bab 2 sejarah palestina tahun 1917-1947 - … kedua bangsa tersebut adalah israel dan palestina....
TRANSCRIPT
BAB 2
SEJARAH PALESTINA TAHUN 1917-1947
Menelusuri sejarah suatu bangsa memerlukan keseriusan dalam menapaki
tiap peristiwa yang terjadi di tiap tahunnya, karena hal tersebut berpengaruh dan
memberi manfaat agar dapat memprediksi apa saja yang kelak terjadi di masa
depan. Menelaah kisah hidup dua bangsa yang hidup dalam satu wilayah secara
bersama dimana masing-masing dari kedua bangsa tersebut menaruh kecintaan
terhadap wilayah yang bernama Palestina. Kedua bangsa tersebut adalah Israel
dan Palestina. Kisah panjang kedua bangsa tersebut dimulai dari zaman nabi-nabi
terdahulu, dimana tidak ada yang menafikan bahwa salah satu peristiwa terbesar
dalam sejarah agama samawi setelah periode Zulkifli, Daud, dan Sulaiman adalah
berhasil direbutnya kota Yerusalem pada awal ke-6 Masehi. Kota Aeia yang telah
dikuasai pihak Romawi, akhirnya jatuh ke tangan muslimin pada zaman Khalifah
Umar bin Khatthab.23 Menelusuri perjalanan panjang sejarah Palestina dan Israel
sesudah berdirinya negara Israel pada tahun 1948, tidak terlepas untuk mengetahui
pula sejarah dan berbagai peristiwa yang mewarnai kedua bangsa tersebut di masa
sebelumnya.
2.1 Sejarah Palestina dan Yahudi Sebelum Pemerintahan Mandat Inggris
Bagi kaum Muslimin, sejarah Palestina di masa lalu berkaitan erat dengan
kisah penyebaran agama Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad yang hanya
membutuhkan waktu sepuluh tahun sehingga Islam menyebar ke berbagai penjuru
negara-negara Arab. Wilayah yang berhasil dikuasai oleh Islam membentang dari
daerah yang paling selatan yaitu di ujung Jazirah Arab, Yaman, hingga wilayah
Syam di utara. Pada tahun 1187, pemerintahan Islam menguasai Palestina.
Pemerintahan ini dipimpin oleh Sultan Abdul Hamid II dari Dinasti Turki Usmani
tahun 1878. Saat pemerintahannya tersebut, wilayah Palestina terbagi atas wilayah
administratif sub provinsi, yaitu Pertama, Sanjak Acre-Wilayah Beirut. Kedua,
Sanjak Balqa-Wilayah Beirut. Ketiga, Sanjak Yerusalem. Total penduduk saat itu 23Abu Aiman. Rahasia di Balik Penggalian Al-Aqsha. Jakarta: Ramala Books. 2007,52.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
11
adalah 440.000 orang dengan komposisi Muslim 387.200 orang-88%, Kristen
39.600 orang-9%, dan Yahudi 13.200 orang-3%.24 Penguasaan Islam ke berbagai
penjuru negara-negara Arab termasuk wilayah Palestina (Yerusalem), menjadi
salah satu factor yang membuat Islam dalam waktu singkat menjadi agama yang
mendominasi dunia hingga awal abad ke-20, yaitu pada saat jatuhnya khalifah
Usmani di Turki pada tahun 1924 M. 25
Sementara itu, menurut sumber resmi pemerintah Israel mencatat bahwa
sejarah bangsa Yahudi (The Jewish People) dimulai sejak 4000 tahun lalu dengan
tokoh utama Ibrahim (Abraham), Ishak (Issac), dan Ya’kub (Jacob), yang juga
dikenal dengan nama Israel. Adapun sejarah perjalanan Israel dibagi ke dalam 15
periode seperti yang disebutkan oleh sumber resmi dari pemerintah Israel yaitu
1.Masa Ibrahim (Abraham), Ishak (Issac), dan Ya’kub (Jacob) sekitar abad ke-17
SM., 2. Masa eksodus dari Mesir di bawah kepemimpinan Musa yang menetap di
“ Tanah Israel” yang dikatakan sebagai Land of Israel/ Eretz Israel sekitar abad
ke-13-12 SM., 3. Masa Kerajaan Saul, Daud (David) dan Sulaiman (Solomon).
Masa ini dimulai sekitar tahun 1020 SM. sampai 930 SM. Pada Sulaiman,
kejayaan bangsa Yahudi mencapai puncaknya. Hal ini ditandai dengan pendirian
“Kuil Sulaiman” (The Solomon Temple) di Yerusalem yang menjadi pusat
kehidupan keagamaan bangsa Yahudi, 4. Masa terpecah-belahnya Kerajaan
Daud-Sulaiman yakni menjadi sekitar 40 kerajaan. Di masa ini, Kerajaan
Babilonia menaklukkan Kerajaan Judah dan mengusir sebagian besar
penduduknya serta menghancurkan “Kuil Sulaiman” yang terjadi pada 586 SM.,
5. masa pengusiran pertama oleh Babilonia yaitu pada tahun 585-538 SM.
Pengusiran ini menandai dimulainya “persebaran kaum Yahudi” (The Jewish
Diaspora), 6. masa pendudukan Persia dan masa Hellenisme yang terjadi pada
tahun 538-142 SM., 7. masa Dinasti Hasmonean pada tahun 142-63 SM., 8. masa
kekuasaan Romawi pada tahun 63 SM.-313 M., 9. masa pemerintahan Byzantine
yaitu pada tahun 313-636 M., 10. masa pemerintahan Arab tahun 636-1099 M.,
11. masa pemerintahan Tentara Salib pada tahun 1099-1291 M., 12. masa
pemerintahan Mamluk tahun 1291-1516 M., 13. masa pemerintahan Usmani
24 H.E. Fariz Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, Jakarta,13 Januari 2009. Jakarta: Cendikiawan Marhaenis, 2009, 4. 25 Ibid.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
12
1517-1917 M., 14. masa pemerintahan Inggris pada tahun 1918-1948, dan
15.berdirinya negara Israel pada tanggal 14 Mei 1948. 26
Menelusuri sejarah Palestina lebih mendalam, bahwa Palestina adalah
nama untuk wilayah barat daya negeri Syam. Wilayah Palestina terletak di bagian
barat Asia dan bagian pantai timur Laut Tengah. Palestina terletak di titik strategis
penting karena dianggap sebagai penghubung antara benua Asia dan Afrika, di
samping sebagai pusat yang mempertemukan wilayah dunia Islam.27
Adapun nama klasik untuk sebutan wilayah ini (Palestina) adalah “wilayah
Kan’an”.28 Penamaan suatu wilayah biasanya memiliki asal usul yang unik.
Penamaan biasanya menggunakan nama suku yang bermukim di sana ataupun
peristiwa unik yang pernah terjadi di wilayah tersebut, dan lain sebagainya.
Pertama kali yang menduduki wilayah Palestina adalah bangsa Kan’an yang
merupakan pendatang dari Jazirah Arab pada tahun sekitar 2500 SM. Adapun
nama Palestina diambil dari salah satu bangsa-bangsa pelaut.29
Cikal bakal datangnya salah satu bangsa pelaut yang menjadi filosofis bagi
penamaan Palestina sampai saat ini adalah mereka datang dari daerah barat Asia
kecil dan wilayah Laut Ijah yang terjadi pada sekitar abad ke 12 SM. Nama
Palestina ditemukan dengan tulisan “PLST” dalam ukiran Mesir. Adapun
konsonan akhir “N”, ditambahkan untuk kata benda bentuk jamak. Pada saat itu,
bangsa pelaut tersebut bermukim di wilayah pesisir dan dengan cepat melakukan
asimilasi dengan bangsa Kan’an. Bangsa pelaut ini juga tidak banyak menyisakan
peninggalan-peninggalan yang berarti, kecuali memberikan nama saja yang
sampai saat ini masih terus dipergunakan untuk wilayah Palestina.
Batas-batas wilayah untuk Palestina pada zaman dahulu belum dikenal
secara konkret seperti setelah tahun 1947. Secara umum, ada hal yang konstan
mengenai wilayah Palestina yaitu bahwa Palestina tetap terletak di antara Laut
Tengah, Laut Mati, dan Sungai Jordan.30 Palestina telah menjadi wilayah yang
dihuni oleh manusia sejak Sebelum Masehi (SM). Sebagaimana dapat diketahui
26 Ellen Hirsch, Facts About Israel. Israel Information Center. 1996, 10-31. 27 Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press. 2002,13. 28 Ibid.,13. 29 Ibid. 30 Ibid.,14.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
13
dari hasil penemuan arkeologi yang membuktikan bahwa wilayah Palestina sudah
menjadi tempat berlangsungnya kehidupan manusia yang melalui fase-fase
kehidupan pertama yaitu ketika kembali pada tradisi pertanian. Para arkeolog
mengungkapkan fakta bahwa kota pertama kali yang dibangun dalam sejarah
manusia adalah kota “Ariha” (Jericho) yang terletak di timur laut Palestina. Kota
tersebut dibangun kira-kira pada tahun 8000 SM.31
Ada peninggalan purbakala yang mengindikasikan bahwa manusia sudah
mendiami wilayah Palestina sejak Zaman Batu (500-14.000 SM.) sebagaimana
yang diidentifikasi oleh Zaman Batu Pertengahan (14.000-8.000 SM.) bahwa ada
sesuatu yang dikategorikan sebagai bentuk kehidupan berperadaban yang dapat
disebut sebagai Peradaban An-Nathufiah. Yakni kehidupan ketika bangsa Kan’an
datang dari Jazirah Arab (2500 SM.) dalam jumlah besar sehingga membuat
mereka menjadi penduduk mayoritas di sana. Kemudian mereka membuat kota
yang tidak kurang dari 200 kota dan desa di Palestina, seserti kota-kota Pisan,
Alaolan, Aka, Haifa, Al Khalil, Usdudu, Bi’ru Alsaba’, dan Bethlehem.32
Kedatangan Nabi Ibrahim ke Palestina sekitar tahun 1900 SM. menjadi
tonggak sejarah terbitnya agama Islam di sana. Nabi Ibrahim tinggal di Palestina
dan mulai memainkan peran besar dalam penyebaran agama Islam. Keturunan
Nabi Ibrahim sampai kepada Nabi Ya’qub memiliki keturunan sebanyak 12 orang
yang merupakan keturunan yang dikenal dengan sebutan Bani Israel (Israel adalah
julukan yang ditujukan untuk Nabi Ya’qub). Awalnya mereka masih tinggal di
Palestina, namun mereka berhijrah (berpindah) ke Mesir dan mulai tinggal di
sana. Di Mesir, Bani Israel mengalami kekejaman dari raja-raja Fir’aun selama
berabad-abad sehingga kemudian Allah mengutus Nabi Musa pada abad ke 13
SM. untuk menyelamatkan mereka dari kekejaman Fir’aun. Bani Israel pun tidak
ikut dengan rombongan Nabi Musa untuk kembali ke daerah Palestina, sehingga
Allah menyebut Bani Israel sebagai kaum yang hina dan penakut. Sebagaimana
diabadikan dalam Al Quran perkataan Bani Israel yang enggan untuk ikut
rombongan bersama Nabi Musa yaitu ; “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinya selama-alamanya, selagi mereka ada di dalamnya. Karena itu, pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (QS. Al Maidah: 24)
31 Ibid.,13. 32 Ibid., 17-18.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
14
Nabi Musa kembali ke pangkuan Allah sebelum memasuki wilayah
Palestina. Generasi Bani Israel mulai tumbuh dan bangkit setelah 40 tahun
kemudian, dimana hal ini ditandai dengan keberhasilan Nabi Yusya’ bin Nun,
yang memegang kendali kepemimpinan tahun 1190 SM., menyebrangi sungai
Jordan dan berhasil menguasai daerah timur laut Palestina. Sejarah kepemimpinan
di Palestina berlanjut sampai datangnya Nabi Daud yang memegang kendali
kepemimpinan pada 1004 SM. dan berhasil memindahkan ibukota Palestina ke Al
Quds pada tahun 995 SM. Kerajaannya menguasai sebagian besar negeri Palestina
kecuali sebagian besar wilayah pesisir yang belum ditaklukkan.33 Kerajaan Nabi
Daud tetap berlanjut sampai 963 SM. lalu mulai digantikan oleh putranya,
Sulaiman, yang berlangsung hingga 40 tahun lamanya (963-923 SM.).
Pada masa dua kepemimpinan tersebut, Nabi Daud dan Nabi Sulaiman,
Palestina dapat dikatakan mencapai masa keemasanannya. Namun setelah
wafatnya Sulaiman, kerajaan mulai terpecah menjadi dua negeri yang terpisah.
Hal inilah yang menandai lahirnya kerajaan Israel yang terletak di bagian utara
Palestina (923-721 SM.) dan kerajaan Yahuda34 (923-586 SM.).35
Menurut terminologi Ensiklopedia Britanica, Kerajaan Israel disebut
sebagai kerajaan boneka. Kerajaan Israel semakin melemah kekuasaannya sampai
akhirnya dikuasai oleh bangsa Asyuria yang berada di bawah kepemimpinan Raja
Sarjun Kedua. Sementara itu, Kerajaan Yahuda tetap melangsungkan
pemerintahannya sampai tahun 586 SM. yang beribu kota di Al Quds. Tidak jauh
berbeda dengan kelemahan yang terjadi pada Kerajaan Israel, Kerajaan Yahuda
pun akhirnya melemah sampai jatuh ditaklukkan oleh Raja Fir’aun Mesir di
penghujung tahun 10 SM. Sejarah terus bergulir, hingga pada akhirnya Kerajaan
Yahuda jatuh di tangan orang-orang Babilonia yang dipimpin oleh Nebukadnezar
yang menghancurkan Al Quds dan sinagog (Haikal) serta membantai kurang lebih
40.000 orang Yahudi. Dengan peristiwa tersebut, berakhirlah kerajaan mereka
(Yahuda) pada tahun 586 SM.
Kerajaan Bani Israel hanya berkuasa tidak lebih dari 4 abad di wilayah
Palestina yang hanya memerintah di sebagian kecil wilayahnya dengan
33 Ibid., 20. 34 Cikal bakal dari kata Yahudi. 35 Op.Cit.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
15
pemerintahan yang secara umum lemah dan terpecah belah. Sementara itu,
keturunan bangsa Palestina yang terdiri dari keturunan Kan’an dan lainnya tetap
berada di kediaman mereka dan tidak berhijrah atau meninggalkan negeri tersebut
(Palestina).36
Memasuki fase Palestina di bawah pemerintahan Islam, diawali pada saat
Negara Byzantium di Romawi menguasai wilayah bagian timur Kerajaan Romawi
sejak tahun 394 SM. Kekuasaan Byzantium terus berlangsung sampai datangnya
ekspansi Islam pada tahun 15 H atau 636 M. di zaman khalifah Umar bin
Khathab. Pada saat itu, Islam mulai berekspansi ke seluruh penduduk Palestina,
sehingga penduduk Palestina memeluk agama Islam. Bahasa yang mereka
gunakan pun adalah bahasa Arab sebagai efek dari asimilasi penduduk Palestina
dengan kabilah-kabilah Arab yang datang dari Jazirah Arab dan membawa ajaran
Islam. Secara singkat, pemerintahan Islam di Palestina telah bertahan selama
kurang lebih 1.200 tahun sampai tahun 1917.37
Sementara itu, menelusuri bangsa Yahudi, yaitu bangsa yang berasal dari
nama Yehuda yang merupakan salah satu dari keturunan Yaqub. Daerah yang
didiami oleh keturunan Yehuda ini disebut Yehuda, yang terbentang dari Geba
sampai Bersyeba (Bibel 2 Raja-Raja 32: 8). Dalam perjanjian baru, daerah ini
disebut “Yudea” menurut nama Yunaninya.38
Bangsa Yahudi selama bernaung di bawah pemerintahan Mesir pada
waktu itu tersisih karena tidak mau luwes dalam pergaulan, bertetangga, dan
bermasyarakat. Mereka menutup diri dan membatasi waktu untuk ikut dalam
aktivitas kemasyarakatan. Setelah lama berada dalam kondisi yang
memprihatinkan, Nabi Musa (Moses) bisa membebaskan mereka dari cengkraman
raja Mesir yang terkenal bernama Fir’aun.39
Bangsa Yahudi yang ada sekarang ini bisa dibagi menjadi dua golongan,
yaitu Yahudi Semitik dan Yahudi Non Semitik atau yang disebut sebagai Yahudi
Ezkinaz. Masih banyak perdebatan di antara para sejarawan akan asal usul Yahudi
Semitik, meskipun banyak yang berpendapat bahwa Yahudi Semitik adalah
36 Op.Cit. 21-22. 37Op.Cit., 24. 38 Dr. M. Izzat Darouza, Mengungkap Tentang Yahudi. Surbaya: Pustaka Progresif. 1992, 15. 39 Ibid.,19.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
16
keturunan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim berhijrah dari kota Aur yang berada di
sebelah selatan Mesopotamia menuju ke Khurran di Syria.40 Nabi Ibrahim
berhijrah kembali ke bumi Kan’an41 sekitar tahun 2000 SM. Salah satu keturunan
dari Nabi Ibrahim adalah Yaqub yang juga seorang nabi. Nabi Ya’qub diberi gelar
Israel, sehingga keturunannya pun pada akhinya disebut sebagai Bani Israel.
Sehingga akhirnya Bani Israel berhijrah kembali ke Mesir sampai datangnya Nabi
Musa. Sampai pada akhirnya Nabi Musa mengajak Bani Isarel untuk keluar dari
wilayah Mesir karena terus menerus mengalami penindasan dari raja Fir’aun.
Sepeninggal Nabi Musa, datang kembali utusan Tuhan yaitu seorang Nabi
bernama Daud yang menduduki wilayah Palestina dari semenanjung Sinai dan
berhasil menguasai Yerusalem sekitar tahun 2000 SM. (namun belum sepenuhnya
menguasai seluruh daerah Palestina). Adapun pada masa pemerintahan Nabi
Sulaiman, keturunan Daud, kerajaan yang ada dibagi menjadi kerajaan-kerajaan
kecil. Di antara kerajaan-kerajaan yang ada tersebut, yang terkenal adalah
kerajaan Yahuda. Raja Nebukadnezar II dari Babilonia menyerbu kerajaan Yahudi
atau Isarel yang beribu kota di Yerusalem dan kemudian berhasil menghancurkan
Kuil Sulaiman sehingga bangsa Yahudi berpindah dari Yerusalem ke Babilonia.
Dari daerah inilah bangsa Yahudi menemukan konsep bumi yang dijanjikan dan
konsep bangsa pilihan Tuhan yang bisa melestarikan nilai-nilai dan persatuan
Yahudi.
Sementara itu, sebagian sejarawan lagi berpendapat bahwa bangsa Yahudi
pada hakikatnya adalah bangsa campuran antara berbagai unsur (mixed race) yang
dipersatukan oleh satu nasib dan watak. Di masa pengembaraan tersebut, Yahudi
juga membentuk suatu komunitas tersendiri, memiliki karakteristik tersendiri serta
menggunakan bahasa campuran antara bangsa klasik yang ada yaitu bahasa Syria,
Akadian, dan Punisia.42 Adapun dasar yang melandasi pola pikir dan tingkah laku
Yahudi tidak lain adalah ajaran Talmud, yaitu pedoman rahasia yang tidak
diketahui dengan pasti, kecuali oleh mereka sendiri. Oleh karena itu, posisi agama
40 William Gay Carr, Yahudi Menggenggam Dunia. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. 2006,16. 41 Sebutan bagi wilayah Palestina saat itu. 42 Op.Cit. 17
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
17
Yahudi sebagai agama samawi telah cenderung berubah menjadi suatu organisasi
rahasia. 43
Dari kilasan fakta yang terlihat di atas, dapat dinilai bagaimana sepanjang
sejarah yang ada, bangsa Yahudi telah mengendalikan suatu koordinasi rahasia
yang berpedoman pada ajaran yang mereka yakini, yaitu Talmud. Mereka
menyusun rencana rahasia untuk mewujudkan konsep dan cita-cita bumi yang
dijanjikan Tuhan tersebut untuk mereka. Yahudi juga memiliki keyakinan bahwa
bangsa lain hanyalah ‘Goya’ atau sering disebut sebagai ‘Gentiles’ yang berarti
bangsa lain adalah bangsa yang diciptakan Tuhan untuk kepentingan mereka saja,
sebagaimana Tuhan telah menyebut mereka sebagai bangsa pilihan Tuhan.44
Perjalanan sejarah berlanjut sampai pada tahun 160 M, saat Palestina dan
wilayah lainnya dikuasai oleh kerajaan Romawi. Herod Agung (40-4 SM) yang
saat itu berkuasa, membangun kembali istana dan Kuil Sulaiman (Solomon
Temple) yang saat itu sudah diluluhlantakkan oleh Raja Nebukadnezar.
Kepemimpinan Herod Agung yang cukup memberikan kebebasan kepada bangsa
Yahudi sangat bertolak belakang dengan sikap kepemimpinan setelah Herod
Agung berkuasa, yaitu Titus yang berkuasa pada 77 M. Raja Titus mengeluarkan
peraturan yang melarang orang Yahudi untuk berdiam di Yerusalem dan
berkunjung ke Kuil Sulaiman.45 Beberapa abad kemudian, Islam yang dibawa
oleh orang-orang dari Arab berekspansi ke wilayah Palestina. Bangsa Arab
menduduki Palestina sampai awal abad ke 20.
Adapun latar belakang bangsa Yahudi non Semitik atau yang biasa disebut
sebagai Yahudi Ezkinaz merupakan mayoritas dari Yahudi yang ada sampai saat
ini. Rekam sejarah dimulai pada abad pertama Masehi, saat itu sejumlah orang
berdarah Turki Mongolia meninggalkan negeri mereka. Mereka menuju arah barat
Asia dan melintasi daerah yang terletak di utara Laut Kizwin dan Laut Mati.
Mereka membentuk sebuah kerajaan besar yang dinamakan Kerajaan Kojar. Pada
awalnya orang-orang yang berada dalam kekuasaan Kerajaan Kojar tersebut
menganut kepercayaan animisme, namun kemudian mereka cenderung kepada
agama Yahudi baru yang telah mengalami beberapa perubahan oleh para tokoh-
43 Op.Cit. 17-18. 44 Op.Cit. 19. 45 Comto’s Pictured Encylopedi vol.VVII, 412.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
18
tokoh Yahudi pada masa penindasan Raja Nebukadnezar II dan penguasa
Babilonia sesudahnya.46
Kerajaan Kojar akhirnya dapat dikalahkan oleh bangsa Slavia yang telah
melalui proses pertempuran antara kedua belah pihak yaitu pada tahu 965 M.
Adanya penindasan atas bangsa Slavia membuat bangsa Yahudi melarikan diri ke
luar negeri. Ada sebagian mereka yang melarikan diri dan akhirya hidup di
bawah pemerintahan Rusia. Orang-orang yang melakukan pelarian diri ini
membentuk kelompok masyarakat bawah tanah yang kemudian sering
memprakarsai timbulnya kekacauan atau tindak pembunuhan di Rusia.47 Adapun
sebagian yang lain melarikan diri ke Eropa Timur dan Amerika Serikat.
Pada akhirnya, Yahudi non Semitik atau Yahudi Ezkinaz ini yang
mengklaim bahwa wilayah Palestina adalah hak sejarah yang sah bagi Yahudi.
Padahal ketika kita menelusuri sejarah yang terdahulu, sangat terlihat bahwa
bangsa Yahudi menguasai Palestina hanyalah sebentar dan bukanlah menguasai
seluruh wilayah Palestina melainkan hanya satu kota beserta desa sekitarnya saja.
Namun, hingga saat ini yang banyak memasuki wilayah Palestina bukanlah
penduduk asli, karena sejatinya mereka hanyalah pendatang yang bermigrasi dari
penjuru dunia lain dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan orang yang
berdarah Yahudi Semitik. Ada alasan yang mampu menjawab mengapa mereka
tidak disebut sebagai Yahudi Semitik, yaitu karena ada suatu konsep yang
menyebutkan bahwa orang Yahudi tidak mengikuti keyahudian seseorang kalau
garis keturunan dari pihak ibunya bukanlah Yahudi. Sebagai contoh, tokoh agama
tertinggi di Haifa menolak untuk menikahi seorang perwira Angkatan Udara Israel
dengan Ghalia ben Gurion, yaitu cucu dari ben Gurion, karena ibunya (Ghalia)
beragama Kristen. Oleh karena itu, alasan yang dipegang oleh tokoh agama itu
adalah bahwa tidak ada bukti yang bisa menunjukkan bahwa Ghalia adalah
seorang Yahudi.48
Berdasarkan paparan yang disampaikan di atas, tampak bahwa tapak tilas
sejarah yang dialami oleh bangsa Yahudi adalah gambaran awal perjalanan
panjangnya yaitu mulai dari beberapa kali mengalami pengusiran dari wilayah
46 William Gay Carr, Yahudi Menggenggam Dunia. Jakarta: Pustaka Al Kautsar. 2006, 21. 47 Ibid. 48 Ibid,. Mengutip dari Koran Le Monde, 1968.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
19
yang didudukinya, mengalami masa dimana penduduknya terpaksa berdiaspora ke
seluruh belahan bumi yang lain sampai akhirnya mampu menduduki wilayah
Palestina kembali. Sementara itu, ketika menelusuri sejarah Palestina sebagai
salah satu negara Arab, terwujud nyata sebagai bangsa yang juga mulai terjajah
yaitu saat Palestina jatuh ke dalam pengusaan Inggris pada tahun 1915- 1916.
