bab 2 s

19
2 l ~p =1 - l~, -~2)2 +(~ 2 112 ) +(, _ai z Z.2 1 Atau: T = f 0, G f 2.5 2.G Modulus Geser (G ), dirumuskan sebagai G E Daerah transisi antara perilaku daktail dan getas dari suatu material dapat diperoleh dengan melakukan uji Charpy pada berbagai temperatur. Benda uji dapat didinginkan dengan menggunakan nitrogen cair pada suhu - 19G ° C. Cara lain untuk mendapatkan suhu rendah adalah dengan membuat campuran antara nitrogen cair, alkohol, es (H 2 0), dan es kering (C0 2 ). Untuk menaikkan temperatur dapat ditempuh dengan cara direndam pada air mendidih atau dengan dipanaskan pada suatu tungku pembakar. Hasil uji Charpy untuk berbagai jenis material baja pada berbagai temperatur pengujian ditunjukkan dalam Gambar 2.7, TEGANGAN MULTIAKSIAL

Upload: razi-faisal

Post on 27-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: bab 2 s

2 l

~p =1 - l~, -~2)2 +(~2

112

) +(, _ai

z

Z.2

1

Atau: T = f 0, G f

2.5

2.G

Modulus Geser (G ), dirumuskan sebagai G

E

Daerah transisi antara perilaku daktail dan getas dari suatu material dapat

diperoleh dengan melakukan uji Charpy pada berbagai temperatur. Benda uji dapat

didinginkan dengan menggunakan nitrogen cair pada suhu -19G°C. Cara lain

untuk mendapatkan suhu rendah adalah dengan membuat campuran antara

nitrogen cair, alkohol, es (H20), dan es kering (C02). Untuk menaikkan temperatur

dapat ditempuh dengan cara direndam pada air mendidih atau dengan dipanaskan

pada suatu tungku pembakar. Hasil uji Charpy untuk berbagai jenis material baja

pada berbagai temperatur pengujian ditunjukkan dalam Gambar 2.7,

TEGANGAN MULTIAKSIAL

Untuk tiap kondisi tegangan multiaksial, diperlukan definisi leleh yang jelas,

definisi ini dinamakan kondisi leleh (atau teori keruntuhan) yang merupakan suatu

persamaan interaksi antara tegangan-tegangan yang bekerja,

Kriteria Leleh (Huber - Von Mises - Henckyj

Kriteria leleh untuk kondisi tegangan triaksial menurut Huber - von Mises -

Hencky adalah:

Page 2: bab 2 s

Q 12 ~ 2z Q 1Q, z+ 2

fy fy 2.4 fy

<1

Dengan (J1, 6Z, c adalah merupakan tegangan-tegangan utama, sedangkan J

adalah tegangan efektif. Dalam banyak perencanaan struktur c mendekati nol atau

cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Dan persamaan 2.2 dapat direduksi menjadi:

~r2 (T12 + a22 - cT1cT2 ~ fy2 Z.3

Atau dapat dituliskan pula sebagai:

Persamaan 2.3 dapat digambarkan sebagai kurva seperti dalam Gambar 2.8.

Tegangan Geser Leleh

Titik leleh untuk kondisi geser murni, dapat ditentukan dari kurva

tegangan-regangan dengan beban geser, atau dengan menggunakan persamaan 2.3.

Geser murni terjadi pada bidang 4S° dari bidang utama, atau pada saat 62 = -61, dan

tegangan geser = 61. Substitusikan 6y = -61 ke persamaan 2.3 sehingga diperoleh:

(r2 = ~12 + ~12 - Q1 `_a11= 3a 2 = 3T 12 = fy2

2(1+,4

Dengan E adalah modulus elastis bahan dan µ adalah angka Poisson. Untuk

baja, nilai modulus geser, G 80000 MPa

Page 3: bab 2 s

--62 -6Gambar 2,$ Kriteria Leleh Energi Distorsi untuk Tegangan

Bidang

2.6 PERILAKU BAJA PADA TEMPERATUR TINGGI

Proses desain suatu struktur untuk suatu beban layan pada temperatur

normal, biasanya jarang sekali memperhitungkan perilaku material pada temperatur

tinggi. Pengetahuan mengenai sifat-sifat perilaku material baja pada temperatur

tinggi sangat diperlukan terutama pada saat melakukan proses pengelasan atau pada

saat struktur terekspose di dalam api.

