bab 2 landasan teori 2.1 sistem informasi akuntansi 2.1.1...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi Akuntansi
2.1.1 Pengertian Sistem
Mulyadi (2001) mendefinisikan, “Sistem adalah sekelompok
unsur yang erat berhubungan satu dengan lainnya, yang berfungsi
bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.” (h.2).
Menurut pendapat Widjajanto (2001), sistem adalah sesuatu
yang memiliki bagian yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan
tertentu melalui tiga tahapan, yaitu input, proses, dan output. (h.2).
Arens Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (1996)
mendefinisikan, “Sistem terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-
prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kayakinan
memadai bahwa tujuan dan sasaran yang penting bagi satuan usaha dapat
dicapai.” (h.258).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sistem merupakan sekelompok unsur, kebijakan dan prosedur yang saling
berhubungan dan terintegarasi yang disusun secara sistematis untuk
mencapai tujuan dan sasaran perusahaan.
9
2.1.2 Pengertian Informasi
Didalam pengambilan suatu keputusan, keberadaan informasi
sangatlah penting. Berikut beberapa pendapat dari beberapa pakar
mengenai informasi :
Menurut Mc.Leod yang diterjemahkan oleh Hendra Teguh
(2001) mendefinisikan “Informasi adalah data yang telah diproses atau
data yang telah memiliki arti.” (h.15).
Menurut Bodnar (2004) dapat disimpulkan bahwa, “Informasi
merupakan data yang diolah sehingga dapat dijadikan dasar untuk
mengambil keputusan yang tepat.” (h.1).
Jadi dapat disimpulkan bahwa, informasi adalah hasil dari
kumpulan data yang telah diolah sehingga lebih bernilai dan dapat
digunakan untuk mencapai suatu tujuan.
2.1.2.1 Karakteristik Informasi Yang Berguna
Romney dan Steimbart (2006) menjelaskan beberapa
karakteristik sebuah informasi yang berguna sebagai berikut: “
1) Relevant information is relevant if it reduces uncertainty,
improves decision maker’s ability to make predictions, or
confirms or corrects their prior expectations;
2) Reliable information is reliable if it is free from error or
bias and accurately represents the events or activities of the
organization;
10
3) Complete information is complete if it doesn’t omit
important aspects of the underlying events or activities that it
measure;
4) Timely information is timely if it is provided in time to
enable decision makers to use it to make decisions;
5) Understandable information is understandable if it is
presented in a useful and intelligible format;
6) Verifiable information is verifiable if two knowledgeable
people acting independently would each produce the same
information;
7) Accessible information is accessible if it is available to
isers when they need it and in a format they can use.”. (p.6).
2.1.3 Pengertian Akuntansi
Sedangkan akuntansi, menurut Hongren dan Harrison (2004),
“…is the information system that measure business activities, processes
that information into reports and communicates the result to decision
makers.” (p.4).
Arens Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (1996)
menyatakan, “Akuntansi merupakan proses pencatatan, pengelompokkan,
dan pengikhtisaran kejadian-kejadian ekonomi dalam bentuk yang teratur
dan logis dengan tujuan menyajikan informasi keuangan yang dibutuhkan
untuk pengambilan keputusan.” (h.3).
11
Dari kedua definisi akuntansi tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa akuntansi merupakan suatu teknik untuk mencatat,
mengelompokkan, dan memproses informasi yang bersifat financial serta
menyajikan dan mengkomunikasikan dalam bentuk laporan keuangan
sehingga dapat membantu proses para pemakai informasi untuk membuat
keputusan.
2.1.4 Pengertian Sistem Akuntansi
Menurut Mulyadi (2001), “Sistem akuntansi adalah organisasi
formulir, catatan dan laporan yang dikoordinasikan sedemikian rupa
untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh
manajemen guna memudahkan pengelolaan perusahaan.” (h.3).
Menurut Boodnar (2004) dapat disimpulkan bahwa, “Sistem
akuntansi suatu organisasi terdiri dari metode dan catatan-catatan yang
dibuat untuk mengindentifikasikan, mengumpulkan, menganalisis,
mencatat, melaporkan transaksi-transaksi organisasi dan
menyelenggarakan pertanggung-jawaban bagi aktiva dan kewajiban.”
(h.181).
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
sistem akuntansi merupakan organisasi formulir, prosedur, dan catatan
yang dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan
umpan balik bagi manajemen dan memudahkan manajemen dalam
mengelola data transaksi sehingga mampu menyajikan laporan keuangan
yang dapat mempertanggung-jawabkan aktiva dan kewajiban.
12
2.1.5 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Menurut R. McLeod, Jr. et al. (2001), “Sistem informasi
akuntansi adalah “the system that processes the firm’s data and its
produces some information as a byproduct of the accounting process.”
(p.12).
Menurut Bodnar (2004), “Sistem informasi akuntansi adalah “a
computer based system design to transform accounting data into
information.” (p.1).
Menurut Jones and Rama (2003), “Sistem informasi akuntansi
adalah “a subsystem of management information system that provides
accounting and financial information, as well as, other information
obtain in the routine processing of accounting transactions.” (p.5).
Menurut Romney and Steinbart (2006), “Sistem informasi
akuntansi adalah “sumber daya manusia dan modal dalam organisasi
yang bertanggung jawab untuk persiapan informasi keuangan dan
informasi yang diperoleh dari mengumpulkan dan memproses berbagai
transaksi perusahaan.” (h.473).
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem informasi akuntansi
adalah kesatuan kegiatan didalam organisasi yang berbasis komputer dan
digunakna untuk mengolah data-data akuntansi dengan tujuan untuk
menghasilkan informasi keuangan yang berguna bagi pihak yang
membutuhkan.
13
2.1.5.1 Tujuan Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Romney and Steimbart (2006), “Sebuah SIA
yang dirancang dengan baik dapat dapat melakukan hal-hal
sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya dari barang
dan jasa;
2. Meningkatkan efisiensi;
3. Meningkatkan pengambilan keputusan;
4. Membagi pengetahuan.” (p.8-9).
2.2 Penjualan
2.2.1 Pengertian Penjualan
Standart Akuntansi Keuangan (2004) mendefinisikan,
“Penjualan barang meliputi barang yang diproduksi perusahaan untuk
dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali seperti barang dagang
yang dibeli pengecer atau tanah properti lain yang dibeli untuk dijual
kembali. Dan penjualan jasa biasanya menyangkut tugas yang secara
kontraktual telah disepakai untuk dilaksanakan selama satu periode yang
disepakati oleh perusahaan, jasa tersebut dapat diserahkan selama satu
periode atau secara lebih dari satu periode.” (PSAK No.23).
Menurut Swastha (1999), “Penjualan merupakan suatu ilmu atau
seni untuk mempengaruhi pribadi yang dilakukan oleh penjual untuk
mengajak orang lain agar bersedia membeli barang atau jasa yang
ditawarkannya.” (h.8).
14
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
penjualan merupakan pemindahan resiko dan manfaat kepemilikan
barang atau jasa dari pihak yang memiliki barang atau jasa (penjual)
kepada pihak yang membutuhkan barang atau jasa tersebut (pembeli).
Kegiatan penjualan terdiri dari transaksi penjualan barang atau jasa serta
kredit maupun tunai. Kegiatan penjualan ini merupakan salah satu
sumber penghasilan utama bagi setiap perusahaan.
2.3 Piutang Dagang
2.3.1 Pengertian Piutang
Hongren & Harrisson (2004) mendefinisikan “Piutang
merupakan klaim uang pada perusahaan maupun individual. Klaim
tersebut biasanya didapatkan dari penjualan barang atau jasa ataupun dari
peminjaman uang. Piutang perusahaan adalah jumlah yang terhutang dari
pelanggan dan termasuk aktiva lancar.” (h.362).
