bab 2 landasan teori -...

39
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengukuran Waktu Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop watch time study) diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metoda ini terutama sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu. Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (2003, p171) secara garis besar, langkah-langkah untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan sebagai berikut: Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti lay out, karakteristik/ spesifikasi mesain atau peralatan kerja lain yang digunakan dan lain-lain.

Upload: nguyenthuy

Post on 30-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop watch time study) diperkenalkan

pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang lalu. Metoda ini terutama

sekali baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan

berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku

untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan

sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan

pekerjaan yang sama seperti itu. Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku

Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (2003, p171) secara garis besar, langkah-langkah

untuk pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan

sebagai berikut:

Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan

maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati

dan supervisor yang ada.

Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan

seperti lay out, karakteristik/ spesifikasi mesain atau peralatan kerja lain yang

digunakan dan lain-lain.

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

20

Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk

menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.

Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah

jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak?

Test pula keseragaman data yang diperoleh.

Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukkan

oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.

Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas.

Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi

seperti kebutuhan personil yang bersifat pribadi, faktor kelelahan,

keterlambatan material, dan lain-lainnya.

Berdasarkan langkah-langkah terlihat bahwa pengukuran kerja dengan jam henti

ini merupakan cara pengukuran yang obyektif karena disini waktu ditetapkan

berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak hanya sekedar diestimasi secara subyektif.

Dalam hal ini berlaku juga asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:

Metoda dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan

dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini

untuk pekerjaan serupa.

Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja

sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani

dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

21

kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini

persyaratan mutlak pada waktu memilih operator yang akan dianalisis waktu

kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.

Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan

kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.

Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk

seluruh periode kerja yang ada.

Peralatan yang dibutuhkan untuk aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti ini

adalah antara lain jam henti (stop-watch), papan pengamatan, lembar pengamatan,

dan alat tulis serta penghitung (calculator).

Setelah semua pengukuran telah selesai dan data yang diinginkan telah ada, maka

langkah berikutnya adalah perhitungan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu

baku dari data-data tersebut adalah :

a. Hitung Waktu Siklus

Waktu Siklus merupakan waktu yang diperlukan dalam membuat satu produk.

b. Hitung Waktu Normal

Wn = Ws x p

Wn = Waktu Normal

Ws = Waktu Siklus

p = Faktor Penyesuaian

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

22

c. Hitung Waktu Baku

Setelah perhitungan diatas selesai, waktu baku bagi penyelesaian pekerjaan

didapatkan dengan :

Wb = Wn + l

2.1.1 Penyesuaian

Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu

(2003, p196), penyesuaian adalah proses dimana penganalisis pengukuran waktu

membandingkan penampilan operator (kecepatan atau tempo) dalam pengamatan

dengan konsep pengukur sendiri tentang bekerja secara wajar.

Selama pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja

yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa

kesungguhan, sangat lambat karena disengaja, sangat cepat seolah dikejar waktu, atau

menjumpai kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Hal-hal inilah yang

mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu cepat atau lambat dalam

menyelesaikan suatu pekerjaan.Waktu siklus yang telah kita cari adalah waktu yang

diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang diselesaikan secara wajar dan benar oleh

operator. Bila ketidakwajaran terjadi, maka pengukur harus menilainya dan

berdasarkan penilaian inilah penyesuaian dilakukan.

Westing house company (1927) memperkenalkan sistem penyesuaian yang lebih

lengkap dibandingkan dengan sistem yang telah ada, seperti sistem Bedaux. Pada

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

23

sistem Westinghouse, selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) yang telah

dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang memperngaruhi performance manusia,

Westinghouse juga menambahkan dengan kondisi kerja (working condition) dan

keajegan (consistency) dari operator dalam melakukan kerja. Untuk ini Westinghouse

telah berhasil membuat suatu tabel penyesuaian yang berisikan nilai-nilai angka yang

berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Untuk

menormalkan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja dengan jumlah ke empat

rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukkan oleh operator.

Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja

yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai ke

tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat

diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan merupakan

aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan.

Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan

tabel masing-masing. Yang dimaksud usaha disini adalah kesungguhan yang

ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.

Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau condition pada cara Westinghouse

adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur, dan

kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha, dan

konsistensi merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja

merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa

banyak kemampuan merubahnya.

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

24

Faktor konsistensi atau consistency perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa

pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya

sama, waktu penyelesaiaan yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu

siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih

dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi

maka hal tersebut harus diperhatikan.

2.1.2 Kelonggaran

Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu

(2003, p201), waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata

menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik bekerja

menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/ tempo kerja yang normal. Walaupun

demikian pada prakteknya kita akan melihat bahwa tidaklah mungkin operator

tersebut akan mampu bekerja secara terus-menerus sepanjang hari tanpa adanya

interupsi sama sekali. Kenyataan yang terjadi adalah operator akan sering

menghentikan kerja dan membutuhkan waktu-waktu khusus untuk keperluan seperti

personal needs, istirahat melepas lelah, dan alasan-alasan lain yang di luar

kontrolnya. Kelonggaran yang dibutuhkan yang akan menginterupsi proses produksi

ini dapat diklasifikasikan menjadi personal allowance, fatique allowance, dan delay

allowance. Waktu baku yang akan ditetapkan merupakan besar waktu normal dengan

kelonggaran-kelonggaran yang dibutuhkan.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

25

1. Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi (Personal Allowance)

Yang termasuk dalam kelonggaran pribadi adalah hal-hal seperti minum sekedar

hanya untuk menghilangkan rasa haus, untuk menghilangkan ketegangan atau

kejemuan dalam bekerja. Kebutuhan seperti ini adalah hal yang mutlak, bila

dilarang akan mengakibatkan pekerja stress dan tidak dapat bekerja dengan baik

sehingga produktivitas menurun.

