bab 2 tinjauan pustaka 2.1 gizi seimbang anak 6-24 bulan

40
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan Anak usia 6 bulan, selain air susu ibu (ASI) bayi mulai bisa diberi makanan pendamping air susu ibu MP-ASI, karena pada usia tersebut bayi sudah mempunyai refleks mengunyah dengan pencernaan yang lebih kuat. Pemberian makanan pada anak umur 6-24 bulan, perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, dan cara pembuatannya. Kebiasaan pemberian makanan anak yang tidak tepat, seperti: pemberian makanan yang terlalu dini atau terlambat, makanan yang diberikan tidak cukup dan frekuensi yang kurang, hal tersebut berdampak pada anak menjadi sulit makan (Sunardi, 2006). Beberapa penelitian menyatakan bahwa masalah gizi pada bayi dan anak disebabkan kebiasaan pemberian ASI dan makanan pendampig air susu ibu (MP-ASI) yang tidak tepat (segi kuantitas dan kualitas). Selain itu, ibu kurang menyadari bahwa selain ASI yang diberikan harus sampai bayi berusia diatas 6 bulan sudah memerlukan MP-ASI dalam jumlah dan mutu yang baik, namun tidak diberikan sesuai bentuk makanan dengan umur anak, sehingga anak menjadi sulit makan (Hermina, 2010). Mengurangi angka mortalitas dan morbiditas anak, World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif diberikan pada bayi baru lahir minimal selama 6 bulan, kemudian dilanjutkan dengan MP-ASI yang seimbang setelah bayi berumur 6 bulan dan pemberian ASI dilanjutkan hingga bayi

Upload: vudiep

Post on 31-Dec-2016

228 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

Anak usia 6 bulan, selain air susu ibu (ASI) bayi mulai bisa diberi makanan

pendamping air susu ibu MP-ASI, karena pada usia tersebut bayi sudah mempunyai

refleks mengunyah dengan pencernaan yang lebih kuat. Pemberian makanan pada

anak umur 6-24 bulan, perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian, frekuensi,

jenis, jumlah bahan makanan, dan cara pembuatannya. Kebiasaan pemberian

makanan anak yang tidak tepat, seperti: pemberian makanan yang terlalu dini atau

terlambat, makanan yang diberikan tidak cukup dan frekuensi yang kurang, hal

tersebut berdampak pada anak menjadi sulit makan (Sunardi, 2006). Beberapa

penelitian menyatakan bahwa masalah gizi pada bayi dan anak disebabkan kebiasaan

pemberian ASI dan makanan pendampig air susu ibu (MP-ASI) yang tidak tepat (segi

kuantitas dan kualitas). Selain itu, ibu kurang menyadari bahwa selain ASI yang

diberikan harus sampai bayi berusia diatas 6 bulan sudah memerlukan MP-ASI dalam

jumlah dan mutu yang baik, namun tidak diberikan sesuai bentuk makanan dengan

umur anak, sehingga anak menjadi sulit makan (Hermina, 2010).

Mengurangi angka mortalitas dan morbiditas anak, World Health

Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif diberikan pada

bayi baru lahir minimal selama 6 bulan, kemudian dilanjutkan dengan MP-ASI yang

seimbang setelah bayi berumur 6 bulan dan pemberian ASI dilanjutkan hingga bayi

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

berumur 2 tahun (WHO, 2005). Sesudah anak berumur 6 bulan, kebutuhan gizi bayi

makin meningkat dan tidak dapat dicukupi sepenuhnya dari ASI, selain ASI bayi

harus diberi MP-ASI. Pemberian MP-ASI bergizi seimbang dilakukan secara

bertahap untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta

menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa. Oleh karena

itu pemberian MP-ASI harus mulai diberikan pada anak berumur 6 bulan yang

disesuaikan dengan umur dengan bentuk makanan (Depkes, 2007).

Anak berumur 6-24 bulan merupakan masa peralihan makanan dari MP-ASI

ke makanan orang dewasa. Namun, pemberian yang masih bertahap disesuaikan

dengan kemampuan sistem pencernaan anak dan kebutuhan gizi. Merencanakan

pemberian ragam makanan sejak anak berumur 6 bulan yang sehat akan menentukan

pola makan anak selanjutnya, dengan demikian kemampuan pencernaan dan

kebutuhan gizi anak dengan sendiri akan terpenuhi. Pada masa anak berumur 6-24

bulan merupakan konsumen pasif, artinya dia masih menerima saja makanan yang

diberikan orang tuanya, maka makanan yang diberikan harus dalam porsi kecil

dengan frekuensi sering (7-8 kali) sehari, terdiri atas tiga kali makan pagi, siang dan

sore, 2-3 kali makan selingan dan 3-4 kali minum susu. Masing-masing usia ini

memerlukan makanan yang berbeda sesuai tahap pertumbuhan dan perkembangan

saluran pencernaan anak serta kebutuhan gizi (Suhardjo, 2005).

Pertumbuhan anak berumur 6-24 bulan sangat dipengaruhi beberapa antara

lain jumlah dan mutu makanan, kesehatan anak, tingkat sosial ekonomi dan pola

asuh orang tua. Salah satu faktor yang mempengaruhi pola asuh yaitu pekerjaan ibu

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

dan pengetahuan, hal tersebut memengaruhi pada peningkatan derajat kesehatan

keluarga. Selain itu, pekerjaan ibu juga dapat mengurangi waktu mengasuh anak akan

mengakibatkan berkurangnya peran ibu dalam menyediakan zat gizi sehingga

berpengaruh pada status gizi balita (Gibson, RS., 2005). Perlunya perhatian khusus

pada anak umur 6-24 bulan yang merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

yang pesat, sehingga sering diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode

kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini anak memperoleh

asupan gizi seimbang yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya

apabila anak pada masa ini tidak memperoleh makanan dengan gizi seimbang, maka

periode emas akan berubah menjadi periode kritis akan mengganggu tumbuh

kembang anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian Eva SR., tahun 2011 di Desa Sumurgeneng,

bahwa sebagian besar balita mempunyai status gizi baik, karena pengetahuan ibu

yang baik tentang gizi seimbang, sehingga asupan makanan anak terpenuhi sesuai

dengan kebutuhan gizi yang diperlukan balita, baik dari segi kualitas maupun

kuantitasnya, dimana dalam keseharian anak memerlukan gizi seimbang untuk

pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian ibu harus memperhatikan

kebutuhan gizi balita dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal. Penelitian sama

dilakukan oleh Octaviani, (2012) tentang Pola pemberian MP-ASI yang seimbang

pada balita usia 6-12 bulan Desa Kaliori Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas

sebagian besar mempunyai pola pemberian MP-ASI dengan gizi seimbang cukup

baik yaitu sebanyak 25 balita atau 51% dengan status gizi baik yaitu sebanyak 43

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

orang responden atau 88%. Masalah gizi pada bayi dan anak disebabkan kebiasaan

pemberian ASI dan MP-ASI yang tidak tepat (segi kuantitas dan kualitas). Selain itu,

para ibu yang kurang menyadari bahwa sejak bayi berusia 6 bulan sudah memerlukan

MP-ASI seimbang dalam jumlah dan mutu yang baik (Hermina, 2010).

2.1.1 Prinsip Pemberian Makanan Anak Umur 6-24 Bulan

Balita usia 6–24 bulan, anak tumbuh dengan cepat dan kebutuhan energi,

vitamin dan mineralnya meningkat, namun ukuran perut mereka masih kecil (30ml/kg

berat badan seukuran 1 buah cangkir), sehingga mereka membutuhkan makanan yang

kaya gizi dan mampu memenuhi kebutuhan nutrisi mereka walaupun dalam porsi

yang kecil. Saat ini yang dipakai adalah konsep makanan sehat seimbang seperti yang

dituangkan dalam piramida makanan. Segitiga makanan ini akan membantu kita cara

memfokuskan dan menseleksi makanan. Porsi terbesar makanan kita adalah yang

tertera di paling bawah piramida makanan, yaitu beras dan sereal sedangkan makanan

yang kebutuhannya sangat sedikit adalah yang di puncak piramida yaitu lemak dan

gula.

