bab 2 komplikasi nifas terbaru.docx
DESCRIPTION
komplikasi nifaskomplikasi nifaskomplikasi nifaskomplikasi nifaskomplikasi nifaskomplikasi nifaskomplikasi nifaskomplikasi nifasTRANSCRIPT
Sumber :
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: ANDI.
BAB II
BAHASAN
2.1 Infeksi Puerperalis
Pengertian
Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan. Infeksi masa
nifas masih merupakan penyebab tertinggi angka kematian ibu (AKI). Infeksi luka
jalan lahir pascapersalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam
dalam nifas sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas, maka demam dalam nifas
merupakan gejala penting dari penyakit ini. Demam dalam masa nifas sering juga
disebut morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Demam dalam
nifas selain oleh infeksi nifas dapat juga disebabkan oleh pielitis, infeksi jalan
pernapasan, malria, dan tifus.
Joseph dan Nugroho (2010) dan Prawirohardjo (2006) memberikan definisi
mengenai infeksi nifas yaitu infeksi bakteri pada dan melalui traktus genitalia yang
terjadi sesudah melahirkan , ditandai kenaikan suhu sampai 38°C atau lebih selama 2
hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama.
Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas
jika tidak ditemukan sebab-sebab ekstragenital (Prawirohardjo, 2006).
Morbiditas nifas ditandai dengan suhu 38oC atau lebih, yang terjadi selam 2 hari
berturut-turut. Kenaikan suhu ini terjadi sesuda terjadi 24 jam pascapersalinan dalam
10 hari pertama masa nifas. Kejadian infeksi masa nifas berkurang antara lain karena
adanya antibiotik, berkurangnya operasi yang merupakan trauma yang berat,
pembatasan lamanya persalinan, asepsis, transfuse darah, dan bertamban baiknya
kesehatan umum (kebersihan, gizi, dan lain-lain).
Penyebab
Mikroorganisme penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari luar
(eksogen) atau dari jalan lahir penderita sendiri (endogen). Mikroorganisme endogen
lebih sering menyebabkan infeksi. Mikroorganisme yang tersering menjadi penyebab
ialah golongan streptococcus, basil coli, dan stafilococcus. Akan tetapi, kadang-
kadang mikroorganisme lain memegang peranan, seperti: Clostridium welchii,
Gonococcus, Salmonella typhii, atau Clostridium tetanii.
Cara terjadinya infeksi
1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam
uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alat-alat yang
dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman.
2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
bersal dari hidung atau tenggorokan dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Oleh
karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekera di kamar bersalin harus
ditutupdengan masker dan penderita infeksi saluran pernapasan dilarang
memasuki kamar bersalin.
3. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman pathogen yang berasal sari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa
oleh aliran udara kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain alat-alat yang
suci hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau
pada waktu nifas.
4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali
apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5. Infeksi intrapartum sudah dapat menimbulkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan.
Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah
lama pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejala
yangmungkin uncul adalah kenikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan
takikardi, denyut jantung janin juga dapat meningkat. Air ketuban biasanya menjadi
keruh dan berbau. Pada infeksi intrapartum, kuman-kuman memasuki dinding uterus
pada waktu persalinan, dan dengan melewati amniom dapat menimbulkan infeksi
pula pada janin. Prognosis infeksi intrapartum sangat tergantung dari jrnis kuman,
lamanya infeksi berlangsung, dan dapat tidaknya persalinan berlangsung tanpa
banyak perlukaan jalan lahir.
Faktor predisposisi
Situasi berikut merupakan predisposisi infeksi masa nifas pada wanita.
1. Persalinan lama, khususnya dengan pecah ketuban.
2. Pecah ketuban yang lama sebelum persalinan.
3. Bermacam-macam pemeriksaan vagina selama persalinan, khususnya pecah
ketuban.
4. Teknik aseptic tidak sempurna.
5. Tidak memperhatikan teknik mencuci tangan.
6. Manipulasi intrauteri (misalnya: eksplorasi uteri, pengeluaran plasenta manual).
7. Trauma jaringan yang luas atau luka terbuka, seperti laserasi yang tidak
diperbaiki.
