bab 2 landasan teori - library & knowledge...

32
11 Bab 2 Landasan Teori 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah ilmu dan seni dalam mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja dalam mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan serta masyarakat. (Hasibuan dan Malayu, 2000: 10). Manajemen Sumber daya manusia merupakan salah satu bidang manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. (Rivai dan Sagala, 2013: 1). Manajemen sumber daya manusia juga merupakan bidang strategis dari organisasi dan merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang difokuskan pada sumber daya manusisa. (Sutrisno, 2009: 5-6) Keputusan dan Informasi dari Manajemen SDM sangat dibutuhkan karena nantinya akan menjadi dasar keputusan menyangkut proses, sistem, dan skill mana yang perlu diperbaiki dari karyawan. (Noe et al., 2011: 319) Manajemen SDM sebelumnya dikenal dengan sebutan manajemen personalia, dan perubahan nama ini merupakan gambaran perluasan peran manajemen personalia dan peningkatan kesadaran bahwa SDM merupakan salah satu kunci bagi suksesnya perusahaan (Rivai dan Sagala, 2013: 5) Manajemen SDM dalam suatu organisasi atau perusahaan begitu penting perannya, hal tersebut tidak terlepas dari beberapa alasan. Robbins dan Coulter (2009: 222-223) membagi tiga hal mengapa Manajemen SDM sangat penting, antara lain: 1. Manajemen SDM dapat menjadi sumber yang signifikan dari keunggulan kompetitif 2. Manajemen SDM adalah bagian penting dari strategi organisasi 3. Dengan MSDM yang mewakili organisasi memperlakukan pekerjanya telah terbukti secara signifikan mempengaruhi kinerja organisasinya.

Upload: vonhan

Post on 09-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

11

Bab 2

Landasan Teori

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah ilmu dan seni dalam

mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja dalam mewujudkan tujuan perusahaan,

karyawan serta masyarakat. (Hasibuan dan Malayu, 2000: 10).

Manajemen Sumber daya manusia merupakan salah satu bidang manajemen

umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan

pengendalian. (Rivai dan Sagala, 2013: 1). Manajemen sumber daya manusia juga

merupakan bidang strategis dari organisasi dan merupakan bagian dari manajemen

keorganisasian yang difokuskan pada sumber daya manusisa. (Sutrisno, 2009: 5-6)

Keputusan dan Informasi dari Manajemen SDM sangat dibutuhkan karena

nantinya akan menjadi dasar keputusan menyangkut proses, sistem, dan skill mana

yang perlu diperbaiki dari karyawan. (Noe et al., 2011: 319)

Manajemen SDM sebelumnya dikenal dengan sebutan manajemen

personalia, dan perubahan nama ini merupakan gambaran perluasan peran

manajemen personalia dan peningkatan kesadaran bahwa SDM merupakan salah satu

kunci bagi suksesnya perusahaan (Rivai dan Sagala, 2013: 5)

Manajemen SDM dalam suatu organisasi atau perusahaan begitu penting

perannya, hal tersebut tidak terlepas dari beberapa alasan. Robbins dan Coulter

(2009: 222-223) membagi tiga hal mengapa Manajemen SDM sangat penting, antara

lain:

1. Manajemen SDM dapat menjadi sumber yang signifikan dari keunggulan

kompetitif

2. Manajemen SDM adalah bagian penting dari strategi organisasi

3. Dengan MSDM yang mewakili organisasi memperlakukan pekerjanya

telah terbukti secara signifikan mempengaruhi kinerja organisasinya.

Page 2: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

12

Ditambahkan oleh Noe et al., (2011: 343) di mana peran pentingnya para

pemimpin SDM, dan peran penting MSDM yang mengharuskan mereka mencari

keseimbangan antara menghire, memotivasi, dan mempertahankan bakat terbaik

karyawan, juga mempertahankan biaya buruh dan administrasi serendah mungkin

dalam suatu perusahaan.

Dengan demikian, sebaiknya perusahaan tidak menganggap sebelah mata

dalam pelaksanaan tugas dan fungsi manajemen sumber daya manusia. Hal ini harus

dilakukan agar tujuan yang ingin diraih perusahaan dan para pekerjanya dapat

terwujud secara maksimal dengan proses yang efektif juga efisien.

Adapun Hasibuan dan Malayu (2000: 25) menerangkan fungsi Manajemen

SDM menjadi sebelas bagian antara lain:

1. Perencanaan

2. Pengorganisasian

3. Pengarahan

4. Pengendalian

5. Pengadaan

6. Pengembangan

7. Kompensasi

8. Pengintegrasian

9. Pemeliharaan

10. Kedisiplinan

11. Pemberhentia

Sedangkan bagi Dessler (2013: 4) fungsi Manajemen SDM melibatkan lima

fungsi di antaranya:

1. Perencanaan (seperti menetapkan tujuan dan standar, mengembangkan

aturan dan prosedur, mengembangkan rencana dan peramalan.)

2. Pengorganisasian (Memberikan setiap bawahan tugas tertentu,

mendelegasikan wewenang kepada bawahan, saluran membangun otoritas

dan komunikasi, dan mengkoordinasikan bawahan dalam bekerja.)

3. Staffing (Menentukan orang yang akan di hire, merekrut calon karyawan,

pelatihan dan pengembangan karyawan, menetapkan standar kinerja,

mengevaluasi kinerja, konseling bagi karyawan, dan menentukan

kompensasi karyawan.)

4. Memimpin (Menjaga moral dan memotivasi bawahan.)

Page 3: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

13

5. Mengontrol (Mengenai standar pengaturan, standar kualitas, memeriksa

dan menjaga kinerja dengan standar, dan mengambil tindakan korektif

sesuai kebutuhan.)

Dengan demikian dapat disimpulkan betapa pentingnya MSDM bagi sebuah

perusahaan, hal tersebut dikarenakan perusahaan diharuskan memiliki pengetahuan

tentang bagaimana mengelola sumber daya manusia agar tepat guna dan nantinya

membantu perusahaan agar survive di era globalisasi ini, dan membantu perusahaan

mencapai tujuannya tanpa melupakan tujuan para pekerjanya.

2.1.2 Motivasi Karyawan

Motivasi karyawan itu sendiri termaksud dalam ruang lingkup permasalahaan

dalam HRD dan para manajer, Memberikan motivasi karyawan pada tingkat kinerja

yang tinggi merupakan salah satu tugas utama dari manajer. Ini berarti bahwa

manajer harus memastikan bahwa orang-orang yang bekerja, mereka pergi bekerja

secara teratur dan memiliki misi korporasi. (Mohammadzade & Mehruzhan, 1997)

dalam (Karami et al., 2013: 329). Motivasi juga menyumbang arah dan ketekunan

usaha untuk mencapai tujuan. Ini diartikan bahwa motivasi menentukan berapa

banyak upaya seseorang dalam menempatkan kemampuannya dalam bekerja,

kemana arah upaya tersebut dan dengan ukuran seberapa lama seseorang dapat

mempertahankan usaha (Robbins dan Judge, 2008) dalam (Afful dan Broni, 2012:

309). Motivasi dalam bekerja ini sangat penting karena tanpa adanya motivasi dari

karyawan untuk bekerja bagi kepentingan perusahaan, maka segala macan tujuan

dari perusahaan dapat tidak terpenuhi, dan sebaliknya pula, jika terdapat motivasi

yang tinggi dari para karyawan, maka hal tersebut dapat menjadi salah satu jaminan

perusahaan dalam keberhasilannya guna mencapai tujuan (Gito Sudarmo, 2001) di

dalam (Sutrisno, 2009: 111). Motivasi dalam penelitian kali ini merupakan salah

satu dari variabel independen yang mempengaruhi kinerja karyawan.