Gambar. 2.1 Piramida Gizi Seimbang Anak Balita

Sumber: http://www.usda.gov/cnpp/KidsPyra http://kidshealth.org

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

Peningkatan tekstur, frekuensi dan porsi makanan diberikan secara bertahap,

seiring dengan pertumbuhan anak antara 6 sampai 24 bulan, maka disesuaikan

tekstur, frekuensi dan porsi makanan sesuai usia anak. Pemberian ASI tetap diberikan

sampai usia 2 tahun atau lebih dengan frekuensi sesuka bayi. Tahapan pemberian

makanan bergizi seimbang untuk MP-ASI dilakukan secara bertahap, dari makanan

bertekstur lunak (bubur susu, lalu bubur saring, lembek (bubur biasa, lalu nasi tim)

hingga padat (nasi biasa/makanan keluarga), sesuai dengan tingkat usia bayi. Bayi

umur 6-7 bulan bentuk makanan lembut/lumat diberikan untuk buah diberikan pisang

raja dan pisang ambon, jeruk, labu dan papaya. Disamping buah diberikan bubur susu

dan biskuit yang dicairkan air susu ibu (ASI). Buah diberikan sebanyak 2 sendok

makan sekali makan dan dua kali sehari, setiap jenis buah diberikan 2-3 hari berturut-

turut agar anak dapat mengenal rasanya. Umur bayi 8-9 bulan dapat diberikan bubur

biasa dengan jumlah pemberian minimal 8 sendok makan untuk setiap sekali makan

(Irawati, 2004).

Kandungan gizi bubur ini sedikit demi sedikit ditambah dengan zat gizi

dengan kandungan lemak seperti santan dan minyak. Bayi umur 10-12 tahun sudah

diperkenalkan makanan keluarga, sehingga umur 12 bulan sudah dapat makan

bersama keluarga. Awalnya anak mengkonsumsi nasi lembek, lalu perlahan-lahan

ditingkatkan hingga mendekati kepadatan makanan keluarga. Makanan selingan yang

bergizi dapat diberikan seperti bubur kacang hijau, papaya, jeruk dan pisang. Umur

anak 1-2 tahun anak harus diperkenalkan dengan makanan keluarga (Sunardi T.,

2006).

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

Beberapa nutrisi penting yang sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan dan

perkembangan bayi seperti :

a. Vitamin A, D, E, K

Vitamin ini sangat vital bagi balita. Jadi, usahakan agar asupan vitamin ini

terpenuhi setiap harinya. Seperti kita ketahui, vitamin A sangat baik untuk

penglihatan dan kesehatan kulit balita.Sedangkan vitamin D berperaan penting dalam

meningkatkan penyerapan kalsium serta membantu pertumbuhan tulang dan gigi.

Serta vitamin E memiliki anti oksidan yang membantu pertumbuhan sistem saraf dan

pertumbuhan sel. Vitamin K berpengaruh dalam pembekuan darah.

b. Kalsium

Mineral yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan massa tulangnya.

Kalsium sangat penting untuk membentuk tulang yang kuat sehingga balita terhindar

dari patah tulang. Sumber kalsium yaitu : susu, keju, tahu, dan lainnya.

c. Vitamin B dan C

Fungsi dari vitamin B antara lain meningkatkan system syaraf dan imun tubuh

balita, meningkatkan pertumbuhan sel, serta mengatur metabolisme tubuh. Sementara

vitamin C berfungsi untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh balita serta

mencegah sariawan.Sumber makanan yang banyak mengandung vitamin B antara

lain beras merah, pisang, kacang-kacangan, ikan, daging dan telur. Sementara untuk

memenuhi gizi balita dengan vitamin C dapat diperoleh dari tomat, kentang,

strauberi, dan lainnya.

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

d. Zat Besi

Balita sangat membutuhkan zat besi terutama untuk membantu perkembanga

otaknya. Jika kebutuhan gizi balita akan zat besi tidak terpenuhi, kemungkinan ia

akan mengalami kelambanan dalam fungsi kerja otak. Sumber makanam yang yang

mengandung zat besi antara lain daging, ikan, brokoli, telur, bayam kedelai serta

alpukat (Almatsier, S. 2002).

2.1.2 Kecukupan Gizi Anak 6-24 Bulan

Menurut angka kecukupan gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan (per

anak/hari), kebutuhan energi dari makanan adalah sekitar 200 kkal/hari untuk bayi

usia 6-8 bulan, 300 kkal/hari untuk bayi usia 9-11 bulan, dan 550 kkal/hari untuk

anak usia 12-23 bulan, anak usia 6 bulan dan kebutuhan protein 16 gram/kg berat

badan tambah 4 gram dari kebutuhan protein pada 6 bulan pertama (Hardinsyah,

2007).

Tabel. 2.1 Angka Kecukupan Gizi (AKG) Zat-Zat Gizi Mikro Penting Dianjurkan untuk Anak 0-24 Bulan

Zat gizi mikro Berat dan tinggi badan Kelompok umur

0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun Berat badan 6 kg 8,5 kg 12 kg Tinggi badan 60 cm 71 cm 90 cm

Vitamin A (RE) 375 400 400 Folat (µg) 65 80 150 Kalsium (mg) 200 400 500 Zat besi (mg) 0,3 10 7 Yodium (µg) 90 120 120 Zat seng (mg) 1,5 7,5 8,2

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004)

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

Kebutuhan gizi balita adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk

memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan

oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat

gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang

baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan

dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Usia 6-24 bulan sangat penting

menerapkan gizi yang seimbang bermanfaat bagi perkembangan dan pertumbuhan

anak sehingga semua kebutuhan gizi balita harus terpenuhi (Sunardi T., 2006).

a. Kebutuhan Energi

Untuk menunjang keseluruhan proses pertumbuhan dan perkembangan anak,

usia 6-24 bulan kebutuhan energi meningkat sesuai dengan berat badan (±112 kkal

per kilogram berat badan). Sampai usia dua tahun, keperluan energi per kilogram

berat badan menurun, ini berlangsung selama masa balita, kebutuhan energi pada

umur 6-24 bulan adalah 950 kkal per hari.

b. Kebutuhan zat pembangun (protein dan lemak)

Secara fisiologis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhan

protein relatif lebih besar. Zat gizi protein sangat diperlukan balita untuk membentuk

sel-sel baru yang akan menunjang proses pertumbuhan seluruh organ tubuh, juga

pertumbuhan, dan perkembangan otak anak. Kebutuhan protein pada usia 6-24 bulan

adalah 20 gr, selain itu juga protein, lemak juga berperan penting dalam proses

tumbuh kembang sel-sel saraf otak untuk kecerdasan anak. Lemak yang diperlukan

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

adalah: Asam lemak esensial (asam linoleat/omega6, asam linolenat/omega 3). Asam

lemak non esensial (asam oleat/omega 9, EPA, DHA, AA).

c. Kebutuhan zat pengatur

Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan

bertambahnya usia terutama ASI yang tetap diberikan sampai 2 tahun.

- Vitamin A Untuk menjaga kesehatan mata, menjaga kelembutan kulit, dan

pertumbuhan optimal anak.

- Vitamin C Untuk pembentukan kolagen (tulang rawan), meningkatkan daya tahan

tubuh dan penyerapan kalsium yang diperlukan untuk pembentukan tulang dan

gigi yang kuat.