8. Hematoma.
9. Hemoragi, khususnya kehilangan darah lebih dari 1000 ml.
10. Pelahiran operatif, terutama persalinan melalui SC.
11. Retensi sisa plasenta atau membrane janin.
12. Perawatan perineum tidak memadai.
13. Infeksi vagina/serviks atau PMS yang tidak ditangani (misalnya: vaginosis
bakteri, klamidia, gonorrhea).
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala infeksi pada umumnya adalah peningkatan suhu tubuh,
malaise umum, nyeri, dan lokia berbau tidak sedap. Peningkatan kecepatan nadi
dapat terjadi, terutama pada infeksi berat. Interpretasi kultur laboratorim dan
sensitifitas pemeriksaan lebih lanjut, dan penanganan memerlukan diskusi serta
kolaborasi dengan dokter.
Penanganan
Penanganan umum menurut Prawirohardjo (2006) antara lain:
a. Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi, dan masalah dalam proses
persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit atau komplikasi dalam masa
nifas.
b. Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi
nifas
c. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang
dikenali pada saat kehamilan taupun persalinan
d. Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui
e. Beri acatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-gejala
yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
f. Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang
mengalami infeksi pada saat persalinan
g. Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.
h. Beri infus heparin, obati dengan antibiotika dan berikan terapi suportif dan
observasi
i. Berikan terapi suportif (hepatoprotektor) dan observasi
Jenis-jenis Infeksi Puerperalis
Meskipun infeksi pascapartum terbanyak adalah endometritis, yang jauh lebih
umum terjadi setelah pelahiran SC daripada pelahiran per vaginam, adanya laserasi
atau trauma jaringan dalam saluran genetalia dapat terkena infeksi setelah mehirkan.
Selain itu, juga terdapat penyebaran infeksi yang berasal dari infeksi local dan
menyebar melalui jalur sirkulasi vena dan limfatik sehingga mengakibatkan infeksi
bakteri di tempat yang lebih jauh. Area perluasan infeksi puerperium meliputi
selulitis panggul, salpingitis, ooforitis, peritonitis, tromboflebitis panggul dan/atau
femoral, dan bakteremia.
Berikut ini jenis-jenis infeksi puerperalis.
1. Endometritis
Pengertian dan Penyebab
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman yang memasuki
endometrium, biasanya melalui luka bekas insersio plasenta, dan dalam waktu
singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Leukosit-leukosit segera
membuat pagar pertahanan dan keluarlah serum yang mengndung zat anti,
sedangkan otot-otot berkontraksi dengan kuat, rupanya dengan maksud menutup
aliran darah dan limfe. Ada kalanya endometritis menghalangi involusi (Krisnadi,
2005). Pada infeksi dengan kuman yang tidak terlalu pathogen, radang terbatas
pada endometrium.
Tanda dan Gejala
Gambaran klinik tergantung jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita,
serta derajat trauma pada jalan lahir. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum
dan bersifat naik turun (remittens). His lebih nyeri dari biasa dan lebih lama
dirasakan. Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau cokelat, serta berbau.
Lokia yang berbau tidak selalu menyertai endometritis sebagai gejala. Sering
terdapat subinvolusi. Leukosit naik antara 15.000-30.000/mm3. Sakit kepala,
kurang tidur, dan kurang nafsu makan dapt mengganggu penderita. Tanda dan
gejala endometritis adalah sebagai berikut.
1. Peningkatan demam secara persisten hingga 40oC, bergantung pada keparahan
infeksi.
2. Takikardi.
3. Menggigil dengan infeksi berat.
4. Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral.
5. Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual.
6. Subinvolusio.
7. Lokia sedikit, tidak berbau, atau berbau tidak sedap, lokia seropurelenta.
8. Variabel awitan bergantung pada organism, dengan streptococcus grup B
muncul lebih awal.
9. Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositosis puerperium
fisiologis.