Untuk pekerjaan-pekerjaan yang relatif ringan- dimana operator bekerja selama 8

jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi, sekitar 2 sampai 5% (atau 10 sampai

24 menit) setiap jari akan dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat

personil ini.

Meskipun jumlah waktu longgar untuk kebutuhan personil yang diperlukan ini

akan bervariasi tergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis

pekerjaan yang dilaksanakan, akan tetapi kenyataannya untuk pekerjaan-

pekerjaan yang berat dan kondisi kerja yang tidak enak (terutama untuk

temperatur tinggi) akan menyebabkan kebutuhan waktu untuk personil ini lebih

besar lagi. Allowance untuk hal ini dapat lebih besar dari 5%.

2. Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatique (Fatique Allowance)

Rasa fatique tercermin bila menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun

kualitas. Bila rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk

menghasilkan performance normalnya maka usaha yang dikeluarkan pekerja

lebih besar dari keadaan normal dan hal ini akan menambahkan rasa fatique.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

26

Dalam hal ini waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat akan sangat

tergantung pada individu yang bersangkutan, interval waktu dari siklus kerja

dimana pekerja akan memikul beban kerja secara penuh, kondisi lingkungan fisik

pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya.

3. Kelonggaran untuk Hambatan-Hambatan yang Tak Terhindarkan (Delay

Allowance)

Yang termasuk dalam hambatan yang tak terhindarkan adalah menerima atau

meminta petunjuk pengawas, melakukan penyesuaian mesin, memperbaiki

kemacetan-kemacetan singkat, mengasah peralatan gerinda, dan lain-lain. Hal-hal

seperti ini hanya dapat diusahakan serendah mungkin.

Langkah pertama menentukan waktu longgar adalah menentukan besarnya

kelonggaran untuk ketiga hal di atas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan

rasa lelah dan hambatan yang tidak terhindarkan. Kesemuanya, yang biasanya

masing-masing dinyatakan dalam persentase dijumlahkan dan kemudian mengalikan

jumlah ini dengan waktu normal yang telah dihitung sebelumnya.

Misalnya suatu pekerjaan yang sangat ringan yang dilakukan sambil duduk

dengan gerakan-gerakan yang terbatas, membutuhkan pengawasan mata terus-

menerus dengan pencahayaan yang kurang memadai, temperatur dan kelembaban

ruangan normal, sirkulasi udara yang baik, tidak bising. Dapat diketahui kelonggaran

yang dibutuhkan adalah 5 + 4 + 3 % = 12 %.

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

27

Jika waktu normalnya adalah 5.6 menit, maka waktu bakunya adalah:

Waktu baku = 5.6 menit + 12.01

1

= 6.74 menit

2.2 Pengujian Kenormalan dan Keseragaman Data

Menurut Ronald E. Walpole dalam buku Pengantar Statistika Edisi-3 (1996,

p179), sebaran Normal digunakan sebagai landasan untuk suatu ruang contoh yang

kontinu. Data yang kontinu yang dimaksudkan ini adalah data yang berasal dari suatu

pekerjaan yang terus-menerus dilakukan, seperti dalam industri dan penelitian.

Selanjutnya adalah uji keseragaman data. Menurut Sritomo Wignjosoebroto

dalam buku Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu (2003, p194), uji ini perlu dilakukan

sebelum menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standar. Uji

keseragaman data dapat dilakukan dengan cara visual atau mengaplikasikan program

komputer.

Uji keseragaman data secara visual dilakukan secara sederhana, mudah dan cepat.

Dalam hal ini, yang perlu dilakukan adalah sekedar melihat data yang terkumpul dan

seterusnya mengidentifikasikan data yang terlalu ekstrim, yaitu data yang terlalu

besar atau terlalu kecil dan jauh menyimpang dari trend rata-ratanya. Data yang

terlalu ekstrim ini sewajarnya dipisahkan dan tidak dipergunakan dalam data standar.

Adapun cara kedua adalah dengan menggunakan pemrograman komputer, yakni

dengan program SPSS 12.0. Dengan program ini, kedua pengujian data yang

dibutuhkan dapat diselesaikan dengan mudah. Pengujian data dapat dilakukan dengan

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

28

Kolmogorov Smirnov Test. Menurut J.A White dalam buku Analysis of Queueing

Systems (2000, p332) Kolmogorov Smirnov Test merupakan uji yang lebih akurat

dibandingkan dengan Chi-Square Test, karena uji ini lebih memperhatikan

maksimum deviasi dan perbedaan-perbedaan mendasar pada data.

Menurut Tim Andi dalam buku Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12.0

(2004, p162), uji Kolmogorov digunakan untuk membandingkan tingkat kesesuaian

sampel dengan suatu distribusi tertentu, yaitu normal, uniform, poisson, atau

eksponensial.

Langkah-langkah pengerjaan uji kenormalan dan keseragaman data dengan

Kolmogorov Smirnov Test sebagai berikut:

Definisikan variabel data waktu

Name : DATA_WAKTU

Width : 10

Decimal : 2

Measure : Scale

Setelah itu masukkan data waktu baku ke dalam kolom DATA WAKTU

Setelah itu klik menu Analyze, pilih Nonparametric Tests

Dari berbagai pilihan yang ada, pilih 1-Sample K-S

Setelah itu akan muncul kotak dialog 1-Sample K-S Test.

Masukkan variabel DATA WAKTU ke kotak Test Variable List.

Aktifkan Normal dan Uniform pada pilihan Test Distribution.

Abaikan pilihan yang lain, selanjutnya klik OK.

