bab 2 landasan teori grace - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/bab 2_09-108.pdf · 11...

64
9 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Industri Jasa Dewasa ini, kehidupan manusia selalu berhubungan dengan industri jasa. Industri jasa mengalami kemajuan yang cukup pesat sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan di berbagai bidang sehingga industri jasa sekarang ini cukup bervariasi, seperti rumah sakit, sekolah, bank, konsultan manajemen, dan masih banyak lagi. Menurut Kotler (2002, p486) jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain. Pada dasarnya, jasa tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun. Produksi jasa tersebut dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk. Menurut Lovelock dan Wright (2002, p6) jasa adalah tindakan atau kinerja yang menciptakan keuntungan bagi pelanggan dengan memberikan apa yang diharapkan atau setidaknya mendekati apa yang diharapkan oleh pelanggan. Sedangkan menurut Rangkuti (2006, p26) jasa merupakan pemberian suatu kriteria atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak kepada pihak lain.

Upload: duongminh

Post on 21-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

9

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Industri Jasa

Dewasa ini, kehidupan manusia selalu berhubungan dengan industri

jasa. Industri jasa mengalami kemajuan yang cukup pesat sejalan dengan

semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan di berbagai

bidang sehingga industri jasa sekarang ini cukup bervariasi, seperti rumah

sakit, sekolah, bank, konsultan manajemen, dan masih banyak lagi.

Menurut Kotler (2002, p486) jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan

yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain. Pada dasarnya, jasa

tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun. Produksi jasa

tersebut dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk.

Menurut Lovelock dan Wright (2002, p6) jasa adalah tindakan atau

kinerja yang menciptakan keuntungan bagi pelanggan dengan memberikan

apa yang diharapkan atau setidaknya mendekati apa yang diharapkan oleh

pelanggan.

Sedangkan menurut Rangkuti (2006, p26) jasa merupakan pemberian

suatu kriteria atau tindakan tak kasat mata dari suatu pihak kepada pihak lain.

10

Pada umumnya, jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan,

dimana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil

jasa tersebut.

Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk karena:

Pemasaran jasa lebih bersifat intangible dan immaterial karena produknya

tidak kasat mata dan tidak dapat diraba.

Produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas

sehingga pengawasan kualitas dilakukan dengan segera. Hal ini lebih sulit

daripada pengawasan produk fisik.

Interaksi antara konsumen dan petugas adalah penting untuk dapat

mewujudkan produk yang dibentuk.

Tujuan manajemen jasa pelayanan adalah untuk mencapai tingkat kualitas

pelayanan tertentu yang dihubungkan dengan tingkat kepuasan pelanggan.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam konsep manajemen jasa

pelayanan:

1. Merumuskan suatu strategi pelayanan.

2. Mengkomunikasikan kualitas kepada pelanggan.

3. Menetapkan suatu standar kualitas secara jelas.

4. Menerapkan sistem pelayanan yang efektif.

5. Karyawan yang berorientasi kepada kualitas pelayanan.

6. Survei tentang kepuasan dan kebutuhan pelanggan.

Sukses suatu jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu

mengelola tiga aspek yang dikenal sebagai Segitiga Jasa berikut :

11

1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan.

2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi

janji tersebut.

3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada

pelanggan.

Gambar 2.1 Diagram Segitiga Pemasaran Jasa

Kegagalan di satu sisi dapat menyebabkan segitiga jasa roboh, yang artinya

industri jasa tersebut gagal. Pembahasan industri jasa harus meliputi perusahaan,

EXTERNAL MARKETING

Menetapkan janji mengenai produk/jasa yang akan disampaikan

INTERACTIVE MARKETING

Menyampaikan produk/jasa Sesuai dengan yang

telah dijanjikan

INTERNAL MARKETING

Membuat agar produk/jasa yang disampaikan sesuai dengan yang dijanjikan

PELANGGAN

KARYAWAN MANAJEMEN

Sumber : Freddy Rangkuti, Measuring Customer Satisfaction, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal. 27.

12

karyawan, serta pelanggan. Status dan peran perusahaan, karyawan, serta pelayanan

seperti pada Gambar 2.1.

Tabel 2.1 Peran dan Status Segitiga Pemasaran Jasa

II.1.1 Karakteristik Jasa

Menurut Kotler dan Amstrong (2001, p376-377), perusahaan harus

mempertimbangkan empat karakteristik jasa tertentu ketika merancang

program pemasaran antara lain:

1. Tidak berwujud jasa (Intangibility)

Jasa tidak bisa dilihat, dicicipi, dirasakan, didengar atau dibaui sebelum

dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli mencari “tanda” dari

STATUS PERAN

PERUSAHAAN

KARYAWAN

PELANGGAN

Fasilitator terhadap karyawan agar mampu melayani pelanggan.

• Penyelidik keinginan pelanggan. • Pembuat spesifikasi jasa yang akan disampaikan. • Pemberdaya karyawan agar mampu menyampaikan jasa kepada pelanggan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Penyampai jasa • Jasa itu sendiri • Personifikasi atau gambaran dari perusahaan • Pemasar jasa secara tidak langsung

Penerima jasa Penilai kualitas jasa

Sumber : Freddy Rangkuti, Measuring Customer Satisfaction, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal. 28.

13

kualitas jasa pelayanan. Biasanya mengambil kesimpulan mengenai

kualitas dari tempat, orang, harga, peralatan, dan konsumsi yang dapat

mereka lihat. Oleh karena itu, tugas penyedia jasa adalah membuat jasa

dapat berwujud dalam satu atau beberapa cara.

2. Tidak Terpisahkan (Inseparability)

Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, apakah penyedia tadi adalah

orang atau mesin. Bila karyawan jasa menyediakan jasa, maka karyawan

itu merupakan bagian dari jasa. Karena pelanggan turut hadir saat jasa itu

diproduksi sebagai Co-producer, interaksi penyedia jasa maupun

pelanggan akan mempengaruhi hasil jasa.

3. Bervariasi (Service Variability)

Kualitas jasa bergantung pada siapa yang menyediakan jasa, waktu,

tempat, dan bagaimana cara mereka disediakan sehingga jasa dapat sangat

bervariasi dan mudah berubah-ubah.

4. Tidak Tahan Lamanya Jasa (Perishability)

Jasa tidak dapat disimpan untuk penjualan atau pemakaian yang akan

datang. Tidak tahan lamanya jasa bukanlah masalah apabila permintaan

selalu ada. Tapi ketika permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa sering

kali mengalami masalah sulit. Oleh karena itu perusahaan jasa sering kali

merancang strategi agar lebih baik lagi menyesuaikan permintaan dengan

penawaran.

14

Sumber : Kotler, Philip and Gary Amstrong, Prinsip-prinsip Pemasaran, Edisi Kedelapan, Erlangga,

Jakarta, 2001, hal 378.

Gambar 2.2 Empat Karakteristik Jasa

II.1.2 Pengertian Industri Jasa Entertainment

Berdasarkan kutipan dari Wikipedia Bahasa Inggris, industri jasa

entertainment adalah “(much of which is informally known as show business

or show biz) consists of a large number of sub-industries devoted to

entertainment. However, the term is often used in the mass media to describe

the mass media companies that control the distribution and manufacture of

mass media entertainment. In the popular parlance, the term show biz in

particular connotes the commercially popular performing arts, especially

musical theatre, vaudeville, comedy, film, and music”. Yang dapat diartikan

Ketidakberwujudan Jasa tidak dapat dilihat,

dirasa, diraba didengar, atau dibaui sebelum dibeli.

Ketidakterpisahan Jasa tidak dapat dipisahkan

dari penyedia dan pelanggannya.

Tidak Tahan Lama Jasa tidak dapat disimpan

untuk penjualan atau pemakaian akan datang.

Keragaman Kualitas jasa tergantung

pada siapa yang menyediakan, kapan,

dimana dan bagaimana.

Jasa

15

dalam Bahasa Indonesia, industri jasa entertainment adalah “(biasanya di

kenal juga dengan bisnis pertunjukan) yang terdiri dari sebagian besar sub-

industri yang mengarah ke entertainment. Bagaimanapun istilah ini sering

digunakan media massa untuk menjelaskan perusahaan media massa dimana

terdapat kontrol distribusi dan manufaktur dalam hiburan media massa.

Bahasa populernya, istilah show-biz mengandung arti khusus sebuah

pertunjukan seni populer yang komersial, seperti teater musik, komedi

bangsawan, komedi, film dan musik”.

Menurut Michael Wolf (1999), Secara garis besar entertainment

dengan bisnis dibedakan secara terpisah dalam dua bagian. Entertainment

merupakan bagian yang mengedepankan waktu untuk bersenang-senang

sedangkan bisnis merupakan bagian yang mengedepankan waktu untuk

bekerja. Namun pada kenyataannya jika dua bagian ini disatukan akan

menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Michael Wolf dalam hal ini

menyatakan bahwa entertainment dan media dapat melebihi budaya sebagai

pendorong ekonomi global modern, sehingga dalam hal ini banyak

mendukung berdirinya perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang

entertainment industry. Contohnya: Anak-anak yang pergi ke McDonald’s

tidak hanya untuk sekedar makan tapi lebih untuk mendapatkan nilai hiburan

seperti mendapatkan hadiah mainan ataupun bermain.

16

II.1.3 Pengertian Entertainment

Menurut kutipan Wikipedia Bahasa Inggris entertainment adalah “an

activity designed to give people pleasure or relaxation. An audience may

participate in the entertainment passively as in watching opera or a

movie, or actively as in games. The playing of sports and reading of

literature are usually included in entertainment, but these are often called

recreation, because they involve some active participation beyond mere

leisure. The industry that provides entertainment is called the

entertainment industry”.

Artinya:

Sebuah aktivitas yang didesain untuk memberikan kesenangan dan

relaksasi kepada orang. Seorang penonton dapat berpartisipasi secara pasif

dalam hiburan seperti menonton opera atau sebuah film, ataupun secara

aktif seperti dalam permainan. Berolahraga atau membaca literature

biasanya termasuk di dalam hiburan, tapi hal ini lebih sering disebut

rekreasi, karena hal ini melibatkan partisipasi aktif yang melebihi dari

sekedar waktu luang yang ada. Industri yang menyediakan hiburan biasa

disebut industri hiburan”.