Motivasi itu sendiri mempersoalkan bagaimana cara mendorong gairah kerja

karyawan, dengan harapan pekerja mau bekerja dengan giat dan memberikan

segenap kemampuannya demi mewujudkan tujuan dari perusahaan yang dia tempati

(Hasibuan dan Malayu, 1999), yang dimana oleh Jones (1997) dalam Sutrisno (2009:

110) diperkuat dengan mengatakan bahwa motivasi itu memiliki keterkaitan dengan

Page 4: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

14

sebuah proses yang dapat membangun dan juga dapat memelihara sebuah perilaku ke

arah suatu tujuan. Adapun dalam mendefinisikan motivasi juga dapat dikatakan

bahwa motivasi adalah keadaan internal mengenai kebutuhan dan kekurangan yang

menyebabkan permintaan dan menyebabkan timbulnya tindakan ke arah tujuan, hal

tersebut mendorong bahkan mewajibkan orang untuk melakukan serangkaian

kegiatan atau perilaku tertentu (Seyyed, 2008) didalam (Karami et al., 2013: 329).

Dengan singkat David (2013: 132) menerangkan bahwa motivasi dapat

didefinisikan sebagai proses mempengaruhi orang untuk mencapai tujuan tertentu.

Senada dengan hal tersebut, Aries dan Ghozali (2006) dalam Murty dan

Hudiwinarsih (2012: 218) menyatakan bahwa motivasi yakni pemberian dorongan-

dorongan individu untuk bertindak yang menyebabkan orang tersebut melakukan

perilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada tujuan tertentu. Sedangkan

Widodo (2015: 187) mendefinisikan motivasi sebagai kekuatan yang ada dalam diri

seseorang, yang yang mendorong perilaku seseorang untuk melakukan suatu

tindakan tertentu, dan besaran intensitas kekuatan tersebut dalam melakukan tugas

atau mencapai sasaran, dapat menunjukkan sejauhmana tingkatan motivasi yang

dimiliki oleh seseorang. Adapun Siagian (1995) dalam Sutrisno (2009: 110),

mengemukakan motif dari kata motivasi tersebut yakni suatu keadaan dimana jiwa

terdorong atau teraktifkan, dan dari motif itulah yang menyalurkan sikap dan

perilaku serta tindakan seseorang, yang hal tersebut selalu saja dikait-kaitkan dengan

sebuah pencapaian tujuan, tujuan tersebut adalah berupa tujuan individu atau pribadi

pada umumnya. Dikarenakan hal tersebutlah, maka terdapat perbedaan kekuatan

motivasi yang ditunjukkan oleh seseorang dalam menghadapi sebuah permasalahan

dengan seorang lainnya dalam situasi yang tidak berbeda.

Unsur atau sumber dari motivasi tersebut terbagi atas dua sumber, di mana

kedua hal tersebut alangkah baiknya bisa di manfaatkan oleh pihak perusahaan

terhadap para karyawannya. Kedua sumber tersebut yaitu sumber dari diri individu

tersebut (interistik), maupun sumber dari luar individu tersebut (ekstrinsik).

Mengenai motivasi intrinsik, berasal dari dalam orang tersebut. Hal ini mengacu

pada hubungan langsung antara pekerja dan tugas. Contoh motivasi intrinsik adalah

prestasi, prestasi, tantangan dan kompetensi yang diperoleh dari melakukan

pekerjaan seseorang dengan baik (Anthony, 2004) dalam (Afful dan Broni, 2012:

309). Sedangkan motivasi ekstrinsik berasal dari lingkungan kerja, dari eksternal

Page 5: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

15

kepada individu tersebut dan pada pekerjaannya. Gaji yang baik, tunjangan,

kebijakan yang memungkinkan dan berbagai bentuk pengawasan adalah contoh yang

baik dari jenis motivasi ekstrinsik ini (Mankoe, 2006) di dalam (Afful dan Broni,

2012: 309).

Dari uraian di atas, maka sebenarnya motivasi karyawan termaksud salah satu

faktor yang menentukan di organisasi, dan bukan hanya itu, motivasi yang tinggi

dapat mengarahkan seluruh kemampuan para pekerja dalam bertugas, dan bahkan hal

tersebut dengan sukarela dilakukan oleh para pekerja, namun motivasi adalah

masalah yang kompleks, dan tidak ada petunjuk yang mudah dan dapat menjamin

meningkatkan motivasi seseorang (Widodo, 2015: 188). Hal tersebut harus menjadi

perhatian oleh para manajer dan pihak HRD agar tetap menanamkan dan

mempertahankan motivasi tersebut, dengan catatan motivasi tersebut sesuai dan

konsisten dengan tujuan perusahaan itu sendiri, dan kebutuhan yang menjadikan

motivasi karyawan tersebut harus terpenuhi, karena bukan tidak mungkin akan

terjadinya ketegangan antara sesama karyawan dan juga karyawan dengan atasannya,

adapun tahapan-tahapannya seperti di bawah ini:

Unsatisfied Need

Tension

Drives

Search Behavior

Satisfies Need

Reduction of Tension

Gambar 2.1 Proses Motivasi

Sumber: Rivai, V., Ella, J.V. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk

Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Rajawali Pers

Page 6: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

16

2.1.2.1 Teori Motivasi

Dalam kaitannya mempelajari motivasi lebih lanjut dan agar dapat membantu

dalam memecahkan permasalahan yang bersangkutan dengan motivasi, maka akan

lebih baik mengetahui tentang teori-teori dari para ahli. Dalam perumusan teori

motivasi dikelompokkan menjadi dua aspek yaitu teori kepuasan atau kebutuhan dan

teori motivasi proses. (Sutrisno, 2009: 121)

Teori kepuasan atau kebutuhan, mendasarkan pendekatan faktor kebutuhan

dan kepuasan individu yang pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa seorang

melakukan tindakan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasannya, yang mana

semakin tinggi standar kebutuhan dan kepuasannya, maka semakin rajin juga dia

bekerja

Gambar 2.2 Model Motivasi dari Content Theory

Sumber: Sutrisno, E. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

Adapun beberapa teori yang lazim kita kenal dalam aspek teori kepuasan ini antara

lain sebagai beriku :

Teori hierarki oleh Abraham Maslow dalam Murty dan Hudiwinarsih (2012:

219) menjelaskan bahwa individu memiliki lima jenjang kebutuhan, antara lain:

Kebutuhan Dorongan Tindakan

Kepuasan

Page 7: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

17

1. Kebutuhan fisik (physiological needs)

- Kebutuhan terrendah seperti makan, minum, seksual dan lainnya.

2. Kebutuhan keamanan atau keselamatan (safety or security needs)

- Kebutuhan perlindungan dari bahaya, pertentangan dan lingkungan

hidup.

3. Kebutuhan untuk kelompok (effection needs)

- Kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan dalam diterima di kelompok,

kebutuhan untuk berinteraksi, mencintai dan dicintai.

4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs)

- Kebutuhan akan harga diri, dihormati dan dihargai oleh orang lain.