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

29

2.3 Line Balancing

2.3.1 Definisi Keseimbangan Lini

Menurut David D. Bedworth dan James E. Baley dalam buku “Integrated

Production Control Systems” (1987, p361), istilah Keseimbangan Lini merupakan

suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja-stasiun kerja

yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki

waktu yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Keterkaitan

sejumlah pekerjaan dalam suatu lini produksi harus dipertimbangkan dalam

menentukan pembagian pekerjaan ke dalam masing-masing stasiun kerja. Hubungan

atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan

dalam suatu precedence diagram atau diagram pendahuluan, sedangkan hubungan itu

disebut precedence job atau precedence network.

2.3.2 Permasalahan Keseimbangan Lintasan Produksi

Menurut Mikell P. Groover dalam buku “Automation, Production Systems, and

Computer-Integrated Manufacturing” (2001, p529), dalam suatu perusahaan yang

mempunyai tipe produksi massa yang melibatkan sejumlah besar komponen yang

harus dirakit, perencanaan produksi memegang peranan yang penting dalam membuat

penjadwalan produksi, terutama dalam pengaturan operasi-operasi atau penugasan

kerja yang harus dilakukan.

Bila pengaturan dan perencanaannya tidak tepat, maka setiap stasiun kerja di

lintas perakitan mempunyai kecepatan produksi yang berbeda. Hal ini akan

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

30

mengakibatkan lintas perakitan tersebut tidak efisien karena terjadi penumpukkan

material/ produk setengah jadi di antara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan

produksinya. Akibat sampingan lainnya adalah kompensasi biaya-biaya yang hilang

serta akibat psikologis yang negatif bagi si pekerja.

Persoalan keseimbangan lintasan perakitan bermula dari adanya kombinasi

penugasan kerja kepada operator atau grup operator yang menempati tempat kerja

tertentu. Karena penugasan elemen kerja (work element) yang berbeda akan

menyebabkan perbedaan dalam sejumlah waktu yang tidak produktif dan variasi

jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output produksi tertentu di

dalam suatu lintas perakitan. Masalah kombinasi tersebut menjadi masalah

penyeimbangan lintas perakitan, penyeimbangan operasi atau stasiun kerja dengan

tujuan untuk mendapatkan waktu yang sama di setiap stasiun kerja sesuai dengan

kecepatan produksi yang diinginkan.

Menurut Richard B. Chase dan Nicholas J. Aquilano dalam buku “Production

and Operation Management” (1995, p405), masalah utama yang dihadapi dalam

lintasan produksi adalah :

1. Kendala sistem, yang erat kaitannya dengan maintenance (perawatan).

2. Menyeimbangkan beban kerja pada beberapa stasiun kerja (work station) untuk :

Mencapai suatu efisiensi yang tinggi.

Memenuhi rencana produksi yang telah dibuat.

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

31

Gejala ketidakseimbangan lintasan produksi :

Adanya stasiun kerja yang sibuk dan idle yang menyolok.

Adanya work in process (produk setengah jadi) di beberapa stasiun kerja.

Sedangkan hal-hal yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan pada lintasan

produksi antara lain :

Rancangan lintasan yang salah.

Peralatan atau mesin sudah tua sehingga seringkali break down dan perlu

di-set-up ulang.

Operator yang kurang terampil.

Metode kerja yang kurang baik.

Rancangan lintasan produksi yang seimbang bertujuan :

1. Untuk menyeimbangkan beban kerja yang dialokasi pada setiap stasiun kerja

sehingga pekerjaan dapat selesai dalam waktu yang seimbang dan mencegah

terjadinya bottleneck.

2. Menjaga lini perakitan agar tetap lancar dan kontinu berlangsung.

Menurut Elwood S. Buffa dalam buku “Modern Production/ Operation

Management” (1987, p213), pada usaha pencapaian keseimbangan lini terdapat

beberapa cara yang dikenal antara lain :

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

32

1. Penumpukan material

Caranya dengan membuat tumpukan material pada stasiun kerja yang lambat.

Kemudian pada stasiun kerja ini harus melakukan kerja lembur atau

menambah tenaga kerja. Cara ini merupakan cara yang paling mudah, tetapi

tidak menjadikan lebih baik karena dengan adanya penumpukan material akan

mengakibatkan pemborosan waktu pada stasiun kerja yang lain dan

pemborosan ruangan yang dipakai.

2. Pergerakan operator

Caranya adalah apabila seorang operator mempunyai waktu operasi yang

lebih cepat dari operator lainnya, ia dapat bergerak sepanjang lini produksi

tersebut untuk membantu operator lainnya yang waktu operasinya lebih lama.

3. Pemecahan elemen pekerjaan

Cara ini dilakukan jika suatu operasi membutuhkan waktu yang lebih singkat

daripada stasiun kerja lainnya. Operator tersebut dapat menangani lebih dari

satu operasi, misalnya menyusun sub rakitan jika operasi ini dilakukan di luar

lininya atau membantu operasi lainnya maupun bekerja pada lini yang lain.

4. Perbaikan operasi

Cara ini harus ditempuh melalui perbaikan metode kerja khususnya jika

terdapat operasi yang lebih lama dibandingkan dengan yang lainnya dan

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

33

memerlukan waktu setup yang lama. Studi gerakan akan selalu menghasilkan

cara yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan dan akan mengurangi waktu

kerja yang dibutuhkan.

5. Perbaikan performansi operator

Pada umumnya operasi yang mengalami kemacetan (bottleneck) dapat

diseimbangkan melalui penambahan latihan pada operator yang bersangkutan

atau pergantian operator dengan operator yang bekerja lebih cepat atau lebih

baik. Performansi keseimbangan lini produksi yang baik dapat diketahui

melalui efisiensi lini dan efisiensi dari stasiun kerja. Semakin tinggi

efisiensinya berarti performansi keseimbangan lini produksi juga semakin

baik.

6. Pengelompokkan operasi

Cara ini berusaha untuk mengelompokkan beberapa operasi atau elemen kerja

hasil pembagian ke dalam grup-grup atau stasiun-stasiun kerja secara

seimbang, sehingga setiap grup memiliki waktu kerja yang sama panjang.