2.2. Kondisi Palestina Selama Pemeritahan Mandat Inggris (Tahun 1917-
1948)
Kondisi Palestina dan Israel yang berkembang dari tahun 1917 sampai
dengan tahun 1947 akan dimulai dengan menelusuri periode waktu satu tahun
sebelumnya yaitu di tahun 1916 tepatnya dari 14 Juli 1915 sampai dengan 10
Maret 1916. Syarif Hussein sebagai perwakilan dari negara-negara Arab dan
Henry McMahon sebagai perwakilan dari Inggris keduanya melakukan perjanjian.
Hussein, sebagai tokoh agama yang paling senior, bernama lengkap Al Hajj Amin
Al Husaini. Ia adalah seorang mufti Yerusalem yang diangkat oleh Inggris dalam
menghadapi tantangan dari tumbuhnya gerakan nasionalis sekular Palestina,
otoritas asing, dan gerakan Zionis.49 Dalam perjanjian ini, dicapai sebuah
kesepakatan. Di satu sisi, Hussein berjanji untuk menarik para tentara dan
menyudahi perlawanannya dari Dinasti Turki Usmani. Sementara itu, Inggris juga
menjanjikan (disamping juga untuk mencapai kemenangannya) akan mendukung
kemerdekaan negara-negara Arab. Dalam janji McMahon, Hussein sebenarnya
melihat adanya pengaruh sekuler yang nampak dari para Nasionalis Syria ketika
dia menginginkan “tidak ada perbedaan antara Muslim dan orang Kristen Arab,
mereka adalah sebagian dari bagian yang lain.” Selain itu, pemakaian kata “Arab”
atau “Negara Arab” tidak dilihat oleh Hussein dan para Nasionalis Syria sebagai
bagian dari populasi yang ada di Mesir, Afrika Selatan dan yang paling
memungkinkan adalah bagian utara Arab dan Nejed.50
Inggris secara sengaja menerapkan politik tidak transparan dan tidak
mendefinisikan komitmen-komitmennya. Hussein berusaha untuk menekan
Inggris agar lebih definitif dalam menentukan batas wilayah Negara Arab yang di
49 John L. Esposito. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Jakarta.1995, 28. 50 Yahya Armajani, Middle East Past and Present. New Jersey: Prentice-Hall.1970, 293.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
20
usulkan.51 Pada dasarnya Hussein memahami bahwa dirinya tidak dapat
mengubah negara-negara Arab yang berada dalam penjajahan, namun Hussein
tetap berusaha untuk menjaga wilayah Arab daerah barat yaitu Allepo, Homs, dan
Damaskus (yang saat ini menjadi Lebanon). Kemudian tercapailah sebuah
kesepakatan untuk mempercepat deklarasi revolusi dan membicarakan hal-hal
yang masih ambigu tersebut setelah perang. Pada tanggal 16 Juni 1916, Syarif
Hussein mendeklarasikan revolusi di Hijaz secara transparan bersekutu dengan
Inggris.52
Pejabat Inggris banyak memberikan janji yang bertentangan terhadap
mitranya, antara lain melalui penukaran surat pada tahun 1915 dan 1916. Sir
Henry Mc Mahon, Komisaris Tinggi Inggris di Mesir, memberi janji tertentu
kepada Syarif Hussein di Mekah. Persetujuan Sykes-Picot pada 3 Januari 1916
antara perunding dari Perancis-Francois Georges Picot dan dari Inggris-Mark
Sykes menuju negara-negara Arab sebagai perebutan dari Dinasti Usmani.53
Perjanjian tersebut cukup mengombang-ambing kedudukan Palestina yang pada
akhirnya berisikan suatu keputusan bersama dan menyebabkan Palestina kembali
berada pada posisi terjajah oleh bangsa lain. Hasil dari perjanjian tersebut adalah
bahwa tidak ada negara Arab dan wilayah Palestina akan dilepaskan melalui
Inggris.
Pada tahun 1917, di tengah-tengah berlangsungnya Perang Dunia Pertama,
persekutuan Amerika dan Inggris berhasil mengalahkan poros Jerman dan Turki.
Di masa itu, Turki adalah penguasa wilayah- wilayah Islam dan menyandang
nama Kekhalifahan Usmani. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris, Balfour,
menjanjikan kepada bangsa Yahudi untuk mendirikan tanah air bagi mereka di
Palestina. Janji ini merupakan imbalan atas bantuan orang-orang Yahudi Zionis di
seluruh dunia terhadap Inggris dan Amerika selama Perang Dunia Pertama dalam
melawan Jerman dan Turki. Perang Dunia Pertama memberi dampak yang cukup
signifikan bagi posisi dan kondisi Palestina. Yaitu Palestina dan Yordania jatuh ke
dalam kekuasaan Inggris; Syria dan Lebanon jatuh dalam kekuasaan Perancis; dan
51 Dr. Muhsin Muhammad. Shaleh .Palestina: Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press. 2002, 41. 52 Ibid. 53 Ensiklopedia Tematis Dunia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Houeve.1995, 9.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
21
Libya jatuh ke kekuasaan Italia. Maka sejak saat itu, yakni pada tahun 1917
mulailah muncul masalah Palestina.54
2.2.1 Deklarasi Balfour dan Pengaruhnya
Permasalahan yang berdampak pada kondisi yang tidak kondusif bagi
Palestina dan berdampak signifikan bagi terealisirnya tahapan cita-cita Israel
dimulai pada 2 November 1917. Pada saat itu, muncul Deklarasi Balfour yang
memuat deklarasi dari Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour55,
kepada Presiden Federasi Zionis Inggris, Lord Rothschild. Deklarasi itu telah
disetujui oleh Kabinet Inggris. Adapun teks Deklarasi Balfour adalah sebagai
berikut :
“His majesty’s Government view with favour the establishment in Palestine of a national home of Jewish people, and will use their best endeavours to facilitate he achievement of this object, it being clearly understood that nothing shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing non-Jewish communist in Palestine or the right and political status enjoyed by Jews in any other country.” (“Pemerintah Inggris menyetujui didirikannya sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina, dan berusaha sebaik-baiknya untuk melancarkan pencapaian tujuan ini, setela dipahami secara jelas bahwa tidak akan dilakukan sesuatu yang dapat merugikan hak-hak sipil dan hak-hak keagamaan komunitas Yahudi yang ada di Palestina, atau hak-hak dan status politik yang dinikmati oleh bangsa Yahudi di setiap negeri lain.”)56
Deklarasi Balfour ini sebenarnya adalah jasa para tokoh Zionis. Salah satu
yang paling berjasa dalam memprakarsai deklarasi ini adalah Dr. Chaim
Weizmann, seorang ahli kimia yang merupakan dosen di Universitas Manchester.
Weizmann dikenal sebagai tokoh Zionis yang menekankan aspek “penciptaan
fakta” di lapangan, agar migran Yahudi mampu diserap lebih banyak di Palestina.
Pada frase terakhir dalam Deklarasi Balfour tersebut, terlihat secara
implisit ketakutan yang ditutup-tutupi oleh Yahudi anti Zionis yang melihat
bahwa solusi dari permasalahan Yahudi adalah bersatu dari pada melepaskan diri
dan tidak menginginkan bahwa penciptaan negara untuk Yahudi hanyalah
prasangka belaka atas status nasionalisme terhadap negeri kelahiran mereka.
“Rumah kesatuan” pada kalimat pertama sudah dipahami oleh kaum Zionis,
54 M. Riza Sihbudi & Achmad Hadi. Palestina: Solidaritas Islam dan Tata Politk Dunia Baru. Jakarta: Pustaka Hidayah .1992, 103-104. 55 Seorang negarawan Inggris yang memasuki parlemen mewakili Partai Konservatif pada tahun 1874. Kemudian Balfour bertukar kedudukan menjadi ketua Majelis Bangsawan dalam parlemen pada tahun 1919 dan mewakili Inggris dalam Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920. 56 Adian Husaini. Pragmatisme Dalam Politik Zionis Israel.Jakarta: Khairul Bayan. 2004, 13.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
22
mungkin juga telah dipahami oleh Balfour, yang memiliki makna “Negara
Kesatuan”.57
2.2.1.1 Pengaruh Bagi Yahudi
Deklarasi Balfour secara tidak sengaja mendukung pendirian suatu
bangsa Yahudi.58 Dalam Deklarasi Balfour, Pemerintah Inggris menyatakan
dukungan sepenuhnya atas “sebuah rumah nasional” bagi orang-orang Yahudi di
Palestina. Dengan ketentuan bahwa tindakan yang demikin itu tidak akan sampai
merusak ataupun merugikan segala kepentingan penduduk asli yang telah
bermukim sebelumnya di daerah tersebut. Semetara itu, para pemimpin Zionisme
harus dapat mengumumkan deklarasi ini sebagai suatu tanda diterimanya
pemikiran pembentukan “sebuah Negara Yahudi” dari yang sebelumya
merupakan wilayah Palestina59.
Sementara itu, tidak lama setelah terbitnya Deklarasi Balfour tepatnya
pada 11 Desember 1917, pasukan Inggris di bawah pimpinan General Allenby
berhasil memasuki kota Yerusalem. Ribuan sukarelawan Yahudi bergabung dalam
pasukan Allenby ini. Penulis Yahudi seperti Solomon Grayzel menyebut
Deklarasi Balfour dan masuknya pasukan Allenby bersama sukarelawan Yahudi
ke Yerusalem itu sebagai “tanda-tanda akhir pengasingan bangsa Yahudi dari
tanah airnya”. Setelah Deklarasi Balfour dikeluarkan, kaum Zionis Yahudi mulai
melakukan aksi nyata dengan mendirikan Hebrew University pada 24 Juli 1918
dengan mengambil lokasi di Mount Scopus, tempat di mana Titus menaklukkan
Yerusalem pada tahun 69 M. dan memerintahkan untuk menghancurkan bangsa
Yahudi. Aksi nyata ini dimaksudkan sebagai simbolisasi dari kembalinya spirit
Yudaisme ke tanah air mereka.60
Adapun Jacob Katz61 mencatat bahwa pengaruh dari Deklarasi Balfour
dalam opini di kalangan masyarakat Yahudi luar biasa besarnya. Dukungan yang
bersemangat muncul di mana-mana bahkan di banyak negara digelar berbagai 57 Yahya Armajani, Middle East Past and Present. New Jersey: Prentice- Hall.1970, 299. 58 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 26. 59 R. Garaudy. The Case of Israel, a Study of Political Zionism. Jakarta: Gema Insani Press. 1985,
24-25. 60 Soloman Grayzel. A History of The Jews. New York: Meridian.1968, 615. 61 Jacob Katz (1904-1998), seorang sejarawan Yahudi yang membuat kurikulum yang digunakan oleh sekolah-sekolah di Israel.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
23
demonstrasi dan bendera Inggris dikibarkan bersama-sama dengan bendera
Zionis. Sementara itu, laporan Komisi King-Chane kepada Presiden Wilson pada
12 Juni 1919, menyebutkan bahwa “di sini ada pemukim yang sudah lebih dahulu
ada, yaitu orang-orang Nasrani dan Muslim62 yang tidak begitu berminat bahkan
amat menentang setiap upaya untuk menegakkan kedaulatan Yahudi di daerah
mereka. Adapun Arthur Koestler menggambarkan dengan tepat apa yang
diungkapkan dalam Deklarasi Balfour: “Suatu bangsa menjanjikan sebuah negara
kepada bangsa kedua yang sebenarnya milik bangsa ketiga.”63
Sejak diumumkannya Deklarasi Balfour yaitu pada tahun 1917, ada
sekitar 600.000 orang Arab di Palestina dan kira-kira 60.000 orang Yahudi.64
Secara jelas masih terlihat bahwa penduduk Arab Palestina menjadi mayoritas
dibandingkan dengan orang Yahudi. Namun, angka populasi penduduk Arab
Palestina berangsur-angsur berubah di tahun-tahun berikutnya setelah Deklarasi
Balfour diumumkan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Deklarasi Balfour
sesungguhnya adalah awal yang sangat membuka pintu bagi tercapainya cita-cita
Israel dalam mendirikan negara yang merdeka di wilayah Palestina.
2.2.1.2 Pengaruh Bagi Palestina
Bagi Palestina, Deklarasi Balfour adalah awal bagi kemunduran
pertahanan penduduk Palestina yang mulai terjajah di negerinya sendiri. Sejak
diumumkannya Deklarasi Balfour sampai hampir setahun kemudian, pasukan
Inggris berhasil menguasai dan menjajah Palestina bagian utara yaitu pada
September 1918. Inggris juga mampu memasuki dan menjajah timur Jordan,
Suriah, dan Lebanon pada bulan September-Oktober 1918.65
Inggris yang saat itu menguasai Palestina seakan bertindak
sekehendaknya sendiri. Inggris menyakinkan pihak Perancis untuk menggagalkan
upaya membawa masalah Palestina ke dalam masalah internasional yang bisa 62 Sejak tahun 636 M, orang Yahudi telah dilarang untuk tinggal di Yerusalem. Hal ini menyesuaian pada Perjanjian Alia, yang ditekan oleh Khalifah Umar bin Khaththab dan tokoh Kristen Palestina, Patrriach Shafarniyus. Dalam teks Perjanjian Alia itu berbunyi : “Wa laa yuskanu bi iliyaai ma’ahum ahadun minal yahuud”, yang bisa diterjemahkan sebagai berikut : “Tidak diizinkan seorang pun dari Yahudi untuk tinggal bersama penduduk Yerusalem.” 63 R. Garaudy. Israel dan Praktek-Praktek Zionisme. Bandung: Pustaka. 1988, 142. 64 Op.Cit, 26-27. 65 Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press. 2002, 45-46.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
24
terlihat dalam perjanjian diantara mereka, Perjanjian Sykes-Picot. Inggris juga
melegalkan kekuasaannya atas Palestina setelah keluarnya Resolusi PBB tanggal
24 Juli 1922 dan sebelumnya Inggris juga memberlakukan undang-undang
pemerintahan militer di Palestina hingga akhir Juni 1920, kemudian berubah
menjadi pemerintahan sipil. Sangat terlihat ada upaya kaum Zionis dalam
melakukan negosiasi terhadap Inggris yaitu disaat pengangkatan Komisaris Tinggi
Inggris di Palestina(1920-1925), Herbert Samuel, yang bertugas untuk
merealisasikan proyek-proyek Zionis di Palestina selama 5 tahun dari masa
jabatannya tersebut.
Pada tahun 1929, Yahudi mendirikan perwakilan Yahudi yang
bertanggung jawab terhadap persoalan Yahudi di Palestina. Orang-orang Yahudi
yang bermigrasi secara perlahan mulai membangun banyak lembaga-lembaga
ekonomi, sosial, dan pendidikan yang besar untuk membangun infrastruktur yang
kuat bagi negara Yahudi di masa depan. Berdirilah perseriktan buruh dan
Universits Ibrani di kota Al-Quds yang dibuka tahun 1925.66
Pengaruh yang ditimbulkan dari Deklarasi Balfour untuk Palestina
tidaklah sedikit. Orang-orang Palestina di negerinya sendiri dilarang untuk
membangun lembaga-lembaga konstitusional dan pemerintahan, serta sistem
sentralisasi kekuasan pun ada dibawah kendali pemerintah Inggris. Dari sisi
kependudukan, terlihat cukup signifikan yaitu ketika banyak para pejabat yang
merupakan pro-Zionis mendukung upaya keturunan Yahudi yang ada di negeri
lain untuk bermigrasi ke Palestina. Awalnya mereka hanya 8% dari populasi di
Palestina, namun lambat laun pengaruh dan bendungan arus migrasi Yahudi tidak
dapat terelakkan lagi, sehingga orang-orang Yahudi pun mampu mendominasi
secara perlahan di wilayah Palestina.
Deklarasi Balfour bagi Yahudi dan Palestina tentunya memiliki pengaruh
yang sangat bertolak belakang. Dengan Deklarasi Balfour, sebenarnya membuat
pengaruh yang cukup kuat bagi Yahudi untuk semakin mempercepat langkah
dalam merealisasikan cita-cita nya yaitu untuk mendirikan negara Israel di
wilayah Palestina. Sementara itu, orang-orang Palestina menjadi terkungkung
keadaannya karena adanya pendudukan dan penjajahan Inggris sebagai satu-
66 Ibid, 49.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
25
satunya kekuatan imperialis yang cukup lama berkuasa yaitu mencapai 31 tahun.
Bagimanapun mandat Inggris atas Palestiana dinilai sebagai benih munculnya
konflik Arab- Israel.67
2.2.2 Migrasi Yahudi ke Palestina
Migrasi merupakan aspek yang cukup menonjol ketika membahas
persoalan Israel dan Palestina. Dengan migrasi, orang-orang Yahudi ada dan
cakap dalam beraktualisasi secara dinamis di wilayah yang merupakan tanah
kelahiran bangsa Palestina. Migrasi Yahudi ke Palestina menjadi persoalan yang
menarik untuk dibahas, karena akan banyak hal yang dapat menjawab apakah
bukti gerakan Yahudi cukup efektif dalam merealisir cita-cita mereka.
Menurut sejarah, di hari-hari sebelum hancurnya Haikal Sulaiman dan
jauh sebelum Zionisme muncul, orang-orang Yahudi membicarakan untuk
membuat Aliya yang bermakna “bangkit”. Dalam masa-masa diaspora Yahudi ke
seluruh penjuru dunia, Aliya lah yang selalu memiliki angka yang signifikan
dalam migrasi ke wilayah Palestina dan ini merupakan penamaan asli untuk
Zionis yang bermigasi ke tanah Israel.68 Periodesasi arus imigran Yahudi ke
Palestina terjadi dalam 5 kali periode, yaitu tahun 1880, 1905-1914, 1919-1924,
1924-1929, 1930-1939.
2.2.2.1 Tahun 1880
Gelombang Aliya pertama datang dari Rusia tahun 1880. Terinspirasi oleh
publikasi dari Leo Pinsker, tokoh pendiri Zionis, yang dinamakan Auto
Emansipasi, perserikatan kaum Zionis di Rusia menyebutnya Chovezai Tzion
“Pecinta Zionis” yang dimulai dengan migrasinya para pelajar Palestina.69
Menurut Max J. Dimont dalam bukunya yang berjudul Kisah Hidup Bangsa
Yahudi, gelombang pertama yang datang dari migran Yahudi ke Palestina adalah
para pedagang untuk mencangkul tanah.
Sementara itu, masih banyak Yahudi di tempat lain yaitu mulai pada tahun
1880, masih ada komunitas Yahudi di banyak tempat. Mereka ada di 173 kota
67 Noorman Atniks. Jerusalem. United States of Amerika: APA Publications 1992, 48. 68 Ibid, 61. 69 Ibid.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
26
namun jumlah mereka tidak terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu (Yahudi
membuat 3% populasi di kota New York, Amerika Serikat).70 Dalam melakukan
proses “kepulangan” menuju ke Palestina, orang-orang Yahudi terbangkitkan
semangatnya oleh ide-ide yang terdapat dalam buku maupun publikasi dari para
tokoh Zionis. Buku yang diterbitkan antara tahun 1860-1900 M., yang pertama
mulai dari buku yang bersifat ramalan, berjudul Rome and Jerusalem, merupakan
buku Yahudi yang sarat makna dan ditulis pada tahun 1860 oleh Moses Hess
(1812-1875).71 Dalam buku tersebut, pemikiran Moses Hess sangat terpengaruh
oleh Spinoza yang pada tahun 1841 terinspirasi untuk mendirikan United States of
Europe yang bercita-cita kaum humanistik bergabung dengan kaum sosialis.
Demikian Moses Hess memandang bahwa sosialisme adalah cita-cita
humanitarian, ia tidak menginginkan adanya perjuangan kelas sebagaimana yang
diusung oleh paham materialis komunis. Dengan ide-ide yang dimilikinya, Moses
Mess membayangkan bahwa Zionisme akan mempengaruhi para pemimpin
gerakan di masa mendatang. Moses Hess juga menganjurkan untuk bangsa
Yahudi pulang ke Palestina yang merupakan pusat spiritual bagi Yahudi yang
terdiaspora.
Berbeda sedikit dengan apa yang disampaikan oleh Noorman Artiks, Max
Dimont memaparkan bahwa pada tahun 1880-an intelektual-intlektual mulai
bertemu dengan para motivator Zionis, seperti Rabbi Samuel Mohilever (1824-
1898) yang mencetuskan bergeraknya gelombang migrasi ke Palestina. Mohilever
mendirikan sebuah organisasi gerakan politik yang disebut Lovers of Zion. Satu
bagian penting dalam anggaran dasarnya bahwa menghendaki pembelian tanah di
Palestina bagi anggota-anggotanya dan slogannya “On to Palestina” yang bergema
di dalam pikiran orang Yahudi di Rusia dan Polandia.72
Demikianlah, bahwa arus gelombang migrasi pertama menjadikan Yahudi
mulai berangsur-angsur pindah menuju Palestina dengan didasari oleh ide-ide
yang tercetus oleh para pecinta Zion.
70 Peter I. Rose. The Study of Society.New York: Random House.1967, 422. 71 Max Dimont. Kisah Hidup Bangsa Yahudi. Jakarta: Masaseni. 2002, 346. 72 Ibid, 347.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
27
2.2.2.2 Tahun 1905- 1914
Gelombang kedua migrasi Yahudi ke Palestina dimulai pada tahun 1905
sampai dengan tahun 1914. Terepresentasikan dengan kedatangan migran Yahudi
dari Rusia setelah revolusi yang terjadi di tahun 1905 yang terlihat dengan
banyaknya Yahudi bermigrasi ke Amerika Serikat. Didasari oleh kepercayaaan
bahwa migrasi adalah membuka jalan untuk menuju keemasan. Minoritas kecil
pun bermigrasi ke Jerusalem dan Palestina dan semuanya didasari oleh idealisme
dan pergerakan yang cukup banyak.73
Olim, yang mendarat antara tahun 1905 sampai dengan 1914 menjadi
sangat diperhitungkan sebagai founding father atau penemu negara Israel74.
Dalam jangka waktu 9 tahun, para migran Yahudi telah membangun banyak
tempat-tempat penting yang sangat mendukung percepatan gerak Zionis Isarel
dalam menguasai Palestina secara perlahan. Tempat-tempat penting tersebut
meliputi sekolah-sekolah, perusahaan dan institusi politik.
Pasca pecahnya Perang Dunia Pertama pada tahun 1914, terlihat banyak
orang Yahudi yang hidup di luar tanpa tempat tinggal. Hal tersebut menjadi alasan
yang menguatkan orang Yahudi untuk bergerak ke Palestina. Secara otomatis,
gelombang Aliyah Yahudi mengurangi jumlah orang Arab yang ada di Palestina.
2.2.2.3 Tahun 1919- 1924
Pada gelombang Aliyah ketiga yang dimulai pada tahun 1919 terjadi
peningkatan jumlah migran yang cukup dramatis yaitu mencapai 35.000 orang
Yahudi yang berasal dari Eropa Timur. Banyak di antaranya adalah korban dari
ketidaksepakatan gagalnya Revolusi Boulsevik dan mengharapkan cita-cita
mereka dapat terwujud yaitu mendirikan negara Israel. Cita-cita itu secara
perlahan dapat terakomodir dengan keluarnya Deklarasi Balfour yang
diratifikasi75 oleh Liga Bangsa-Bangsa76. Oleh karena itu, cita-cita kaum Zionis
73 Op.cit, 61. 74 Op.Cit. 75 Proses adopsi perjanjian internasional atau konstitusi maupun dokumen yang bersifat nasional lainnya (seperti amandemen terhadap konstitusi) melalui persetujuan dari tiap entitas kecil di dalam bagiannya. 76 Op. Cit.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
28
mulai menunjukkan kemajuan yang pasti dengan dilegalkannya cita-cita tersebut
oleh hukum internasional.
Menurut Max Dimont, pada gelombang ketiga (1918-1924) datang orang-
orang muda, para entrepreneur serta para spekulator dan memulai pergerakannya
dengan membangun kota-kota, mendirikan industri-industri, mengorganisir
angkatan bersenjata dan mendirikan institusi pendidikan di wilayah Palestina.
Pada tahun 1922, Palestina mencakup 45.000 mil persegi yang menampung
750.000 jiwa. Dari 750.000 jiwa tersebut, 650.000 orang merupakan Arab di
Palestina dan terdapat lebih dari 100.000 orang Arab yang bernomaden dari
padang pasir dan sebagian kecilnya merupakan para effendi atau buruh-buruh tani
yang hidup tidak lebih baik dibandingkan dengan budak-budak yang ada di Eropa.