- Iodium/Yodium Untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh sehingga tidak

mengalami hambatan seperti kretinisme/kerdil, berperan dalam proses

metabolisme tubuh, mengubah karoten yang terdapat dalam makanan menjadi

Vitamin A.

- Kalsium Penting dalam pembentukan tulang dan gigi, kontraksi dalam otot,

membantu penyerapan Vitamin B12 (untuk mencegah anemia dan membantu

membentuk sel darah merah).

- Zinc/Zat Seng Tersebar di semua sel, jaringan, dan organ tubuh. Diperlukan untuk

pertumbuhan, fungsi otak, dan mempengaruhi respon tingkah laku dan emosi

anak.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

- Zat Besi Diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan mempengaruhi penggunaan

energi yang diperlukan tubuh, pembentukan sel darah yang membantu proses

penyebaran zat gizi serta oksigen ke seluruh organ tubuh.

- Asam Folat Sangat penting pada masa pertumbuhan anak, memproduksi sel darah

merah dan sel darah putih dalam sumsum tulang, berperan dalam pematangan sel

darah merah, dan mencegah anemia. (Ilham, N., 2007).

2.2 Faktor Berhubungan Penerapan Gizi Seimbang pada Anak 6-24 Bulan

Beberapa hal yang merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Sebagai penyebab langsung khususnya gangguan

gizi pada bayi dan balita adalah tidak sesuai jumlah zat gizi yang diperoleh dari

makanan dengan kebutuhan tubuh mereka. Kecukupan gizi dan penyakit infeksi

terdapat hubungan sebab akibat timbal balik yang sangat erat. Gizi yang buruk

menyebabkan mudahnnya terjadi infeksi penyakit karena daya tahan tubuh menurun.

Sebaliknya penyakit infeksi yang sering menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan

zat gizi sedangkan nafsu makan menjadi menurun jika terjadi penyakit infeksi

(Khomsan, A., 2004).

Gangguan pertumbuhan sering terjadi pada anak 6-24 bulan kurang mendapat

pola asuh yang baik dari keluarga, oleh sebab itu perlu mendapat perhatian khusus

karena anak 6-24 bulan sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat,

sehingga memerlukan zat-zat makan yang relatif lebih banyak dengan kualitas gizi

yang lebih baik. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari kondisi

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

gizi dan kesehatan sewaktu masa balita (Sediaoetama, 2009). Di negara berkembang

anak-anak umur 0-5 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi.

Kelompok yang paling rawan adalah periode pasca penyapihan khususnya kurun

umur 1-3 tahun. Anak-anak biasanya menderita bermacam-macam infeksi serta

berada dalam status gizi rendah (Suhardjo, 2005). Faktor penyebab tidak langsung

terjadinya gangguan gizi terutama pada bayi dan anak balita antara lain:

a. Ketidaktahuan akan Hubungan Makanan dan Kesehatan

Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari terlihat berpenghasilan keluarga

cukup, akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja dengan demikian

kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan

kurang akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik dan cukup.

Bagi keluarga yang berpenghasilan relatif baik, tidak banyak berbeda mutunya jika

dibandingkan dengan makanan keluarga yang berpenghasilan rendah. Keadaan ini

menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan manfaat makanan bagi kesehatan tubuh

masih sangat kurang (Almatsier, S., 2002).

Bahan makanan yang bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan atau hanya

digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan

makanan itu. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapat menurunkan harkat

keluarga. Jenis sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya

akan zat besi, vitamin A dan protein dibeberapa daerah masih dianggap sebagai

makanan yang dapat menurunkan harkat keluarga (Santosa, 2004).

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

b. Adanya Kebiasaan atau Pantangan dari Keluarga dan Masyarakat

Berbagai kebiasaan yang bekaitan dengan pantangan makan makanan tertentu

masih sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan. Kebiasaan wanita yang sedang

hamil untuk memilih makanan tertentu tidak boleh dimakan. Larangan terhadap anak-

anak untuk tidak makan telur, ikan atau daging hanya berdasarkan kebiasaan yang

tidak ada dasarnya dan hanya diwarisi secara turun temurun yang sangat merugikan

anak (Khomsan, A., 2004). Kadang-kadang kepercayaan orang akan sesuatu makanan

anak kecil membuat anak sulit mendapat cukup protein. Beberapa orang tua

beranggap ikan, telur, ayam, dan jenis makanan protein lainnya memberi pengaruh

buruk untuk anak kecil. Anak yang terkena diare malah dipuasakan (tidak diberi

makanan), cara pengobatan seperti ini akan memperburuk gizi anak (Setiyanto,

2007).

Menurut hasil penelitian dilakukan oleh Qoriah 2005 diperoleh kebiasaan

makan dan makanan pantangan yang sama di Aceh yaitu mengenal tabu atau pamali,

di desa Cireundeu juga mengenal adanya beberapa makanan yang mereka yakini akan

memberikan pengaruh negatif bagi yang melanggarnya. Beberapa jenis makanan

yang mereka tabukan diantaranya adalah, Pisang ambon, nenas, ketimun, bawang,

untuk seorang gadis. Jenis makanan tersebut mereka yakini akan memberikan efek

negatif seperti keputihan dan bau keringat yang tajam. Makanan pedas, nenas,

merupakan makanan tabu bagi ibu hamil karena akan memberikan akibat seperti

keguguran ataupun diare. Bagi ibu yang menyusui dan anak balita biasanya ditabukan

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

untuk mengkonsumsi makanan pedas dan ikan, karena akan mengakibatkan diare

pada bayinya, cacingan ataupun aroma asi yang menjadi anyir.

Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat

berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Salah satu pengaruh yang sangat

dominan terhadap pola konsumsi adalah pantangan atau tabu. Terdapat jenis-jenis

makanan yang tidak boleh dimakan oleh kelompok umur tertentu atau oleh

perempuan. Larangan ini sering tidak jelas dasarnya, tetapi mempunyai kesan

larangan dari penguasa supernatural, yang akan memberi hukuman bila larangan

tersebut dilanggar. Namun demikian, orang sering tidak dapat mengatakan dengan

jelas dan pasti, siapa yang melarang tersebut dan apa alasannya (Sediaoetama, 2006).

c. Kesukaan yang Berlebihan terhadap Jenis Makanan Tertentu

Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut

sebagai Faddisme makanan akan mengakibatkan kurang bervariasinya makanan ada

akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.

Kehidupan modern yang serba cepat, tersedianya fasilitas pelayanan makanan baik

berupa warung, cafeteria atau tempat-tempat penjualan makanan yang dapat

dihidangkan dan dimakan secara paraktis dan cepat sering mendorong tumbuhnya

faddisme makanan didalam masyarakat (Nurti, 2000).

Mengembangkan kebiasaan pangan, mempelajari cara berhubungan dengan

konsumsi pangan dan menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu,

dimulai dari permulaan hidupnya dan menjadi bagian dari perilaku yang berakar

diantara kelompok penduduk. Dimulai sejak dilahirkan sampai beberapa tahun

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

makanan anak-anak tergantung pada orang lain. Anak balita akan menyukai makanan

dari makanan yang dikonsumsi orang tuanya. Dimana makanan yang disukai orang

tuanya akan diberikan kepada anak balitanya (Suhardjo, 2005). Kebiasaan makan

inilah akan menyebabkan kesukaan terhadap makanan. Tetapi kesukaan yang

berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai faddisme

makanan akan mengakibatkan kurang bervariasinya makanan dan akan

mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan

(Soetjiningsih, 2004).

d. Keterbatasan Penghasilan Keluarga

Penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk

keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan akan terbatas. Namun

demikian perlu dihilangkan anggapan bahwa makanan yang memenuhi persyaratan

gizi hanya mungkin disajikan pada keluarga yang berpenghasilan cukup atau lebih.