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, hiburan adalah segala sesuatu-baik

yang berbentuk kata-kata, tempat, benda, perilaku- yang dapat menjadi

penghibur atau pelipur hati yang susah atau sedih. Pada umunya hiburan

dapat berupa musik, film, opera, drama, ataupun berupa permainan bahkan

17

olahraga. Berwisata juga dapat dikatakan sebagai upaya hiburan dengan

menjelajahi alam ataupun mempelajari budaya. Mengisi kegiatan di waktu

senggang seperti membuat kerajinan, keterampilan, membaca juga dapat

dikatagorikan sebagai hiburan.Bagi orang tertentu yang memiliki sifat

workaholic, bekerja adalah hiburan dibandingkan dengan berdiam diri.

Selain itu terdapat tempat-tempat hiburan atau klab malam (night club)

sebagai tempat-tempat untuk melepas lelah, umumnya berupa rumah

makan atau restoran yang dilengkapi hotel serta sarana hiburan seperti

musik, karaoke, opera. Ada pula yang menyediakan permainan seperti

bilyar hingga sarana perjudian. Bagi kalangan tertentu, permainan judi

(gambling) dianggap sebagai hiburan atau sarana membuang sial. Selain

itu, di beberapa negara ada juga klab-klab malam yang diperuntukkan

untuk pertemuan keluarga yang tentunya berbeda dengan klab klab malam

pada umumnya.

Entertainment dapat dibagi menjadi beberapa kategori diantaranya:

1. Animasi

Animasi menyuguhkan gambar bergerak yang dibuat oleh seorang

artis. Biasanya disertai juga dengan sebuah lagu yang dibuat oleh aktor

sungguhan. Animasi biasanya dibuat dalam bentuk dasar komputer di

dunia hiburan.

2. Bioskop

Bioskop menyuguhkan gambar bergerak sebagai bentuk seni. Bioskop

juga biasanya juga disebut dengan film. Sebuah film menghasilkan

18

ilusi bergerak dengan menampilkan rangkaian gambar individu dalam

periode yang cepat. Film dihasilkan oleh kru kamera, perlengkapan,

dan pencahayaan. Pemain terdiri dari seorang aktor yang tampil di

depan kamera dan mengikuti naskah. Setelah pengambilan gambar

film, film di edit kemudian di distribusikan ke teater atau studio

televisi untuk ditayangkan.

3. Teater

Pertunjukan teater terdiri dari sandiwara, musikal, komedi, monolog,

pantomim.

4. Sirkus

Sirkus terdiri dari akrobat, badut, hewan terlatih, asi bergelayutan,

hulahup, berjalan diatas tali, pesulap, sepeda roda satu, ketangkasan

lainnya di peragakan oleh artis. Sirkus adalah pertunjukan yang baik

untuk keluarga.

5. Komedi

Komedi menyguhkan tertawaan dan hiburan. Penonton dibuat terkejut

oleh parodi atau sindiran yang tidak dapat di tebak atau ekspektasi

yang berlawanan dari kebiasaannya. Dagelan, lelucon solo,

pengamatan humor adalah bentuk dari komedi yang telah

dikembangkan sejak awal.

6. Komik

19

Komik berisi tulisan dan gambar yang dibawakan dalam bentuk cerita

hiburan. Beberapa komik terkenal menceritakan seputar super hero,

seperti Superman, Batman, dll.

7. Dansa

Dansa adalah pergerakan tubuh, biasanya mengikuti ritme dan musik,

biasanya sebagai bentuk dari ekspresi, interaksi sosial atau ditampilkan

dalam spiritual atau seting pertunjukan. Dansa mencakup ballet,

cancan, charleston, Highland fling, tarian daerah, sun dance, modern

dance, polka, dan masih banyak lagi.

8. Membaca

Membaca merupakan interpretasi dari simbol tertulis. Seorang

pengarang, penyair atau dramawan menyuguhkan sebuah komposisi

untuk publikasikan pendidikan dan diversi untuk pembaca. Formatnya

termasuk buku tipis, hardcover, majalah, serial, buku dan majalah

TTS, dan buku mewarnai. Fantasi, horor, fiksi dan misteri adalah

bentuk dari hiburan membaca.

9. Games

Games menyuguhkan relaksasi dan diversi yang diikuti oleh peraturan.

Games dapat dimainkan oleh satu orang atau lebih. Dan mungkin

dapat dimainkan untuk mendapatkan uang seperti judi dan bingo.

Balapan, catur melatih peningkatan fisik dan mental. Games

diperuntukkan bagi anak-anak selain itu dapat juga dimainkan di

tempet terbuka seperti bowling. Beberapa games memerlukan

20

peralatan pendukung, seperti kumpulan kartu untuk bermain kartu,

atau papan dan spidol untuk bermain Monopoly, dan backgammon,

selain itu ada juga games yang memakai bola sebagai alat

pendukungnya, seperti sepakbola, voli, basket, dll.

10. Musik

Musik adalah bentuk paduan dari ritme, melodi, harmoni, untuk

hiburan, upacara, atau ritual religi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001, p398), hiburan adalah

sesuatu atau perbuatan yang dapat menghibur hati (melupakan kesedihan,

dsb).

Menurut Collins English Dictionary (1994, p519), entertainment are:

- the act or art of entertaining or state of being entertained.

- an act, production, etc; that entertains; diversion; amusement.

Arti dari hiburan adalah:

- aksi atau seni yang menghibur atau bagian dari yang dihibur.

- aksi, produksi, dll; yang menhibur; hiburan/pengalihan;

menyenangkan.

Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English

(2000, p419), entertainment are:

- Film/movies, music, etc.

used to entertain people: an example of this: radio, television, and

other forms of entertainment; live/family entertainment; the

21

entertainment was provided by a folk band; local entertainments are

listed in the newspaper; the show was good an entertainment value.

- the act of entertaining.

Arti dari hiburan adalah:

- film, musik, dll.

Digunakan untuk menghibur orang: dengan contoh: radio, televisi, dan

bentuk lain dari hiburan; hiburan keluarga; hiburan disediakan dengan

band lokal/rakyat; hiburan lokal yang tertera di surat kabar; sebuah

pertunjukan yang memiliki nilai hiburan yang baik.

- aksi yang menghibur.

II.1.4 Pengertian Bioskop

Berdasarkan kutipan dari Wikipedia Bahasa Inggris, Bioskop adalah “a

movie theater, movie theatre, picture theatre or cinema is a venue, usually

a building, for viewing motion pictures ("movies" or "films"). Most movie

theaters are commercial operations catering to the general public, who

attend by purchasing a ticket. The movie is projected with a movie

projector onto a large projection screen at the front of the auditorium.

Some movie theaters are now equipped for digital cinema projection,

removing the need to create and transport a physical film print”.

Artinya:

22

Sebuah teater film, teater bergambar atau bioskop adalah sebuah tempat,

biasanya sebuah gedung, untuk mempertunjukkan gambar bergerak (film).

Kebanyakan teater film adalah beroperasi secara komersial untuk publik,

diperuntukkan bagi pembeli tiket. Film diproyeksikan melalui proyektor

ke sebuah layar proyeksi besar terletak di bagian muka auditorium.

Beberapa teater film sekarang diperlengkapi dengan proyektor film digital,

dimana benda ini bertujuan untuk membuat dan memindahkan sebuah

bentuk fisik cetakan film.

Berdasarkan sumber dari Wikipedia Bahasa Indonesia, Bioskop (Belanda:

bioscoop dari bahasa Yunani dan berarti "gambar hidup") adalah tempat

untuk menonton pertunjukan film dengan menggunakan layar lebar.

Gambar film diproyeksikan ke layar menggunakan proyektor.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001, p155), bioskop

adalah:

- Pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film) yang disorot

sehingga dapat bergerak (berbicara);

- Gedung pertunjukan film cerita.

Berdasarkan Collins English Dictionary (1994, p294), cinema are:

1. chiefly brit

- a place designed for the exhibition of film

- a cinema seat

2. the cinema

- the art or business of making films

23

- film collectively

Arti dari bioskop adalah:

1. - sebuah tempat yang didesain untuk pameran film

- sebuah tempat duduk bioskop

2. bioskop

- sebuah seni atau bisnis dalam pembuatan film

- koleksi film

Berdasarkan Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English

(2000, p209), cinema are:

1. movie theater, theatre

a building in which films/movies are shown: the local cinema.

2. the cinema

example: when you go to a cinema/movie theatre to see a film/movie.

3. the movies

films/movies as an art or an industry.

Arti dari bioskop adalah:

1. teater film, teater

sebuah bangunan dimana film ditayangkan: film lokal.

2. bioskop

contohnya: ketika kamu pergi ke bioskop/teater film untuk melihat

film.

3. film

film sebagai bentuk seni atau sebuah industri.

24

II.1.5 Perkembangan Bioskop di Indonesia

Bioskop pertama di Indonesia berdiri pada Desember 1900, di Jl

Tanah Abang I, Jakarta Pusat, karcis kelas I harganya dua gulden (perak) dan

harga karcis kelas dua setengah perak.

Bioskop jaman dulu bermula di sekitar Lapangan Gambir (kini

Monas). Bangunan bioskop masa itu menyerupai bangsal dengan dinding dari

gedek dan beratapkan kaleng/seng. Setelah selesai pemutaran film, bioskop itu

kemudian dibawa keliling ke kota yang lain. Bioskop ini di kenal dengan

nama Talbot (nama dari pengusaha bioskop tsb). Bioskop lain diusahakan

oleh seorang yang bernama Schwarz. Tempatnya terletak kira-kira di Kebon

Jahe, Tanah Abang. Sebelum akhirnya hancur terbakar, bioskop ini

menempati sebuah gedung di Pasar Baru. Ada lagi bioskop yang bernama

Jules Francois de Calonne (nama pengusahanya) yang terdapat di Deca Park.