Sementara itu, dalam sumber lain disebutkan bahwa gelombang Aliyah
ketiga yang berlangsung dari tahun 1919 sampai dengan tahun 1923 membawa
sekitar 10.000 Olim atau migran Yahudi.77
2.2.2.4 Tahun 1924- 1929
Gelombang migrasi Yahudi ke wilayah Palestina semakin meningkat
dalam setiap periodenya. Pelarian diri Yahudi non Semitik yang tertekan di
Polandia berjumlah sekitar 68.000 orang Yahudi merupakan awal dalam
gelombang migrasi keempat yang berlangsung antara tahun 1924-1929.78
Sementara itu, sebelas tahun setelah tahun 1920 di antara periodesasi gelombang
Yahudi ketiga dan keempat, rata-rata ada sekitar 10.000 Yahudi yang memasuki
wilayah Palestina sampai mereka menguasai angka seperenam dari total populasi
yang ada di Palestina; tiga perempatnya tinggal di kota dan seperempatnya tinggal
di lahan yang mereka olah, di mana para sosialis bereksperimen untuk mengolah
lahan pertanian dengan para brigade buruh yang berkembang saat itu .79
2.2.2.5 Tahun 1930 -1939
Gelombang Aliyah kelima berlangsung selama sembilan tahun yaitu mulai
pada tahun 1930 sampai dengan tahun 1939. Bersamaan dengan munculnya Hitler
77 C.C. Hell. Middle East Pattern. United States of America: Westview Press. 1995, 242. 78 Norman Atkins. Jerusalem. United States of Amerika: APA Publications. 1995, 61. 79 Andrew Sinclair. Jerusalem: The Endless Crusade.Great Britain: Century. 1970, 223.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
29
yang memberi dampak Inggris membatasi imigrasi Yahudi selama dan pasca
Perang Dunia Kedua dan hal tersebut terus berlangsung sampai dengan
didirikannya negara Israel pada tahun 1948 yang para migrannya berstatus sebagai
migran ilegal atau yang disebut “Aliya Bet”. 80
Setelah tahun 1932, terdapat 105.000 orang Yahudi yang memasuki
Palestina. Selama tahun tersebut, tingkat populasi Yahudi menjadi tiga dari
sepuluh populasi yang ada di Palestina.81 Dengan demikian, tiap periode
gelombang migrasi yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi menunjukkan bahwa
dalam setiap periodenya pasti ada peningkatan jumlah migran di Palestina. Hal
tersebut membuat Yahudi semakin yakin dalam membuat spekulasi bahwa lambat
laun Palestina dapat dikuasai dan cita-cita mereka pun akan terwujud nyata.
2.2.3 Pergolakan Penduduk Palestina Pasca Migrasi Yahudi
Migrasi Yahudi memberi dampak yaitu terciptanya dinamika terhadap
jumlah penduduk Palestina. Migrasi Yahudi selama beberapa periode
menggunakan berbagai cara sehingga cita-cita dan tujuannya dapat terelisasi.
Salah satunya adalah dengan melakukan loby terhadap pihak Inggris. Selama
Inggris memegang kekuasaan di Palestina (1917-1948), Inggris telah
mengizinkan orang Yahudi dari berbagai penjuru dunia untuk pindah secara
besar-besaran ke Palestina.82
Pada tahun 1919, orang Yahudi di Palestina hanya berjumlah kurang lebih
35.000 orang. Sementara itu, pada tahun 1932 orang Yahudi jumlahnya
meningkat menjadi 105.000 orang. Tidak hanya membesarkan jumlah angka
migran yang datang, orang Yahudi juga mulai membeli tanah-tanah Palestina dari
orang-orang Arab yang selama ini tidak diperkenankan untuk dijual, yaitu selama
masa pemerintahan Dinasti Turki Usmani.
Dengan perbedaan kebijaksanaan yang ada dan sangat berpengaruh
tersebut, orang-orang Palestina pun mulai bangkit untuk melawan segala bentuk
intervensi yang dilakukan oleh Yahudi terhadap Inggris selama memerintah di
80 Op.Cit. 81 Andrew Sinclair. Jerusalem: The Endless Crusade. Great Britain: Century. 1970, 224. 82 M. Riza Sihbudi & Achmad Hadi. Palestina: Solidaritas Islam dan Tata Politik Dunia Baru.
Jakarta: Pustaka Hidayah .1992, 118.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
30
wilayah Palestina. Secara berturut-urut, bangsa Palestina mengadakan
perlawanan pada tahun 1921, tahun 1929 yaitu ketika kaum Yahudi mengakui
tembok Al Barraq sebagai miliknya dari sisa kuil Sulaiman, tahun 1933, serta
perlawanan dahsyat yang berkobar pada tahun 1936 hingga tahun 1939 dengan
mengerahkan kekuatan seluruh masyarakat untuk melawan pendudukan Inggris
dan para pengungsi Yahudi.83
Berbagai kesulitan muncul dari waktu ke waktu. Antara pemukim Yahudi
dengan penduduk setempat, khususnya dalam masalah pembelian tanah,
persaingan dagang, pertikaian buruh dan perampokan. Pertikaian buruh semakin
meningkat setelah terjadinya gelombang Aliyah kedua yang membawa banyak
pionir muda yang berusaha “menaklukkan” kesempatan kerja di pemukiman
khusus Yahudi.84
Kesempitan dan kesulitan yang dialami oleh bangsa Palestina pasca
Perang Dunia Pertama serta keterpurukan yang dialami oleh negara-negara Arab
karena penjajahan Inggris yang terus berlangsung bukan membuat benteng
pertahanan bangsa Palestina melemah, tetapi justru semakin menguat. Adapun
latar belakang mereka yaitu menginginkan tanahnya bisa kembali serta mereka
bisa hidup merdeka tanpa penjajahan. Oleh karena itu, beberapa pergolakan pun
mulai muncul. Adapun tuntutan-tuntutan definitif yang menjadi konsentrasi
bangsa Palestina yaitu pertama, penghapusan janji Balfour yang sangat
bertentangan dengan keadilan atas ha-hak bangsa Palestina. Kedua, penghentian
arus imigrasi Yahudi. Ketiga, penghentian penjualan tanah kepada Yahudi.
Keempat, pendirian pemerintahan nasional Palestina dengan dipilih oleh
parlemen yang menjadi representatif aspirasi rakyat.85
Dengan dasar-dasar tuntutan tersebut, lahirlah pergerakan nasional
Palestina. Pergerakan nasional Palestina ini mengadakan muktamar untuk pertama
kalinya pada tanggal 27 Januari-10 Februari 1919. Adapun hal yang dibahas
dalam muktamar ini adalah bahwa bangsa Palestina menolak untuk memecahkan
83 H. Salim Basyarahli. Impian Yahudi dan Kedudukannya Dalam Al Qur’an. Jakarta: Gema Insani
Press 1991, 84. 84 Jacob Katz. Zionisme: Sejarah, Pertumbuhan dan Perkembangan. Surabaya: Pustaka Progresif.
1997, 137. 85 Dr.Muhsin Muhammad Shaleh. Palestina: Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press. 2002, 50.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
31
persoalan pembagian negeri Syam yang terlihat lebih mementingkan penjajah.
Dalam muktamar tersebut juga membahas bahwa Palestina adalah bagian dari
Suriah (negeri Syam) dan meminta untuk memerdekakan Suriah untuk masuk ke
dalam kesatuan negara-negara Arab dan juga meminta untuk bisa membentuk
negara nasional untuk Palestina.
Muktamar pergerakan nasional Palestina telah berlangsung 7 kali sampai
tahun 1928. Banyak muncul tokoh yang menjadi penggerak bagi pergerakan
nasional Palestina ini, salah satunya yaitu Al Hajj Amin Al Husaini. Tokoh agama
yang paling senior, Al Hajj Amin Al Husaini adalah mufti Yerusalem yang
diangkat oleh Inggris menghadapi tantangan dari tumbuhnya gerakan nasionalis
sekuler di Palestina, otoritas asing dan gerakan Zionis.86
Pada tahun 1920, kerusuhan yang terjadi di Yerusalem adalah akibat logis
dari kekecewaan masyarakat Arab atas kegagalan masyarakat internasional untuk
menepati janji mereka memberi kemerdekaan yang dijanjikan kepada para
pemimpin Arab selama Perang Dunia I. Sebagai akibat dari kerusuhan ini, Musa
Karim Al Hussaini dipecat sebagai walikota Jerusalem oleh Inggris dan
digantikan oleh Ragheb Nashashibi yang lebih akomodatif terhadap pemerintah
Inggris.87
Sementara itu, pergolakan nasional Palestina berkonsentrasi kepada
perlawanan secara damai dengan pihak Zionis dengan meyakinkan Inggris untuk
segera mengurangi pengaruh Deklarasi Balfour pada rentang tahun 1919-1929
dengan upaya pertama kali yang dilakukan adalah dengan mengutus penggerak
nasionalis Palestina menuju London pada bulan Juni tahun 1921. Upaya untuk
membujuk pihak Inggris saat itu, yang diwakili oleh Menteri Kolonial W.
Churchil dan sejumlah tokoh Inggris lainnya untuk mengeluarkan resolusi
menolak janji Balfour ternyata belum membuahkan hasil yang signifikan. Hasil
yang tidak signifikan tersebut tidak menurunkan semangat para penggerak
nasionalis Palestina. Kunjungan Balfour ke Palestina pun menuai demonstrasi.
86 John L. Esposito. Ensiklopedia Oxford Dunia Islam Modern. Jakarta: Mizan.1995, 28. 8787 H.E. Fariz Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, Jakarta,13 Januari 2009, Jakarta: Cendikiawan Marhaenis. 2009, 6.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
32
Orang-orang Palestina memboikotnya dengan memadati jalan-jalan dan berhasil
melakukan pemogokan di seluruh negeri Palestina.88
Sepanjang tahun 1918 sampai dengan tahun 1929 terjadi tiga kali
revolusi89 yang direpresentasikan dengan sikap dan aksi yang dilakukan oleh para
penggerak dan pendukung nasionalis Palestina. Revolusi yang pertama adalah
revolusi Musa an-Nabi (4-10 April 1920 di kota Al Quds telah merenggut nyawa
5 orang Yahudi dan mencederai 211 orang yang lainnya). Di pihak Arab, 4 orang
korban dan 24 luka-luka. Revolusi Yafa (1-5 Mei 1921) meledak di Yafa dan
mencakup bagian-bagian utara Palestina yang menyebabkan kematian 47 orang
dan 147 orang Yahudi cedera. Sementara itu, korban di pihak Arab adalah 48
orang meninggal dan 73 luka-luka.90 Revolusi Yafa muncul sebagai protes anti
imigran Yahudi di Yafa dan menyebabkan bentrokan dengan kaum Yahudi
sehingga menyebabkan Komisaris Tinggi Inggris, Samuel, mengumumkan
negara dalam keadaan darurat.91 Revolusi yang terakhir adalah revolusi yang
terjadi pada 15 Agustus sampai dengan 2 September 1929 yang dinamakan
revolusi Buraq. Kaum muslimin Palestina saat itu mempertahankan tembok
bagian barat Masjidil Aqsa dari serangan Yahudi. Revolusi ini menyebabkan
jatuhnya korban jiwa yaitu diantaranya 133 orang Yahudi meninggal dunia dan
339 luka-luka serta 116 orang Palestina meninggal dunia dan 232 luka-luka.
Pada tahun 1930 terjadi ketegangan dan pergolakan yang sangat terlihat
dari pihak Palestina. Kekerasan di berbagai sisi menjadi hal yang biasa. Pihak
Yahudi telah mengorganisir mekanisme pertahanannya namun ternyata di luar
perencanaannya terjadi pertikaian di dalam internal mereka.92 Sementara itu,
orang-orang Palestina bersiap siaga untuk menghadapi bendungan imigrasi
Yahudi yang tiap periodenya terus bertambah. Sehingga mereka harus
88 Dr. Muhsin Muhammad Shaleh, Palestina: Sejarah, Perkembangan, dan Konspirasi. Jakarta: Gema Insani Press. 2002,52. 89 Perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi pun dapat memakan waktu yang lama. 90 Op.Cit. 53. 91 Op.Cit. 92 James A. Bill &Carl Leiden. Politics Middle East. Canada: Little, Brown& Company. 1979, 322.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
33
meningkatkan kompetisinya agar tidak tersaingi oleh para pendatang atau migran
Yahudi yang telah memiliki keahlian dalam berbagai bidang.
Negara Barat menjadi lambang supremasi kehidupan materi dan duniawi,
dengan mendominasi peradaban sains dan teknologi terus melakukan
“penjajahan” kultural di negara-negara dunia lainnya. 93 Dengan kedatangan
migran Yahudi dari negara-negara Barat, secara otomatis nilai-nilai yang
dibawanya pun tidak terlepas dan sudah menjalar dalam dimensi kultural
kehidupan mereka. Oleh karena itu, pergolakan dari para penggerak nasionalis
Palestina yang terus berlangsung berupaya untuk membendung dan menyeleksi
nilai-nilai yang masuk, khususnya yang dibawa oleh para migran Yahudi yang
notabene memiliki misi tertentu untuk kembali ke wilayah Palestina.
Peranan ulama Palestina pun terus berkembang dengan mengadakan
konferensi pertamanya pada tanggal 25 Januari 1935 dan mengeluarkan fatwa
yang mengharamkan menjual tanah kepada Yahudi, mengadakan kampaye besar-
besaran di Palestina untuk membendung pengaruh yang merugikan dari kebijakan
yang dibuat oleh penguasa saat itu, Inggris.
Adapun pada tahun 1935 juga terjadi pemberontakan akbar yang terjadi
antara kedua belah pihak yaitu pihak Arab dan Yahudi. Terjadinya pemogokan
massal oleh seluruh negara Arab yang menuntut agar diakhirinya migrasi Yahudi
dan penjualan tanah kepada orang-orang Yahudi serta penuntutan untuk
membentuk negara Arab yang merdeka. Tuntutan negara Arab pun tidak
dikabulkan oleh pihak Inggris.
Dalam praktik di lapangan, pemerintahan mandat Inggris dan kekuatan
Zionis terbukti tidak memberi ampun atau belas kasihan kepada penduduk
Palestina. Mulai tahun 1936-1939, penduduk Palestina kembali lagi melakukan
perlawanan, baik melalui pemogokan sipil ataupun pemberontakan senjata. Pada
7 Mei 1936, warga Palestina menolak untuk membayar pajak dan melakukan
pemogokan umum. Inggris pun bertindak sangat keras, sebagai bukti
kekuatannya, Inggris pada 30 Juli 1936 mulai mengumumkan hukum perang.
Kekuatan-kekuatan bersenjata Zionis disatukan dengan intelijen Inggris dan
menjadi penopang polisi kekuatan Inggris. Tahun 1939, jumlah kekuatan 93 Faisal Ismail. Islam, Transformasi Sosial dan Kontinuitas Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. 2001, 80.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
34
angkatan bersenjata Zionis yang bekerja sama dengan Inggris sudah mencapai
14.411 orang.94
Pergolakan antara Arab dan Yahudi pun terus meningkat seiring pada
akhirnya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berencana untuk membagi wilayah
Palestina dalam Resolusi Majelis Umum PBB No.181.
2.3 Sejarah Berdirinya Palestina Sebagai Sebuah Negara
Sejarah Palestina dari awal sampai masa pemerintahan mandat Inggris
sebagaimana yang telah dipaparkan di atas memperlihatkan bahwa Palestina
belumlah menjadi sebuah negara. Palestina masih merupakan sebuah bangsa yang
menduduki wilayah bernama Palestina yang dimulai sejak lama sebelum adanya
orang-orang Yahudi. Bangsa Palestina memiliki dasar yang lebih kuat yaitu dalam
hal penguasaan geografis di wilayah Palestina dibandingkan dengan bangsa
Yahudi, karena bangsa Palestina lebih awal dan tinggal sangat lama jauh sebelum
bangsa Yahudi ada.
Pengaruh politik dari pembagian geografis senantiasa dianggap penting.95
Menurut Montesquieu, “bangsa-bangsa kepulauan lebih cenderung untuk
mengembangkan kebebasan daripada bangsa-bangsa di benua.” Dalam konteks
Palestina, terlihat bahwa keterikatan dengan geografis yang cukup lama di
wilayah Palestina mempengaruhi politik bangsa Palestina yang tentunya
menginginkan agar keterikatan bangsa terhadap wilayah geografis semakin kuat
yaitu dengan mendirikan sebuah negara. Namun ternyata harapan bangsa
Palestina itu belum bisa terwujud nyata. Hal ini disebabkan oleh karena wilayah
Palestina jatuh menjadi jajahan pemerintah mandat Inggris semenjak Dinasti
Turki Usmani berakhir yaitu di tahun 1917. Adapun harapan Palestina terwujud
nyata yaitu untuk menjadi sebuah negara yaitu saat terjadi pembagian wilayah
oleh PBB berdasarkan Resolusi PBB tahun 1947.
2.3.1 Pembagian Wilayah Pada Resolusi PBB Tahun 1947
Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi PBB No.181, mencatat
bahwa Inggris sudah menginformasikan kepada PBB bahwa mandatnya telah 94 Andian Husaini. Pragmatisme Dalam Politik Zionis Israel. Jakarta: Khairul Bayan. 2004, 17. 95 Maurice Duverger. Sosiologi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1998, 44.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
35
dicabut atas Palestina semenjak tanggal 1 Agustus 1948.96 Pada bagian pertama
resolusi menyebutkan bahwa: “The Mandate for Palestine shall terminate as soon
as possible but in any case not later than 1 August 1948.” Namun dengan
berbagai alasan yang ada, Inggris menyerahkan mandatnya tepat pada 15 Mei
1948.
Resolusi PBB tersebut menjadi klaim Israel dalam memproklamirkan
berdirinya Negara Israel. Deklarasi Kemerdekaan Israel menyatakan:
“Atas dasar… resolusi Majelis Umum PBB, dengan ini kami memproklamirkan berdirinya sebuah negara Yahudi di Tanah Israel- Negara Israel.” 97
Rencana pembagian PBB disahkan oleh Majelis Umum PBB pada 29
November 1947. Hal ini dapat tercapai karena adanya tekanan dari Truman,
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat. Padahal, jika melihat pada perolehan suara
yang ada pada Rapat Majelis Umum (MU) adalah 33:13, dengan 10 abstain dan 1
absen. Adapun dalam rencana pembagian, yang dikenal dengan Resolusi 181,
membagi Palestina menjadi negara-negara Arab dan Yahudi yang merdeka dan
adanya rezim internasional istimewa untuk kota Yerusalem.98
Proses untuk mengesahkan resolusi PBB tersebut terlihat cacat. Hal ini
disebabkan karena adanya tekanan dari satu pihak terhadap beberapa pihak yang
lain. Terlihat ada pengaruh kebijakan Amerika Serikat terhadap negara-negara
lain yang juga turut serta dalam sidang dalam Majelis Umum PBB. Diantara
negara yang tunduk pada tekanan Amerika Serikat adalah Perancis, Ethiopia,
Haiti, Liberia, Luksemburg, Paraguay, dan Filipina. Uni Soviet juga mendukung
resolusi ini, tetapi Inggris yang saat itu masih memegang mandat PBB atas
Palestina tidak mendukung pemisahan Palestina. Hal ini disebabkan karena
tekanan dari negara-negara Arab.99 Adapun mantan Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat, Sumner Welles, menulis: “Melalui perintah langsung dari Gedung Putih, setiap bentuk tekanan, langsung maupun tidak langsung, dibawa untuk disampaikan oleh pejabat Amerika kepada Negara-negara di luar Muslim yang diketahui belum menentukan sikap atau menentang pembagian itu. Para wakil dan perantara dikerahkan oleh Gedung Putih untuk memastikan bahwa suara mayoritas akan terus dipertahankan.”100
96 Elmer Berger. Peace for Palestine: First Lost Opportunity. 1993, 22. 97 Andian Husaini. Pragmatisme Dalam Politik Zionis Israel. Jakarta: Khairul Bayan. 2004,20 98 Ibid. 99 Op.Cit. 100 Paul Findley. Diplomasi Munafik Ala Yahudi. Jakarta: Mizan. 1995, 7.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
36
Pengungkapan yang lebih jelas akan keterlibatan Amerika Serikat dalam
penentuan Resolusi PBB No.181 terlihat pada tulisan Lawrence H. Smith, sebagai
Anggota Kongres AS. Dalam tulisannya yang disampaikan untuk Kongres AS
pada 18 Desember 1947, Lawrence H. Smith mengungkapkan bahwa untuk
memperoleh dua pertiga suara di MU PBB agar resolusi yang ada itu bisa sah,
maka delegasi Amerika Serikat melakukan tekanan pada tiga negara kecil yaitu
Liberia, Haiti dan Filipina. “Ketiga negara ini semula tidak ingin memberikan
suara mereka, namun tekanan yang dilakukan oleh delegasi kita, oleh para pejabat
tinggi, bahkan juga oleh warga swasta, akhirnya membuahkan hasil yang
memadai baik bagi mereka maupun bagi kita.” tulis Smith.101
Dalam hal kuat tidaknya keterikatan resolusi yang PBB keluarkan, dalam
hal ini adalah Resolusi MU PBB102, sebenarnya Resolusi MU PBB berbeda sifat
dengan Keputusan Dewan Keamanan (DK) PBB. Resolusi MU PBB bersifat
mengikat ke dalam dan bersifat sebagai saran serta tidak mengikat keluar.
Pengaturan tentang fungsi dan kekuasaan MU PBB diatur dalam pasal 10-17
Piagam PBB. Dalam pasal 11 (1) disebutkan bahwa MU dapat
mempertimbangkan prinsip-prinsip umum kerjasama dalam memelihara
perdamaian dan keamanan internasional, termasuk prinsip-prinsip mengenai
pelucutan senjata dan pengaturan persenjataan, dan dapat mengemukakan
rekomendasi-rekomendasi yang bertalian dengan prinsip-prinsip yang ada itu
kepada anggota-anggota atau kepada DK PBB atau kepada keduanya. Namun
pada pasal 11 (2) menyebutkan bahwa adanya batasan wewenang MU PBB
dikarenakan “setiap rekomendasi yang memerlukan suatu tindakan akan
diserahkan kepada DK PBB.” Ditambah lagi dengan pasal 12 yang menyebutkan
bahwa: “Pada waktu DK menjalankan kewajibannya sebagaimana yang
ditetapkan dalam Piagam ini bertalian dengan sesuatu perselisihan atau suatu
keadaan, MU tidak dapat mengajukan rekomendasi yang berkenaan dengan
perselisihan atau keadaan itu kecuali apabila DK menghendakinya.”103
101 R. Garaudy. Israel dan Praktik- Praktik Zionisme. Bandung: Pustaka. 1988, 47-48. 102 Lihat di Lampiran 1. 103 Andian Husaini. Pragmatisme Dalam Politik Zionis Israel. Jakarta: Khairul Bayan. 2004,20. (dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Status Mahkamah Inernasional, Kantor Penerangan PBB Jakarta).
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
37
Resolusi MU PBB yang sudah terlihat jelas batasan dan sifatnya seperti di
atas, ternyata masih dianggap sebagai dasar yang menguatkan dan mengikat
secara sah bagi berdirinya negara Israel. Namun hal itu tidak menyurutkan kritik
yang muncul terhadap deklarasi kemerdekaan Israel. Di lain pihak, Resolusi MU
PBB No. 181 yang berisi tentang pembagian wilayah Palestina tersebut, menuai
kritikan yang cukup keras yaitu dari Palestina. Palestina menilai pembagian
wilayah tersebut sama saja dengan menguntungkan sebelah pihak dan merugikan
pihak yang lain, dalam hal ini menguntungkan pihak Israel dan merugikan pihak
Palestina.
Penolakan pernah dilakukan juga oleh Palestina yaitu saat Inggris
mengajukan usulan pembagian wilayah Palestina pada tahun 1937. Saat mandat
Inggris dari Liga Bangsa-Bangsa yang dimulai tahun 1922, di mana saat itu
penduduk Palestina masih mendominasi wilayah Palestina yaitu menguasai tanah
Palestina sekitar 98% dan berpenduduk sekitar 688.000 orang sementara itu 2%
lagi diduduki oleh penduduk Yahudi yang total penduduknya saat itu sekitar
84.000 orang. Rencana pemisahan PBB tahun 1947 ini membagi wilayah
Palestina dibagi menjadi tiga yaitu (1) Negara Yahudi mencakup 57% dari total
wilayah Palestina dan meliputi hampir seluruh area yang subur. Perimbangan
penduduk di wilayah ini adalah 498.000 orang Yahudi dan 497.000 orang Arab,
(2) Negara Arab Palestina mencakup 42% dari total wilayah Palestina, dengan
kondisi wilayah yang hampir semuanya berbukit-bukit dan tidak produktif.
Perimbangan penduduk di wilayah yang diperuntukan bagi Arab Palestina ini
adalah 10.000 orang Yahudi dan 725.000 orang Arab, dan (3) Zona Internasional
(Yerusalem) dengan perimbangan penduduk 100.000 orang Yahudi dan 105.000
orang Arab.104
Resolusi MU-PBB No.181 ini merupakan berita bahagia bagi Yahudi.
Mereka (Yishuv, komunitas Yahudi di Palestina) merayakan dikeluarkannya
resolusi tersebut dengan mengadakan pawai di jalan-jalan, sementara itu warga
Palestina juga melakukan pawai, tetapi dalam rangka untuk menolak resolusi
tersebut. Di sisi lain, resolusi tersebut tidak digubris oleh pemerintah mandat
Inggris di Palestina. Mereka lebih memilih untuk memfokuskan pada persiapan
104 Ibid.,21.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
38
untuk meninggalkan wilayah Palestina sesuai dengan berakhirnya mandat
Palestina yaitu pada tanggal 15 Mei 1948. Selama masa transisi tersebut, kondisi
pengalihan kekuasaan yang seharusnya tercipta di Palestina tidak berlangsung
dengan baik, hal ini bisa dikatakan telah terjadi vacum of power di Palestina saat
itu. Kondisi tersebut menjadi kesempatan yang akhirnya dimanfaatkan oleh
oaring-orang Yahudi untuk memproklamasikan kemerdekaan negara Israel pada
14 Mei 1948 yaitu sehari sebelum mandat Inggris atas Palestina berakhir.
Meskipun pihak Arab Palestina telah menggalang upaya keras penolakan atas
deklarasi kemerdekaan negara Israel tersebut, namun nampaknya upaya tersebut
tidak membuahkan hasil. Adapun deskripsi yang jelas atas pembagian PBB
No.181 ini dapat dilihat dalam peta105.
