bab 1 pendahuluan 1.1. latar...

14
1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangunan merupakan salah satu data arkeologi yang tidak dapat dipindahkan atau terpisah dari matriksnya. Istilah tersebut dalam arkeologi disebut fitur. Fitur terbagi dalam cummulative features 1 dan constructed features (Sharer & Ashmore, 2003: 415, 426). Bangunan itu sendiri termasuk dalam constructed features karena mengalami proses perancangan sebelum dibuat. Hal tersebut terlihat dari pengertian bangunan. Bangunan, menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997: 137), meliputi segala struktur yang dibuat dengan tujuan menyediakan tempat bagi manusia, sehingga mereka dapat menetap dan melakukan kegiatan di dalamnya. Ruangan dan strukturnya harus direncanakan untuk menghasilkan lingkungan dan fasilitas yang dibutuhkan untuk kegunaan masing-masing. Bangunan dapat dikelompokkan berdasarkan kegunaan dan pemakaiannya (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1997: 137), antara lain: 1. Bangunan untuk umum, misalnya auditorium, gereja, mesjid, gedung bioskop, dan teater. 2. Bangunan suatu lembaga, misalnya rumah sakit, sekolah dan penjara. 3. Bangunan kediaman, misalnya rumah tinggal, apartemen, dan hotel. 4. Bangunan untuk usaha perdagangan, misalnya pasar, pabrik, dan perkantoran. 5. Bangunan penyimpanan, misalnya garasi mobil, gudang, bunker. Bangunan-bangunan mulai ada di Indonesia ketika masa prasejarah pada saat bercocok tanam berupa rumah panggung, sebelumnya manusia bertempat tinggal dalam ceruk atau gua. Pada masa Hindu-Buddha bangunan yang didirikan mulai beragam dari fungsinya. Fungsinya sebagai rumah tinggal, Keraton, pemandian, candi dan sebagainya. Perbedaan fungsi yang terbagi menjadi dua, yaitu sakral dan non sakral maka pada pembangunan bangunan sakral 1 Cummulative features merupakan fitur-fitur yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Upload: phungphuc

Post on 28-May-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bangunan merupakan salah satu data arkeologi yang tidak dapat

dipindahkan atau terpisah dari matriksnya. Istilah tersebut dalam arkeologi disebut

fitur. Fitur terbagi dalam cummulative features1 dan constructed features (Sharer

& Ashmore, 2003: 415, 426). Bangunan itu sendiri termasuk dalam constructed

features karena mengalami proses perancangan sebelum dibuat. Hal tersebut

terlihat dari pengertian bangunan.

Bangunan, menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1997: 137), meliputi

segala struktur yang dibuat dengan tujuan menyediakan tempat bagi manusia,

sehingga mereka dapat menetap dan melakukan kegiatan di dalamnya. Ruangan

dan strukturnya harus direncanakan untuk menghasilkan lingkungan dan fasilitas

yang dibutuhkan untuk kegunaan masing-masing.

Bangunan dapat dikelompokkan berdasarkan kegunaan dan pemakaiannya

(Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1997: 137), antara lain:

1. Bangunan untuk umum, misalnya auditorium, gereja, mesjid, gedung

bioskop, dan teater.

2. Bangunan suatu lembaga, misalnya rumah sakit, sekolah dan penjara.

3. Bangunan kediaman, misalnya rumah tinggal, apartemen, dan hotel.

4. Bangunan untuk usaha perdagangan, misalnya pasar, pabrik, dan

perkantoran.

5. Bangunan penyimpanan, misalnya garasi mobil, gudang, bunker.

Bangunan-bangunan mulai ada di Indonesia ketika masa prasejarah pada

saat bercocok tanam berupa rumah panggung, sebelumnya manusia bertempat

tinggal dalam ceruk atau gua. Pada masa Hindu-Buddha bangunan yang didirikan

mulai beragam dari fungsinya. Fungsinya sebagai rumah tinggal, Keraton,

pemandian, candi dan sebagainya. Perbedaan fungsi yang terbagi menjadi dua,

yaitu sakral dan non sakral maka pada pembangunan bangunan sakral

1 Cummulative features merupakan fitur-fitur yang terjadi secara alami tanpa campur tangan

manusia, misalnya ceruk dan goa.

