bab-1-3 neti h
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Orang mempelajari bahasa agar dapat menemukan ciri kata atau kalimat dan gaya
bahasa yang dapat menyentuh hati nurani orang-orang di sekitar sehingga dapat
mempengaruhi mereka.Demikian juga bahasa dipelajari disekolah-sekolah dengan
segala tingkat pendidikan, mempelajari bahasa sebagai salah satu mata pelajaran
pokok dalam kegiatan belajar mengajar.
Kesalahan berbahasa yang masih sering ditemukan adalah kesalahan penggunaan
kosakata, gaya bahasa dan kemampuan menggunakan ejaan dan tanda baca, khusus-
nya dalam menulis karangan nasari. Dalam menulis karangan narasi penggunaan
tanda baca sangat penting diperhatikan karena karangan narasi adalah cerita yang
dipaparkan berdasarkan plot atau alur. Karangan narasi cenderung dilakukan melalui
proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Sehingga
untuk menghidupi suatu karangan narasi penting diperhatikan keberbahasaan siswa.
Secara sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau
kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang
menghadapi suatu konflik. Ketiga unsur berupa kejadian, tokoh, dan konflik
merupakan unsur pokok sebuah narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga unsur itu
disebut plot atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan plot atau
alur. Narasi dapat berisi fakta atau fiksi. Narasi yang berisi fakta disebut narasi
ekspositoris, se-dangkan narasi yang berisi fiksi disebut narasi sugestif. Contoh narasi
ekspositoris adalah biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman. Sedangkan contoh
narasi sugestif adalah novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam
Selain keberbahasaan karangan narasi juga mengikuti alur cerita atau pola narasi
secara sederhana berbentuk susunan dengan urutan awal – tengah – akhir, atau
langkah menyusun narasi (terutama yang berbentuk fiksi) cenderung dilakukan
melalui proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Oleh
karena itu, cerita dirangkai dengan menggunakan "rumus" 5 W + 1 H, (What, Where,
When, Who,Why, How). Akan tetapi dalam hal ini penulis hanya akan membahas
pada bagian kesalahan berbahasa dalam mengarang narasi. Kesalahan yang dimaksud
seperti tercantum diatas adalah penggunaan EYD, tanda baca, dan aturan menulis
menurut system bahasa Indonesia baku.
Mengarang berasal dari kata dasar karang yang menurut artinya adalah batuan yang
tersusun dari partikel-partikel kecil dan menjadi karang, sedangkan mengarang arti-
nya menyusun sesuatu menjadi arti tertentu yang dapat dilihat atau dinikmati. Berda-
sarkan pengertian ini maka dalam pelajaran bahasa khususnya bahasa Indonesia,
2
mengarang berarti menyusun kata menjadi kalimat dan menyusun kalimat menjadi
suatu tulisan yang dapat dinikmati oleh yang membaca atau yang mendengar dari
orang yang membaca karangan tersebut.
Karangan sendiri terdiri dari bermacam-macam bentuk berdasarkan maksud, tujuan,
dan kegunaan suatu karangan. Salah satu bentuk karangan yang akan penulis angkat
dalam karya tulis ini adalah karangan narasi. Karangan narasi adalah suatu bentuk
tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak tanduk, per-
buatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung
dalam suatu kesatuan waktu. Narasi berasal dari kata narration atau bercerita.
Karangan narasi sangat dipengaruhi oleh penggunaan bahasa yang baik dan mudah
dipahami oleh yang membaca dan dimengerti oleh yang mendengarkan. Bagi yang
membaca karangan narasi akan dapat menggunakan intonasi yang tepat sesuai dengan
yang tertulis dan yang mendengar memahami maksud dan tujuan karangan yang
dibacakan tersebut. Sehingga kesalahan berbahasa dalam karangan narasi akan
sangan berpengaruh terhadap hasil, maksud, dan tujuan penulisan karangan tersebut.
Penulis melihat permasalah kesalahan berbahasa dalam karangan narasi di tingkat
sekolah menengah pertama sangat besar, kesalahan yang dapat berakibat fatal jika
tidak segera diperbaiki atau disadari, khususnya sebagai pendidik. Penulis mengamati
pada pra penelitian, di tingkat SMP, kesalahan berbahasa yang terjadi adalah penggu-
naan kata yang tidak tepat, penggunaan tanda baca, penggunaan huruf dan sebagai-
3
nya yang seharusnya tidak dipergunakan atau yang seharusnya dipergunakan tidak
ditulis atau digunakan. Kesalahan berbahasa yang sederhana, akan mengubah arti dari
tulisan tersebut, mengingat pentingnya kemampuan menulis atau mengarang maka
dalam penelitian ini penulis harapkan mendapar mesukan yang berguna baik bagi
penulis sendiri maupun bagi sekolah tempat penulis melakukan penelitian.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasikan masalah
sebagai berikut:
1) Minat mengarang khususnya mengarang narasi pada siswa kelas VII semester
genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung
Barat Tahun Ajaran 2009/2010 masih rendah.