Penanganan
Penanganan dengan obat antimikroba spectrum luas termasuk sefalosporin
(misalnya: sefoxitin, cefotetan) dan penisilin spectrum luas, atau inhibitor
kombinasi penicillin/betalaktamase (Augmentin, Unasyn). Kombinasi klindamisin
dan gentamisin juga dapat digunakan, seperti metronidazoljka ibu tidak menyusui.
Endometritis ringan dapat ditangani dengan terapi oral meskipun infeksi yang
lebih serius emerlukan hospitalisais untuk terapi intravena.
Penyebaran endometritis, jika tidak ditangani, dapat menyebabkan salpingitis,
tromboflebitis septic, peritonitis, dan fasilitas nekrotikans. Setiap dugaan adanya
infeksi memburuk, gejala yang tidak dapat dijelaskan, atau nyeri akut memerlukan
konsultasi dokter dan rujukan.
Jika infeksi tidak meluas, maka suhu turun secara berangsur-angsur dan turun
pada hari ke 7-10. Pasien sedapatnya diisolasi, tetapi bayi boleh terus menyusu
pada ibunya. Untuk kelancaran pengaliran lokia, pasien boleh diletakkan dengan
letak fowler dan dibei juga uterustonika. Selain itu, pasien juga disuruh minum
banyak.
2. Parametritis
Pengertian
Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi melalui beberapa
cara: penyebaran melalui limfedari luka serviks yang terinfeksi atau dari
endometritis, penyebaran langsung dari luka pada serviks yang eluas sampai ke
dasar ligamentum, serta penyebaran sekunder dari tromboflebitis. Proses ini dapat
tinggal terbatas pada dasar ligamentum latum atau menyebar ekstraperitoneal ke
semua jurusan.
Penyebab
Menurut Mochtar (1998) parametritis dapat terjadi dengan 3 cara yaitu:
a. Melalui robekan serviks yang dalam
b. Penjalaran endometritis atau luka serviks yang terinfeksi melalui saluran getah
bening
c. Sebagai lanjutan tromboflebitis pelvika
Tanda dan Gejala
Jika menjalar ke atas, dapat diraba pada dinding perut sebelah lateral di atas
ligamentum inguinalis atau pada fossa iliaka. Parametritis ringan dapat
menyebabkan suhu yang meninggi salam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih
dari seminggu disertai rasa nyeri di kiri dan kanan dan nyeri pada pemeriksaan
dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan parametritis. Pada
perkembangan proses peradangan lebih lanjut, gejala-gejala parametritis akan
menjadi lebih jelas.
Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah
uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang pangguldapat meluas
ke berbagai jurusan. Pada bagian tengah jaringan yang meradang tersebut dapat
tumbuh abses. Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara menetap menjadi
naik turun disertai dengan menggigil. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan
perut nyeri. Pada dua pertiga kasus tidak terjadi pembentukan abses dan suhu
menurun dalam beberapa minggu. Tumor disebelah uterus mengecil sedikit
demisedikit dan akhirnya terdapat parametrium yag kaku. Jika terjadi abses, cairan
abses selalumencari jalan ke rongga perut sehingga menyebabkan peritonitis, ke
rektum, atau ke kandung kemih.
3. Infeksi Trauma Vulva, Perinium, Vagina, dan Serviks
Penyebab
Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi
kurang baik (Prawirohardjo, 2006).
Tanda dan Gejala
Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi dan kadang-
kadang perih bila kencing. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya
tidak berat, suhu sekitar 38°C dan nadi di bawah 100 per menit. Bila luka
terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa
naik sampai 39 – 40°C dengan kadang-kadang disertai menggigil.
Tanda dan gejala infeksi episiotomy,laserasi, atau trauma lain meliputi sebagai
berikut.
1. Nyeri lokal.
2. Disuria.
3. Suhu derajat rendah-jarang di atas 38,3oC.
4. Edema.
5. Sisi jahitan merah dan inflamasi.
6. Mengeluarkan pus atau eksudat berwarna abu-abu kehijauan.
7. Pemisahan atau terlepasnya lapisan luka operasi.
Penanganan
Jahitan episiotomi dan laserasi yang tampak sebaiknya diperiksa secara rutin.