Pada umumnya, merencanakan suatu keseimbangan di dalam sebuah lintas

perakitan meliputi usaha yang bertujuan untuk mencapai suatu kapasitas optimal,

dimana tidak terjadi penghamburan fasilitas.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

34

Tujuan tersebut dapat tercapai bila :

1. Lintas perakitan bersifat seimbang, setiap stasiun kerja mendapat tugas yang

sama nilainya diukur dengan waktu.

2. Stasiun-stasiun kerja berjumlah minimum.

3. Jumlah waktu menganggur di setiap stasiun kerja sepanjang lintas perakitan

minimum.

Dengan demikian, kriteria yang umum digunakan dalam suatu keseimbangan

lintas perakitan adalah :

Minimum waktu menganggur.

Minimum keseimbangan waktu senggang (balance delay).

Selain itu ada pula yang menggunakan maksimum efisiensi, tetapi pada

prinsipnya ketiga hal tersebut sama. Waktu menganggur biasanya digunakan untuk

menyatakan ukuran ketidakseimbangan suatu lintas produksi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keseimbangan lintas

perakitan tersebut didasarkan pada hubungan antara:

1. Kecepatan produksi (production rate).

2. Operasi-operasi yang diperlukan dan urut-urutan kebergantungan (sequence).

3. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi.

4. Jumlah operator/ pekerja yang melakukan operasi tersebut.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

35

2.3.3 Terminologi Keseimbangan Lini

Menurut Elsayed dalam buku “Analysis and Control of Production Systems”

(1994, p345), terminologi keseimbangan lini antara lain:

1. Work Element

Bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses assembly. Umumnya, N

didefinisikan sebagai jumlah total dari elemen kerja yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan suatu assembly dan i adalah elemen kerja.

2. Workstation (WS)

Lokasi pada lini assembly atau pembuatan suatu produk dimana pekerjaan

diselesaikan baik manual maupun otomatis. Jumlah minimum dari stasiun

kerja adalah K, dimana K harus i.

3. Minimum Rational Work Element (Elemen Kerja Terkecil)

Untuk menyeimbangkan pekerjaan dalam setiap stasiun yang ada maka

pekerjaan tersebut harus dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan. Elemen

kerja minimum adalah elemen pekerjaan terkecil dari suatu pekerjaan yang

tidak dapat dibagi lagi.

4. Total Work Content (Total Waktu Pengerjaan)

Jumlah dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen pekerjaan dari suatu lini.

5. Workstation Process Time (Waktu Proses Stasiun Kerja)

Elemen pekerjaan yang diselesaikan dalam satu stasiun kerja (work

station) dapat terdiri dari satu elemen pekerjaan atau lebih.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

36

Waktu proses dalam stasiun kerja merupakan penjumlahan dari seluruh

waktu pengerjaan setiap elemen kerja yang berada di dalam stasiun kerja

tersebut.

6. Precedence Constraints (Pembatas Pendahulu)

Dalam menyelesaikan suatu elemen pekerjaan seringkali terdapat urutan-

urutan teknologi yang harus terpenuhi sebelumnya agar elemen itu dapat

dijalankan.

Contoh: saklar harus dipasang pada bracket motor sebelum dipasang

penutupnya.

Beberapa tipe pembatas dalam keseimbangan lini adalah :

Pembatas teknologi (technological restriction)

Pembatas ini disebut juga precedence constraints dalam bahasa

keseimbangan lintasan. Yang dimaksud dengan pembatas teknologi adalah

proses pengerjaan yang sudah tertentu, misalnya suatu proses tidak

mungkin dikerjakan bila proses sebelumnya belum dikerjakan, atau suatu

proses harus dilakukan langsung segera setelah penyelesaian suatu proses

tertentu. Urutan proses serta ketergantungannya digambarkan dalam suatu

diagram ketergantungan (precedence diagram) dan operating process

chart (OPC).

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

37

Pembatas fasilitas (facility restriction)

Pembatas di sini adalah akibat adanya fasilitas / mesin yang tidak dapat

dipindahkan (fasilitas tetap).

Pembatas posisi (positional restriction)

Membatasi pengelompokkan elemen-elemen kerja karena orientasi produk

terhadap operator yang sudah tertentu.

Zoning constraint

Zoning constraint terdiri atas Positive Zoning Constraint dan Negative

Zoning Constraint. Positive Zoning Constraint berarti bahwa elemen-

elemen pekerjaan tertentu harus ditempatkan saling berdekatan dalam

stasiun kerja yang sama.

Negative Zoning Constraints menyatakan bahwa jika satu elemen

pekerjaan dengan elemen pekerjaan lain sifatnya saling mengganggu maka

sebaiknya tidak ditempatkan saling berdekatan. Sebagai ilustrasi, suatu

elemen pekerjaan membutuhkan koordinasi yang baik dan hati-hati

sebaiknya tidak ditempatkan berdekatan dengan stasiun kerja yang

menimbulkan kegaduhan dan getaran keras / berat.

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

38

7. Precedence Diagram (Diagram Pendahuluan)

Diagram pendahuluan adalah suatu gambaran secara grafis dari suatu urutan

pekerjaan yang memperlihatkan keseluruhan operasi pekerjaan dan

ketergantungan masing-masing operasi pekerjaan tersebut dimana elemen

pekerjaan tertentu tidak dapat dikerjakan sebelum elemen pekerjaan yang

mendahuluinya dikerjakan lebih dulu.

Diagram pendahuluan dapat dibuat dengan 2 alternatif, yaitu :

Diagram AOA (Activity on Arrow)

Dimana setiap aktivitas digambarkan sebagai anak panah yang

menghubungkan 2 node. Pada jaringan ini hanya ada satu node pada awal

dan akhir proyek sehingga aktivitas semu (dummy) hanya terdapat pada

jaringan AOA.