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang berpenghasilan

cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya. Dengan demikian kejadian

gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang

akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan cukup. Keadaan ini menunjukkan

bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh menjadi penyebab

buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan balita. Masalah gizi

karena kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dibidang memasak akan menurunkan

konsumsi makan anak, keragaman bahan dan keragaman jenis makanan yang

mempengaruhi kejiwaan misalnya kebebasan (Baliwati, 2004).

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang

disajikan. Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan

hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah

makanan (Santosa, 2004). Menurut Sajogyo,dkk (1994) dalam Sarah (2008), hal ini

dapat disebabkan pada keluarga dengan pendapatan tinggi kurang baik dalam

mengatur belanja keluarga. Ada juga keluarga-keluarga yang membeli pangan dalam

jumlah sedikit memilih jenis pangan yang dibeli berakibat kurangnya mutu dan

keragaman pangan yang diperoleh, sehingga dapat mempengaruhi keadaan gizi anak.

Hasil penelitian Agus, 2008 di kabupaten Sragen bahwa, terdapat hubungan yang

bermakna antara status gizi anak balita dengan pendapatan keluarga, dimana semakin

banyak/ tinggi pendapatan keluarga semakin tinggi status gizi anak balita.

Pendapatan keluarga adalah hasil kerja yang diterima sebuah rumah tangga

karena usaha seluruh anggota keluarga (Anonim, 2005). Dalam studi faktor sosial

ekonomi pada status kesehatan di Kanada, menunjukkan secara signifikan pendapatan

keluarga berpengaruh pada status kesehatan, ketahanan pangan, pendidikan

disamping pengaruh usia dan variabel-variabel yang lainnya. Sudah diketahui pula

bahwa outcome kesehatan berhubungan dengan sociol economic status (SES), income

lebih tinggi dan pekerjaan lebih tinggi cenderung hidup lebih lama dan lebih baik

kesehatannya. Pendapatan dan pendidikan yang lebih tinggi akan membawa

kesehatan individu yang lebih tinggi pula (Bukley et al., 2004).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

e. Ketersediaan Pangan (jumlah, dan jenis makanan)

Peningkatan status gizi keluarga dan masyarakat, diperlukan adanya

peningkatan penyediaan beraneka ragam pangan dengan jumlah yang mencukupi

kebutuhan. Oleh karena itu perlu adanya perioritas khusus untuk kebijakan pangan

dari pemerintah (Almatsier, S., 2002). Ketersediaan pangan baik jumlah macam

makanan dan jenis serta banyaknya bahan makanan di suatu Negara/daerah tertentu

biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam

ditempat tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari untuk jangka waktu

yang panjang. Namun ketersediaan pangan berpengaruh adanya lahan, perubahan

iklim dan kebijakan pangan berkenaan dengan bagaimana produk pangan dihasilkan

dan tersedianya bagi masyarakat (Khomsan, A., 2004).

f. Sanitasi Makanan (persiapan, penyajian, penyimpanan)

Proses persiapan makanan dimulai dari persiapan, pemilihan bahan makanan,

pengolahan, penyajian dan penyimpanan suatu makanan atau bahan makanan agar

tidak sampai kadar gizi dalam makanan menjadi tercemar dan tidak hygienis

menyebabkan adanya kuman penyebab penyakit. Makanan yang disajikan harus

cukup mengandung kalori, makanan mudah dicerna, pengolahan atau pemasakannya

harus disesuaikan dengan sifat fisik dan kimiawi dari masing-masing bahan makanan

yang akan diolah (Khomsan, A., 2004). Keadaan sanitasi makanan yang buruk,

misalnya penanganan dan pengolahan makanan yang tidak higienis akan

menyebabkan makanan cepat membusuk dan berpenyakit. Banyak penyakit yang

dengan mudah ditularkan melalui makanan, antara lain diare dan desentri (David

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

MS.,et all. 2005). Penyakit yang ditularkan melalui makanan tersebut disebabkan

oleh faktor fisik, biologis dan kimia. Faktor kimia misalnya pemakaian alat memasak

yang tidak memenuhi syarat kesehatan, faktor biologis misalnya adanya vector

penyebar penyakit seperti bakteri, lalat dan kecoa dan faktor fisik misalnya

kurangnya pengetahuan dan kebiasaan hidup yang tidak sehat bagi pengolah

makanan. Selain menimbulkan penyakit, makanan juga dapat menyebabkan

keracunan yang bisa mengakibatkan kematian (Hartoyo, 2008).

Indonesia menetapkan peraturan untuk melindungi konsumen dari makanan

dan minuman yang dikelola usaha Jasaboga sebagai upaya pemeliharaan kesehatan.

Peraturan yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga.

Berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko yang

dilayani (Depkes, 2003).

Higiene adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat

dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan

penyakit/gangguan kesehatan. Apabila ditinjau dari kesehatan lingkungan pengertian

higiene adalah usaha kesehatan yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan

terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh

faktor lingkungan. Higiene perorangan adalah sikap bersih perilaku penjamah atau

penyelenggara makanan agar makanan tidak tercemar. Berkaitan dengan hal tersebut,

higiene perorangan yang terlibat dalam pengolahan makanan perlu diperhatikan untuk

menjamin keamanan makanan dan mencegah terjadinya penularan penyakit melalui

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

makanan. Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan

dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,

pengangkutan sampai dengan penyajian. Penjamah makanan yang menangani bahan

makanan sering menyebabkan kontaminasi mikrobiologis. Mikroorganisme yang

hidup di dalam maupun pada tubuh manusia dapat menyebabkan penyakit yang

ditularkan melalui makanan, yang terdapat pada kulit, hidung, mulut, saluran

pencernaan, rambut, kuku dan tangan. Selain itu, penjamah makanan juga dapat

bertindak sebagai carrier (pembawa) penyakit infeksi seperti, demam typoid, hepatitis

A, dan diare (Fathonah, S., 2005).

Kebersihan penjamah makanan dalam istilah populernya disebut higiene

perorangan, merupakan kunci kebersihan dalam pengolahan makanan yang aman dan

sehat. Dengan demikian, penjamah makanan harus mengikuti prosedur yang memadai

untuk mencegah kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Prosedur yang

penting bagi pekerja pengolahan makanan adalah pencucian tangan, kebersihan dan

kesehatan diri, dari semua penyebaran penyakit melalui makanan 25% disebabkan

penjamah makanan yang terinfeksi dan higiene perorangan yang buruk

(Purnawijayanti, 2001).

2.3 Tingkat Pendidikan

Pendidikan berpengaruh pada nilai-nilai dengan perubahan yang positif

diharapkan dapat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kesehatan sebagai

suatu kebutuhan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan dengan

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

mudah menyerap informasi serta lebih tanggap terhadap masalah yang dihadapi.

Sehingga dapat menentukan alternatif terbaik dalam pola pemberian makanan untuk

keluarga yang bergizi. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang

berarti dalam pndidikan tersebut terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau

perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu,

kelompok atau masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya

untuk mencapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan

orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewas, lebih pandai, lebih mampu, lebih

tahu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok

atau masyarakat tidak terlepas dari belajar (Suhardjo, 2003).

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting

yang akan mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang

lebih tinggi diharapkan informasi gizi yang dimiliki jadi lebih baik. Menurut Sanjur

(1982) dalam Ningsih (2008) tingkat pendidikan formal orang tua terutama ibu sering

memiliki hubungan dengan perbaikan pola konsumsi pangan keluarga. Semakin

tinggi tingkat pendidikan ibu maka akan terjadi perbaikan kebiasaan makan, serta

perhatian kepada kesehatan dan makanan yang bergizi juga bertambah. Menurut

Madanijah (2003), terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan

pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan

tinggi cenderung mempunyai pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan

gizi, kesehatan dan pengasuhan anak baik.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai manfaat

yang positif dengan pengembangan pola konsumsi makanan dalam keluarga.