De Calonne ini mula-mula adalah bioskop terbuka di lapangan, yang dijaman

sekarang disebut "misbar", gerimis bubar. De Calonne adalah cikal bakal dari

bioskop Capitol yang terdapat di Pintu Air.

Bioskop-bioskop lain seperti, Elite di Pintu Air, Rex di Kramat

Bunder, Cinema di Krekot, Astoria di Pintu Air, Centraal di Jatinegara, Rialto

di Senen dan Tanah Abang, Surya di Tanah Abang, Thalia di Hayam Wuruk,

Olimo, Orion di Glodok, Al Hambra di Sawah Besar, Oost Java di Jl. Veteran,

Rembrant di Pintu Air, Widjaja di Jalan Tongkol/Pasar Ikan, Rivoli di

25

Kramat, dan lain-lain merupakan bioskop yang muncul dan ramai dikunjungi

setelah periode 1940-an.

Film-film yang diputar di dalam bioskp tempo dulu adalah film gagu

alias bisu atau tanpa suara. Biasanya pemutaran di iringi musik orkes, yang

ternyata jarang "nyambung" dengan film. Beberapa film yang kala itu yang

menjadi favorit masyarakat adalah Fantomas, Zigomar, Tom Mix, Edi Polo,

Charlie Caplin, Max Linder, Arsene Lupin, dll.

Di Jakarta pada tahun 1951 diresmikan bioskop Metropole yang

berkapasitas 1.700 tempat duduk, berteknologi ventilasi peniup dan penyedot,

bertingkat tiga dengan ruang dansa dan kolam renang di lantai paling atas.

Pada tahun 1955 bioskop Indra di Yogyakarta mulai mengembangkan

kompleks bioskopnya dengan toko dan restoran.

Di Indonesia awal Orde Baru dianggap sebagai masa yang

menawarkan kemajuan perbioskopan, baik dalam jumlah produksi film

nasional maupun bentuk dan sarana tempat pertunjukan. Kemajuan ini

memuncak pada tahun 1990-an. Pada dasawarsa itu produksi film nasional

112 judul. Sementara sejak tahun 1987 bioskop dengan konsep sinepleks

(gedung bioskop dengan lebih dari satu layar) semakin marak. Sinepleks-

sinepleks ini biasanya berada di kompleks pertokoan, pusat perbelanjaan, atau

mal yang selalu jadi tempat nongkrong anak-anak muda dan kiblat konsumsi

terkini masyarakat perkotaan. Di sekitar sinepleks itu tersedia pasar swalayan,

restoran cepat saji, pusat mainan, dan macam-macam.

26

Cineplex tidak hanya menjamur di kota besar, tetapi juga menerobos

kota kecamatan sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang memberikan

masa bebas pajak dengan cara mengembalikan pajak tontonan kepada

"bioskop depan". Akibatnya, pada tahun 1990 bioskop di Indonesia mencapai

puncak kejayaan: 3.048 layar. Sebelumnya, pada tahun 1987, di seluruh

Indonesia terdapat 2.306 layar.

II.1.6 Sejarah Singkat Blitz Megaplex

Blitz Megaplex didirikan berangkat dari pengalaman pribadi CEO

Blitz Megaplex, David Hilman, karena kekecewaannya setiap pergi nonton

film. Pencarian parkir yang susah dan antrian yang panjang dalam bioskop

demi selembar tiket mengilhami David Hilman dan rekannya untuk

mendirikan jaringan bioskop dengan konsep baru. Selain itu variasi film dan

waktu tayang film yang sedikit yang menyebabkan terlewatnya kesempatan

mencari hiburan menonton juga menjadi alasan utama.

Direktur utama Blitz Megaplex, Ananda Siregar, melihat peluang

pasar terbuka lebar dari terbatasnya pilihan hiburan di luar rumah

dibandingkan hiburan yang besar di kalangan masyarakat, khususnya generasi

muda yang berakhir pekan di luar rumah. Bila dibandingkan dengan

Singapura yang memiliki empat pengelola bioskop dengan jumlah penduduk

yang hanya sekitar tiga juta orang dan Kuala Lumpur dengan lima pemain

jaringan bioskop besar dengan jumlah penduduk sekitar dua sampai tiga juta

27

orang, sudah saatnya Indonesia punya pilihan lebih dari satu jaringan bioskop.

Jumlah penduduk Indonesia mencapai 200juta orang, Jakarta sebagai ibu kota

memiliki 12juta orang yang suka menonton, ini merupakan peluang besar bagi

Blitz di pasar bioskop.

Blitz Megaplex adalah bioskop pertama di Indonesia dengan konsep

one entertainment center dengan slogan beyond movies. Dimulai dari riset

sejak tahun 2002, David Hilman mempersiapkan bekal untuk menghadapi

pesaing yang sudah sekian lama mendominasi pasar, dengan rajin baca buku

referensi untuk mendapatkan penjelasan yang lebih detail tentang bioskop,

mengadakan focus group discussion bagi komunitas di tiap daerah yang akan

dibangun mengunjungi beberapa bioskop di luar negeri, mempelajari Blitz,

hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuat Blitz sesuai standar

internasional, baik konsep, system, peralatan dan desain interior. Akhirnya

PT. Graha Layar Prima, perusahaan yang melahirkan Blitz Megaplex lahir

pada tanggal 03 Februari 2004 dengan gerai pertama Blitz Megaplex terletak

di Paris Van Java, Bandung, gerai kedua terletak di Grand Indonesia yang

resmi dibuka pada Maret 2007 (fasilitas yang tersedia diantaranya 11 screen

dengan total 2997 kursi, satin class, café with stage, lounge, digital music

store, gamesphere, merchandise store, snack bar), gerai ketiga di Pacific

Place yang resmi dibuka pada 16 Januari 2008 (fasilitas yang tersedia

diantaranya 8 screen dengan total 1200 kursi, velvet class, café, restaurant,

karaoke, lounge, digital music store, merchandise store, candy bar, snack

bar) dan gerai keempat di Mal of Indonesia yang resmi dibuka pada 7

28

November 2008 (fasilitas yang tersedia diantaranya 10 screen dengan total

1816 kursi, velvet dan dining class, café, restaurant, karaoke, lounge, digital

music store, merchandise store, candy bar, snack bar).

Gambar 2.3 Blitz Megaplex Grand Indonesia, Jakarta

Gambar 2.4 Blitz Megaplex Pacific Place,Jakarta

Gambar 2.5 Blitz Megaplex Mal of Indonesia,Jakarta

29

Setiap tahun direncanakan akan dibuka di dua sampai tiga lokasi.

Rencana terdekat Blitz akan hadir di Bumi Serpong Damai di Serpong,

Central Park di Grogol. Surabaya menjadi kota tujuan pendirian Blitz

Megaplex berikutnya. Lima kota utama di Indonesia dibidik menjadi lokasi

dibangunnya Blitz Megaplex dalam usaha pengembangannya.

II.1.7 Visi dan Misi

Vision :

“to be the ultimate choice for the most unforgettable entertainment

experinces”

The main focus of the above visions are :

- The ultimate choice : as the most preferred choice for

entertainment experiences chosen by the target market.

- The most unforgettable entertainment experiences : though a

combination of extraordinary product and services.

Artinya:

“menjadi pilihan utama pengalaman hiburan yang paling tak

terlupakan”

Fokus Utama dalam visi diatas adalah:

- Pilihan Utama : sebagai pengalaman hiburan terpilih yang paling

tak terlupakan oleh target pasar.

30

- Pengalaman hiburan yang paling tak terlupakan : melalui

kombinasi produk dan jasa yang luar biasa.

Missions :

- To provide the most innovative, fun and enjoyable entertainment

experiences to all our customers.

- To create grows opportunities to all our stakeholders, employees,

suppliers and community in “green” way.

Artinya :

- Untuk menyediakan pengalaman hiburan yang paling

menyenangkan, seru, dan inovatif untuk seluruh konsumen kami.

- Untuk menciptakan peluang pertumbuhan bagi para stakeholder,

karyawan, distributor dan masyarakat dengan cara yang “sehat”.

31

II.1.8 Struktur Organisasi Blitz Megaplex

Gambar 2.6 Struktur Organisasi Blitz Megaplex

COO

GENERAL MANAGER

REGIONAL MANAGER

CINEMA MANAGER

ASS.CINEMA MANAGER DEPARTMENT

UNIT

SECTION

ADMINISTRA-TION

ADMINISTRA-TION

STORE&STOCK MANAGEMENT

PERFORMANCE MONITORING

COMMERCIAL

BOX OFFICE

CONCESSION

MERCHANDIS-ING

POOL

DB STORE

KARAOKE

MERCHANDI- SE STORE

SERVICES

USHER

CRO

CONCIERGE

MOVIE CLUB

SUPPORT

IT

PROJECTION-IST

MAINTENAN-CE

SECURITY

CLEANING SERVICE

DB STORE

PT. GRAHA LAYAR PRIMA STRUCTURE ORGANIZATION

(BY FUNCTION) EFFECTIVE PER JANUARY 1st, 2008

Sumber : PT. Graha Layar Prima

32

II.1.9 Uraian Pekerjaan Staf Blitz Megaplex

1. Cinema Manager

Melakukan analisa terhadap pesaing di area Jakarta, Bandung dan

Tangerang.

Melakukan analisa bisnis untuk tempat kosong di Blitz Bandung.

Membuat kegiatan bagi projectionst.

Mempelajari kegiatan operasional bioskop di GSC.

Memberikan masukan kepada departemen-departemen terkait

sehubungan dengan bioskop.

Membuat Work Flow kegiatan operasional.

Membuat Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab serta KPI.

Membuat SOP.

Membuat modul pelatihan.

Melakukan penerimaan karyawan operasional bekerja sama dengan

Human Resources.

Melakukan pelatihan bagi karyawan baru.

2. Usher Crew

Hadir tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan oleh

atasan.

Berperilaku, berpakain dan berbicara sesuai dengan gambaran yang

ingin diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan.