Diagram AON (Activity on Node)

Diagram dimana setiap aktivitas digambarkan dalam bentuk lingkaran

(node), sedangkan tanda panah menunjukkan aliran aktivitas. Pada

jaringan ini tidak terdapat aktivitas semu (dummy).

8. Balance Delay

Merupakan rasio dari total waktu menganggur dengan keterkaitan waktu

siklus dan jumlah stasiun kerja atau dengan kata lain jumlah antara balance

delay dan line efficiency sama dengan 1.

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

39

Secara matematis, dapat dituliskan sebagai berikut :

Keseimbangan waktu senggang = %100

CTk

WbCTk i

dimana :

keseimbangan waktu senggang = balance delay

k = jumlah stasiun kerja.

CT = waktu stasiun terbesar / waktu daur (cycle time).

Wbi = waktu sebenarnya pada setiap stasiun.

i = 1, 2, 3, ...., n

atau BD = 100% - LE

9. Assembled Product

Produk yang melewati suatu urutan stasiun kerja dimana pekerjaan-pekerjaan

diatur dan mencapai pada stasiun akhir.

10. Cycle Time (CT)

Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dari lini

perakitan dengan asumsi setiap assembly mempunyai kecepatan yang konstan.

Nilai minimum dari waktu siklus waktu stasiun yang terpanjang.

CT max Tsi

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

40

11. Delay Time of A Station

Merupakan selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun. Perbedaan

antara waktu stasiun dengan waktu siklus atau disebut juga idle time.

Waktu Menganggur Stasiun = Wd – Wi

Total Waktu Menganggur = k.CT -

n

iiWb

1

12. Line Efficiency (Efisiensi Lini)

Rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu siklus dengan

jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam persentase.

LE = CTkSTk

x 100%

dimana :

TSi = station time atau waktu stasiun ke-i

K = jumlah total stasiun kerja

CT = cycle time atau waktu siklus terpanjang

13. Station Efficiency (Efisiensi Stasiun Kerja)

Rasio dari waktu stasiun kerja terhadap waktu siklus atau waktu stasiun kerja

terbesar.

SE = %100CTSTk

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

41

14. Smoothness Index (SI)

Merupakan suatu index yang menunjukkan kelancaran relatif dari suatu

keseimbangan lini assembly. Suatu smoothness index sempurna jika nilainya 0

atau disebut perfect balance.

SI = 2)( iWbCT

dimana :

CT = waktu stasiun maksimum

Wbi = waktu stasiun ke-i

2.3.4 Langkah-Langkah Dalam Keseimbangan Lini

Menurut Richard B. Chase dan Nicholas J. Aquilano dalam buku “Production

and Operation Management” (1995, p407), langkah-langkah yang perlu diketahui

dalam melakukan penyeimbangan lini adalah :

1. Tentukan hubungan antara pekerjaan-pekerjaan yang terlibat dalam suatu lini

produksi dan hubungan atau keterkaitan antara pekerjaan tersebut digambarkan

dalam precedence diagram.

2. Menentukan waktu siklus yang dibutuhkan dengan menggunakan rumus:

CT = ProduksiKapasitas

ProduksiLiniJumlah x hariEfektif/ KerjaJam

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

42

3. Menentukan jumlah minimum stasiun kerja teoritis yang dibutuhkan untuk

memenuhi pembatas waktu siklus dengan menggunakan rumus :

N = )(CTsikluswaktu

elemensetiappekerjaanwaktudaritotaljumlah

4. Memilih metode untuk melakukan penyeimbangan lini.

5. Menghitung efisiensi lini, efisiensi stasiun kerja, waktu menganggur dan balance

delay berdasarkan metode yang dipilih untuk melihat performansi keseimbangan

lintasan produksi.

6. Menghitung kapasitas produksi (production output) yang dihasilkan.

Kapasitas produksi = )(CTsikluswaktu

produksiwaktu

2.3.5 Metode Keseimbangan Lini Produksi

Menurut David D. Bedworth dan James E. Baley dalam buku “Integrated

Production Control Systems” (1987, p363), terdapat beberapa metode yang dapat

digunakan untuk menyeimbangkan lintasan produksi. Secara umum terdapat tiga

metode dasar, yaitu :

A. Metode Analitik (matematik)

Merupakan metode yang dapat menghasilkan suatu solusi optimal.

Contoh: Branch and Bound (kajian penelitian operasional).

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

43

B. Metode Heuristic

Heuristic berasal dari bahasa Yunani yang berarti menemukan. Metode

Heuristic ini pertama kali digunakan oleh Simon and Newll untuk

menggambarkan pendekatan tertentu untuk memecahkan masalah dan

membuat keputusan. Model Heuristic menggunakan aturan-aturan yang logis

dalam memecahkan masalah. Inti dari pendekatan secara heuristic adalah

untuk mengaplikasikan rutin secara selektif yang mengurangi bentuk

permasalahan. Sebagai contoh, masalah produksi yaitu line balancing yang

dapat dipecahkan dengan mengurangi keseluruhan sistem menjadi rangkaian

line balancing sederhana yang dapat dipelajari secara analitis. Bentuk lain dari

pengurangan adalah digunakan pada aturan yang relatif sederhana yaitu

diterapkan secara berulang sampai semua hasil keputusan telah dibuat.

Model heuristic tidak menjamin hasil yang optimal, tetapi model ini

dirancang untuk menghasilkan strategi yang relatif lebih baik dengan

mengacu pada pembatas-pembatas tertentu. Model Heuristic ini banyak

dipakai dalam masalah line balancing.

Kriteria pokok pendekatan dengan metode ini adalah :

Pemecahan yang lebih baik dan lebih cepat.