Beberapa studi menunjukkan bahwa jika pendidikan dari ibu meningkat maka

pengetahuan nutrisi dan praktek nutrisi bertambah baik (Joyomartono, 2004).

Menurut Hidayat (1980) dalam Gabriel (2008) ibu yang berpendidikan lebih tinggi

cenderuang memilih makanan yang lebih baik dalam kualitas dan kuantitas

dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah.

Kegiatan atau proses belajar dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh

siapa saja. Seseorang dapat dikatakan belajar apabila di dalam dirinya terjadi

perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan menjadi dapat

mengerjakan sesuatu hal yang mengarah pada perubahan. Hasil belajar adalah bahwa

perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu

yang relatif lama. Namun perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari, bukan

karena secara kebetulan (Gibney M.J et all. 2009). Pendidikan mendorong terciptanya

manusia yang memiliki kemampuan yang optimal. Kemampuan tersebut dapat berupa

pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang berguna untuk mengembangkan

potensi yang dimiliki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penelitian Nikmawati dkk, (2004) penguasaan pengetahuan pangan dan gizi siswi

SMU di Kabupaten Bandung (70,29%) berada pada kriteria; agak rendah, (16,67%)

rendah dan (13.04%) cukup. Data tersebut menunjukkan tingkat penguasaan

pengetahuan pangan dan gizi siswi SMU masih kurang, sehingga dapat diasumsikan

apalagi pada ibu balita berpendidikan rendah.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

Penelitian Latifah (2002), mengenai Tujuan pendidikan pangan dan gizi

diarahkan agar peserta didik memiliki wawasan cukup dalam hal kebutuhan gizi

untuk Ibu hamil, ibu menyususi, bayi, balita, remaja, dewasa dan usia lanjut,

memiliki keterampilan teknis memilih, mengolah dan menyajikan makanan. Dengan

demikian pendidikan pangan dan gizi penting diberikan agar pengetahuan dan

keterampilan pangan dan gizi menjadi bekal untuk kelangsungan hidup di masa

depan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan menyerap informasi

dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya

dalam hal kesehatan dan gizi. Pendidikan formal seorang ibu seringkali berhubungan

positif dengan peningkatan pola konsumsi makanan rumah tangga. (Depkes. 2002).

2.4 Pengetahuan Ibu

Pengetahuan tentang gizi seimbang didefinisikan sebagai apa saja yang

diketahui berkenaan dengan penerapan gizi seimbang. Hal tersebut dapat diperoleh

dari pengalaman lain, selain itu dapat juga diperoleh dari penyuluhan. Salah satu

faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gizi adalah kurangnya pengetahuan

akan hubungan makanan dan kesehatan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi

seseorang maka semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperoleh

untuk dikonsumsi. Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang

melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan dapat diperoleh

dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman diri seseorang. Tata cara

pemeliharaan kesehatan dan pengetahuan tentang gizi meliputi: pemilihan bahan-

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

bahan makanan yang bergizi bagi kesehatan, manfaat makanan bergizi bagi

kesehatan, pentingnya olah raga bagi kesehatan, penyakit-penyakit atau bahaya-

bahaya yang ditimbulkan dari kurangnya asupan zat gizi, pentingnya istirahat yang

cukup, rekreasi, relaksasi, dan sebagainya, bagi kesehatan (Arisman, 2007).

Pengetahuan tentang kadar gizi dan bahan makanan baik bagi kesehatan keluarga

dapat membantu ibu rumah tangga memilih bahan makanan yang harganya tidak

begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi. Pemanfaatan sumber daya keluarga

secara baik dan berdaya guna akan dapat membantu keluarga sehingga

memungkinkan keluarga yang berpenghasilan terbatas pun mampu menghidangkan

makanan yang cukup memenuhi syarat gizi bagi anggota keluarga (Khomsan, A.,

2004).

Pengaruh Pengetahuan gizi dalam proses persepsi, sikap dan perilaku orang

atau masyarakat untuk mewujudkan kehidupan dengan status gizi yang baik, sebagai

bagian dalam kesehatan jasmani dan rohani. Pengetahuan gizi memegang peranan

penting dalam menggunakan pangan yang tepat. Pengetahuan tentang gizi juga dapat

diperoleh melalui media cetak, media elektronik, serta ceramah-ceramah dikelompok

sosial. Kurangnya pengetahuan gizi mengakibatkan berkurangnya kemampuan dalam

menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu

penyebab terjadinya gangguan gizi. Pengetahuan bahan makanan perlu sebagai dasar

untuk menyusun hidangan. Selain dipengaruhi besarnya pendapatan. Pendapatan dan

kebiasaan makan memegang peran penting dalam konsumsi bahan makanan

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

penduduk. Semakin tinggi taraf ekonomi seseorang, pola konsumsi terhadap bahan

makanan bisa berubah (Suhardjo, 2002).

Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari

oleh pengetahuan. Dari hasil penelitian tentang hubungan tingkat pendidikan ibu dan

pengetahuan gizi tentang ASI dengan lama pemberian ASI di desa Pringtulis

Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara (2003), diketahui bahwa ibu dengan

pendidikan SLTA mempunyai pengetahuan gizi yang baik.

Peran ibu dalam merawat bayi dan anak menjadi faktor penentu, hal ini

dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi sangat penting sekali, hal

ini disebabkan untuk menciptakan generasi mendatang yang lebih baik, Masalahnya,

kesadaran akan pentingnya pemberian gizi yang baik kadang belum sepenuhnya

dimengerti. Ada orang tua yang sudah tahu akan gizi sehat, tetapi tidak peduli dan

ada juga yang belum tahu tetapi tidak rnencari tahu. Padahal seharusnya makanan

bergizi diperlukan semenjak ibu hamil sampai masa balita. Kebutuhan gizi yang tidak

sesuai dapat menyebabkan gizi kurang dan gizi buruk bahkan dapat menyebabkan

kematian pada anak balita. Pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi balita sangat

berpengaruh terhadap status gizi balita (Anonim, 2007). Menurut Depdikbud (1994)

dalam Munadhiroh (2009) pengetahuan gizi diartikan sebagai segala apa yang

diketahui berkenaan dengan zat makanan. Secara umum di negara berkembang ibu

memainkan peranan penting dalam memilih dan mempersiapkan pangan untuk

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

konsumsi keluarganya sehingga pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi jenis

pangan dan mutu gizi makanan yang dikonsumsi anggota keluarganya (Hardinsyah,

2007). Tingkat pengetahuan menentukan perilaku konsumsi pangan, salah satunya

melalui pendidikan gizi sehingga akan memperbaiki kebiasaan konsumsi pangan

dirinya dan keluarganya (Suhardjo, 2003).

Pengetahuan yang diperoleh ibu sangat bermanfaat bagi balita apabila ibu

tersebut berhasil mengaplikasikan pengetahuan gizi yang dimiliki (Farida, 2004).

Masalah gizi selain merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan

ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan

perilaku yang kurang mendukung perilaku hidup sehat. Pengetahuan sangat penting

dalam menentukan bertindak atau tidaknya seseorang yang pada akhirnya sangat akan

mempengaruhi status kesehatan anggota keluarganya (Depkes RI., 2007).

2.5 Tingkat Pendapatan Keluarga

Pendapatan masyarakat sangat rendah pada umumnya pengeluaran untuk

rumah tangga menjadi lebih besar dari pendapatannya sehingga pengeluaran

konsumsi saat itu tidak hanya dibiayai oleh pendapatan saja, tetapi juga menggunakan

sumber-sumber lain seperti tabungan dari waktu sebelumnya, menjual harta kekayaan

rumah tangga atau meminjam. Suatu ketika tingkat pendapatan menjadi cukup tinggi,

akan terjadi konsumsi rumah tangga sama besarnya dengan pendapatan.