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

2

diperhatikan dalam pembuatannya dan keletakannya. Begitu pun yang terjadi pada

masa Islam.

Ketika bangsa Belanda datang ke Indonesia membuat bangunan dengan

bentuk dan fungsi yang makin beragam, tanpa memperhatikan bangunan tersebut

sakral atau tidak. Perhatian bangunannya disesuaikan dengan bangunan umum

atau pribadi.

Bangunan awal yang didirikan oleh bangsa Belanda, berupa gudang-

gudang untuk menyimpan barang dagangan yang berupa rempah-rempah. Bila

memiliki modal besar didirikan pula kantor dagang dan benteng sebagai sarana

pertahanan. Benteng selain untuk pertahanan juga untuk tempat tinggal orang-

orang Belanda sehingga dilengkapi dengan sarana dan prasarananya. Oleh karena

itu segala aktivitas perdagangan dan kehidupan sehari-hari berada dalam benteng.

Seiring waktu, keamanan di luar benteng menjadi aman dari perlawanan rakyat

sekitarnya maka para pembesar tinggal di luar benteng. Pada masa VOC dibangun

rumah peristirahatan dan taman luas serta mengikuti model Belanda dari abad 18

(Soekiman, 2000: 1-4).

Bangunan yang didirikan pada masa kolonial dapat dikatakan sebagai

bangunan kolonial (Soekiman, 1992:661). Tumbuhnya kota-kota kolonial di

Indonesia dimulai ketika perdagangan Belanda yang makin mantap sehingga perlu

untuk membangun berbagai sarana dan prasarana untuk keperluan hidup mereka

termasuk di dalamnya berdiri bangunan-bangunan kolonial seperti bangunan

bangunan umum, bangunan pemerintahan/lembaga dan bangunan tempat tinggal

(Abbas, 2006: 227).

Awal kota Bandung pada abad 19 terdapat perencanaan pembangunan dan

penataan kota yang bernama Plan der Negorij Bandong. Rancangan tersebut

masih sederhana dan tidak terlalu luas. Batas kota rancangan tersebut, yaitu

sebelah timur dengan Jalan Kaca-Kaca Wetan, sebelah barat dengan Jalan Kaca-

Kaca Kulon, sebelah utara dengan Jalan Aceh, dan sebelah selatan dengan Jalan

Kebon Kalapa. Bangunan-bangunan yang didirikan pada masa itu terdapat

delapan bangunan baru, antara lain: Kantor Kabupaten (Woning van den Regent),

Gudang Kopi (Assisten der kofiee Kultuur) yang kemudian menjadi gedung

Papak, Rumah Temenggung (Toemenggoeng), Rumah Kepatihan (Aria), Rumah

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

3

Tuan Herberg (Herberg), Barak Militer (Blokhuizen), Mesjid di Alun-Alun

(Masigit), dan Rumah Tuan Paijen (Woning van der Heer Puijen) (Kunto, 2008:

174).

Peta 1.1. Peta Bandung Awal Abad 20

Sumber: Kunto, 2008: 175

Pada tahun 1906, kota Bandung dijadikan sebagai gemeente2 sesuai

dengan ordonansi yang dikeluarkan pada tanggal 21 Februari 1906 dan Undang-

Undang tanggal 1 Maret 1906 yang dikeluarkan oleh Gubernur Jendral J.B. van

Heutzs (Verslag 1919:1). Ketika bangsa Belanda berkuasa di kota Bandung dan

dibukanya jalan raya Pos Anyer-Panarukan dibangun beberapa bangunan atau

sarana kota tambahan, seperti loji, penjara dan kantor pos yang terletak di sebelah

2 Geemente merupakan pemerintahan otonom pemerintahan Hindia Belanda yang dipimpin oleh

seorang Asisten Residen (Hardjasaputra, 2000: 5-6).

