bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/48548/4/bab 2.pdf · 8 klasifikasi berdasarkan hasil...

25
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis. Penyakit ini termasuk penyakit infeksi menular dan dapat menyerang berbagai organ terutama paru-paru. TB juga dapat menyerang organ selain paru atau biasa dikenal ekstrapulmonary TB (InfoDatin, 2016). Berdasarkan laporan WHO 2013, sekitar 8,6 juta kasus pada tahun 2012 dimana 1,1 juta kasus adalah TB dengan HIV positif. Sekitar 75% terjadi di Afrika. Pada tahun 2012 diperkirakan ada 450.000 orang yang menderita TB-MDR dan 170.000 diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2012, kasus TB anak mencapai 6% diantara seluruh kasus TB secara global. Dan jumlah kematian pada TB anak sekitar 8% dari seluruh kasus kematian disebabkan oleh TB (KemenkesRI, 2014). Pasien dengan TB BTA positif dapat menularkan TB melalui percikan dahak yang dikeluarkannya. Hal tersebut bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal itu bisa terjadi karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB (KemenkesRI, 2014). Berdasarkan segi epidemiologi, kejadian penyakit merupakan hasil interaksi antara tiga komponen yaitu agent, host, dan environment. Pada sisi host, infeksi Mycobacterium tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang.

Upload: others

Post on 26-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri

Mycrobacterium tuberculosis. Penyakit ini termasuk penyakit infeksi menular dan

dapat menyerang berbagai organ terutama paru-paru. TB juga dapat menyerang

organ selain paru atau biasa dikenal ekstrapulmonary TB (InfoDatin, 2016).

Berdasarkan laporan WHO 2013, sekitar 8,6 juta kasus pada tahun 2012 dimana 1,1

juta kasus adalah TB dengan HIV positif. Sekitar 75% terjadi di Afrika. Pada tahun

2012 diperkirakan ada 450.000 orang yang menderita TB-MDR dan 170.000

diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2012, kasus TB anak mencapai 6%

diantara seluruh kasus TB secara global. Dan jumlah kematian pada TB anak sekitar

8% dari seluruh kasus kematian disebabkan oleh TB (KemenkesRI, 2014).

Pasien dengan TB BTA positif dapat menularkan TB melalui percikan dahak

yang dikeluarkannya. Hal tersebut bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil

pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal itu bisa

terjadi karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000

kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis

langsung. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan

menularkan penyakit TB (KemenkesRI, 2014).

Berdasarkan segi epidemiologi, kejadian penyakit merupakan hasil interaksi

antara tiga komponen yaitu agent, host, dan environment. Pada sisi host, infeksi

Mycobacterium tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

6

Pengidap HIV AIDS atau orang dengan status gizi yang buruk, lebih mudah

terinfeksi penyakit TB (InfoDATIN, 2016)

(WHO, 2017)

Gambar 2.1

Laporan TB WHO tahun 2016

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 minggu atau

lebih, dengan gejala tambahan berupa dahak bercampur darah atau batuk darah,

sesak nafas disertai badan lemas, nafsu makan dan berat badan menurun, serta

berkeringat pada malam hari tanpa disertai aktifitas fisik. Pada TB ekstra paru,

gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena (InfoDATIN, 2016).

Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:

dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji biologinya. Termasuk dalam

kelompok pasien ini adalah: 1. Pasien TB paru BTA positif, 2. Pasien TB paru hasil

biakan Microbacterium tuberculosis positif, 3. Pasien TB paru hasil tes cepat

Microbacterium tuberculosis positif, 4. Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara

bakteriologis, baik dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan

yang terkena, 5. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis

(KemenkesRI, 2014).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

7

Pasien TB terdiagnosis secara Klinis. Termasuk dalam kelompok pasien ini

adalah: 1. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks

mendukung TB, 2. Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun

laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis, 3. TB anak yang

terdiagnosis dengan sistim skoring (KemenkesRI, 2014).

Pasien TB juga diklasifikasikan menurut : a. Lokasi anatomi dari penyakit, b.

Riwayat pengobatan sebelumnya, c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat, d. Status

HIV Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit ada 2, 1) TB paru dan 2)

TB ekstra paru. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya: 1) Pasien

baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB

sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ dari 28

dosis). 2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah

menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini selanjutnya

diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu: a. Pasien kambuh:

adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan

saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis

(baik karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi). b. Pasien yang diobati

kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah diobati dan dinyatakan gagal

pada pengobatan terakhir. c. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost

to follow-up): adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up

(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat

/default). d. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir

pengobatan sebelumnya tidak diketahui. 3) Pasien yang riwayat pengobatan

sebelumnya tidak diketahui (KemenkesRI, 2014).

