bab 2 nifas
DESCRIPTION
kelainan pada masa nifas salah satunya adalah psikologiTRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitan Terdahulu
Penelitian tentang nifas pernah dilakukan oleh Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia tahun 2005, berjudul Gambaran kebutuhan perawatan nifas
tentang kepercayaan dan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan pada
masa nifas. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kebutuhan perawatan
nifas dan menggambarkan kepercayaan dan kebiasaan yang berhubungan dengan
kesehatan pada masa nifas. Studi ini menggunakan desain deskriptif dengan dasar
model Cox. Dari populasi yang berjumlah 132 orang diambil sampel sejumlah
100 ibu yang melahirkan di sebuah Puskesmas di Jakarta Pusat, sedangkan
pemberian pelayanan kesehatan 15 orang. Data diperoleh melalui kuesioner dan
wawancara berstruktur. Hasil analisis diperoleh bahwa ada kebutuhan yang kuat
terhadap perawatan pada masa nifas. Komplikasi yang sering terjadi adalah
pembengkakan payudara. Ibu nifas tidak memperoleh informasi yang adekuat
tentang perawatan nifas. Kebiasaan yang banyak dilakukan Ibu nifas adalah
tapelan untuk merawat otot perut dan rahim, pemijatan seluruh tubuh pada saat
tertentu sedangkan hubungan seksual sangat dilarang sebelum masa nifas
berakhir. Terdapat keterbatasan sumber-sumber untuk pendidikan kesehatan di
Puskesmas khususnya mengenai perawatan nifas. Dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat kebutuhan perawatan mandiri selama nifas dengan
menggunakan pedoman yang tepat. (Rachmawati, 2005)
6
2.2. Konsep Nifas
2.2.1 Pengertian nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini
yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 1999:115)
2.2.3 Pembagian nifas
Menurut Mochtar (1999:115) nifas dibagi menjadi 3 periode yaitu :
1. Puerperium dini
Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dalam agama islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2. Puerperium intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu.
3. Remote puerperium
Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
2.2.2 Perubahan fisik pada masa nifas
Perubahan pada masa nifas menurut Mochtar (1998:116) adalah berupa
Perubahan- perubahan fisik yang meliputi :
1. Involusi
Involusi adalah perubahan dalam proses kembalinya alat-alat kandungan atau
uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti
sebelum hamil. Involusi terjadi karena :1) Autolysis Yaitu penghancuran
7
jaringan alat-alat uterus yang di absorbsi dan kemudian dibuang melalui
ginjal, sehingga setelah melahirkan ibu sering miksi. 2) Aktifitas otot – otot
Yaitu kontraksi dan retraksi setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit
pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan placenta dan berguna
untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak keluar. 3) Ischaenemia disebut juga
local anemia yaitu kekurangan aliran darah ke uterus yang mengakibatkan
jaringan otot mengalami atropi. Ketiga Faktor tersebut saling berkaitan dan
saling mempengaruhi sehingga memberikan dampak terhadap perubahan
uterus kandung kemih ovarium, vagina, serviks dan dinding abdeomen .
Tabel 2.1 Proses involusi secara normal dapat dilihat pada tabel berikut
: Involusi Tinggi fundus uteri Berat UterusBayi baru lahir Uri lahir 1 minggu2 minggu 6 minggu 8 minggu
Setinggi pusat 2 jari bawah pusat Pertengahan pusat syphisis Tidak teraba di atas syphisis Bertambah kecil Sebesar normal
1000 gram750 gram500 gram350 gram50 gram30 gram
Sumber : Wiknjosastro, 2007: 237-238.
Bekas implantasi uri placental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol
ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm setelah 2 minggu menjadi 3,5 cm pada
minggu ke 6 diameter 2,4 cm dan akhirnya pulih luka pada jalan lahir, bila
tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7 hari.
