bab 2 s
TRANSCRIPT
2 l
~p =1 - l~, -~2)2 +(~2
112
) +(, _ai
z
Z.2
1
Atau: T = f 0, G f
2.5
2.G
Modulus Geser (G ), dirumuskan sebagai G
E
Daerah transisi antara perilaku daktail dan getas dari suatu material dapat
diperoleh dengan melakukan uji Charpy pada berbagai temperatur. Benda uji dapat
didinginkan dengan menggunakan nitrogen cair pada suhu -19G°C. Cara lain
untuk mendapatkan suhu rendah adalah dengan membuat campuran antara
nitrogen cair, alkohol, es (H20), dan es kering (C02). Untuk menaikkan temperatur
dapat ditempuh dengan cara direndam pada air mendidih atau dengan dipanaskan
pada suatu tungku pembakar. Hasil uji Charpy untuk berbagai jenis material baja
pada berbagai temperatur pengujian ditunjukkan dalam Gambar 2.7,
TEGANGAN MULTIAKSIAL
Untuk tiap kondisi tegangan multiaksial, diperlukan definisi leleh yang jelas,
definisi ini dinamakan kondisi leleh (atau teori keruntuhan) yang merupakan suatu
persamaan interaksi antara tegangan-tegangan yang bekerja,
Kriteria Leleh (Huber - Von Mises - Henckyj
Kriteria leleh untuk kondisi tegangan triaksial menurut Huber - von Mises -
Hencky adalah:
Q 12 ~ 2z Q 1Q, z+ 2
fy fy 2.4 fy
<1
Dengan (J1, 6Z, c adalah merupakan tegangan-tegangan utama, sedangkan J
adalah tegangan efektif. Dalam banyak perencanaan struktur c mendekati nol atau
cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Dan persamaan 2.2 dapat direduksi menjadi:
~r2 (T12 + a22 - cT1cT2 ~ fy2 Z.3
Atau dapat dituliskan pula sebagai:
Persamaan 2.3 dapat digambarkan sebagai kurva seperti dalam Gambar 2.8.
Tegangan Geser Leleh
Titik leleh untuk kondisi geser murni, dapat ditentukan dari kurva
tegangan-regangan dengan beban geser, atau dengan menggunakan persamaan 2.3.
Geser murni terjadi pada bidang 4S° dari bidang utama, atau pada saat 62 = -61, dan
tegangan geser = 61. Substitusikan 6y = -61 ke persamaan 2.3 sehingga diperoleh:
(r2 = ~12 + ~12 - Q1 `_a11= 3a 2 = 3T 12 = fy2
2(1+,4
Dengan E adalah modulus elastis bahan dan µ adalah angka Poisson. Untuk
baja, nilai modulus geser, G 80000 MPa
--62 -6Gambar 2,$ Kriteria Leleh Energi Distorsi untuk Tegangan
Bidang
2.6 PERILAKU BAJA PADA TEMPERATUR TINGGI
Proses desain suatu struktur untuk suatu beban layan pada temperatur
normal, biasanya jarang sekali memperhitungkan perilaku material pada temperatur
tinggi. Pengetahuan mengenai sifat-sifat perilaku material baja pada temperatur
tinggi sangat diperlukan terutama pada saat melakukan proses pengelasan atau pada
saat struktur terekspose di dalam api.
Pada temperatur sekitar 93" C, kurva regangan-regangan akan berubah
menjadi tak linear lagi, dan secara bersamaan titik leleh material tidak tampak dengan
jelas. Modulus elastisitas, regangan leleh dan regangan tarik semuanya akan tereduksi
seiring dengan naiknya temperatur material. Pada temperatur antara 430 - 540°C
laju penurunan sifat-sifat mekanik dari baja mencapai tingkat maksimum. Tiap
material baja memiliki kandungan kimia dan mikrostruktur yang berbeda-beda,
namun secara umum hubungan antara kenaikan temperatur dengan reduksi sifat-
sifat mekaniknya ditunjukkan dalam Gambar 2.9. Baja dengan kandungan karbon
yang cukup, seperti BJ 37, menunjukkan perilaku "strain aging" pada kisaran
temperatur 150 - 370°C. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sedikit kenaikan dari
regangan leleh dan regangan tariknya. Tegangan tarik mengalami kenaikan sekitar
10% pada temperatur tersebut dan pada temperatur 260 -- 320°C regangan leleh naik
kembali seperti pada kondisi temperatur ruangan normal. "Strain aging" akan
mengurangi daktilitas material baja.