33

Memastikan segala sesuatu yang ada dalam ruang lingkup tugas dan

tanggung jawab, sesuai dengan kualitas standar yang telah ditetapkan.

Bertanggung jawab atas seluruh asset perusahaan yang berada dalam

ruang lungkup tugas dan tanggun jawab.

Memberikan pelayanan prima sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan oleh perusahaan.

Menjaga alat-alat yang berhubungan dengan ruang lingkup kerja dan

tanggun jawab sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh

perusahaan.

II.1.10 Sistem yang Berjalan

Manajemen umum yang diterapkan oleh Blitz Megaplex mengikuti

pola POAC, yaitu Planning, Organizing, Actuating, Controlling. Sistem

manajemen yang dijalankan adalah management by objectives, jadi semuanya

target oriented, atau berdasarkan target, mulai dari penetapan jumalah

karyawan dalam manajemen sampai perolehan target pasar.

II.1.11 Pengunjung Blitz

Pengunjung Blitz dibedakan menjadi 3 kategori:

Modern, Young, and Dynamic

- Umur dari pengunjung antara 17-35 tahun.

- Memiliki kemauan untuk melakukan hal yang berbeda.

34

- Cenderung up-to-date.

- Memiliki kemauan yang kuat didalam suatu komunitas.

Social climbers

- Memiliki kebutuhan konsumsi yang tinggi.

- Memulai meningkatkan kepedulian di dalam komunitasnya.

Trend savvy

- Peka terhadap trend terbaru di automotive, music, movie, games,

gadget, dan hangouts.

- Suka akan hubungan dengan trend terbaru.

- Tidak suka menjadi yang terakhir untuk mengetahui sesuatu akan

trend yang ada.

Namun pembagian pengunjung juga didasari oleh beberapa hal yaitu :

Untuk Blitz Megaplex Grand Indonesia yang memiliki standard A

dimana segmen pasarnya antar lain :

1. Hal ini disesuaikan dengan lokasi dari Blitz Megapalex Grand

Indonesia yang berada di pusat kota Jakarta yakni di Bundaran Hotel

Indonesia dimana untuk target marketnya memiliki kelas menengah

ke atas dengan profesi pekerja kantoran (pegawai swasta),

mengingat disekitarnya terdapat banyak sekali gedung perkantoran.

2. Terdapat juga sekolah-sekolah yang berkualitas tinggi dan bertaraf

international dimana murid-muridnya juga berkelas menengah ke

atas.

35

3. Selain itu terdapat juga perumahan pada kawasan elite yakni daerah

Menteng dan sekitarnya yang tentunya memiliki gaya hidup

penghuni yang terbilang cukup tinggi.

Untuk Blitz Megaplex Pacific Place yang memiliki standard A+ dimana

segmen pasarnya antara lain :

1. Hal ini disesuaikan dengan lokasi dari Blitz Megapalex Pacific

Place yang berada di area perkantoran yakni sekitar SCBD dimana

terdapat banyak sekali gedung-gedung perkantoran di sekitarnya.

2. Terdapat juga sekolah ataupun Universitas yang berkualitas tinggi

dan bertaraf internasional dimana murid-muridnya juga berkelas

menengah ke atas.

3. Selain itu terdapat juga perumahan pada kawasan elite yakni daerah

Senopati, Kemang, dan sekitarnya yang tentunya memiliki gaya

hidup penghuni yang terbilang cukup tinggi.

Untuk Blitz Megaplex Mal of Indonesia yang memiliki standard A

dimana segmen pasarnya disesuaikan dengan lokasi dari Blitz Megaplex

Mal of Indonesia dimana disekitarnya terdapat perumahan kelas

menengah ke atas yang memiliki gaya hidup yang terbilang cukup

tinggi. Sehingga kehadiran Blitz Megaplex dapat menjadi hiburan bagi

keluarga.

36

II.1.12 Value Chain

Gambar 2.7 Value Chain Blitz Megaplex

Sebagai informasi, Blitz Megaplex memiliki sister company yang bernama

Jive Entertainment. Disini Jive Entertainment merupakan produser dan distributor

untuk film lokal, film indie/festival yang berasal dari luar seperti Asia, Eropa, dll.

FILM INDONESIA

FILM LOKAL/ FESTIVAL DARI NEGARA LAIN

FILM HOLLYWOOD

JIVE

21

PRODUKSI

DISTRIBUSI

KETERANGAN:

KERJASAMA

21

JIFFEST

JIVE

JIVE

21

Sumber: PT. Graha Layar Prima

KERJASAMA INAFF

37

Jive Entertainment biasanya membeli license untuk memutar dan memperbanyak film

tersebut dan dijual dalam bentuk VCD/DVD. Disini keterangan untuk gambar value

chain diatas adalah :

Pembahasan I mengenai produksi dan distribusi Film Indonesia :

Untuk produksi dan distribusi film Indonesia, jika film Indonesia tersebut

telah ditangani oleh Jive Entertainment maka untuk peredaran filmnya akan

ditangani oleh Jive Entertainment sendiri dan untuk pemutaran filmnya hanya

ditayangkan pada Blitz Megaplex (film tidak akan ditayangkan pada XXI/21).

Namun jika film Indonesia tersebut telah ditangani oleh XXI/21 maka untuk

produksi dan distribusi film Indonesia tersebut hanya akan dilakukan oleh

XXI/21.

Pembahasan II mengenai produksi dan distribusi Film Indie/Festival :

Untuk produksi dan distribusi film Indie/Festival; penerapan produksi dan

distribusinya sama dengan film Indonesia. Namun di sini Blitz Megaplex

lebih banyak memiliki variasi untuk produksi dan distribusi film-film

indie/festival dibanding XXI dan 21.

Pembahasan III mengenai produksi dan distribusi Film Hollywood/

Blockbuster :

Khusus untuk produksi dan distribusi Film Hollywood/Blockbuster, film-film

yang ada hanya dapat diproduksi dan didistribusi oleh pihak XXI/21. Untuk

distribusi film, pihak XXI/21 tidak dapat memonopolinya dan harus

menyebarkannya ke seluruh pihak sedangkan untuk produksi film seperti

DVD dan VCD tetap dipegang oleh pihak XXI dan 21.

38

II.2 Relationship Marketing

II.2.1 Kemasan adalah Pesan

Menurut David A. Aaker, V. Kumar, dan George S. Day (2004, p718)

relationship marketing adalah “establishing, developing, and maintaining

long-term, trusting relational exchanges with valued customers, distributors,

suppliers, and dealers by promising and delivering high-quality services and

products to the parties over time.” (Hubungan pemasaran adalah mendirikan,

mengembangkan, dan perawatan jangka panjang, hubungan kepercayaan

antara pelanggan setia, distributor, supplier, dan dealer dengan menjanjikan

dan mengantarkan kualitas tinggi suatu jasa dan produk kepada pihak-pihak

terkait di setiap waktu). Adalah hal yang penting untuk sebuah kemasan

produk untuk mengkomunikasikan pesan dengan benar kepada konsumen

dalam dinamika dan lingkungan penjualan yang selalu berubah, terlebih lagi

dalam bidang E- Commerce. Hal ini masih merupakan sebuah peluang

pemasaran untuk memacu respon konsumen. Ketika melayani pasar secara

geografis yang mungkin dapat mencapai jarak 2 atau 3 bahasa atau dialek,

tantangannya adalah mengkomunikasikan pesan secara benar kepada masing-

masing bagian. Simbol-simbol adalah satu dari kebanyakan cara yang efektif

untuk menghadapi penghalang/hambatan lewat bahasa, tapi pelaku pasar

harus berhati-hati dalam menyatukan pesan-pesan yang ada. Salah satu kunci

keuntungan dari simbol-simbol yang ada adalah sebuah symbol dapat

bermakna ribuan kata/arti. Interaktif teknologi baru mendorong perubahan

39

cara pelaku pasar dalam mengkomunikasikan suatu hal kepada konsumen.

Peluang interaksi dalam mengkomunikasikan brand equities dalam dunia

cyber masih dalam masa pertumbuhannya, tapi hal ini dapat menjadi batasan

baru bagi pelaku pasar. Brand management akan menjadi hal yang sangat

penting. Kemampuan mengenal logo, trademark, dan brand image akan

memperkenalkannya.

II.2.2 Tiga Kunci Relationship Marketing

Terdapat beberapa peluang strategis untuk sebuah perusahaan dalam

melakukan teknik relationship marketing:

1. Mengidentifikasi dan membangun database marketing terkini dan

potesial pembeli.

Dalam relationship marketing, database konsumen berperan sangat

penting sebagai aset strategis dalam membuat atau membentuk sebuah

merk. Pembuat iklan akan membutuhkan kemampuan untuk

menggunakan media massa dan media channel sebagai salah satu cara

yang berprospek bagi para konsumennya. Sewaktu potensial

pelanggan teridentifikasi, pembuat iklan harus menangkap informasi-

informasi yang ada dalam kehidupannya di sebuah database untuk

komunikasi yang akan datang.

2. Mengantarkan perbedaan pesan untuk membidik rumah tangga.

40

Pembuat iklan harus mengembangkan kemampuannya dalam

mengkomunikasikan kepada sasarannya yang merupakan pemakai

yang potensial dalam produknya.

3. Melacak hubungan untuk membuat pengeluaran media lebih efektif

dan terukur.

Disini diharapkan pembuat iklan dapat mengevaluasi beban dalam

memperoleh dan menjaga hubungan para konsumennya. Sehingga

mencegah pengeluaran yang tidak diperlukan dan segalanya akan lebih

efektif dan terukur.

II.3 Pengertian Konsumen dan Pelanggan

Berdasarkan Model Lima Kekuatan Kompetitif dari Porter, konsumen

memiliki kedudukan sebagai salah satu kekuatan melalui daya tawarnya

(bargaining power). Daya tawar konsumen ini menjadi sangat penting karena

merekalah yang mempunyai kebutuhan dan keinginan, sarana pembelian

(waktu dan uang), dan menentukan keputusan pembelian. (Prasetijo dan

Ihalauw, 2005, p4).