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

4

utara alun-alun. Penggunaan loji di kota-kota di Pulau Jawa meniru kota yang ada

di Negara Belanda (Pemerintah Kotamadya DT II Bandung, 1999: 66).

Sejak pemerintah Kota Bandung menjadi gemeente, diwajibkan

mendirikan fasilitas-fasilitas umum, seperti sekolah, stasiun, kantor pemerintahan,

bank, pasar, bioskop dan tempat hiburan serta infrastruktur kota, seperti jalan

raya, jembatan, saluran air hujan, saluran limbah air sumur dan mata air, dan

jaringan pipa air ledeng.

Sehubungan dengan rencana perpindahan ibu kota Hindia Belanda dari

kota Batavia ke Bandung, selama kurang lebih tujuh tahun atau sejak tahun 1918-

1925 telah dibangun sebanyak 400-750 bangunan rumah modern yang

direncanakan sebagai tempat tinggal para pegawai pemerintah pusat yang

sekarang berada di daerah Taman Sari, Taman Pramuka, dan Jalan Dago (Kunto

1996:103, 2000:54). Pada tahun 1926 status Kota Bandung menjadi

stadsgemeente3 dan wilayahnya diperluas hingga mencapai 2.853 hektar dan

sebanyak 1.050 hektar (37 persen) diantaranya digunakan untuk bangunan. Kota

Bandung makin berkembang dengan dibangunnya pusat perbelanjaan di sekitar

jalan Braga sekarang.

Dalam menambah jumlah sarana dan prasarana umum dibutuhkan suatu

perancangan yang baik agar kota menjadi menarik. Rancangan suatu bangunan

dapat memberikan kesan-kesan tertentu pada pengamatannya. Kota Bandung

memiliki banyak bangunan menarik dengan rancangan yang khas. Ir. Thomas

Karsten menyatakan bahwa Bandung merupakan sebuah kota yang dirancang

sempurna, dengan tata ruang terinci (Kunto, 1986:193). Di Kota Bandung

terdapat dua jenis bangunan khas berdasarkan keletakannya, yaitu peletakan

mundur4 dan persimpangan jalan (Dana, 1990:xii). Berdasarkan kedua jenis

bangunan khas tersebut yang banyak dibangun di Kota Bandung adalah di

persimpangan jalan.

3 Stadsgemeente adalah kotapraja, ibukota atau pusat pemerintahan gemeente (Hardjasaputra,

2000: 5-6).

4 Peletakan mundur adalah bangunan khas yang letaknya lebih mundur dari garis sepadan.

Biasanya dilengkapi dengan taman di bagian depan bangunan tersebut. Contohnya: Gedung Sate,

Kantor Walikota Bandung dsb.

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

5

Persimpangan jalan merupakan daerah tempat manusia dan kendaraan

berjalan perlahan-lahan, memperlambat pergerakan atau berhenti sejenak untuk

mengamati keadaan atau situasi di sekelilingnya. Hal tersebut menjadikan bahwa

keberadaan bangunan-bangunan yang terletak di sudut pada persimpangan jalan

menjadi istimewa karena terletak di tempat strategis dan dapat dilihat dari setiap

sudut pandang. Bangunan didirikan pun tentunya memiliki rancangan yang lebih

menarik dibandingkan bangunan di sekitarnya (Dana, 1990:30). Oleh karena itu,

bangunan yang terletak di sudut persimpangan jalan disebut sebagai bangunan

sudut (Hoek Bouw).

Foto 1.1. Contoh Bangunan Sudut

Foto oleh: Maharani Qadarsih

Bangunan yang terletak di sudut persimpangan jalan merupakan ciri utama

dari bangunan sudut. Apabila tidak terletak di sudut persimpangan jalan

merupakan bukan bangunan sudut. Hal yang kemudian diperhatikan adalah

berbedanya bentuk bangunan sudut dengan bangunan yang ada di sekitarnya yang

bukan bangunan sudut. Bila dilihat pada masa sekarang bangunan yang terletak di

sudut umumnya memiliki luas lahan, tapi ada beberapa bangunan dari masa

kolonial tidak memiliki lahan yang luas dan bangunannya menggunakan semua

lahan tersebut. Namun, ada juga yang memiliki lahan yang luas sehingga

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

6

bangunannya tidak menggunakan semua lahan yang ada. Sebagian besar

bangunan tersebut pada masa sekarang adakalanya digunakan sebagai perkantoran

dan tempat perdagangan, karena letak bangunan yang sangat strategis.