Lebih murah daripada metode yang lainnya.

Usaha yang dikeluarkan relatif lebih kecil.

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

44

Beberapa metode heuristik yang umum dikenal :

a. Metode Ranked Positional Weight (RPW)

Menurut Elsayed dalam buku “Analysis and Control of Production

Systems” (1994, p360), RPW merupakan salah satu teknik heuristik yang

diperkenalkan oleh Helgeson & Bernie. Pada metode ini, nilai ranked

positional weight dihitung dari waktu proses masing-masing operasi yang

mengikutinya.

Cara penentuan bobot dari precedence diagram dimulai dari proses

akhir.

Bobot (RPW) = waktu proses operasi tersebut + waktu proses operasi-

operasi yang berikutnya.

Diagram 2.1 Contoh Precedence Diagram RPW

Keterangan :

bobot untuk operasi 4 adalah 5’

bobot untuk operasi 3 adalah 4 + RPW(4) = 4’ + 5’ = 9’

bobot untuk operasi 2 adalah 3 + RPW(3) = 3’ + 9’ = 12’, dan

seterusnya.

1

2

3 4

4'

3'

4' 5'

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

45

Pengelompokkan operasi ke dalam stasiun kerja dilakukan atas dasar

urutan RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan pembatas

berupa waktu siklus.

Metode Heuristic ini mengutamakan waktu elemen kerja yang

terpanjang, dimana elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu

untuk ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja yang

lain yang memiliki waktu elemen yang lebih rendah. Proses ini dilakukan

dengan memberikan bobot. Bobot ini diberikan pada setiap elemen kerja

dengan memperhatikan diagram precedence. Dengan sendirinya elemen

pekerjaan yang memiliki ketergantungan yang besar akan memiliki bobot

yang semakin besar pula, dengan kata lain akan lebih diprioritaskan.

Langkah-langkah metode RPW dengan perhitungan manual:

1. Gambar jaringan precedence sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya.

2. Tentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen

pekerjaan dari suatu operasi yang memiliki waktu penyelesaian

(waktu baku) terpanjang mulai dari awal pekerjaan hingga ke

akhir elemen pekerjaan yang memiliki waktu penyelesaian

(waktu baku) terendah.

3. Urutkan elemen pekerjaan berdasarkan positional weight pada

langkah ke-2 di atas. Elemen pekerjaan yang memiliki positional

weight tertinggi diurutkan pertama kali.

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

46

4. Lanjutkan dengan menempatkan elemen pekerjaan yang

memiliki positional weight tertinggi hingga ke yang terendah ke

setiap stasiun kerja.

5. Jika pada setiap stasiun kerja terdapat kelebihan waktu dalam hal

ini waktu stasiun melebihi waktu siklus, tukar atau ganti elemen

pekerjaan yang ada dalam stasiun kerja tersebut ke stasiun kerja

berikutnya selama tidak menyalahi diagram precedence.

6. Ulangi langkah ke-4 dan ke-5 di atas sampai seluruh elemen

pekerjaan sudah ditempatkan ke dalam stasiun kerja.

b. Metode Moodie Young

Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan menggunakan

metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan pekerjaan. Langkah-

langkah penyelesaian dengan menggunakan metode pembebanan berurut

ini adalah sebagai berikut:

1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah

waktu siklus yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu

operasi terbesar itu lebih besar dari waktu siklus yang diinginkan.

2. Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk

tiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan.

3. Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahuluan P yang semuanya

terdiri dari angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

47

mungkin terjadi, jika ada lebih dari 1 baris yang dimiliki seluruh

elemen sama dengan nol.

4. Perhatikan nomon elemen dibaris matriks kegiatan pengikut F yang

bersesuaian dengan elemen yang telah ditugaskan.

5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun

kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi

waktu siklus.

6. Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.

7. Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang

akan menghasikan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata

pada langkah 6 di atas.

8. Ulangi langkah 6 dan 7.

c. Metode Largest Candidate Rule (LCR)

Menurut Mikell P. Groover dalam buku “Automation, Production

Systems, and Computer-Integrated Manufacturing” (2001, p535),

merupakan metode yang paling sederhana. Adapun prosedur tersebut

secara detil dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Urutkan semua elemen kerja dari yang paling besar waktunya hingga

yang paling kecil.

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

48

2. Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan yang

paling atas. Elemen kerja pindah ke stasiun kerja berikutnya, apabila

jumlah elemen kerja telah melebihi waktu siklus.

3. Lanjutkan proses langkah 2, hingga semua elemen kerja telah berada

dalam stasiun kerja dan memenuhi waktu siklus (cycle time).

d. Metode J-Wagon

Menurut Richard B. Chase dan Nicholas J. Aquilano dalam buku

“Production and Operation Management” (1995, p407), metode heuristic

ini mengutamakan jumlah elemen kerja yang terbanyak, dimana elemen

kerja tersebut akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan

dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja lain yang memiliki

jumlah elemen kerja yang lebih sedikit. Apabila terdapat dua elemen kerja

yang memiliki nilai bobot yang sama, maka prioritas akan diberikan

kepada elemen kerja yang memiliki waktu pengerjaan lebih besar.

Sedangkan prosedur selanjutnya, sama dengan metode Helgesson-Birnie

(Ranked Positional Weight), hanya saja dalam menentukan bobot yang

dihitung adalah jumlah operasi (bukan waktu operasi).