2.3.2 Berdirinya Negara Palestina
Menurut pakar nasionalisme terkenal, Hans Kohn, sebagai bentuk formal
organisasi politik, budaya dan ekonomi, negara-negara telah ada sejak tahun 1815.
Lalu pada era dua dekade setelah Perang Dunia II, negara-bangsa telah menjadi
manifestasi normal keinginan politik masyarakat Asia, Afrika dan Amerika.106
Sedangkan dari tinjauan antropologi, negara adalah satu tatanan
stratifikasi, yaitu sistem di mana anggota masyarakat yang berbeda menikmati
hak-hak akses individu pada keperluan hidup pokok produktif atau sebagai
lembaga sosial yang matang, yang di dalamnya ada unsur eksploitasi kritis,
pembagian kelas, dan kecederungan agresi eksternal.107
Melihat konteks Palestina, pembagian secara geografis yang didasari oleh
Resolusi PBB No.181 menjadi tiga, dan salah satunya adalah negara Palestina
terjadi perubahan yang signifikan bahwa ternyata Palestina diakui sebagai sebuah
negara. Hal ini memberi arti bahwa Palestina, dalam hal ini bangsa yang
menduduki wilayah Palestina, secara otomatis memiliki otoritas atas wilayah yang
menjadi hak nya tersebut yaitu 42% dari total keseluruhan wilayah Palestina.
Nasionalisme Palestina pun terwujud secara konkrit yaitu dengan adanya otoritas
105 Lihat dalam Lampiran 2. 106 M. Rusli Karim. Seri Kuliah: Analisis Teori Negara dan Hukum Tata Negara. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya .1997, 1. 107 Ibid.,2. Merujuk kepada Fried, 1978; cf. Price, 1978.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
39
yang utuh terhadap wilayah Palestina atas bangsa Palestina. Negara Palestina pun
sejak saat itu (29 November 1947) menjadi tumpuan bagi para penduduk Palestina
di mana di dalamnya mereka mereka mendapatkan hak untuk mengakses
kebutuhan pokok hidup dan lebih dari itu mereka pada akhirnya terbebas dari
penjajahan negara manapun. Namun, berdirinya negara Palestina bukan lantas
tanpa masalah. Justru banyak permasalahan yang muncul saat Palestina menjadi
sebuah negara. Yaitu disebabkan oleh pendudukan Israel terhadap hak tanah/
wilayah Palestina secara paksa. Padahal orang-orang Yahudi sejak pembagian
wilayah berdasarkan Resolusi PBB No.181 mendapatkan wilayah jauh lebih luas
dibandingkan dengan Palestina. Namun ketidakpuasannya tersebut ditambah juga
dengan cita-cita politiknya untuk mendirikan negara Israel di Palestina menjadi
benih awal bagi Palestina yang kembali mengalami penjajahan.
Di sisi lain, ketika melihat sejarah berdirinya negara Israel di Palestina,
terlihat bahwa Israel mendasari klaim-klaim nya untuk mendirikan sebuah negara
di Palestina dengan tiga sumber utama yaitu warisan Perjanjian Lama dari Kitab
Injil.108 Klaim tersebut adalah klaim teologis yang diyakininya. Sementara itu
konsep historis yang digunakan oleh Israel untuk mengesahkan bahwa Palestina
itu adalah memang hak nya yaitu ada dalam Deklarasi Balfour dan pembagian
Palestina menjadi negara Arab dan negara Yahudi yang direkomendasikan oleh
Majelis Umum PBB tahun 1947. Bangsa Yahudi sangat mendukung adanya
pembagian wilayah tersebut, mereka mengharapkan suatu hari kemudian bisa
terwujud keputusan yang menyatakan bahwa keseluruhan wilayah Palestina dan
Transjordan adalah batas negara mereka.109
Sementara itu, menurut sejarah yang sesungguhnya bangsa Yahudi bukan
merupakan penduduk pertama di Palestina, mereka pun (bangsa Yahudi) tidak
pernah memerintah di sana selama masa pemerintahan bangsa-bangsa lain. Para
ahli arkeologi modern secara umum sepakat bahwa bangsa Mesir dan bangsa
Kan’an telah mendiami Palestina sejak masa-masa paling kuno yang dapat dicatat
108 Dalam Kitab Kejadian 15:18, “Pada hari itu Tuhan membuat perjanjian dengan Ibrahim melalui firman, ‘untuk keturunanmu Aku berikan tanah ini, dari sungai Mesir hingga sungai besar, sungai Efrat.” 109 S.A. Morrison. Middle East Survey. Great Britain: The Pitman Press .1954, 36.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
40
sekitar 3000 SM. hingga sekitar 1700 SM.110 Kisah dilanjutkan dengan
kedatangan penguasa-penguasa lain yaitu bangsa Hyokos, Hittit, dan Filistin.
Periode pemerintahan Yahudi baru dimulai pada tahun 1020 SM. dan hanya
berlangsung sampai 587 SM. Orang-orang Israel pun pada akhirnya diserbu oleh
bangsa-bangsa Asyria, Babilonia, Yunani, Mesir dan Syria serta Hebrew
Maccabeans. Kisah berlanjut sampai akhirnya orang-orang Yahudi berdiaspora ke
seluruh penjuru bumi akibat penaklukkan Romawi atas Yerusalem pada 63 SM.
Komisi King Chane Amerika Serikat menyimpulkan pada 1919 bahwa suatu
klaim “yang didasarkan ata kependududkan pada masa dua ribu tahun yang lalu
tidak dapat dipertimbangkan secara serius.111
Konsep historis yang mendasari Israel dengan percaya diri bahwa di atas
tanah Palestina ada hak yang sah untuk mendirikan negara Israel yaitu bahwa
tanah Palestina adalah “negeri yang dijanjikan Tuhan”. Pada kenyataannya,
“janji” yang dimaksud berasal dari naskah-naskah yang ditulis oleh mereka dan
mereka pun menyatakan diri bahwa mereka berhak untuk menerima janji tersebut.
Deklarasi Israel pada 14 Mei 1948, menyebutkan: “By virtue of our
natural and historic right… (we) do hereby proclaim tehe establishment of a
Jewish State in the Land of Israel- The State of Israel”. (Atas dasar hak alamiah
dan hak historik kita… dengan ini (kami) memproklamasikan berdirinya sebuah
negara Yahudi di Tanah Israel- Negara Israel).”112
2.3.3 Perang Arab-Israel Pasca Resolusi PBB
Pasca Resolusi MU PBB No.181 pada 29 November 1947, gerak Israel113
menjadi semakin gesit dalam menjalankan resolusi tersebut. Secara langsung,
Israel terjun ke lapangan untuk mengamankan wilayah yang memang diputuskan
menjadi hak miliknya. Tidak hanya wilayah- wilayah yang diperuntukannya saja
yang diamankan, tetapi juga Israel juga melakukan ekspansi ke sebagian wilayah
110 Paul Findley. Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the U.S.-Israeli Relationship. 1993, 24. 111 Peter Grose. Israel in The Mind of America. New York: Knopf. 1983, 88-89. 112 Op. Cit.,3 113 Dalam bab-bab selanjutnya, peneliti memberikan sebutan untuk Yahudi setelah mereka mendirikan negara (pada 14 Mei 1948) adalah Israel.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
41
yang merupakan milik Palestina. Padahal, hal itu sudah jelas-jelas merupakan
pelanggaran yang ada dalam Resolusi MU PBB No.181.
Perang yang terjadi antara Arab dan Israel selama satu tahun yaitu
berlangsung sejak Israel mengumumkan kemerdekaannya yaitu 14 Mei 1948
sampai dengan 6 Januari 1949. Perang Arab-Isarel terjadi dalam dua bagian.
Bagian yang pertama ditandai dengan datangnya pasukan regular Yahudi yang
melawan pasukan Arab non-regular dan bagian kedua ditandai dengan peperangan
antara unit-unit Yahudi dan lima angkatan bersenjata Yahudi yang memasuki
wilayah Palestina sehari setelah didirikannya negara Israel.
Perencanaan yang dilakukan oleh Israel dalam melakukan perang dengan
pihak Arab telah dilakukan secara matang. Israel mempersiapkannya setelah
keluarnya pembagian wilayah yang dilakukan oleh PBB yaitu sejak 27 November
1947. David Ben Gurion, selaku pemimpin tertinggi Zionis, mengeluarkan
perintah untuk seluruh pemuda Yahudi yang berusia 17-25 tahun untuk mendaftar
pada dinas militer. Pada 5 Desember 1947, David Ben Gurion memerintahkan
aksi cepat untuk memperluas pemukiman Israel di tiga daerah yang diberikan oleh
PBB kepada Palestina.114 Serangan pertama yang terjadi antara Israel terhadap
Palestina yaitu pada tanggal 18 Desember 1947, saat pasukan Palmach yang
merupakan pasukan tempur dari angkatan bersenjata bawah tanah Israel, Haganah,
menyerang salah satu desa di Palestina, Khissas, di bagian utara Galilee dalam
serangan di malam hari.
Pertempuran yang dilancarkan oleh Israel merupakan ambisi besar yang
diimpikan oleh David Ben Gurion yang secara implisit menyiratkan akan perang
demografi terhadap Palestina. Pada 9 Desember 1947, David Ben Gurion
memerintahkan agar pasukan Israel menyerang dengan agresif: “Dalam setiap
serangan, harus dilancarkan sebuah pukulan mematikan yang mengakibatkan
hancurnya rumah-rumah dan terusirnya penduduk.”115 Angkatan bersenjata Israel
sudah mulai bergerak untuk menguasai Palestina beberapa minggu setelah
Rencana Pembagian PBB tahun 1947. Rencana Dalet yang dibuat oleh Israel pada
awal Maret 1948 bertujuan untuk merebut daerah-daerah di Galilee dan antara
Yerusalem dan Tel Aviv. Sementara itu, di pihak Arab baru terlihat melakukan 114 Op.Cit. 22. 115 Op.Cit.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
42
pergerakan untuk pertama kalinya yaitu pada 30 April 1948, saat kepala staf
angkatan militer bersenjata Arab bertemu untuk membuat rencana intervensi
militer. Pergerakan pihak Arab tersebut terlihat lebih lambat dibandingkan dengan
aksi yang sudah direncanakan jauh-jauh hari oleh Israel.
Secara fasilitas dan perlengkapan senjata yang dimiliki, terlihat jelas
orang-orang Yahudi memiliki lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan
yang dimiliki oleh orang-orang Arab. Namun orang-orang Yahudi ternyata secara
sembunyi-sembunyi menerima pasokan-pasokan besar persenjataan dari
Cekoslowakia sejak awal 1948. Satu kontrak saja bisa mencakup 24.500 pucuk
senapan, 5.000 senjata mesin ringan, 200 senjata mesin medium, 54 juta rentetan
amunisi, dan 25 pesawat perang Messerschmit.116 Jumlah pasukan bersenjata
Israel yang telah terlatih jauh melebihi jumlah seluruh pasukan yang diterjunkan
ke medan perang oleh lima negara Arab pada 15 Mei 1948. Di garis depan,
pasukan bersenjata Israel berjumlah 27.400 orang sedangkan dari negara-negara
Arab 13.876 orang yang berasal dari Mesir 2.800 orang; Irak 4.000 orang;
Lebanon 700 orang; Syria 1.876 orang; dan Transjordan 4.500 orang.117
Israel ternyata tidak hanya memiliki fasilitas penunjang yang lebih baik
dalam peperangan namun Israel juga melakukan aksi-aksi teror selama masa
perang berlangsung. Aksi-aksi teror yang dilancarkan terutama oleh anggota-
anggota dari dua kelompok utama, Irgun dan Lehi atau Stern Gang, yang
melakukan pemboman pada 1946 atas King David Hotel di Yerusalem, yang
membunuh sembilan puluh satu orang -empat puluh satu orang Arab; dua puluh
delapan orang Inggris; dan tujuh belas orang Yahudi-118 pembantaian pada 1948
atas 245 orang kaum pria, kaum wanita, dan anak-anak Arab di pedesaan Deir
Yassin119, dan lain-lain.
Efek dari teror-teror yang dilancarkan oleh Israel cukup membuahkan
hasil. Salah satu peristiwa yang cukup mengguncang psikologis orang-orang
Palestina adalah peristiwa di Deir Yassin. Deir Yassin adalah desa kecil di dekat
Yerusalem yang dibentuk dan sepenuhnya tunduk kepada perjanjian non agresi
116 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 35. 117 Ibid. 118 Nicholas Bethell. The Palestine Triangle: The Struggle for Holy Land 1935-1948. 1979, 263. 119 Walid Khalidi. From Heaven to Conquest: Readings in Zionism and the Palestine Problem until 1948. Washington D.C.: Institute for Palestine Studies. 1987, 761.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
43
dengan Haganah.120 Menurut Benny Morris dalam bukunya Righteous Victims,
seluruh keluarga dibantai habis dan laporan dari komandan Yahudi berbicara
tentang “kelakuan biadab terhadap tawanan dan mayat’ dengan petani-petani
Palestina diparadekan di atas truk di jalan-jalan Yerusalem sebelum dikembalikan
ke desanya dan dibunuh. Dengan peristiwa di Deir Yassin, masih segar dalam
ingatan penduduk kota, seluruh penduduk yang berjumlah 70.000 orang, kecuali
4.000 yang tinggal melarikan diri dalam ketakutan dan meninggalkan barang-
barang yang tidak bisa mereka bawa.121
Peperangan 1948 atau yang dikenal dengan nama Al Nakhba pada
akhirnya dimenangkan oleh Israel, setelah selama lebih dari satu tahun
bertempur.122 Israel tidak pernah menyerahkan satupun dari bagian penting dari
tanah yang direbutnya pada tahun 1948 di luar perbatasan-perbatasan yang telah
ditetapkan oleh PBB. Pada rencana PBB tersebut menyebutkan bahwa luas tanah
untuk Israel hanya 5.893 mil persegi yang berarti 56,47% dari seluruh wilayah
Palestina. Namun menjelang akhir perang 1948, Israel menguasai daerah seluas
8.000 mil persegi , 77,4% dari tanah itu.123
Berakhirnya perang tahun 1948 atau Al Nakhba ini ditandai dengan
dibuatnya suatu perjanjian perdamaian antara Israel dengan negara-negara Arab
disekitarnya pada bulan Juli tahun 1949. Pada tahun yang sama, eksistensi negara
Israel ditegaskan dengan diterimanya Israel sebagai anggota PBB. Masalah
setelah perang pun dimulai dengan munculnya gelombang para pengungsi
Palestina yang terusir dari negaranya sendiri.
120 H.E. Fariz Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, Jakarta,13 Januari 2009, Jakarta: Cendikiawan Marhaenis. 2009, 8. 121 Ibid. 122 Ahmad Ghazali Khairi & Amin Bukhari. Air Mata Palestina.Jakara: Hi-Fest Publishing. 2009, 144. 123 Howard M. Sachar. A History of Israel: From the Rise of Zionism to Our Time. Tel Aviv: Steimatzky’s Agency. 1976, 350.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
BAB 3
KEPENDUDUKAN PALESTINA TAHUN 1947-1967
3.1 Kependudukan Palestina Pasca Berdirinya Negara Israel
Pasca dideklarasikannya negara Israel pada 14 Mei 1948 adalah waktu saat
dimulainya dinamika atas kependudukan Palestina. Dengan adanya legalisasi hak
atas tanah yang diberikan kepada Israel, sesuai dengan rencana pembagian PBB
tahun 1947, membuat Israel semakin percaya diri dalam melakukan proses
kependudukannya terhadap wilayah Palestina. Namun kenyataannya, Israel
bertindak diluar dari ketentuan (Resolusi PBB No.181) yang ada. Israel tidak
hanya menduduki wilayah yang menjadi hak nya saja, namun juga mengokupasi
wilayah yang dimiliki oleh Palestina. Orang-orang Palestina pun menjadi korban
atas berbagai tindakan Israel yang mengambil tanah dan hak-hak mereka. Banyak
permasalahan yang muncul seiring dengan berdirinya negara Israel, khususnya
masalah pengungsi Palestina. Sejak tahun 1947 sampai dengan 1949 lebih dari
726.000 orang Palestina, Muslim dan Kristen (atau 82% penduduk Arab di
wilayah yang kemudian pada tahun 1948 dijadikan negara Israel) menjadi
pengungsi selama peperangan yang didahului oleh deklarasi negara Israel. Mereka
meninggalkan rumah dan harta bendanya karena mengkhawatirkan keselamatan
mereka dalam konflik bersenjata itu. 124
Dinamisasi terhadap kependudukan yang terjadi di Palestina terlihat
dengan upaya dari para pemimpin Israel untuk menjadikan Palestina yang
awalnya berpenduduk mayoritas Arab Palestina menjadi mayoritas Yahudi.
Mereka menginginkan agar negara Israel dapat menguasai seluruh wilayah
Palestina. Mereka juga menginginkan wilayah tersebut bersih dari orang-orang
Palestina dan mereka tidak menginginkan orang-orang Palestina tinggal di negara
Israel. Ahli sejarah Israel, Benny Morris, melaporan: “Ben Gurion jelas-jelas
menginginkan sedikit mungkin orang Arab tinggal di negara Israel. Dia ingin
124H.E. Fariz Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, Jakarta,13 Januari 2009, Jakarta: Cendikiawan Marhaenis. 2009,12.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
45
melihat mereka lari. Demikian yang dikatakannya pada para kolega dan ajudannya
di bulan Agustus, Septemer, dan Oktober (1948).” 125
Mempengaruhi lahirnya mobilisasi besar-besaran terhadap orang-orang
Palestina keluar dari negerinya sendiri pasca berdirinya negara Israel adalah
sasaran utama para Zionis dalam mengatasi konflik demografi yang dikhawatirkan
Israel. Pada waktu pembagian PBB tahun 1947, masalah demografi merupakan
masalah terbesar kaum Zionis sebab jumlah orang Palestina melebihi jumlah
orang-orang Yahudi, dua dibanding satu, di Palestina.126 Rencana pembagian
menetapkan bahwa di Negara Yahudi, orang Yahudi harus menjadi mayoritas:
498.000 orang Yahudi dan 435.000 orang Palestina.127 Dengan angka mayoritas
Yahudi yang sangat tipis tersebut, orang-orang Yahudi khawatir mereka tidak
akan bisa menjadi mayoritas di negeri mereka sendiri. Oleh karena itu, upaya
Israel dalam menjadi mayoritas di Palestina menjadi masalah tersendiri yang
menyebabkan dinamisnya aspek kependudukan Palestina sejak orang-orang Israel
menduduki Palestina.
3.1.1 Populasi Penduduk Palestina Sebelum 1948
Populasi penduduk Palestina sebelum tahun 1948, yang berarti sebelum
Israel mendeklarasikan negara Israel, menggambarkan adanya ketidakpastian pada
data. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumber informasi dan terjadi
kebingungan atas makna pada angka yang terdapat pada sensus yang telah
dilakukan. Sensus yang dilakukan pada masa Dinasti Usmani tidak dapat
diandalkan. Hal ini disebabkan oleh warga asing yang tidak dihitung dan
penduduk ilegal yang menjauhi sensus seperti orang yang ingin menghindari
pajak dan jasa militer. Jumlah penduduk Palestina selama pemerintahan mandat
Inggris atas Palestina yang lebih andal untuk digunakan, tetapi data tersebut
diambil setelah diterbitkan oleh sensus pada tahun 1931.128
125 Benny Morris. The Birth of The Palestnian Refugee Problem. New York: Cambridge University Press. 1987, 292. 126 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel.Bandung: Mizan. 2006, 53. 127 Walid Khalidi. From Heaven to Conquest. Washington D.C.: Institute for Palestine Studies 1987, 714. 128 www.mideastweb.com, Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
46
Selama berlangsungnya mandat atas Palestina, Inggris melakukan sensus
yaitu pada tahun 1922. Pada sensus tahun 1922, data yang diambil adalah dalam
kondisi yang tidak menetap, dalam arti masih banyak penduduk yang tidak
terhitung. Sebenarnya pada data sensus tahun 1922 dan tahun 1931 serta perkiraan
berdasarkan kedua sensus tersebut, dinilai ada kecacatan pada data-datanya.
Namun data yang digunakan masih memungkinkan menunjukkan
kekonsistenannya. Hal yang paling utama dalam pengambilan data sensus tersebut
adalah bahwa jumlah orang yang dilaporkan oleh sensus tahun di 1922 dan tahun
1931 adalah sesuai dengan tingkat pertumbuhan alami yang terjadi di Palestina.129
Pada dua kali sensus yang dilakukan tersebut, terdaftar bahwa ada 83.790
orang Yahudi di Palestina pada sensus tahun 1922. Sementara itu, pada sensus
tahun 1931, jumlah orang Yahudi yang terdaftar berjumlah 174.606130. Data
sensus tersebut diperoleh berdasarkan tingkat natalitas, mortalitas dan imigrasi
yang ada. Sementara itu, hasil survey yang dilakukan Anglo-Amerika pada tahun
1945 memberikan data tambahan jumlah penduduk di tahun itu namun tidak
lengkap. Menurut Kaum Zionis, data setelah sensus tahun 1931 tidak
mencerminkan adanya migrasi ilegal dari Arab, yaitu orang Yahudi. Sedangkan
menurut kaum yang pro-Palestina percaya bahwa sensus diabaikan banyak orang
Arab Palestina dan data natalitas penduduk Palestina tidak menggambarkan yang
sesungguhnya. Justin McCarthy mengungkapkan bahwa sensus yang dilakukan
pada tahun 1922 dilakukan tidak dengan sungguh-sungguh, hal ini menantang
orang Palestina untuk menelusuri data sensus pada tahun 1931.131
Oleh karena itu, Justin McCarthy menggambarkan populasi Palestina
tahun 1931-1946132 sebagai berikut:
Year Arab % Jewish % Other % Total 1931 864.806 82 174.139 16 18.269 2 1.057.6011936 983.244 71 382.857 28 22.751 2 1.338.8521941 1.123.168 68 489.830 30 26.758 2 1.639.7561946 1.310.866 67 599.922 31 31.562 2 1.942.350
Tabel: 3.1 Populasi Palestina Menurut Justin McCarthy
129http:// www.mideastweb.com. Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948. 130 http://www.mideastweb.com. Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948. 131 http://www.mideastweb.com, Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948. 132 William L. Cleveland. A History of The Modern Middle East. United States of America: Westview Press. 2004, 254.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
47
Melalui tabel diatas, terlihat bahwa jumlah orang Yahudi di Palestina yang
disebutkan oleh Justin McCarthy berbeda dengan apa yang dihasilkan oleh sensus
yang dilakukan pemerintahan mandat Inggris tahun 1931 yaitu terpaut 467 angka.
Hasil sensus tersebut memperlihatkan jumlah orang Yahudi di Palestina tahun
1931 yaitu 174.606 dan menunjukkan rasio 467 orang lebih banyak dibandingkan
dengan data yang di keluarkan oleh Justin McCarthy yaitu 174.139. Sementara
itu, populasi Palestina dan Yahudi tetap meningkat dari tahun 1931 menuju tahun
1936, 1941 dan 1946. Namun ketika melihat presentase nya, populasi Palestina
justru menurun 11%, berbanding terbalik dengan kenaikan presentase orang
Yahudi lebih besar yaitu 12%.
Adapun tabel yang berisi data mengenai perkiraan pertumbuhan penduduk
di Palestina selama masa pemerintahan mandat Inggris adalah sebagai berikut ;
Approximate population growth in Mandatory Palestine (Perkiraan Pertumbuhan Penduduk di Palestina) 133
Moslems/ Islam Jews /Yahudi Christians
Kristen
Others
Lainnya Year
Tahun
Source
Sumber
Total
Total (No.) (%) (No.) (%) (No.) (%) (No.) (%)
1922 Sensus 752.048 589.177 78,34 83.790 11.14 71,464 9.50 7,617 1.01
1931 Sensus 1.033.314 759.700 73,52 174.606 16.90 88,907 8.60 10,101 0.98
1937 Estimasi 1.383.320 875.947 63,32 386.084 27.91 109,769 7.94 11.520 0,83
1945 Survey 1,845,560 1,076,780 58.35 608,230 32.96 145,060 7.86 15,490 0.84
1947 Proyeksi 1,955,260 1,135,269 58.06 650,000 33.24 153,621 7.86 16,370 0,84
Tabel 3.2 Perkiraan Penduduk di Palestina
Dari tabel di atas, terlihat adanya proyeksi bahwa angka penduduk
Yahudi yang diperkirakan akan berimigrasi ke Palestina adalah 650.000 pada
tahun 1947. Sementara itu, pada tabel yang berisi perkiraan (estimasi) pada tahun
1937, didasarkan kepada tingkat rata-rata kenaikan populasi penduduk dari tahun
1922-1931134. Berdasarkan hasil survey tahun 1945 di atas terlihat angka
608.230, namun pada akhirnya direvisi menjadi 608.250 dan berdasarkan survey
pula, bahwa kenaikan 20 angka tersebut pada umumnya dapat diterima. 133 http://.www.mideastweb.com, Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948. 134 http://www.palestineremembered.com/Acre/Maps/Story574.html
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
48
Proyeksi pertumbuhan jumlah populasi Yahudi di Palestina diatas
menunjukkan bahwa setiap beranjak dari sensus 1922 sampai dengan survey yang
dilakukan tahun 1945, populasi Palestina terus menerus mengalami penurunan
dari awal tahun 1922. Saat sensus 1922 dilakukan, populasi Palestina adalah
83,79% dan masih menjadi mayoritas di Palestina. Namun lambat laun
pertumbuhan populasi orang Yahudi yang berasal dari para migran, berubah
mengejar jumlah populasi Palestina. Hal itu terbukti dari data survey 1945 yang
memperlihatkan bahwa persentase populasi Palestina menurun dari 73,52% (hasil
sensus terakhir tahun 1931), menjadi 58,35%.