Menurut Kieso. et al. (2004), piutang adalah “Claims held
against customers and others for money, goods, or services.” (p.315).
Selanjutnya D. E. Kieso et al. (2004), juga menjelaskan, “Accounts
receivable are oral promises of the purchaser to pay for goods and
services sold. They are normally collectible within 30 to 60 days and
represent “open accounts” resulting from short-term extensions of
credit.” (p.319).
15
Jadi dapat disimpulkan piutang adalah asset yang diharapkan
dapat berubah menjadi kas dalam jangka waktu yang relatif singkat dan
terjadi karena adanya suatu pertukaran manfaat ekonomis.
2.4 Sistem Akuntansi Penjualan Kredit
2.4.1 Dokumen-Dokumen yang Digunakan Dalam Sistem Akuntansi
Penjualan Kredit
Mulyadi (2001), mengemukakan bahwa “Sistem penjualan
kredit menggunakan dokumen-dokumen yang terdiri dari:
• Surat Order Pengiriman beserta tembusannya. Dokumen ini
merupakan dokumen pokok untuk memproses penjualan kredit
kepada pelanggan;
• Faktur Penjualan beserta tembusannya. Dokumen ini merupakan
dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk mencatat timbulnya
piutang;
• Rekapitulasi Harga Pokok Penjualan. Dokumen ini merupakan
dokumen pendukung yang digunakan untuk menghitung total harga
pokok yang dijual selama periode akuntansi tertentu. Data yang
dicantumkan dalam rekapitulasi harga pokok penjualan berasal dari
kartu persediaan;
• Bukti Memorial. Dokumen ini merupakan dokumen sumber untuk
dasar pencatatan kedalam jurnal umum. Dalam system penjualan
kredit, bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk mencatat
16
harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.”
(h.214).
Selanjutnya, Mulyadi (2001) mengemukakan penggunaan
dokumen-dokumen tersebut sebagai berikut:
• Surat order pengiriman. Dokumen ini merupakan dokumen pokok
untuk memproses penjualan kredit kepada pelanggan. Berbagai
tembusan surat order pengiriman terdiri dari:
o Surat Order Pengiriman (Delivery order). Dokumen ini
merupakan lembar pertama surat order pengiriman yang
memberikan otorisasi kepada fungsi pengiriman untuk
mengirimkan jenis barang dengan jumlah dan spesifikasi seperti
yang tertera di atas dokumen tersebut;
o Tembusan Kredit (Credit Copy). Dokumen ini digunakan
untuk memperoleh status kredit pelanggan dan untuk
mendapatkan otorisasi penjualan kredit dari fungsi kredit;
o Surat Pengakuan (Acknowledgement Copy). Dokumen ini
dikirimkan oleh fungsi penjualan kepada pelanggan untuk
memberi-tahu bahwa order-nya telah diterima dan dalam proses
pengiriman;
o Surat Muat (Bill of Lading). Tembusan surat muat ini
merupakan dokumen yang digunakan sebagai bukti penyerahan
barang dari perusahaan kepada perusahaan angkutan umum.
Surat muat ini bisasanya dibuat 3 lembar, 2 lembar untuk
perusahaan angkutan umum, dan 1 lebar disimpan sementara
17
oleh fungsi pengiriman setelah ditanda-tangani oleh wakil
perusahaan angkutan umum tersebut;
o Slip Pembungkus (Packing Slip). Dokumen ini ditempelkan
pada pembungkus barang untuk memudahkan fungsi
penerimaan di perusahaan pelanggan dalam mengindentifikasi
barang-barang yang diterimanya;
o Tembusan Gudang (Warehouse Copy). Merupakan tembusan
surat order pengiriman yang dikirim ke fungsi gudang untuk
menyiapkan jenis barang dengan jumlah seperti yang tercantum
di dalamnya, agar menyerahkan barang tersebut ke fungsi
pengiriman dan untuk mencatat barang yang dijual dalam kartu
gudang;
o Arsip Pengendalian Pengiriman (Sales Order Follow-Up
Copy). Merupakan tembusan sales order pengiriman yang
diarsipkan oleh fungsi penjualan menurut tanggal pengiriman
yang dijanjikan. … . Arsip pengendalian pengiriman merupakan
sumber informasi untuk membuat laporan mengenai pesanan
pelanggan yang belum terpenuhi (order backlogs);
o Arsip Index Silang (Cross-Index File Copy). Merupakan
tmebusan surat order pengiriman yang diarsipkan secara
alfabetik menurut nama pelanggan untuk memudahkan
menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan mengenai
status pesanannya.
18
• Faktur penjualan merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar
untuk mencatat timbulnya piutang. Berbagai tembusan surat order
pengiriman terdiri dari:
o Faktur Penjualan (Customer Copy). Dokumen ini merupakan
lembar pertama yang dikirim oleh fungsi penagihan kepada
pelanggan. Jumlah faktur penjualan yang dikirim kepada
pelanggan adalah tergantung dari permintaan pelanggan;
o Tembusan Piutang (Account Receivable Copy). Dokumen ini
merupakan tembusan faktur penjualan yang dikirimkan oleh
fungsi penagihan ke fungsi akuntansi sebagai dasar untuk
mencatat piutang dalam kartu piutang;
o Tembusan Jurnal Penjualan (Sales Journal Copy). Dokumen
ini merupakan tembusan yang dikirimkan oleh fungsi penagihan
ke fungsi akuntansi sebagai dasar mencatat transaksi penjualan
dalam jurnal penjualan;
o Tembusan Analisis (Analysis Copy). Dokumen ini merupakan
tembusan yang dikirim oleh fungsi penagihan ke fungsi
akuntansi sebagai dasar untuk menghitung harga pokok
penjualan yang dicatat dalam kartu persediaan, untuk analisis
penjualan, dan untuk perhitungan komisi wiraniaga (sales
person);
o Tembusan Wiraniaga (Salesperson Copy). Dokumen ini
dikirimkan oleh fungsi penagihan kepada wiraniaga untuk
memberitahu bahwa order dari pelanggan yang lewat di
19
tangannya telah terpenuhi sehingga memungkinkannya
menghitung komisi penjualan yang menjadi haknya.
• Rekapitulasi harga pokok penjualan merupakan dokumen
pendukung yang digunakan untuk menghitung total harga pokok
produk yang dijual selama periode akuntansi tertentu. Data yang
dicantumkan dalam rekapitulasi harga pokok penjualan berasal dari
kartu persediaan. Secara periodik harga pokok produk yang dijual
selama jangka waktu tertentu dihitung dalam rekapitulasi harga
pokok penjualan dan kemudian dibuatkan dokumen sumber berupa
bukti memorial untuk mencatat harga pokok produk yang dijual
dalam periode akuntansi tertentu;
• Bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk dasar
pencatatan ke dalam jurnal umum. Dalam sistem penjualan kredit,
bukti memorial merupakan dokumen sumber untuk mencatat harga
pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.”
(h.214-216).
2.4.2 Catatan Akuntansi yang Digunakan Dalam Sistem Akuntansi
Penjualan Kredit
Mengacu pada pendapat Baridwan (1998) dan Mulyadi (2001),
dapat disimpulkan bahwa catatan akuntansi yang digunakan dalam
sistem penjualan kredit adalah: “
20
1. Jurnal Penjualan
Catatan akuntansi ini digunakan untuk mencatat transaksi
penjualan, baik secara tunai maupun kredit. Jika perusahaan
menjual beberapa macam produk dan manajemen memerlukan
informasi penjualan menurut jenis produk, dalam jurnal penjualan
dapat disediakan kolom-kolom untuk mencatat penjualan menurut
jenis produk;
2. Kartu Piutang
Catatan akuntansi ini merupakan buku pembantu yang berisi rincian
mutasi pituang perusahaan kepada tiap-tiap debiturnya;
3. Kartu Persediaan
Catatan akuntansi ini merupakan buku pembantu yang berisi rincian
mutasi setiap jenis persediaan;
4. Kartu Gudang
Catatan ini diselenggarakan oleh fungsi gudang untuk mencatat
mutasi dan persediaan fisik barang yang disimpan di gudang;
5. Jurnal Umum
Catatan akuntansi ini digunakan untuk mencatat harga pokok
produk yang dijual selama periode akuntansi tertentu.” (h.219).