Keberadaan bangunan sudut dimulai dari masa Renaisans yang memiliki

bentuk bangunan simetris. Bangunan sudut pada masa itu dijadikan sebagai

gerbang lingkungan karena terletak di sudut persimpangan dan memiliki bentuk

yang sama dengan di seberangnya (Dana, 1991). Berbedanya dengan yang ada di

Kota Bandung adalah bangunan sudut yang sebagian besar tidak memiliki bentuk

yang sama dengan di seberangnya.

Bangunan-bangunan sudut yang berada di kota-kota kolonial di Indonesia

terutama di Pulau Jawa cukup banyak jumlahnya, antara lain: Jakarta, Bandung,

Semarang, Surabaya dan Jogjakarta. Bangunan sudut di Jakarta misalnya

bangunan Chartered Bank, di Semarang misalnya bangunan Lawang Sewu, di

Surabaya misalnya bangunan Siola, di Jogjakarta misalnya bangunan sudut BNI

Malioboro, dan di Bandung misalnya bangunan Bank DENIS.

Sebelumnya bangunan sudut di Bandung telah dilakukan oleh Djefry W.

Dana5 dalam tesisnya yang berjudul Studi Bangunan Sudut di Kota Bandung:

Suatu Telaah Tipologi Bangunan di Kavling Sudut. Perbedaan antara penelitian

sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan berupa metode yang

dilakukan. Perbedaan metode yang digunakan menyebabkan kerja penelitian yang

berbeda. Penelitian yang akan dilakukan adalah analisis bentuk dan keletakan

bangunan-bangunan sudut yang kemudian ditafsirkan dengan bantuan data sejarah

Kota Bandung dan arsitektur bangunan kolonial. Sedangkan pada penelitian

sebelumnya berupa tipologi bangunan sudut secara arsitektur. Jumlah data

bangunan sudut yang digunakan sebagai data pun berbeda, penelitian yang akan

dilakukan berjumlah 50 bangunan sudut, sedangkan pada penelitian sebelumnya

berjumlah 71.

Hasil penelitian sebelumnya dalam tesis menyebutkan bahwa beberapa

cara penyelesaian rancangan bangunan sudut, antara lain: pemakaian bentuk

plastis kurva linier, bentuk menara (tunggal atau ganda), atap dengan bentuk

kubah atau pyramid, bentuk bangunan melengkung mengikuti sudut jalan, bentuk

5 Lihat dalam tesisnya yang berjudul Studi Bangunan Sudut di Kota Bandung: Suatu Telaah

Tipologi Bangunan di Kavling Sudut

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

7

lebih tinggi dari bangunan lainnya, atap bangunan dengan bahan khusus,

pemakaian arkade, bangunan kembar, bentuk bangunan dengan peninggian berupa

penonjolan pada bagian muka, dan bentuk bengunan dengan ragam hias menarik.

Jumlah bangunan sudut dari tahun 1905-1940 sebanyak 71 bangunan sudut.

Tabel 1.1. Data Bangunan Sudut Tahun 1905-1940 (Sumber. Dana, 1991)

No Tipe Bangunan Sudut Jumlah

1 Menggunakan Kurva Linier 4

2 Menggunakan menara tunggal dan

ganda

18

3 Menggunakan peninggian tampak 13

4 Menggunakan atap kubah 4

5 Menggunakan bentuk melengkung 8

6 Menggunakan ketinggian berlebih 12

7 Menggunakan arkade 2

8 Bentuk Kembar 4

9 Menggunakan atap dengan bahan

khusus

3

10 Menggunakan ragam hias menarik 3

Total 71

Lingkup penelitian yang dilakukan adalah penelaahan dan pembahasan

mengenai konsep-konsep yang digunakan pada bangunan secara umum, terutama

pada peranan bangunan di kavling sudut dan penerapannya pada bangunan-

bangunan sudut. Tujuan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah

menjelaskan pengertian antara bangunan sudut dan bangunan yang terdapat di

sudut lainnya.