2. Lochia
Lochia adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam
masa nifas. Macam – macam Lochia , yaitu : 1) Lochia Rubra (cruentra) :
Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban sel-sel desi dua, vernix kaseosa,
8
lanugo dan mekonium selama dua hari pesca persalinan. 2) Lochia
Sanguinnolenta : warna merah, kuning berisi darah dan lender, terjadi pada
hari ke 3-7 pasca persalinan. 3) Lochia Serosa : warna kuning kecoklatan hari
ke 7-14. 4) Lochia Alba : warna keputihan 14 hari. 5) Lochia Purulenta :
terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk. 6) Lhociostatis:
lochia keluarnya tidak lancar. (Wiknjoastro, 2007: 241).
3. Lactasi
Untuk menghadapi masa lactasi sejak dari kehamilan telah terjadi perubahan –
perubahan pada kelenjar mammae, yaitu : 1) Proliferensi jaringan pada
kelenjar aviola dan jaringan lemak bertambah. 2) Keluarnya cairan susu jolong
dari duktus lactifecus disebut kolostrum warna putih kuning susu. 3)
Hypervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana vena
kondiolatasi tampak jelas. 4) Setelah persalinan pengaruh sopresi estrogen
dan progesterone hilang, maka timbul pengaruh hormone lactogenis (LH) atau
prolaktatin. Disamping itu pengaruh oksitosin menyebabkan epitel kelenjar
susu berkontraksi sehingga air susu keluar, bertambah banyak sesudah 2-3
hari pasca persalinan. Bila bayi mulai menetek, isapan pada putting susu
merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris, menyebabkan oksitisin
dikeluarkan oleh hypophisis, produksi akan lebih sempurna disamping ASI
merupakan makanan utama untuk bayi yang baik. (Wiknjosastro, 2007 : 239)
4. Beberapa perubahan lain pada masa nifas
Bila tidak ada infeksi atau luka-luka jalan lahir yang berarti wanita yang baru
melahirkan merasa sangat lega. After pains atau mules-mules sesudah partus
9
akibat kontraksi uterus kadang-kadang sangat mengganggu selama 2 sampai 3
hari post partum perasaan sakit itupun timbul bila masih terdapat sisa-sisa
selaput ketuban, sisa-sisa plasenta, atau gumpalan darah di dalam kavum uteri.
Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C. Sesudah partus dapat naik
+ 0,50C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 38,00C. Sesudah 12 jam
pertama melahirkan, umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu
badan > 38,00C, mungkin ada infeksi. Nadi berkisar umumnya antara 60 – 80
denyutan permenit. Segera setelah partus dapat terjadi bradikardia. Bila
terdapat takikardia sedangkan badan tidak panas, mungkin ada perdarahan
berlebihan atau ada vitium kordis pada penderita. Pada masa nifas umumnya
denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan. Pada beberapa kasus
ditemukan keadaan hipertensi post partum. Tetapi ini akan menghilang
dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang
menyertainya dalam ± 2 bulan pengobatan. Abdomen, tertutama uterus, harus
diawasi secara teliti dalam masa nifas. Pada hari pertama post partum tinggi
fundus uteri kira-kira 1 jari dibawah pusat. Setelah 5 hari post partum
menjadi 1/3 jarak antara simfisis ke pusat. Dan setelah 10 hari fundus uterus
sukar diraba diatas simfisis. Syarat pada pemeriksaan ini ialah kandung
kencing harus kosong. (Wiknjosastro, 2007 : 241)
2.3 Komplikasi ibu nifas
Komplikasi yang dimaksud adalah penyulit-penyulit yang terjadi pada masa
nifas. Komplikasi yang paling sering dihadapi oleh bidan adalah:
10
2.3.1 Infeksi puerperium
1. pengertian.
Infeksi peurperium adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran reproduksi
selama persalinan atau peurperium. Infeksi tidak lagi bertanggung jawab
terhadap tingginya insiden mortalitas peurperium seperti dahulu, saat dikenal
sebagai demam nifas. Akan tetapi, infeksi peurperium masih tetap bertanggung
jawab terhadap persentase signifikan morbiditas peurperium (Varney, 2008:
1005).