2.4.3 Fungsi yang Terkait Dalam Sistem Akuntansi Penjualan Kredit
Berdasarkan pendapat Bodnar (2004), dapat disimpulkan bahwa
fungsi yang terkait dalam penjualan kredit meliputi: “
21
1. Bagian Penjualan
Bagian ini antar lain bertugas menerima order dari pelanggan,
meminta otorisasi kredit, serta menentukan tanggal dan tujuan
pengiriman;
2. Bagian Kredit
Bagian ini bertugas meneliti status kredit pelanggan dan memberikan
otorisasi kredit kepada pelanggan;
3. Bagian Gudang
Bagian ini bertugas menyimpan dan menyiapkan barang yang dipesan
pelanggan;
4. Bagian Pengiriman
Bagian ini bertugas menyerahkan barang atas dasar surat order
penjualan yang diterimanya dari fungsi penjualan;
5. Bagian Penagihan
Bagian ini bertugas membuat dan mengirimkan faktur kepada
pelanggan;
6. Bagian Akuntansi (piutang dan buku besar)
Bagian piutang bertugas membuat catatan rekening secara periodik
pada pelanggan. Bagian buku besar bertugas membandingkan
pengendalian total buku besar piutang dagang dengan jurnal tanda
bukti dari fungsi penagihan untuk diposting ke buku besar.” (h.265-
268).
22
2.4.4 Jaringan Prosedur yang Digunakan Dalam Sistem Akuntansi
Penjualan Kredit
Jaringan prosedur yang membentuk sistem penjualan kredit
menurut Mulyadi (2001) adalah: “
1. Prosedur Pesanan Penjualan
Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima pesanan dari pembeli
dan menambahkan informasi penting pada surat order pembeli.
Fungsi penjualan kemudian membuat surat order pengiriman dan
mengirimkannya kepada berbagai fungsi yang lain untuk
memungkinkan fungsi tersebut memberikan kontribusi dalam
melayani pesanan dari pembeli;
2. Prosedur Persetujuan Kredit
Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan kredit
untuk pembeli tertentu dari fungsi kredit;
3. Prosedur Pengiriman
Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada
pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat order
pengiriman yang diterima dari fungsi pengiriman;
4. Prosedur Penagihan
Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan
mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode tertentu faktur
penjualan dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu
bagian ini membuat surat order pengiriman;
23
5. Prosedur Pencatatan Piutang
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan
menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen;
6. Prosedur Pencatatan Harga Pokok Penjualan
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat secara periodik total
harga pokok yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.” (h.219-
220).
2.5 Sistem Akuntansi Piutang
Tujuan dari sistem akuntansi piutang menurut Mulyadi (2001), adalah
“untuk mencatat mutasi piutang perusahaan kepada setiap debitur, yang terjadi
karena transaksi penjualan kredit, retur penjualan, penerimaan kas dari piutang,
dan penghapusan piutang” (h.289). Informasi yang diperlukan oleh manajemen
dalam sistem akuntansi piutang menurut Mulyadi (2001) adalah : “
1. Saldo piutang pada saat tertentu kepada setiap debitur;
2. Riwayat pelunasan piutang yang dilakukan oleh setiap debitur;
3. Umur piutang kepada setiap debitur pada saat tertentu;” (h.257).
Dalam akuntansi piutang, secara periodik dihasilkan pernyataan
piutang yang dikirimkan kepada setiap debitur. Dengan mengirimkan secara
periodik pernyataan piutang kepada debitur, catatan piutang perusahaan diuji
ketelitiannya dengan menggunakan tanggapan yang diterima dari debitur.
Disamping itu, pengiriman pernyataan piutang secara periodik kepada para
debitur akan menimbulkan citra yang baik di mata debitur mengenai keandaalan
pertanggung-jawaban keuangan perusahaan.
24
2.5.1 Dokumen-Dokumen yang Digunakan Dalam Sistem Akuntansi
Piutang
Menurut Mulyadi (2001), dokumen pokok yang digunakan
sebagai dasar pencatatan ke dalam kartu piutang adalah : “
1. Faktur Penjualan
Dalam pencatatan piutang, dokumen ini digunakan sebagai dasar
pencatatan timbulnya piutang dari transaksi penjualan kredit.
Dokumen ini dilampiri dengan surat muat (bill of lading) dan surat
order pengiriman sebagai dokumen pendukung untuk mencatat
transaksi penjualan kredit;
2. Bukti Kas Masuk
Dalam pencatatan piutang, dokumen ini digunakan sebagai dasar
pencatatan berkurangnya piutang dari transaksi pelunasan piutang
oleh debitur. Jika cancelled check dikembalikan kepada check issuer
melalui sistem perbankan, bukti kas masuk tidak perlu dibuat oleh
perusahaan yang menerima pembayaran, karena cancelled check
dapat berfungsi sebagai tanda terima uang bagi pembayar. Sebagai
dasar pencatatan ke dalam kartu piutang digunakan surat
pemberitahuan (emittance advice) sebagai dokumen sumber;
3. Memo Kredit
Dalam pencatatan piutang, dokumen ini digunakan sebagai dasar
pencatatan retur penjualan. Dokumen ini dikeluarkan oleh bagian
order penjualan, dan jika dilampiri dengan laporan penerimaan barang
25
yang dibuat oleh bagian penerimaan, merupakan dokumen sumber
untuk mencatat transaksi retur penjualan;
4. Bukti Memorial (Journal Voucher)
Bukti memorial adalah dokumen sumber untuk dasar pencatatan
transaksi ke dalam jurnal umum. Dalam pencatatan piutang, dokumen
ini digunakan sebagai dasar pencatatan penghapusan piutang.
Dokumen ini dikeluarkan oleh fungsi kredit yang memberikan
otorisasi penghapusan piutang yang sudah tidak dapat ditagih lagi.”
(h.258-259).
2.5.2 Catatan Akuntansi yang Digunakan Dalam Sistem Akuntansi
Piutang
Menurut Mulyadi (2001), “Catatan akuntansi yang digunakan
dalam mencatat transaksi yang menyangkut piutang adalah:
1. Jurnal Penjualan
Dalam prosedur pencatatan piutang, catatan ini digunakan untuk
mencatat timbulnya piutang dari transaksi penjualan kredit;
2. Jurnal Retur Penjualan
Dalam prosedur pencatatan piutang, catatan akuntansi ini digunakan
untuk mencatat berkurangnya piutang dari transaksi retur penjualan;
3. Jurnal Umum
Dalam prosedur pencatatan piutang, catatan akuntansi ini digunakan
untuk mencatat berkurangnya piutang dari transaksi penghapusan
piutang yang tidak dapat ditagih;
26
4. Jurnal Penerimaan Kas
Dalam prosedur pencatatan piutang, catatan akuntansi ini digunakan
untuk mencatat berkurangnya piutang dari transaksi penerimaan kas
dari debitur;
5. Kartu Piutang
Dalam prosedur pencatatan piutang, catatan akuntansi ini digunakan
untuk mencatat mutasi dan saldo piutang setiap debitur.” (h.260).