Modulus elastisitas baja tereduksi secara cepat pada temperatur di atas
540" C. Ketika temperatur mencapai 260 - 320°C, baja mengalami deformasi
seiring dengan pertambahan
waktu di bawah beban yang dikerjakan. Fenomena ini disebut dengan
istilah rangkak (creep) yang biasanya dijumpai pada material beton, pada
temperatur normal fenomena rangkak tidak dijumpai pada material baja.
2.7 PENGERJAAN DINGIN DAN PENGUATAN REGANGAN 25
Efek lain yang terjadi pada material baja akibat kenaikan temperatur antara
lain adalah naiknya tahanan dampak pada takikan pada temperatur G) - 95°C,
meningkatnya sifat getas material akibat perubahan metalurgi dari material, dan
naiknya ketahanan baja terhadap korosi pada temperatur 540°C.
2.7 PENGERJAAN DINGIN DAN PENGUATAN REGANGAN
Setelah regangan leleh E~, = f/i pada leleh pertama terlampaui, dan benda
uji dibebasbebankan, pembebanan kembali akan memberikan hubungan
regangan-regangan yang berbeda dari hubungan semula. Dalam gambar 2.10
proses pembebasbebanan terjadi dari lintasan A ke B, timbul regangan permanen
OB. Kapasitas daktilitas berkurang dari regangan nF ke BF pembebanan kembali
dimulai dari titik B hingga mencapai daerah penguatan regangan (titik C). Dari
titik C dibebasbebankan kembali sampai ke titik D.
Bila material baja yang mengalami pembebanan hingga mencapai daerah
penguatan regangan dan kemudian beban dilepaskan beberapa saat, maka
material itu akan menampakkan sifat yang berbeda. Hubungan regangan-
regangan tidak lagi melalui lintasan D, C E dalam Gambar 2,11, namun titik
leleh baja akan meningkat. Fenomena ini disebut strain :` .rg. Baja yang
mengalami strain a;ing akan mengalami kenaikan regangan leleh, regangan tarik
dan regangan putusnya, daerah plastis dengan regangan konstan juga mengalami
kenaikan, namun daktilitas material ini mengalami penurunan.
Beban mulai diberikan kembali dari titik D, panjang lintasan DC lebih
panjang dari lintasan BA yang mengindikasikan pula terjadi kenaikan titik leleh,
peristiwa ini disebut efek penguatan regangan. Proses pembebanan di luar
daerah elastis yang berakibat perlahan daktilitas bahan, dan dilakukan pada
temperatur ruangan dikenal dengan istilah pengerjaan dingin (cold form).
2.8 KERUNTUHAN GETAS
Meskipun keruntuhan struktur baja pada umumnya merupakan
keruntuhan daktail, namun dalam bermacam variasi kondisi, keruntuhan baja
dapat merupakan keruntuhan getas. Keruntuhan getas adalah merupakan
suatu keruntuhan yang terjadi secara tiba-tiba tanpa didahului deformasi
plastis, terjadi dengan kecepatan yang sangat tinggi. Keruntuhan ini
dipengaruhi oleh temperatur, kecepatan pembebanan, tingkat tegangan, tebal
pelat, dan sistem pengerjaan. Secara garis besar, faktor-faktor yang dapat
menimbulkan keruntuhan getas pada suatu elemen struktur ditampilkan
dalam Tabel 2.2 berikut ini:
TABEL 2.2 faktor-faktor YANG PQTENSIAL MENIMBULKAN
KERUNTUHAN GETAS
No Faktor Pengaruh Efek
1 Temperatur Makin tinggi temperatur makin besar peluang
terjadinya keruntuhan getas
2 Tegangan tarik Keruntuhan getas hanya dapat terjadi di bawah
tegangan tarik
3 Ketebalan material Makin tebal material baja, makin besar
peluang terjadinya keruntuhan getas
4 Kontinuitas 3 dimensi Menimbulkan efek tegangan multiaksial yang
cenderung mengekang proses leleh baja dan meningkatkan kecenderungan terjadinya
keruntuhan getas
5 Takikan Adanya takikan akan meningkatkan potensi
keruntuhan getas
b Kecepatan pembebanan Makin cepat kelajuan pembebanan,
makin besar pula
peluang terjadinya keruntuhan getas
7 Perubahan laju tegangan Naiknya kelajuan tegangan akan
meningkatkan potensi
keruntuhan getas
8 Las Retakan pada las akan dapat beraksi sebagai suatu takikan
2.9 SOBEKAN
LAMELAR
Pembuatan profil baja
umumnya dilakukan dengan proses
gilas panas. Proses ini
mengakibatkan profil mempunyai
sifat yang berbeda dalam arah
gilas, arah transversal dan arah
ketebalan. Dalam daerah elastis
sifat-sifat baja dalam arah gilas
dan transversal hampir sama.
