bab 2 landasan teorirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/chapter...beberapa kriteria...

15
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Multi-Criteria Decision Making (MCDM) Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Secara umum dapat dikatakan bahwa MCDM menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif. (Kusumadewi et al, 2006). Janko (2005) dalam Kusumadewi et al, (2006) menyebutkan terdapat beberapa fitur umum yang digunakan dalam MCDM, yaitu: 1. Alternatif, alternatif adalah obyek-obyek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih oleh pengambil keputusan. 2. Atribut, atribut sering juga disebut sebagai kriteria keputusan. 3. Konflik antar kriteria, bebrapa kriteria biasanya mempunyai konflik antara satu dengan yang lainnya, misalnya kriteria keuntungan akan mengalami konflik dengan kriteria biaya. 4. Bobot keputusan, bobot keputusan manunjukkan kepentingan relatif dari setiap kriteria, =( 1 , 2 , 3 , โ€ฆ , ). 5. Matriks keputusan, suatu matriks keputusan yang berukuran x , berisi elemen-elemen yang merepesentasikan rating dari alternatif ; = 1,2,3, โ€ฆ , terhadap kriteria ; = 1,2,3, โ€ฆ , . Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 02-Mar-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Multi-Criteria Decision Making (MCDM)

Multi-Criteria Decision Making (MCDM) adalah suatu metode pengambilan

keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan

beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan

atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Secara umum dapat

dikatakan bahwa MCDM menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif.

(Kusumadewi et al, 2006).

Janko (2005) dalam Kusumadewi et al, (2006) menyebutkan terdapat beberapa

fitur umum yang digunakan dalam MCDM, yaitu:

1. Alternatif, alternatif adalah obyek-obyek yang berbeda dan memiliki

kesempatan yang sama untuk dipilih oleh pengambil keputusan.

2. Atribut, atribut sering juga disebut sebagai kriteria keputusan.

3. Konflik antar kriteria, bebrapa kriteria biasanya mempunyai konflik antara satu

dengan yang lainnya, misalnya kriteria keuntungan akan mengalami konflik

dengan kriteria biaya.

4. Bobot keputusan, bobot keputusan manunjukkan kepentingan relatif dari setiap

kriteria, ๐‘Š = (๐‘ค1, ๐‘ค2, ๐‘ค3, โ€ฆ , ๐‘ค๐‘›).

5. Matriks keputusan, suatu matriks keputusan ๐‘‹ yang berukuran ๐‘š x ๐‘›, berisi

elemen-elemen ๐‘ฅ๐‘–๐‘— yang merepesentasikan rating dari alternatif ๐ด๐‘– ; ๐‘– =

1,2,3, โ€ฆ , ๐‘š terhadap kriteria ๐ถ๐‘— ; ๐‘— = 1,2,3, โ€ฆ , ๐‘›.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

2.2 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic hierarchy process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada awal

tahun 1970. Metode AHP merupakan salah satu metode perbandingan berpasangan

yang paling populer digunakan untuk pengambilan keputusan dalam permasalahan

Multi-Criteria Decision Making (MCDM). Pendekatan AHP didesain untuk

membantu pengambil keputusan untuk menggabungkan faktor kualitatif dan faktor

kuantitatif dari suatu permasalahan yang kompleks. Penggunaan AHP dalam berbagai

bidang meningkat cukup signifikan, hal ini dikarenakan AHP dapat menghasilkan

solusi dari berbagai faktor yang saling bertentangan. AHP diaplikasikan dalam bidang

agrikultur, sosiologi, industri dan lain sebagainya.

Prinsip kerja AHP adalah membentuk suatu struktur permasalahan. Dalam

menyelesaikan permasalahan MCDM, AHP menyusun struktur hirarki masalah mulai

dari yang paling atas yang disebut goal, kemudian dibawahnya disebut variabel

kriteria dan selanjutnya diikuti oleh variabel alternatif. Pengambil keputusan,

selanjutnya memberikan penilaian numerik berdasarkan pertimbangan subjektifitas

terhadap variabel-variabel yang ada untuk menentukan tingkatan prioritas masing-

masing variabel tersebut.