Setelah persalinan terjadi beberapa perubahan penting diantaranya makin
meningkatnya pembentukan urin untuk mengurangi hemodilusi darah, terjadi
penyerapan beberapa bahan tertentu melalui pembuluh darah vena sehingga
terjadi peningkatan suhu badan sekitar 0,5 oC yang bukan merupakan keadaan
patologis atau menyimpang pada hari pertama. Perlukaan karena persalinan
merupakan tempat masuknya kuman kedalam tubuh, sehingga menimbulkan
infeksi pada kala nifas. (Manuaba, 1999 : 313)
Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genital pada waktu persalinan dan nifas.
Dahulu infeksi ini merupakan sebab kematian maternal yang paling penting.
Demam nifas atau dengan kata lain morbiditas puerperalis meliputi demam
dalam masa nifas oleh sebab apapun. Menurut Joint Committee on Maternal
Welfare (Amerika Serikat) definisi morbiditas puerpuralis adalah kenaikan
11
suhu sampai 380C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum,
dengan mengecualikan hari pertama (Wiknjosastro, 2007 : 689).
2. Tanda dan gejala.
Infeksi akut ditandai dengan demam, sakit didaerah infeksi, berwarna
kemerahan, fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas
dapat berbentuk:
a. Infeksi lokal
Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit,
pengeluaran lochea bercampur nanah, mobilitas terbatas karena rasa nyeri,
temperature badan dapat meningkat.
b. Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, temperatur meningkat, tekanan darah menurun
dan nadi meningkat, pernafasan dapat meningkat dan terasa sesak,
kesadaran gelisah sampai sampai menurun dan koma, terjadi gangguan
involusi uterus, lochea berbau dan bernanah serta kotor (Ambarwati, 2008:
124).
3. Cara terjadinya infeksi
a. Manipulasi penolong yang tidak suci hama, atau periksa dalam yang
berulang-ulang dapat membawa bakteri yang sudah ada kedalam rongga
Rahim.
b. Alat-alat yang tidak suci hama.
c. Infeksi doplet, sarung tangan dan alat-alat terkena infeksi, kontaminasi
yang berasal dari hidung, tenggorokan dari penolong.
12
d. Infeksi rumah sakit.
e. Koitus pada akhir kehamilan pada ketuban pecah dini.
f. Infeksi intrapartum (Ambarwati, 2008: 124-125).
4. Faktor predisposisi
a. Persalinan lama khususnya dengan pecah ketuban.
b. Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan.
c. Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan kususnya pecah
ketuban.
d. Tehnik aseptik tidak sempurna.
e. Tidak memperhatikan tehnik mencuci tangan.
f. Manipulasi intra uterin (misal, exsplorasi uteri, pengeluaran placenta
manual).
g. Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang tidak
diperbaiki.
h. Hematoma.
i. Haemorargie, khusunya jika kehilangan darah lebih 1000 ml., 10)
Kelahiran operatip, terutama kelahiran seksio sesaria.
j. Retensi sisa plasenta atau membran janin.
k. Perawatan perineum tidak memadai.
l. Infeksi vagina/ servik atau penyakit menular seksual yang tidak ditangani
(misal Vaginosis bakteri, clamidia, gonorroe) (Varney, 2008: 1005).
13
2.3.2 Mastitis.
Mastitis adalah infeksi payudara. Meskipun dapat terjadi pada setiap wanita,
Mastitis semata-mata merupakan komplikasi pada wanita menyusuio. Mastitis
harus dibedakan dari peningkatan suhu transien dan nyeri payudara akibat
pembesaran awal karena air susu masuk kedalam payudara Mastitis terjadi akibat
invasi jaringan payudara (mis: glandular, jaringan ikat, areolar, lemak) oleh
organisme infeksius atau adanya cedera payudara. Organisme yang umum
termasuk S. aureus, streptococci, dan H. Parainfluenzae. Cedera payudara
mungkin disebabkan memar karena manipulasi yang kasar, pembesaran payudara,
stasis air susu ibu dalam duktus, atau pecahnya atau fisura putting susu bakteri
dapat berasal dari berbagai sumber: tangan ibu, tangan orang yang merawat ibu
atau bayi, bayi, duktus laktiferus, darah sirkulasi, stress dan keletihan (Varney,
2008 : 1006).