5. Kebutuhan akan pengakuan diri atau pengembangan diri (self

actualization needs or self expression needs)

- Kebutuhan tertinggi dari teori hierarki yaitu untuk menggunakan

kemampuan, potensi, pendapat, penilaian dan kritik terhadap sesuatu

Teori hierarki berpendapat perilaku dapat dipahami sebagai usaha yang

bertujuan untuk memenuhi level kebutuhan tertentu, dan dalam memenuhi kebutuhan

pada level yang lebih tinggi dalam hierarki, seseorang harus terlebih dahulu

memenuhi level yang lebih rendah. (Huges et al, 2012: 318). Walaupun tidak

memiliki dukungan ilmiah, teori ini banyak dikutip (Dessler,2013: 393).

Teori model dan faktor oleh Frederick Hezberg dalam Sutrisno (2009: 131-

132), teori ini juga dikenal sebagai teori pemeliharaan motivasi dan sebenarnya

perkembangan dari teori hierarki kebutuhan Maslow. Dalam teori ini mengemukakan

bahwa terdapat dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yakni

faktor pemeliharaan dan faktor motivasi, adapun penjelasannya seperti berikut:

a. Faktor pemeliharaan (maintenance factor)

Faktor pemeliharaan juga sering disebut dengan hygiene

factor, yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan karyawan.

Faktor pemeliharaan bukan merupakan motivasi karyawan,

nammun sudah menjadi keharusan yang harus diberikan oleh

pimpinan kepada bawahannya. Maka faktor ini harus mendapat

perhatian agar dapat meningkatkan kepuasan dan kegairahan

bawahan dalam bekerja.

Page 8: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

18

Adapun fakto pemeliharaan ini meliputi gaji, kondisi kerja,

kepastian dan kebijakan dalam pekerjaan, hubungan interpersonal,

dan supervisi yang menyenangkan.

b. Faktor motivasi (motivation factor)

Faktor motivasi sering juga disebut faktor motivator. Faktor

ini bersumber dari dalam diri seseorang yang dapat mendorong

seseorang untuk berprestasi.

Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

peluang untuk maju, pengakuan orang lain, kemungkinan

pengembangan karier, dan tanggung jawab.

Herzberg mengatakan cara terbaik untuk memotivasi seseorang untuk

mengatur pekerjaan dengan mendorong faktor intrinsiknya, sehingga mereka

memberikan umpan balik dan mencari tantangan yang dapat membantu mereka

memenuhi tingkat kebutuhan lebih tinggi. Seperti prestasi dan pengakuan. Hal

tersebut dikarenakan kebutuhan ini relatif tak pernah terpuaskan puas. (Dessler,

2013: 393), dengan kata lain menyimpulkan bahwa dalam masyarakat modern,

banyak karyawan telah memenuhi kebutuhan tingkat rendahnya, jadi mereka sekrang

termotivasi hanya kepada kebutuhan tingkat tinggi, karena kebutuhan tingkat rendah

suda tidak lagi kuat sebagai faktor pendorong bagi karyawan. (Davis dan Newstrom,

1995: 74)

Teori pemeliharaan dan motivasi sebenarnya perkembangan dari teori

hierarki kebutuhan Maslow. (Sutrisno, 2009: 131). Tidak heran model teori yang

dirumuskan oleh Herzberg dan Maslow nampak serupa, namun meskipun model

Herzberg dan Maslow agak serupa, sebenarnya terdapat perbedaan penting diantara

keduanya. Jika Maslow menekankan kebutuhan psikologis orang-orang, sedangkan

Herzberg berfokus pada kondisi pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan. (Davis dan

Newstrom, 1995: 74). Dengan demikian teori Frederick Hezberg yang membagi dua

faktor antara faktor pemeliharaan dan faktor motivasi ini, dapat digunakan sebagai

dimensi dan indikator dibandingkan dengan teori hierarki kebutuhan oleh Maslow.

Hal ini dikarenakan teori yang dikemukakan Maslow menggambarkan motivasi pada

setiap orang secara keseluruhan atau pada umumnya, sedangkan teori yang

dikemukakan oleh Hezberg memfokuskan pada para pekerja.

Page 9: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

19

Teori ERG dalam Rivai dan Sagala (2013: 844), mengklasifikasi terdapat tiga

kategori kebutuhan individu yaitu existence, relatedness dan growth, dan itulah

mengapa teori ini di kenal dengan teori ERG, ketiga ini berupa:

- Kebutuhan eksistensi: kebutuhan untuk bertahan hidup atau

kebutuhan fisik.

- Kebutuhan keterhubungan: kebutuhan untuk berhubungan dengan

orang lain yang memiliki manfaat. Seperti sahabat, atasan, keluarga

dan keanggotaan dalam masyarakat

- Kebutuhan pertumbuhan: kebutuhan untuk menjadi produktif

sekaligus kreatif.

Teori ini lebih mendekati kenyataan hidup yang dihadapi sehari- hari,

dikarenakan berbagai kebutuhan manusia yang kompleks tersebut secara simultan

dapat terpuaskan, (Sutrisno, 2009: 137). Hal ini berbeda dengan teori hierarki oleh

Maslow.

Teori X dan Y oleh Mc Gregor dalam Sutrisno (2009: 138), mengungkapkan

dua cara dalam mendalami perilaku manusia, atara lain:

- Teori X didasari pada pola pikir konvensional dan memandang

manusia dengan kacamata negatif, seperti malas, tidak suka bekerja,

tidak menerima perubahan, dan sebagainya

- Sedangkan teori Y berbanding terbalik dengan teori X, dimana teori

ini memandang manusia lebih kearah positif dan optimis. Teori Y ini

juga dapat disebut teori potensia.

Dalam teori ini memercayai bahwa asumsi Y di haruskan memadukan nya

dengan praktek manajemen dan mengusulkan bahwa partisipasi dalam pengambilan

keputusan, pekerjaan yang menantang dan hubungan kelompok yang baik akan

memaksimalkan motivasi karyawan. (Robbins dan Coulter, 2009: 358)

Sedangkan aspek motivasi proses berbeda dengan teori kebutuhan. Teori

proses memusatkan perhatiannya pada bagaimana motivasi bisa terjadi yang

Page 10: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

20

diperuntukkan dalam rangka menguatkan, mengarahkan, memelihara dan

menghentikan perilku individu, agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan

keinginan manajer, dan hasilnya tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang

dilakukan seseorang.

Adapun beberapa teori yang lazim kita kenal dalam aspek motivasi proses ini antara

lain sebagai beriku :

Teori expectancy dari Victor Vroomyang diungkapkan oleh Greenberg

(1999) dalam Murty dan Hudiwinarsih (2012: 219) yang memandang motivasi

sebagai akibat dari tiga tipe keyakinan yang dimiliki individu, tiga tipe keyakinan

tersebut terdiri dari:

1. Effort – Performance relationship

Yaitu dimana ekspektasi berupa keyakinan bahwa usaha seseorang akan

mempengaruhi performance.

2. Performance – Reward relationship

Yaitu dimana performance akan menuju pada instrumentality, yaitu berupa

keyakinan bahwa kinerja seseorag yang bagus akan diberikan balas jasa yang

setimpal.

3. Reward – Personal goal relationship

individu akan menilai reward secara eksplisit maupun tersirat yang akan

membentuk suatu persepsi atas reward itu sendiri

Pada kesimpulannya, dalam teori expectancy yang memiliki pola dasar pemahaman

antar individudan hubungannya dengan hasil kerja, dan kemampuan kerja antara

hasil kerja, dan penghargaan dan penghargaan dan kepuasan tujuan individu.