2.2.1 Prinsip-prinsip AHP

Ada beberapa prinsip dasar dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP,

yakni (Mulyono, 2004):

1. Decomposition

Prinsip ini merupakan tindakan memecah persoalan-persoalan yang utuh

menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapat hasil yang akurat, pemecahan

dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan

pemecahan yang lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari

persoalan yang ada. Karena alasan ini, maka proses analisis ini dinamakan

hirarki (hierarchy). Ada dau jenis hirarki, yaitu lengkap (complete) dan tidak

lengkap (incomplete). Suatu hirarki disebut lengkap (complete) bila semua

elemen pada suatu tingkat memiliki semua elemen pada tingkat berikutnya,

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

jika tidak demikian, dinamakan hirarki tidak lengkap (incomplete). Bentuk

struktur decomposition yakni:

Tingkat pertama : Goal (Objektif/ Tujuan keputusan)

Tingkat kedua : Kriteria-kriteria

Tingkat ketiga : Alternatif-alternatif

Gambar 2.1 Hirarki keputusan dari AHP

2. Comparative Judgment

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen

pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya.

Penilaian ini merupakan inti dari metode AHP, karena ia akan berpengaruh

terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam

bentuk matriks yang disebut matriks pairwise comparison yaitu matriks

perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi pengambil

keputusan terhadap alternatif berdasarkan kriteria-riteria yang ada. Skala yang

digunakan untuk menyatakan tingkat preferensi adalah skala Saaty, di mana

skala 1 menunjukkan tingkat โ€œsama pentingnyaโ€, skala 3 menunjukkan

โ€œmoderat pentingnyaโ€, skala 5 menunjukkan โ€œkuat pentingnyaโ€, skala 7

menunjukkan โ€œsangat kuat pentingnyaโ€ dan skala 9 yang menunjukkan tingkat

โ€œekstrim pentingnyaโ€.

Goal

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria i

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif j

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

Tabel 2.1 Skala Saaty (Mulyono, 2004)

Tingkat Kepentingan Definisi

1 Sama pentingnya dibanding yang lain

3 Moderat pentingnya dibanding yang lain

5 Kuat pentingnya dibanding yang lain

7 Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain

9 Ekstrim pentingnya dibanding yang lain

2,4,6,8 Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan

3. Synthesis of Priority

Setelah matriks pairwise comparison diperoleh, kemudian dicari eigen

vektornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise

comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global

priority dapat dilakukan dengan sintesa diantara local priority.

4. Logical Consistency

Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang

serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya.

Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada

kriteria tertentu.

2.2.2 Tahapan-tahapan AHP

Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin

di ranking.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan

atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan

pilihan atau judgment dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat

kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam

matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten

pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud

adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan

matlab maupun manual.

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai

eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan

dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai

pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka

penilaian harus diulang kembali.

2.2.3 Hubungan Prioritas Sebagai Eigen Vector Terhadap Konsistensi

Mulyono (2004) menyatakan apabila diketahui elemen-elemen dari suatu tingkat

dalam hirarki adalah ๐ถ1, ๐ถ2, ๐ถ3, โ€ฆ , ๐ถ๐‘› dengan bobot pengaruh masing-masing adalah

๐‘ค1, ๐‘ค2, ๐‘ค3, โ€ฆ , ๐‘ค๐‘› . Misalkan ๐‘Ž๐‘–๐‘— =๐‘ค ๐‘–

๐‘ค๐‘— menunjukkan kekuatan ๐ถ๐‘– dibandingkan dengan

๐ถ๐‘— , maka matriks yang memuat angka-angka ๐‘Ž๐‘–๐‘— ini dinamakan matriks pairwise

comparison (perbandingan berpasangan), diberi simbol ๐ด. Matriks perbandingan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

berpasangan ๐ด merupakan matriks reciprocal, di mana ๐‘Ž๐‘–๐‘— =1

๐‘Ž๐‘–๐‘—. Jika penilaian

tersebut sempurna pada setiap perbandingan, maka ๐‘Ž๐‘–๐‘— . ๐‘Ž๐‘—๐‘˜ = ๐‘Ž๐‘–๐‘˜ untuk semua ๐‘–, ๐‘—, ๐‘˜

dan matriks ๐ด dinamakan konsisten.

