adanya ergosterol di dalam membran sel

jamur. Ergosterol merupakan komponen sterol yang sangat penting, yang mudah

diserang oleh antibiotik turunan polien. Komplek polien ergosterol yang terjadi

dapat menyebabkan kebocoran dari membran sel dan akhirnya lisis. Contoh

senyawa dengan mekanisme gangguan pada membran sel adalah amfoterisin B,

nistatin (Brooks et al, 2007).

2). Penghambatan biosintesis ergosterol dalam sel jamur

Azol-azol menganggu sintesis ergosterol. Obat ini memblokir dimetilasi-14-α-

yang tergantung pada sitokrom P450 dari lanosterol, yang merupakan prekursor

ergosterol dalam jamur dan kolesterol dalam tubuh mamalia (Brooks et al, 2007).

Hal ini dapat menghambat biosintesis ergosterol dalam sel jamur. Contoh senyawa

dengan mekanisme penghambatan biosintesis ergosterol dalam sel jamur adalah

ketokonazol, flukonazol, itrakonazol (Brooks et al, 2007).

3) Penghambatan sintesis protein jamur

Mekanisme ini merupakan mekanisme yang disebabkan oleh senyawa turunan

pirimidin. Efek antijamur terjadi karena senyawa turunan pirimidin masuk ke

dalam sel jamur dengan bantuan sitosin deaminase dan dalam sitoplasma akan

bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi menjadi 5-fluorourasil.

Sintesis protein sel jamur terganggu akibat penghambatan langsung sintesis DNA

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

oleh metabolit 5-flurourasil. Contoh senyawa dengan mekanisme penghambatan

sintesis protein jamur adalah flusitosin (Brooks et al, 2007).

4) Penghambatan perkembangan jamur

Efek antijamur ini terjadi karena adanya senyawa antibiotik Griseofulvin yang

mampu berinteraksi mikrotubulus dan mengganggu fungsi gelondong mitotik

menyebabkan inhibisi pertumbuhan (Brooks et al, 2007).

2.4.2 Uji aktivitas antijamur

Aktivitas antimikroba secara in vitro dapat digunakan untuk menentukan

potensi suatu zat antimikroba dalam larutan, konsentrasinya dalam cairan badan

atau jaringan, dan kepekaan suatu mikroba terhadap konsentrasi–konsentrasi obat

yang dikenal (Brooks et al, 2007). Pengukuran aktivitas antimikroba dapat

dilakukan dengan 2 metode, yaitu :

a. Metode dilusi cair atau padat

Pada prinsipnya sejumlah obat antimikroba diencerkan hingga diperoleh

beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair masing–masing konsentrasi obat ditambah

suspensi jamur dalam media, sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat

dicampur dengan media agar kemudian ditanami kuman dan diinkubasikan.

Setelah masa inkubasi selesai diperiksa sampai konsentrasi beberapa obat dapat

menghambat pertumbuhan atau mematikan jamur. Dengan cara ini dapat

ditentukan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Fungisidal

Concentration (MFC) (Brooks et al, 2007).

b. Metode difusi

Suatu cakram kertas saring atau cawan berliang renik atau silinder tidak beralas

yang mengandung obat dalam jumlah tertentu ditempatkan pada media padat yang

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oral candidiasisadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/541/gdlhub-gdl-s1-2013-ambonadial... · mereka harus mengatasi deskuamasi konstan permukaan sel epitel

telah ditanami dengan jamur yang diperiksa. Setelah inkubasi garis tengah daerah

hambatan jernih yang mengelilingi obat dianggap sebagai ukuran kekuatan

hambatan obat terhadap kuman (Brooks et al, 2007).

ADLN – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ... ALIFFIA NURLITA AMBONADI