Adapun gambaran dari model teori harapan tersebut seperti gambar di bawah ini:

Page 11: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

21

Gambar 2.3 Model Teori Harapan

Sumber: Rivai, V., Ella, J.V. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk

Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Rajawali Pers

Teori pengukuhan (reinforcment theory) dalam Rivai dan Sagala (2013: 847-

848), yang dimana dalam pandangan teori ini individu bertingkah laku tertentu

dikarenakan belajar dari pengalamannya, adapun beberapa cara memotivasi

karyawan dam teori ini adalah:

- Cara berinteraksi harus benar

- Menjadi pendengar aktif

- Penyusunan tujuan dilakukan dengan matang

2.1.2.2 Tujuan Motivasi

Dari pengertian dan teori motivasi yang telah dijabarkan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa sebenarnya motivasi tersebut bertujuan agar karyawan

melakukan beeberapa hal, antara lain:

- Dapat mengerahkan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan dengan

maksimal dan secara sukarela.

- Dapat mengarahkan tenaga yang dimiliki oleh karyawan dengan

maksimal dan secara sukarela

Imbalan

Interinsik

Kinerja Tujuan

tercapai dan

Kepuasan

Persepsi

terhadap

pengorbanan

Imbalan

Ekstrinsik

Page 12: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

22

- Dapat mengerahkan waktu yang dimiliki oleh karyawan dengan

maksimal dan secara sukarela

- Dapat membagi knowladge yang dimiliki kepada sesama, ataasan dan

bawahan

- Dapat membantu perusahaan dalam memenuhi tujuannya

Hal ini juga di dukung oleh pernyataan Siagian (2004) dalam Suwati (2013: 43),

Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi

mau ikut terlibat dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian

atau keterampilan, tenaganya dan juga waktu yang dimiliki olehnya untuk

menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan

menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran

organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

2.1.2.3 Jenis Motivasi

Menurut Heidjrachman dan Husnan (2002) dalam Dhermawan et al. (2012:

174), pada garis besarnya motivasi terbagi atas dua jenis, yaitu:

- Motivasi positif, yang dimana motivasi positif adalah proses

mempengaruhi orang dengan memberikan kemungkinan mendapatkan

hadiah.

- Motivasi negatif, yang dimana motivasi negatif adalah proses

mempengaruhi seseorang melalui kekuatan ketakutan seperti

kehilangan pengakuan, uang dan jabatan.

Jauh lebih dalam lagi, Rivai dan Sagala (2013: 850) menanggapi motivasi

positif tidak hanya dengan memengaruhi karyawan dengan imbalan atau hadiah,

melainkan motivasi positif juga dapat terealisasikan dengan membuat persaingan,

mengikutsertakan karyawan atau partisipasi karyawan, dan menanamkan

kebanggaan. Hal tersebut akan menimbulkan feeling of importance.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis motivasi yaitu positif dan

negatif, dan dari kedua hal tersebut membantu kita dalam mengetahui apa-apa saja

yang memungkinkan motivasi itu berjalan ke arah yang kita kehendaki.

Page 13: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

23

2.1.2.4 Faktor Motivasi

Menurut Nawawi (2000) dalam Dhermawan et al. (2012: 174), faktor

motivasi itu sendiri dibagi menjadi dua bentuk yaitu:

1. Motivasi Intrinsik, motivasi kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja

berupa kesadaran tentang makna pekerjaan yang dilaksanakan.

2. Motivasi ekstrinsik, motivasi kerja yang bersumber dari luar diri pekerja

berupa suatu kondisi yang mengharuskan melaksanakan pekerjaan secara

maksimal.

Sebelum penelitian Herzberg, para manajer memusatkan perhatian pada

faktor pemeliharaan yang bersifat ekstrinsik, dan hasilnya seringkali tidak baik.

Akhirnya ketika mereka mengetahui perbedaan antara kedua hal tersebut, mereka

menekankan faktor intrinsik karena sering menimbulkan hasil yang baik bagi

pegawai, organisasi dan bahkan masyarakat (Davis dan Newstrom, 1995: 73)

Adapun bentuk atau faktor-faktor motivasi yang dapat digunakan agar

karyawan memiliki semangat dan gairah dalam bekerja (Alex, 1980) dalam

(Sigit:2010) dalam Murty dan Hudiwinarsih (2012: 219) antara lain:

- Gaji yang cukup

- Memperhatikan kebutuhan rohani

- Menciptakan suasana santai

- Harga diri perlu mendapatkan perhatian

- pemberian kesempatan mereka untuk maju

- Rasa aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan

- Usaha para karyawan untuk mempunyai legalitas

- Sekali-sekali karyawan perlu diajak berunding

- Pembinaan insentif yang terarah

- Fasilitas yang menyenangkan

2.1.3 Disiplin Kerja

Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk

berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu

perilaku dan untuk meningkatkan kesadaran juga kesediaan seseorang agar menaati

Page 14: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

24

semua peraturan dan norma sosial yang berlaku di suatu perusahaan (Rivai dan

Sagala, 2013: 825).

Sejalan dengan Rivai dan Sagala, bagi Wiratama dan Sintaasih (2013: 129),

disiplin kerja adalah merupakan tindakan manajemen untuk mendorong kesadaran

dan kesediaan para anggotanya untuk mentaati semua peraturan yang telah

ditentukan oleh organisasi atau perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku

secara sukarela.

Disiplin kerja adalah kebijakan bergeser individu untuk menjadi diri

bertanggung jawab untuk mematuhi peraturan lingkungan (organisasi).

(Setyaningdyah et al., 2013: 145)

Disiplin kerja pada hakekatnya adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran

bagi para pekerjanya untuk melakukan tugas yang telah diberikan, dan pembentukan

disiplin kerja ini tidak timbul dengan sendirinya. (Harlie, 2010: 117)

Dengan paparan tersebut disiplin kerja memang dibutuhkan untuk suatu

perusahaan dalam kaitannya untuk mempermudah dan melancarkan perusahaan

dalam mencapai tujuannya, karena disiplin kerja yang tertanam pada setiap karyawan

akan memberikan kesediaan mereka dalam mematuhi dan menjalankan aturan yang

telah di tetapkan demi memajukan perusahaan. Hal ini dikarenakan didalam

kehidupan sehari-hari dibutuhkan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang

akan mengatur dan membatasi setiap kegiatan dan perilaku kita, terlebih didalam

lingkup kerja. Seperti yang telah diterangkan oleh Hasibuan dan Malayu (2000: 194)

bahwa peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan

bagi karyawan dalam menciptakan tata tertib yang baik di perusahaan.

Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang

terhadap segala tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini dapat mendorong gairah

kerja dan nantinya dapat mewujudkan tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

(Hasibuan dan Malayu, 2000: 193). Semakin baik disiplin yang dilakukan oleh

karyawan disuatu perusahaan, maka semakin besar prestasi kerja yang dapat

dihasilkan. Sebaliknya, tanpa disiplin yang baik, sulit bagi perusahaan mencapai

hasil yang optimal. (Rivai dan Sagala, 2013: 824).

Page 15: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

25

2.1.3.1 Pentingnya Disiplin Kerja

Sutrisno (2009: 87-88) menggambarkan betapa pentingnya disiplin kerja dan

beberapa manfaat yang dapat dirasakan seperti dibawah ini:

Disiplin karyawan bertujuan untuk meningkatkan efisien semaksimal

mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi. Selain itu juga

mencegah kerusakan atau kehilangan harta benda, peralatan dan perlengkapan

perusahaan yang disebabkan oleh ketidak hati-hatian dan tindak pencurian.

Adapun sebenarnya dengan disiplin kerja ini terdapat manfaat yang bisa

dirasakan oleh pihak perusahaan dan karyawan, antara lain:

1. Bagi Organisasi atau Perusahaan

Disipli kerja akan menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan setiap

tugas, sehingga nantinya dapat diperoleh hasil yang optimal.