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

8

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan

pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR): resistan terhadap salah satu jenis

OAT lini pertama saja. 2) Poli resistant (TB-PR): resistan terhadap lebih dari satu

jenis OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.

3) Multi drug resistant (TB-MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin

(R) secara bersamaan. 4) Extensive drug resistan (TB-XDR): adalah TB-MDR yang

sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan

minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin

dan Amikasin). 5) Resistan Rifampisin (TB-RR): resistan terhadap Rifampisin

dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan

metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional). Klasifikasi pasien

TB berdasarkan status HIV: 1) HIV positif, 2) HIV negatif, 3) HIV tidak diketahui

(Kemenkes RI, 2014).

Pengobatan untuk pasien TB memiliki tujuan untuk menyembuhkan pasien,

memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup, mencegah terjadinya kematian

akibat kuman TB, mencegah terjadinya kekambuhan, menurunkan penularan, serta

mencegah terjadinya resistensi obat TB. OAT adalah komponen terpenting dalam

pengobatan TB. Penggunaan OAT harus dilakukan dengan adekuat dan harus

memenuhi beberapa prinsip pengobatan yaitu pertama pengobatan OAT harus

diberikan dalam bentuk paduan minimal empat macam obat untuk mencegah

terjadinya resistensi. Kedua diberikan dalam dosis yang tepat dan dikonsumsi

secara teratur. Ketiga pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup dan

dapat terbagi menjadi tahap awal serta tahap lanjutan (Kemenkes RI, 2014).

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

9

Obat anti tuberkulosis (OAT) dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu OAT

lini pertama dan OAT lini kedua. Obat-obat anti tuberkulosis yang termasuk dalam

obat lini pertama yaitu isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan etambutol

(E). Obat-obat ini memiliki efektifitas yang tinggi terhadap MTB. Selain itu obat-

obat tersebut memiliki efek samping yang banyak. Tetapi efek samping yang

ditimbulkan lebih rendah dibandingkan obat lini kedua. Sedangkan yang termasuk

dalam OAT lini kedua merupakan paduan dari beberapa golongan OAT. Golongan

yang pertama yaitu golongan OAT suntik / injeksi yaitu kanamycin (Km), amikacin

(Am), dan capreomycin (Cm). Golongan selanjutnya yaitu golongan

fluorokuinolon yang terdiri dari levofloksasin (Lfx) dan moksifloksasin (Mfx).

Golongan selanjutnya yaitu para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserine (Cs), dan

ethionamide (Etio). OAT lini kedua ini biasanya digunakan untuk pasien TB

dengan resistensi obat terutama MDR-TB (KemenkesRI, 2014).

(KemenkesRI, 2014)

Gambar 2.2

OAT Lini Pertama

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

10

(KemenkesRI, 2014)

Gambar 2.3

OAT Lini Kedua untuk TB MDR

2.1.1 TB-MDR

Penyakit TB sudah ada sejak lama, dan penggunaan obat anti tuberkulosis

selalu digunakan untuk penanganannya. Namun obat anti tuberkulosis sering

mengalami resistensi karena sering digunakan secara tidak tepat, melalui resep

yang salah, obat berkualitas rendah, dan pasien menghentikan pengobatan

sebelum waktunya atau tidak sesuai aturan. TB-MDR adalah suatu bentuk TB

yang terjadi akibat resistensi terhadap lebih dari 1 obat lini pertama terutama

isoniazid dan rifampisin. Isoniazid dan rifampisin merupakan obat lini pertama

paling kuat. TB MDR dapat diobati menggunakan obat anti tuberkulosis lini

kedua (WHO, 2018).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

11

(InfoDATIN, 2016)

Gambar. 2.4

Jumlah Kasus TB MDR di Indonesia Tahun 2009-2015

Hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi untuk

penderita TB-MDR. Pengobatan bergantung dari hasil uji resistensi dengan

menggunakan minimal 2-3 OAT yang masih sensitif dan obat tambahan lain

yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon (ofloksasin dan

siprofloksasin), aminoglikosida (amikasin, kanamisin dan kapreomisin),

etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin + asam klavulanat. Saat ini

paduan yang dianjurkan OAT yang masih sensitive minimal 2 – 3 OAT dari

obat lini 1 ditambah dengan obat lain (lini 2) golongan kuinolon, yaitu

Ciprofloksasin dosis 2 x 500 mg atau ofloksasin 1 x 400 mg (Kemenkes, 2014).