2) Kemampuan mengarang narasi pada siswa kelas VII semester genap SMP Negeri
3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat Tahun Ajaran
2009/2010 masih kurang.
3) Kesalahan berbahasa dalam karangan narasi pada siswa kelas VII semester genap
SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat
Tahun Ajaran 2009/2010 masih lemah.
4) Kemampuan mengarang narasi dan kesalahan berbahasa pada siswa kelas VII
semester genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten
Lampung Barat tahun pelajaran 2009/2010 belum optimal.
4
1.3. Pembatasan Masalah
Berdasarkan masalah dalam penulisan ini, penulis membatasi pada butir 3, yaitu
analisis kesalahan berbahasa dalam karangan narasi pada siswa kelas VII semester
genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung
Barat tahun pelajaran 2009/2010.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah: “Bagaimanakah kemampuan siswa dalam menulis karangan
narasi dan kesalahan berbahasanya?”
1.5. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini antara lain bertujuan untuk:
1 Mengetahui pemahaman menulis karangan narasi pada siswa kelas VII
semester genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten
Lampung Barat tahun pelajaran 2009/2010.
2 Mengajarkan cara-sara menulis karangan narasi yang benar pada siswa kelas
VII semester genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong
kabupaten Lampung Barat tahun pelajaran 2009/2010.
3 Mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan tata bahasa, pola kalimat
atau diksi dalam menulis karangan narasi pada siswa kelas VII semester genap
5
SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat
tahun pelajaran 2009/2010.
4 Mengetahui ketepatan penggunaan EYD dalam menulis karangan narasi pada
siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way
Tenong kabupaten Lampung Barat tahun pelajaran 2009/2010.
5 Mengetahui kemampuan siswa dalam memahami struktur kalimat ata tata
bahasa Indonesia dalam menulis karangan narasi pada siswa kelas VII semester
genap SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten
Lampung Barat tahun pelajaran 2009/2010.
1.5.2 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut:
1) Tambahan ilmu pengetahuan bagi siswa tentang kesalahan berbahasa dalam
menulis karangan narasi.
2) Melatih siswa menulis karangan narasi yang benar menurut aturan mengarang
yang baik dan benar.
3) Meningkatkan kemampuan mengarang narasi yang akan berguna bagi siswa
untuk mengetahui kesalahan berbahasa, khususnya bahasa Indonesia.
4) Sebagai bahan masukan bagi guru dalam pengajaran mengarang narasi.
5) Bahan masukan bagi guru mata pelajaran bahasa Indonesia mengenai kesalahan
berbahasa dan membuat langkah-langkah perbaikan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia khususnya mengarang narasi.
6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1 Objek Penelitian
Objek yang diteliti adalah “analisis kesalahan berbahasa dalam karangan narasi“.
1.6.2 Subjek Penelitian
Kelas yang akan menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 3
Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat tahun pelajaran
2009/2010.
1.6.3 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran
2009/2010.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Bahasa
Bahasa adalah system lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat ucap)
yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat
komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Hal yang sama juga dikatakan
bahasa adalah perkataan-perkataan yang dipakai oleh suatu bangsa (suku bangsa,
Negara, daerah dan sebagainya). (KBBI, 2002 ; 66)
2.1.1 Berbahasa
Keterampilan berbahasa atau language skill dalam kurikulum sekolah biasanya men-
cakup empat segi yaitu: a) keterampilan menyimak, b) keterampilan berbicara, c) ke-
terampilan membaca, dan d) keterampilan menulis. (Silabus bahasa Indonesia SMP)
Setiap keterampilan tersebut saling berkaitan dalam perkembangan anak didik untuk
mencapai kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Dengan kemampuan berba-
hasa dalam hal ini menulis karangan yang baik akan memudahkan bagi siswa untuk
menuangkan gagasan, pikiran dan ide-idenya dengan baik.
8
Literatur bahasa yang ada menyatakan bahwa fungsi bahasa bagi setiap orang ada
empat, yaitu: (1) sebagai alat/media komunikasi; (2) sebagai alat untuk ekspresi diri;
(3) sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial; (4) sebagai alat control sosial. (Keraf,
dari L Finoza, 2003 ; 2).