Definisi pelanggan potensial menurut Harvey Thompson (2000, p42)

yaitu:

41

Seorang pelanggan atau konsumen adalah orang atau organisasi yang

berinteraksi dengan produk, jasa, atau proses dan kemungkinan

merupakan pengguna akhir.

Seorang pelanggan atau channel adalah orang atau organisasi yang

membeli atau menangani produk atau jasa, biasanya sebagai intermediary

pengguna lain.

Pelanggan atau proses internal adalah bagian dari rantai proses perusahaan

yang menyediakan produk atau jasa kepada pelanggan eksternal.

Pelanggan (customer) berbeda dengan konsumen (consumer).

Seseorang dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai

membiasakan diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh

badan usaha. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulang-

ulang dalam jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak

melakukan pembelian ulang maka orang tersebut tidak dapat dikatakan

sebagai pelanggan tetapi sebagai seorang pembeli atau konsumen. (Trisno

Musanto, 2004).

Seorang pelanggan dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan

tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu

kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam

selang waktu tertentu.

Strategi, rencana, program, dan prioritas perusahaan mengenai

hubungan dengan pelanggannya biasanya dibuat berdasarkan perspektif sudut

pandang dari dalam ke luar (inside-out). Padahal seharusnya perusahaan

42

melihat dari sudut pandang luar ke dalam (outside-inside), mengambil dari

perspektif pelanggan seterusnya ketika berinteraksi dalam bisnis. Berdasarkan

pendapat Harvey Thompson (2000, p31) perusahaan perlu mengidentifikasi

target pelanggan dan mendapatkan visi mereka untuk berbisnis dengan

perusahaan dengan beberapa langkah berikut ini :

Bagaimana nilai atau produk keuntungan yang diperoleh pelanggan dari

interaksi yang terjadi dengan produk, pelayanan, dan proses perusahaan?

Apa level minimum dari nilai yang harus dimiliki untuk mempertahankan

pelanggan?

Apa level optimum dari nilai yang dapat diharapkan pelanggan?

Atribut apa saja dari penjual ideal dan nilai pengiriman ideal yang dapat

mempengaruhi perilaku, loyalitas, dan pertumbuhan pembeli?

Pada penulisan ini untuk selanjutan akan menggunakan pelanggan

member (untuk pelanggan) dan non-member (untuk konsumen).

II.3.1 Perilaku Konsumen

Banyak definisi mengenai perilaku konsumen yang telah di

kemukakan para ahli sebagai berikut :

Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Oslo (2000, p6) perilaku konsumen

adalah interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di

sekitar kita di mana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup

mereka

43

Menurut James F. Engel et al. seperti dikutip oleh Anwar Prabu

Mangkunegara (2002, p3), perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan

– tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh

dan menggunakan barang – barang jasa ekonomis termasuk proses

pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan –

tindakan tersebut.

Sedangkan menurut Freddy Rangkuti (2006, p58), perilaku konsumen

dapat di definisikan sebagai berikut :

1. Perilaku konsumen adalah dinamis, menekankan bahwa seorang

konsumen, kelompok konsumen serta masyarakat luas selalu berubah

dan bergerak sepanjang waktu.

2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi, menekankan bahwa untuk

mengembangkan strategi permasaran yang tepat, kita harus memahami

yang dipikirkan (kognisi), dirasakan (pengaruh), dan dilakukan

(perilaku) oleh konsumen. Selain itu kita juga harus memahami apa

dan di mana peristiwa (kejadian sekitar) yang mempengaruhi serta di

pengaruhi oleh pikiran, perasaan, dan tindakan konsumen.

3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, menekankan bahwa

konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini

juga berkaitan dengan pertukaran.

44

Gambar 2.8 Diagram Model “Kotak Hitam” Pembeli

Model perilaku konsumen sebagian bersumber dari model rangsangan

tanggapan.

Rangsangan pemasaran dan lainnya masuk kedalam “kotak hitam”

pembeli dan menghasilkan tanggapan pembeli. Rangsangan pemasaran yang

terdiri dari produk, harga, tempat dan promosi yang disertai tentang

rangsangan lainnya berupa kekuatan dan peristiwa besar dalam lingkungan

pembeli, ekonomi, politik dan budaya akan masuk melalui “kotak hitam”

pembeli dan menghasilkan rangkaian tanggapan pembeli. Hal ini dapat

diamati seperti yang terlihat pada gambar berikut.

Perilaku pembelian para konsumen sangat di pengaruhi oleh berbagai

faktor utama berikut :

Antecendent (misalnya

Exoectations)

Satisfaction Dissatisfaction

Performance outcomes

Sumber : Rangkuti (2006, p60)

Black Box (Processing Psychology)

45

Faktor Budaya

Faktor budaya yang memiliki pengaruh luas dan mendalam terhadap

perilaku pembelian konsumen, terdiri dari komponen budaya,

subbudaya, dan kelas sosial.

Faktor Sosial

Perilaku seorang konsumen juga oleh faktor sosial seperti kelompok

acuan, keluarga, serta peran dan status.

Faktor Pribadi

Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi yang

meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi,

gaya hidup, kepribadian dan konsep diri.

Faktor Psikologis

Pilihan seseorang untuk membeli di pengaruhi oleh empat faktor

psikologis utama, yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, serta

keyakinan dan pendirian.

II.3.2 Sikap Konsumen

Lefton mendefinisikan sikap sebagai pola perasaan, keyakinan, dan

kecenderungan perilaku terhadap orang, ide, atau obyek yang tetap dalam

jangka waktu yang lama.

46

Sedangkan Schiffman dan Kanuk mengatakan sikap adalah

perdisposisi yang di pelajari dalam merespons secara konsisten sesuatu objek,

dalam bentuk suka atau tidak suka. (Prasetjo dan Ihalauw, 2005, p104).

Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan pola perasaan,

keyakinan dan kecenderungan perilaku seseorang dalam bentuk suka atau

tidak suka yang konsisten terhadap suatu objek.

Sikap konsumen merupakan salah satu komponen penting dalam

perilaku pembelian. Dalam proses pengambilan keputusan, ada dua variable

pemikiran dalam sisi psikologis seorang konsumen, yaitu sikap dan

kebutuhan. Dalam terminologi pemasaran, kebutuhan adalah tujuan yang

menggerakan konsumen melakukan pembelian. Sedangkan sikap adalah

evaluasi konsumen atas kemampuan atribut suatu produk atau merk alternatif

dalam memenuhi kebutuhan itu.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebutuhan mempengaruhi

sikap dan sikap mempengaruhi pembelian.

Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk berperilaku dan dapat

dipengaruhi oleh situasi. Sikap konsumen terhadap produk atau jasa tertentu

bisa bersifat positif maupun negatif.

Dua fase pembentukan sikap :

1. Pada saat konsumen tidak mempunyai pengetahuan atau sikap

terhadap merk, pembentukan sikap terhadap merk sangat

diperlukan.

47

2. Apabila sikap telah terbentuk, fase berikutnya adalah bagaimana

merubah sikap. Konsumen mulai belajar tentang sikap terhadap

merk produk atau jasa tertentu sebelum ia melakukan tindakan

pembelian.

Secord dan Backman mendefinisikan sikap sebagai keteraturan

tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan prediposisi

tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek lingkungan sekitarnya

(aaipoel.wordpress.com).

Model tiga komponen sikap (Three Component Attitude Model)

merupakan model yang dikembangkan oleh para ahli perilaku yang

menentukan secara tepat komposisi sikap dengan maksud agar perilaku dapat

dijelaskan dan diprediksi.

Ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut (Prasetjo dan Ihalauw,

2005, p106-107):

Komponen Kognitif

Merupakan pengetahuan (cognition) dan persepsi yang diperoleh

melalui kombinasi dari pengalaman langsung dan objek sikap (attitude

object) dan informasi terkait yang di dapat dari berbagai sumber.

Komponen Afektif

Merupakan emosi atau perasaan terhadap suatu produk atau merk

tertentu yang mempunyai hakikat evaluatif.

Komponen Konatif

48

Kecenderungan seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan dan

perilaku dengan cara tertentu terhadap suatu objek sikap.

Komponen konatif lazimnya diperlakukan sebagai ekspresi niat

konsumen untuk membeli atau menolak suatu produk atau jasa.

Gambar 2.9 Model Tiga Komponen Sikap

Empat fungsi utama sikap dalam mempengaruhi masing-masing

individu adalah sebagai berikut (Rangkuti , 2006, p67-68) :

1. Fungsi penyesuaian

Mengarahkan pada objek yang menyenangkan

Menghindari objek yang tidak menyenangkan

Memaksimalkan konsep reward and punishment

SIKAP

Cognitive Component

Affective Component

Conative Component

Sumber : Prasetijo dan Ihalauw, Perilaku Konsumen, Andy, Yogyakarta, 2005, hal 108.

49

Sikap konsumen sebagian besar tergantung pada persepsi mereka

tentang apa yang memuaskan dan merugikan mereka

2. Fungsi mempertahankan ego

Sikap membantu pertahanan ego untuk melindungi citra diri dari

ancaman

Sikap membantu menjaga citra diri kita, walaupun hal ini sering

tidak kita sadari.

3. Fungsi pengekspresian nilai

Sikap memungkinkan orang untuk mengekspresikan nilai-nilai

sentranya

Dengan sikap, seseorang dapat labih mudah menerjemahkan nilai-

nilainya dalam hal yang lebih nyata

4. Fungsi pengetahuan

Manusia memiliki kecenderungan mencari stabilitas, definisi, dan

pemahaman yang menimbulkan sikap untuk memproses pengetahuan.

Apa yang yang ingin diketahui pun cenderung spesifik, tertuju pada

apa yang perlu dan tidak perlu dipahaminya.