Program TB-MDR yang akan dilaksanakan saat ini menggunakan strategi

pengobatan yang standard (standardized treatment). Paduan obat TB-MDR

yang akan diberikan kepada semua pasien TB-MDR (standardized treatment)

adalah:

Panduan ini hanya diberikan pada pasien yang sudah terbukti TB-MDR.

Obat-obat diatas adalah kanamisin, etambutol, etionamid, lefofloksasin,

Km - E – Etho – Levo – Z – Cs / E – Etho – Levo – Z – C

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

12

pirazinamid dan sikloserine. Untuk obat kanamisin dalam sediaan injeksi

(DepKesRI, 2010).

(WHO, 2016)

Gambar 2.5

Penggolongan Obat TB

2.1.2 Levofloksasin, Etambutol, dan Pirazinamid

Etambutol adalah antibiotik yang besifat bakteriostatik, larut air, dan stabil

panas. Hampir semua MTB sensitif terhadap etambutol akan tetapi etambutol

tidak efektif untuk kuman yang lain. Etambutol akan menekan pertumbuhan

kuman tuberkulosis meskipun yang telah resisten terhadap isoniazid dan

streptomisin. Mekanisme kerjanya yaitu dengan cara menginhibisi arabinosyl

transferase sehingga mengganggu sintesis arabinose menjadi arabinogalactan

(komponen pada dinding bakteri) sehingga akan mengganggu pembentukan

dinding bakteri (Katzung, 2015).

Etambutol baik absorbsi jika diberikan secara oral dan didistribusikan

secara merata ke seluruh tubuh termasuk CNS. Bioavaibilitasnya jika diberikan

secara oral mencapai 80%. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu

2-4 jam setelah pemberian. Sekitar 10%-40% obat berikatan dengan protein

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

13

plasma. Sekitar 80% obat tidak di metabolisme dan diekskresikan melalui

ginjal (urin). Karena diekskresikan melalui ginjal maka pada pasien dengan

gagal ginjal harus dilakukan penyesuaian dosis (Katzung, 2015).

Efek samping yang ditimbulkan oleh etambutol yaitu penurunan

ketajaman penglihatan, ruam kulit, dan demam. Efek samping lain yaitu

pruritus, nyeri sendi, gangguan saluran cerna, malaise, sakit kepala, pening,

bingung, disorientasi, dan halusinasi. Efek samping yang terpenting adalah

optic neuritis yaitu berupa penurunan tajam penglihatan, hilangnya

kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapang pandang, dan skotoma

sentral maupun lateral. Terapi dengan etambutol juga menyebabkan

peningkatan kadar asam urat darah pada 50% pasien. Hal ini disebabkan karena

penurunan ekskresi asam urat melalui ginjal, efek samping ini mungkin

diperkuat juga oleh isoniazid dan piridoksin (Katzung, 2015).

Lefofloksasin merupakan salah satu obat antibiotik dari golongan

fluoroquinolon yang mempunyai aktivitas cukup baik terhadap bakteri MTB.

Lefofloksasin merupakan suatu L-isomer ofloksasin dan mempunyai aktivitas

antibakteri lebih besar dari pada ofloksasin. Antibiotik golongan

fluoroquinolon termasuk lefofloksasin dikenal relatif aman sehingga

penambahan obati ini sebagai antituberkulosis lini kedua akan sangat

membantu terutama bagi yang sudah resisten terhadap obat lini pertama.

Golongan fluoroquinolon tidak dapat diberikan sebagai pengobatan tunggal

karena akan cepat timbul resistensi terhadap MTB sehingga perlu

dikombinasikan dengan OAT lainnya (Murhananto, 2012).

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

14

Lefofloksasin termasuk obat golongan fluoroquinolon baru yang memiliki

daya antibakteri dengan spektrum luas, baik terhadap kuman gram negatif,

gram positif, serta kuman-kuman atipik. Lefofloksasin bekerja sebagai DNA-

gyrase inhibitor sehingga mengakibatkan kerusakan rantai DNA bakteri. DNA-

gyrase (topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh

bakteri untuk memelihara struktur superheliks DNA serta diperlukan juga

untuk replikasi, transkripsi, dan perbaikan DNA (Trevor et al, 2013).