Bangunan-bangunan peninggalan masa kolonial di Bandung masih

dipertahankan hingga sekarang, tapi sebagian lagi bangunannya sudah berubah

menjadi bangunan baru. Pada tahun 1990 ada 495 bangunan lama, namun yang

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

8

tersisa hingga tahun 2000 hanya sekitar 206 bangunan arsitektur kolonia (Kunto,

2000: 20).

1.2. Rumusan Permasalahan

Bangunan sudut merupakan bangunan yang terletak di lahan sudut

persimpangan jalan dengan bentuk yang berbeda dari bangunan di sekitarnya.

Bangunan-bangunan ini memiliki bentuk dan keletakan yang beragam. Namun,

tidak ada ketentuan yang pasti tentang bentuk dan keletakan bangunan-bangunan

sudut. Bangunan-bangunan sudut di Bandung memiliki jumlah yang banyak

dengan bentuk beranekaragam, tapi terdapat pula kesamaan bentuk. Begitu pula

dengan keletakannya terletak di persimpangan jalan. Bangunan-bangunan sudut

ada yang keletakannya berada di satu persimpangan jalan dengan bangunan sudut

lainnya dan ada yang terletak di persimpangan jalan yang berbeda. Oleh karena

itu, dibutuhkan banyak data untuk menjelaskan bentuk-bentuk bangunan sudut

serta keletakan yang sering digunakan bangunan sudut tersebut. Fungsi bangunan

sudut pun sangat beragam, seperti tempat tinggal, perkantoran pemerintah

maupun swasta, sarana militer dan sekolah.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka rumusan masalah yang akan dikaji

adalah:

Bagaimana bentuk dan keletakan bangunan-bangunan sudut di

Bandung serta kaitannya dengan fungsi dan perkembangan Kota Bandung?

1.3. Tujuan dan Ruang Lingkup Penelitian

Dengan diketahui bentuk dan keletakan bangunan-bangunan sudut di Kota

Bandung maka tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui

bangunan sudut dalam kerangka sejarah Kota Bandung dan arsitektur. Tujuan

khusus pada penelitian ini untuk mengetahui pola dan persebaran bangunan sudut.

Seperti dijelaskan sebelumnya batas ruang lingkup penelitian dibatasi pada

bangunan-bangunan sudut yang didirikan pada tahun 1900-1940 karena pada

tahun-tahun tersebut kota Bandung mengalami peningkatan sarana dan prasarana

mengingat status kota Bandung sebagai gemeente kemudian menjadi

stategemeente bahkan direncanakan menjadi ibukota Hindia Belanda. Jumlah

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

9

bangunan-bangunan sudut tersebut sebanyak 50 bangunan.

1.4. Metode Penelitian

Metode penelitian arkeologi merupakan cara untuk menjawab

permasalahan-permasalahan penelitian arkeologi. Dalam penelitian ini dilakukan

tiga tahap penelitian yakni, pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran

data.

Bagan 1.1. Metode Penelitian

Berikut tahapan-tahapan penelitian yang digunakan pada penelitian ini,

sebagai berikut:

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

10

Pengumpulan Data

Tahap penelitian pertama yang dilakukan adalah pengumpulan data,

berupa mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian dan sesuai

dengan kebutuhan penelitian pula. Data terbagi dalam dua, yaitu data primer dan

data sekunder. Penjajakan data ini melalui buku-buku yang berkaitan dengan tata

perkembangan dan sejarah Kota Bandung.