2. Bagi Karyawan

Bagi karyawan akan diperoleh suasana yang menyenangkan dan kondusif,

sehingga nantinya dapat menambah semangat kerja dalam melaksanakan

setiap tugas yang diembannya. Hal tersebut nantinya akan membuat

karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran serta

dapat mengembangkan tenga dan pikirannya seoptimal mungkin.

Singkatnya, disiplin dibutuhkan untuk tujuan organisasi yang lebih jauh lagi

dan agar dapat menunjang kelancaran segala aktivitas dalam organisasi, agar

tujuannya dapat dicapai secara maksimal.

2.1.3.2 Bentuk-bentuk Disiplin Kerja

Terdapat empat prespektif daftar yang menyangkut disiplin kerja (Rivai dan

Sagala, 2013: 825-826). Keempat prespektif tersebut antara lain:

1. Disiplin Retributif (Retributive Discipline), yaitu berusaha menghukum orang

yang berbuat salah.

2. Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu berusaha membantu

karyawan mengoreksi perilakun-perilaku yang tidak tepat.

Page 16: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

26

3. Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective), yaitu berusaha

melindungi hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.

4. Perspektif Utilitarian (Utilitarian Perspective). Yaitu berfokus pada

penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan

disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya.

2.1.3.3 Pendekatan Disiplin Kerja

Terdapat tiga konsep dalam pelaksanaan tindakan disipliner (Rivai

dan Sagala 2013: 826-831): aturan tungku panas (hot stove rule), tindakan

disiplin progresif (progresive discipline), dan tindakan disiplin positif

(positive discipline).

- Aturan tungku panas

Menurut pendekatan ini, tindakan disipliner harus lah memiliki

konsekuensi yang analog. Pendekatan ini menyegerakan tindakan

disipliner, lalu memberikan peringatan (warning) sebelum terjadinya

tindakan indisipliner, memberikan hukum yang konsisten dan hukuman

tersebut tanpa membeda-bedakan siapa yang melanggar atau melakukan

tindakan indisipliner.

- Disiplin progresif

Tindakan ini banyak sekali diadaptasi oleh perusahaan di era globalisasi

ini. Dalam penerapannya setiap pelaku pelanggaran yang melakukan

pengulangan, akan dijatuhkan hukuman semakin berat. Misalkan seorang

karyawan pemalsuan jam kehadiran, pertama dia diberikan teguran lisan,

jika masih dilakukan, karyawan tersebut diberikan surat peringatan, dan

semakin sering dilakukan karyawan itu akan diberikan sanksi dan

hukuman yang berat. Dengan kata lain tindakan ini dilakukan bertahap

dan masih memberikan kesempatan dalam memperbaiki diri.

- Disiplin positif

Dalam konsep disiplin positif percaya bahwa hukuman sering kali hanya

membuat mereka takut, dan bahkan membenci hukuman itu sendiri dan

bahkan nantinya mencari cara agar dapat memalsukan tindakannya. Maka

Page 17: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

27

dari itu tindakan disiplin positif mendorong karyawan memantau perilaku

mereka sendiri dan memangku konsekuensi yang nantinya akan mereka

tanggung yang diakibatkan dari tindakan mereka sendiri.

Dalam disiplin positif sebenarnya memiliki tingkatan-tingkatan seperti

disiplin progresif, namun hukuman dalam disiplin progresif digantikan

menjadi konseling-konseling dalam disiplin positif.

2.1.3.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Disiplin Kerja

Menurut Singodimedjo (2000) dalam Sutrisno (2009: 89- 93), faktor yang

memengaruhi disiplin tersebut, antara lain:

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi

Para karyawan akan memenuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa

mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payah yang telah

dikontribusikan kepada perusahaan. Bila dia menerima kompensasi yang

memadai, mereka akan dapat bekerja lebih tekun dan tenang, serta berusaha

sebaik-baiknya. Namun pemberian kompensasi yang memadai belum tentu

menjamin tegaknya disiplin kerja kendati memang dalam realita di lapangan

hal tersebut memengaruhi.

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan

Peran keteladanan pemimpin untuk dicontoh sangat berpengaruh besar dalam

perusahaan, bahkan sangat dominan dibanding dengan semua faktor yang

memengaruhi disiplin dalam perusahaan, karena pemimpin menjadi panutan

bagi karyawan. Pada kenyataannya para bawahan dapat meniru kelakuan

pemimpin yang dilihatnya setiap hari.

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan

Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanyalah

berdasarkan instruksi lisan, maka dari itu peraturan tertulis yang dapat

dijadikan pegangan bersama sangat penting dalam menjaga kedisiplinan.

Page 18: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

28

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

Dalam menegakkan kedisiplinan, pimpinan harus berani menjatuhkan sanksi

terhadap semua pelanggar, dan sesuai dengan jenis pelanggaran yang dia

lakukan. Hal ini dilakukan agar para karyawan merasa terlindungi dan merasa

diperlakukan adil. Hal ini juga dapat menekan karyawan agar tidak mudah

berlaku sembrono dan seenaknya dalam bertindak.

5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan

Dalam kegiatan yang dilakukan perusahaan perlu terdapat pengawasan. Hal

ini juga dilakukan agar para karyawan dapat mengerjakan pekerjaannya

dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Bagi sebagian

karyawan yang telah mengetahui betapa pentingnya disiplin, mungkin hal ini

dapat untuk tidak dilakukan, namun bagi karyawan lainnya, untuk

menegakkan kedisiplinan butuh sedikit dipaksakan agar mereka tidak berbuat

semaunya.

6. Ada tidaknya perhatian pada para karyawan

Hal ini dikarenakan karyawan juga ingin sekali untuk didengar, di perhatikan

dan diberikan jalan keluar mereka jika memiliki permasalahan

7. Diciptakannya kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin

Dengan mendukung kebiasaaan dalam rangka menegaknya disiplin, nantinya

akan membuat karyawan akan terbiasa dengan segala perarturan disiplin yang

diterapkan oleh perusahaan.

2.1.3.5 Indikator Disiplin Kerja

Pada dasarnya, Hasibuan dan Malayu (2000: 194-198), terdapat banyak

indikator yang memengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan pada suatu organisasi, di

antaranya:

1. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan yang ditetapkan haruslah jelas dan ideal, serta cukup menantang

bagi karyawan.

Page 19: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

29

2. Teladan Pemimpin

Pemimpin harus menjadi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, dan

adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Hal ini diharapkan kedisiplinan

karyawanpun akan naik.

3. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut menumbuhkan kedisiplinan

karyawan, bahkan dapat memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan

terhadap pekerjaannya dan perusahaannya. Hal ini dikarenakan pada

dasarnya kelakuan karyawan tidak akan lebih baik selama balas jasa yang

diberikanpun tidak sesuai dengan kontribusi para karyawan kepada

perusahaan.

4. Keadilan

Dengan sikap adil kepada setiap pekerja, nantinya mereka akan merasa

mudah menerima, dan keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam

pemberian balas jasa atau hukuman nantinya akan merangsang

terciptanya kedisiplinan yang baik.

5. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif

dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan di perusahaan. Dengan waskat

berarti pimpinan harus aktif dan terus mengawasi juga memberi arahan.

6. Sanksi Hukuman

Dengan sanksi hukuman yang berat, maka karyawan akan lebih takut

untuk melanggar peraturan yang diterapkan, dan nantinya mereka akan

lebih disiplin lagi.