Penanganan jahitan yang terinfeksi meliputi membuang semua jahitan, membuka,
mendebridemen, membersihkan luka, dan memberikan obar antimikroba spectrum
luas. Selain episiotomy atau laserasi, trauma dapat meliputi memar, abrasi (tanda-
tanda gesekan) yang terlalu kecil untuk dijahit, dan pembentukan hematoma. Hal
ini jua disebabkan oleh objek asing, seperti spons kassa yang tertinggal dalam
vagina karena kurang hati-hati.
Penanganan spesifik pada infeksi luka perineum dan luka abdominal menurut
Prawirohardjo (2006) yaitu:
1) Membedakan antara wound abcess, wound seroma, wound hematoma, dan
wound cellulitis.
a) Wound abcess, wound seroma, dan wound hematomaI suatu pengerasan
yang tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serousatau kemerahan dan
tidak ada / sedikit erithema sekitar luka.
b) Wound cellulitis didapatkan eritema dan edema meuluas mulai dari tempat
insisi dan melebar.
2) Bila didapatkan pus dan cairan pada luka, buka, dan lakukan pengeluaran.
3) Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridement
4) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika
5) Bila infeksi relative superficial, berikan ampisilin 500 mg per oral setiap 6 jam
dan metronidazol 500 mg per oral 3x/hari selama 5 hari
6) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri
penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau ampisilin inj 1 g 4x/hari) ditambah
dengan gentamisisn 5 mg/kg berat badan perhari IV sekali ditambah dengan
metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. bila
ada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2-4 minggu
setelah infeksi membaik.
7) Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering
diganti.
4. Salpingitis (salfingo-ooforitis)
Salpingitis adalah peradangan pada adnekssa. Kadang-kadang walaupun
jarang infeksi menjalar sampai ke tuba fallopi, bahkan ke ovarium. Disini terjadi
salpingitis dan/atau ooforitis yang sukar dipisahkan dari pelvio peritonitis. Diagnosis
dan gejala klinis hampir sama dengan parametritis. Bila infeksi berlanjut dapat terjadi
piosalfing (Mochtar, 1998). Sering disebabkan oleh gonore, biasanya terjadi pada
minggu ke-2. Pasien demam menggigil dan nyeri pada perut bagian bawah biasanya
kiri dan kanan. Salpingitis dapat sembuh dalam 2 minggu, tetapi dapat mengakibatkan
kemandulan (Krisnadi, 2005).
5. Septikemia dan Pyemia
Ini merupakan infeksi yang umum disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat
pathogen, biasanya streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat
berbahaya dan tergolong 50% penyebab kematian karena infeksi nifas.
a. Septikemia
Pada infeksi ini, kuman-kuman dari uterus langsun masuk ke dalam peredaran
darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya Septikemia dapat
dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah.
Gejala yang muncul dari pasien, antara lain:
1. Permulaan penderita sudah sakit dan lemah
2. Sampai hari ke-3 postpartum, suhu meningkat dengan cepat dan menggigil
3. Selanjutnya suhu berkisar antara 39o-40o C, keadaan umum memburuk, nadi
menjadi cepat (140-160 kali/menit)
b. Pyemia
Pada Pyemia, terdapat trombophlebitis dahulupada vena-vena di uterus dan
sinu-sinus pada bekas implantasi plasenta. Trombophlebitis ini menjalar ke vena
uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovary. Dari tempat-tempat thrombus ini,
embolus kecil yang berisi kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk
ke dalam peredaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ke tempat-tempat
lain, diantaranya paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, yang dapat
mengakibatkan terjadinya abses-absesdi tempat tersebut.
Gejala yang dimunculkan adalah sebagai berikut:
1. Perut nyeri
2. Yang khas adalah sehu berulang-ulang meningkat dengan cepat disertai
menggigil, kemudian diikuti dengan turunnya suhu.
3. Kenaikan suhu disertai menggigil terjadi pada saat dilepaskannya embolus
dari Trombophlebitis pelvika.
4. Lambat laun timbul gejala abses pada paru-paru, jantung, pneumoni, dan
pleuritis.