Sementara itu, populasi yang telah tetap terlepas dari para nomaden
digambarkan secara lebih detail sesuai kota dan daerah yang ada, telah ditetapkan
pada 31 Desember 1946. Data tersebut dapat dilihat pada tabel dalam lampiran 3
yang data tersebut dinamakan suplemen hasil survey di Palestina yang
dipersiapkan oleh pemerintahan mandat Inggris untuk diserahkan kepada PBB
tahun 1947.
Persebaran dan presentase populasi penduduk Palestina tahun 1946 dapat
pula dilihat pada peta.135 Dari data-data dan analisis yang dikemukakan di atas,
terlihat bahwa populasi penduduk Palestina semakin tahun semakin menurun
seiring dengan datangnya para imigran Yahudi yang menetap di wilayah
Palestina. Dinamika populasi Palestina semakin terlihat penurunannya saat
keluarnya Resolusi PBB No.181. Atas dasar resolusi tersebut, menunjukkan
bahwa porsi wilayah bagi Israel adalah 57% dari keseluruhan total wilayah
Palestina, sementara orang Arab Palesina hanya mendapatkan wilayah sebesar
42%. Begitu juga setahun kemudian yaitu saat Israel mulai memproklamirkan
kemerdekaan dan hak atas tanah di Palestina pada 14 Mei 1948, dinamika
populasi Palestina atas pendudukan Israel pun tidak bisa dielakkan lagi.
135 Lihat Lampiran 4.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
49
3.1.2 Rekomposisi Penduduk oleh Israel
Pasca dideklarasikannya Negara Israel pada 14 Mei 1948, Arab dan Israel
melakukan perang yang pertama kalinya pada tahun 1948. Melalui perang
tersebut, dapat menggambarkan bahwa Israel belum mendapatkan kepuasan atas
bagian yang telah ditetapkan Resolusi PBB No.181. Sikap Israel yang
ekspansionis tersebut seakan menggambarkan betapa Israel tidak akan pernah
menyerahkan satu bagian penting pun dari tanah yang telah direbutnya pada tahun
1948 diluar dari perbatasan yang seharusnya (sesuai Resolusi PBB No.181).
Rencana itu membatasi luas negara Israel hingga 5.893 mil persegi, sama dengan
56,47 % dari seluruh wilayah Palestina, namun menjelang akhir perang 1948,
Israel menguasai 8.000 mil persegi, yaitu 77,4% persen dari tanah itu.136 Israel
juga menguasai Palestina yang mencakup 475 kota kecil dan desa, yang sebagian
besar diantaranya kosong atau segera dibuat demikian (ini sebanding dengan 279
pemukiman Yahudi di seluruh Palestina yang ada pada 29 November 1947, hari
diberlakukannya Rencana Pembagian PBB).137 Oleh karena itu, secara signifikan
dapat terlihat jelas bahwa semenjak negara Israel diproklamirkan tidak ada
batasan yang jelas dan terbuka dari negara Israel tersebut.
Konflik yang terjadi antara Arab dan Israel telah menimbulkan dua
gelombang pengungsi Palestina. Gelombang pertama adalah akibat dari perang
1948 yang berjumlah 726.000 orang, yang merupakan dua pertiga dari seluruh
penduduk Palestina yang berjumlah 1,2 juta orang.138 Adanya gelombang
pengungsi Palestina yang keluar dari negerinya sendiri berbanding terbalik dengan
yang terjadi atas migran Yahudi di seluruh muka bumi yang berduyun-duyun
menuju ke negara Israel. Sejak dideklarasikan menjadi negara Israel, aksi-aksi
yang dilakukan oleh kaum Zionis adalah memperbanyak jumlah migran Yahudi
untuk masuk ke nagara Israel. Kaum Zionis pun telah menyadari bahwa orang-
orang Yahudi berselisih dengan penduduk Palestina bukan hanya karena
penduduk Palestina adalah masih menjadi mayoritas pada tahun 1947, tetapi juga
136 Howard M. Sachar. A History of Israel: From the Rise of Zionism to Our Time. Tel Aviv: Steimatzky’s Agency. 1976, 350. 137 Benny Morris. The Birth of Palestinian Refugee Problem. New York: Cambridge University Press .1987, 179. 138 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel.Bandung: Mizan. 2006, 45.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
50
karena angka kelahiran mereka lebih tinggi dibandingkan orang-orang Yahudi.139
Dalam suatu memorandum resmi dari Ben Gurion pada pertengahan 1948
dikemukakan bahwa: “Pengusiran orang-orang Arab itu hendaknya dianggap
sebagai pemecahan bagi masalah orang Arab di Negara Israel.”140 Namun pada
kenyataannnya, adanya gelombang pengungsi Palestina keluar dari negara nya
sendiri sampai tahun 1949 tidak juga mengurangi pertumbuhan populasi
Palestina. Justru yang mengawatirkan adalah komposisi penduduk Israel yang
belum juga mengalami peningkatan yang berarti selain hanya dengan migrasi nya
orang-orang Yahudi yang berasal dari seluruh penjuru dunia.
Ben Gurion ternyata masih tetap prihatin mengenai masalah demografi,
sehingga pada tahun 1949 dia memprakarsai pemberian hadiah bagi para ibu yang
melahirkan anak yang kesepuluh. Program itu dihentikan satu dasawarsa
kemudian, dikarenakan banyaknya jumlah ibu-ibu Palestina warga negara Israel
yang berhasil meraih hadiah tersebut. Pada tahun 1967, sebuah pusat demografi
Israel didirikan sebab “penambahan angka kelahiran di Israel sangat penting bagi
masa depan seluruh bangsa Yahudi”.141
Adapun pada tahun 1948 sampai dengan 1951, populasi Yahudi di Israel
melonjak naik dari 650.000 menjadi sekitar 1,3 juta jiwa.142 Peningkatan yang
cukup tajam tersebut sebenarnya adalah dampak dari berduyun-duyunnya imigran
Yahudi yaitu berjumlah 684.000 orang. Jumlah imigran tersebut banyak yang
berasal dari Eropa Timur, yang biasa disebut para pengungsi atas tindakan Nazi.
Ideologi para pemimpin Eropa Timur telah terwarnai oleh Zionisme, begitu pula
para individu-individunya yang telah menempati posisi-posisi strategis di wilayah
politik, hukum, agama sampai pada tingkat pendidikan di negara Israel.143
Bagaimanapun, awal dari gelombang imigrasi sedikit banyak berasal dari
Yahudi Oriental atau Yahudi Timur (Separdik) yang berasal dari negara-negara
Arab. Dengan berbagai macam alasan, beberapa di antara mereka yang
menyebutkan bahwa melakukan migrasi ke negara Israel karena alasan status dan 139 Ibid.,52. 140 Benny Morris. The Birth of Palestinian Refugee Problem. New York: Cambridge University Press .1987, 136. 141 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan.2006, 54. 142 William E. Cleveland. A History of Modern Middle East. United States of America: Westview Press. 2004, 384. 143 Ibid. 349.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
51
keamanan setelah perang tahun 1948. Sementara itu, banyak juga yang beralasan
karena keterikatan terhadap posisi negara Israel sudah merdeka. Oleh karena itu,
banyak di antara komunitas Yahudi yang telah tinggal lama di negara-negara Arab
seperti Mesir, Iraq, Yaman, dan Maroko memutuskan untuk bermigrasi ke Israel.
Selang waktu antara tahun 1948 sampai dengan tahun 1956, sekitar 450.000
Yahudi Separdik (yang berasal dari negara-negara Arab tersebut) bermigrasi ke
Israel.144
Para Yahudi Separdik tersebut tidak terintegrasi dengan penduduk Yahudi
yang lainnya, seperti Yahudi Ezkinaz (orang-orang Yahudi yang berasal dari
Eropa). Jumlah yang cukup banyak dari Yahudi Separdik tersebut tinggal di
daerah atau kota yang baru berkembang dan berada jauh dari pusat kota. Hak
otoritas mereka diabaikan dan mereka tidak mendapatkan representasi atas
aspirasi politik yang ada. Selain itu, tingkat partisipasi atas pendidikan mereka
pun rendah, dan banyak sekali yang menjadi pengangguran. Orang-orang Yahudi
Separdik menjadi sektor atau bagian yang tidak mengalami peningkatan dalam
populasi yang ada di Israel. Kesenjangan yang terjadi pada orang-orang Yahudi
Separdik selama satu dekade tersebut, yang meliputi jumlah pemasukan dan status
sosial, menjadi penyebab adanya pertentangan sosial dengan Yahudi Eskenaz.145
Rekomposisi penduduk oleh Israel pun telah dilakukan melalui program
yang diupayakan oleh kaum Zionis. Kaum Zionis tidak memiliki ide lagi untuk
memperluas eksistensinya kecuali dengan membuat semakin minoritas orang-
orang non Yahudi, selain itu hal yang dipikirkan oleh kaum Zionis adalah
bagaimana cara untuk mengakomodir negara Israel dalam hal keadilan sosial
dengan keekslusivan etos para Zionis yang menginginkan adanya satu pemimpin
Zionis di negara Israel. Akhirnya pada tahun 1952, Knesset membuat Undang-
Undang Nasional yang menyatakan bahwa siapa saja (Yahudi dari seluruh dunia)
yang berimigrasi ke negara Israel sudah otomatis menjadi penduduk dan memberi
penghargaan bagi orang-orang Israel yang bisa bertahan lama tinggal di wilayah
Palestina.146
144 Ibid. 145 Ibid. 146 Ibid.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
52
Pada tahun 1948 sampai dengan 1966, wilayah yang masih diduduki oleh
orang Arab Palestina juga diberlakukan otoritas aministrasi militer yang
memberikan kebijakan bahwa setiap orang Arab yang tinggal di negara Israel
harus membawa kartu identitas khusus dan kartu tersebut digunakan sebagai
perizinan pergi ke desa atau wilayah yang satu ke wilayah yang lain. Dari
pemaparan di atas, terlihat bahwa rekomposisi penduduk yang dilakukan oleh
orang-orang Israel terhadap wilayah yang masih merupakan hak warga Palestina,
telah membuat jumlah populasi Palestina semakin menipis akibat adanya
pengungsian demi pengungsian yang terjadi ke luar wilayah Palestina. Sementara
itu, orang-orang Yahudi dari seluruh penjuru dunia dengan bebasnya bisa masuk
secara otomatis ke Palestina melalui cara yang paling efektif yaitu migrasi.
3.1.3 Diaspora Penduduk Palestina ke Negara-Negara Arab
Pada tahun 1948 sampai dengan tahun 1949 terjadi diaspora atas orang-
orang Arab Palestina akibat perang pertama yang terjadi antara pasukan Arab
dengan pasukan Israel. Gelombang pertama diaspora Palestina berjumlah 726.000
orang yang merupakan dua pertiga dari seluruh penduduk Palestina pada saat itu
yang berjumlah 1,2 juta orang. Sementara itu pada gelombang kedua terjadi pada
perang 1967 ketika 323.000 orang Palestina kehilangan rumah-rumah mereka,
113.000 di antaranya telah menjadi pengungsi sejak 1948. Menurut laporan-
laporan dari berbagai sumber yang mandiri dan dapat dipercaya menunjukkan
bahwa sebagian besar para pengungsi Palestina adalah anak-anak, kaum wanita,
dan kaum pria yang sudah tua.147
Diaspora para penduduk Palestina keluar dari wilayah Palestina dan negara
Israel merupakan sasaran utama para pemimpin Israel. Mereka menginginkan
untuk bisa bebas dari orang-orang Palestina, bukan mendorong orang-orang
Palestina untuk tetap tinggal di negara Israel. Benny Morris, ahli sejarah Israel,
melaporkan bahwa: “Ben Gurion jelas-jelas menginginkan sesedikit mungkin
orang Arab tinggal di negara Israel. Dia ingin melihat mereka lari. Demikian yang
147 Op.Cit.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
53
dikatakannya pada para kolega dan ajudannya dalam pertemuan-pertemuan di
bulan Agustus, September, dan Oktober (1948).”148
Sejak 1961, jurnalis Irlandia, Erskine Childers, meneliti catatan Inggris
tentang semua siaran radio dari para pemimpin Arab sepanjang tahun 1948 dan
menyimpulkan: “Tidak pernah ada satu perintah, seruan atau saran mengenai
evakuasi Palestina dari stasiun radio Arab mana pun, di dalam atau di luar
Palestina pada tahun 1948.149 Hal tersebut sangat jelas dalam menunjukkan bahwa
sekalipun adanya perang antara pasukan Israel dan Arab, selama tahun 1948
sampai tahun 1949 yang memungkinkan munculnya kehilangan rasa aman dan
kekhawatiran akan ulangnya nyawa namun ternyata tidak ada satu pun upaya dari
negara-negara Arab yang menginstruksikan penduduk Palestina untuk
mengungsikan diri ke negara-negara Arab.
Pada Juni tahun 1948, Israel telah melakukan upaya-upaya yang
mempersulit para penduduk Arab Palestina untuk masuk ke wilayah Palestina dan
negara Israel sehingga mereka menjadi pengungsi dan menjadi IDPs (Internal
Displaced Palestinians-orang Palestina yang terlantar) yang menyebabkan mereka
kehilangan hak untuk menetap dan memiliki harta benda. Hanya sedikit jumlah
orang Israel dan individu yang mendukung agar para pengungsi kembali ke
tempat tinggal nya sebagai jalan yang menjadi kunci perdamaian.150
Sementara itu, orang Arab Palestina yang masih menetap di Palestina dan
negara yang dikuasai oleh Israel tersebut mendapatkan diskriminasi atas hak-hak
kependudukan dan masalah hukum nasional yang melarang para pengungsi
Palestina untuk kembali tanah airnya kembali. Semenjak banyaknya para
pengungsi Palestina yang terdiaspora keluar dari negara nya sendiri, mereka tidak
diperbolehkan untuk kembali lagi.
Israel juga membuat diskriminasi terhadap hukum dalam hal jual-beli
tanah dan harta benda atas orang Arab Palestina yang semuanya telah dialihkan
kepada negara dan Jewish National Fund ( JNF- Keuangan Nasional Yahudi). Hal
tersebut menyebabkan kepemilikan rumah-rumah, tanah dan desa yang dahulu
148 Benny Morris. The Birth of Palestinian Refugee Problem. New York: Cambridge University Press. 1987, 292. 149 Walid Khalidi. From Heaven to Qonquest. Washington D.C.: Institute for Palestine Studies. 1987. 150 http://www.badil.org. Badil Occasional Buletin No. 17, 2004, 1-2.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
54
menjadi tempat tinggal penduduk Palestina menjadi hilang dan para pengungsi
pun dilarang untuk kembali. Negara Israel dan JNF juga telah mengabil alih
kontrol atas tanah yang dimiliki para pengungsi Palestina sebesar 93%.151
Pada Desember tahun 1948, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi
No.194 sebagai upaya untuk mengembalikan para pengungsi Palestina akibat
perang ke rumah atau daerahnya masing-masing. Setidaknya ada tiga poin yang
menjadi inti utama dalam pendeklarasian Resolusi No.194152 ini yaitu hak (para
pengungsi) untuk pulang, hak untuk menempati rumah dan memiliki harta benda
seperti semula, dan hak untuk penangguhan. Resolusi ini juga telah diterbitkan
oleh United Nation Conciliation Commission for Palestine (UNCCP) yaitu salah
satu komisi di PBB yang secara khusus mengurusi masalah perdamaian Palestina
dan melindungi para pengungsi dan memfasilitasi adanya solusi untuk mereka.
. Adapun penyelesaian masalahpenduduk Palestina yang menjadi pengungsi
dari negerinya sendiri melalui Resolusi No.194 yang dikeluarkan oleh UNCCP
tersebut tidak memberi solusi yang berarti. Pada tahun 1949, Majelis Umum PBB
membentuk UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine
Refugees) sebagai penyedia kebutuhan-kebutuhan dasar untuk untuk para
pengungsi Palestina. UNRWA didirikan sebagai organisasi yang bersifat
temporal. Sejak didirikannya pada tahun 1949, UNRWA telah beroperasi di
negara-negara Arab tempat bernaungnya para pengungsi Palestina yaitu di
Yordania, Syria, Lebanon, Gaza dan Tepi Barat tetapi operasi yang dilakukan oleh
UNRWA hanya sebatas pada pelayanan kebutuhan primer saja, tidak ada mandat
untuk melindungi secara khusus para pengungsi Palestina.
Adapun 50% dari pengungsi Palestina yang terdiaspora tidak tercatat
dalam registrasi sebagai pengungsi oleh UNRWA. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya pengungsi yang kurang memiliki data yang sulit untuk didefinisikan.
Pengungsi yang tercatat hanyalah orang yang secara normal memiliki dan
bertempat tinggal di Palestina antara tahun 1946 sampai dengan Mei 1948 dan
kehilangan rumahnya sebagai akibat perang tahun 1948 serta mengungsi di
Yordania, Lebanon, Syria, Jalur Gaza- administrasi Mesir, dan Tepi Barat.153
151 Badil Occasional Buletin No. 17, 2004, 1-2. 152 Lihat Lampiran 5. 153 http://www.passia.org/palestine_facts/pdf/pdf2003/sections1/5-Refugees.doc.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
55
UNRWA sebagai organisasi yang beroperasi untuk melayani para
pengungsi Palestina, telah mengeluarkan anggaran yang cukup besar untuk
menyediakan segala keperluan para pengungsi. Hanya 27 U$ untuk tiap orang
pengungsi yang dianggarkan untuk biaya makan, pakaian, keamanan, dan
pelayanan kesehatan. Bagi para pengungsi sendiri, hidup di dalam tenda-tenda
pengungsian mengurangi kuantitas dan kualitas sebuah keluarga untuk bisa
berbagi dan bercerita akan permasalahan yang bersifat privasi/ pribadi.154
Kondisi para pengungsi Palestina tersebut jauh dari rasa nyaman, namun
yang paatut diapresiasi bahwa mereka memanfaatkan kondisi yang ada sebagai
peluang untuk mereka bertahan hidup dan berkembang. Tentunya negara yang
menjadi tempat pengungsian berbeda-beda kondisi dan peluangnya untuk mereka
bisa berkembang. Contohnya saja para pengungsi di Gaza, mereka tidak
diperkenankan untuk memasuki wilayah lain di daerah perbatasan Mesir. Ada
pula di Lebanon dan Mesir yang memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi untuk
bisa bekerja dan bergerak secara bebas di sana. Berbeda halnya dengan di Syria,
Iraq, dan Yordania. Orang Palestina diperbolehkan untuk bekerja dan membuka
lapangan pekerjaan, namun hanya di Yordania, mereka bisa mendapatkan jaminan
atas kependudukan.155
Pada tahun 1967 pasca terjadi perang ketiga antara negara Arab dan Israel,
kembali terjadi gelombang diaspora pengungsi Palestina yang berduyun-duyun
meninggalkan rumah- rumah mereka di Tepi Barat dan Gaza. Jumlah mereka kira-
kira 200.000 orang. Orang-orang Palestina terus terusir dari tanah Palestina yang
diduduki oleh Israel (Occupied Palestinian Teritory-OPT).156 Oleh karena itu,
bisa terlihat bahwa sejak tahun 1948 sampai 1967 para pengungsi Palestina tidak
dapat kembali ke tanah mereka sendiri karena Israel telah mengambil dan
menduduki tanah dan mendiami rumah-rumah milik mereka dan diaspora
penduduk Palestina ke negara-negara Arab maupun negara lainnya menjadi
permasalahan yang hingga akhir tahun 1967 belum dapat terselesaikan.
154 William E. Cleveland. A History of Modern Middle East. United States of America: Westview Press.2004, 357. 155 Ibid. 357-358. 156 H.E. Fariz Al Maehdawi, Derita Palestina Air Mata Kita, Jakarta,13 Januari 2009, Jakarta: Cendikiawan Marhaenis. 2009,13.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
56
3.2 Peristiwa-Peristiwa Penting yang Berpengaruh Pada Kependudukan
Palestina
Peristwa-peristiwa penting yang mempengaruhi kependudukan Palestina
pasca berdirinya negara Israel adalah terjadinya perang antara negara-negara Arab
dengan Israel pada tahun 1967 yang dimenangkan oleh Israel dan adanya
ketentuan perbatasan di tahun yang sama. Kedua peristiwa tersebut menjadi dasar
bagi peneliti dalam menganalisis apakah ada pengaruh dari peristiwa tersebut
terhadap dinamika kependudukan Palestina.
3.2.2 Kemenangan Israel pada Perang Tahun 1967
Israel dan negara-negara Arab melakukan perang yang ketiga kalinya di
tahun 1967. Perang pertama berlangsung selama kurang lebih satu tahun (tahun
1948-1949) yang dimulai sejak Israel mendeklarasikan menjadi negara yang
merdeka, dan perang yang kedua yaitu pada tahun 1956. Namun hasil yang
gemilang diperoleh oleh Israel pada perang yang ketiga yaitu di tahun 1967. Israel
berhasil meraih semua sasaran perangnya dan yang lebih penting Israel berhasil
menguasai seluruh wilayah Palestina, termasuk diantaranya Jerusalem Timur yang
sebelumnya dimiliki Arab, Semenanjung Sinai milik Mesir, dan Dataran Tinggi
Golan milik Syria. Israel menjadi tidak terkalahkan dalam peperangan tahun 1967.
Berbeda hal dengan yang terjadi saat perang tahun 1956, Israel masih dapat ditarik
mundur dari daerah yang berusaha direbutnya secara paksa oleh Amerika Serikat
melalui gencatan senjata yang diusulkan Amerika Serikat kepada PBB. Perang
yang membawa Israel pada kemenangan ini berlangsung dari tanggal 5-10 Juni
1967.
Perang 1967 dimulai dengan serangan secara mendadak oleh Israel kepada
Mesir. Hal ini sama seperti yang dilakukan oleh Israel pada perang sebelumnya
tahun 1956. Dukungan dari Amerika Serikat pun kembali dibendung oleh Israel
untuk mempertahankan diri. Menteri Luar Negeri, Abba Eban, secara pribadi
meyakinkan Duta Besar AS untuk Israel, Walworth Barbour, bahwa Mesir lah
yang pertama kali menyerang.157
157 William B. Quandt, “London Jonshon abd The June 1967 War: What Color Was The Light?” The Middle East Journal, Musim Semi, 1992.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
57
Dua hari peperangan berlangsung, pasukan Israel berhasil merebut Kota
Tua Yerusalem dari Yordania. Tentu saja apa yang sudah diperoleh oleh Israel
tersebut, tidak akan mungkin untuk dilepas kembali. Waktu perang yang cukup
singkat berlangsung hanya dalam waktu enam hari telah memperlihatkan bahwa
pertahanan pasukan Israel cukup kuat. Pada hari keenam, pasukan Israel telah
mampu menguasai Semenanjung Sinai, Tepi Barat dan Gaza, serta Dataran Tinggi
Golan milik Syria. Seluruh wilayah di Palestina pun berhasil dikuasai oleh Israel.
Kontrol Israel atas tanah di Palestina yang semula hanya 5.900 mil persegi (sesuai
dengan Rencana Pembagian PBB Tahun 1947) bertambah 3 kali lipat lebih yaitu
menjadi 20.870 mil persegi.
Sebelum Israel berhasil merebut semua wilayah Palestina pada perang
tahun 1967, populasi Palestina di Tepi Barat dan Gaza yang hidup dibawah rezim
okupasi Israel menunjukan angka 596.000 jiwa yang menetap pada daerah seluas
2.270 mil persegi. Sementara itu, populasi Palestina yang menetap di daerah
seluas 140 mil persegi ada sekitar 350.000 jiwa. Populasi di dua titik tersebut
lantas mengalami perubahan yang signifikan akibat kemenangan Israel di perang
tahun 1967.
Adapun akibat dari perang enam hari pada tahun 1967, terdapat kurang
lebih 200.000 orang Palestina yang menjadi terlantar.158 Dewan Keamanan PBB
pun kembali mengeluarkan Resolusi No.237 pada 4 Juni 1967. Resolusi ini
menawarkan agar Pemerintahan Israel bisa memfasilitasi kembalinya orang-orang
yang terlantar ke daerah masing-masing yang rusak akibat operasi militer. Namun
ternyata resolusi ini tidak mampu menunjukkan kekuatan pengaruhnya bagi Israel,
sama seperti resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang sebelumnya. Walaupun
awalnya Israel menyatakan “ya” disertai berbagai alasan untuk memberi izin
kembali para pengungsi akibat perang ke daerah yang ditinggalkannya, tetapi hal
ini perlu dikaji kembali karena pada kenyataannya tidak seperti itu.159 Akhirnya
dampak yang paling signifikan terjadi atas perang 1967 ini adalah munculnya
kembali masalah pengungsi Palestina dari tanah airnya sendiri yang berjumlah
30%.
158 Terlantar yang dimaksudkan disini ialah orang yang meninggalkan rumah dan berpindah ke daerah lain meskipun dalam satu Negara. 159 http://www.jcpa.org/jl/vp485.htm., Jerusalem Letter, No. 485, 1 September 2002..