Bobot (J-Wagon) = jumlah proses operasi-operasi yang bergantung

pada operasi tersebut

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

49

Diagram 2.2 Contoh Precedence Diagram J-Wagon

Keterangan :

bobot untuk operasi 4 adalah 0

bobot untuk operasi 3 adalah 1 yaitu operasi 4

bobot untuk operasi 2 adalah 2 yaitu operasi 3 dan 4

bobot untuk operasi 1 adalah 2 yaitu operasi 3 dan 4

e. Metode Kilbridge & Wester

Menurut Elsayed dalam buku “Analysis and Control of Production

Systems” (1994, p353), prosedur pengelompokkan operasi menurut

metode yang dikemukakan oleh Kilbridge-Wester adalah sebagai berikut :

1. Buat diagram precedence untuk masing-masing operasi.

2. Kelompokkan operasi-opersai ke dalam region/kolom, tampilan

dalam kolom I semua oprasi yang tidak memiliki precedence.

Dalam kolom II menampilkan operasi-operasi yang mengikuti

1

2

3 4

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

50

operasi di kolom I dan seterusnya, dengan cara yang sama untuk

kolom-kolom berikutnya (jadi semua elemen dibuat rapat kiri).

3. Tugas/ kelompokkan operasi-operasi ke dalam stasiun kerja

dengan jumlah waktu operasi tidak melebihi waktu siklus.

4. Jika waktu stasiun kerja ke-I melebihi waktu siklus maka operasi

terakhir yang masuk dalam stasiun kerja tersebut harus

ditugaskan dalam stasiun kerja berikutnya.

5. Ulangi Langkah 4 dan 5 sampai semua operasi sudah

dikelompokkan dalam stasiun kerja.

f. Metode Reversed Ranked Positional Weight (Reversed RPW)

Menurut David D. Bedworth dan James E. Baley dalam buku

“Integrated Production Control Systems” (1987, p364), sebelum masuk ke

metode Reverse RPW, kita harus mengenal Metode RPW terlebih dahulu.

Cara penentuan bobot dari precedence diagram dimulai dari proses

akhir. Bobot RPW = waktu proses operasi tersebut + waktu proses

operasi-operasi yang mengikutinya.

Pengelompokkan operasi ke dalam stasiun kerja dilakukan

berdasarkan urutan RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan

pembatas berupa waktu siklus dan elemen pendahulunya. Metode

Heuristic ini mengutamakan waktu elemen kerja yang terpanjang, dimana

elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

51

dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja yang lain yang memiliki

waktu elemen yang lebih rendah. Proses ini dilakukan dengan

memberikan bobot. Bobot ini diberikan pada setiap elemen kerja dengan

memperhatikan diagram precedence. Dengan sendirinya elemen pekerjaan

yang memiliki ketergantungan yang besar akan memiliki bobot yang

semakin besar pula, dengan kata lain akan lebih diprioritaskan.

Metode Reversed RPW memiliki cara pengerjaan yang hampir sama

dengan metode RPW. Hanya saja pengerjaannya dibalik. Metode ini

memberikan prioritas bagi operasi-operasi kerja yang lebih lama berada di

lintasan lini.

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat cara pengerjaannya sebagai berikut:

1. Gambar jaringan precedence sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Kemudian diagram precedence dibalik atau dicerminkan dengan

urutan sebagai berikut :

Elemen kerja terakhir menjadi elemen kerja pertama pada

diagram precedence baru.

Elemen kerja terakhir kedua menjadi elemen kerja kedua

pada diagram baru, dan seterusnya.

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

52

2. Tentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen

pada diagram precedence baru sesuai aturan rumus yang telah

dipaparkan di atas.

3. Urutkan elemen pekerjaan berdasarkan positional weight pada

langkah kedua di atas. Elemen pekerjaan yang memiliki

positional weight tertinggi diurutkan pertama kali.

4. Lanjutkan dengan menempatkan elemen pekerjaan yang

memiliki positional weight tertinggi hingga yang terendah di

setiap stasiun kerja.

5. Jika pada setiap stasiun kerja terdapat kelebihan waktu, dalam

hal ini waktu stasiun kerja melebihi waktu siklus, tukar atau

ganti elemen pekerjaan yang berada dalam staiun kerja tersebut

ke staiun kerja berikutnya. Selama tidak menyalahi diagram

precedence.

6. Ulangi langkah ke-4 dan 5 di atas sampai seluruh elemen

pekerjaan sudah ditempatkan ke dalam stasiun kerja.

7. Setelah didapatkan pembagian stasiun kerja yang baru, kemudian

stasiun kerja yang ada dibalik posisinya. Stasiun kerja pertama

menjadi terakhir, stasiun kerja kedua menjadi terakhir, dan

seterusnya. Elemen-elemen kerja yang ada di dalamnya juga

dikembalikan ke posisi awal.

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

53

g. COMSOAL (Computer Method for Sequencing Operations for Assembly

Lines)

Menurut A. L. Arcus dalam buku “COMSOAL - A Computer Method

of Sequencing Operations for Assembly Lines” (1997, p259), metodologi

dasar COMSOAL didasarkan pada berkembangnya sejumlah besar

pemecahan yang layak bagi keseimbangan lini dengan metode ‘biased

sampling’. Pemecahan alternatif untuk masalah keseimbangan lini tertentu

kemudian didasarkan pada pemecahan terbaik yang dihasilkan.

Metodologi yang dikembangkan ini dilakukan dengan pembobotan untuk

memilih tugas yang sesuai dengan precedence diagram melalui hasil

perkalian lima bobot dasar.

Lima bobot dasar tersebut sebagai berikut:

a. Bobotlah tugas yang sesuai dengan proporsi waktu tugas.

b. Bobotlah tugas yang sesuai dengan 1/X, dimana X adalah sama

dengan jumlah total tugas yang belum terpilih ke dalam stasiun

dikurangi 1, dikurangi dengan jumlah semua tugas yang

mengikuti tugas yang sedang dipertimbangkan.

c. Bobotlah tugas yang sesuai dengan jumlah total semua tugas

yang mengikutinya ditambah 1.

d. Bobotlah tugas yang sesuai dengan waktu tugas tersebut dan

waktu semua tugas yang mengikutinya.