6. Sepsis Puerperalis
Pengertian
Terjadi kalau setelah persalinan ada sarang sepsis dalam badan yang secara
terus-menerus atau periodic melepaskan mikroorganisme pathogen ke dalam
peredaran darah (Krisnadi, 2005).
Pada sepsis ini dibedakan menjadi:
1) Port d’entrée: biasanya bekas insersi placenta
2) Sarang sepsis primer: tomboplebitis pada vena uterine atau vena ovarika
3) Sarang sepsis sekunder (metastasis): misalnya di paru sebagai abses paru atau pada
katup jantung sebagai endokarditis ulserosa septika. dasamping itu, dapat terjadi
abses di ginjal, di hati, limpa, dan otak (Krisnadi, 2005).
Tanda dan Gejala
Suhu tinggi (40°C atau lebih, biasanya remittens), menggigil, keadaan umum
memburuk (nadi kecil dan tinggi, nafas cepat, dan gelisah), dan Hb menurun
karena hemolisis dan lekositosis (Krisnadi, 2005).
7. Peritonitis
Pengertian
Infeksi puerpuralis melalui saluran getah bening dapat menjalar ke peritoneum
hingga terjadi peritonitis atau ke parametrium menyebabkan parametritis. Jika
peritonitis ini terbatas pada rongga panggul disebut pelveo peritonitis, sedangkan
jika seluruh peritoneum meradang kita mengahadapi peritonitis umum. Prognosis
peritonitis umum jauh lebih buruk dari pelveo peritonitis (Krisnadi, 2005).
Tanda dan Gejala
Nyeri seluruh perut spontan maupun pada palpasi, demam menggigil, nadi
tinggi dan kecil, perut kembung (kadang-kadang ada diare), muntah, pasien
gelisah dan mata cekung dan sebelum mati ada delirium dan koma (Krisnadi,
2005).
Penanganan
Dalam Prawihardjo (2006) penanganan dibedakan berdasarkan penyebaran
atau keparahan akibat peritonitis dijelaskan sebagai berikut:
Abses pelvis
1) Bila pelvic abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac, lakukan
kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi Fowler.
2) Berikan antibiotika broadspektrum dalam dosis yang tinggi.
Ampisilin 2 gr IV, kemudian 1 gr setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5mg/kg berat
badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. lanjutkan
antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam
Peritonitis
1) Lakukan nasogastric sunction
2) Berikan infus (NaCl atau Ringer Laktat)
3) Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam. Ampisilin 2 gr IV,
kemudian 1 gr selama 6 jam, ditambah gentamisisn 5mg/kg berat badan IV dosis
tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
4) Laparatomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage)
2.2 Infeksi saluran kemih
Pengertian
Kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relative tinggi dan hal ini
dihubungan dengan hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih saat
persalinan, pemeriksaan dalam yang sering, kontaminasi kuan dari perineum, atau
kateterisasi yang sering.
Infeksi Traktus Urinarius ( ITU ) adalah masuknya kuman atau bibit penyakit
dimana pada urin yang diperiksa ditemukan mikroorganisme lebih dari 10.000 per ml.
Urine yang diperiksa harus bersih, segar, dan di ambil dari aliran tengah (midstream)
atau diambil dengan fungsi suprasimpisis. Ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih
dari normal ini disebut dengan bakteriuria. Bakteriuria ini mungkin tidak disertai
gejala, disebut bakteriuria asimptomatik dan mungkin disertai dengan gejala-gejala
yang disebut bakteriuria simptomatik (Sarwono, 2006).
Penyebab
Kebanyakan infeksi traktus urinarius disebabkan oleh bakteri gram negatif,
terutama Eskerisia koli, spesies pseudomonas dan organisme yang berasal dari
kelompok Enterobakter. Jumlah seluruhnya mencapai lebih dari 80% kultur positif
infeksi saluran kencing.
Organisme yang menyerang bagian tertentu sistem urine menyebabkan infeksi
saluran kencing yaitu ginjal (Pielonefritis), kandung kemih (Sistitis), atau urine
(Bakteriuria).