Sikap positif tidak selalu mengarah pada pembelian. Menurut

pendapat Rangkuti (2006, p65), beberapa kondisi yang dapat menyebabkan

renggangnya hubungan sikap dan perilaku adalah :

Harga

Ketersediaan produk

Perubahan kondisi pasar

50

Terdapat dua teori perubahan sikap, yaitu (Rangkuti ,2006 ,p66) :

1. Cognitif Dissonance Theory

Ketidaksesuaian terjadi ketika konsumen memperoleh informasi

penting tentang kepercayaan atas satu produk atau jasa yang

bertentangan dengan kepercayaan sebelumnya.

(Menurut Michael R. Solomon, 2007, p124; Cognitif Dissonance

Theory is based on the premise that people have a need for order and

consistency in their lives and that a state of tension is created when

beliefs or behaviours conflict with one another. Dalam Bahasa

Indonesia dapat diterjemahkan sebagai berikut, teori cognitive

dissonance adalah dasar pemikiran/alasan dimana orang yang

memiliki kebutuhan untuk memesan dan bertindak dalam

kehidupannya yang diciptakan ketika adanya keyakinan ataupun

konflik antara satu dengan lainnya).

2. Attribution Theory

Teori ini berusaha menjelaskan bagaimana seseorang merespon suatu

kejadian dengan menggunakan tolok ukur perilaku yang mereka miliki

secara relative dibandingkan dengan perilaku orang lain.

(Menurut Schiffman Kanuk, 2007, p258-259; Attribution Theory

attempts to explain how people assign causality (e.g., blame or credit)

to events on the basis of either their own behaviour or the behaviour of

others. In other words, a pearson might say, “I contributed to

UNICEF because it really helps people in need,” or “She tried to

51

persuade me to buy that unknown brand of DVD player because she’d

make a bigger commission.” In attribution theory, the underlying

question is why: “Why did I do this?”, “Why did she try to get me to

switch brands?” This process of making inferences about one’s own

or another behaviour is a major component of attitude formation and

change. Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai berikut,

teori atribusi adalah usaha yang menjelaskan bagaimana orang

memberikan alasan (contohnya kesalahan atau penghargaan) dalam

peristiwa yang didasarkan oleh perilaku mereka sendiri maupun

perilaku orang lain. Dengan kata lain, Pearson mengatakan,”Saya

memberikan kontribusi kepada UNICEF karena sungguh dapat

membantu orang yang membutuhkan,” atau ” Dia mencoba membujuk

saya untuk membeli merk DVD player yang tidak terkenal karena dia

dapat memperoleh komisi yang lebih besar.” Dalam teori atribusi,

yang menjadi pokok pertanyaan adalah: ”Kenapa saya melakukan

ini?”, ”Kenapa dia berusaha membuat saya beralih merk?” Proses

dalam mengambil kesimpulan ini adalah mengenai perilaku seseorang

dan orang lainnya yang merupakan sebuah komponen besar dari

perubahan dan formasi tingkah laku.”)

Strategi perubahan sikap yang dapat digunakan untuk mempengaruhi

sikap konsumen terdiri dari (Rangkuti 2006, p66) :

1. Mengubah komponen afektif

52

Yaitu mempengaruhi rasa suka konsumen terhadap merk tertentu

secara tidak langsung dengan tujuan meningkatkan kepercayaan positif

yang dapat mengarah ke perilaku pembelian. Cara yang umum

digunakan adalah melalui classical conditioning.

2. Mengubah komponen perilaku

Personel pemasaran perlu mengetahui faktor-faktor pembentukan

sikap untuk mencoba produk atau jasa tertentu yang dapat menuntun

konsumen pada peningkatan pengetahuan yang dapat mengubah

komponen kognitif.

3. Mengubah komponen kognitif

Pendekatan yang paling umum digunakan untuk mengubah sikap

adalah berfokus pada komponen kognitif. Dengan berubahnya

kepercayaan, perasaan, dan perilaku, sikap juga akan berubah.

Keyakinan (kepercayaan) dan evaluasi konsumen terhadap suatu

produk membentuk sikap konsumen. Sikap memainkan peranan utama

dalam membentuk perilaku. Karena dalam memutuskan produk dan

jasa yang akan dibeli maka konsumen akan memilih produk dan jasa

yang di evaluasi secara paling menguntungkan. Sehingga adanya sikap

yang baik dan positif atas berbagai atribut produk atau jasa yang

ditawarkan oleh perusahaan, maka konsumen akan melakukan

pembelian ulang terhadap produk tersebut. Sikap positif ini akan

memberikan dasar pada pembelian ulang dan membentuk rekomendasi

dari mulut ke mulut. (Sri Hartini, 2004).

53

II.4 Kepuasan Pelanggan

Konsep pemasaran yang sedang berkembang belakangan ini adalah

konsep pemasaran yang berorientasi kepada pelanggan. Perusahaan tidak

hanya menjual produk atau jasa yang ditawarkan namun perusahaan harus

berfokus kepada pelanggan sehingga kegiatan pemasaran yang dilakukan

selalu berdasarkan pada kebutuhan pelanggan. Selain itu, perusahaan juga

perlu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para pelanggannya

untuk menyampaikan pendapat, saran serta kritik. Memperhatikan suara

pelanggan merupakan hal yang bermanfaat bagi perusahaan untuk selalu

memperhatikan kebutuhan dan keinginan mereka serta berusaha memenuhi

apa yang menjadi harapan pelanggan.

II.4.1 Definisi Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan dalam bahasa inggris disebut dengan satisfaction.

Satisfaction berasal dari bahasa latin, yang merupakan gabungan dari kata

satis yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau

melakukan. Jadi produk atau jasa yang bisa memuaskan pelanggan adalah

produk atau jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh

pelanggan pada tingkat yang cukup. Makna kata tersebut memberikan

pengaruh bagi para ahli untuk mendefinisikan arti kepuasan.

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal

dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan

54

harapan-harapannya (Kotler, 2002, p70). Kepuasan merupakan fungsi dari

kesan kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, maka

pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, maka pelanggan puas.

Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan sangat puas atau senang. Harapan

pembeli dipengaruhi oleh pengalaman pembelian mereka sebelumnya, nasihat

teman dan kolega, serta janji dan informasi pemasar dan para pesaingnya.

Menurut Handi Irawan (2002, p7), pelanggan adalah hal yang paling

penting dalam suatu perusahaan dan bisa dikatakan bahwa hidup atau matinya

suatu perusahaan tergantung pada pelanggan. Sebab itu, banyak perusahaan

saling bersaing untuk dapat memberikan pelayanan paling terbaik kepada para

pelanggannya sehingga pelanggan enggan untuk beralih atau pindah ke

penyedia jasa yang lain.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa pendapat ahli ekonomi mengenai

kepuasan pelanggan:

Menurut Olson (2000, p157), kepuasan pelanggan adalah konsep

penting dalam konsep pemasaran dan penelitian konsumen. Sudah

menjadi pendapatan umum bahwa jika pelanggan merasa puas dengan

suatu produk atau merk, mereka cenderung akan terus membeli dan

menggunakannya serta memberitahukan orang lain tentang

pengalamannya yang menyenangkan dengan produk tersebut. Jika

mereka tidak dipuaskan, mereka cenderung beralih merk serta

mengajukan keberatan pada produsen, pengecer, dan bahkan

menceritakannya kepada pelanggan lainnya.

55

Menurut Handi Irawan (2002, p3) dalam bukunya berpendapat, bahwa

kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai persepsi terhadap produk

atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu, pelanggan

tidak akan puas, apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa

harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas, jika

persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan.

Menurut Lovelock dan Wright (2002, p87) kepuasan pelanggan adalah

reaksi emosional jangka pendek terhadap suatu pelayanan tertentu

yang diterima oleh pengguna produk atau jasa tersebut.

Menurut Richard F.Gerson (2002, p5) kepuasan pelanggan adalah

persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui.

Jika seseorang membeli suatu produk atau jasa yang ditawarkan

biasanya memiliki ekspektasi atau harapan terhadap produk atau jasa

yang dibelinya tersebut. Jika kualitas mutu dan layanan produk atau

jasa yang diterimanya melebihi atau sama dengan yang diharapkan

maka akan timbul kepuasan tersendiri terhadap pelanggan tersebut.

Beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan

merupakan suatu sikap tersendiri dari pelanggan yaitu apabila pelanggan

merasa puas terhadap suatu produk atau pelayanan yang diberikan maka akan

selalu menggunakan produk atau jasa tersebut secara berulang-ulang. Hal ini

mencerminkan bahwa pelanggan mempunyai suatu standar tertentu di dalam

pemikiran mereka sebelum mereka mengambil keputusan untuk

mengkonsumsi produk atau jasa tersebut, sehingga akan menilai pelayanan

56

yang diterima dan membandingkannya dengan standar atau ekspektasi yang

telah mereka buat. Hasil perbandingan tersebut akan terlihat apakah

pelanggan merasa sangat puas, puas atau tidak puas terhadap pelayanan yang

diterima.

II.4.2 Pentingnya Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Adanya pengukuran atas kepuasan pelanggan karena sangat penting

bagi perusahaan dalam rangka untuk mengevaluasi kinerja perusahaan saat ini

dibandingkan dengan para pesaing serta untuk menemukan bagian mana dari

perusahaan yang memerlukan perbaikan dan peningkatan serta

mempertahankan pelayanan yang sudah ada. (Freddy Rangkuti, 2003, p5).

Dalam hal ini perusahaan akan berusaha secara terus menerus untuk dapat

meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada pelanggannya secara

langsung maupun tidak langsung hal ini akan mempengaruhi penjualan yang

pada akhirnya akan memberikan pengaruh terhadap keuntungan yang diterima

perusahaan.

Kemampuan perusahaan untuk dapat mengevaluasi posisi perusahaan

secara cepat akan menciptakan retensi pelanggan yang tinggi sehingga

menyebabkan pelanggan enggan untuk beralih ke perusahaan pesaing.

Apabila pelanggan enggan untuk beralih ke perusahaan pesaing maka

perusahaan akan sangat diuntungkan disebabkan adanya pelanggan yang loyal

terhadap perusahaan. Adanya dukungan pelanggan yang loyal yang dimiliki

57

perusahaan akan dapat meningkatkan kinerja dan pelayanan yang diberikan

kepada pelanggan.