๐ด =

1 ๐‘Ž12 โ‹ฏ ๐‘Ž1๐‘›

1

๐‘Ž121 โ‹ฏ ๐‘Ž2๐‘›

โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ โ‹ฎ1

๐‘Ž1๐‘›

1

๐‘Ž2๐‘›โ‹ฏ 1

Nilai-nilai pada matriks perbandingan A dapat dinyatakan kedalam bentuk sebagai

berikut:

๐‘Ž๐‘–๐‘— =๐‘ค ๐‘–

๐‘ค๐‘—; di mana ๐‘–, ๐‘— = 1,2,3, โ€ฆ , ๐‘› (2.1)

karena ciri reciprocal, dapat diuraikan menjadi:

๐‘Ž๐‘–๐‘— =๐‘ค ๐‘–

๐‘ค๐‘—=

1๐‘ค๐‘—

๐‘ค๐‘–

=1

๐‘Ž๐‘—๐‘–

sehingga

๐‘Ž๐‘–๐‘— โˆ™ ๐‘ค๐‘—

๐‘ค ๐‘– = 1; di mana ๐‘–, ๐‘— = 1,2,3, โ€ฆ , ๐‘› (2.2)

konsekuensinya :

๐‘Ž๐‘–๐‘— โˆ™ ๐‘ค๐‘— โˆ™ 1

๐‘ค ๐‘– = ๐‘›๐‘›

๐‘— =1 ; ๐‘– = 1, 2, 3, โ€ฆ , ๐‘› (2.3)

๐‘Ž๐‘–๐‘— . ๐‘ค๐‘— = ๐‘›๐‘ค๐‘–๐‘›๐‘— =1 ; ๐‘– = 1, 2, 3, โ€ฆ , ๐‘› (2.4)

Persamaan (2.4) dalam bentuk matriks menjadi :

๐ด โˆ™ ๐‘ค = ๐‘› โˆ™ ๐‘ค (2.5)

Persamaan ini menunjukkan bahwa ๐‘ค merupakan eigen vector dari matriks ๐ด dengan

eigen value ๐‘›.

Jika ๐‘Ž๐‘–๐‘— tidak didasarkan pada ukuran pasti (seperti ๐‘ค1, ๐‘ค2, ๐‘ค3, โ€ฆ , ๐‘ค๐‘› ), tetapi

pada penilaian subjektif, maka ๐‘Ž๐‘–๐‘— akan menyimpang dari rasio ๐‘ค ๐‘–

๐‘ค๐‘— yang

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

sesungguhnya, dan akibatnya ๐ด โˆ™ ๐‘ค = ๐‘› โˆ™ ๐‘ค tidak terpenuhi lagi. Tetapi ada 2

kenyataan dalam teori matriks yang memberikan kemudahan:

Pertama, jika ๐‘ง1, ๐‘ง2, ๐‘ง3, โ€ฆ , ๐‘ง๐‘› adalah angka-angka yang memenuhi

persamaan ๐ด โˆ™ ๐‘ค = ๐‘ โˆ™ ๐‘ค, di mana ๐‘ merupakan eigen value dari matriks ๐ด,dan jika

๐‘Ž๐‘–๐‘– = 1 untuk ๐‘–, maka :

๐‘๐‘– = ๐‘›๐‘›๐‘–=1 (2.6)

karena itu jika ๐ด๐‘ค = ๐‘๐‘ค di penuhi, maka semua nilai eigen value sama dengan nol

kecuali eigen value yang bernilai sebesar ๐‘›. Maka jelas dalam kasus konsistensi, n

merupakan eigen value terbesar.

Kedua, jika salah satu ๐‘Ž๐‘–๐‘— dari matriks reciprocal ๐ด berubah sangat kecil, maka

eigen value juga berubah sangat kecil. Kombinasi keduanya menjelaskan bahwa jika

diagonal matriks ๐ด terdiri dari ๐‘Ž๐‘–๐‘— = 1 dan jika ๐ด konsisten, maka perubahan kecil

pada ๐‘Ž๐‘–๐‘— menahan eigen value terbesar ๐‘๐‘š๐‘Ž๐‘˜๐‘  dekat ke ๐‘› dan eigen value sisanya dekat

ke nol. Karena itu persoalannya adalah jika ๐ด merupakan pairwise comparison matrix,

maka untuk memperoleh vektor prioritas harus dicari ๐‘ค yang memenuhi :

๐ด๐‘ค = ๐‘๐‘š๐‘Ž๐‘˜๐‘  โˆ™ ๐‘ค (2.7)

Perubahan kecil pada ๐‘Ž๐‘–๐‘— menyebabkan perubahan ๐‘๐‘š๐‘Ž๐‘˜๐‘  . Penyimpangan ๐‘๐‘š๐‘Ž๐‘˜ ๐‘  dari ๐‘›

merupakan ukuran dari konsistensi. Indikator dari konsistensi diukur dengan

menggunakan Consistency Index (CI) yang dirumuskan sebagai berikut :