2.5.3 Transaksi-Transaksi yang Mempengaruhi Piutang
Menurut Mulyadi (2001), berbagai transaksi yang
mempengaruhi piutang adalah:
1. Transaksi Penjualan Kredit
Transaksi ini dicatat dalam jurnal penjualan atas dasar faktur
penjualan yang dilampiri dengan surat order pengiriman dan surat
muat yang diterima oleh Bagian Piutang dan Bagian Penagihan;
2. Transaksi Retur Penjualan
Transaksi ini dicatat dalam jurnal retur penjualan atas dasar memo
kredit yang dilampiri dengan laporan penerimaan barang. Posting
transaksi berkurangnya piutang dari transaksi retur penjualan di-
posting ke dalam kartu piutang atas dasar data yang telah dicatat
dalam jurnal retur penjualan;
3. Transaksi Penerimaan Kas dari Piutang
Transaksi ini dicatat dalam jurnal penerimaan kas atas dasar bukti kas
masuk yang dilampiri dengan surat pemberitahuan (remmittance
27
advice) dari debitur. Posting transaksi berkurangnya piutang dari
pelunasan piutang oleh debitur di-posting ke dalam kartu piutang atas
dasar data yang telah dicatat dalam jurnal penerimaan kas;
4. Transaksi Penghapusan Piutang
Transaksi ini dicatat dalam jurnal umum atas dasar bukti memorial
yang dibuat oleh fungsi kredit. Transaksi berkurangnya piutang dari
transaksi penghapusan piutang di-posting ke dalam kartu piutang atas
dasar data yang telah dicatat dalam jurnal umum.
2.5.4 Organisasi Dalam Sistem Akuntansi Piutang
Mulyadi (2001) berpendapat bahwa pencatatan piutang
dilakukan oleh fungsi akuntansi. Bagian piutang biasanya berada di
bawah departemen akuntansi keuangan. Tugas fungsi akuntansi dalam
hubugannya dalam pencatatan piutang adalah : “
1. Menyelenggarakan catatan piutang kepada setiap debitur yang dapat
berupa kartu piutang yang merupakan buku pembantu piutang, yang
digunakan untuk merinci rekening kontrol piutang dalam buku besar,
atau berupa arsip faktur terbuka (open invoice file) yang berfungsi
sebagai buku pembantu piutang;
2. Menghasilkan pernyataan piutang (account receivable statement)
secara periodik dan mengirimkannya ke setiap debitur;
3. Menyelenggarakan catatan riwayat kredit setiap debitur untuk
memudahkan penyediaan dana guna memutuskan pemberian kredit
28
kepada pelanggan dan guna mengikuti data penagihan dari setiap
debitur.” (h.260-261).
2.6 Pengendalian Intern Atas Penjualan Kredit dan Piutang Dagang
2.6.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Menurut Jones and Rama (2003) pengendalian intenal adalah
“the rules, policies, procedurres, and information system used to ensure
that a company’s financial data are accurate and reliable and to protect
a company’s asets from loss or theft.” (p.15).
Menurut Bodnar dan Hopwood (2004) pengendalian internal
adalah “a process affected by an entity’s board of directors,
managements and others personnel designed to provide reasonable
assurance regarding the achievement of objective in the following
categories: reliability of financial reporting, effectiveness and efficiency
operations, and compliance with applicable laws and regulations.”
(p.108).
Berdasarkan pendapat Arens (1996), “Alasan perusahaan untuk
menyusun sistem pengendalian adalah dalam rangka membantu mencapai
tujuannya. Kebijakan-kebijakan dan prosedur yang menbentuk sistem,
yang sering kali disebut pengendalian, dan secara bersama-sama
membentuk struktur pengendalian intern suatu satuan usaha.” (h.258).
Menurut Widjajanto (2001), “Bidang pengendalian intern pada
lingkuan sistem pengolahan data elektronik (PDE) dapat dilakukan
melalui :
29
1. Pengendalian Umum (general control), yang dirancang untuk
menjaga agar lingkungan pengendalian organisasi menjadi stabil dan
terkelola dengan baik sehingga dapat mendukung efektifitas
pengendalian aplikasi. Bentuk-bentuk pengendalian umum yang
banyak dikenal adalah :
• Pemisahan tugas dalam fungsi sistem;
• Pengendalian manajemen fungsi AIS;
• Pengendalian akses fisik;
• Pengendalian akses logis;
• Pengendalian penyimpanan data;
• Pengendalian transmisi data;
• Pembakuan dokumen;
• Pencegahan kemacetan;
• Prosedur perbaikan kerusakan;
• Perlindungan PC dan jaringan client-server.
2. Pengendalian Aplikasi (application control), digunakan untuk
mencegah, mendeteksi, dan memperbaiki kesalahan serta
penyimpangan (irregularities) dalam transaksi pada saat diproses.
Pada umumnya terdapat enam jenis pengendalian aplikasi yang dapat
diterapkan dalam suatu sistem aplikasi pengolahan data elektronik :
• Elektronik angka total kelompok data;
• Pengendalian terhadap data;
• Proses validasi input;
30
• Pengendalian terhadap perekaman data on-line;
• Pengendalian pemeliharaan file;
• Pengendalian output.” (h.234-253).
2.6.2 Elemen-Elemen Sistem Pengendalian Intern
Menurut Arens Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A.
(1996), “Ada lima elemen yang merupakan komponen struktur
pengendalian intern yaitu:J”””””””” HHJJJJ
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan, dan
prosedur yang mencerminkan sikap menyeluruh manajemen puncak,
direktur dan komisaris, dan pemilik suatu satuan usaha terhadap
pengendalian dan pentingnya terhadap satuan usaha tersebut;
2. Penetapan Resiko Manajemen
Penetapan resiko untuk pelaporan keuangan adalah indetifikasi dan
analisis oleh manajemen atas resiko-resiko yang relevan terhadap
penyiapan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Misalnya, jika suatu perusahaan sering menjual
produknya pada harga di bawah harga pokok persediaan yang
disebabkan oleh perubahan teknologi, menjadi penting bagi struktur
pengendalian intern untuk memperhitungkan pengendalian yang
memadai untuk menghindari resiko melebih sajikan persediaan;
31
3. Sistem Informasi dan Komunikasi Akuntansi
Kegunaan sistem akuntansi suatu satuan usaha adalah untuk
mengidentifikasikan, menggabungkan, mengklasifikasikan,
menganalisa, mencatat dan melaporkan transakasi satu satuan usaha,
dan untuk mengelola akuntabilitas (tanggung gugat) atas aktiva
terkait. Sistem akuntansi yang efektif harus memenuhi semua dari
tujuan rinci pengendalian intern. Sistem juga harus dapat menghindari
pencatatan ganda atas penjualan dan pencatatan penjualan untuk
pengiriman yang tidak pernah dilakukan;
4. Prosedur pengendalian
Merupakan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen
untuk memenuhi tujuannya untuk pelaporan keuangan. Kategori
dalam prosedur pengendalian :
a. Pemisahan tugas yang cukup;
b. Otorisasi yang pantas atas transaksi dan aktivitas;
c. Dokumen dan catatan yang memadai;
d. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan;
e. Pengecekan independen atas pelaksanaan.
5. Pemantauan
Aktivitas pemantauan berkaitan dengan penilaian efektivitas
rancangan dan operasi sturktur pengendalian intern secara periodik
dan terus menerus oleh manajemen untuk melihat apakah telah
dilaksanakan dengan semestinya dan telah diperbaiki sesuai dengan
keadaaan. Informasi untuk penilaian dan perbaikan dapat berasal dari
32
berbagai sumber meliputi studi atas struktur pengendalian intern yang
ada, laporan auditor intern, laporan penyimpanan atas akitivitas
pengendalian, laporan dari bank central, umpan balik dari pegawai,
dan keluhan dari pelanggan atas tagihan yang datang.” (h.261-269).