Adanya pengukuran kepuasan pelanggan yang dilakukan oleh

perusahaan maka dapat meningkatkan 4-R kepada pelanggannya (Rangkuti,

2006, p6) yaitu :

1. Membangun Customer Relationship.

Customer relationship akan muncul pada saat pelanggan berhubungan

dengan perusahaan dalam periode waktu tertentu. Customer

relationship ini akan menciptakan kedekatan dengan pelanggan maka

dari itu sangat diperlukan kejujuran, komitmen, komunikasi, dan

saling pengertian.

2. Menciptakan Customer Retention.

Apabila perusahaan mampu memberikan pelayanan yang melebihi

ekpektasi pelanggan maka akan timbul adanya customer retention.

Retensi pelanggan jauh lebih murah dibandingkan mencari pelanggan

baru. Retensi pelanggan dapat tercipta melalui pelayanan yang lebih

besar daripada kebutuhan pelanggan.

3. Customer Referral.

Merupakan kesediaan pelanggan untuk memberitahukan kepuasan

yang mereka nikmati kepada orang lain. Kegiatan ini berarti promosi

gratis dari mulut ke mulut karena pelanggan tersebut akan dengan

senang hati merekomendasikan apa yang telah dirasakannya kepada

orang terdekat.

58

4. Customer Recovery.

Kegiatan bisnis tidak selamanya berjalan dengan baik. Kadang-kadang

perusahaan dapat melakukan kesalahan dan apabila hal itu terjadi

kesalahan tersebut secepatnya diubah menjadi peluang. Hal ini dikenal

dengan customer recovery. Dengan segera mengubah kesalahan akan

dapat meningkatkan komitmen kepada pelanggan sehingga akan

meningkatkan loyalitas.

II.4.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah

persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi

jasa. Kepuasan pelanggan selain dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa, juga

ditentukan oleh kualitas produk, harga, dan faktor-faktor yang bersifat pribadi

serta yang bersifat situasi sesaat.

Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

kepuasan pelanggan (Rangkuti, 2003, p30).

1. Nilai

Nilai didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat dari

suatu produk, yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang

telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk

tersebut. Kriteria nilai pelanggan (customer value) dapat digambarkan

sebagai berikut :

59

Nilai bagi pelanggan = Kualitas X Layanan

Biaya Waktu

Walaupun suatu jasa berkualitas serta memuaskan pelanggan, namun

belum tentu jasa tersebut bernilai bagi pelanggan. Semakin bernilai

suatu produk, semakin bertambah kebutuhan pelanggan yang dapat

dipenuhi oleh produk tersebut. Pelanggan semakin loyal bila produk

tersebut semakin bernilai baginya.

2. Daya Saing

Suatu produk hanya memiliki daya saing apabila keunggulan produk

tersebut dibutuhkan oleh pelanggan. Keunggulan suatu produk jasa

terletak pada keunikan serta kualitas pelayanan produk jasa tersebut

kepada pelanggan. Dengan demikian, suatu produk mempunyai daya

saing bila keunikan serta kualitas pelayanannya disesuaikan dengan

manfaat serta pelayanan yang dibutuhkan oleh pelanggan.

3. Persepsi Pelanggan

Persepsi didefinisikan sebagai proses di mana pelanggan memilih serta

mengartikan stimulus yang diterimanya melalui alat inderanya menjadi

suatu makna. Makna dari proses persepsi ini dipengaruhi oleh

pengalaman masa lalu pelanggan yang bersangkutan.

60

II.5 Metode ServQual (Service Quality)

Pengukuran dalam kualitas pelayanan jasa bisa dikatakan tidak mudah.

Hal ini dikarenakan adanya persepsi dan harapan pelanggan yang berbeda-

beda dalam setiap keinginan pelanggan. Salah satu alat atau metode yang

dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan terhadap kualitas

pelayanan yang diterimanya adalah dengan menggunakan metode ServQual

(Service Quality).

II.5.1 Dimensi Pada Kualitas Layanan (Dimensi ServQual)

Menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990, p26) untuk

mengukur kualitas pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan dengan metode

ServQual dilihat dari lima dimensi kualitas layanan, yaitu :

1. Tangibles (kasat mata)

Tangibles ini digunakan agar dapat mengukur kualitas pelayanan yang

berupa penampilan fisik peralatan, karyawan serta sarana komunikasi

yang digunakan perusahaan.

2. Reliability (keandalan)

Reliability ini untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

memberikan pelayanan yang tepat dan dapat diandalkan.

3. Responsiveness (daya tanggap)

Untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan dengan cepat

dan tanggap terhadap keinginan pelanggan.

61

4. Empathy (empati)

Untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap kebutuhan

konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan.

5. Assurance (jaminan)

Untuk mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat

dapat dipercaya yang dimiliki oleh karyawan dalam meyakinkan

pelanggan.

Gambaran hal ini adalah sebagai berikut :

Sumber : Zeithaml, Parasuraman, dan Berry, Delivering Quality Service: Balancing Customer

Perception and Expectation, The Free Press, New York, 1990, Hal.26.

Gambar 2.10 Pandangan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan

Dari gambar diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa para pelanggan

memutuskan untuk menggunakan suatu jasa atau produk bisa dipengaruhi

Dari mulut ke mulut

Kebutuhan pribadi

Pengalaman masa lalu

Komunikasi eksternal

Dimensi Kualitas

1. Tangibles 2. Reliability 3. Responsiveness 4. Assurance 5. Empathy

Pelayanan yang diharapkan

Pelayanan yang diterima pelanggan

Kualitas Pelayanan

Yang Dinilai

62

oleh persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang akan diberikan. Hal

ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara kepuasan

pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Pelayanan yang

diharapkan akan didapat oleh pelanggan dipengaruhi oleh :

1. Informasi yang diperoleh dari mulut ke mulut pelanggan lain yang

sudah lebih dulu menggunakan produk atau jasa tersebut.

2. Kebutuhan pribadi dari pelanggan itu sendiri terhadap produk atau jasa

yang ditawarkan.

3. Pengalaman masa lalu dari pelanggan yang sudah pernah

menggunakan produk atau jasa tersebut.

4. Komunikasi eksternal yaitu berupa brosur, iklan, spanduk, leaflet yang

diberikan perusahaan untuk menarik pelanggan.

II.5.2 Kesenjangan (Gap) Pada Metode ServQual

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kualitas pelayanan yang

diberikan oleh perusahaan ditentukan dan dinilai oleh pelanggan yang

menggunakan produk atau jasa tersebut. Pelanggan akan memberikan

penilaian apakah kualitas pelayanan yang diterimanya sesuai, melebihi atau

dibawah dari yang diharapkan oleh pelanggan.

Adanya ketidaksesuaian antara harapan pelanggan terhadap layanan

(expected service) terhadap pelayanan yang diterima pelanggan (perceived

service) dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan atau gap. Terjadi

63

kesenjangan apabila pelanggan mempersepsikan pelayanan yang akan

diterimanya lebih tinggi atau lebih rendah dari pelayanan yang diberikan.

Dengan demikian, pelanggan dapat merasa sangat puas, atau sebaliknya

sangat kecewa terhadap pelayanan yang diterimanya.

Zeithaml, Parasuraman, dan Berry (1990, p33-46) menggambarkan

kesenjangan atau gap pada suatu diagram model yang dapat dilihat pada

gambar 2.6 dibawah ini.

Sumber : Zeithaml, Parasuraman, dan Berry, Delivering Quality Service: Balancing Customer

Perception and Expectation, The Free Press, New York, 1990, Hal.46.

Gambar 2.11 Model Kesenjangan pada Kualitas Pelayanan

Pelanggan

Dari mulut ke mulut

Kebutuhan pribadi

Pengalaman masa lalu

Pelayanan yang diharapkan

Pelayanan yang diterima pelanggan

Penyampaian

Spesifikasi kualitas pelayanan

Persepsi manajemen atas harapan pelanggan

Komunikasi eksternal kepada pelanggan

Penyedia

Gap 1

Gap 2

Gap 3

Gap 4

Gap 5

64

Berdasarkan pada model kesenjangan diatas, ketidakcocokan terjadi

dari lima macam kesenjangan yang dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :

1. Satu kesenjangan (gap), yaitu kesenjangan kelima (gap 5) yang berasal

dari sisi penerima pelayanan (pelanggan).

2. Empat macam kesenjangan, yaitu kesenjangan pertama sampai ke

empat (gap 1 sampai gap 4), yang berasal dari sisi penyedia jasa

(manajemen).

Kesenjangan (gap) yang berasal dari sisi penyedia jasa :

1. Kesenjangan (gap) 1 : Kesenjangan (gap) antara harapan

pelanggan dengan persepsi manajemen.

Kesenjangan (gap) ini muncul karena adanya ketidaktahuan manjemen

terhadap pelayanan yang diharapkan oleh pelanggan. Langkah pertama

yang harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan pada

kesenjangan (gap) ini adalah dengan mendapatkan informasi yang

akurat mengenai harapan pelanggan. Pada kesenjangan (gap) 1 ini,

terdapat tiga faktor kunci yang berperan penting atas terjadinya

kesenjangan tersebut, yaitu :

a. Kurangnya orientasi pada riset pemasaran sehingga perusahaan

tidak memperhatikan kebutuhan atau keluhan yang diinginkan

oleh pelanggan.

b. Tidak cukupnya komunikasi keatas yaitu kurangnya arus

komunikasi yang terjadi pada tingkat bawah dengan keinginan

ditingkat atas.

65

c. Terlalu banyak tingkatan manajemen pada struktur organisasi

perusahaan sehingga komunikasi yang terjadi memerlukan

waktu yang cukup lama.

2. Kesenjangan (gap) 2 : Kesenjangan (gap) antara persepsi

manajemen terhadap spesifikasi kualitas pelayanan.