๐ถ๐ผ =๐‘๐‘š๐‘Ž๐‘˜๐‘  โˆ’๐‘›

๐‘›โˆ’1 (2.8)

AHP mengukur seluruh kosistensi penilaian dengan menggunakan Consistency Ratio

(CR), membagikan Consistency Index (CI) terhadap Random Index:

๐ถ๐‘… =๐ถ๐ผ

๐‘…๐ผ (2.9)

Suatu tingkat konsistensi yang tertentu memang diperlukan dalam penentuan

prioritas untuk mendapatkan hasil yang sah. Nilai CR semestinya tidak lebih dari 10%

atau 0,10. Jika tidak maka perlu dilakukan revisi.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

Nilai RI dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Random Index (RI)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.54 1.56

2.3 Himpunan Fuzzy

Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh, seorang ilmuwan

Amerika Serikat dari universitas California di Berkeley, melalui tulisannya pada tahun

1965 yang berjudul โ€œFuzzy Setsโ€. Logika fuzzy umumnya diterapkan pada masalah-

masalah yang mengandung unsur ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, dan

kebenaran parsial. Tettamanzi (2001) dalam Kusumadewi et al (2006), menyatakan

bahwa teori fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk

merepresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, dan kebenaran

parsial tersebut.

Pada dasarnya, teori himpunan fuzzy merupakan perluasan dari teori himpunan

klasik (crisp). Dalam teori himpunan klasik (crisp), keberadaan suatu elemen pada

suatu himpunan, ๐ด, hanya akan memiliki dua kemungkinan nilai keanggotaan yaitu 0

dan 1. Nilai 0 jika ๐‘Ž โˆ‰ ๐ด dan 1 jika ๐‘Ž โˆˆ ๐ด.

Misalkan usia "muda" didefinisikan dengan ๐‘ฅ < 35 tahun. Berdasarkan teori

himpunan klasik (crisp), perubahan kecil untuk usia 35 tahun 1 bulan berakibat usia

tersebut tidak termasuk dalam kategori "muda". Dari kondisi tersebut dapat dilihat

bahwa penggunaan himpunan klasik (crisp) dalam merepresentasikan variabel usia

adalah kurang bijaksana, karena adanya perubahan kecil pada suatu nilai dapat

menyebabkan perbedaan kategori yang sangat signifikan.

Sebagai perluasan dari teori himpunan klasik (crisp), teori himpunan fuzzy

memperluas jangkauan nilai keanggotaannya. Nilai keanggotaan pada himpunan fuzzy

merupakan bilangan real yang berada pada interval [0,1].

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

2.3.1 Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu fungsi yang menunjukkan

pemetaan titik-titik data ke dalam nilai keanggotaannya yang memiliki interval [0,1].

Nilai keanggotaan menyatakan derajat kesesuaian titik-titik data dalam suatu

himpunan (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan):

Secara matematis, himpunan kabur ๐ด dalam himpunan semesta ๐‘… dapat

direpresentasikan sebagai pasangan berurutan:

๐ด = ๐‘ฅ, ๐œ‡๐ด ๐‘ฅ ๐‘ฅ โˆˆ ๐‘…

di mana ๐œ‡๐ด adalah derajat keanggotaan dari ๐‘ฅ, yang merupakan suatu pemetaan dari

himpunan semesta ๐‘… ke interval [0,1].

2.3.2 Bilangan Fuzzy Triangular (Triangular Fuzzy Numbers/ TFN)

Triangular fuzzy numbers dapat dinyatakan sebagai triplet ๐‘Ž1, ๐‘Ž2, ๐‘Ž3 di mana

๐‘Ž1, ๐‘Ž2, ๐‘Ž3 masing-masing adalah titik kiri, titik tengah dan titik kanan. Fungsi

keanggotaan ๐œ‡๐ด ๐‘ฅ dari TFN adalah sebagai berikut :

๐œ‡๐ด ๐‘ฅ =

๐‘ฅโˆ’๐‘Ž1

๐‘Ž2โˆ’๐‘Ž1 ; ๐‘Ž1 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐‘Ž2

๐‘Ž3โˆ’๐‘ฅ

๐‘Ž3โˆ’๐‘Ž2 ; ๐‘Ž2 โ‰ค ๐‘ฅ โ‰ค ๐‘Ž3

0 ; ๐‘™๐‘Ž๐‘–๐‘›๐‘›๐‘ฆ๐‘Ž

(2.10)