Salah satu penyebaranya organismenya dapat melalui :
1. penggunaan kateter dalam jangka pendek
2. penggunaan kateter yang lebih lama
3. Terlalu lama menahan kencing
4. Kurang minum
5. Penggunaan toilet yang tidak bersih
6. Kebiasaan cebok yang salah
Tanda dan Gejala
Sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri berkemih (disuria), sering
berkemih, dan tidak dapat ditahan demam biasanya jarang terjadi. Adanya retensi
urine pascapersalinan umumnya merupakan tanda adanya infeksi.
Pielonefritid memberikan gejala yang lebih berat, demam, menggigil, serta
perasaan mual dan muntah, selain disuria, dapat juga terjadi piuria dan hematuria.
Jenis-jenis infeksi
Infeksi traktus urinarius dapat di klasifikasikan menjadi 2 bagian :
1. Bakteri tanpa gejala (Asimptomatik)
Ditemukan bakteri sebanyak >100.000 per ml air seni dari sediaan air seni
“mid stream”. Angka kejadian bakteriuria Asimptomatik dalam kehamilan sama
seperti wantita usia reproduksi yang seksual aktif dan non-pregnan sekitar 2-10%.
Beberapa peneliti mendapatkan adanya hubungan kejadian bakteriuria ini dengan
peningkatan kejadian anemia pada kehamilan, persalinan premature, gangguan
pertumbuhan janin, dan preeklampsia. Oleh karena itu pada wanita hamil dengan
bakteriuria harus diobati dengan seksama sampai air kemih bebas bakteri yang
dibuktikan dengan pemeriksaan beberapa kali.
Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian :
Ampisilin 3 X 500 mg selama 7 – 10 hari
Sulfonamid
Cephalosporin
Nitrofurantoin 4x50-100 mg/ hari
2. Bakteriuria dengan gejala (Simptomatik)
a. Sistitis
Adalah peradangan kandung kemih tanpa disertai radang pada bagian atas
saluran kemih. Sistitis ini cukup sering dijumpai dalam kehamilan dan masa
nifas. Kuman penyebabnya yaitu E. coli dan kuman-kuman yang lain. Faktor
predisposisi lain adalah uretra yang pendek, adanya sisa air kemih yang
tertinggal disamping penggunaan kateter yang sering dipakai untuk ginekologi
atau persalinan, sehingga kateter ini akan mendorong kuman-kuman yang ada
di uretra distal yang masuk dalam kandung kemih. Dianjurkan untuk tidak
menggunakan katetr bila tidak perlu.
Gejala :
Disuria (kencing sakit) terutama pada akhir berkemih
Sering berkemih pada bagian atas simfisis
Sering tidak dapat menahan untuk berkemih
Air kemih kadang-kadang terasa panas
Gejala Sistemik :
Suhu badan meningkat (Demam)
Nyeri pinggang
Sisitis dapat diobati dengan :
Sulfonamid
Ampisilin
Eritromisin
Penanganan secara umum yakni dilakukan pengobatan rawat jalan dan
pasien dianjurkan untuk banyak minum. Atur frekuensi berkemih untuk
mengurangi rasa nyeri, spasme dan rangsangan untuk selalu berkemih (dengan
jumlah urine yang minimal). Makin sering berkemih, nyeri dan spasme akan
makin bertambah.
Apabila antibiotika tunggal kurang memberi manfaat, berikan
antibiotika kombinasi. Kombinasi tersebut berupa jenis ataupun cara
pemberiannya, seperti amoksilin 4x250 mg per oral digabung dengan
Gentamisin 2x80 mg secara IM selama 10-14 hari.
b. Pielonefritis Akuta
Merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai terjadi pada
1%-2% kehamilan terutama pada trimester III dan permulaan masa nifas.
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh Escherichia coli, Stafilokokkus aureus,
Basillus proteus, dan Pseudomonas aeruginosa. Predisposisinya antara lain
penggunaan kateter untuk mengeluarkan air kemih waktu persalinan atau
kehamilan, air kemih yang tertahan sebab perasaan sakit waktu berkemih
karena trauma persalinan, dan luka pada jalan lahir. Penderita yang menderita
pielonefritis kronik atau glomerulonefritis kronik yang sudah ada sebelum
kehamilan, sangat mendorong terjadinya pielonefritis akuta ini.