Kesenjangan (gap) ini terjadi karena kurangnya kesadaran manajemen

akan harapan pelanggan terhadap spesifikasi standar kualitas

pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Pada kesenjangan (gap) 2

ini, faktor kunci yang berkontribusi terhadap terjadinya kesenjangan

tersebut adalah :

a. Kurangnya komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan

yang diberikan kepada pelanggan. Manajemen tidak memenuhi

standar pelayanan yang sudah ditetapkannya kepada

pelanggan.

b. Persepsi manjemen mengenai ketidakmungkinan terjadinya

pemenuhan harapan pelanggan.

c. Kurangnya standardisasi terhadap tugas-tugas yang diberikan.

d. Tidak adanya goal setting yang jelas.

3. Kesenjangan (gap) 3 : Kesenjangan (gap) antara spesifikasi

kualitas pelayanan dengan penyampaian pelayanan.

Kesenjangan (gap) ini terjadi disebabkan oleh ketidakmampuan

karyawan memenuhi standar kualitas pelayanan yang sudah

ditentukan. Meskipun adanya panduan bagi kinerja kualitas pelayanan

66

dan cara memperlakukan pelanggan dengan tepat, tidak berarti telah

terdapat kepastian mengenai kualitas pelayanan yang tinggi terhadap

pelanggan. Pada kesenjangan (gap) 3 ini, faktor kunci yang menjadi

penyebab terjadinya kesenjangan (gap) adalah:

a. Role ambiquity yaitu keadaan dimana para karyawan merasa

bimbang atau tidak pasti mengenai ekspektasi dari para

manager atau supervisor terhadap pekerjaan mereka dan

bagaimana untuk memuaskan harapan dari pelanggan. Keadaan

ini disebabkan kurangnya pelatihan atau keahlian yang dimiliki

oleh karyawan.

b. Rice conflict yaitu perasaan karyawan bahwa mereka tidak

memiliki kemampuan untuk memuaskan pelanggan dan

atasannya.

c. Kurangnya keseimbangan antara keahlian yang dimiliki

karyawan terhadap tugas yang diterimanya.

d. Kurangnya peralatan dan tekhnologi yang digunakan oleh

karyawan dalam melaksanakan tugas mereka.

e. Kurang berjalannya sistem evaluasi kerja karyawan terhadap

imbalan atau bonus yang diberikan oleh perusahaan.

f. Kurangnya pengawasan terhadap pelayanan yang diberikan

karyawan terhadap pelanggan.

g. Kurangnya kerjasama kelompok yang terjadi antara para

karyawan dan manager dalam perusahaan.

67

4. Kesenjangan (gap) 4 : Kesenjangan (gap) antara penyampaian

pelayanan dengan komunikasi eksternal kepada pelanggan.

Salah satu faktor penyebab terjadinya ekspektasi pelanggan adalah

komunikasi eksternal dari penyedia jasa. Janji-janji yang dibuat oleh

perusahaan melalui media iklan, brosur, spanduk dan alat komunikasi

lainnya akan meningkatkan ekpektasi pelanggan yang berlebihan

terhadap penyedia jasa atau produk tersebut. Faktor kunci yang

menjadi penyebab terjadinya kesenjangan pada gap 4 ini adalah :

a. Kurangnya komunikasi horizontal yang terjadi pada suatu

perusahaan antara bagian periklanan dengan operasional,

bagian penjualan dengan operasional, hingga terjadinya

perbedaan kebijakan dan prosedur antar cabang dan

departemen.

b. Kecenderungan memberikan janji secara berlebihan dan tidak

disesuaikan dengan yang diterima atau dirasakan pelanggan

pada saat menggunakan jasa atau produk ini.

Kesenjangan yang berasal dari sisi penerima jasa, yaitu :

5. Kesenjangan (gap) 5 : Kesenjangan (gap) antara pelayanan yang

diharapkan terhadap pelayanan yang diterima pelanggan.

Pelayanan yang diharapkan pelanggan terbentuk berdasarkan

komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi antara para konsumen,

kebutuhan pribadi dari konsumen tersebut terhadap penyedia jasa atau

produk serta pengalaman masa lalu dari konsumen tersebut yang sudah

68

pernah menggunakan jasa atau produk tersebut. Pelanggan tersebut

kemudian membandingkan harapan yang sudah mereka buat terhadap

kenyataan pelayanan yang diterima atau dirasakannya tersebut. Dari

perbandingan ini akan muncul adanya suatu kesenjangan (gap) yang

digunakan untuk menentukan penilaian atas kualitas pelayanan yang

dirasakan oleh pelanggan, yaitu :

a. Sangat puas apabila pelayanan yang diterima atau dirasakannya

melebihi harapan dari pelanggan tersebut.

b. Puas apabila pelayanan yang diterima atau dirasakannya sama

dengan yang diharapkannya.

c. Tidak puas apabila pelayanan yang diterimanya atau

dirasakannya berada dibawah dari apa yang diharapkan oleh

pelanggan.

II.6 IPA (Importance-Performance Analysis)

Menurut Krisana Kitcharoen (2004, p.20-23) yang mengutip dari

Slack (1991) dalam mempresentasikan sebuah model IPA yang

mempertimbangkan sebuah hubungan antara kepentingan dan kinerja dan

teori dimana target tingkatan kinerja untuk produk atribut tertentu harus

proporsional untuk kepentingan atribut tersebut. Dengan kata lain,

kepentingan dapat dilihat sebagai refleksi dari nilai relatif dari berbagai ragam

69

kualitas atribut bagi konsumen. Menurut Barsky (1995), tingkat kepentingan

yang rendah sama seperti memainkan peranan yang kurang lebih dapat

mempengaruhi persepsi secara keseluruhan, sementara tingkat kepentingan

yang lebih tinggi sama seperti memainkan peranan yang lebih kritis dalam

menentukan kepuasan konsumen. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi

atribut mana atau kombinasi dari atribut yang lebih dapat mempengaruhi

kebiasaan pembelian secara berulang dan yang memiliki pengaruh lebih

sedikit. Informasi ini berguna untuk pengembangan strategi marketing dalam

organisasi (Ford et al., 1991). Pandangan ini dikonfirmasi oleh Lovelock et al.

(1998), yang mengatakan bahwa IPA adalah perlengkapan management yang

sangat berguna untuk mengarahkan sumber yang langka ke area dimana perlu

adanya peningkatan kinerja untuk memperoleh efek kepuasan konsumen

secara keseluruhan. Hal ini juga memiliki keuntungan dalam menunjuk servis

atribusi mana yang harus dipelihara pada level yang membutuhkan

peningkatan secara signifikan.

IPA secara konseptual didasari oleh beberapa model atribusi. Teknik

ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan sebuah pasar dalam

menawarkan dua kriteria dimana konsumen dapat mengambil sebuah

keputusan. Kriteria itu adalah kepentingan relatif dari atribut dan evaluasi

konsumen dalam menawarkan atribusi tersebut. Sebuah aplikasi khusus dalam

memulai teknik tersebut adalah dengan mengidentifikasi atribut mana yang

sesuai dengan situasi yang diinvestigasi. Daftar atribut dapat dikembangkan

setelah adanya literatur yang relevan, focus group interview, pertimbangan

70

management. Sebaliknya sebuah perlengkapan atribut yang berkaitan dengan

produk atau servis dievaluasi berdasarkan seberapa pentingnya hal tersebut

berguna untuk konsumen serta bagaimana produk dan servis dirasa perlu

diselenggarakan pada setiap atribut tersebut. Evaluasi ini diselesaikan dengan

melakukan survei dan pemberian sampel kepada konsumen. Setelah

menentukan atribut mana yang pantas untuk diuji, konsumen kemudian

ditanyakan dua pertanyaan. Satu yang berhubungan dengan atribut yang

penting (tingkat kepentingan) dan pertanyaan lainnya mengenai kinerja

perusahaan itu sendiri dalam menyampaikan atribut tersebut (tingkat kinerja).

Dengan menggunakan sebuah central tendency contohnya mean, median atau

sebuah pengukuran peringkat, nilai kepentingan dan kinerja dapat di

klasifikasi menjadi tinggi dan rendah; berdasarkan dua pasang klasifikasi ini,

setiap atribut dapat diletakkan ke satu dari empat kuadran kepentingan dan

kinerja (Crompton and Duray, 1985). Nilai tengah dari kepentingan dan

kinerja biasanya digunakan sebagai koordinasi untuk menetapkan atribut

individual dalam matrik dua dimensi yang ditunjukan pada gambar dibawah

ini. Adapun matrik ini digunakan untuk menentukan prioritas dari atribut

untuk meningkatkan layanan, selain itu perusahaan dapat menyediakan

panduan untuk formulasi strategi ke depannya.

71

Gambar 2.12 The Original IPA Framework

Keterangan empat bagan dari The Original IPA Framework ini adalah:

1. Kuadran A

Menunjukkan elemen jasa penting yang tidak dilaksanakan pada tingkat

yang diharapkan. Dalam hal ini, penjual harus berkonsentrasi untuk

meningkatkan kinerja departemen jasa pada elemen-elemen ini.

2. Kuadran B

Menunjukkan elemen jasa penting yang dilaksanakan perusahaan dengan

baik; tugas perusahaan adalah mempertahankan kinerja tinggi itu.

Concentrate

A Keep Up The Good Work

B

Low Priority

C Possible Overkill

D

SLIGHTLY IMPORTANT

EXTREMELY IMPORTANT

EXCELLENT PERFORMANCE

FAIR PERFORMANCE

Sumber : Martilla, J. dan James J. (1977), “Importance – Performance Analysis”, Journal of Marketing, 14 (January) : p. 77-79.

72

3. Kuadran C

Menunjukkan elemen jasa minor yang dilakukan dengan cara yang cukup

baik namun tidak memerlukan perhatian karena tidak terlalu penting.

4. Kuadran D

Menunjukkan elemen jasa minor, ”Mengirim peringatan perawatan,”

dilaksanakan dengan cara yang sangat baik, suatu kasus kemungkinan

pembunuhan besar-besaran.

Mengukur elemen jasa menurut kepentingan dan kinerjanya

memberitahukan pemasar di mana harus memfokuskan usaha mereka.