Page 36: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

54

e. Bobotlah tugas yang sesuai dengan jumlah total yang

mengikutinya ditambah 1, dibagi dengan jumlah tingkat (level)

yang ditempati oleh elemen tersebut.

f. Hitunglah rasio yang diperoleh dari perkalian faktor-faktor di

atas sehingga elemen yang memiliki rasio terbesar dapat masuk

ke dalam pembagian stasiun. Namun yang perlu diingat bahwa

suatu elemen dapat masuk ke dalam stasiun bila elemen-elemen

yang mendahuluinya sudah lebih dahulu ditugaskan dan waktu

siklus yang tersisa masih mencukupi.

2.4 Perancangan Tata Letak Mesin

2.4.1 Definisi dan Tujuan Perancangan Tata Letak Mesin

Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Tata Letak Pabrik dan

Pemindahan Bahan (1997, p108), pemilihan dan penetapan alternatif layout -dalam

hal ini disebut tata letak fasilitas produksi/ mesin (machine layout)- merupakan

langkah yang kritis dalam proses perencanaan tata letak dan proses pemindahan

bahan. Pengaturan tersebut akan mencoba menggunakan luas area untuk penempatan

mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan-gerakan material

baik yang bersifat temporer maupun permanen, personil pekerja dan sebagainya.

Pada umumnya, tata letak mesin yang terencana dengan baik akan menentukan

efisiensi dan dalam beberapa hal akan juga menjaga kelangsungan hidup ataupun

kesuksesan kerja suatu industri. Peralatan industri yang mahal harganya, peralatan

Page 37: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

55

yang canggih, dan suatu desain produk yang bagus akan tidak ada artinya akibat

perencanaan layout yang sembarangan saja. Karena aktivitas produksi suatu industri

secara normalnya harus berlangsung lama dengan tata letak yang tidak selalu

berubah-ubah, maka setiap kekeliruan yang dibuat di dalam perencanaan tata letak ini

akan menyebabkan kerugian-kerugian yang tidak kecil.

Tujuan utama di dalam desain tata letak mesin pada dasarnya adalah untuk

meminimalkan total biaya yang antara lain menyangkut elemen-elemen biaya sebagai

berikut:

Biaya untuk konstruksi dan instalasi baik untuk bangunan mesin, maupun

fasilitas produksi lainnya.

Biaya pemindahan bahan (material handling costs)

Biaya produksi, maintenance, safety, dan in-process storage cost.

2.4.2 Permasalahan dalam Penetapan Tata Letak Mesin

Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Tata Letak Pabrik dan

Pemindahan Bahan (1997, p108), berikut adalah beberapa permasalahan sering– baik

langsung maupun tidak langsung- yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan berkaitan

dengan sistem pemindahan bahan akan mempengaruhi machine layout yang ada:

Kebijaksanaan sentralisasi atau desentralisasi dari gudang barang setengah

jadi (work-in-process storage), perkakas atau komponen-komponen perakitan

lainnya.

Page 38: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

56

Keputusan untuk menggunakan lintasan tetap (fixed path) atau lintasan

variabel (variable path) dalam menangani pemindahan bahan.

Besarnya beban (unit load) yang harus dipindahkan dalam sistem produksi

yang berlangsung.

Derajat ataupun tingkatan teknologi yang dipakai dalam proses pemindahan.

Tingkat pengendalian persediaan bahan yang ada di gudang.

Banyak orang cenderung memusatkan perhatian terlebih dahulu pada machine

layout baru kemudian proses pemindahan bahannya. Hal ini dilandasi dengan satu

alasan kuat dimana penekanan ada pada proses manufakturing yang berlangsung.

Sebagai contoh, akan sangat logis menempatkan Departemen B setelah Departemen

A apabila proses B terjadi segera setelah proses A. Dalam kasus ini, permasalahan

pemindahan bahan adalah untuk mencari cara yang terbaik untuk menekan/

mengurangi biaya pemindahan bahan dari A ke B. Kebijaksanaan yang umum

diterapkan akan menyarankan untuk memecahkan masalah pemindahan bahan setelah

proses perencanaan tata letak dilakukan. Di dalam menganalisa aktivitas pemindahan

bahan (material) maka hal tersebut harus ditinjau terhadap frekuensi maupun jarak

perpindahannya. Dengan demikian sistem pemindahan bahan dan tata letak fasilitas

produksi harus direncanakan secara serentak.

Page 39: BAB 2 LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2007-3-00410-TI-Bab 2.pdf · pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah

57

2.4.3 Tata Letak Mesin Berdasarkan Kelompok Produk

Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam buku Tata Letak Pabrik dan

Pemindahan Bahan (1997, p113), tata letak ini didasarkan pada pengelonpokkan

produk atau komponen yang akan dibuat. Produk-produk yang tidak identik

dikelompok-kelompokkan berdasarkan langkah-langkah pemrosesan, bentuk mesin

atau peralatan yang dipakai dan sebagainya. Dalam hal ini pengelompokkan tidak

didasarkan pada kesamaan jenis produk akhir seperti halnya pada tipe produk layout.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pengaturan tata letak fasilitas

produksi ini antara lain:

Pendayagunaan mesin yang maksimal

Lintasan aliran kerja menjadi lebih lancar dan jarak pemindahan material

menjadi minimal.

Memiliki keuntungan-keuntungan dari tipe product loyout dan process layout

Memiliki efisiensi yang tinggi karena setiap kelompok produk memiliki

urutan yang sama

Selain keuntungan yang bisa diperoleh, maka layout ini juga memiliki beberapa

keterbatasan dalam hal:

Diperlukan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi

Kelancaran kerja bergantung pada keseimbangan aliran kerja

Beberapa kerugian dan tipe product loyout dan process layout juga didapati

disini