Semua obat golongan fluoroquinolon termasuk levofloksasin di absorbsi

baik bila diberikan secara oral sehingga bioavaibilitasnya tinggi. Waktu puncak

(konsentrasi puncak) obat golongan fluoroquinolon mencapai serum adalah 1-

3 jam setelah pemberian secara oral. Makanan dapat memperpanjang waktu

konsentrasi puncak dari obat golongan fluoroquinolon. Obat golongan

fluoroquinolon mempunyai kemampuan untuk berpenetrasi ke seluruh jaringan

tubuh dengan sangat baik sehingga dapat didistribusikan ke seluruh organ

tubuh dengan sangat baik termasuk paru-paru. Volume distribusi dari obat ini

juga tinggi dengan konsentrasi di urin, ginjal, prostat, feses, empedu, makrofag,

dan neutrofil lebih tinggi dari pada di serum. Levofloksasin dapat

didistribusikan sampai ke dalam air susu ibu karena bioavaibilitasnya yang

tinggi. Lefofloksasin di eliminasi melalui ginjal via sekresi aktif tubular, maka

dari itu penurunan dosis diperlukan pada pasien yang menderita gagal ginjal.

Waktu paruh dari levofloasin sekitar 3-8 jam (Brunton et al, 2018).

Pirazinamid merupakan keluarga nikotinamid. Obat ini stabil dan sedikit

larut dalam air. Obat ini inaktif pada PH netral, tetapi pada pH 5,5 obat ini

menghambat basil tuberkel pada konsentrasi sekitar 20 mcg/mL. Obat ini

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

15

diserap oleh makrofag dan memiliki aktivitas terhadap mikrobakteri yang

berada dalam lingkungan asam lisisom (Katzung, 2015).

Pirazinamid bersifat bakterisid kuat untuk bakteri tahan asam yang berada

dalam sel makrofag. Pirazinamid menunjukkan aktivitas antibiotic secara in

vitro hanya pada pH sedikit asam, ini tidak menimbulkan masalah karena

pirazinamid membunuh basilus tuberculum yang terletak pada fagozom asam

di dalam makrofag (Katzung, 2015) Pirazinamid diubah menjadi asam

pirazinoat (bentuk aktif obat) oleh pirazinamidase mikrobakteri yang disandi

pleh pncA. Target spesifik obat ini belum diketahui, tetapi asam pirazinoat

mengganggu metabolism membrane sel mikrobakteri dan fungsi transpornya.

Resistensi mungkin disebabkan oleh gangguan penyerapan pirazinamid atau

mutase di pncA yang menghambat perubahan pirazinamid menjadi bentuk

aktifnya (Katzung, 2015).

Pirazinamid diabsorbsi baik dari saluran gastrointestinal dan terdistribusi

luas di seluruh tubuh, termasuk SSP, paru dan hati. Waktu paruh plasma

sebesar 9-10 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Obat diekskresikan

terutama melalui filtrasi glomerulus. Pirazinamid dihidrolisis menjadi asam

pirazinoat dan kemudian dihidroksi menjadi asam 5-hidroksipirazinoat

(Goodman & Gilman, 2012).

Senyawa induk dimetabolisasi oleh hati tetapi metabolitnya dibersihkan

oleh ginjal, karena itu pirazinamid perlu diberikan dengan dosis 25-35 mg/kg

tiga kali seminggu pada pasien hemodialysis dan mereka yang klirens

kreatininnya kurang dari 30 mL/menit. Pada pasien dengan fungsi ginjal

normal, digunakan dosis 40-50 mg/kg untuk rejimen pengobatan tiga atau dua

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

16

kali seminggu (Katzung, 2015). Efek samping lain pada pirazinamid adalah

mual dan muntah, demam obat dan hiperurisemia (pada 1-5%). Hiperurisemia

dapat memicu artritis gout akut (Katzung, 2015).

2.2 Hepar

2.2.1 Anatomi Hepar

Hepar merupakan organ terbesar di tubuh manusia setelah kulit. Organ

tersebut memiliki berat 1500gr dan menyumbang sekitar 2,5% dari berat badan

orang dewasa. Hepar terletak di bagian kanan atas rongga perut yang dilindungi

oleh costae 7–11 dan diagfragma. Sebagian besar hepar terletak pada regio

hipokondrium dextra dan meluas melintasi regio epigastrika sampai

hipokondrium sinistra. Permukaan atas hepar bersentuhan dengan bagian

bawah diagfragma yang memisahkan hepar dari pleura, paru-paru,

perikardium, dan jantung. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan

intraabdominalis (Snell dan Richard, 2012). Hepar secara anatomi dapat dibagi

menjadi 4 bagian, yaitu lobus dextra yang besar dan lobus sinistra yang kecil

dengan pelekatan ligamentum falciformis, serta lobus kaudatus dan lobus

kuadratus (Moore, et al, 2014).