Selain dengan fungsi, Triangular fuzzy numbers (TFN) juga dapat

direpresentasikan dengan gambar berikut:

๐‘Ž1 ๐‘Ž2 ๐‘Ž3

Gambar 2.2 Kurva TFN

0 x

๐ด

๐œ‡๐ด (๐‘ฅ)

1

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

2.3.3 Level ฮฑ (ฮฑ-Cut)

Level ฮฑ atau ฮฑ-Cut merupakan nilai ambang batas titik-titik data (domain) yang

didasarkan pada nilai keanggotaan untuk tiap-tiap titik-titik data (domain). Bilangan

fuzzy ๐ด , dengan ฮฑ-cut yang ditentukan, merupakan himpunan semua domain dalam ๐ด

yang derajat keanggotaannya lebih besar atau sama dengan ฮฑ. Secara matematis dapat

dinotasikan sebagai berikut:

๐ด ๐›ผ = ๐‘ฅ ๐‘ฅ โˆˆ ๐ด , ๐œ‡๐ด ๐‘ฅ โ‰ฅ ฮฑ , โˆ€๐›ผ โˆˆ [0,1]

Sementara itu, apabila dinyatakan interval konfidensi (interval of confidence)

pada level ฮฑ, triangular fuzzy number (TFN) dapat dikarakteristikkan sebagai berikut

(Cheng et al, 1993):

โˆ€๐›ผโˆˆ 0,1

๐ด ๐›ผ = ๐‘Ž1 ๐›ผ

, ๐‘Ž3 ๐›ผ

๐ด ๐›ผ = [ ๐‘Ž2 โˆ’ ๐‘Ž1 ๐›ผ + ๐‘Ž1, โˆ’ ๐‘Ž3 โˆ’ ๐‘Ž2 ๐›ผ + ๐‘Ž3] (2.11)

2.3.4 Bilangan Fuzzy Segitiga Positif

Bilangan fuzzy ๐ด disebut bilangan fuzzy positif jika derajat keanggotaannya, ๐œ‡๐ด ๐‘ฅ

memenuhi ๐œ‡๐ด ๐‘ฅ = 0, โˆ€๐‘ฅ < 0. (Nasseri, 2008).

Beberapa operasi pada bilangan fuzzy segitiga positif dengan interval of

confidence diberikan (Cheng et al, 1993):

โˆ€๐‘Ž1, ๐‘Ž3, ๐‘1, ๐‘3 โˆˆ โ„+, ๐ด ๐›ผ = ๐‘Ž1 ๐›ผ

, ๐‘Ž3 ๐›ผ

, ๐ต ๐›ผ = ๐‘1 ๐›ผ

, ๐‘3 ๐›ผ

, โˆ€๐›ผโˆˆ 0,1

๐ด โŠ• ๐ต = ๐‘Ž1 ๐›ผ

+ ๐‘1 ๐›ผ

, ๐‘Ž3 ๐›ผ

+ ๐‘3 ๐›ผ

, (2.12)

๐ด โŠ– ๐ต = ๐‘Ž1 ๐›ผ

โˆ’ ๐‘1 ๐›ผ

, ๐‘Ž3 ๐›ผ

โˆ’ ๐‘3 ๐›ผ

, (2.13)

๐ด โŠ— ๐ต = ๐‘Ž1 ๐›ผ

๐‘1 ๐›ผ

, ๐‘Ž3 ๐›ผ

๐‘3 ๐›ผ

, (2.14)

๐ด โŠ˜ ๐ต = ๐‘Ž1

๐›ผ

๐‘3 ๐›ผ ,

๐‘Ž3 ๐›ผ

๐‘1 ๐›ผ (2.15)

di mana โŠ•,โŠ–,โŠ—, dan โŠ˜ masing-masing menyatakan operator penjumlahan,

pengurangan, perkalian, dan pembagian pada dua interval of confidence

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

2.3.5 Index of Optimism

Index of optimism (ฮป) merupakan metode untuk membandingkan bilangan fuzzy

berdasarkan kombinasi dari memaksimalkan kemungkinan dan meminimalkan

kemungkinan. Index of optimism yang dinotasikan dalam selang tertutup [0,1]

menyatakan sikap pengambil keputusan terhadap risiko (decision makerโ€™s risk taking

attitude). (Kim et al, 1988).