Data primer yang dipakai pada penelitian adalah bangunan-bangunan

sudut yang terdapat di kota Bandung yang berasal dari tahun 1900-1940. Sumber

data utama atau data primer yang digunakan adalah foto, dan gambar bangunan

sudut pada tahun 1930 hingga keadaan sekarang. Berdasarkan data-data yang

dipelajari terdapat bangunan Kantor Pos Besar Bandung, Hotel Savoy Homann,

Museum Konferensi Asia Afrika, Toko Asia Afrika-Pecinan, Gedung Merdeka,

Kantor Ex. Escompto Bank Bandung, Hotel Swarha, Toko de Vries, Toko

Sudirman-Kasmin, Kantor Asia Afrika- Kaca Kaca Wetan, Toko Ligna, Apotek

de voor Zogh, Kantor Asuransi Independent, Toko Cetre Point, LKBN Antara, de

Javasche Bank, Denis Bank, Gereja Bethel, Gereja Santo Petrus, Bangunan

Juanda-Hasanuddin, Bangunan Juanda-Prabudimuntur, Rangga Gading-

Purnawarman, Sawunggaling-Rangga Gading, Villa Merah, Drie Klieur,

Merdeka-Aceh, Perpustakaan Universitar Parahyangan, Kyai Gede Utama-Dipati

Ukur, Kantor DPD Angkatan 45, GKP RI, Toko ABC-Banceuy, Toko Bintang

Mas, Toko Hasil Bumi Bintang, Gedung Bapemil, Cendana-Taman Pramuka,

Riau-Banda, Soka-Riau, Pudak-Anggrek, Anggrek-Taman Cendana, Markas

Komando Wilayah V, Balai Keselamatan, SMPN 5 Bandung, Sumatera-Aceh,

Villa Gruno, Malabar-Gatsu, Gatsu-Malabar, Pabrik Kina, dan Yayasan Panti

Asuhan Dana Mulya.

Sementara itu data sekunder sebagai data bantu, antara lain data

kepustakaan, dan lapangan. Data kepustakaan adalah Buku dan artikel yang

berkaitan dengan Sejarah Bandung, bangunan sudut, dan arsitektur kolonial di

Bandung. Selain itu pula dibutuhkan majalah-majalah lama dan foto-foto lama

untuk memperlihatkan keletakan bangunan sudut dengan jalan dan perubahannya

bentuk bangunan sudut., serta denah-denah bangunan-bangunan tersebut yang

diperoleh melalui instansi yang berkaitan, yaitu Departemen Kebudayaan

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

11

Bandung (Yayasan Bandung Heritage) dan pengelola atau pengguna bangunan-

bangunan sudut itu sendiri. Selanjutnya, data lapangan diperoleh melalui

pengamatan dan perekaman data. Pengamatan berupa pencatatan dan

memperhatikan seluruh bangunan yang menunjang penelitian dan perubahan-

perubahan bangunan termasuk pula renovasi. Hal tersebut dilakukan untuk

mengetahui keadaan bangunan sekarang dan perubahan-perubahan yang terjadi

sebelumnya. Hasilnya pencatatan kemudian dideskripsikan dalam bentuk verbal

yang terlihat dalam bab 2.

Deskripsi yang dilakukan pada pengumpulan data adalah menjelaskan

keletakan bangunan, bentuk bangunan yang meliputi denah bangunan sudut baik

yang bertingkat atau tidak, bermenara atau tidak, berhalaman depan atau tidak,

keadaan bangunan sekarang, tampak muka bangunan sudut, deskripsi bagian

bangunan yang terlihat dari luar dan keadaan bangunan sekarang. Selain itu,

dijelaskan pula biro arsitek, gaya bangunan, sejarah dari bangunan sudut tersebut,

ciri khas bangunan dan fungsi awal bangunan.

Guna mempermudah pendeskripsian maka dilakukan pembagian wilayah

menjadi sektor-sektor. Penamaan sektor disesuaikan dengan nama jalan-jalan dan

wilayah pada awal abad 20 ketika masih di bawah kekuasaan Hindia Belanda.

Sektor-sektor tersebut ditetapkan sebanyak sembilan yang sesuai dengan wilayah

pada masa awal abad 20. Sembilan sektor tersebut antara lain, sektor Grote

Postweg (sekarang Jalan Asia Afrika dan Jalan Sudirman), sektor Bragaweg

(sekarang Jalan Braga), sektor Merdekaweg (sekarang Jalan Merdeka dan Jalan Ir.