Mastitis dapat terjadi pada setiap wanita, mastitis semata-mata merupakan
komplikasi pada wanita menyusui. Tanda dan gejala aktual mastitis meliputi
peningkatan suhu yang cepat dari 39,50C s/d 400C, peningkatan kecepatan nadi,
menggigil, malaise umum, sakit kepala, nyeri hebat, bengkak, perubahan warna
mamae area payudara keras (Varney, 2008 : 1007).
2.3.3 Hemoragi pascapartum lambat
Perdarahan nifas dinamakan sekunder (hemoragi pascapartum lambat) bila
terjadi 24 jam atau lebih sesudah persalinan, perdarahan ini bisa timbul pada
minggu kedua nifas. Perdarahan sekunder ini ditemukan kurang dari 1% dari
semua persalinan. Sebab-sebabnya ialah sub involusi, kelainan kongenital uterus,
14
inversion uteri, mioma uteri, submukosum, dan penghentian pengobatan dengan
estrogen untuk menghentikan laktasi.Tetapi dapat dimulai dengan pemberian 0,5
mg ergometrin intra muskuler, yang dapat diulang dalam 4 jam atau kurang.
Perdarahan yang banyak memerlukan pemeriksaan tentang sebabnya. Apabila
tidak ditemukan inversio uteri atau mioma submukosum yang memerlukan
penanganan khusus, kerokan dapat menghentikan perdarahan. Pada tindakan ini
perlu dijaga agar tidak terjadi perforasi (Wiknjosastro, 2007 : 703).
hemoragi pascapartum lambat (tertunda) adalah hemoragi yang terjadi setelah
24 jam pertama pascapartum. Penyebab umumnya meliputi:
1. subinvolusi di tempat perlekatan plasenta.
2. Fragmen plasenta atau membrane janin yang tertinggal.
3. Laserasi saluran reproduksi yang sebelumnya tidak terdiagnosa.
4. Hematoma.
Tanda dan gejala hemoragi pascapartum lambat meliputi perdarahan eksternal
yang jelas, tanda dan gejala syok serta anemia. Bidan berkolaborasi dengan dokter
konsultan untuk mendiagnosis penyebab dan terapi yang tepat (Varney, 2008:
1008-1009).
2.3.4 Subinvolusi uteri.
Sub involusi terjadi jika proses kontraksi uterus tidak terjadi dan kontraksi ini
lama atau berhenti. Proses involusi bisa dihambat oleh retensi sisa plasenta,
mioma, atau infeksi. Retensi sisa plasenta atau membrane janin adalah penyebab
yang paling sering terjadi. Sub involusi dapat didiagnosis selama pemeriksanaan
pasca persalinan dan adanya keluhan peningkatan perdarahan peresisten, periode
15
lochea lebih lama, diikuti dengan leukoria dan perdarahan banyak yang tidak
teratur. Sub involusi awal pada masa purpurium menunjukkan uterus lunak, tidak
bergerak, tidak berkurang ukurannya dan tinggi fundus uteri tidak berubah, tidak
menurun, lochea banyak dan berwarna merah terang sampai coklat kemerahan
(Varney, 2007 : 1009).
2.3.5 Tromboflebitis dan emboli paru.
Tromboflebitis pascapartum lebih umum terjadi pada wanita penderita
varikositis atau yang mungkin secara genetik rentan terhadap relaksasi dinding
vena dan statis vena. Kehamilan menyebabkan statis vena dengan sifat relaksasi
dinding vena akibat efek progesterom dan tekanan pada vena uterus. Kehamilan
juga merupakan status hiperkoagulabel. Kompresi vena selama posisi persalinan
atau peralihan juga dapat berperan terhadap masalah ini. Tromboflebitis
digambarkan sebagai superfisial atau bergantung pada vena apa yang terkena.
Tromboflebitis superfisial ditandai dengan nyeri tungkai, hangat terlokalisasi,
nyeri tekan, atau inflamasi pada sisi tersebut, dan palpasi adanya simpulan atau
teraba pembuluh darah. Tromboflebitis vena profunda ditandai dengan tanda dan
gejala berikut:
1. Kemungkinan peningkatan suhu ringan.
2. Takikardia ringan.
3. Awitan tiba-tiba nyeri, sangat berat pada tungkai diperburuk dengan
pergerakan atau saat berdiri.