2.6.3 Pengendalian Internal atas Penjualan Kredit
Penjualan merupakan pendapatan bagi perusahaan untuk
meningkatkan laba. Oleh karena itu, perusahaan harus menerapkan
pengendalian yang memadai.
Menurut Mulyadi (2001), unsur-unsur dalam pengendalian
intern atas penjualan kredit adalah sebagai berikut: “
Organisasi
Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit;
Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi fungsi penjualan dan
fungsi kredit;
Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas;
Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi
penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan
fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan kredit yang
dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut.
33
Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan
dengan menggunakan form surat order pengiriman;
Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan
membubuhkan tanda-tangan pada credit copy (yang merupakan
tembusan surat order pengiriman);
Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi
pengiriman dengan cara menanda-tangani dan membubuhkan cap
“SUDAH TERKIRIM” pada copy surat order pengiriman;
Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan
barang dan potongan penjualan berada di tangan direktur
pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai harga
tersebut;
Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan
membubuhkan tanda-tangan pada faktur penjualan;
Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam penjualan, jurnal
penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi
akuntansi dengan cara membubuhkan tanda-tangan pada dokumen
sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk, dan memo kredit);
Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan
yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat.
34
Praktek yang Sehat
Surat order pengiriman bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggung-jawabkan oleh fungsi penjualan;
Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
dipertanggung-jawabkan oleh fungsi penagihan;
Secara periodik fungsi akuntansi mengirimkan surat pernyataan
piutang kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan
piutang yang diselenggarakan tersebut;
Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan
rekening kontrol piutang dalam buku besar.” (h.223).
2.6.4 Pengendalian Internal atas Piutang Dagang
Untuk melaksanakan pengendalian intern atas piutang,
manajemen memerlukan informasi piutang. Menurut Mulyadi (2001),
informasi piutang yang diperlukan adalah : “
• Saldo piutang pada saat tertentu kepada setiap debitur;
• Riwayat pelunasan piutang yang dilakukan oleh setiap debitur;
• Umut piutang kepada setiap debitur pada saat tertentu. (h.257).
Sementara itu, Bodnar dan Hopwood (2004) mengemukakan
pendapatnya mengenai pengendalian intern atas piutang yang dapat
disimpulkan sebagai berikut :
• Pemisahan fungsi departemen penagihan, departemen piutang, dan
departemen penerimaan kas. Pemisahan fungsi ini memungkinkan
dilakukannya internal check;
35
• Rekonsiliasi antara buku besar dan buku besar pembantu piutang;
• Pembuatan dan pengesahan memo kredit oleh pihak independen.
Dalam hal ini, potongan disahkan oleh bagian kredit, sedangkan
memo kredit diterbitkan oleh bagian penagihan.
• Mengadakan pencatatan umur piutang untuk menganalisis piutang
yang jatuh tempo serta mengirimkan surat pernyataan piutang kepada
pelanggan. (h.94).
2.7 Pengendalian Internal Sistem Informasi Pejualan Kredit dan Piutang Dagang
Mengacu pada Romney dan Steinbart (2006), beberapa ancaman yng
sering dihadapi dan prosedur pengendalian untuk mengatasi ancaman-ancaman
dalam kegiatan penjualan kredit dan piutang dagang dapat dilihat pada table Tabel
2.1 berikut ini
Proses/kegiatan Ancaman Prosedur kontrol yang applicable
Entri Order Penjualan 1) Pesanan penjualan yang tidak lengkap atau tidak tetap;
2) Berikan kredit kepada pelanggan yang memiliki status kredit
yang tidak baik;
3) Otorisasi pesanan;
4) Kehabisan persediaan, carrying cost, dan markdown.
Pemeriksaan masukan data.
Persetujuan kredit oleh manajer kredit,
bukan oleh fungsi penjualan.
Catatan saldo pelanggan yang lengkap.
Tanda tangan pada kertas dokumen.
Tanda tangan digital dan digital untuk e-
bussiness.
Sistem pengendalian persediaan.
Pengiriman 1) Kesalahan pengiriman: barang, jumlah dan alamat yang salah;
2) Ancaman persediaan.
Rekonsiliasi order penjualan dengan
picking ticket dan packing slip; bar code
scanner, pengendalian aplikasi data
masukan.
Hindari akses fisik dengan persediaan,
dokumentasi dari segala transfer internal
persediaan, pemeriksaaan fisik secara
periodik dengan jumlah catatan.
36
Penagihan dan piutang 1) Gagal untuk menagih pelanggan;
2) Kesalahan dalam penagihan;
3) Posting kesalahan dalam meng-update piutang.
Pemisahan fungsi pengiriman dan
penagihan, seluruh dokumen pengiriman
bernomor urut tercetak dan rekonsiliasi
secara periodik dengan faktur, rekonsiliasi
picking ticket dan surat jalan dengan order
penjualan.
Pengendalian pemeriksaan data masukan
daftar harga.
Rekonsiliasi jurnal pembantu piutang
dengan jurnal umum statement bulanan ke
pelanggan.
Penagihan kas 1) Pencurian kas Pemisahan tugas, mimimasi penanganan
kas, pengaturan lockbox, persetujuan tepat
waktu, deposit setiap penerimaan,
rekonsiliasi secara periodik rekening koran
dengan catatan yang dibuat oleh pihak yang
tidak terlibat dalam pemprosesan
penerimaan kas.
37
Isu-isu Pengendalian
umum
1) Kehilangan data;
2) Kinerja yang buruk.
Prosedur backup dan pemulihan terhadap
bencana, pengendalian akses (secara fisik
dan logis).
Mempersiapkan dan mengkaji ulang
laporan kinerja.
38
39
2.8 Pengertian Metode Analisis dan Desain Berorientasi Objek
2.8.1 Orientasi objek
Objek merupakan dasar dalam Object Oriented Analysis and
Design (OOA&D). Menurut Mathiassen, L., Munk-Madsen, A., Nielsen,
P.A., Stage, J. (2000) object adalah “an entity with identity, state, and
behaviour.” (p. 4). Setiap object tidak digambarkan secara sendiri-sendiri,
melainkan istilah kelas digunakan untuk menggambarkan kumpulan
objek-objek. Menurut Mathiassen, et al. (2000) class adalah “a
description of collection of objects sharing structure, behavioural
pattern, and attributes.” (p. 4). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelas
adalah kumpulan dari objek-objek berbagi atribut dan behaviour yang
sama.
2.8.2 Rich Picture
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000), rich picture adalah
“sebuah gambaran informal yang digunakan oleh pengembang sistem
untuk menyatakan pemahaman mereka terhadap situasi dari sistem yang
sedang berlangsung. Rich picture juga dapat digunakan sebagai alat yang
berguna untuk memfasilitasi komunikasi yang baik antara pengguna dan
sistem.” (h.26).
Rich picture difokuskan pada aspek-aspek penting dari sistem
tersebut, yang ditentukan sendiri oleh pengembang sistem dengan
mengunjungi perusahaan untuk melihat bagaimana perusahaan tersebut
beroperasi, berbicara dengan banyak orang untuk mengetahui apa yang
40
harus terjadi atau seharusnya terjadi, dan mungkin melakukan beberapa
wawancara formal. (h.27).
2.8.3 Problem-domain analysis
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) problem-domain adalah
bagian dari konteks yang diatur, dimonitor, atau dikendalikan oleh
sistem. Analisis problem-domain memfokuskan pada informasi apa yang
harus ditangani oleh sistem dan menghasilkan sebuah model yang
merupakan gambaran dari kelas-kelas, objek-objek, struktur dan perilaku
yang sama dalam problem-domain. (h.6).
Analisis problem-domain dibagi menjadi tiga kegiatan seperti
Tabel 2.2 di bawah ini (h.48) :
Kegiatan Isi Konsep
Kelas Objek dan event yang merupakan bagian
dari problem-domain.