Kecendrungan setiap individu dengan pendapatan yang tinggi akan meningkatkan

kualitas konsumsi makanan harga yang lebih mahal dengan kandungan nilai zat gizi

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

yang lebih baik. Untuk pendapatan yang rendah pemenuhan akan zat gizi menjadi

berkurang (Soekirman, 2006).

Peningkatan pendapatan menyebabkan pergeseran pola konsumsi pangan

masyarakat dalam waktu relatif singkat, masyarakat terutama perkotaan telah

mengenal dan cendrung meningkatkan konsumsi fast food, junk food, instan food

serta health food (fungsional food). Konsumsi polisakarida (khususnya beras dan

serat makanan) menjadi berkurang diikuti dengan meningkatnya konsumsi lemak,

gula dan garam (Sianturi, G. 2002).

Ketersediaan pangan merupakan suatu kondisi penyediaan pangan yang

mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan bagi

penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu, yang juga merupakan

suatu sistem yang berjenjang mulai dari nasional, propinsi, lokal dan rumah tangga.

Ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga harus selalu dijaga agar keluarga tetap

cukup kebutuhan pangannya, yang sekaligus akan berdampak positif terpelihara

kesehatannya karena kecukupan gizi keluarga selalu terjamin (Ilham, N., 2007).

2.6 Peran Petugas Kesehatan

Peran petugas kesehatan sangat dibutuhkan dalam melakukan penerapan gizi

dan kesehatan sehari-hari dimasyarakat. Adapun petugas kesehatan yang berperan

dalam masyarakat seperti; tenaga dari Puskesmas, tenaga yang ada dari masyarakat

itu sendiri seperti kader. Keaktifan tenaga Puskesmas, dimana tugas pokok

Puskesmas diantaranya adalah: pengobatan, kesehatan ibu dan anak, gizi, penyuluhan

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

dan lain-lain yang dapat menunjang tingkat gizi dan kesehatan dimasyarakat

(Kamarullah, M., 2005). Dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional,

khususnya dibidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip

bahwa masyarakat bukan sebagai objek, akan tetapi merupakan subjek dari

pembangunan itu sendiri. Pada hakekatnya kesehatan dipolakan mengikut sertakan

masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab, partisipasi masyarakat dalam

meningkatkan efesiensi pelayanan adalah atas dasar adanya operasional pelayanan

kesehatan masyarakat yang akan memanfaatkan sumber daya yang ada dimasyarakat

seoptimal mungkin untuk mencapai kesehatan lebih baik (Santoso, S., 2004).

Tenaga kesehatan di Puskesmas berperan sebagai pelaksana pelayanan

kesehatan. Dalam peran tersebut diharapkan agar tugas pokok dan fungsi (tupoksi)

tenaga kesehatan sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki.

Dijelaskan oleh Notoatmojo (2003) bahwa pendidikan dan keterampilan merupakan

investasi dari tenaga kesehatan dalam menjalankan peran sesuai dengan tupoksi yang

diemban. Selain itu, dalam peran sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di

Puskesmas, menurut Setyawan (2002) tenaga kesehatan merupakan sumber daya

strategis. Sebagai sumber daya strategis, tenaga kesehatan mampu secara optimal

menggunakan sumber daya fisik, finansial dan manusia dalam tim kerja. Sumber daya

fisik merupakan saran pendukung kerja sehingga tenaga kesehatan dapat menjalankan

perannya sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas dan dalam masyarakat

dengan optimal.

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

Peran petugas kesehatan lainnya yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat

untuk menolong dirinya dalam bidang masyarakat. Kegiatan pelayanan kesehatan

dari petugas kesehatan adalah dalam bentuk pendidikan, penyuluhan, dan konseling

dengan masyarakat pengguna pelayanan kesehatan. Ada 4 kualitas pokok yang

diperlukan petugas kesehatan adalah: 1). Kemampuan analitif, yaitu memahami

masalah kesehatan dan dapat mengenali bagian-bagian yang berkaitan dengan

perilaku kesehatan, 2). Memiliki sifat inovatif, yaitu selalu mencari dan menerapkan

cara-cara yang berdayaguna dan berhasil guna dengan bersumber daya dari

masyarakat itu sendiri, 3). Memahami interaksi antar masyarakat, yaitu adanya

pendekatan tokoh berpengaruh dalam masyarakat setempat yang berpengaruh positif

pada perubahan perilaku masyarakat sampai pada tingkat keluarga, 4). Rasa tanggung

jawab terhadap orang lain atau masyarakat dan mampu menciptakan kepercayaan

pada mayarakat terhadap petugas kesehatan (Budioro, B., 2007).

Menurut hasil penelitian dilakukan Handayani 2009, dimana sebagian besar

tenaga kesehatan berpendapat bahwa peningkatan pendidikan dan keterampilan

melalui pelatihan akan meningkatkan kinerja mereka secara individu dalam peran

sebagai pelaksana pelayanan kesehatan di Puskesmas. Proses pembelajaran

berkelanjutan pada petugas kesehatan di puskesmas didukung oleh kombinasi

individu, tantangan pekerjaan, relasi individu dengan lingkungan kerja (rekan kerja,

atasan, bawahan, pelanggan/pasien) maupun dengan anggota dari berbagai jaringan

formal dan informal sebagai contoh dengan petugas kantor kecamatan, tokoh

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

masyarakat. Gambaran proses pembelajaran yang berkelanjutan menurut Hall, (1996)

dalam Erkaningrum, 2002)

Hasil penelitian Eva pada tahun 2011, ternyata faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan yaitu umur, pendidikan dan pengalaman. Semakin cukup

umur, tingkat pematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir,

belajar dan bekerja sehingga pengetahuanpun akan bertambah. Semakin tinggi tingkat

pedidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi, sehingga banyak pula

pengetahuan yang dimiliki. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau

pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

Pendapat ini sesuai dengan keadaan di Desa Sumurgeneng wilayah kerja Puskesmas

Jenu Tuban bahwa setengahnya responden mempunyai pengetahuan yang baik

tentang gizi seimbang balita. Hal ini dikarenakan responden aktif dalam mencari dan

menerima informasi-informasi baru dari kader, bidan, dan sumber-sumber lain

tentang kesehatan dan gizi balita, sehingga wawasan responden semakin luas dan

pengetahuan tentang gizi seimbang balita semakin baik. Sedangkan sebagian kecil

responden mempunyai pengetahuan kurang tentang gizi seimbang. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh pendidikan yang diperoleh, selain itu tempat tinggal responden yang

ada dipedesaan sehingga menyebabkan kurangnya informasi yang didapat, sehingga

pengetahuan dan wawasan yang diperoleh lebih sempit terutama tentang gizi

seimbang yang di butuhkan balitanya.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

2.7 Kebiasaan Makan

Manusia memerlukan makanan agar dapat hidup sehat sehingga dapat

melakukan berbagai kegiatan atau pekerjaan selama hidupnya. Untuk itu diperlukan

berbagai jenis bahan makanan sesuai dengan daerah masing-masing yang dibagi pada

kultur budaya. Pemilihan makanan terpola sendiri yang ada dalam masyarakat dan

keluarga, antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, kelas sosial dan juga

menurut etnis, status perkawinan dan jumlah anggota keluarga (Hartini TNS et al,

2002). Kebiasaan makan umumnya dibentuk dan dipertahankan setiap individu atau

kelompok karena hal tersebut merupakan prilaku yang efektif, praktis dan bermakna

dalam suatu budaya tertentu. Namun masyarakat akan mengikuti pada orang yang

turut berpartisipasi dalam berbudaya dan berkarakteristik yang akan mempengaruhi

pemilihan asupan makanan. Pola-pola kultur akan membentuk keragaman pada

pemilihan kesukaan makanan sehingga seseorang akan muncul kecendrungan

mempertahankan sifat sensorik tertentu. Secara keseluruhan, variasi kultur pada

pilihan tingkat cita rasa bersifat spesifik terhadap jenis makanan yang disukai untuk

tetap dipertahankan (Notoatmodjo, 2007).

Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantang makanan tertentu masih

sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan. Larangan terhadap anak untuk makan

telur, ikan atau daging hanya berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan

hanya diwarisi secara dogmatis turun temurun, padahal anak itu sendiri sangat

memerlukan bahan makanan seperti guna keperluan pertumbuhan tubuhnya

(Sediaoetama, 2010). Status gizi anak dipengaruhi oleh kebiasaan makan, status

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

ekonomi, penggunaan sarana pelayanan kesehatan, faktor fisiologi, penyakit-penyakit

infeksi dan kegiatan fisik. Kebiasaan makan berperan penting dalam menentukan

tingkat status gizi individu maupun kelompok (McLaren, DS., 2002).

Hasil dari sebuah rangkaian proses dalam upaya membentuk kebiasaan makan

yang baik hendaknya dilaksanakan secara dini, hal tersebut akan membentuk pola

makan yang baik. Lingkungan sangat besar peranannya dalam membentuk kebiasaan

makan yang baik antara lain:

a. Menyediakan makanan yang bervariasi

b. Memberikan pengetahuan gizi

c. Menciptakan suasana yang menggembirakan saat makan

d. Menanamkan norma-norma yang berkaitan dengan dengan makanan

e. Menanamkan adab sopan santun saat makan.

Pola yang dianut dalam keluarga akan memengaruhi proses belajar anak yang

menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan

berlangsung selama hidupnya, hingga kebiasaan makanan dan susunan hidangan

dalam keluarga akan bertahan sampai ada pengaruh yang dapat mengubahnya

(Sumarwan, U., 2007).

2.8 Sosial dan Budaya

Peucicap dalam Budaya Aceh Masyarakat Aceh memiliki adat tersendiri

dalam memperlakukan anak yang baru lahir. Adat peucicap dan peutron bak tanoh

salah satunya. Adat peucicap ini biasanya dilakukan pada hari ketujuh bayi lahir,

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

yang disertai dengan cuko ok (cukur rambut) dan pemberian nama terhadap si bayi.

Acara peucicap dilakukan dengan cara mengoles madu pada bibir bayi disertai

dengan doa dan pengharapan dengan kata-kata agar si bayi kelak tumbuh menjadi

anak yang saleh, berbakti kepada kedua orang tua, agama, nusa dan bangsa. Selama

44 hari sejak lahir, ibu bayi banyak menjalani pantangan-pantangan, ibu bayi harus

tetap berada di kamar, tidak boleh keluar rumah (Hasjmi, 1983).

Faktor sosial budaya sangat berperan dalam proses terjaadinya masalah gizi di

berbagai masyarakat. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan kebiasaan makan

penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.

Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda terhadap pangan,

pola sosial kebudayaan berkaitan dengan suatu keluarga atau masyarakat dan

kebiasaan mengkonsumsi pangan, akan mempengaruhi berbagai cara untuk memilih

bahan pangan (Manners, 2002). Setiap keluarga mempunyai masalah gizi yang

berbeda-beda tergantung pada tingkat sosial ekonomi. Pada keluarga yang kaya dan

tinggal diperkotaan, masalah gizi yang sering dihadapi adalah masalah kelebihan gizi

yang disebut gizi lebih. Anggota keluarga mempunyai risiko tinggi untuk mudah

menjadi gemuk dan rawan terhadap penyakit jantung, darah tinggi, diabetes dan

kanker (Suhardjo, 2003).

Keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah atau sering disebut keluarga

miskin, umumnya sering menghadapi masalah kekurangan gizi yang disebut gizi

kurang. Pengaruh khusus dari lingkungan sosial, yang berdampak pada prilaku

makan, meliputi pada tekanan sosial dari teman dan keluarga, perilaku yang menjadi

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

model dan fasilitas sosial. Pengaruh sosial terdapat dalam aturan makan keluarga dan

kerap saling berinteraksi dalam menentukan pemilihan menu makanan yang lain.

Budaya dipandang sebagai determinan utama yang menentukan pemilihan makanan

pada manusia. Hal ini dapat dibuktikan dengan menunjukan bahwa tradisi,

kepercayaan dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat merupakan bagian dari faktor

utama sosial budaya yang memengaruhi kesukaan, cara menyiapkan, dan menyajikan

makanan (Syarif, H., 2004).

Perkembangan sosial budaya berhubungan kesehatan, merupakan konsep

yang terus menerus dianggap penting dalam riset kesehatan internasional (Halpern,

2005). Teori Bolin et all. (2003) tentang sosial budaya, mengungkapkan bahwa sosial

budaya merupakan faktor yang meningkatkan efisiensi produksi kesehatan. Artinya,

dengan sumber daya yang sama individu yang tinggal didalam komunitas dengan

modal sosial tinggi lebih sehat daripada tinggal di komunitas dengan modal sosial

rendah. Namun demikian penelitian empiris tidak memberikan hasil yang konsisten

tentang pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan. Semuanya ini berpengaruh pada

kondisi karakteristik daerah masing-masing. Sejumlah studi menemukan bahwa

modal sosial budaya mempunyai pengaruh positif bagi kesehatan individu.

Menurut Turner menyatakan bahwa kebanyakan budaya yang ada

dimasyarakat tercermin dalam kognisi dan asumsi tak diperiksa yang dirasakan

bersama (shared). Budaya merupakan fenomena yang sulit didefinisikan dengan

kaitanya makanan hampir selalu dipandang sebagai bagian utama budaya. Akan tetapi

budaya dipandang sebagai faktor utama yang mempengaruhi pemilihan makanan

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

tertentu. Kesukaan pada intensitas cita rasa tertentu terhadap makanan ditemukan

beragam antar budaya yang ternyata bergantung jenis dan bahan makanannya. Secara

keseluruhan variasi kultur budaya berpengaruh pada pemilihan tingkat cita rasa

bersifat spesifik terhadap bahan makanan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, variasi

budaya dimasyarakat sangat berpengaruh pada pemilihan makanan yang disebabkan

oleh pengalaman, kebiasaan makan, dan sikap seseorang terhadap makanan (Basha,

A., 2007).

Masyarakat Aceh banyak mengenal berbagai macam upacara, setiap upacara

identik dengan acara makan-makan yang seringkali berlangsung setelah acara

seremonialnya atau dinamakan dengan kenduri. Upacara yang tetap

berlangsung hingga saat ini masih dilakukan dalam masyarakat Aceh di antaranya

adalah: upacara turun ke sawah, upacara tolak bala, upacara perkawinan, upacara

kehamilan anak pertama, upacara kematian,dan lain-lain. Bagi kalangan masyarakat

Aceh, adat telah mendapat tempat yang istimewa dalam perilaku sosial dan

keagamaannya. Salah satu contoh adalah upacara sebelum dan sesudah kelahiran

bayi, banyak sekali rangkaian upacara-upacara adat yang akan dilaksanakan. Semua

itu erat kaitannya dengan adat istiadat Aceh dan juga tidak bertentangan dengan

kaedah-kaedah yang dianjurkan dalam ajaran Islam (Hasjmi, 1983).