Berdasarkan kenyataan ini maka berbahasa merupakan suatu cara atau tingkah laku
manusia untuk menunjukkan jati diri, ekspresi, dan adaptasi sosial yang dapat di-
lakukan secara langsung (komunikasi) atau secara tertulis (kata, kalimat, atau
karangan)
2.1.2 Berbahasa yang Baik dan Benar
Bahasa sudah dapat dikatakan baik apabila dapat dimengerti oleh komunikasi kita dan
ragamnya harus sesuai dengan situasi pada saat bahasa itu digunakan.(L. Finoza,
2003 : 11).
Bahasa tulis ditandai dengan kecermatan menggunakan ejaan dan tanda baca (yang
secara tepat dapat melambangkan intonasi), kosa kata, penggunaan tata bahasa dalam
pembentukan kata, penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana.(Widjono, 2005 : 18).
Pendapat di atas menyatakan bahwa pentingnya berbahasa yang baik dan benar,
dengan demikian siapapun yang akan membacanya dapat memahami maksud dari
karya tulis atau karangan tersebut. Karangan yang dihasilkan tidak akan menimbul-
kan multi tafsir bagi yang membacanya dalam berbagai situasi dan tingkat pendidikan
9
atau pengetahuan pembacanya.
2. 2 Karangan Narasi
Secara sederhana, narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau
kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang meng-
hadapi suatu konflik. Ketiga unsur berupa kejadian, tokoh, dan konflik merupakan
unsur pokok sebuah narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga unsur itu disebut plot
atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan plot atau alur. Narasi
dapat berisi fakta atau fiksi. Contoh narasi yang berisi fakta adalah biografi, auto-
biografi, atau kisah pengalaman. Sedangkan contoh narasi yang berupa fiksi adalah
novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam.
Pola narasi secara sederhana berbentuk susunan dengan urutan awal – tengah – akhir.
Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh.
Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca. Bagian tengah
meru-pakan bagian yang memunculkan suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju
klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur
cerita akan mereda. Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan
bermacam-macam. Ada yang menceritakannya dengan panjang, ada yang singkat,
ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan
pembaca untuk menebaknya sendiri.
Menurut Keraf (2007: 135) menyatakan bahwa : karagan narasi adalah suatu bentuk
10
wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkaikan
menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Atau dapat
dirumuskan dengan cara lain narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha
menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah
terjadi.
Karangan narasi adalah karangan yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian
dengan tujuan agar pembaca seolah-olah sudah menyaksikan atau mengalami
kejadian yang diceritakan. (Djuharmie, 2009:12)
Narasi adalah teks yang di dalamnya menceritakan suatu kejadian secara runtut dalam
satu kesatuan waktu. (Damayanti, 2007: 12)
Narasi adalah suatu karangan yang isinya mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian
itu sendiri. Peristiwa yang dikisahkan dalam proa narasi berupa serangkaian tindakan
atau perbuatan yang memiliki hubungan kausalitas dan terikat oleh satu kesatuan
ruang dan waktu. (Suryanto, 2007: 36-39)
Langkah menyusun narasi (terutama yang berbentuk fiksi) cenderung dilakukan
melalui proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Oleh
karena itu, cerita dirangkai dengan menggunakan "rumus" 5 W + 1 H.
1 (Where) Di mana seting/lokasi ceritanya,
2 (Who) Siapa pelaku ceritanya,
3 (What) Apa yang akan diceritakan,
11
4 (When) Kapan peristiwa-peristiwa berlangsung,
5 (Why) Mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi, dan
6 (How) Bagaimana cerita itu dipaparkan.( Djuharmie, 2009 : 112)
2.2.1 Tujuan Menulis Karangan Narasi
Tujuan menulis karangan narasi secara fundamental menurut Suparno dan Yunus,
yaitu:
1) Hendak memberikan informasi atau memberi wawasan dan memperluas penge-
tahuan pembaca.
2) Hendak memberikan pengalaman etis kepada pembaca. (Suparno dan Yunus,
2004 : 4,49)
Berdasarkan pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa mengarang narasi ber-
tujuan untuk memberikan informasi yang berisi tentang wawasan dan pengetahuan
pembaca. Melalui karangan narasi juga dapat memberikan pengalaman estetis penulis
kepada pembaca. Sehingga pembaca dapat memahami karangan yang dibuat penulis.