Hepar menerima darah dari dua sumber yaitu arteri dan vena, pendarahan

arterial dilakukan oleh arteri hepatika yang bercabang menjadi arteri hepatika

dextra dan sinistra pada porta hepatika. Pendarahan vena dilakukan oleh vena

porta hepatis yang membawa darah dari seluruh traktus gastroinstentinal yang

berisi produk-produk digestive, kemudian darah masuk ke sinusoid hepar.

Darah arteri dan vena kemudian bergabung dan masuk ke dalam sinusoid,

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

17

kemudian masuk ke dalam vena sentral lalu ke vena hepatika dan berakhir di

vena kava inferior (Netter, 2011).

(Netter, 2011)

Gambar 2.6

Anatomi Hepar Manusia

2.2.2 Fisiologi hepar

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, menyumbang sekitar 2 persen

berat tubuh total, atau sekitar 1,5kg (3,3pon) pada rata-rata manusia dewasa.

Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yaitu struktur yang berbentuk

silindris dengan panjang beberapa millimeter dan berdiameter 0,8-2mm. Hati

manusia mengandung 50.000-100.000 lobulus. Hati merupakan sekumpulan

sel yang bereaksi secara kimiawi dengan laju metabolisme yang tinggi, saling

memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem

metabolisme yang lain, mengolah dan menyintesis berbagai zat yang diangkut

ke daerah tubuh lain, dan menyelenggarakan sejumlah besar fungsi

metabolisme lain (Guyton and Hall, 2016).

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

18

(Moore, Dalley, Agur, 2014)

Gambar 2.7

Vaskularisasi Hepar

2.2.3 Histologi Hepar

Hepar memiliki beragam fungsi yang kompleks, namun tidak banyak

spesialisasi yang ditemukan diantara sel-sel hepatosit. Hepatosit melakukan

beragam tugas metabolik dan sekretorik yang sama, satu-satunya fungsi hepar

yang tidak dilakukan oleh hepatosit adalah aktivitas fagosit oleh sel kupffer

yang melapisi bagian dalam sinusoid. Hepar tersusun atas unit-unit fungsional

yang dikenal sebagai lobulus, yaitu susunan jaringan berbentuk heksagonal

yang mengelilingi satu vena sentral dan dibatasi oleh vaskuler dan saluran

empedu, serta di setiap enam sudut luar lobulus terdapat tiga pembuluh: cabang

arteri hepatika, cabang vena porta hepatika, dan duktus biliaris (Sherwood,

2012).

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

19

(Gartner dan Hiatt, 2012)

Gambar 2.8

Histologi Hepar

Hepar memiliki sel yang tetap stabil pada kehidupan pasca-kelahiran

dalam kondisi normal, karena apabila bagian dari hati diangkat secara operasi

atau mengalami kerusakan, sel hepatosit dapat beregenerasi kembali dan

mengganti sel yang hilang untuk menjaga fungsi normal organ. Gambaran

histologi hepar terdapat sinusoid kapiler yaitu pembuluh darah yang tidak

beraturan dan berliku-liku, dengan diameter yang jauh lebih lebar, sinusoid

dapat memperlambat aliran darah. Hepar memiliki unit heksagonal yang

disebut lobulus hati, ditengah setiap lobulus terdapat satu vena sentral, dan sel

hepatosit di pinggirannya, jaringan ikat sekitarnya berisi kanal portal, juga

disebut area portal atau triad portal yang terdiri dari cabang arteri hepatik,

portal vena hepatik, saluran empedu, dan pembuluh getah bening. Hepar juga

mengandung makrofag yang disebut dengan sel kupffer yang ada di dinding

sinusoid bertugas untuk fungsi fagositosis (Eroschenko, 2012).

Hepar secara fungsional dapat dibagi menjadi tiga zona berdasarkan suplai

oksigen yang diterima. Zona satu yang mengelilingi trias porta dimana darah

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

20

teroksigenasi berasal dari arteri hepatik. Zona tiga terletak di sekeliling vena

sentral, dimana daerah ini merupakan daerah yang minim suplai oksigen,

sedangkan, zona dua berada di antara zona satu dan tiga (Savannah, et al,

2016).

(Kumar, 2016)

Gambar 2.9

Histologi Hepar Zona 1 (1), Zona 2 (2), dan Zona 3 (3).

Pewarnaan HE, 30x

Hepatosit jika dilihat di bawah mikroskop akan berbentuk polyhedral dan

berdiameter 20-30µm. Permukaan dari setiap hepatosit akan bersentuhan

dengan dinding sinusoid, space of disse, dan dengan permukaan hepatosit lain,

lalu antar hepatosit satu dengan yang lain dibatasi oleh ruang tubulus (duktus

canaliculi). Hepatosit jika dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya,

maka akan tampak bahwa hepatosit-hepatosit tersebut membentuk suatu unit

struktural yang disebut lobulus hepar, dikatakan satu lobulus hepar adalah satu

bentukan polyhedral ukuran 0,7 x 2 mm dengan triad porta di bagian tepi, serta

sebuah vena sentralis (Eroschenko, 2012).