4. Edema pergelangan kaki, tungkai dan paha.
5. Tanda Homan positif.
16
6. Nyeri saat penekanan betis.
7. Nyeri tekan sepanjang aliran pembuluh darah yang terkena dengan pembuluh
darah dapat teraba.
Tanda Homan diperiksa dengan menempatkan satu tangan di lutut ibu dan
memberikan tekanan ringan untuk menjaga kaki tetap lurus. Jika terdapat nyeri
nyeri betis saat dorsifleksi kaki, tanda ini positif.
Resiko terbesar yang berkaitan dengan tromboflebitis adalah emboli paru,
terutama sekali terjadi pada tromboflebitis vena profunda dan kecil
kemungkinannya terjadi pada tromboplebitis superfisial. Awitan tiba-tiba
takipnea, dyspnea, dan nyeri dada tajam adalah gejala yang paling umum. Banyak
gejala yang kurang spesifik mungkin muncul, dan meliputi perubahan suara paru
atau bunyi jantung dan kecenderungan terjadinya penurunan kadar oksigen darah
wanita. Awitan tiba-tiba tiga gejala pertama mengharuskan evaluasi dokter segera
pada wanita (Varney, 2007 : 1008).
2.3.6 Depresi pascapartum
1. Psikologi Pada Masa Nifas
Perubahan emosi selama masa nifas memiliki berbagai bentuk dan variasi.
Kondisi ini akan berangsur-angsur normal sampai pada minggu ke 12 setelah
melahirkan. Pada 0 – 3 hari setelah melahirkan, ibu nifas berada pada puncak
kegelisahan setelah melahirkan karena rasa sakit pada saat melahirkan sangat
terasa yang berakibat ibu sulit beristirahat, sehingga ibu mengalami
kekurangan istirahat pada siang hari dan sulit tidur dimalam hari. Pada 3 -10
hari setelah melahirkan, Postnatal blues biasanya muncul, biasanya disebut
17
dengan 3th day blues. Tapi pada kenyataanya berdasarkan riset yang
dilakukan paling banyak muncul pada hari ke lima. Postnatal blues adalah
suatu kondisi dimana ibu memiliki perasaan khawatir yang berlebihan
terhadap kondisinya dan kondisi bayinya sehingga ibu mudah panik dengan
sedikit saja perubahan pada kondisi dirinya atau bayinya. Pada 1 – 12 minggu
setelah melahirkan, kondisi ibu mulai membaik dan menuju pada tahap
normal. Pengembalian kondisi ibu ini sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungannya, misalnya perhatian dari anggota keluarga terdekat. Semakin
baik perhatian yang diberikan maka semakin cepat emosi ibu kembali pada
keadaan normal.
2. Depresi Pada Masa Nifas
Identifikasi depresi postpartum adalah tanggung jawab bidan dan ahli klinis
lain menemui wanita sepanjang tahun pasca partum pertama. Seperti halnya
proses pada penyakit lain, yang mungkin segan untuk dibicarakan oleh
wanita mendengar aktif dan penerimaan terhadap penjelasan wanita
mengenai pengalamannya adalah kunci untuk menggali ketakutan dan
kekhawatirannya. Beck menyebutkan prase “pencuri yang mencuri
keibuannya” untuk menggambarkan efek depresi pascapartum pada
kehidupan wanita. Nyatanya, setengah dari semua wanita yang mengalami
depresi pascapartum tidak mencari bantuan atau tidak didiagnosis dengan
penyakit umum ini (Varney, 2008: 1009)
Berbeda dengan baby blues, yang ringan dan sementara, depresi postpartum
sejati dapat terjadi pada setiap titik dalam bulan pertama pascapartum dan
18
mempunyai andil dalam karakteristik diagnostic depresi mayor atau minor.
Pada kondisi terparah spektrum gangguan alam perasaan pascapartum,
psikosis pascapartum yang jarang terjadi dikarakteristikkan dengan perilaku
bunuhdiri atau menyakiti bayi, dan perubahan proses piker, selain gejala lain
yang berkaitan dengan depresi.