Namun daktilitas dalam arah
ketebalan jauh lebih kecil daripada
daktilitas dalam arah gilasnya.
Sobekan lamelar merupakan
keruntuhan getas yang terjadi pada
bidang gilas akibat gaya tarik besar
yang bekerja tegak lurus ketebalan
elemen pelat profil. Karena regangan
yang diakibatkan oleh beban layan
biasanya lebih kecil dari regangan
leleh, maka beban-beban layan tak
diperhatikan sebagai penyebab
sobekan lamelar. Pada sambungan
las dengan kekangan tinggi,
sobekan lamelar disebabkan oleh
penyusutan las yang mengakibatkan
timbulnya regangan yang beberapa
kali lebih besar daripada regangan
lelehnya. Keruntuhan akibat
sobekan lamelar dikategorikan
sebagai keruntuhan getas. Sobekan
lamelar umumnya dijumpai pada
sambungan-sambungan las
berbentuk T seperti pada Gambar
2.13. Di samping itu ukuran las juga
mempengaruhi terjadinya sobekan
lamelar, sebaiknya ukuran las tidak
melebihi 20 mm untuk
menghindari terjadinya sobekan
lamelar.
a
Gambar 2.15 Pengerjaan l.as
untuk Menghin ari Sohekan Lamelar
Bagian pelat baja yang mengalami
sobekan lamelar akan menjadi berserabut
(Gambar 2.14), hal ini mengindikasikan
bahwa pelat tersebut memiliki daktilitas yang
rendah dalam arah ketebalan.
Salah satu cara mencegah terjadinya
sobekan lamelar adalah dengan memperbaiki
detail sambungan las. Beberapa cara
perbaikan diperlihatkan dalam Gambar 2.1 S.
2.10 KERUNTUHAN LELAH
Pembebanan yang bersifat siklik
(khususnya beban tarik) dapat menyebabkan
keruntuhan, meskipun tegangan leleh baja
tak pernah tercapai. Keruntuhan ini
dinamakan keruntuhan lelah (fatigue
fi2ittre). Keruntuhan lelah dipengaruhi oleh
3 faktor, yakni;
a. jumlah siklus pembebanan
b. daerah tegangan layan (perbedaan
antara tegangan maksimum dan minimum)
c. cacat-cacat dalam material tersebut,
seperti retak-retak kecil
Pada proses pengelasan cacat dapat
diartikan sebagai takikan pada pertemuan
antara dua elemen yang disambung, lubang
baut yang mengakibatkan dikontinuitas pada
elemen juga dapat dikategorikan sebagai
cacat pada elemen tersebut. cacat-cacat kecil
dalam suatu elemen dapat diabaikan dalam
suatu proses desain struktur, namun pada
struktur yang mengalami beban-beban siklik,
maka retakan akan makin bertambah panjang
untuk tiap siklus pembebanan sehingga akan
mengurangi kapasitas elemen untuk memikul
beban layan. Mutu baja tidak terlalu
mempengaruhi keruntuhan lelah ini.