7. Ketegasan

Pemimpin dalam hal ini harus melakukan ketegasan, semua karyawan

yang melakukan tindakan indisipliner harus ditindak sesuai dengan sanksi

hukuman yang berlaku, agar nantinya tindakan indisipliner tidak terulang

Page 20: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

30

lgi oleh karyawan yang sama dan bahkan tidak terulang lagi kesalahan

yang sama.

8. Hubungan Kemanusiaan

Kedisiplinan akan terbentuk dengan terciptanya hubungan yang baik,

maka dari itu kewajiban para pimpinan lah untuk menciptakan suasana

yang harmonis baik itu hubungan secara vertikal ataupun horizontal.

2.1.4 Pemberdayaan Karyawan

Dalam menghadapi permasalahan yang kompleks para pimpinan sudah tidak

lagi dapat mengerjakan semuanya dengan sendiri, terlebih jika pimpinan tersebut

membawahi suatu organisasi atau perusahaan yang memiliki struktur yang

bercabang. Maka dari itu, para pemimpin semakin memerlukan bantuan dari orang

lain dalam menjalankan tugasnya.

Adapun salah satu cara dalam mengatasi hal tersebut yakni dengan

memberdayakan anggota atau karyawan mereka, namun hal tersebut tidak serta-

merta dilakukan oleh para pemimpin, karena masih banyak dari mereka yang masih

tidak percaya terhadap karyawannya dikarenakan banyak motif di baliknya.

Pemberdayaan (empowerment) itu sendiri secara etimologis berasal dari kata

daya yang berartikan kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan dalam

melakukan tindakan. Mendapat awalan ber- menjadi ‘berdaya’ yang diartikan

berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mempunyai akal (cara dan sebagainya)

untuk mengatasi sesuatu (Suwatno dan Priansa, 2011:182) di dalam (Arifin et al.,

2014: 3)

Pemberdayaan adalah memberikan anggota keterampilan dan kewenangan

yang penuh untuk mengambil keputusan yang secara tradisional dilakukan oleh

pimpinan (Widodo, 2015: 201)

Mengenai pemberdayaan, menurut Paul et al. (2000) dalam Tielung, (2013:

1800) menyatakan bahwa pemberdayaan karyawan adalah proses berlakunya

kewenangan dan tanggung jawab individu pada level lebih rendah dalam hirarki di

Page 21: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

31

sebuah organisasi. Sedangkan Arifin et al. (2014: 3) menyatakan pemberdayaan

merupakan upaya yang dilakukan perusahaan dalam memberikan wewenang dan

kepercayaan lebih kepada karyawan agar karyawan lebih leluasa dalam

mengeluarkan segala kemampuan yang ada pada dirinya.

Menurut Sedarmayanti (2007) dalam Suryadewi, (2014) pemberdayaan

adalah suatu proses kegiatan usaha untuk lebih memberdayakan “daya manusia”

dengan mengembangankan manusia itu sendiri, pengembangan itu berupa

kemampuan, kepercayaan, wewenang, dan tanggung jawab, yang tentunya hal

tersebut dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan organisasi untuk

meningkatkan kinerja sebagaimana diharapkan.

Pemberdayaan sebenarnya memiliki banyak definisi, tetapi jika didefinisikan

secara general, maka pemberdayaan dapat didefinisikan sebagai sebuah proses

pemberian kemampuan kepada karyawan untuk berfikir, bertindak, bersikap,

bereaksi dan mengontrol semua pekerjaan mereka tersendiri dan nantinya dapat

menimbulkan keterkaitan dan saling kepercayaan antara pihak-pihak yang berada di

organisasi tersebut yang tentunya tetap dalam koridor dan pengawasan agar tidak

melenceng dari tujuan organisasi. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Lodjo (2013:

748-749), di mana pemberdayaan merupakan pemberian suatu tanggung jawab dan

wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut semua

pengembangan produk dan pengambilan keputusan, dan pemberdayaan itu sendiri

merupakan sarana untuk membangun kepercayaan antara sesama karyawan dan

pihak manajemen.

Maka dari itu pemberdayaan tidak boleh dianggap sebagai hal yang

sederhana atau hanya sekedar proses yang membuat karyawan merasa baik dan

membuatnya dihargai dalam pekerjaan mereka, tetapi jauh dari hal tersebut dapat

dijadikan kebutuhan perusahaan yang membutuhkan perencanaan yang luas,

membutuhkan waktu dan memerlukan manajer yang mampu dan terlatih untuk

memberdayakan sumber daya yang ada, karena manajer harus dapat memberdayakan

karyawan tersebut dengan baik tanpa adanya penolakan dan juga otoritas yang

digunakan oleh karyawan digunakan untuk sebaik-baiknya dalam melakukan

pekerjaan mereka, sehingga dapat menguntungkan perusahaan dalam pencapaian-

pencapaian tujuannya. Hal ini sejalan dengan saran Eskandari (2002) dalam

Page 22: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

32

Hassanpour et al. (2013: 86) di mana organisasi harus memotivasi staf mereka dan

melatih mereka yang nantinya akan diberdayakan karena pemberdayaan karyawan

memberikan manfaat bagi organisasi.

2.1.4.1 Tujuan dan Manfaat Pemberdayaan Karyawan

Tujuan dari pemberdayaan itu sendiri yakni untuk membentuk individu dan

masyarakan yang lebih mandiri. Kemandirian yang dimaksud seperti kemandirian

berfikir, bertindak, dan kemandirian dalam mengendalikan apa yang mereka lakukan.

Hal tersebut demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi. (Widodo,

2015: 202)

Adapun pemberdayaan karyawan yang dilakukan oleh perusahaan khususnya

oleh para manajer, sebenarnya dapat bermanfaat bukan hanya dari segi karyawannya,

namun juga perusahaan dan manajernya juga ikut terbantu, manfaat tersebut di

antaranya adalah:

- Memperkuat kapabilitas dan komitmen karyawan

- Dapat memunculkan serta memaksimalkan potensi serta modalitas yang

ada pada karyawan

- Karyawan lebih mandiri dalam bekerja

- Karyawan lebih mengontrol akan kinerjanya sendiri dan lebih dapat

menanggulangi stress dikarenakan mereka memiliki otoritas dalam

pekerjaan mereka

- Dapat membantu para manajer dalam mengerjakan tugas yang dinilai

semakin lama semakin sulit karena kompetisi yang semakin ketat

- Dengan pemberdayaan yang baik, dapat memacu karyawan untuk bekerja

dengan caranya dan itu akan membuat karyawan lebih ingin tinggal di

perusahaan tersebut

- Perusahaan akan terbantukan dengan efektifitas kerja karyawan dan

efisiensi tenaga kerja yang dimiliki dalam mencapai tujuan organisasi.

Page 23: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

33

2.1.4.2 Model Pemberdayaan

Khan (2007) dalam Widodo (2015: 203-206) menawarkan model

pemberdayaan yang dapat dikembangkan dalam organisasi. Model ini memiliki

enam tahapan, adapun dibawah ini gambar dan penjelasannya:

Gambar 2.4 Model Empowerment (pemberdayaan)

Sumber: Widodo, S.E. (2015). Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

1. Keinginan (Desire)

Tahap pertama dalam model empowerment adalah adanya melibatkan

pekerja yang termasuk antara lain:

- Pekerja diberi kesempatan untuk mengidentifikasi permasalahan

- Memperkecil directive personality dan memperluas keterlibatan

pekerja.