Depresi pasca partum harus dibedakan dengan tiroiditid pascapartum, yang
insidennya 5-7%. Fase tiroltoksik diikuti dengn hipotiroidisme. Keletihan dan
depresi dikaitkan dengan kedua fase tersebut. Meskipun tiroiditis umumnya
dianggap sementara, terdapat hubungan dengan terjadinya hipotiroidisme
klinis permanen di kemudian hari.
Penapisan disfungsi tiroid pada kasus depresi dapat memberikan terapi yang
lebih baik bagi beberapa wanita. Kerja skala besar beck dengan depresi
pascapartum menghasilkan postpartum depression predictors inventory/PDPI.
Versi terbaru menurut varney 2008, instrument penapisan ini meliputi 13
prediktor:
a. Depresi prenatal.
b. Stres merawat anak.
c. Stress kehidupan.
d. Dukungan social.
e. Ansietas prenatal.
f. Kepuasan perkawinan.
g. Riwayat depresi sebelumnya.
h. Temperamen bayi.
19
i. Maternity blues.
j. Harga diri.
k. Status sosioekonomi.
l. Status perkawinan.
m. Kehamilan tidak diinginkan/tidak direncanakan.
2.4 Perawatan Ibu Nifas
Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil yang telah
selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil,
lamanya kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetelia baru pulih
kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. Perawatan masa
nifas dimulai sebenarnya sejak kala uri dengan menghindarkan adanya
kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada
perlukaan jalan lahir atau luka bekas episiotomi, lakukan penjahitan dan
perawatan luka dengan sebaik-baiknya. Penolong persalinan harus tetap waspada
sekurang-kurangnya 1 jam sesudah melahirkan, untuk mengatasi kemungkinan
terjadinya perdarahan post partum. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
perawatan masa nifas :
2.4.1. Ambulasi Dini
Disebut juga early ambulation. Early ambulation adalah kebijakan untuk
selekas mungkin membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan
membimbingnya selekas mungkin berjalan. Klien sudah diperbolehkan bangun
dari tempat tidur dalam 24-48 jam post Partum. Keuntungan early ambulation
adalah : Klien merasa lebih baik, lebih sehat dan lebih kuat, Faal usus dan
20
kandung kencing lebih baik, Dapat lebih memungkinkan dalam mengajari ibu
untuk merawat atau memelihara anaknya, memandikan dll selama ibu masih
dalam perawatan.
Kontra indikasi : Klien dengan penyulit, misalnya anemia, penyakit jantung,
penyakit paru dll.(Ambarwati, 2008 : 105)
2.4.2. Diet / Makanan
Makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup kalori, yang
mengandung cukup protein, banyak cairan, serta banyak buah-buahan dan sayuran
karena si ibu ini mengalami hemokosentrasi. (Mansjoer, 2006)
2.4.3. Buang Air Kecil
Buang air kecil harus secepatnya dilakukan sendiri. Kadang-kadang wanita
sulit kencing karena pada persalinan muschulus sphicter vesica et urethare
mengalami tekanan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muschulus sphicter
ani. Juga oleh karena adanya oedem kandungan kemih yang terjadi selama
persalinan. Bila kandung kemih penuh dengan wanita sulit kencing sebaiknya
lakukan kateterisasi, sebab hal ini dapat mengundang terjadinya infeksi. Bila
infeksi telah terjadi (urethritis, cystitis, pyelitis), maka pemberian antibiotika
sudah pada tempatnya. (Mansjoer, 2006)
2.4.4. Buang Air Besar
Buang air besar harus sudah ada dalam 3-4 hari post partum. Bila ada
obstipasi dan timbul berak yang keras, dapat kita lakukan pemberian obat
pencahar (laxantia) peroral atau parenterala, atau dilakukan klisma bila masih
21
belum berakhir. Karena jika tidak, feses dapat tertimbun di rektum, dan
menimbulkan demam. (Mansjoer, 2006)
2.5 Kunjungan Nifas
Kunjungan Nifas dilakukan paling sedikit 4 kali. Hal ini dilakukan untuk
menilai status ibu dan bayi baru lahir serta mencegah terjadinya masalah.