Kelas, objek, event.
Struktur Bagaimana kelas dan objek saling terkait
bersama-sama.
Generalisasi, agregasi,
asosiasi, cluster.
Tabel 2.2 Kerangka Problem-Domain Analysis
Behaviour
Properti dinamik yang dimiliki objek. Event trace, behavioural
pattern, dan atribut.
2.8.3.1 Class
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) kegiatan kelas
merupakan kegiatan pertama dalam analisis problem-domain. Ada
beberapa tugas utama dalam kegiatan ini yaitu: abstraksi
41
fenomena dari problem-domain dalam objek dan event; klasifikasi
objek dan event; pemilihan kata kelas-kelas dan event-event yang
akan dipelihara informasinya oleh sistem. (h.49).
Pemilihan kelas-kelas tersebut bertujuan untuk
mendefinisikan dan membatasi problem-domain. Sementara
pemilihan kumpulan event yang dialami atau dilakukan oleh satu
atau lebih objek bertujuan untuk membedakan tiap-tiap kelas
dalam problem-domain. (h.49).
Kegiatan kelas akan menghasilkan tabel event. Dimensi
horisontal dari tabel event berisi kelas-kelas yang terpilh,
sementara dimensi vertikal berisi event-event terpilih dan tanda
cek digunakan untuk mengindentifikasikan objek-objek dari kelas
yang berhubungan dalam event tertentu. Untuk lebih jelasnya,
tabel event dapat dilihat pada tabel berikut ini:
42
Tabel 2.3 Contoh event-table
2.8.3.2 Structure
Berdasarkan Mathiassen, et al. (2000), kegiatan kedua
dalam analisis problem-domain ini bertujuan untuk mencari
hubungan struktural yang abstrak dan umum antara kelas-kelas
dan mencari hubungan yang konkrit dan spesifik antar objek-
objek dalam problem-domain. (h.69)
Terdapat dua jenis struktur antar kelas, yaitu generalisasi
dan cluster. Generalisasi adalah hubungan antara dua atau lebih
kelas yang lebih khusus (sub-kelas) dengan sebuah kelas yang
lebih umum (super-kelas). Dimana hubungan spesialisasi tersebut
dinyatakan dengan rumus “is-a”. Sedangkan cluster adalah
Kelas
Event Custmomer
Assistant
Apprentice
Appointment Plan
Reserved
√
√
√
√
Cancelled
√
Treated
√
Employed
√
√
Resigned
√
√
Graduated
√
Agreed
√
√
√
43
kumpulan kelas yang saling berhubungan yang membantu
memperoleh dan menyediakan ringkasan problem-domain.
Sebagai contoh: cluster “mobil”, berisi semua kelas yang
berhubungan dengan jenis kelas dan komponen-komponennya.
(h.72-74).
Terdapat dua jenus hubungan antar objek, yaitu agregasi
dan asosiasi. Agregasi adalah hubungan antara sejumlah objek
inferior yang merupakan bagian (the parts) dari sebuah objek
superior yang merupakan dasar (the whole) bagi beberapa objek
inferior tersebut. Dimana hubungan tersebut dapat dinyatakan
dengan rumus “has-a”. Sedangkan asosiasi adalah hubungan
antara sejumlah objek yang memiliki arti dimana objek-objek
yang saling berhubungan tersebut tidak merupakan bagian dari
objek yang lainnya. (h.75-77).
Hasil dari kegiatan struktur ini adalah class diagram.
Class diagram menghasilkan ringkasan model problem-domain
yang jelas dengan menggambarkan semua struktur hubungan
statik antar kelas dan objek yang ada dalam model dari sistem
yang berubah-ubah.
2.8.3.3 Behaviour
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) kegiatan
behaviour adalah keguatan terakhir dalam analisis problem-
domain yang bertujuan untuk memodelkan apa yang terjadi dalam
44
prilaku dinamis pada problem-domain sistem sepanjang waktu.
Tugas utama dalam kegiatan ini adalah: menggambarkan pola
prilaku (behaviour pattern) dan atribut dari setiap kelas. (h.90)
Hasil dari kegiatan ini adalah statechart diagram yang
dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini:
/ account opened
State1
/ amount withdrawn
/ amount deposit
/ account closed
Gambar 2.1 Contoh State Chart Diagram
2.8.4 Application-domain analysis
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) application-domain
adalah organisasi yang mengatur, memonitor atau mengendalikan
problem-domain. Analisis application-domain memfokuskan bagaimana
target sistem akan digunakan dengan menentukan function dan interface
sistem. (h.115).
Analisis application-domain memiliki tiga kegiatan, antara lain:
45
Kegiatan Isi Konsep Bagaimana sistem berinteraksi dengan
orang atau sitem lain dalam konteks. Usage
Use case dan actors.
Bagaimana kemampuan sistem dalam
memproses informasi.
Function. Function
Kebutuhan antarmuka dari sistem
target.
Interface
Tabel 2.4 Kerangka application domain
User interface dan system
interface.
2.8.4.1 Usage
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) kegiatan usage
adalah kegian pertama dalam analisis application-domain yang
bertujuan untuk menentukan bagaimana aktor-aktor yang
merupakan pengguna atau sistem yang berinteraksi dengan sistem
yang dituju. Interaksi antara aktor dengan sistem tersebut
dinyatakan dalam use case diagram. (h.119-120).
Use case dapat dimulai oleh aktor atau oleh sistem target.
Hasil dari analisis kegiatan usage ini adalah deskripsi lengkap dari
semua use case dan aktor yang ada yang digambarkan dalam tabel
aktor atau use case diagram. Dennis dan Wixom (2003)
mengungkapkan use-case diagram adalah diagram yang
menggambarkan fungsi dari sebuah sistem dan berbagai macam
pengguna yang akan berinteraksi dengan sistem.
Cara untuk mengindentifikasi aktor adalah mengetahui
alasan aktor menggunakan sistem. Masing-masing aktor memiliki
alasan yang berbeda untuk menggunakan sistem. Cara lainnya
46
yaitu dengan melihat peran dari aktor seperti yang dinyatakan
oleh use case dimana aktor tersebut terlibat. Masing-masing aktor
memiliki peran yang berbeda-beda.
Setiap aktor berkorespondensi dengan kelas dalam
problem-domain yang berbeda karena mereka memiliki pola
behavioural yang berbeda-beda. Aktor dapat digambarkan dalam
spesifikasi aktor yang memiliki 3 bagian, yaitu: tujuan,
karakteristik, dan contoh dari aktor tersebut. Tujuan merupakan
peran dari aktor dalam sistem terget, sementara karakteristik
menggambarkan aspek-aspek yang penting dari aktor.
Use case dapat digambarkan dengan menggunakan
spesifikasi use case, dimana use case dijelaskan secara singkat
namun jelas dan dapat disertai dengan keterangan objek sistem
yang terlibat dan function dari use case tersebut atau dengan
diagram statechart karena use-case adalah sebuah fenomena yang
dinamik.
Mengacu pada Bennet, et al. (2003) cara untuk
mendokumentasikan use case adalah menggunakan template yang
terdiri dari beberapa bagian, yaitu nama dari use case, pre-
condition (hal yang harus benar sebelum use-case dapat
berlangsung), purpose (hal yang ingin dicapai oleh use-case),
description (ringkasan dari dokumentasi use case), normal course
(kegiatan yang harus dilakukan oleh aktor pada saat terjadi
kesalahan).
47
Bennet, et al. (2003) juga mengatakan use case diagram
mempunyai dua jenis hubungan (relationship), yaitu extend dan
include. Hubungan extend digunakan ketika ingin menunjukan
bahwa sebuah use-case menyediakan fungsi tambahan yang
mungkin digunakan oleh use case lain. Sedangkan hubungan
include digunakan ketika terdapat urutan behaviour yang sering
kali digunakan oleh sejumlah use case dan ingin dihindari
pengkopian deskripsi ayng sama ke setiap use case yang akan
menggunakan perilaku tersebut.