2. Kepercayaan (Trust)

Setelah adanya keinginan dari manajemen untuk melakukan pemberdayaan,

langkah selanjutnya adalah membangun kepercayaan antara manajemen dan

karyawan. Hal yang termaksud dalam tahap ini adalah:

- Memberi kesempatan pada karyawan untuk berpartisipasi dalam

pembuatan kebijakan

- Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja

- Menghargai perbedaan pandangan dan menghargai kesuksesan yang

diraih karyawan

Desire Confident Trust

Communication Credibility Accountability

Page 24: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

34

3. Kepercayaan Diri (Confident)

Kepercayaan diri menimbulkan rasa saling percaya akan kemampuan antar

karyawan dengan menghargai kemampuan yang dimiliki karyawan. Tindakan

yang menimbulkan confident antara lain:

- Menggali ide dan saran dari karyawan

- Memperluas tugas dan membangun jaringan antar departemen

4. Kredibilitas (Credibility)

Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan

kerja yang mendorong kompetisi yang sehat yang nantinya berimbas pada

kinerja yang tinggi. Kredibilitas tersebut antara lain:

- Memandang karyawan sebagai partner yang strategis

- Peningkatan target di semua bagian pekerjaan

5. Wewenang (Accountability)

Tahap selanjutnya adalah pertanggungjawaban karyawan pada wewenang

yang diberikan. Hal yang termaksud dalam accountability yakni:

- Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas

- Melibatkan karyawan dalam penentuan standar dan ukuran

- Memberikan bantuan pada karyawan dalam menyelesaikan beban

kerja

- Menyediakan waktu pemberian feed back

6. Komunikasi (Communication)

Keterbukaan dalam berkomunikasiyang dapat menciptakan saling memahami

antara karyawan dan manajemen. Hal yang termaksud dari kategori

komunikasi adalah:

- Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan

mendiskusikan permasalahan secara terbuka

- Menetapkan kebijakan open door communication

Page 25: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

35

2.1.4.3 Dimensi Pemberdayaan

Pada konsep model pemberdayaan oleh Khan (2007) dalam Widodo (2015:

203-206), dapat diambil dimensi dan indikator dari pemberdayaan karyawan itu, di

antaranya:

1. Desire

- pemberian kesempatan mengidentifikasi masalah

- keterlibatan pekerja diperluas

2. Trust

- kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan.

- mendapat pelatihan untuk kebutuhan kerja

- dihargai dalam pebedaan pandangan dan kesuksesan yang

diraih

3. Confident

- di mintakannya ide dan saran

- jaringan antar departemen terbangun luas

4. Credibility

- merasa sebagai partner dari pemimpin

- terdapat target disetiap bagian pekerjaan

5. Accountability

- mendapat tugas dan ukuran yang jelas

- dilibatkan dalam menentukan penentuan standar dan ukuran

- mendapat bantuan oleh pemimpin dalam menyelesaikan beban

kerja

- mendapatkan feed back dalam pekerjaan

6. Comunication

- pemimpin menyediakan waktu untuk mendiskusikan masalah

- terdapat kebijakan open door communication

2.1.5 Kinerja Karyawan

Hasibuan (2006) menyatakan dalam Tielung (2013: 1801) bahwa kinerja itu

sendiri merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya

dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan ataupun organisasi yang

Page 26: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

36

dikerjakan produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan seseorang atau sekelompok

orang selama satu periode pekerjaan tertentu.

Murty dan Hudiwinarsih (2012: 216-217) beranggapan bahwa kinerja

merupakan hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan karyawan,

atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

Kinerja merupakan implementasi dari perancanaan yang telah disusun

tersebut. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki

kemampuan, kompetensi, motivasi dan kepentingan (Wibowo, 2007) didalam

(Suwati, 2013: 43)

Kinerja karyawan dianggap sebagai apa yang karyawan lakukan dan apa yang

dia tidak lakukan. Kinerja karyawan memerlukan kualitas dan kuantitas, kehadiran

di tempat kerja sifat akomodatif dan sifat saling mendukung dan ketepatan waktu

(Rizwan, 2014: 38). Sedangkan Ardansyah dan Wasilawati (2014: 155) menyatakan

kinerja dikatakan sebagai sebuah hasil (output) dari suatu proses tertentu yang

dilakukan oleh seluruh komponen pada organisasi terhadap sumber - sumber tertentu

yang digunakan (input). Selanjutnya, kinerja juga merupakan hasil dari serangkaian

proses kegiatan yang dilakukan untuk melakukan pencapaian tujuan tertentu dalam

organisasi organisasi. Tidak jauh berbeda paparan Ardansyah dan Wasilawati, bahwa

kinerja karyawan adalah pencapaian hasil kerja secara kualitas dan kuantitas, oleh

seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

yang telah diberikan kepadanya. (Mangkunegara, 2006 : 9)

Adapun dapat disimpulkan dari hal tersebut bahwa kinerja karyawan yaitu

tingkat pencapaian pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh para pegawai yang ada di

suatu organisasi dalam rangka pemenuhan tujuan organisasi. Kinerja karyawan

termaksud faktor penting dalam perusahaan, karena kinerja nantinya bisa saja

memengaruhi produktivitas perusahaan tersebut, dan bagi perusahaan terutama pihak

HRD yang menangani hal tersebut, tidak dapat hanya berpandangan sebelah mata

dalam menilai kinerja karyawan.

Page 27: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

37

2.1.5.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Karyawan

Mangkuprawira dan Vitalaya (2006) di dalam Murty dan Hudiwinarsih

(2012: 217) mengemukakan bahwa faktor-faktor kinerja terdiri atas faktor instrinsik

dan ekstrinsik. Adapun uraian faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

- Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer, dan team leader

dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja

kepada karyawan.

- Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh

rekan dalam satu tim, kepercayaan terhdap sesama anggota tim,

kekompakan dan keeratan anggota tim.

- Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang

diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam

organisasi.

- Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan

eksternal dan internal.

2.1.5.2 Penilaian Kinerja Karyawan

Handoko (2001) dalam Murty dan Hudiwinarsih (2012: 217), mendefinisikan

penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses di mana organisasi

mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.

Penilaian kinerja dapat digunakan dalam rangka menekan perilaku yang tidak

semestinya dan menekankan kepada karyawan untuk berprilaku yang semestinya.

Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang

digunakan untuk mengukur, menilai dan memengaruhisifat yang berkaitan dengan

pekerjaan, perilaku, tingkat kehadiran dan hasil. (Rivai dan Sagala, 2013: 549)

Penilaian kinerja karyawan merupakan sarana untuk memperbaiki karyawan

yang tidak melakukan tugasnya dengan baik dan membuat karyawan mengetahui

posisi dan perannya dalam menciptakan tercapainya tujuan perusahaan. Hal tersebut

akan menambah motivasi karyawan untuk berkinerja lebih baik lagi (Murty dan

Hudiwinarsih, 2012: 217). Senada dengan Murty dan Hudiwinarsih, menurut Rivai

dan Sagala (2013: 604) tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi

Page 28: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

38

individu karyawan untuk mencapai sasaran organisasi dalam memenuhi standar

perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga menghasilkan tindakan sesuai

yang diinginkan organisasi.

2.1.5.3 Aspek yang Dinilai dalam Kinerja Karyawan

Menurut Ranupandojo & Husnan (2002) dalam Ardansyah dan Wasilawati

(2014: 155), faktor-faktor kinerja yang perlu dinilai adalah sebagai berikut:

- Kuantitas Kerja, banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja yang ada

yang perlu diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pe-kerjaan

dapat diselesaikan.