(Ambarwati, 2008)
2.5.1 Kunjungan I dilakukan 6-8 jam setelah persalinan
Tujuannya :
1. Mencegah perdarahan waktu nifas karena atonia uteri
2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan
berlanjut.
3. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bila terjadi
perdarahan banyak.
4. Pemberian ASI awal.
5. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
6. Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah terjadinya hipotermi.
Jika petugas kesehatan menolong persalinan petugas harus tinggal dan
mengawasi 2 jam pertama.
2.5.2 Kunjungan II 6 hari setelah persalinan
Tujuannya :
1. Memastikan involusio uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus uteri
dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan dan tidak berbau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
22
3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak menunjukkan
tanda-tanda penyakit.
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi supaya tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
2.5.3 Kunjungan III 2-3 minggu setelah persalinan
1. Memastikan involusio uteri berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus uteri
dibawah pusat, tidak ada perdarahan dan tidak berbau.
2. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
4. Memastikan ibu menyusui bayinya dengan baik dan tidak menunjukkan
tanda-tanda penyakit.
5. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
menjaga bayi supaya tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
2.5.4 Kunjungan IV 4-6 minggu setelah persalinan
1. Menanyakan pada ibu tentang penyakit-penyakit yang
ibu dan bayi yang alami.
2. Memberikan konseling KB secara dini
3. Tali pusat harus tetap kering, ibu perlu diberitahu
bahaya membubuhkan sesuatu pada tali pusat bayi, misalnya minyak atau
bahan lain. Jika ada kemerahan pada tali pusat, perdarahan tercium bau
busuk, bayi segera dirujuk.
23
4. Perhatikan kondisi umum bayi, apakah ada ikterus atau
tidak, ikterus pada hari ke tiga post partum adalah fisiologis yang tidak perlu
pengobatan. Namun bila ikterus terjadi pada hari ketiga atau kapan saja dan
bayi malas untuk menetek serta tampak mengantuk maka segera rujuk ke RS.
5. Bicarakan pemberian ASI dengan ibu dan perhatikan
apakah bayi menetek dengan baik.
6. Nasehati ibu untuk hanya memberikan ASI kepada bayi
selama minimal 4-6 bulan dan bahaya pemberian makanan tambahan selain
ASI sebelum usia 4-6 bulan.
7. Catat semua dengan tepat hal-hal yang diperlukan.
8. Jika ada yang tidak normal segera merujuk ibu dan atau
bayi ke puskesmas atau RS. (Ambarwati,2008:119)
2.6 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu abstrak – logikal, secara arti harfiah dan
akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil penemuan dengan Body of
Knowledge (Nursalam, 2000 : 31). Dalam penelitian ini dikembangkan kerangka
konsep sebagai berikut :
24
Keterangan :: Variabel yang tidak diteliti: Variabel yang diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Kesehatan ibu pada masa nifas perlu diperhatikan dengan upaya kunjungan
nifas. Kunjungan ini dilakukan sebanyak 3 kali yaitu KN I, KN II, KN III dan KN
IV. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada ibu dan
anak serta mencegah terjadinya kematian ibu. Dengan KN ini diharapkan
diketahui secara dini komplikasi yang muncul pada ibu di masa nifas. Beberapa
25
Tidak komplikasi
Komplikasi:Infeksi puerperiumMastitisHemoragi pascapartum lambat.Subinvolusi.Depresi pascapartum.
IBU
KN IKN IIKN IIIKN IV
Nifas
Tromboflebitis dan emboli paru.Hematoma.
komplikasi sering dihadapi oleh bidan pada masa nifas adalah infeksi puerperium,
mastitis, tromboflebitis dan emboli paru, hematoma, hemoragi pascapartum
lambat, subinvolusi, depresi pascapartum (Varney, 2008: 1004-1013). Namun
peneliti membatasi meneliti komplikasi seperti infeksi puerperium, mastitis,
hemoragi pascapartum lambat, subinvolusi dan depresi pascapartum.
26