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
58
3.2.1 Ketetapan Perbatasan Tahun 1967
Salah satu hal yang cukup penting bagi proses perdamaian antara Arab-
Israel adalah dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB No.242 pada 22
November 1967. Dalam resolusi tersebut ditegaskan bahwa, “tidak diterimanya
perebutan wilayah melalui perang” dan rumusan yang terdapat dalam resolusi ini
dijadikan dasar inisiatif untuk melakukan perdamaian di antara kedua belah pihak
(Arab-Israel) yang berseteru.
Resolusi No.242 ini memunculkan berbagai penafsiran yang berbeda
antara Amerika Serikat dan Israel. Pada awalnya, Israel menyetujui dan dapat
menerima isi dari resolusi ini yang berisi bahwa semua wilayah- Sinai, Tepi Barat,
termasuk Jerusalem Timur milik Arab, Gaza, dan Dataran Tinggi Golan. Namun
setelah Menachem Begin berkuasa pada 1977, konfrontasi akan penafsiran
resolusi pun dimulai. Begi berargumen bahwa resolusi itu tdak mencakup Tepi
Barat milik Yordania, atau Yudea dan Samaria.160
Resolusi DK PBB No.242161 ini memerintahkan penarikan mundur dari
wilayah-wilayah pendudukan. Persoalannya adalah wilayah-wilayah yang
diduduki. Sama sekali tidak ada keraguan dalam persoalan ini. Adalah suatu
kenyataan yang sangat jelas bahwa Jerusalem Timur, Tepi Barat, Gaza, Golan,
dan Sinai diduduki dalam perang tahun 1967; penarikan dari wilayah-wilayah
pendudukan itulah yang telah ditetapkan oleh resolusi itu.162
Salah satu alasan yang membuat Israel tetap bersikeras mempertahankan
pendapatnya adalah karena dalam Resolusi No.242 tersebut terdapat keambiguan
makna yang memang sengaja dibuat. Frasa yang berisi “dari wilayah-wilayah”
dan bukan “semua” wilayah. Maksud dari frasa tersebut adalah untuk membuat
kemungkinan adanya penyesuaian-penyesuaian yang akan meralat jalur zigzag
yang ditinggalkan menjelang akhir perang tahun 1948. Dari keambiguan makna
tersebut dapat terlihat jelas bahwa memang sampai tahun 1967, Amerika Serikat
masih tetap mendukung upaya-upaya Israel dalam menguasai keseluruhan dari
wilayah Palestina. Secara politik, dapat dilihat bahwa negara-negara Arab yang
sudah berkembang dan notabene merupakan negara Islam memang merupakan
160 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 77. 161 Lihat Lampiran 6. 162 Op.Cit, 78.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
59
anggota dari PBB, namun beberapa dari mereka juga merasakan bahwa mereka
tidak lebih dari alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan Amerika dan
negara-negara Barat.163
Dengan berakhirnya perang tahun 1967 dan dikeluakannya ketetapan
perbatasan oleh DK PBB no.242 tersebut, terlihat semakin membuat dinamika
yang berarti atas demografi Palestina yang tidak hanya berdampak pada okupasi
kembali tanah-tanah milik mereka tetapi juga terdiasporanya kembali para
penduduk Palestina dari rumah dan tanah mereka. Untuk lebih memperjelas
wilayah mana saja yang telah diokupasi oleh Israel dapat dilihat dalam peta di
bawah ini:
Gambar 3.1 Peta Israel-Palestina Setelah Perang Tahun 1967
163 William Montgomery Watt. A Short Story of Islam. U.S.A: Oneworld Publications. 1996, 137.
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
60
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
BAB 4
DINAMIKA KEPENDUDUKAN PALESTINA
TAHUN 1947- 1967
4.1 Kependudukan Palestina Menurut Data Statistik Tahun 1947
Kependudukan Palestina pada tahun 1947 berdasarkan data statistik yang
peneliti dapatkan hanyalah sebuah proyeksi bukan merupakan data statistik yang
diperoleh dari hasil sensus maupun survey. Data tersebut peneliti dapatkan dari
dokumen yang dipersiapkan oleh pemerintah nandat Inggris untuk diserahkan
kedapa PBB pada tahun 1947 (sebelum berakhirnya mandat). Meskipun data
tersebut merupakan proyeksi dan bukan merupakan hasil sensus ataupun survei,
tetapi tetap dapat dijadikan dasar bagi peneliti untuk menganalisisnya.
Data penduduk yang dikumpulkan dapat digunakan untuk memperkirakan
jumlah dan ciri-ciri penduduk lainnya untuk waktu yang akan datang. Untuk
memperkirakan yang akan terjadi biasanya digunakan kata ramalan, seperti
ramalan cuaca, ramalan politik, ramalan ekonomi dan sebagainya. Tetapi dalam
kependudukan sering juga dipakai kata proyeksi, misalnya proyeksi penduduk
Indonesia untuk tahun 2000 sebanyak 241,2 juta.164 Atas dasar data penduduk
Palestina yang merupakan hasil proyeksi untuk tahun 1947 oleh pemerintah
mandat Inggris, peneliti menggunakan data tersebut sebagai bahan analisis
mengenai tingkat demografi Palestina.
Proyeksi dilakukan dengan mengadakan ekstrapolasi pada arah
pertumbuhan penduduk masa lampau.165 Proyeksi yang dilakukan pemerintah
mandat Inggris atas pertumbuhan penduduk Palestina pun juga didasari oleh hasil
sensus sebelumnya yang hanya dilakukan 2 kali saja yaitu di tahun 1922 dan
1931. Meskipun dalam data sensus yang ada masih terdapat beberapa kekurangan
seperti tidak terdatanya seluruh penduduk Palestina yang disebabkan beberapa
data tidak lengkap karena penduduk yang nomaden (berpindah-pindah). Data
164Drs. Ruslan H. Prawiro. Kependudukan: Teori, Fakta dan Masalah. Bandung: Penerbit Alumni. 1979, 87. 165 Ibid.
Universitas Indonesia Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
61
mengenai hasil sensus yang dilakukan pada tahun 1922 dan tahun 1931 tersebut
telah peneliti bahas pada bab sebelumnya.
Meskipun pada kenyataannya meramalkan penduduk dan hal-hal yang
berkaitan dengan kependudukan tidak semudah meramalkan cuaca, meskipun juga
meramalkan cuaca tidak mudah dan seringkali tidak cocok. Salah satu penyebab
yang menyebabkan kesulitan tersebut adalah karena variabel-variabel yang
menentukan arah perkembangan penduduk sulit untuk diperhitungkan. Dalam hal
ini, proyeksi populasi Palestina pada tahun 1947 dapat kita lihat dalam tabel di
bawah ini dan selanjutnya akan dianalisis untuk memperlihatkan apakah data
proyeksi tersebut sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya atau hanya
mendekati ataukah memang tidak sesuai dengan data yang tercatat pada tahun
1947.
Approximate population growth in Mandatory Palestine(Perkiraan Pertumbuhan Penduduk di Palestina)166
Moslems/ Islam-Arab PalestinaYear
Tahun Source Sumber Total Total
(No.) (%) 1922 1922 Census Sensus 752,048
752.048589,177589.177
78.34 78,34
1931 1931 Census Sensus 1,033,314
1.033.314759,700759.700
73.52 73,52
1937 1937
Estimate Memperkirakan
1,383,3201.383.320
875,947875.947
63.32 63,32
1945 1945 Survey Survey 1,845,560
1.845.5601,076,7801.076.780
58.35 58,35
1947 1947
Projection Proyeksi
1,955,2601.955.260
1,135,2691.135.269
58.06 58,06
Tabel 4.1 Pekiraan Pertumbuhan Penduduk di Palestina (“telah diolah kembali”)
Dari tabel 4.1 di atas, terlihat bahwa angka proyeksi yang ditulis untuk
pertumbuhan populasi Palestina adalah 1.135. 269 jiwa dengan presentase sebesar
58,06%. Proyeksi yang ditunjukkan dengan angka tersebut menunjukkan adanya
peningkatan dari angka yang tercatat dari sensus yang dilakukan terakhir kalinya pada
tahun 1931 yaitu dari angka 759.700 menuju 1.135.269. Hal tersebut memperlihatkan
166 http://www.mideastweb.com, Populasi Palestina Sebelum Tahun 1948.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
62
adanya selisih 375.569 angka. Namun secara persentase, menunjukkan adanya
penurunan yang cukup signifikan, yaitu dari 73,52% menurun menjadi 58,06%.
Adanya perbedaan antara jumlah angka dan persentase populasi Palestina tersebut
disebabkan oleh variable x yaitu adanya peningkatan yang tinggi juga terhadap hasil
sensus menuju proyeksi atas populasi orang-orang Yahudi yang menunjukkan angka
174.606 pada sensus 1931 dan peningkatan pada proyeksi untuk tahun 1947 yaitu
650.000.
Sementara itu, data statistik penduduk Palestina tidak secara gamblang ada
dan menjadi dokumen yang disimpan oleh pemerintahan Palestina karena notabene
Palestina masih berada dalam pemerintahan mandat Inggris. Namun, berdasarkan
data-data yang peneliti dapatkan dari beberapa referensi yaitu buku yang mencatat
perkiraan jumlah penduduk Palestina disebutkan bahwa jumlah populasi Palestina
yang tercatat pada tahun 1947 adalah 1.237.332 jiwa. Angka tersebut peneliti
dapatkan dari buku Khalidi, From Heaven to Qonquest yang mencatat bahwa
menjelang akhir 1947 saat PBB berencana untuk membagi wilayah Palestina, bangsa
Arab masih menjadi penduduk mayoritas dengan jumlah orang Arab Palestina yang
tercatat adalah 1.237.332 dan orang Yahudi mencapai hanya sepertiganya yaitu
608.225 orang.167
Kedua data yang didapatkan tersebut, yang pertama berdasarkan hasil
proyeksi dan yang kedua adalah data yang didapatkan dari hasil catatan di akhir tahun
1947 (setelah rencana pembagian wilayah oleh PBB) menjadi dasar bagi peneliti
untuk menganalisisnya. Menurut teori pertumbuhan penduduk yang mengatakan
bahwa suatu bangsa pada permulaan pertumbuhannya mengalami fase potensi tinggi,
kemudian fase transisi dan selanjutnya fase “incipient decline” setelah mencapai
keseimbangan baru. Menurut teori tersebut dan memperbandingkan dengan
pertumbuhan populasi Palestina, tidak terlihat adanya kesesuaian.
Adapun yang peneliti gunakan yaitu teori transisi demografi (Landes&
Tilly, 1971) yang menyatakan bahwa “Penduduk manusia dapat mempertahankan diri
atau bertambah perlahan-lahan di bawah kondisi kematian yang tinggi seimbang
dengan tingginya kesuburan yang tidak terkendali, kesuburan tetap tinggi dan tidak
167 Data penduduk tahun 1947 setelah dikeluarkannya rencana pembagian oleh PBB ini juga dapat dilihat dari laporan yang dikeluarkan oleh PBB yang merupakan laporan subkomite kepada Komite Khusus untuk Palestina, A/AC/ a1/32.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
63
terkendali sementara waktu, dan rata-rata panjangnya usia bertambah. Akibatnya,
penduduk bertambah cepat, rata-rata kelahiran berkurang karena pengendalian
kelahiran yang disengaja oleh pasangan-pasangan individual. Menurunnya kesuburan
lambat-laun memperlambat pertambahan jumlah penduduk.”
Teori tersebut dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan kenyataan
pertumbuhan populasi Palestina tahun 1947. Meskipun pada poin pertama yang
menyebutkan bahwa “tingginya kesuburan yang tidak terkendali, kesuburan tetap
tinggi dan tidak terkendali sementara waktu” sudah sesuai dengan kenyataan yang
ada. Hal ini disebabkan oleh tingginya kesuburan penduduk Palestina yang dapat
dikatakan masih tidak terkendali. Sebagai bukti penguat, jumlah penduduk Palestina
tetap menjadi mayoritas yaitu 2/3 dari total populasi yang ada yaitu berjumlah
1.237.332 jiwa. Meskipun pada akhir tahun itu sudah dilakukan rencana pembagian
wilayah oleh PBB yang secara signifikan seharusnya justru mengurangi porsi
populasi Palestina di tahun tersebut. Namun, pada poin “rata-rata kelahiran berkurang
karena pengendalian kelahiran yang disengaja oleh pasangan-pasangan individual”,
yang disimpulkan sebagai fase transisi demografi, tidak terjadi sama sekali pada
penduduk Palestina di tahun 1947.
Adapun cara membandingkan tepat atau tidaknya proyeksi yang dilakukan
oleh pemerintah mandat Inggris dengan data populasi Palestina yang sesungguhnya
tercatat di akhir tahun 1947, dapat dilihat bahwa angka yang dipakai dalam proyeksi
cukup mendekati kenyataannya. Yaitu dari data proyeksi yang menunjukkan
1.135.269 dan data populasi sesungguhnya menunjukkan angka 1.237.332. Hal
tersebut dapat dinilai bahwa hasil proyeksi cukup mendekati angka populasi yang
sesungguhnya. Meskipun pada kenyataannya terdapat selisih angka (rasio) sebesar
102.063, namun setidaknya data proyeksi tersebut telah dilakukan dengan matang
karena telah didahului dengan melakukan teknik survey yang dilakukan tahun 1945
dan proses ektrapolasi168 pada arah pertumbuhan yang diperlihatkan dari dua sensus
yang telah dilakukan sebelumnya (1922 dan 1931).
168 Ekstrapolasi ialah menaksir atau menghitung secara eksak jumlah penduduk yang akan datang dengan menggunakan persamaan pertumbuhan penduduk masa lampau, misalnya dengan persamaan garis lurus, persamaan bunga berganda, dll.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
64
4.2 Aspek-aspek yang Mempengaruhi Dinamika Kependudukan Palestina
Tahun 1947-1967
Aspek-aspek yang mempengaruhi dinamika kependudukan Palestina tahun
1947-1967 ialah meliputi natalitas penduduk, mortalitas penduduk, migrasi (yang
mencakup imigrasi dan emigrasi) serta mobilitas sosial penduduk. Dalam
menganalisis aspek-aspek tersebut, diperlukan data-data yang lengkap dan valid
terkait sumber-sumber data kependudukan di Palestina tahun 1947-1967. Namun
pada kenyataannya, satu hal yang cukup menyulitkan bagi peneliti adalah sangat
minimnya data yang diperlukan untuk melakukan proses analisis.
Hal yang melatarbelakangi sulitnya mendapat data yang lengkap tersebut
adalah karena minimnya data populasi Palestina. Seperti yang disebutkan juga oleh
Justin McCarthy : “The evaluation of Palestinian population presents unique
difficulties. Foremost of these is a lack of data.” 169 Data yang peneliti dapatkan
adalah berdasarkan sumber yang ditulis oleh para demografer, salah satunya adalah
data yang ditulis oleh Justin McCarthy dan diperoleh dari hasil pencarian di
website. Data tersebut oleh peneliti akan dibandingkan dengan data-data yang
berupa angka, tabel maupun rasio yang ditulis dalam sumber-sumber lain dalam
beberapa buku referensi yang di dalamnya cukup sedikit yang membahas tentang
kependudukan Palestina tahun 1947-1967.
Seperti sudah dibahas dalam subbab 4.1 bahwa data yang peneliti dapatkan
berasal dari sumber yang diterbitkan oleh PBB atas pemerintahan mandat Inggris di
Palestina saat itu (tahun 1947). Data tersebut meliputi hasil sensus yang terjadi dua
kali yaitu pada tahun 1922 dan 1931, hasil survey tahun 1945, estimasi populasi dan
proyeksi. Namun karena ketiadaan rasa aman para penduduk akibat Perang Dunia
Kedua menyebabkan pemerintah mandat Inggris kesulitan untuk melakukan proses
sensus kembali atas para penduduk Palestina. Prosedur yang digunakan dalam
mengidentifikasikan jumlah penduduk adalah pada akhirnya hanya berdasarkan
169 Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
65
estimasi terkait jumlah kelahiran dan kematian. Namun hasilnya ternyata kurang
memuaskan.170
Pada tahun 1949, pasca terjadinya konflik dan perang, untuk
mengidentifikasikan jumlah penduduk menjadi semakin sulit. Adapun survey yang
menyajikan data secara detail, tidak menjadi sumber yang utama bagi para
demografer karena tidak mampu mengestimasikan berapa jumlah orang yang
menikah antar orang Palestina dengan jumlah orang yang menikah bukan dengan
orang Palestina. Hal tersebut dikarenakan oleh ketiadaannya data statistik atau
sensus yang dilakukan pasca perang tahun 1948 untuk mengidentifikasi secara jelas
mana saja orang yang merupakan para penduduk asli Palestina maupun yang bukan
penduduk asli.
Dengan ketiadaannya data yang mampu memperlihatkan demografi
Palestina, ternyata para ahli demografi asal Israel melakukan survey, studi
demografi, serta meneliti tingkat fertilitas di Palestina. Meskipun telah dilakukan
perhitungan atau survey oleh para ahli demografi Israel, tetapi pada kenyataannya
hal tersebut tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap jumlah penduduk
Palestina di luar garis perbatasan Israel dan Palestina. Hal tersebut disebabkan oleh
ketiadaanya akurasi atas perhitungan jumlah penduduk Palestina baik yang berada
di dalam maupun di luar perbatasan Israel dan Palestina.
4.2.1 Natalitas Penduduk Palestina 1947-1967
Semua orang ditakdirkan Tuhan lahir menjadi manusia di muka bumi ini
untuk bertahan hidup dan kemudian akan mengalami kematian. Di antara kejadian
antara kelahiran dan kematian tersebut adalah variabel yang berisi beraneka ragam
peristiwa beserta variasi-variasinya yang dijadikan sebagai objek bagi ilmu
kependudukan (demografi). Peristiwa dimulai dengan adanya kelahiran. Kelahiran
adalah proses yang banyak sangkut pautnya dengan kewredian penduduk, terutama
wanitanya.171 Kewredian apabila tidak dimanfaatkan maka tidak akan
menyebabkan adanya kelahiran. Secara umum, kewredian ialah kapasitas jasmaniah 170 Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009. 171 Drs. Ruslan H. Prawiro. Kependudukan: Teori, Fakta, dan Masalah. Bandung: Penerbit
Alumni.1979, 61.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
66
untuk memproduksi keturunan. Kewredian pada wanita pada wanita pada umumnya
dimulai antara umur 13 sampai dengan 17 tahun, atau rata-rata sekitar 15 tahun dan
berakhir rata-rata pada 46 tahun; jadi masa kewredi adalah 31 tahun.172
Sementara itu, hal yang berkaitan dengan kelahiran (natalitas) ada sangkut
pautnya pula dengan kesuburan atau yang bisa disebut dengan fertilitas. Kesuburan
wanita dapat dinyatakan oleh banyak sedikitnya kelahiran. Dengan adanya
perhitungan pada tingkat kelahiran, akan dapat mendekripsikan perkiraan jumlah
penduduk untuk waktu yang akan datang.
Melihat natalitas yang berupa tingkat kelahiran di Palestina tahun 1947-
1967, dapat ditelisik dari catatan-catatan perkembangan penduduk yang ada. Dapat
dikatakan bahwa sejak awal pertengahan abad ke-19 dan kemungkinan juga dengan
waktu yang jauh sebelumnya, proporsi kelahiran anak yang berasal dari orang tua
keturunan Arab Palestina telah dicatat dan menjadi catatan yang tertinggi dari
beberapa populasi yang lainnya.173
Rata-rata kelahiran anak dari tiap wanita Palestina yaitu meliliki total
kesuburan bersih (the total fertility rate) lebih dari 7. Kesuburan yang dimiliki oleh
para wanita Palestina tersebut diperkirakan bernilai konstan sejak masa
pemerintahan Dinasti Turki Usmani hingga akhir tahun 1970-an. 174Tingginya
angka kesuburan tersebut tidak hanya meliputi wanita yang tersisa (tidak
mengungsi) yang masih menetap di Gaza dan Tepi Barat saja, tetapi juga dialami
oleh para wanita Palestina yang telah menjadi pengungsi pasca perang tahun 1948
maupun perang tahun 1967.
Terdapat perbandingan yang cukup unik antara tingkat fertilitas antara para
penduduk Muslim dengan penduduk Kristen di Palestina, yaitu selama
pemerintahan mandat Inggris atas Palestina dan setelah tahun 1948. Selama periode
mandat Inggris, rata-rata wanita Palestina yang beragama Kristen hanya memiliki 2-
3 anak saja daripada jumlah anak dari wanita Muslim Palestina. Di Israel
menampakkan hasil yang lebih rendah dari angka tersebut. Pada tahun 1960 sampai 172 Ibid. 173 Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009. 174 Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
67
dengan tahun 1970, wanita Palestina yang beragama Kristen memiliki rata-rata
kurang dari setengah dari banyak anak yang dilahirkan oleh para wanita Muslim
Palestina
Berdasarkan data statistik dari pemerintah mandat Inggris pada tahun 1931,
saat dilakukannya sensus, ternyata menunjukkan bahwa wanita Muslim Palestina
telah menikah pada rentang umur 15-44 tahun ada sebanyak 75% dari total jumlah
wanita Muslim. Berbeda dengan wanita Kristen yang menikah pada rentang umur
yang sama, hanya menunjukkan persentase sebesar 65%. Sementara itu, pada tahun
1967, jumlah angka pada wanita Palestina yang menikah pada rentang umur
tersebut menurun, yaitu sebesar 14% di Gaza, dan 19% di Tepi Barat.
Data statistik di atas, meskipun hanya terdapat pada selang dua periode yaitu
yang menggambarkan fertilitas pada tahun 1931 dan tahun 1967 saja ternyata175
menunjukkan perbandingan yang cukup signifikan yaitu bahwa para wanita Muslim
Palestina memang memiliki tingkat fertilitas yang cukup tinggi. Hal tersebut juga
menunjukkan bahwa penduduk Muslim Palestina juga masih menjadi mayoritas
karena tingginya angka fertilitas tersebut. Adapun apabila terjadi penurunan pada
tingkat fertilitas, tidak menurun dalam jumlah yang besar karena dipengaruhi oleh
adanya peristiwa perkawinan yang lain.
Krewedian para wanita Muslim Palestina juga ternyata telah dimanfaatkan
untuk mempercepat laju natalitas yang ada. Berdasarkan kenyataan tersebut,
peneliti melihat bahwa ternyata salah satu faktor yaitu agama, mempengaruhi
seseorang untuk mempercepat pertumbuhan angka fertilitas yang ada. Berdasarkan
hubungan antar agama dan fertilitas menunjukkan bahwa Islam cenderung
memberikan penekanan pada fertilitas yang tinggi dan struktur sosial masyarakat
Islam mendukung fertilitas yang tinggi.176 Kondisi yang terjadi pada penduduk
Muslim Palestina ternyata sesuai dengan teori tersebut. Yaitu bahwa keyakinan
pada agama yang dianut menjadi faktor pendukung untuk mendukung tingginya
fertilitas dan berimplikasi kepada peningkatan angka natalitas. Hal tersebut telah
jelas terdeskripsikan dalam persentase jumlah wanita Muslim Palestina yang
menikah pada rentang umur 15-44 tahun yaitu 75%, lebih tinggi 10% daripada
175 Di antara selang periode waktu tersebut yaitu 1933 sampai dengan 1967 memungkinkan memiliki dan terjadi peningkatan berupa nilai angka yang konstan. 176 Lihat Lolimer, 1958: 186-189.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
68
persentase jumlah wanita Kristen Palestina yang menikah di rentang umur yang
sama (65%). Dengan lebih besarnya presentase wanita Muslim Palestina yang
menikah di rentang umur tersebut, mengimplikasikan fertilitas yang tinggi dan
mendukung tingkat natalitas yang akan menunjukkan angka yang lebih tinggi.
Sementara itu, ketika kita merujuk pada agama Kristen maupun Yahudi,
para penganutnya tidak menunjukkan adanya keterikatan pada agama yang
ajarannya adalah untuk memperbanyak keturunan atau meningkatkan angka
fertilitas. Secara struktur sosial pun, masyarakat penganut agama Kristen dan
Yahudi tidak pula memperlihatkan untuk melebihkan kecenderungan nya terhadap
fertilitas yang tinggi dalam meningkatkan laju pertumbuhan penduduk dan
memperbaiki struktur masyarakatnya.
Adapun salah satu variabel lain yang mempengaruhi tingginya angka
natalitas penduduk Palestina selain fertilitas yang dipengaruhi oleh faktor agama,
adalah faktor yang bersifat politis. Faktor politik yang tercermin dalam konflik
antara Palestina dan Israel, menjadi salah satu faktor pendukung dalam
meningkatkan tingginya laju fertilitas penduduk Palestina. Faktor yang bersifat
politis itulah yang mempengaruhi peningkatan angka populasi orang Yahudi di
Palestina dengan migrasi seiring juga dengan tingginya natalitas penduduk
Palestina. Tingginya angka natalitas penduduk Palestina tentu membuat cemas para
Zionis, karena bagi mereka demografi adalah sebuah ancaman atas eksistensi
mereka di Palestina. Apabila semakin meningkat natalitas penduduk Palestina,
maka semakin besarlah populasi Palestina dan hal itu akan membuat orang-orang
Yahudi menjadi semakin minoritas. Menghadapi masalah tersebut, para Zionis
Israel melakukan berbagai upaya untuk menekan laju natalitas penduduk Palestina
yang bertambah tinggi pasca perang 1948. Salah satunya dengan cara yang
dilakukan oleh Ben Gurion. Ben Gurion masih tetap prihatin mengenai masalah
demografi, sehingga pada 1949 dia memprakarsai pemberian hadiah bagi para ibu
yang melahirkan anak yang kesepuluh.177 Program tersebut gagal mencapai
tujuannya, karena ternyata banyak dari ibu-ibu keturunan Palestina yang
mendapatkannya dan akhirnya dihentikan setelah satu dasawarsa berjalan.