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

21

(Gartner P, Hiatt J, 2012)

Gambar 2.10

Histologi Triad Porta

(Gartner P, Hiatt J, 2012)

Gambar 2.11

Histologi Lobulus Hepar

2.3 Histopatologi Hepar

Hepatosit adalah target utama ketika terjadi kerusakan pada hepar, karena hepar

tersusun atas hepatosit yang memiliki fungsi utama untuk metabolisme obat (Boyer,

et al, 2012). Secara morfologis luka hati dapat terwujud dalam bentuk hydropic

swelling dimana akan terjadi pembesaran sel yang biasanya terlihat pada cell injury.

Hal ini terkait dengan peningkatan permeabilitas membran plasma. Cell injury

disebut hydropic swelling atau degenerasi vakuol. Pada hydropic swelling

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

22

penampakannya menjadi pucat dan bengkak karena penumpukan cairan. Hydropic

swelling ini umumnya disebabkan karena gangguan metabolisme seperti hipoksia

atau toksisitas (Rojko, 1996).

Membran pompa ion bertanggung jawab terhadap pemeliharaan homeostasis

intraseluler, misal, kalsium, kalium, dan konsentrasi natrium dalam sel tersebut

bergantung pada persediaan Adenosine Triphosphate (ATP) yang cukup. Setiap

antigen kimia yang menghabiskan ATP, baik dengan mengganggu oksidatif

mitokondria dan fosforilasi, hal tersebut akan membahayakan integritas dari pompa

membran dan berisiko ke pecahnya sel. Na/K ATPase dalam sel membrane dapat

langsung dihambat oleh racun secara alami. Kegagalan pompa ion membrane sering

menyebabkan terjadinya pembengkakan sel yang disebut oncosis atau hydropic

swelling yang nantinya berkembang menjadi kematian sel (Rojko, 1996).

(Kumar, 2016)

Gambar 2.12

Gambaran hydropic swelling pada sel hepar

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

23

2.4 Kerusakan Sel Hepar

Kerusakan sel hepar atau hepatosit merupakan kerusakan awal dari hepar.

Kerusakan hepar dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya infeksi, trauma,

atau terkena pajanan zat toksik yang berbahaya seperti konsumsi obat-obatan yang

bersifat hepatotoksik. Kerusakan hepar dapat meliputi perubahan struktur hepar

yang dilihat dari segi histologi dan perubahan fisiologi hepar. Kerusakan sel

hepatosit yang disebabkan oleh pajanan zat toksik yang bersifat hepatotoksik

disebut dengan Drug Induced Liver Injury (DILI) (Kumar, et al, 2016). DILI

disebabkan oleh hepatotoksik melalui dua mekanisme yaitu hepatotoksisitas

intrinsik dan hepatotoksisitas idiosinkratik. Hepatotoksisitas intrinsik dapat

menyebabkan kerusakan hepatosit yang bergantung pada tinggi rendahnya dosis

obat, baik langsung karena obat atau metabolit dari obat itu sendiri, misalnya saja

bahan-bahan toksik industri, rumah tangga, ataupun lingkungan lainnya, sebagai

contoh adalah Carbon Tetracloride (CCl4). Hepatotoksisitas idiosinkratik

mayoritas merupakan obat-obatan. Mekanisme hepatotoksisitas idiosinkratik dapat

diklasifikasikan menjadi kategori metabolik dan imunologik (Ramachandran,

2009). Kategori Metabolik yaitu obat dimetabolisme menjadi produk metabolit

yang dapat berpotensi menjadi zat toksik, sedangkan kategori imunologik adalah

mekanisme yang melalui proses hipersensitivitas. Hepatotoksisitas intrinsik dapat

menyebabkan sel nekrosis hepatoseluler dengan sedikit inflamasi, sedangkan

hepatotoksisitas idiosinkratik dapat menyebabkan dominansi sel inflamasi (Kleiner,

2014).