Pada temperatur sekitar 93" C, kurva regangan-regangan akan berubah

menjadi tak linear lagi, dan secara bersamaan titik leleh material tidak tampak dengan

jelas. Modulus elastisitas, regangan leleh dan regangan tarik semuanya akan tereduksi

seiring dengan naiknya temperatur material. Pada temperatur antara 430 - 540°C

laju penurunan sifat-sifat mekanik dari baja mencapai tingkat maksimum. Tiap

material baja memiliki kandungan kimia dan mikrostruktur yang berbeda-beda,

namun secara umum hubungan antara kenaikan temperatur dengan reduksi sifat-

sifat mekaniknya ditunjukkan dalam Gambar 2.9. Baja dengan kandungan karbon

yang cukup, seperti BJ 37, menunjukkan perilaku "strain aging" pada kisaran

temperatur 150 - 370°C. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sedikit kenaikan dari

Page 4: bab 2 s

regangan leleh dan regangan tariknya. Tegangan tarik mengalami kenaikan sekitar

10% pada temperatur tersebut dan pada temperatur 260 -- 320°C regangan leleh naik

kembali seperti pada kondisi temperatur ruangan normal. "Strain aging" akan

mengurangi daktilitas material baja.

Modulus elastisitas baja tereduksi secara cepat pada temperatur di atas

540" C. Ketika temperatur mencapai 260 - 320°C, baja mengalami deformasi

seiring dengan pertambahan

Page 5: bab 2 s

waktu di bawah beban yang dikerjakan. Fenomena ini disebut dengan

istilah rangkak (creep) yang biasanya dijumpai pada material beton, pada

temperatur normal fenomena rangkak tidak dijumpai pada material baja.

Page 6: bab 2 s
Page 7: bab 2 s

2.7 PENGERJAAN DINGIN DAN PENGUATAN REGANGAN 25

Efek lain yang terjadi pada material baja akibat kenaikan temperatur antara

lain adalah naiknya tahanan dampak pada takikan pada temperatur G) - 95°C,

meningkatnya sifat getas material akibat perubahan metalurgi dari material, dan

naiknya ketahanan baja terhadap korosi pada temperatur 540°C.

2.7 PENGERJAAN DINGIN DAN PENGUATAN REGANGAN

Setelah regangan leleh E~, = f/i pada leleh pertama terlampaui, dan benda

uji dibebasbebankan, pembebanan kembali akan memberikan hubungan

regangan-regangan yang berbeda dari hubungan semula. Dalam gambar 2.10

proses pembebasbebanan terjadi dari lintasan A ke B, timbul regangan permanen

OB. Kapasitas daktilitas berkurang dari regangan nF ke BF pembebanan kembali

dimulai dari titik B hingga mencapai daerah penguatan regangan (titik C). Dari

titik C dibebasbebankan kembali sampai ke titik D.

Bila material baja yang mengalami pembebanan hingga mencapai daerah

penguatan regangan dan kemudian beban dilepaskan beberapa saat, maka

material itu akan menampakkan sifat yang berbeda. Hubungan regangan-

regangan tidak lagi melalui lintasan D, C E dalam Gambar 2,11, namun titik

leleh baja akan meningkat. Fenomena ini disebut strain :` .rg. Baja yang

mengalami strain a;ing akan mengalami kenaikan regangan leleh, regangan tarik

Page 8: bab 2 s

dan regangan putusnya, daerah plastis dengan regangan konstan juga mengalami

kenaikan, namun daktilitas material ini mengalami penurunan.

Beban mulai diberikan kembali dari titik D, panjang lintasan DC lebih

panjang dari lintasan BA yang mengindikasikan pula terjadi kenaikan titik leleh,

peristiwa ini disebut efek penguatan regangan. Proses pembebanan di luar

daerah elastis yang berakibat perlahan daktilitas bahan, dan dilakukan pada

temperatur ruangan dikenal dengan istilah pengerjaan dingin (cold form).

Page 9: bab 2 s

2.8 KERUNTUHAN GETAS

Meskipun keruntuhan struktur baja pada umumnya merupakan

keruntuhan daktail, namun dalam bermacam variasi kondisi, keruntuhan baja

dapat merupakan keruntuhan getas. Keruntuhan getas adalah merupakan

suatu keruntuhan yang terjadi secara tiba-tiba tanpa didahului deformasi

plastis, terjadi dengan kecepatan yang sangat tinggi. Keruntuhan ini

dipengaruhi oleh temperatur, kecepatan pembebanan, tingkat tegangan, tebal

pelat, dan sistem pengerjaan. Secara garis besar, faktor-faktor yang dapat

menimbulkan keruntuhan getas pada suatu elemen struktur ditampilkan

dalam Tabel 2.2 berikut ini:

TABEL 2.2 faktor-faktor YANG PQTENSIAL MENIMBULKAN

KERUNTUHAN GETAS

No Faktor Pengaruh Efek

1 Temperatur Makin tinggi temperatur makin besar peluang

terjadinya keruntuhan getas

2 Tegangan tarik Keruntuhan getas hanya dapat terjadi di bawah

Page 10: bab 2 s

tegangan tarik

3 Ketebalan material Makin tebal material baja, makin besar

peluang terjadinya keruntuhan getas

4 Kontinuitas 3 dimensi Menimbulkan efek tegangan multiaksial yang

cenderung mengekang proses leleh baja dan meningkatkan kecenderungan terjadinya

keruntuhan getas

5 Takikan Adanya takikan akan meningkatkan potensi

keruntuhan getas

b Kecepatan pembebanan Makin cepat kelajuan pembebanan,

makin besar pula

peluang terjadinya keruntuhan getas

7 Perubahan laju tegangan Naiknya kelajuan tegangan akan

meningkatkan potensi

keruntuhan getas

8 Las Retakan pada las akan dapat beraksi sebagai suatu takikan

Page 11: bab 2 s

2.9 SOBEKAN

LAMELAR

Pembuatan profil baja

umumnya dilakukan dengan proses

Page 12: bab 2 s

gilas panas. Proses ini

mengakibatkan profil mempunyai

sifat yang berbeda dalam arah

gilas, arah transversal dan arah

ketebalan. Dalam daerah elastis

sifat-sifat baja dalam arah gilas

dan transversal hampir sama.

Namun daktilitas dalam arah

ketebalan jauh lebih kecil daripada

daktilitas dalam arah gilasnya.

Sobekan lamelar merupakan

keruntuhan getas yang terjadi pada

bidang gilas akibat gaya tarik besar

yang bekerja tegak lurus ketebalan

elemen pelat profil. Karena regangan

yang diakibatkan oleh beban layan

biasanya lebih kecil dari regangan

leleh, maka beban-beban layan tak

diperhatikan sebagai penyebab

sobekan lamelar. Pada sambungan

las dengan kekangan tinggi,

sobekan lamelar disebabkan oleh

penyusutan las yang mengakibatkan

Page 13: bab 2 s

timbulnya regangan yang beberapa

kali lebih besar daripada regangan

lelehnya. Keruntuhan akibat

sobekan lamelar dikategorikan

sebagai keruntuhan getas. Sobekan

lamelar umumnya dijumpai pada

sambungan-sambungan las

berbentuk T seperti pada Gambar

2.13. Di samping itu ukuran las juga

mempengaruhi terjadinya sobekan

lamelar, sebaiknya ukuran las tidak

melebihi 20 mm untuk

menghindari terjadinya sobekan

lamelar.

a

Page 14: bab 2 s

Gambar 2.15 Pengerjaan l.as

untuk Menghin ari Sohekan Lamelar

Bagian pelat baja yang mengalami

sobekan lamelar akan menjadi berserabut

(Gambar 2.14), hal ini mengindikasikan

bahwa pelat tersebut memiliki daktilitas yang

rendah dalam arah ketebalan.

Salah satu cara mencegah terjadinya

Page 15: bab 2 s

sobekan lamelar adalah dengan memperbaiki

detail sambungan las. Beberapa cara

perbaikan diperlihatkan dalam Gambar 2.1 S.

2.10 KERUNTUHAN LELAH

Pembebanan yang bersifat siklik

(khususnya beban tarik) dapat menyebabkan

keruntuhan, meskipun tegangan leleh baja

tak pernah tercapai. Keruntuhan ini

dinamakan keruntuhan lelah (fatigue

fi2ittre). Keruntuhan lelah dipengaruhi oleh

3 faktor, yakni;

a. jumlah siklus pembebanan

b. daerah tegangan layan (perbedaan

antara tegangan maksimum dan minimum)

c. cacat-cacat dalam material tersebut,

seperti retak-retak kecil

Pada proses pengelasan cacat dapat

diartikan sebagai takikan pada pertemuan

antara dua elemen yang disambung, lubang

baut yang mengakibatkan dikontinuitas pada

elemen juga dapat dikategorikan sebagai

cacat pada elemen tersebut. cacat-cacat kecil

dalam suatu elemen dapat diabaikan dalam

suatu proses desain struktur, namun pada

struktur yang mengalami beban-beban siklik,

maka retakan akan makin bertambah panjang

Page 16: bab 2 s

untuk tiap siklus pembebanan sehingga akan

mengurangi kapasitas elemen untuk memikul

beban layan. Mutu baja tidak terlalu

mempengaruhi keruntuhan lelah ini.