177 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 54.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
69
Para tokoh Zionis juga berupaya untuk memperbesar jumlah orang-orang
Yahudi agar menjadi mayoritas, tetapi bukan dengan pertumbuhan yang alami yang
mereka lakukan. Migrasi adalah cara para Zionis untuk mempercepat laju
pertumbuhan penduduk Yahudi di Palestina Laju migran Yahudi dari seluruh
penjuru dunia masuk ke Palestina menjadi faktor yang hanya mampu menjadi
penenang yang mempengaruhi hanya sedikit dari banyaknya kegelisahan para
Zionis atas permasalahan demografi, yaitu laju natalitas tinggi Palestina tersebut.
Sementara dengan tingginya natalitas yang ada, penduduk Palestina tetap tumbuh
berkembang secara alami, tanpa paksaan dari siapapun.
4.2.2 Mortalitas Penduduk Palestina tahun 1947- 1967
Makhluk hidup dapat ditandai dengan adanya proses berlangsungnya
metabolisme atau aktivitas kimia di dalam tubuh, kemampuan untuk tumbuh dan
berkembang biak, kemampuan untuk mempertahankan diri, memiliki kepekaan
terhadap rangsangan, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Sementara itu, kematian yang akan mengeksekusi hal-hal tersebut menjadi hilang.
Sehingga ketika makhluk hidup tersebut mati, maka tidak ada ubahnya seperti
benda yang ada di sekitarnya dan tidak memiliki aktivitas. Begitu pula manusia,
sebagai bagian dari makhluk hidup, manusia menjalani hidupnya di dunia dengan
diawali dengan proses kelahiran lalu melakukan aktivitas di sepanjang hidupnya
dan berakhir pada kematian yang entah karena disebabkan oleh penyakit,
kecelakaan, masa tua maupun karena tertimpa musibah.
Kebanyakan orang tidak mencapai umur maksimalnya karena berbagai
sebab. Tubuhnya mengalami kerusakan yang tidak dapat pulih atau dipulihkan
kembali, bencana perang, dan kecelakaan yang banyak merenggut hidup orang
lebih-lebih dalam zaman maju seperti ini.178 Dalam konteks mortalitas yang
terjadi pada penduduk Palestina hanya terdapat data yang menggambarkan tingkat
mortalitas yang terjadi selama rentang waktu 1860 sampai dengan tahun 2000.
Namun data tersebut tidak menggambarkan secara lengkap kondisi mortalitas per
tahunnya. Oleh karena itu, peneliti hanya menganalisis data yang berelevansi
dengan penduduk Palestina dalam rentang waktu 1947-1967 yaitu yang disajikan 178 Drs. Ruslan H. Prawiro. Kependudukan: Teori, Fakta, dan Masalah. Bandung: Penerbit Alumni. 1979, 70.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
70
di tabel adalah data tahun 1931 dan 1940 (untuk wilayah Palestina179) dan data
tahun 1950, 1960, 1970 (untuk wilayah Tepi Barat dan Gaza). Selain itu akan
dikomparasikan dengan data yang didapatkan dari sumber data lain yaitu buku
yang melaporkan terkait mortalitas Palestina pada rentang waktu tersebut.
Berikut ini adalah data mortalitas penduduk Palestina yang disajikan
dalam bentuk tabel yaitu sebagai berikut; Palestinian Mortality, 1860-2000180
Male Life Expextancy at Birth (Years)
Female Life Expextancy at Birth (Years)
Infant Mortality Rate* (/1000)
Palestine 1860 22 24 380 1914 30 32 290 1931 35 37 240 1940 37 39 220 Israel 1950 42 45 200 1960 58 62 50 1970 63 67 45 1980 65 70 40 1990 68 72 36 2000 76 78 10 West Bank & Gaza
1950 42 45 200 1960 43 46 190 1970 44 46 170
Tabel 4.2 Mortalitas Palestina 1860-2000 (“telah diloah kembali”)
Menurut Justin McCarthy, tabel 4.2 di atas merupakan penggambaran
tingkat kematian/ mortalitas yang standar, dimana di dalamnya terdapat data
tentang ekspetasi (harapan) hidup dari lahir yang berupa rata-rata angka tiap
tahunnya dari pria dan wanita Palestina. Data statistik tersebut ternyata lebih
banyak menggambarkan tingkat persentase kematian pada anak.
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata usia pria di wilayah
Palestina pada tahun 1931 diharapkan hanya mampu bertahan hidup hingga pada
usia 35 tahun. Sementara itu, wanita Palestina harapan hidupnya selisih dua tahun
lebih lama daripada pria. Tidak berbeda jauh dengan tahun 1940, meskipun 179 Palesti na masih dalam wilayah penguasaan pemerintah Mandat Inggris sampai tahun 1948. 180 Tabel ini adalah sisipan di dalam tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
71
terlihat ada peningkatan terhadap harapan hidup pria di Palestina yaitu lebih lama
dua tahun dibandingkan dengan data tahun 1931. Yaitu terlihat harapan hidup pria
Palestina mencapai sampai usia 37 tahun. Begitu pula yang terjadi dengan wanita
Palestina, harapan untuk hidupnya lebih panjang dua tahun dari semula yaitu 37
tahun menjadi 39 tahun.
Harapan hidup penduduk yang hidup di wilayah Palestina di atas, sama
dengan yang terjadi pada penduduk di wilayah Tepi Barat dan Gaza. Harapan
untuk mampu bertahan hidup pada tahun 1950, 1960, dan 1970 menunjukkan
adanya tambahan lamanya usia dari penduduk Palestina. Yaitu di tahun 1950,
menuju ke angka 42 tahun untuk pria dan 45 tahun untuk wanita. Tahun 1960,
dimana ekspetasi usia pria meningkat satu tahun menjadi 43 tahun dan wanita
menjadi 46 tahun. Serta data terakhir, tahun 1970 yaitu setelah terjadinya perang
tahun 1967 yang menyebabkan banyaknya para pengungsi karena Israel telah
mengokupasi semua daerah tempat tinggal para penduduk yang menunjukkan
bertambahnya satu tahun lebih panjang dari umur para penduduk Palestina yaitu
untuk pria menjadi 44 tahun dan untuk wanita 46 tahun (tidak berubah).
Dengan adanya perubahan harapan hidup yang semakin meningkat di tiap
tahun yang tercantum dalam tabel di atas, terlihat bahwa adanya siklus tiap tahun
dengan bertambah panjangnya harapan hidup dari penduduk Palestina baik pria
maupun wanita. Hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata meskipun adanya
derita dan trauma dari penduduk Palestina akibat perang yang terjadi dalam
periode tahun 1948, 1956, dan 1967 namun justru hal tersebut menyebabkan
harapan mereka untuk hidup jauh lebih panjang (meskipun hanya satu tahun saja).
Sementara itu, tingkat mortalitas dalam tabel 4.2 di atas yang peneliti
gunakan hanyalah data terkait mortalitas anak-anak Palestina. Sejak tahun 1931
angkanya sudah tinggi yaitu mencapai 24%. Namun pada tahun 1940 angka
mortalitas tersebut menjadi menurun menjadi 22%. Terjadinya penurunan
terhadap angka mortalitas tersebut, yaitu saat Palestina masih di bawah mandat
Inggris, disebabkan karena adanya perkembangan dalam bidang industri dan
teknologi yang berkembang saat itu. Penemuan dalam bidang kedokteran pun
muncul ke permukaan. Perkembangan dalam bidang kedokteran tersebut
berimplikasi pada banyaknya praktik dalam bidang kesehatan. Pada saat itu
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
72
muncul dan berkembang sistem sanitasi, penyediaan air bersih, dan banyaknya
perusahaan yang berdiri dalam rangka pelayanan kesehatan masyarakat adalah
faktor-faktor yang cukup berpengaruh pada perkembangan penduduk Palestina
yang mampu menekan laju mortalitas dan meningkatkan eskpetasi hidup
penduduk Palestina.
Pada tahun 1950, 1960, dan 1970 di Tepi Barat dan Gaza tingkat
mortalitas pada anak-anak Palestina mulai menurun dari tahun sebelumnya
menjadi 20%, 19%, dan 17%. Adapun dalam rentang waktu sejak 1950-1967
pengungsi Palestina telah ditopang oleh UNRWA. UNRWA adalah salah satu
badan yang mengurusi masalah pengungsi Palestina dari PBB dan menjadi
tumpuan dalam mengurusi keseharian para pengungsi Palestina yang tersebar
penempatannya di beberapa negara-negara Arab. Mortalitas yang terjadi di
wilayah Tepi Barat dan Gaza pada ketiga tahun di atas data dikatakan masih
terbilang lebih sedikit dibandingkan yang terjadi pada para pengungsi Palestina
yang berada dalam tumpuan UNRWA. Kondisi kesehatan para pengungsi jauh
lebih lebih buruk dibandingkan dengan penduduk yang berada di Tepi Barat dan
Gaza. Karena keberadaan pengungsi yang hanya tinggal di tenda-tenda
penampungan, dimana juga ada keterbatasan dalam makanan dan air bersih, maka
peningkatan angka mortalitas pun tidak dapat diragukan lagi.
Data yang terdapat pada tabel 4.2 di atas (menunjukkan merujuk pada
penduduk Palestina yang masih menetap di Tepi Barat dan Gaza) tentu berbeda
dengan tingkat mortalitas penduduk Palestina pada tahun 1950-1967 yang berada
dalam pengungsian di negara lain. Pada beberapa negara (yang menjadi tempat
pengungsian orang-orang Palestina) melakukan pencatatan juga terkait tingkat
mortalitas orang-orang pengungsi Palestina yang dibedakan dengan tingkat
mortalitas di negaranya sendiri.181 Namun data tersebut (mortalitas para
pengungsi Palestina) tidak peneliti dapatkan, kerena data yang ada hanya berkisar
pada jumlah populasi yang mengungsi beserta titik-titik sasaran yang dijadikan
tempat untuk mengungsi.
181 Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
73
4.2.3 Migrasi Penduduk Palestina tahun 1947-1967
Ada dua macam perpindahan yang berlangsung dalam sebuah tatanan
masyarakat, hal ini sering disebut dengan istilah mobilitas vertikal dan mobilitas
horizontal.182 Sementara itu mengenai mobilitas ini, dalam sosiologi menurut
sifatnya dibedakan menjadi mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. Yang
termasuk mobilitas vertikal adalah perubahan status sosial dengan melihat
kedudukan generasi sebelumnya dan mobilitas horizontal adalah perpindahan
penduduk secara teritorial, spasial atau geografis.183 Adapun mobilitas horizontal
ialah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain inilah yang disebut dengan
migrasi, meskipun tidak setiap gerak horizontal adalah migrasi.184
Perpindahan penduduk atau migrasi adalah perubahan yang terjadi pada
semua wilayah di muka bumi ini, baik dalam jumlah yang besar maupun kecil,
berpindah ke dalam maupun ke luar dari suatu tempat.185 Mempelajari tentang
migrasi dan mobilitas adalah komponen yang membutuhkan daya kritis juga
dalam pemahaman terhadap pertumbuhan penduduk, perubahannya dan masalah
yang muncul karena migrasi tersebut.186
Biasanya perpindahan penduduk dibagi menjadi dua macam, yaitu
migrasi internasional dan migrasi internal. Pada migrasi internasional biasanya
para migran melintasi batas suatu negara masuk ke negara lain, sedangkan pada
migrasi internal para migran bergerak di dalam suatu negara, tanpa melintasi
batas-batas negara. Pada migrasi internasional, orang yang meninggalkan negara
disebut emigran oleh negara itu, dan dinamakan imigran oleh negara yang
didatangi. 187
Migrasi Palestina tahun 1947-1967 yang akan menjadi pembahasan
peneliti adalah migrasi penduduk Palestina yang dapat dikatakan sebagai migrasi
internasional. Migrasi internasional dilakukan oleh orang-orang Palestina karena
182 Drs. Ruslan H. Prawiro. Kependudukan: Teori, Fakta, dan Masalah. Bandung: Penerbit Alumni.1979, 70. 183 Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dasar-dasar Demografi. Lembaga Penerbit FE UI.1981,117. 184 Op.Cit. 185 W.A.V Clark. Human Migration. Sage Publications. 1986, 7. 186 Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dasar-dasar Demografi. Lembaga Penerbit FE UI.1981,117. 187 Drs. Ruslan H. Prawiro. Kependudukan: Teori, Fakta, dan Masalah. Bandung: Pnerbit Alumni.1979, 77.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
74
ada penyebabnya, yaitu karena adanya kependudukan Israel sehingga
menyebabkan penduduk Palestina menjadi pengungsi dari negaranya sendiri.
Proses migrasi Palestina ini akan peneliti bagi menjadi dua aspek yakni imigrasi
dan emigrasi. Imigrasi Palestina 1947-1967 akan mengungkapkan ada atau
tidaknya penduduk Palestina yang bermigrasi kembali dari tempat-tempat
pengungsian mereka (di negara lain) menuju ke Palestina kembali sebagai tanah
air mereka. Sementara itu, emigrasi Palestina 1947-1967 mengungkapkan
terjadinya gelombang pengungsi (migrasi keluar) dari wilayah Palestina ke
wilayah ataupun negara lain akibat tanah mereka diokupasi oleh Israel dalam
kurun waktu 20 tahun yakni dari tahun 1947 sampai dengan tahun 1967.
4.2.3.1 Imigrasi Palestina
Imigrasi Palestina yang dimaksud disini adalah orang-orang Palestina yang
berasal dari luar Palestina dan masuk kembali menjadi penduduk Palestina.
Melihat dari sejarah yang ada, pada periode Dinasti Turki Usmani dan pemerintah
mandat Inggris, migrasi adalah faktor minor dalam demografi Palestina yang
populasi terdiri dari kaum Muslim dan Kristen.
Sejak tahun 1947, tepatnya pada 29 November 1947 saat dikeluarkannya
Resolusi PBB No.181 yang berisi tentang pembagian wilayah Palestina menjadi
tiga teritorial yakni wilayah Palestina yang meliputi 42% dengan perimbangan
penduduk 725.000 orang Arab dan 10.000 orang Yahudi, wilayah Israel yang
meliputi 57% dengan perimbangan penduduk 498.000 orang Yahudi dan 497.000
orang Arab dan wilayah (zona) internasinal yaitu Yerusalem dengan perimbangan
penduduk 100.000 Yahudi dan 105.000 Arab Palestina. Padahal sebelum adanya
pembagian wilayah tersebut yaitu sekitar pertengahan tahun 1947, Palestina masih
merupakan mayoritas dan daerah teritorialnya mencakup untuk seluruh penduduk
Palestina (meskipun pada saat itu Palestina masih berada dalam pemerintahan
Mandat Inggris). Jumlah penduduk Arab Palestina saat itu adalah 1.237.332.
Angka tersebut menunjukkan bahwa orang Arab Palestina masih menguasai
sekitar 92% tanah Palestina dan sisa yang lainnya adalah diduduki orang Yahudi
berjumlah sekitar 608.222 atau menguasai sekitar 8% saja dari wilayah Palestina.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
75
Kondisi penduduk pun berubah dan mengalami dinamisasi seiring dengan
berjalannya pembagian wilayah oleh PBB tersebut dan pergerakan Israel yang
mulai menduduki wilayah Palestina secara perlahan. Pada awalnya, Penduduk
Palestina terus mengalami peningkatan karena faktor alami yang menunjangnya
yaitu tingkat fertilitas yang cukup tinggi dibanding penduduk Israel. Penduduk
Palestina tetap menjadi mayoritas di negaranya maupun di negara bagian Israel
serta Yerusalem, namun seiring dengan lahirnya negara Israel pada 14 Mei tahun
1948, para Yahudi di seluruh penjuru dunia pun berbondong-bondong menuju ke
negara baru ciptaan mereka, Negara Israel. Secara cermat, para kaum Zionis
melakukan propaganda terhadap orang-orang Yahudi di seluruh penjuru dunia
untuk mulai melakukan migrasi besar-besaran ke wilayah Palestina. Beberapa hari
berselang sejak Israel memprokamirkan negara baru nya tersebut, terjadi perang
1948 yang merupakan cikal bakal awal lahirnya masalah penduduk Palestina yang
keluar dari negara mereka sendiri atau beremigrasi ke negara lain.
Pasca perang Arab Israel pertama yaitu pada tahun 1949 hanya ada sekitar
170.000 orang Arab Palestina yang masih menetap di tanah yang telah dikuasai
Israel atas kemenangannya pada perang tahun 1948. Di antara mereka adalah pria,
wanita dan anak-anak yang merupakan 15% dari jumlah penduduk. Adapun
selebihnya yaitu sekitar 726.000 orang dari jumlah total 1.237.332 orang yang
menjadi pengungsi dan terusir dari rumah-rumah mereka. Sekitar 25.000 lainnya
tercatat menjadi pengungsi kasus perbatasan, namun angka ini bukan merupakan
jumlah keseluruhannya.
Majelis Umum PBB telah memerintahkan Israel sejak Desember 1948
melalui Resolusi No.194188untuk membiarkan para pengungsi Palestina kembali
ke rumah-rumah mereka, yang artinya Majelis Umum PBB memberi izin kepada
para migran Palestina untuk berimigrasi kembali ke rumah-rumah mereka namun
ternyata Israel menolak hal tersebut. Adapun alasan dari Israel yang menolak
kembalinya para pengungsi (imigran Palestina) adalah karena sudah begitu
bnayak rumah mereka yang telah diambil alih oleh orang-orang Yahudi ataupun
telah dihancurkan dan diganti menjadi perumahan baru bagi orang-orang Yahudi.
188 Teks resolusi bisa diihat dalam Lampiran 5.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
76
Sebuah telaah rahasia dari Kementerian Luar Negeri Israel, pada awal
tahun 1949 mencatat bahwa negara-negara Arab sangat prihatin dengan masalah
pengungsi yaitu dari Kedutaan Besar Mesir di Kairo melaporkan bahwa jika para
pengungsi didesak masuk ke Mesir ”akibatnya” akan menimbulkan bencana bagi
keuangan Mesir, ”akibatnya akan menimbulkan bencana bagi keuangan Mesir.”
Kedutaan Besar Yordania melaporkan bahwa para pengungsi itu merupakan
saluran penyedot yang sangat mengganggu ”sumber-sumber yang hampir kering”
dan bahwa ”uang, pekerjaan, dan kesempatan-kesempatan lain (sangat) langka.”
Kedutaan besar di Libanon melaporkan bahwa para pengungsi menjadi ”beban tak
tertanggungkan” bagi pemerintahan. Sementara Syria ”praktis telah membiarkan
pengeluaran-pengeluaran untuk pertolongan sebagai saluran penyedot anggaran
yang tidak ada pendukungnya.”189
Selain itu, menurut Paul Findley dalam buku nya yang berjudul Diplomasi
Munafik Zionis Israel, seorang koresponden New York Times, Anne O’Hare
McCormck melaporkan bahwa pada 17 Januari 1949 bahwa orang-orang Israel
”berlari dengan kecepatan penuh untuk mendiami kembali tanah-tanha yang
ditinggalkan akibat perpindahan besar-besaran Arab...Tempat mereka (Arab) telah
diambil oleh pemukim Yahudi yang kini berdatangan untuk pertama kalinya
dalam jumlah tak terbatas secepat alat transportasi dapat mengangkut mereka.”
Adapun pada gelombang pengungsi yang kedua terjadi pada tahun 1967.
Laju gelombang pada tahun ini terbilang cukup besar karena mencakup 323.000
orang Palestina yang untuk kedua kalinya diungsikan dari rumah-rumah mereka
sendiri. Dari semua ini, 113.000 adalah pengungsi untuk kedua kalianya dari
726.000 orang yang telah menjadi tunawisma akibat perang tahun 1948.190
Dengan mencermati data-data di atas, terlihat bahwa banyak tindakan yang
dilakukan oleh Israel dalam menghambat laju imigrasi atau kembalinya para
pengungsi Palestina ke rumah-rumah mereka sendiri. Tindakan Israel yang
menghambat laju masuknya migran Palestina (imigran) adalah dengan menguasai
daerah-daerah yang mereka (migran Palestina) tinggalkan dengan terpaksa yaitu
dengan mempercepat laju dalam menduduki daerah yang kosong penduduk dan
mengisinya dengan imigran Yahudi (yang berasal dari seluruh penjuru bumi) ke 189 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 58. 190 Ibid., 48..
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
77
daerah ataupun rumah-rumah yang kosong tersebut. Ternyata hal tersebut
berdampak cukup signifikan yaitu telah tertahannya para pengungsi Palestina
untuk berimigrasi ke rumah dan wilayah mereka sendiri. Meskipun telah ada
upaya dari PBB untuk mengizinkan kembalinya para pengungsi ke Palestina,
tetapi pada kenyataannya resolusi tersebut tidak berjalan dengan sewajarnya. Hal
tersebut menandakan bahwa resolusi yang ditetapkan tersebut tersebut masih cacat
dari segi hukum maupun keadilan.
4.2.3.2 Emigrasi Palestina
Emigrasi Palestina berarti migrasi atau perpindahan penduduk Palestina
keluar dari wilayah Palestina disebabkan karena beberapa faktor. Salah satu hal
yang melatarbelakangi migrasi para penduduk Palestina keluar dari negara nya
sendiri (beremigrasi) adalah karena terjadi peperangan anatar pasukan Arab
dengan pasukan Israel yang dimulai pada tahun 1948 sampai tahun 1949. Dengan
latar belakang tersebut, dapat dikatakan penduduk Palestina mengalami migrasi
yang disebut sebagai migrasi pengungsi (emigrasi).
Migrasi pengungsi adalah yang terjadi akibat perang. Migrasi pengungsi
memiliki tingkat yang cukup signifikan bagi populasi penduduk pada suatu
negara. 191 Migrasi pengungsi juga terjadi pada saat Perang Dunia Pertama dan
Kedua dimana peristiwa tersebut memuncukan banyak hal yang mempengaruhi
besarnya laju migrasi pengungsi di awal dekade abad ke-19. Hal tersebut ditandai
dengan berlangsungnya kembali konflik politik yang terjadi pada kurun waktu dua
dekade selanjutnya.192
Pada awal tahun 1947, selama Palestina masih berada dalam pemerintahan
mandat Inggris, penduduk Palestina masih menjadi mayoritas di negeri mereka
sendiri. Namun migrasi Palestina mengalami perubahan yang cukup radikal
setelah tahun 1948 atau setelah berlangsungnya perang pertama antara Arab dan
Israel. Peperangan tersebut memberikan efek yang hambar dan rumit pada
pergolakan politik yang terjadi antara Arab dan Israel. Okupasi yang dilakukan
oleh Israel atas wilayah Palestina adalah cara untuk mewujudkan cita-cita politik
mereka secara objektif atas nasionalisme dan ternyata membuahkan hasil. Pada 191 W.A.V Clark. Human Migration. Sage Publications.1986, 89. 192 Ibid.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
78
waktu berikutnya, situasi yang terjadi kian membuat rumit masalah yang ada yaitu
dengan berdirinya negara Israel.193
Setelah peperangan tahun 1948, masalah pengungsi Palestina tidak dapat
dibendung. Oleh karenanya, para pengungsi Palestina dalam jumlah yang sedikit
beremigrasi ke negara Eropa dan Amerika namun tingkat emigrasi terlihat dalam
jumlah yang besar menuju ke negara-negara Arab.194 Adapun menurut W.A.V.
Clark dalam bukunya yang berjudul Human Migration, perpindahan terbagi
menjadi dua yaitu karena sebab penyerangan (peperangan) dan perpindahan
karena sukarela. Biasanya perpindahan karena sukarela didasari oleh masing-
masing individunya. Ada dua alasan mengapa manusia itu melakukan
perpindahan karena sukarela yaitu karena mencari perubahan (diantaranya adalah
dilihat dari aspek pemukiman (biaya, luas, peluang, kualitas), aspek kekerabatan
(kualitas lingkungan, komposisi masyarakat, pelayanan sosial), aspek keberadaan
(sekolah, lapangan pekerjaan, perbelanjaan) dan karena pengaruh (faktor
pendorong: lahan kerja, peluang usaha dan lingkungan hidup). Adapun kaitannya
antara jenis perpindahan tersebut yang merujuk pada kasus pengungsi Arab, maka
dapat disimpulkan perpindahan yang terjadi bukanlah jenis perpindahan yang
dilakukan secara sukarela, baik itu untuk mencari perubahan atau kepuasan
maupun karena pengaruh. Perpindahan yang terjadi adalah karena penyerangan
(peperangan). Peperangan antara Arab dan Israel memunculkan masalah baru
dalam kependudukan Palestina yaitu pengungsi yang terjadi pasca perang tahun
1948.
Emigrasi penduduk Palestina yaitu penduduk Palestina yang keluar dari
negara nya sendiri memiliki spesifikasi data yaitu baik sumber berupa catatan
yang diterbitkan sebagai sisipan dalam buku referensi maupun data yang
bersumber langsung dari UNRWA ( The United Nations Relief and Works Agency
for Palestine Refugees in the Near East) melalui situs internet. UNRWA didirikan
berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB No.302 (IV) pada 8 Desember 1949.