Index of optimism dapat dinyatakan dengan:

๐‘Ž ๐‘–๐‘—๐›ผ = 1 โˆ’ ๐œ† ๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘™

๐›ผ + ๐œ†๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘ข๐›ผ , โˆ€๐œ† โˆˆ [0,1] (2.16)

Namun secara umum index of optimism dibagi menjadi 3 bagian:

1. Optimis (optimistic decision makerโ€™s), ๐œ† = 1

2. Moderat (moderate decision makerโ€™s), ๐œ† = 0,5

3. Pesimis (pessimist decision makerโ€™s), ๐œ† = 0

2.4 Fuzzy-Analytic Hierarchy Process (Fuzzyโ€“AHP )

Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan salah satu metode Multi-Criteria

Decision Making (MCDM) yang paling sering digunakan. AHP digunakan dalam

perencanaan dan proses pengambilan keputusan, pendekatan sistematis dan logis

digunakan untuk mencapai suatu solusi dari permasalahan. Namun ketidakmampuan

AHP untuk mengatasi ketidakpresisian dan ketidakpastian yang dialami pengambil

keputusan ketika harus menyatakan penilaian yang pasti dalam proses perbandingan

berpasangan menyebabkan metode ini sering dikritisi. Mengakomodasi adanya

ketidakpresisian dan ketidakpastian tersebut, diajukan suatu metode yang merupakan

penggabungan antara metode AHP dengan pendekatan Fuzzy. Fuzzy-AHP

menggunakan nilai interval untuk menanggulangi ketidakpastian dari pengambil

keputusan. Dari nilai interval tersebut pengambil keputusan dapat memilih nilai-nilai

yang sesuai dengan tingkat keyakinannya.

Dalam metode Fuzzy AHP digunakan Triangular Fuzzy Number (TFN) untuk

merepresentasikan penilaian pengambil keputusan dalam matriks perbandingan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

berpasangan. TFN dapat dinyatakan sebagai triplet (๐‘Ž1, ๐‘Ž2, ๐‘Ž3). Tabel berikut

memperlihatkan TFN yang digunakan untuk keperluan perbandingan berpasangan:

Tabel 2.3 Tabel Fungsi Keanggotaan Bilangan Fuzzy

Fuzzy Number Membership Function Definisi

1 (1, 1 ,3) Sama penting

3 (1, 3 ,5) Sedikit lebih penting

5 (3, 5, 7) Lebih penting

7 (5, 7, 9) Sangat penting

9 (7, 9, 9) Mutlak lebih penting

2.4.1 Langkah-langkah Fuzzy-AHP

Langkah-langkah dalam fuzzy-AHP (Cheng, 1997. Entropy-Based Fuzzy-AHP):

1. Bentuk struktur hirarki dari suatu permasalahan.

2. Tentukan Fuzzy Judgment Matrix ๐‘‹ . Elemen-elemen pada matriks ini

merupakan nilai perbandingan berpasangan antara masing-masing alternatif

dengan kriteria-kriteria yang ada. Triangular fuzzy numbers 1 , 3 , 5 , 7 , 9

sebagaimana yang terdapat pada Tabel 2.3, digunakan untuk menunjukkan

tingkat kepentingan dari elemen-elemen pada suatu hirarki.

๐‘‹ =

๐‘ฅ 11 ๐‘ฅ 12 โ‹ฏ ๐‘ฅ 1๐‘›

๐‘ฅ 21 ๐‘ฅ 22 โ‹ฏ ๐‘ฅ 2๐‘›

โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ โ‹ฎ๐‘ฅ ๐‘›1 ๐‘ฅ ๐‘›1 โ‹ฏ ๐‘ฅ ๐‘›๐‘›

3. Tentukan Fuzzy Subjective Weight Vector ๐‘Š untuk tiap kolom dari fuzzy

judgment matrix ๐‘‹ . Fuzzy subjective weight vector merupakan penilaian

subjektif dari pengambil keputusan mengenai tingkat kepentingan untuk

seluruh kriteria yang ada.

๐‘Š = ๐‘ค 1 ๐‘ค 2 โ‹ฏ ๐‘ค ๐‘›

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

4. Bentuk Total fuzzy judgment matrix ๐ด dengan mengalikan subjective weight

vector ๐‘Š dengan kolom yang bersesuaian pada fuzzy judgment matrix ๐‘‹ .