Sequence Diagram
Bennet, et al. (2003) berpendapat bahwa sequence diagram
membantu seorang analis kebutuhan mengindentifikasi rincian dari
kegiatan yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi dari sebuah use
case. Tidak ada suatu sequence diagram yang benar untuk use case
tertentu, melainkan ada sejumlah kemungkinan sequence diagram yang
masing-masing diagram tersebut dapat lebih atau kurang memenuhi
kebutuhan dari use-case.
2.8.4.2 Function
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) kegiatan
function memfokuskan pada bagaimana cara sebuah sistem dapat
membantu aktor dalam melaksanakan pekerjaaan mereka.
Function memiliki empat tipe yang berbeda, yaitu:
48
a) Update, function ini disebabkan oleh event problem-domain
dan menghasilkan perubahan dalam state atau keadaan dari
model tersebut;
b) Signal, function ini disebabkan oleh perubahan keadaan atau
state dari model yang dapat menghasilkan reaksi pada
konteks. Reaksi ini dapat berupa tampilan bagi aktor dalam
application-domain, atau intervensi langsung dalam problem-
domain;
c) Read, function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam
pekerjaan aktor dan mengakibatkan sistem menampilkan
bagian yang berhubungan dengan informasi dalam model;
d) Compute, function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi
dalam pekerjaan aktor dimana berisi perhitungan yang
melibatkan informasi yang disediakan oleh aktor atau model,
sehingga dapat dikatakan bahwa hasil dari function ini adalah
tampilan hasil dari komputasi.
Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan
kemampuan sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini
adalah sebuah daftar function-function yang merinci function-
function yang kompleks. Daftar function harus lengkap
menyatakan secara keseluruhan kebutuhan kolektif dari pelanggan
dan aktor sehingga harus konsisten dengan use-case.
Cara untuk mengindentifikasikan function adalah dengan
melihat deskripsi problem-domain yang dinyatakan dalam kelas
49
dan event, dan melihat deskripsi application-domain yang
dinyatakan dalam use-case. Kelas dapat menyebabkan munculnya
function read dan update. Event memungkinkan munculnya
kebutuhan terhadap function update, sementara use-case dapat
menyebabkan munculnya segala macam tipe function. (h.137-
138).
2.8.4.3 User Interface
Berdasarkan Mathiassen, et al. (2000) interface
menghubungkan sistem dengan semua aktor yang berhubungan
dalam konteks. Ada dua jenis dari interface / antar-muka, yaitu:
antar-muka pengguna yang menghubungkan pengguna dengan
sistem dan antar-muka sistem yang menghubungkan sistem
dengan sistem yang lainnya. (h.151-152).
Sebuah user interface yang baik harus dapat ber-adaptasi
dengan pekerjaan dan pemahaman user terhadap sistem. Kualitas
antar-muka pengguna ditentukan oleh kegunaan atau usability
interface tersebut bagi pengguna. Usability bergantung pada siapa
yang menggunakan dan situasi pada saat sistem tersebut
digunakan. Oleh sebab itu, usability bukan sebuah ukuran yang
pasti dan objektif.
Ada empat jenis pola dialog yang penting dalam
menentukan interface pengguna, yaitu: 1) pola menu-selection,
yang terdiri dari daftar pilihan-pilihan yang mungkin dalam
50
interface pengguna; 2) pola fill-in, merupakan pola klasik untuk
entri data; 3) pola command-language, pola dimana pengguna
memasukan dan memulai format perintah sendiri; 4) pola direct-
manipulation, dimana pengguna memilih objek dan melaksanakan
function atas objek dan melihat hasil dari interaksi mereka
tersebut. (h.152-156).
Kegiatan analisis user interface ini berdasarkan pada
hasil dari kegiatan analisis lainnya, seperti model problem-
domain, kebutuhan functional dan use case. Hasil dari kegiatan ini
adalah sebuah deskripsi elemen-elemen interface pengguna dan
interface sistem yang lengkap, dimana kelengkapan menunjukan
pemenuhan kebutuhan pengguna. Hasil ini harus dilengkapi
dengan sebuah diagram navigasi yang menyediakan sebuah
ringkasan dari elemen-elemen user interface dan perubahan antara
elemen-elemen tersebut. (h.159).
2.8.5 Architecture Design
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) keberhaasilan suatu
sistem ditentukan oleh kekuatan desain arsitekturalnya. Arsitektur
membentuk sistem sesuai dengan fungsi sistem tersebut dan dengan
memenuhi kriteria desain tertentu. Arsitektur juga berfungsi sebagai
kerangka untuk kegiatan pengembangan yang selanjutnya. Sebuah
arsitektur yang tidak jelas akan menghasilkan banyak pekerjaan sia-sia.
(h.173)
51
Desain arsitektur memiliki tiga kegiatan (h.176), yaitu:
Kegiatan Isi Konsep
Kriteria Kondisi dan kriteria untuk pendesainnan. Kriteria
Komponen Bagaimana sistem dibentuk menjadi komponen-
komponen
Arsitektur komponen
Proses Bagaimana proses sistem didistribusikan dan
dikoordinasikan.
Arsitektur proses
Tabel 2.5 Kerangka Architecture Design
2.8.5.1 Criteria
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) dalam
menciptakan sebuah desain yang baik diperlukan pertimbagngan
mengenai kondisi-kondisi dari setiap proyek yang dapat
mempengaruhi kegiatan desain tersebut. Kondisi-kondisi tersebut
antara lain:
a) Technical, yang terdiri dari pertimbangan terhadap:
penggunaan perangkat keras, perangkat lunak dan sistem lain
yang telah dimiliki dan dikembangkan; pengaruh
kemungkinan penggabungan pola-pola umum dan komponen
yang telah ada terhadap arsitektur dan kemungkinan
pembelian komputer standar.;
b) Conceptual, yang terdiri dari pertimbangan terhadap
perjanjanjian kontrak, rencana untuk pengembangan lanjutan,
pembagian kerja antara pengembang.;
52
c) Human, yang mempertimbangkan keahlian dan pengalaman
orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pengembangan baik
dengan sistem yang serupa atau dengan batasan teknis yang
akan didesain.
Karena tidak ada cara-cara tertentu atau mudah untuk
menghasilkan suatu desain sistem yang baik, maka banyak
perusahaan menciptakan suatu standar dan prosedur untuk
memberikan jaminan terhadap kualitas sistem. Disinilah kegiatan
kriteria dapat membantu dengan menetapkan prioritas desain
untuk setiap proyek tertentu.
Sebuah desain yang baik memiliki tiga ciri, antara lain
(h.177-182):
1. Tidak memiliki kelemahan
Syarat ini menyebabkan adanya penekanan pada
evaluasi dari kualitas berdasarkan review dan eksperimen dan
membantu dalam menentukan prioritas dari kriteria yang akan
mengatur dalam kegiatan pendesainan. Tabel di bawah ini
adalah beberapa kriteria umum yang digunakan dalam
kegiatan desain yang berorientasi objek.
53
Kriteria Keterangan
Useable
Kemampuan sistem untuk menyesuaikan diri dengan
konteks organisasi yang berhubungan dengan dengan
pekerjaan dan teknis.
Secure Untuk keamanan sistem dalam menghadapi akses yang
tidak terotorisasi terhadap data dan fasilitas.
Efficient Eksploitasi ekonomis terhadap fasilitas platform teknis.
Correct Pemenuhan dari kebutuhan
Reliable Pemenuhan ketepatan yang dibutuhkan untuk
melaksanakan fungsi.
Maintainable Biaya untuk menemukan dan memperbaiki kesalahan.