UNRWA menangani langsung terkait kebutuhan dan pekerjaan yanng
193 Prof. Bernard Lewis. The Arab in History. 1987, 176. 194 Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
79
berhubungan dengan pengungsi Palestina. UNRWA mulai melakukan operasi
yang pertama pada 1 Mei 1950. Untuk menanggulangi masalah (memberikan
solusi) terhadap masalah pengungsi Palestina, Majelis Umum PBB telah
melakukan pengulangan dan pembaruan hasil mandat yang masih berlangsung
sampai dengan 30 Juni 2011.195
Sejak didirikan, UNRWA telah memberikan pelayanan untuk para
pengungsi Palestina yang mengungsikan diri ke beberapa negara Timur Tengah.
Kebutuhan yang telah dipenuhi adalah berupa makanan, tempat tinggal, pakaian
untuk lebih dari sepuluh ribu pengungsi. Di lain hal, kebutuhan pendidikan dan
kesehatan juga merupakan pelayanan yang diberikan kepada lebih dari seratus
ribu pengungsi yang masih berusia muda. Dalam melakukan operasi nya,
UNRWA mendasari pencatatan jumlah pengungsi secara legal dengan cara
mendata tiap orang yang kehilangan tempat tinggal (rumah) pasca perang 1948
dan telah tinggal di Palestina dalam rentang waktu antara Juni 1946 sampai
dengan Mei 1948. Berdasarkan catatan UNRWA, jumlah pengungsi Palestina
pada tahun 1950 adalah 914.000. Jumlah tersebut berbeda dengan yang dicatat
dalam buku Paul Findley yang berjudul Diplomasi Munafik Zionis Israel, bahwa
setelah perang tahun1948 pengungsi Palestina berjumlah 726.000. Angka tersebut
dikutip oleh Paul Findley berdasarkan Report of Special Representativie’s Mission
to the Occupied Territories pada 15 September 1967, Laporan PBB No. A/6797.
Angka yang disebutkan oleh laporan PBB tersebut sangat mungkin untuk berubah
dari 726.000 menjadi 914.000 (berdasarkan cacatan pengungsi UNRWA tahun
1950) karena dari rentang waktu yang ada yaitu dua tahun (1948-1950) secara
otomatis dan alamiah terjadi natalitas dan mortalitas yang mempengaruhi
perubahan pada angka tersebut.
Adapun sepertiga dari emigran Palestina yang telah terdaftar sebagai
pengungsi dalam UNRWA yang jumlah nya berkisar 1,3 juta, sejak mulai
operasinya sudah ditempatkan dalam 58 tenda pengungsian yang terdapat di
Yordania, Lebanon, Syria, Tepi Barat dan Gaza. Tenda pengungsian yang
merupakan tempat para emigran (pengungsi) Palestina adalah sebidang tanah yang
menjadi tempat penampungan akomodasi para pengungsi Palestina. Tanah yang
195 http://www.unrwa.org diakses pada 21 Mei 2009.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
80
digunakan sebagai tempat penampungan para pengungsi tersebut telah dikontrak/
disewa oleh pemerintah negara yang menampung emigran Palestina dari para
pemilik tanah lokal. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa tanah tempat pengungsi
tinggal bukanlah milik mereka sepenuhnya, mereka hanya diberi hak untuk
memakai atau memanfaatkan tanah tersebut saja untuk tetap tinggal.
Sementara itu, selang waktu sejak didirikannya tenda-tenda pengungsian
di beberapa negara mulai tahun 1950, pada bulan Juni tahun 1967 setelah
terjadinya perang ketiga antara negara-negara Arab dengan Israel yang akhirnya
dimenangkan kembali oleh Israel, sepuluh tenda dibangun kembali untuk
menampung para pengungsi maupun yang bukan pengungsi yang berasal dari
Tepi Barat dan Jalur Gaza yang telah diokupasi oleh Israel. Berikut ini adalah
daftar negara-negara beserta jumlah pengungsi196 Palestina di tiap wilayah
pengungsian beserta keadaan yang melingkupi mereka yaitu: Pertama, Yordania.
Yordania adalah salah satu tempat sasaran bernaungnya para pengungsi Palestina.
Ada sepuluh tenda tempat penampungan pengungsi Palestina di Yordania.
Yordania mengakomoir sebanyak 337.571 pengungsi yang terdaftar atau sekitar
17% dari 1,9 juta dari total keseluruhan pengungsi yang tercatat oleh UNRWA.
Empat tenda didirikan di tepi timur dari sungai Yordania setelah perang
tahun1948, sementara enam tenda dibuat setelah perang tahun 1967. Selain tenda-
tenda yang diakomodasi oleh UNRWA, ternyata ada penambahan tenda yang
dibangun oleh pemerintah Yordania yaitu di daerah Amman, Zarqa dan Madaba.
Populasi pengungsi yang tinggal dalam penampungan dan pengungsi yang bukan
berasal dari penampungan tersebut diestimasikan akan meningkat menjadi 65%
dari seluruh populasi pengungsi di Yordania.
Pada tahun 1948, ada sekitar 100.000 orang pengungsi yang melintasi
sungai Yordania untuk membangun secara darurat tenda penampunga, masjid dan
sekolah dan menganggapnya sebagai kota tempat mereka tinggal. Namun hal
tersebut diketahui oleh ICRC (the International Committee of the Red Cross) dan
segera masalah tersebut ditanggulangi secara darurat sampai beroperasinya
UNRWA pada bulan Mei 1950.
196 Dapat dilihat dalam tabel 4.3 pada halaman.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
81
Pada tahun 1949, Zarqa, dinilai memiliki jumlah pengungsi yang cukup
besar . Antara tahun 1951-1954, tiga tenda penampungan kembali didirikan, yaitu
dua terletak di Amman dan satu di Irbid yang terletak di utara Yordania. Banyak
tenda di Yordania yang menjadi “pelabuhan” bgi para pengungsi dari Tepi Barat
dan Gaza setelah wiayah mereka diokupasi oleh Israel pada tahun 1967. Di antara
jumlah mereka adalah 140.000 yang teerdaftar menjadi pengungsi oleh UNRWA,
padahal data yang sesungguhnya menjadi emigran adalah 240.000 orang
penduduk dari Tepi Barat namun jumlah tersebut menjadi orang-orang yang
terlantar (karena tidak terdaftar menjadi pengungsi). Seluruh pengungsi di
Yordania mendapatkan hak secara penuh menjadi penduduk Yordania dengan
pengecualian yaitu 120.000 orang pengungsi yang berasal dari Gaza (yang datang
pada tahun 1967) telah temasuk dalam administrasi pemerintah Mesir. Mereka
memiliki paspor sementara untuk tetap tinggal di Yordania, namun hak
kependudukan mereka tidak diberikan secara penuh yaitu seperti hak untuk
memilih dan menjadi pekerja di perusahaan tidak akan mereka dapatkan.
Kedua, Libanon. Libanon juga merupakan salah satu tempat tujuan
pengungsi Palestina. Terdapat enam belas tenda penampungan di Libanon, namun
banyak di antaranya yang rusak akibat konflik dan tidak pernah ada upaya untuk
membenahi kembali tenda-tenda yang rusak tersebut. Secara umum, populasi
pengungsi di Libanon mencakup 10% dari total populasi Libanon. Ada satu hal
yang unik dari para pengungsi di Libanon, yaitu mereka tidak memiliki hak sipil
maupun sosial, mereka juga cukup mengalami kesulitan dalam mengakses
pelayanan rumah sakit maupun pelayanan sosial lainnya. Mereka juga tidak
memiliki hak untuk bekerja di Libanon, sehingga mayoritas dari pengunngsi
Palestina di Libanon adalah para pengangguran.
Ketiga, Syria. Pengungsi Palestina yang ditempatkan dalam penampungan
di Syria adalah para penduduk Palestina yang merupakan korban migrasi dari
perang tahun 1948. Mereka berasal dari Palestina bagian timur yaitu dari daerah
Safad dan kota Haifa dan Jaffa. Adapun pada tahun 1967, lebih dari 100.000
emigran Palestina memasuki Syria yang berasal dari Dataran Tinggi Golan dan
bagian lain dari Syria yang telah diokupasi oleh Israel. Berbeda dengan kondisi
pengungsi Palestina di Libanon, pengungsi Palestina yang ditempatkan di Syria
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
82
mendapatkan akses untuk mendapatkan pelayanan baik dari perusahaan, sekolah,
universitas dan rumah sakit. Namun ada sebuah kondisi yang cukup disayngkan,
yaitu masih minimnya lingkungan yang bersih seperti sanitasi minim
menyebabkan berbagai resiko bagi kesehatan dari para pengungsi. Sama seperti
yang terjadi di Libanon, data populasi pengungsi Palestina tahun 1950-1967 dari
UNRWA tidak terdefinisikan setiap tahunnya, karena hanya dilakukan selama
lima tahun sekali.
Keempat, Gaza. Populasi Palestina di Gaza dalam skala 5.500 kilometer
persegi diestimasikan sebesar 1,8 juta. Sejak Israel mengokupasi daerah Tepi
Barat dari Palestina pada tahun 1967, tenda-tenda yang ada menjadi sulit untuk
dioperasikan karea wilayah tersebut segera diambil alih oleh Israel. Padahal
sewaktu Israel belum mengokupasi daerah ini merupakan daerah yang memiliki
kemandirian dalam hal pendapatan dari pekerjaan yang mereka usahakan. Setelah
wilayah ini diokupasi oleh Israel, maka masalah pengangguran menjadi masalah
yang cukup berarti dan hal tersebut berdampak pula kepada kondisi sosial dan
ekonomi di tenda-tenda yang telah berubah kepemilikan teritorialnya.
Dari semua titik wilayah sasaran UNRWA dalam membangun tenda
penampungan pengungsi, Gaza menjadi wilayah operasi yang memiliki angka
pengungsi yang terbesar dengan tenda yang sedikit. Lebih dari setengah dari
jumlah total keseluruhan pengungsi hanya tinggal dalam delapan tenda saja.
Banyak dari pengungsi yang menuju Gaza merupakan orang-orang Palestina yang
merupakan korban yang yang teremigrasi sejak pecahnya perang tahun 1948.
Mayoritas dari para pengungsi berasal dari daerah Jaffa, dan Beershareba (salah
satu daerah bagian di Negev). Populasi pengungsi ada sekitar 200.000 orang.
Dari kelima titik tempat pengungsian di atas, jumlah pengungsi Palestina
belum terdeskripsikan dengan jelas, namun dapat diketahui bahwa di tiap-tiap titik
memiliki kondisi dengan karakteristik yang berbeda-beda, baik dari segi
psikologis yang berupa keterikatan, meliputi kenyamanan dan rasa aman yang
dirasakan antara pengungsi Palestina dengan negara (wilayah) tempat
pengungsian, dari segi sosial yang berupa pengakuan dari lingkungan atas hak dan
kewajiban mereka yang juga berperan sebagai makhluk sosial (bermasyarakat)
maupun dari segi nasionalitas yang berupa pengakuan sebagai warga negara yang
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
83
dilindungi hak-hak nya.
Kondisi yang berbeda tiap wilayah tempat pengungsian tersebut
sebagaimana adanya telah memperlihatkan karakter khas dari negara-negara Arab
(khususnya Yordania, Lebanon dan Syria). Yordania yang masih menunjukkan
kesolidannya sebagai sesama negara Arab. Yordania mampu menerima para
pengungsi Palestina sebagai penduduk negara. Secara nasionalitas, memang para
pengungsi tidak memiliki kewarganegaraan (disebabkan oleh ketiadaan identitas
sebagai warga negara, di samping juga mereka terusir dari negara mereka sendiri
dan sulit untuk imigrasi ke negara nya), namun Yordania lah satu-satunya negara
penerima migran dari Palestina yang mengakui para pengungsi sebagai penduduk
dalam negara. Dari segi sosial, keberterimaan negara Libanon terhadap pengungsi
Palestina dinilai kurang, karena kurang memperlihatkan kesolidan sosial.
Kesolidan sosial salah satunya dapat diperlihatkan dengan mudahnya akses
pelayanan sosial maupun terbukanya ruang untuk bergerak (mencari lapangan
kerja atau berkompetisi).
Sementara itu, di bawah ini terdapat tabel yang merupakan hasil
perhitungan terhadap jumlah pengungsi yang telah terdaftar oleh UNRWA setiap
lima tahun sekali dimulai saat UNRWA melakukan operasi yang pertama kalinya
(1950). Rentang waktu dibatasi sampai dengan tahun 1970, karena yang ingin
diteliti adalah emigrasi Palestina 1947-1967 maka data yang diperoleh adalah 5 kali
registrasi oleh UNRWA.
Jumlah Pengungsi Palestina Teregistrasi197 Field 1950 1955 1960 1965 1970 Jordan / Yordania
506,200 502,135 613,743 688,089 506,038
Lebanon/ Libanon
127,600
100,820 136,561 159,810 175,958
Syria/ Syria 82,194
88,330 115,043 135,971 158,717
West Bank/ Tepi Barat
- - - - -
Gaza Strip/ Gaza
198,227 214,701 255,542 296,953 311,814
TOTAL 914,221(3) 905,986 1,120,889 1,280,823 1,425,219
Tabel 4.3 Jumlah Pengungsi yang Teregistrasi oleh UNRWA (30 Juni tiap 5 tahun sekali)
197 www.unrwa.org. diakses pada 21 Mei 2009.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
84
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, terlihat bahwa angka populasi pengungsi
yang melakukan registrasi awal di Yordania tahun 1950 menuju tahun 1955
mengalami penurunan dari 506.200 menjadi 502.135. Namun dalam lima tahun
kemudian terhitung dari tahun 1955 1960 1965 kondisi terus mengalami
peningkatan, namun di lima tahun terakhir setelah tahun 1965, populasi pengungsi
yang teregristrasi mengalami penurunan. Kondisi yang menggambarkan pada
awal mengalami penurunan lalu menuju ke peningkatan seperti yang terjadi di
Yordan, ternyata juga terjadi di Libanon yaitu data dari tahun 1950 sebesar
127.600 menuju tahun 1955 menurun menjadi 100.820. Namun di lima tahun
selanjutnya, yaitu tahun 1955 1960 1965 1970, jumlah pengungsi yang
merigistrasikan diri ke UNRWA meningkat dan tidak mengalami penurunan.
Sementara itu, jumlah pengungsi yang telah teregistrasi pada wilayah
Syria dan Gaza mulai dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1970 terjadi
peningkatan yang konstan, tanpa ada penurunan sama sekali. Wilayah Tepi Barat
tidak teridentifikasi adanya populasi pengungsi, hal ini disebabkan oleh kondisi
Tepi Barat yang masih terintegrasi dengan Yordania dari tahun 1955 sampai
dengan tahun 1967 saat perang ketiga Arab Israel yang dimenangkan oleh Israel
dan berhasil menaneksasi seluruh wilayah Palestina yaitu meliputi Tepi Barat dan
daerah lainnya. Jumlah terbesar dari pengungsi Palestina yang teregistrasi yaitu
menduduki wilayah Yordania. Apabila diuraikan, maka peringkat pertama dan
seterusnya yang memiliki populasi terbesar pengungsi Palestina setelah tahun
1947 sampai dengan tahun 1967 adalah Yordania, Gaza, Libanon, Syria dan Gaza.
Terlepas dari data yang disajikan dalam tabel di atas (data pengungsi yang
melakukan registrasi kepada UNRWA), pada kenyataannya sangat banyak para
pengungsi Palestina pasca perang Arab Israel tahun 1948 yang menjadi imigran
ilegal atau para imigran yang tidak terdokumentasi. Imigran ilegal masih dapat
ditoleransi selama mereka mencari pekerjaan maupun untuk mengejar taraf
ekonomi. Khususnya di Timur Tengah, para imigran seringkali tanpa hak politik,
kesejahteraan sosial, kebebasan untuk mencari pekerjaan dan kesempatan untuk
menjadi warga negara.198 Para imigran ilegal Palestina yang tanpa dokumentasi
tersebut, memungkinkan untuk tetap bisa bertahan hidup di luar sana, entah di
198 W.A.V Clark. Human Migration. Sage Publications. 1986, 84-85.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
85
mana, karena meskipun banyak hak yang seharusnya mereka miliki dan selepas
mereka meninggalkan Paestina, semua itu telah hilang. Namun kemampuan dan
kompetisi untuk survive199 yang membuat mereka mendapatkan pekerjaan
membuat mereka dapat mempertahankan diri meskipun menjadi seorang imigran
illegal. Mereka ternyata menjadi SDM yang “terpakai” di Eropa, Afrika dan
Amerika Serikat.200
Adapun dampak tingginya laju emigrasi Palestina selama kurun waktu
1947-1967 adalah semakin menipisnya populasi Arab Palestina di Palestina
setelah perang tahun 1948 dan di tahun-tahun setelahnya sampai tahun 1967. Efek
yang biasanya ditimbulkan dari migrasi adalah adanya pengurangan populasi dari
negara yang ditinggalkan dan pertambahan bagi negara yang dimasuki.201
Dengan migrasinya penduduk Palestina keluar Palestina, yang mayoritas
ditimbulkan oleh perang dan aksi terror yang dilakukan oleh Israel, menyebabkan
Israel semakin menunjukan peningkatan terhadap jumlah imigran nya untuk
memasuki dan menguasai wilayah Palestina. Sementara itu, efek bagi penduduk
Palestina yaitu banyak yang menjadi pengungsi dan hilangnya hak kependudukan,
hak sosial dan hak-hak lain yang seharusnya mereka miliki.
4.2.4 Mobilitas Sosial Palestina Tahun 1947-1967
Mobilitas menurut ilmu sosiologi terbagi menjadi dua yaitu mobilitas
vertikal dan mobilitas horizontal. Adapun yang termasuk mobilitas vertikal adalah
perubahan status sosial dengan melihat kedudukan generasi sebelumnya dan
mobilitas horizontal adalah perpindahan penduduk secara teritorial, spasial atau
geografis. Jenis mobilitas yang akan dianalisis adalah mobilitas vertikal yang
bersifat sosial (kemasyarakatan) terjadi di Palestina dalam rentang tahun 1947
sampai dengan tahun 1967. Pada tahun 1947, saat Palestina masih dalam
pemerintahan mandat Inggris, tidak ada data yang menunjukkan bahwa Palestina
menunjukkan mobilitas sosial secara vertikal. Penduduk Palestina saat itu masih
menjadi mayoritas. Di sisi lain, mereka juga masih menduduki kurang lebih 92%
tanah Palestina. Kondisi sosial secara dramatis menunjukkan perubahan yang
199 Bertahan hidup. 200 Ibid. 201 Dennis H.Wrong. Population and Society. New York: Random House.1965, 97.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
86
cukup signifikan. Dimulai pada pembagian wilayah pada 29 November tahun
1947, menyebabkan wilayah Palestina terbagi-bagi menjadi negara Palestina,
Yerusalem (zona internasional), dan negara Israel. Kependudukan Palestina
mengalami dinamisasi atas kebijakan tersebut. Ditambah dengan didirikannya
negara Israel dan berbagai tindakan Israel yang memaksa penduduk Palestina
untuk beralih tempat menuju pengungsian.
Pada tahun 1947-1949 penduduk Palestina lebih prioritas melakukan
mobilitas horizontal yaitu dengan mencari tempat untuk mereka mengungsi dan
mengamankan diri. Sementara itu, mobilitas sosial vertikal Palestina
menunjukkan kevakuman. Selain disebabkan oleh mobilitas horizontal yang biasa
disebut migrasi, kevakuman juga terjadi karena pada masa itu (1947-1949)
kebutuhan yang lebih prioritas bukanlah peningkatan akan status sosial melainkan
pencarian status sosial. Penduduk Palestina yang menjadi pengungsi pasca perang
tahun 1948 telah kehilangan semuanya. Semua yang ada pada diri mereka yaitu
meliputi kewarganegaraan, hak politik, kebebasan memilih pekerjaan, hak sosial
(yang di dalamnya meliputi status sosial) dan hak-hak yang lainnya. Hak sosial
berupa status sosial mereka telah hilang karena mereka pergi dari negeri mereka
sendiri tanpa ada jaminan apapun. Mungkin saat tahun 1947 di antara mereka
adalah seorang pekerja atau pedangang yang ulung, maka di tahun 1948 status
sosial mereka seakan tertiup angin, hilang tanpa sisa. Pengungsi Palestina pergi
mengungsi tanpa jelas tujuannya, bahkan diantara mereka banyak yang menjadi
imigran ilegal. Mereka memang tidak memiliki kehendak sedikit pun untuk pergi
meninggalkan negeri mereka, mereka pergi karena faktor terpaksa.
Sementara itu, pada tahun 1950-1967, kondisi mulai menunjukkan
perubahan ke arah yang lebih baik. Para penduduk Palestina yang menjadi
pengungsi dengan bantuan UNRWA. Penempatan mereka di wilayah yang
berbeda menjunjukkan adanya aktivitas-aktivitas yang berbeda pula dan tentunya
hal tersebut secara perlahan mempengaruhi mereka juga untuk melakukan
mobilitas sosial vertikal. Sebagai contoh, pengungsi Palestina yang tinggal di
Yordania mendapatkan jaminan untuk menjadi penduduk negara Yordania.
Mereka diperbolehkan berkompetisi untuk mencari kesempatan kerja. Adanya
perkembangan ekonomi yang terjadi di Tepi Timur dan Yordania membuat target
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
87
besar untuk menampung dan memberdayakan para imigran pekerja yang tidak
terampil. Implementasinya, dengan bertambahnya jumlah imigran yang mencari
pekerjaan tersebut menunjang terjadinya indutrialisasi.202 Industrialisasi menjadi
faktor pendorong yang membuat para pengungsi semakin meningkatkan status
sosialnya, melatih keterampilannya agar menjadi tenaga kerja ahli yang siap
diberdayakan. Oleh karena itu status sosial mereka meningkat karena faktor
industrialisasi tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengungsi Palestina
mengalami mobilitas sosial vertikal yang terus berkembang tiap waktunya seiring
dengan berkembangnya industrialisasi.
Di sisi lain, masih ada penduduk keturunan Palestina yang tetap tinggal di
perbatasan-perbatasan Israel pasca perang 1948. Mereka bertahan hidup dan
berada di wilayah yang dianeksasi oleh Israel sampai tahun 1967. Mereka hidup di
bawah kekuasaan Israel dan jumlah mereka berubah menjadi minoritas. Secara
resmi, orang-orang keturunan Palestina adalah warga negara Israel. Namun pada
praktiknya mereka hanya menikmati sedikit saja dari fasilitas-fasilitas sebagai
warga negara dan mengalami diskriminasi dalam sejumlah aturan yang
memberikan hah-hak tertentu pada orang-orang Yahudi.203 Pemerintahan Israel
tidak pernah memberikan persamaan hak pada orang-orang keturunan Palestina
sekalipun mereka telah terdaftar menjadi warga negara Israel.
Dalam hal pemenuhan hak politik, orang-orang Palestina yang tetap
tinggal di Israel (warga negara Israel keturunan Palestina) tidak pernah
mendapatkan kekuasaan politik dan tidak memiliki prospek untuk masa depan
dalam bidang politik apalagi pemerintahan. Mereka menjalankan hidup
kesehariannya sebagai warga negara Israel yang tunduk kepada Hukum (Darurat)
Pertahanan Israel, yang dengan itu mereka akan diadili dengan pengadilan militer,
bukan dengan pengadilan sipil, mereka terbatas dalam ruang gerak mereka,
mendapatkan ancaman pengusiran dan mereka pun sulit untuk bisa hidup seperti
warga negara Israel (orang Yahudi) yang bisa mendirikan bangunan dan
mendapatkan jaminan atas hak-hak sosial mereka.
202 Tulisan Justin McCarthy berjudul: Palestine’s Population During The Ottoman and The British Mandate Period yang terdapat dalam website http://www.palestineremembered.com. diakses pada 9 Juni 2009 203 Paul Findley. Diplomasi Munafik Zionis Israel. Bandung: Mizan. 2006, 137.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009
88
Hukum-hukum yang diberlakukan oleh pemerintahan Yahudi tetap
memperlihatkan diskriminasi terhadap warga negara Israel keturunan Palestina.
Adapun seperangkat hukum yang mereka berlakukan adalah tentang
pengambilalihan atas kekayaan orang Arab Palestina seperti: Hukum Pendaftaran
Kekayaan di Masa Darurat (1949), Hukum Kekayaan Orang yang Tidak Hadir
(1950), dan Hukum Perolehan Tanah (1953). Pada tahun 1953 saja, sekitar satu
juta hektar tanah yang dimiliki oleh 18.000 orang Palestina telah disita.204
Berdasarkan data dan fakta yang ada tersebut, dapat dipastikan tidak
adanya mobilitas sosial vertikal orang-orang Palestina yang masih tetap tinggal di
Israel. Hal itu disebabkan oleh minimnya pemenuhan atas hak-hak sosial mereka.
Meskipun ada pemenuhan atas hak sosial atas mereka, tetapi sangat minim dan
diskriminatif. Jadi, bagaimana mungkin mereka bisa melakukan mobilitas sosial
vertikal jika sarana untuk menuju ke arah itu tidak ada.
Mengkomparasikan orang Palestina yang beremigrasi ke negara lain
dengan orang Palestina yang masih hidup dalam kekuasaan Israel terlihat adanya
perbedaan yang cukup signifikan, yaitu bahwa peluang orang Palstina yang
beremigran untuk melakukan mobilitas sosial secara vertikal lebih besar daripada
orang Palestina yang masih tetap tinggal di Israel. Besar kecilnya peluang tersebut
disebabkan oleh ada atau tidaknya jaminan atas hak-hak sosial mereka.
204 Ibid., 147.
Universitas Indonesia
Sejarah kependudukan..., Riska Oktaviany, FIB UI, 2009