Sehingga diperoleh:

๐ด =

๐‘ค 1 โŠ— ๐‘ฅ 11 ๐‘ค 2 โŠ— ๐‘ฅ 12 โ‹ฏ ๐‘ค ๐‘› โŠ— ๐‘ฅ 1๐‘›

๐‘ค 1 โŠ— ๐‘ฅ 21 ๐‘ค 2 โŠ— ๐‘ฅ 22 โ‹ฏ ๐‘ค ๐‘› โŠ— ๐‘ฅ 2๐‘›

โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ โ‹ฎ๐‘ค 1 โŠ— ๐‘ฅ ๐‘›1 ๐‘ค 2 โŠ— ๐‘ฅ ๐‘›1 โ‹ฏ ๐‘ค ๐‘› โŠ— ๐‘ฅ ๐‘›๐‘›

5. Berdasarkan operasi perkalian dan penjumlahan pada bilangan fuzzy dengan

interval of confidence, diperoleh:

๐ด ๐›ผ = ๐‘Ž11๐‘™

๐›ผ , ๐‘Ž11๐‘ข๐›ผ โ‹ฏ ๐‘Ž1๐‘›๐‘™

๐›ผ , ๐‘Ž1๐‘›๐‘ข๐›ผ

โ‹ฎ โ‹ฑ โ‹ฎ ๐‘Ž๐‘›1๐‘™

๐›ผ , ๐‘Ž๐‘›1๐‘ข๐›ผ โ‹ฏ ๐‘Ž๐‘›๐‘›๐‘™

๐›ผ , ๐‘Ž๐‘›๐‘›๐‘ข๐›ผ

di mana ๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘™๐›ผ = ๐‘ค๐‘–๐‘™

๐›ผ๐‘ฅ๐‘–๐‘—๐‘™๐›ผ , ๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘ข

๐›ผ = ๐‘ค๐‘–๐‘ข๐›ผ ๐‘ฅ๐‘–๐‘—๐‘ข

๐›ผ , ๐‘ข๐‘›๐‘ก๐‘ข๐‘˜ 0 < ๐›ผ โ‰ค 1 ๐‘‘๐‘Ž๐‘› ๐‘ ๐‘’๐‘š๐‘ข๐‘Ž ๐‘–, ๐‘—

6. Dengan ฮฑ diketahui, index of optimism ฮป akan dibentuk berdasarkan derajat

optimisme dari pengambil keputusan. Semakin besar nilai ฮป menunjukkan

derajat optimisme yang semakin tinggi. Index of optimism dinyatakan sebagai

berikut:

๐‘Ž ๐‘–๐‘—๐›ผ = 1 โˆ’ ๐œ† ๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘™

๐›ผ + ๐œ†๐‘Ž๐‘–๐‘—๐‘ข๐›ผ , โˆ€๐œ† โˆˆ [0,1] (2.17)

sehingga diperoleh:

๐ด =

๐‘Ž 11๐›ผ ๐‘Ž 12

๐›ผ โ‹ฏ ๐‘Ž 1๐‘›๐›ผ

๐‘Ž 21๐›ผ ๐‘Ž 22

๐›ผ โ‹ฏ ๐‘Ž 2๐‘›๐›ผ

โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ โ‹ฎ๐‘Ž ๐‘›1

๐›ผ ๐‘Ž ๐‘›2๐›ผ โ‹ฏ ๐‘Ž ๐‘›๐‘›

๐›ผ

di mana ๐ด adalah Precise Jugment Matrix.

7. Untuk menghitung entropy, terlebih dahulu tentukan matriks frekuensi relatif

sebagai berikut:

๐น =

๐‘Ž 11

๐›ผ

๐‘ 1

๐‘Ž 12๐›ผ

๐‘ 1โ‹ฏ

๐‘Ž 1๐‘›๐›ผ

๐‘ 1

โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ โ‹ฎ๐‘Ž ๐‘›1

๐›ผ

๐‘ ๐‘›

๐‘Ž ๐‘›2๐›ผ

๐‘ ๐‘›โ‹ฏ

๐‘Ž ๐‘›๐‘›๐›ผ

๐‘ ๐‘›

= ๐‘“11 ๐‘“12 โ‹ฏ ๐‘“12

โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ โ‹ฎ๐‘“๐‘›1 ๐‘“๐‘›2 โ‹ฏ ๐‘“๐‘›๐‘›

(2.18)

di mana

๐‘ ๐‘˜ = ๐‘Ž ๐‘˜๐‘—๐‘›๐‘—=1

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

Selanjutnya gunakan persamaan berikut untuk menghitung entropy:

๐ป1 = โˆ’ ๐‘“1๐‘— log2 ๐‘“1๐‘— ๐‘›๐‘—=1

๐ป2 = โˆ’ ๐‘“2๐‘— log2 ๐‘“2๐‘— ๐‘›๐‘— =1

๐ป3 = โˆ’ ๐‘“3๐‘— log2 ๐‘“2๐‘— ๐‘›๐‘— =1

โ‹ฎ

๐ป๐‘› = โˆ’ ๐‘“๐‘›๐‘— log2 ๐‘“๐‘›๐‘— ๐‘›๐‘— =1 (2.19)

di mana ๐ป๐‘– merupakan nilai entropy ke-i.

Bobot entropy dapat ditentukan dengan menggunakan:

๐‘Š๐ป๐‘–=

๐ป๐‘–

๐ป๐‘—๐‘›๐‘—=1

, ๐‘– = 1,2,3, โ€ฆ , ๐‘› (2.20)

2.5 Delivery

Restoran fast food menyediakan produk dalam bentuk makanan dan minuman,

pelayanan dalam hal ini adalah menyampaikannya kepada pelanggan. Tantangan

operasional yang berbeda akan muncul jika restoran juga menyediakan layanan

delivery. Layanan tertentu dikerahkan karena pelanggan sudah tidak lagi berada pada

lokasi yang sama dengan area produksi. Tantangan bisnis yang rumit di mana

layananan tersebut harus disampaikan dalam suatu lingkup geografis (Macintyre et al,

2011).

Perusahaan-perusahaan tengah bersaing ketat dalam hal waktu tanggap,

delivery atau waktu pengiriman. Diantara perusahaan-perusahaan tersebut banyak

yang menyatakan komitmen waktu delivery maksimalnya dengan tujuan memikat

konsumen, misalnya restoran pizza yang meniadakan ongkos kirimnya jika pizza

pesanan tidak tiba tepat waktu. Dalam menentukan komitmen waktu delivery tersebut,

suatu perusahaan harus mempertimbangkan bukan hanya bagaimana reaksi konsumen

atas komitmen tersebut tetapi juga kemampuan untuk menjalankan layanan tersebut.

Komitment delivery ketat waktu mempunyai keuntungan dan juga harga. Komitmen

ini dapat menarik perhatian konsumen yang tidak suka menunggu, namun kondisi

sistem yang padat dapat memperburuk keadaan. Untuk itu pemilihan komitmen waktu

delivery membutuhkan pertimbangan yang hati-hati, baik dari segi marketing

(konsumen) dan operasional. (Ho, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORIrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33353/4/Chapter...beberapa kriteria tertentu. Kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran atau aturan-aturan atau standar yang

2.6 Pemilihan Rute dalam Delivery

Sebagai bagian dari operasional, masalah pemilihan rute dan penugasan dalam

delivery membutuhkan pertimbangan yang sedemikian rupa untuk dapat memenuhi

komitmen delivery ketat waktu. Ho (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

kualitas delivery akan meningkat seiring berkurangnya kemacetan. Sementara itu,

untuk menentukan rute optimum menuju ke suatu tempat ada beberapa hal yang perlu

disesuaikan dengan preferensi pengendara seperti kondisi jalan dan lalu-lintas. (Pang

et al, 1995). Disebutkan terdapat banyak kriteria yang dapat menjadi pertimbangan

dalam menentukan rute optimal, seperti: jarak perjalanan, menghindari kemacetan,

menyukai atau menghindari jalan raya, jumlah belokan, jenis jalan, dan lain

sebagainya. (Pang et al, 2007 ).

Dalam menyelesaikan permasalahan ini, digunakan metode AHP dengan bilangan

fuzzy (Fuzzy-AHP) yang merupakan metode efektif yang dapat diterapkan dalam

pemilihan rute. (Deng et al, 2010). Fuzzy-AHP digunakan untuk merepresentasikan

preferensi pengambil keputusan dan me-ranking seluruh rute yang tersedia sehingga

diperoleh rute yang optimum. Dengan diperolehnya rute optimum, diharapkan

komitmen delivery tepat waktu dapat tercapai. Selain itu delivery yang didasarkan

pada rute optimum juga diharapkan menghasilkan waktu delivery yang minimum,

yang lebih singkat dari yang diekspektasikan oleh pelanggan dengan demikian

kepuasan konsumen tetap terjaga.

Universitas Sumatera Utara