H. Djuanda), sektor Oude Hospitaalweg (sekarang Jalan Veteran dan Jalan

Bungsu), sektor Pasar Baroeweg (sekarang Jalan Otto Iskandardinata), sektor

Roozemboomweg (sekarang Jalan R.L.L.E. Martadinata atau Jalan Riau), sektor

Soematrastraat (sekarang Jalan Sumatera), sektor Papandayanlaan (sekarang Jalan

Gatot Subroto), dan sektor Burgermeester Coopsweg (sekarang Jalan Pajajaran).

Kesembilan sektor tersebut (sektor Grote Postweg, sektor Bragaweg, sektor

Merdekaweg, sektor Oude Hospitalweg, sektor Pasar Baroeweg, sektor

Roozeboomweg, sektor Soematrastraat, sektor Papandyanlaan, dan sektor

Burgemeester Coopsweg) akan tetap digunakan selama penelitian ini.

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

12

Pengolahan Data

Tahap kedua dalam penelitian ini adalah proses pengolahan data. Pada

tahap ini dilakukan analisis data yang telah dikumpulkan. Metode analisis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bentuk dan keletakan. Analisis

bentuk dan keletakan merupakan proses untuk mengetahui bentuk-bentuk dan

lokasinya yang digunakan dalam bangunan-bangunan.

Hal-hal yang diperhatikan dalam analisis ini antara lain, ruang, keletakan

fungsi dan waktu. Atribut yang dipelajari dalam analisis bentuk dan lokasi adalah

ukuran, bentuk, dan bagian-bagiannya. Tujuan penelitian dengan analisis bentuk

dan lokasi adalah untuk menyimpulkan bentuk bangunan dan letaknya (Sharer and

Ashmore, 2003: 422). Pada penelitian ini dilakukan analisis bentuk secara umum

mengingat jumlah bangunan yang berjumlah 50 bangunan sudut.

Analisis yang dilakukan terhadap bentuk dan kelatakan adalah dengan cara

menganalisis dari semua bangunan sudut dengan membuat pengelompokan. Hal

tersebut dilakukan untuk mempermudah analisis data mengingat data yang

banyak. Pengelompokan yang dilakukan berdasarkan keletakan dan bentuk serta

terbagi sebelumnya menjadi dua, yaitu analisis bangunan sudut per bangunan dan

per sektor. Analisis keletakan dilakukan dengan membagi dalam tiga kelompok

yang disesuaikan dengan persimpangan jalan, yaitu persimpangan tiga, empat dan

lima. Setelah itu menjelaskan lokasi bangunan sudut terhadap persimpangan jalan

dan bangunan sudut tersebut berada di satu persimpangan jalan atau tidak.

Analisis selanjutnya berupa analisis bentuk. Atribut-atribut yang

diperhatikan dalam analisis bentuk adalah bentuk denah (bujur sangkar dan

persegi panjang, segitiga, lingkaran, dan tidak beraturan), bermenara dan tidak

bermenara, tinggi bangunan (bertingkat dan tidak bertingkat), halaman depan, dan

tampak muka bangunan.

Penafsiran Data

Tahap ketiga dalam penelitian ini adalah penafsiran data. Dalam

penafsiran data metode yang digunakan adalah pendekatan data sejarah dan

perbandingan dengan kota-kota kolonial di pulau Jawa.

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

13

Pendekatan data sejarah guna menjawab pertanyaan mengenai

perkembangan kota kolonial Bandung. Diharapkan dengan menggunakan data

sejarah dapat memasukkan hasil-hasil bangunan sudut yang telah dilakukan

analisis kedalam kerangka sejarah Kota Bandung. Hasil analisis yang digunakan

berupa keletakan dengan didampingi tahun berdiri, dan fungsi yang telah

diperoleh.