Gejala penyakitnya :
Mual dan muntah
Nyeri pinggang
Demam tinggi dan menggigil sekitar 85% suhu tubuh melebihi 380C dan
sekitar 12% suhu tubuh mencapai 400C.
Keluhan sistitis ( merasa sakit pada kandung kemih)
Nafsu makan berkurang
Kadang – kadang diare
Jumlah urin sangat berkurang (Oliguria)
Pengobatan Pielonefritis dengan cara :
Penderita harus dirawat
Istirahat berbaring
diberi cukup cairan infuse RL
antibiotika (Ampisilin, Sulfonamid)
Observasi persalinan preterm
Biasanya pengobatan berhasil baik, walapun kadang-kadang penyakit ini
dapat timbul lagi. Pengobatan sedikitnya dilanjutkan selama 10 hari dan
penderita harus diawasi akan kemungkinan berulang kembali. Prognosis bagi
ibu umumnya cukup baik bila pengobatan cepat dan tepat diberikan,
sedangkan pada hasil konsepsi seringkali menimbulkan keguguran atau
persalinan prematur.
c. Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu
dengan ginjal sehat sebelumnya dengan atau tanpa oliguria dan berakibat
azotemia progresif serta kenaikan ureum dan kreatinin darah. ( Imam Parsoedi
dan Ag. Soewito : ilmu penyakit dalam).
Pada masa nifas sulit diketahui sebabnya, sehingga disebut sindrom
ginjal idiopatik postpartum. Penanggulangannya diberi cairan infus atau
tranfusi darah, diperhatikan keseimbangan elektrolit dan cairan segera lakukan
hemodialisis bila ada tanda-tanda uremia. Banyak penderita membutuhkan
hemodialisis secara teratur atau dilakukan transplatasi ginjal untuk ginjal yang
tetap gagal.
Penanganan
Antibiotik yang terpilih meliputi golongan nitrofurantoin, sulfonamide,
trimetoprim, sulfametoksasol, atau sefalosporin. Banyak penelitian yang melaporkan
resistensi microbial terhadap golongan penisilin.
Pielonefritis membutuhkan penanganan yang lebih awal, pemberian dosis
awal antibiotik yang tinggi melalui intravena, misalnya sefalosporin 3-6 gr/hari
dengan atau tanpa aminoglikosida. Sebaiknya dilakukan kultur urine.
2.3 Mastitis
Pengertian
Mastitis adalah infeksi payudara. Meskipun dapat terjadi pada setiap wanita,
mastitis semata-mata merupakan komplikasi pada wanita menyusui. Mastitis harus
dibedakan dari peningkatan suhu transien dan nyeri payudaraakibat pembesaran awal
karena air susu masuk ke dalam payudara.
Penyebab
Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara (misalnya glandular, jaringan ikat,
areola, lemak) oleh mikroorganisme infeksius atau adanya cedera payudara.
Organisme yang umum termasuk S. aureus, streptococci, dan H. parainfluenzae.
Cedera payudara mungkin disebabkan memar karena manipulasi yang kasar,
pembesaran payudara, statis ASI dalam duktus, atau pecahnya atau fisura puting susu.
Bakteri dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu sebagai berikut.
1. Tangan ibu.
2. Tangan orang yang merawat ibu atau bayi.
3. Bayi.
4. Duktus laktiferus.
5. Darah sirkulasi.
6. Stress dan keletihan telah dikaitkan dengan mastitis. Hal ini masuk akal karena
stress dan keletihan dapat menyebabkan kecerobohan dalam teknik penanganan,
terutama saat mencuci tangan, atau melewatkan waktu menyusui, yang dapat
menyebabkan pembesaran dan statis.
Tanda dan gejala
Selain pembesaran besar, precursor tanda dan gejala mastitis biasanya tidak ada
sebelum akhir minggu pertama pascapartum. Setelah masa itu, wanita mungkin
mengalami gejala-gejala berikut ini.
1. Nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat jika bayi menyusui.
2. Gejala seperti flu : nyeri otot, sakit kepala, keletihan.
Mastitis hampir selalu terbatas pada satu payudara. Tanda dan gejala actual
mastitis meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Peningkatan suhu yang cepat dari (39,5-40oC).
2. Peningkatan kecepatan nadi.
3. Menggigil.
4. Malaise umum, sakit kepala.
5. Nyeri hhebat, bengkak, inflamsi, area payudara keras.
Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10% resiko tebentuknya abses.
Tanda dan gejala abses meliputi hal-hal berikut ini.
1. Discharge puting susu purulenta
2. Demam remitten (suhu naik turun) disertai menggigil.
3. Pembengkakan payudara dan sangat nyeri, massa besar dank eras dengan area
kulit berwarna berfluktuasi kemerahan dan kebiruan mengindikasikan lokasi abses
berisi pus.
Penanganan
Penanganan terbaik mastitis adalah pencegahan. Pencegahan dilakukan
dengan mencuci tangan mengunakan sabun antibakteri secara cermat, pencegahan
pembesaran dengan menyusui sejak awal dan sering, posisi bayi yang tepat pada
payudara, penyangga payudara yang baik tanpa konstriksi, membersihkan hanya
dengan air dan tanpa agen pengering, observasi bayi setiap hari terhadap adanya
infeksi kulit atau tali pusat, dan menghindari kontak dekat dengan orang yang
diketahui menderita infeksi atau lesi stafilococcus.
Puting susu yang pecah atau fisura dapat menjadi jalan masuk terjadinya
infeksi S. aureus. Pengolesan beberasa tetes susu di area puting susu pada akhir
menyuui dapat meningkatkan penyembuhan, pertimbangkan untuk melakuakan kultur
air susu jika terjadi fisura dalam persisten, dan profilaksis dengan antibiotik topikal
atau sistemik jika sesuai.
Jika didua mastitis, intervensi dini dapat mencegah perburukan. Intervensi
meliputi beberapa tindakan hygiene dan kenyamanan.
1. Bra yang cukup menyangga tetapi tidak ketat.
2. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara.
3. Kompres hangat pada area yang terkena.
4. Masase area saat meyusui unutk memfasilitasi aliran air susu.
5. Peningkatan asupan cairan.
6. Istirahat.
7. Membantu ibu menetukan prioritas untuk mengurangu stress dan keletihan dalam
kehidupannya.
8. Suportif, pemeliharaan perawaan ibu.
2.4 Galaktokel
Pengertian
Galaktokel merupakan massa berisi susu yang tersumbat apada duktus
laktiferus. Galaktokel adalah kista berisi susu yang terjadi pada wanita yang sedang
hamil atau menyusui. Seperti kista lainnya, galaktokel tidak bersifat seperti
kanker.Galaktokel dapat terjadi pada ibu yang baru/ sedang menyusui. Diagnostik
bandingnya adalah kista berisi cairan, fibrioadenoma dan kanker payudara.
Tanda dan Gejala
Terdapat massa (benjolan) yang nyeri tekan dan padat. Biasanya galaktokel
tampak rata, benjolan dapat digerakkan, walaupun dapat juga keras dan susah
digerakkan.
Penyebab
1. Air susu mengental, sehingga menyumbat lumen ssaluran, hal ini terjadi akibat air
susu jarang dikeluarkan.
2. Adanya penekanan saluran air susu dari luar
3. Ibu berhenti menyusui
4. Penggunaan alat kontrasepsi oral atau galaktorea
Penanganan
1. Payudara dikompres dengan air hangat setelah itu bayi disusui
2. Payudara dipijat(massage), setelah itu bayi disusui
3. Bayi disusui lebih sering
4. Bayi disusui mulai dengan payudara yang salurannya tersumbat
5. Penatalaksanaan galaktokel sama seperti kista lainnya, biasanya tanpa melakukan
tindakan apapun. Apabila diagnosis masih diragukan atau galaktokel
menimbulkan rasa tidak nyaman, maka dapat dilakukan drainase dengan aspirasi
jarum halus.