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

24

2.5 Patofisiologi DILI

DILI diawali dengan bioaktivitas obat yang dimetabolisme menjadi metabolit

reaktif yang mampu berinteraksi dengan makromolekul seluler, seperti protein,

lemak, dan asam nukleat. Hal ini dapat menyebabkan disfungsi protein, peroksidasi

lipid, kerusakan Deoxyribose Nucleic Acid (DNA), reaksi imunologi, stres

oksidatif, disfungsi mitokondria, dan gangguan pembentukan ATP. Gangguan

fungsi seluler ini pada akhirnya dapat menyebabkan kematian sel dan gagal hati

(Loho, 2014). Obat yang dapat menyebabkan DILI adalah beberapa obat

antituberkulosis, mekanisme kerusakan sel hepar yang diakibatkan penggunaan

obat antituberkulosis diawali dari proses metabolisme obat tersebut. Pirazinamid,

etambutol, dan lefofloksasin dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 di hepar

memicu peningkatan aktivitas enzim sitokrom P450, sehingga metabolismenya

meningkat dan menyebabkan hasil metabolit meningkat (Singh, 2011).

Peningkatan dari kadar hydrazine akan memicu produksi Reactive Oxygen

Species (ROS) yang berlebihan, sehingga dapat menyebabkan homeostasis sel

hepar terganggu, hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada hepar seperti nekrosis

dan inflamasi (Li, et al, 2015). Hydrazine yang berlebihan dapat mengaktifkan

mediator inflamasi, seperti sitokin Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) oleh sel

kupffer yang menginduksi reaksi inflamasi di hepar (Legoh, et al, 2017).

2.6 Jahe Merah

2.6.1 Taksonomi Jahe Merah

Taksonomi tanaman jahe merah adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

25

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Marga : Zingiberis

Spesies : Zingiber officinale Roscoe

Varietas : Zingiber officinale Roscoe var. amarum

(Bermawie, 2010)

Gambar 2.13

Tanaman Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe.)

(Aryanti, 2015)

Gambar 2.14

Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Roscoe.)

(Aryanti, 2015)

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

26

2.6.2 Deskripsi Tanaman Jahe merah

Batang jahe merah merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100

cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan akar berwarna putih, kuning hingga

kemerahan dengan bau menyengat. Daun tanaman jahe menyirip dengan

panjang 15 hingga 23 mm dan panjang 8 hingga 15 mm. Tangkai daun berbulu

halus, bunga jahe tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan

panjang 3,5 hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm. Gagang bunga bersisik

sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan. Bibir bunga dan

kepala putik ungu. Tangkai putik berjumlah dua (Murhananto, 2012).

2.6.3 Kandungan Nutrisi Tanaman Jahe Merah

Tabel 2.1 Komposisi Nutrisi Jahe Merah

Constituents Value

Protein (g) 5.087 + 0.09 (5.98)

Fat (g) 3.72 + 0.03 (4.37)

Insoluble fibre (%) 23.5 + 0.06 (27.65)

Soluble fibre (%) 25.5 + 0.04 (30.0)

Carbohydrate (g) 38.35 + 0.1

Vitamin C (mg) 9.33 + 0.08 (10.97)

Total carotenoids (mg) 79 + 0.2 (92.96)

Ash (g) 3.85 + 0.61 (4.53)

Calsium (mg) 88.4 + 0.97 (103.02)

Phosphorous (mg) 174 + 1.2 (204.75)

Iron (mg) 8.0 + 0.2 (9.41)

Zinc (mg) 0.92 + 0.01 (10.74)

Copper (mg) 0.545 + 0.002 (0.641)

Manganese (mg) 9.13 + 0.01 (10.74)

(Gupta & Sharma, 2014)

Tabel 2.2 Kandungan Vitamin pada Jahe Merah

No Vitamin Kandungan (per 100 g)

1 Thiamine (B1) 0.025 mg

2 Riboflavin (B2) 0.034 mg

3 Niacin (B3) 0.75 mg

4 Panthenic acid (B5) 0.203 mg

5 Vitamin B6 0.16 mg

6 Folate (B9) 11 µg

7 Vitamin C 5 mg

8 Vitamin E 0.26 mg

(Gupta & Sharma, 2014)

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

27

2.6.4 Manfaat Jahe Merah

Rimpang jahe merupakan bagian utama yang dimanfaatkan sebagai bumbu

dapur dan obat herbal untuk beberapa penyakit. Rimpang jahe mengandung

beberapa komponen kimia yang berkhasiat bagi kesehatan. Jahe segar

digunakan sebagai anti muntah (antiematic), anti batuk

(antitussive/expectorant), merangsang pengeluaran keringat, dan

menghangatkan tubuh serta mempunyai efek antiinflamasi, antitumor, anti-

apoptosis, antimikroba dan efek hipokolesterolemi (Fathona, 2011).