2.2.2 Jenis-Jenis Karangan Narasi
Lamuddin Finoza berpendapat bahwa menurut sifatnya karangan narasi ada dua jenis
yaitu:
1) Narasi ekspositoris/narasi faktual adalah narasi yang hanya bertujuan untuk
memberi informasi kepada pembaca agar pengetahuannya bertambah luas.
Contoh narasi ekspositoris adalah kisah perjalanan, otobiografi, kisah
perampokan, dan cerita tentang pembunuhan.
12
2) Narasi Sugesti/narasi berplot adalah narasi yang mampu menimbulkan daya
khayal pembaca, mampu menyampaikan makna kepada pembaca melalui daya
khayal.
3) Contoh narasi sugestif adalah novel dan cerpen. (Finoza, 2006 : 222)
Menurut Gorys Keraf, perbedaan pokok antara narasi ekspositoris dengan narasi
sugestif adalah:
Narasi Ekspositori
1. Memperluas pengetahuan
2. Menyampaikan informasi mengeani
suatu kejadian.
3. Didasarkan pada penalaran untuk
mencapai kesepakatan rasional.
4. Bahasa lebih condong ke bahasa in-
formasi dengan titik berat dari pada
penggunaan kata-kata denotative.
Narasi Sugestif
1. Menyampaikan suatu makna atau se-
suatu amanat yang tersirat.
2. Menimbulkan daya khayal
3. Penalaran hanya berfungsi sebagai
alat untuk menyampaikan makna se-
hingga kalau perlu penalaran dapat
dilanggar.
4. Bahasanya lebih condong ke bahasa
figuratif dengan menitik beratkan
penggunaan kata-kata konotatif.
(Gorys Keraf, 2007 : 138)
Menurut Atar Semi (2003: 38 ) jenis-jenis karangan narasi meliputi:
1) Narasi Ekspositorik (Narasi Teknis)
Narasi Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi
secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang
tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu
peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu
13
orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atay sampai terakhir dalam
kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi
juga berlaku pada penulisan narasi ekspositprik. Ketentuan ini berkaitan dengan
penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsure
sugestif atau bersifat objektif.
Contoh karangan narasi Ekspositorik
ADOPSI ANAK INDONESIA OLEH ORANG
ASING, MENGAPA TIDAK
Suryati Wianata
Beberapa tahun yang lalu, di Bandara Halim Perdana Kusuma sekali –
sekali kelihatan sepasang suami istri yang jelas berkebangsaan asing,
mendorong kereta bayi berisi seorang bayi berkulit sawo matang, yang jelas
berbeda dari rupa pasangan ‘orang tua ‘-nya. pemandangan seperti ini
kemudian menjadi langka dan lenyap sama sekali, setelah beberapa orang
yang berpengaruh di kalangan pemerintahan mulai angkat bicara soal citra
pribadi dan harga diri bangsa yang direndahkan melalui praktek adopsi anak
Indonesia oleh orang asing. Orang-orang pun mulai menjadi sibuk
memberikan penilaian yang cenderung senada dengan bicara ‘bapak’ dan
‘Ibu’ yang berpengaruh itu, dan ramai-ramai mulailah kita menentang
praktek-praktek adopsi seperti itu. namun, dari realita yang ada,
kelihatannya adopsi anak di Indonesia oleh orang asing tidaklah seburuk
yang dinilai oleh banyak orang. mengapa kita harus omong besar soal harga
diri dan hal abstrak lainnya kalau dalam kenyataan belum ada kesejahteraan
yang merata dan memadai disini, sedangkan jaminan sosial yang lebih baik
14
menanti anak-anak yang malang itu disana ? dilain pihak, praktek ini jelas
menunjang program pemerintah yang telah kewalahan menahan lajunya
pertumbuahan penduduk.
Bicara soal harga diri suatu bangsa memang bukanlah masalah yang
sederhana. siapa pula yang mau dianggap kepribadian dan bermental
‘penjual anak’ pada bangsa lain dan masalahnya menjadi semakin kompleks
ketika pihak yang menetang praktek adopsi ini memandangnya sebagai
salah satu bentuk ekspor komoditi non-migas yang memberi keuntungan
bagi segelintir manusia yang tidak punya harga diri. Tetapi rasanya
anggapan ini salah kaprah, dan bisa diluruskan asalkan ada penataan
administrasi yang lebih bertanggung jawab .