Penafsiran data berikutnya adalah perbandingan. Perbandingan yang

dilakukan lebih menekankan pada bentuk-bentuk bangunan sudut di Bandung

dengan di kota-kota lainnya. Bentuk yang dibandingkan adalah melalui setiap

fungsi bangunan sudut. Fungsi-fungsi tersebut adalah bank, kantor, rumah tinggal,

toko, hotel dan gereja. Hasil analisis yang digunakan adalah bentuk bangunan

sudut dan dibantu dengan tahun berdiri bangunan sudut, fungsi dan arsitek.

1.3. Riwayat Penelitian

Beberapa tulisan mengenai sejarah Bandung tidak semuanya terdapat

pembahasan mengenai data bangunan-bangunan sudut. Sebagian tulisan tersebut

hanya membahas bangunan-bangunan sudut yang terkenal dan sering digunakan

oleh bangsa-bangsa Kolonial pada saat itu dan mengenai sejarah politik, ekonomi,

serta perkembangan kota Bandung. Dalam penelitian ini buku-buku sejarah

Bandung sangat dibutuhkan, khususnya yang menjelaskan perkembangan fisik

kota dan bangunannya.

Buku-buku yang digunakan karena terdapat tulisan mengenai bangunan

sudut dan perkembangan kota Bandung adalah:

1. Djefri W. Dana dalam tesis arsitektur Institut Teknologi Bandung yang

berjudul Studi Bangunan Sudut di Kota Bandung: Suatu Telaah Tipologi

Bangunan di Kavling Sudut. Tesis tersebut menjelaskan mengenai konsep-

konsep Bangunan-Bangunan sudut di Bandung dengan melakukan wawancara

ke masyarakat, tipologi dan perbandingan bentuk-bentuk bangunan sudut

dengan yang berada di Eropa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui peranan bangunan sudut dalam suatu kota. Data bangunan yang

digunakan berjumlah 71 dan menghasilkan tujuh tipologi penyelesaian akhir

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakanglib.ui.ac.id/file?file=digital/127219-RB03M28b-Bangunan...manusia, misalnya ceruk dan goa. Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI,

Universitas Indonesia

14

bangunan-bangunan sudut.

2. Haryoto Kunto dalam bukunya yang berjudul Semerbak Bunga di Bandung

Raya. Buku tersebut menjelaskan mengenai sejarah Bandung secara jelas dan

luas dari berbagai aspek, tapi penjelasan mengenai banguan sudut tidak

dijelaskan secara eksplisit. Buku ini merupakan kumpulan dari tulisan yang

pernah dibuat oleh Haryoto Kunto.

3. Djefri W. Dana dalam bukunya yang berjudul Ciri Perancangan Kota

Bandung. Buku tersebut berisi mengenai bangunan-bangunan dan monumen

yang memiliki bentuk berbeda salah satunya adalah bangunan-bangunan

sudut. Pada buku ini tidak dijelaskan bangunannya satu per satu dan hanya

menyebutkan bangunan-bangunan sudut saja. Selain itu dijelaskan pula peta

keletakan bangunan sudut di keletakan persimpangan jalan.

1.4. Sistematika Penelitian

Penelitian mengenai Bangungan-Bangunan Sudut di Bandung

manggunakan sistematika penelitian sebagai berikut:

Bab 1 berupa pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penelitian,

rumusan permasalahan, tujuan dan ruang lingkup penelitian, metode penelitian

dan sistematika penulisan.

Bab 2 berupa sejarah dan deskripsi yang berisi mengenai sejarah kota

Bandung, gambaran data yang terdiri dari riwayat penelitian dan deskripsi

bangunan-bangunan sudut satu per satu.

Bab 3 berupa analisis yang berisi mengenai analisis terhadap keletakan

dan bentuk bangunan-bangunan sudut.

Bab 4 berupa penafsiran yang berisi mengenai interpretasi bangunan-

bangunan sudut yang dikaitkan dalam perkembangan arsitektur dan kota kolonial

di Bandung.

Bab 5 berupa penutup yang berisi mengenai kesimpulan yang merupakan

jawaban dari permasalahan dan saran untuk pemerintah atau penelitian

selanjutnya.

Bangunan-bangunan sudut..., Maharani Qadarsih, FIB UI, 2009