Jahe merah memiliki manfaat antara lain untuk merangsang pelebaran

pembuluh darah sehingga darah mengalir lebih cepat dan lancar. Hal tersebut

menyebabkan tekanan darah menjadi turun. Komponen utama Jahe adalah

Gingerol yang bisa bersifat sebagai antikoagulan, yaitu mencegah

penggumpalan darah. Gingerol diperkirakan juga dapat membantu

menurunkan kadar kolestrol. Gingerol juga dapat memberikan efek

antiinflamasi melalui mekanisme menghambat aktivasi makrofag (Riduan,

2015).

Ekstrak jahe merah jika diminum dalam dosis rendah 0,2–2 mg/kg

menunjukkan efek analgesik dan anti-inflamasi sangat efektif, karena adanya

sinergisitas senyawa dalam ekstrak jahe merah. Bahkan ketika diberikan

kepada 8 volunter ternyata sangat efektif dalam mencegah mabuk laut

termasuk di dalamnya vertigo yang berhubungan dengan mabuk laut (Fathona,

2011).

Komposisi kimia jahe merah sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,

antara lain waktu panen, lingkungan tumbuh (ketinggian tempat, curah hujan,

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

28

dan jenis tanah), keadaan rimpang (segar atau kering), dan geografi. Rasa pedas

pada jahe berasal dari kelompok senyawa gingerol, yaitu fenol. Beberapa

senyawa kimia jahe, seperti gingerol, shogahol, dan zingerone memberi efek

farmakologi dan fisiologis seperti antiinflamasi, antioksidan, analgesik,

antikarsinogenik, non-toksik dan non-mutagenik meskipun pada konsentrasi

tinggi (Fathona, 2011).

Jahe merah aman sebagai obat herbal (Weidner dan Sigwart 2001 dalam

Amir A,2014). Hasil penelitian terhadap tikus hamil yang diberikan ekstrak

jahe merah secara oral tidak mempengaruhi kehamilan dan tidak menyebabkan

toksisitas sampai konsentrasi 100 mg/Kg. Walaupun dilaporkan juga beberapa

efek samping minor akibat konsumsi jahe seperti diare ringan atau reaksi alergi

ringan (Fathona, 2011).

Menurut Daryono, 2012, jahe memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai obat

batuk, peluruh keringat, pencegah mual, penambah nafsu makan,

menghangatkan badan, anti nyeri. Selain itu kandungan minyak atsirinya

mempunyai efek antiseptik, antioksidan dan mempunyai aktivitas terhadap

bakteri dan jamur.

2.6.5 Kandungan Fitokimia Jahe Merah

Jahe mengandung senyawa volatile yakni terpenoid dan non volatile yang

terdiri dari gingerol, shogaol, paradol, zingerone dan senyawa turunan mereka

serta senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol. Gingerol dan shogaol

merupakan kandungan utama senyawa flavonoid pada Jahe. Senyawa tersebut

mempunyai efek antioksidan yang dapat mencegah adanya radikal bebas dalam

tubuh dan juga mempunyai efek antiinflamasi yang dapat mencegah aktivasi

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/48548/4/BAB 2.pdf · 8 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat. Pengelompokan pasien dapat berupa: 1) Mono resistant (TB-MR):

29

makrofag, sehingga dapat menurunkan keluarnya mediator-mediator inflamasi

(Riduan, 2015) .

Jahe merah mempunyai kandungan 6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol

dan 6-shogaol yang lebih tinggi dibandingkan dengan jahe gajah yaitu sebesar

18.03, 4.09, 4.61, dan 1.36 mg/g sehingga banyak dikonsumsi masyarakat

sebagai bahan obat (Fathona, 2011). Data kandungan fitokimia rimpang jahe

merah yang sudah diketahui menurut Fathona pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Kandungan fitokima rimpang jahe merah dan Gajah (mg/g) Kandungan Jahe merah Jahe gajah

6-gingerol,

8-gingerol,

10-gingerol

6-shogaol

18.03 mg/g

4.09 mg/g

4.61 mg/g

1.36 mg/g

9.56 mg/g

1.49 mg/g

2.96 mg/g

0.92 mg/g (Fathona, 2011)

2.6.6 6-Gingerol

6-gingerol (1-[40-hydroxy-30-methyoxyphenyl] – 5 – hydroxy – 3 –

decanone) merupakan senyawa phenol alami pada tanaman dan merupakan

komponen utama pada jahe segar atau jahe yang belum diolah. 6-gingerol

memiliki beragam efek farmakologis, termasuk diantaranya ialah efek

antioksidan, anti-inflamasi, dan anti kanker (Fathona, 2011).

Gambar 2.15

Struktuk kimia 6-Gingerol