Upacara turun tanah (peutron tanoh) diadakan setelah bayi berumur tujuh hari

atau 2 tahun. Dalam jangka waktu yang cukup untuk mempersiapkannya, lebih-lebih

anak pertama yang sering diadakan upacara cukup besar, dengan memotong kerbau

atau lembu. Pada upacara ini bayi digendong oleh seseorang yang terpandang, baik

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

perangai dan budi pekertinya. Upacara ini dilangsungkan di rumah tempat bayi itu

lahir. Dahulu persiapan-persiapan dan perlengkapan upacara dipersiapkan oleh nenek

dari pihak ayah. Pada saat sekarang semua persiapan akikah itu dipersiapkan oleh

ayah si bayi sendiri. Pihak sebelah ayah dan ibu, hanya dating menyertai pada saat

berlangsung upacara. Pelaksanaan upacara adat ini mendapat dukungan keluarga

keduabelah pihak baik dari keluarga suami dan istri (Alfian, 2000).

Setiap masyarakat Aceh cenderung mengembangkan pola dan sistem

pengendalian sosialnya masing-masing daerah secara khas yang disesuaikan dengan

kebiasaan-kebiasaan yang berlaku yang telah menjadi adat, norma-norma dan kaidah-

kaidah yang diformulasikan oleh setiap anggota keluarga sesuai dengan tempat

tinggal. Dengan banyaknya kecenderungan pola ini, maka semakin beragam pula

sistem pengendalian sosial dimasyarakat Aceh. Sebagaimana diketahui bahwa

kehidupan masyarakat Aceh pada umumnya banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai

agama Islam. Nilai-nilai agama islam disandingkan dengan adat istiadat asli sejalan

beriringan yang digunakan masyarakat Aceh dalam pengendalian sosial budaya

(Haviland, 2000).

2.9 Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap

anggota keluarga yang ini didukung dengan salah satu fungsi keluarga yaitu fungsi

perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care fuction), fungsi untuk

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

produktivitas tinggi. Peran keluarga sangat penting dalam tahap-tahap perawatan

kesehatan, mulai dari tahapan peningkatan kesehatan, pencegahan, pengobatan,

sampai dengan rehabilitasi (Setiadi, 2008). Dukungan sosial dan psikologis sangat

diperlukan oleh setiap individu di dalam setiap siklus kehidupan, dukungan sosial

akan semakin dibutuhkan pada saat seseorang sedang menghadapi masalah atau sakit,

disinilah peran anggota keluarga diperlukan untuk menjalani masa-masa sulit dengan

cepat Salah satu dukungan keluarga yang dapat di berikan yakni dengan melalui

perhatian secara emosi, diekspresikan melalui kasih sayang dan motivasi anggota

keluarga yang sakit agar terus berusaha mencapai kesembuhan (Niven, 2000).

Keluarga juga diartikan sebagai suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar

perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau

seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa

anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga

Support system (sistem dukungan). Dukungan keluarga memainkan peran penting

dalam mengintensifkan perasaan sejahtera, orang yang hidup dalam lingkungan yang

supportif kondisinya jauh lebih baik daripada mereka yang tidak memilikinya.

Dukungan tersebut akan tercipta bila hubungan interpersonal diantara mereka baik.

Ikatan kekeluargaan yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi

masalah, karena keluarga adalah orang memberikan motivasi dengan anggota

keluarga lain (Sudarman. U., 2008).

Motivasi merupakan dorongan, hasrat, keinginan, dan tenaga pergerak

lainnya, yang berasal dari dalam dirinya,untuk melakukan sesuatu. Motif itu memberi

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

tujuan dan arah kepada tingkah laku kita. Keluarga berfungsi sebagai sistem

pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga juga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga

merupakan suatu bentuk perhatian, dorongan yang didapatkan individu dari orang

lain melalui hubungan interpersonal yang meliputi perhatian, emosional dan penilaian

(Friedman, 2010).

Keluarga dipandang sebagai suatu sistem, jika terjadi gangguan pada salah

satu anggota keluarga dapat mempengaruhi seluruh sistem. Sebaliknya disfungsi

keluarga dapat pula menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan pada anggota

keluarga. Ada 4 jenis dukungan sosial keluarga, yaitu sebagai berikut:

a. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator informasi munculnya

suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti

yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, saran,

petunjuk dan pemberian informasi. Meberikan informasi oleh keluarganya tentang:

makanan yang sehat, menu seimbang untuk keluarga dan khususnya balita.

b. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan belajar

serta membantu penguasaan terhadap emosi, diantaranya menjaga hubungan

emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

kepercayaan, perhatian dan mendengarkan atau didengarkan saat mengeluarkan

perasaanya.

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit,

diantaranya keteraturan menjalani terapi, kesehatan balita dalam hal kebutuhan

makan dan minum, istirahat, dan terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan ini

juga mencakup bantuan langsung, seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,

modifikasi lingkungan maupun menolong pekerjaan pada saat membantu

mempersiapkan makanan dalam keluarga.

d. Dukungan penghargaan

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan

menengahi pemecahan masalah. Terjadi lewat ungkapan rasa hormat (penghargaan)

serta sebagai sumber dan identitas anggota keluarga, diantaranya adalah memberikan

penghargaan dan perhatian saat ibu rumah tangga mempersiapkan makanan dalam

keluarga.

Peran keluarga sangat besar dalam menjaga atau mempertahankan integritas

seseorang baik secara fisik ataupun psikologis. Keluarga merupakan orang yang

berada dalam keadaan stres akan mencari dukungan dari orang lain sehingga dengan

adanya dukungan tersebut, maka diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang

terjadi. Selain berperan dalam melindungi seseorang terhadap sumber stres, dukungan

keluarga juga memberikan pengaruh positif terhadap kondisi kesehatan seseorang.

Seseorang dengan dukungan keluarga dengan baik dapat mengatasi masalah lebih

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

baik (Sudarman, 2008). Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-beda dalam berbagai

tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus

kehidupan, dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai

kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi

keluarga. Faktor yang memengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial

ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau

pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan (Friedman, 2010).

2.10 Landasan Teori

Upaya peningkatan derajat kesehatan dan gizi anak dalam keluarga diperlukan

perilaku yang mendukung penerapan gizi seimbang supaya dilakukan dengan baik

terutama rumah tangga atau keluarga maka, perlu diperhatikan faktor-faktor yang

berhubungan dalam penerapan gizi seimbang pada anak umur 6-24 bulan, antara lain:

tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, kebiasaan makan

keluarga, sosial budaya makan, peran petugas kesehatan, dan dukungan keluarga.

Secara skema dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

Gambar 2.2 Landasan Teori

Sumber : Pendidikan dan konsultasi gizi, Supariasa, 2012

2.11 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan ibu

rumah tangga dalam penerapan gizi seimbang pada anak umur 6-24 bulan di

Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe sebagai berikut, variabel dependen

adalah ibu rumah tangga dalam penerapan gizi seimbang pada anak umur 6-24 bulan

dan variabel independen adalah tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pendapatan

Keluarga, peran petugas kesehatan, sosial budaya dan dukungan keluarga.

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Gizi

Penerapan Gizi Seimbang

Faktor Internal - Pendidikan ibu - Pengetahuan ibu - Kebiasaan makan - Kesukaan terhadap

jenis makanan tertentu

Peran Petugas Kesehatan

Faktor Eksternal - Tingkat pendapatan - Jumlah anggota keluarga - Sosial budaya - Ketersediaan pangan - Sanitasi makanan - Jarak tempat pelayanan

kesehatan

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Seimbang Anak 6-24 bulan

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Pendidikan Ibu

Pengetahuan Ibu

Pendapatan Keluarga

Peran Petugas Kesehatan

Penerapan gizi seimbang Pada anak umur 6-24 bulan

Sosial Budaya

Dukungan Keluarga