Testable Biaya untuk memastikan bahwa sistem yang dibentuk
dapat melaksanakan fungsi yang diinginkan.
Flexible Biaya untuk mengubah sistem yang dibentuk.
Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk mendapatkan
pemahaman terhadap sistem.
Reuseable Kemungkinan untuk menggunakan bagian sistem pada
sistem lain yang berhubungan.
Portable Biaya untuk memindahkan sistem ke platform teknis
yang berbeda.
Interoperateable Biaya untuk menggabungkan sistem ke sistem lain.
Tabel 2.6 Kriteria-kriteria OOA&D.
2. Menyeimbangkan beberapa kriteria
Konflik sering terjadi antara kriteria, oleh sebab itu
untuk menentukan kriteria mana yang akan diutamakan dan
bagaimana cara untuk menyeimbangkannya dengan kriteria-
kriteria yang lain bertanggung pada situasi sistem tertentu.
54
3. Useable, flexible, dan comprehensible
Kriteria ini bersifat universal dan digunakan pada
hampir setiap proyek pengembangan sistem.
2.8.5.2 Component Architecture
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) arsitektur
komponen adalah sebuah struktur sistem yang terdiri dari
komponen-komponen yang saling berhubungan. Komponen
merupakan kumpulan dari bagian-bagian program yang
membentuk suatu kesatuan dan memiliki fungsi yang jelas.
Sebuah arsitektur komponen yang baik membuat sistem menjadi
mudah untuk dipahami, mengorganisasikan pekerjaan desain,
menggambarkan stabilitas dari konteks sistem dan mengubah
tugas desain menjadi beberapa tugas yang lebih tidak kompleks.
(h.189)
Beberapa pola umum dalam desain komponen arsitektur
meliputi (h.193-200):
a. Arsitektur layered
Merupakan bentuk yang paling umum dalam
perangkat lunak. Contoh dari pola ini adalah model OSI yang
sudah menjadi ISO untuk model jaringan. Sebuah arsitektur
layered terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk
menjadi lapisan-lapisan dimana lapisan yang berada di atas
bergantung kepada lapisan yang ada dibawahnya. Perubahan
55
yang terjadi pada suatu lapisan akan mempengaruhi lapisan di
atasnya.
b. Arsitektur generic
Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang
terdiri dari antar-muka, function, dan komponen-komponen
model. Dimana komponen model terletak pada lapisan paling
bawah, diikuti dengan function sistem komponen interface
diatasnya.
c. Arsitektur client-server
Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi
masalah distribusi sistem diantara beberapa prosesor yang
tersebar secara grografis. Komponen pada arsitektur ini adalah
sebuag server dan beberapa client. Tanggung jawab daripada
server adalah untuk menyediakan database dan resources
yang dapat disebarkan kepada client melalui jaringan.
Sementara client mempunyai tanggung jawab untuk
menyediakan antar-muka lokal untuk setiap penggunanya.
Berikut beberapa jenis distribusi dalam arsitektur
client-server dimana ‘U’ adalah user interface, ‘F’ adalah
function, ‘M’ adalah model.
56
Client Server Architecture
U U+F+M Distributed Prsentation
U F+M Local Presentation
U+F F+M Distributed Functionally
U+F M Centralized Data
U+F+M M Distributed Data
Tabel. 2.7 Client-server Architecture
2.8.5.3 Process Architecture
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) arsitektur proses
adalah struktur dari eksekusi sistem yang terdiri dari proses-
proses yang saling tergangtung. Untuk mengeksekusi atau
menjalankan sebuah sistem dibutuhkan processor. Sedangkan
external device adalah processor khusus yang tidak dapat
menjalankan program. Arsitektur proses harus dapat memastikan
bahwa sistem dapat dijalankan secara memuaskan dengan
menggunakan processor yang telah tersedia. (h.211).
Objek-objek yang terlibat dalam sistem berorientasi
objek yang berjalan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: active object
yang telah diberikan sebuah proses dan aktif selama sistem
dijalankan; dan komponen program, sebuah modul fisik dari kode
program yang pasif selama eksekusi sistem kecuali pada saat
dipanggil sebagai bagian dari eksekusi proses sampai eksekusi
proses tersebut selesai dijalankan. (h.211).
57
Kegiatan arsitektur proses bermula dari komponen logik
yang dihasilkan oleh kegiatan komponen dan bertujuan untuk
menentukan struktur fisik dari sebuah sistem dengan:
mendistribusikan komponen-komponen program ke processor
yang akan digunakan untuk eksekusi sistem, mengkoordinasikan
pembagian sumber daya dengan active object dan menghasilkan
arsitektur yang tidak memiliki hambatan.
Sumber daya yang umumnya dipakai secara bersama
yaitu (h.219-222):
a) Processor
Terjadi apabila ada dua atau lebih proses yang dieksekusi
secara bersamaan pada satu processor;
b) Program component
Terjadi bila terdapat dua atau lebih proses yang secara
bersama memanggil operasi pada komponen;
c) External device
Misalnya, pada penggunaan printer yang terhubung melalui
jaringan.
2.8.6 Component Design
Menurut Mathiassen, et al. (2000), tujuan dari kegiatan
component design ini adalah untuk menentukan implementasi kebutuhan
dalam kerangka arsitektural. Kegiatan component design bermula dari
spesifikasi arsitektural dan kebutuhan sistem, sedangkan hasil dari
58
kegiatan ini adalah spesifikasi dari komponen yang saling berhubungan.
(h.231).
Berikut adalah beberapa kegiatan dari desain komponen:
Kerangka Isi Konsep
Model
Component
Bagaimana suatu model digambarkan sebagai
kelas dalam sebuah sistem.
Model Component dan
atribut.
Function
Component
Bagaimana suatu function dimplementasikan.
Function Component.
Connecting
Component
Operation component
dan connection.
Bagaimana komponen-komponen
dihubungkan.
Tabel 2.8 Kerangka Component Design Architecture
2.8.6.1 Model Component
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) model analisis
problem-domain menggambarkan kebutuhan sistem. Kebutuhan
sistem kemudian diimplementasikan dalam komponen model.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa komponen model
adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan model
problem-domain. Tujuan dari komponen model adalah untuk
mengirimkan data sekarang dan historik ke function, interface dan
pengguna ataupun sistem lain. Konsep utama dalam desain
komponen model adalah struktur. (h.235).
Hasil dari kegiatan komponen model adalah revisi dari
class diagram dari kegiatan analisis. Kegiatan revisi biasanya
59
terdiri dari kegiatan menambahkan kelas, atribut dan sturktur baru
yang mewakili event.
2.8.6.2 Function Component
Mengacu pada Mathiassen, et al. (2000) komponen
function adalah bagian dari sistem yang mengimplementasikan
kebutuhan fungsional. Tujuan dari function komponen adalah
untuk memberikan akses bagi user interface dan komponen sistem
lainnya ke model. Oleh karena itu, komponen function adalah
penghubung antara model dan usage. (h.251).
Function didesain dan diimplementasikan dengan
menggunakan operasi dari kelas sistem. Operasi adalah proses
yang dispesifikasikan dalam sebuah kelas dan dijalankan melalui
objek dari kelas tersebut. (h.252).
Hasil utama dari kegiatan ini adalah class diagram
untuk komponen function dan perpanjangan dari class diagram
komponen model. Berikut adalah sub kegiatan dalam perancangan
komponen function.
Sub kegiatan ini menghasilkan kumpulan operasi
yang dapat mengimplementasikan fungsi sistem seperti yang
ditentukan dalam analysis problem domain dan function list.
1. Merancang function sebagai operation;
2. Menelusuri pola yang dapat membantu dalam implementasi
function sebagai operation;
3. Spesifikasi operasi yang kompleks.