- Kualitas kerja, mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang

ditetapkan. Biasanya diukur melalui ketepatan, ketelitian, keterampilan,

kebersihan hasil kerja.

- Keandalan, dapat atau tidaknya karyawan diandalkan adalah kemampuan

memenuhi atau mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan dan

kerjasama.

- Inisiatif, Kemampuan mengenali masalah dan mengambil tindakan korektif,

memberikan saran-saran untuk peningkatan dan menerima tanggung jawab

menyelesaikan.

- Kerajinan, kesediaan melakukan tugas tanpa ada-nya paksaan dan juga yang

bersifat rutin.

- Sikap, perilaku karyawan terhadap perusahaan atau atasan atau teman kerja.

Kehadiran, keberadaan karyawan di tempat kerja untuk bekerja sesuai dengan

waktu/jam kerja yang telah ditentukan.

2.1.5.4 Dimensi dan Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Sadarmayati (2007) dalam widodo (2015: 134) instrumen penilaian

kinerja individu meliputi:

1. Prestasi kerja (kualitas dan kuantitas kerja)

2. Keahlian (kerjasama dan komunikasi yang baik)

3. Perilaku (kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin)

Page 29: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

39

4. Kepemimpinan (pengambilan keputusan dan penentuan prioritas)

2.2 Kerangka Pemikiran

Peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian di PT. Diamond Cold Storage,

dengan judul penelitian "Analisis Pengaruh Motivasi Karyawan, Disiplin Kerja dan

Pemberdayaan Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Diamond Cold

Storage"

Dalam kerangka pemikiran ini, peneliti menggunakan motivasi karyawan (X1),

disiplin kerja (X2) dan pemberdayaan karyawan (X3) sebagai variabel yang

mempengaruhi (independent), sedangkan kinerja karyawan (Y) sebagai variabel yang

dipengaruhi (dependent).

Dengan penjelasan yang telah dijabarkan di atas, maka dapat digambarkan model

penelitiannya seperti di bawah ini:

Gambar 2.5 Model Penelitian

Sumber: Penulis (2014)

Motivasi Karyawan

Disiplin Kerja

Pemberdayaan Karyawan

Kinerja Karyawan

Page 30: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

40

2.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, yang biasanya tersusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. (Sugiyono,

2008: 93). Adapun hipotesis dari penelitian ini seperti berikut:

T-1: Bagaimana pengaruh motivasi karyawan terhadap kinerja karyawan

pada PT. Diamond Cold Storage?

Ho: Tidak terdapat pengaruh motivasi karyawan terhadap kinerja karyawan

pada PT. Diamond Cold Storage.

Ha: Terdapat pengaruh motivasi karyawan terhadap kinerja karyawan pada

PT. Diamond Cold Storage.

T-2: Bagaimana pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan pada PT.

Diamond Cold Storage?

Ho: Tidak terdapat pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan pada

PT. Diamond Cold Storage.

Ha: Terdapat pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja karyawan pada PT.

Diamond Cold Storage.

T-3: Bagaimana pengaruh pemberdayaan karyawan terhadap kinerja

karyawan pada PT. Diamond Cold Storage?

Ho: Tidak terdapat pengaruh pemberdayaan karyawan terhadap kinerja

karyawan pada PT. Diamond Cold Storage.

Ha: Terdapat pengaruh pemberdayaan karyawan terhadap kinerja karyawan

pada PT. Diamond Cold Storage.

Page 31: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

41

T-4: Bagaimana pengaruh motivasi karyawan, disiplin kerja, dan

pemberdayaan karyawan terhadap kinerja karyawan pada PT. Diamond

Cold Storage?

Ho: Tidak terdapat pengaruh motivasi karyawan, disiplin kerja, dan

pemberdayaan karyawan terhadap kinerja karyawan pada PT. Diamond

Cold Storage.

Ha: Terdapat pengaruh motivasi karyawan, disiplin kerja, dan

pemberdayaan karyawan terhadap kinerja karyawan pada PT. Diamond

Cold Storage.

2.4 Kajian Terdahulu

Terdapat 4 jurnal dalam penelitian ini yang dapat dijadikan referensi penulis selain

jurnal lainnya yang tidak dicantumkan pada tabel dibawah ini, adapun penjelasan

singkat mengenai tabel dibawah:

- Jurnal : Nama jurnal dari kajian terdahulu

- Pengarang : Nama para pengarang jurnal dalam kajian terdahulu

- Variabel : Variabel yang digunakan pada jurnal tersebut

- Hasil : Hasil dari jurnal tersebut yang memiliki kaitannya dengan penelitian

yang akan dibahas oleh penulis

- Jarak penerbitan jurnal yang dipakai tidak lebih dari 5 tahun

Tabel 2.1 Kajian Terdahulu

Kajian 1

Jurnal The Effects of Human Resource Competence, Organisational Commitment and Transactional Leadership on Work Discipline, Job Satisfaction and Employee’s Performance. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business. Vol 5, No 4(2013)

Pengarang Endang Setyaningdyah, Umar Nimran dan Armanu Thoyib Variabel HR Competence, Organizational Commitment, Transactional

Leadership, Job Satisfaction, Discipline, Employee Performance. Hasil Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam menilai tinggi

Page 32: Bab 2 Landasan Teori - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-2-00744-MN Bab2001.pdf · Faktor ini mencakup kepuasan kerja, prestasi yang diraih,

42

rendahnya kinerja karyawan bagian akuntansi, dapat dilihat dari seberapa besar motivasi yang diberikan perusahaan kepada karyawan.

Kajian 2

Jurnal Evaluation the Relationship between Empowerment and Performance of Employee by Using Veton and Cameron Model (Case Study: Guilan Tax Affairs Administration), Kuwait Chapter of Arabian Journal of Business and Management Review. Vol. 3, No.2 (2013)

Pengarang Javad Hassanpour, Shahram Gilaninia, dan Hossein Ganjinia Variabel empowerment dan performance

Hasil menyimpulkan bahwa departemen yang diteliti, memiliki pemberdayaan yang tinggi, dan mereka memiliki kemampuan untuk melakukan tanggung jawab yang diberikan, keberanian untuk menerima hasil kerja dan kepuasan kerja dan pemberdayaan ini menyebabkan kinerja yang tepat dalam staf. Dengan kata lain dalam penelitian ini terdapat hubungan antara empowerment terhadap kinerja karyawan.

Kajian 3

Jurnal A Comparative Analysis of the Factors Effecting the Employee Motivation and Employee Performance in Pakistan. International Journal of Human Resource Studies. ISSN 2162-3058 Vol. 4, No. 3 (2014)

Pengarang Muhammad Rizwan Variabel Employee motivation, Employee performance, Intrinsic reward dan

Employee Perceived training effectiveness Hasil Hasil penelitian regresi ini mengkonfirmasi adanya hubungan positif

yang signifikan antara motivasi karyawan dan kinerja karyawan dengan (Beta = 0,353) dan (p <0,01).

Kajian 4

Jurnal PENGARUH PEMBERDAYAAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN (Studi pada Karyawan CV. Catur Perkasa Manunggal). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 8 No. (2014)

Pengarang Alvin Arifin, Djamhur Hamid, dan M. Soe’oed Hakam Variabel Pemberdayaan, Motivasi, dan Kinerja.

Hasil Pemberdayaan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar 42,42%. Sedangkan Motivasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar 2,01%. Koefisien determinasi sebesar 44,36%, artinya pemberdayaan dan motivasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar 44,36%.

Sumber: Penulis (2014)