Sebuah survey dan studi perlu dilakukan untuk meneliti dampak
sosial, budaya, dan psikologis dari praktek adopsi ini sebelum orang-orang
keburu menilai yang jelek-jeknya saja. Oleh karena itu, kalau kita memang
ingin konsekuen menjadi bangsa yang berkepribadian yang mandiri,
mungkin praktek-praktek seperti pinjaman dari luar negeri, penanaman
modal asing, studi keluar negeri dan segala bentuk hubungan serta ‘produk’
yang berbau luar negeri lebih baik dijauhkan. Hal ini tentu saja mustahil.
kalau kita mau jujur tentang keberadan bangsa dan negara kita, kita ini
sebenarnya masih jauh sekali dari impian mejadi negara yang mandiri, yang
sejahtera dan mampu tampil sebagai negara yang menetukan di dalam
percaturan dunia.
Jadi, jangan malu-malulah menerima uluran tangan pihak asing yang
secara tidak langsung memperbaiki taraf hidup sebagaian bocah-bocah kita
yang dinegaranya sendiri sukar mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Apalagi jika uluran tangan tadi didasarkan pada rasa kasih sayang yang
15
tulus untuk menyayangi buah hati yang berlainan ras ini, dan bukan hanya
sekedar take and give ; mereka cuma take babies dan give money saja.
Prosedur pengangkatan anak yang benar dan bertanggung jawab akan
diulai dengan mendeteksi keberadaan calon orang tua angkat, untuk
memperoleh data mengenai kemungkinan jaminan kehidupan dan tunjangan
pendidikan yang layak bagi anak yang akan diadopsi itu. Keinginan dan
kerinduan untuk memelihara dan menyayangi anak itu sendiri pun dapat
pula dipakai sebagai pegangan bahwa anak itu tidak akan ditelantarkan, apa
lagi jika kita lihat kegigihan calon orang tua memperjuangkan ‘anak’
mereka selama ini. dengan kata lain, hari depan yang lebih cerah diajanjikan
disana, dibandingkan jika anak-anak itu tetap tinggal disini. tentunya ini
tidak berlaku bagi keluarga-keluarga yang mapan. Tetapi bagaimana dengan
keluarga yang tidak mampu, yang broken home, anak-anak diluar nikah,
serta ribuan anak lain yang tidak mempunyai jaminan masa depan yang
cerah dinegeri sendiri? salahkah jika ada pihak asing yang denan tulus
bersedia mengasuh mereka?
Adopsi anak Indonesia oleh orang asing seperti ini bukanlah pelarian tanggung jawab
sosial di negara kita. Hal ini sebaiknya dipandang sebagai salah satu alternatif
pemecahan-pemecahan masalah-masalah besar yang kita hadapi, seperti peledakan
jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan keluarga yang tidak mampu, serta
perluasan kesempatan bagi sebagian anak
2) Narasi Sugestif
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud
16
tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau
pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat atau berada didalam kejadian itu.
Penggunaan bahasa dan gaya bahasa sangat besar pengaruhnya agar pembaca dapat
terbawa dalam pengalaman penulisnya.
Contoh Karangan Narasi Sugestif
Mbok Inah
Cerpen Elmas.Dienal Ha2 Adwijaya
SMAN I GARUT
Mbok Inah adalah pembantu rumah tangga kami. Kami sekeluarga
sangat menyayanginya. Mbok inah sudah seperti saudara bagi kami karena dia
sudah lebih dari dua puluh tahun tinggal bersama kami.bagi saya sendiri,
mbok inah sudah seperti ibu, dilah yang mengurus saya sejak kecil. Selama
ini, tidak ada masalah dengan mbok inah, sampai pada suatu waktu terjadilah
sebuah peristiwa.
Mbok Inah menangis tersedu-sedu setelah aku pulang dari sekolah.
Aku merasa kaget melihat hal itu.
“Mbok,kenapa nangis ada apa sich?” tanyaku.
Mbok Inah tidak menjawab. Dia hanya menggelengkan kepalanya
sambil tetap menangis tersedu-sedu.
“Mbok, apa sebenarnya yang terjadi ?” tanyaku kembali.
Mbok Inah berhenti sesaat. Di pandangnya wajahku dalam-dalam.
17
“enggak ada apa-apa, Den,” jawabnya perlahan-lahan.
Aku tak percaya. Tidak mungkin kalau tidak ada masalah, Mbok Inah
akan menangis akan menangis. Selama ini, kami melihat Mbok Inah sebagai
sosok yang periang,suka humor, bahkan penuh optimis. Selama bekerja pada
keluarga kami, saya tak pernah mendengar Mbok Inah mengelu. Semua
situasi dihadapinya dengan tabah.
“Akh, yang bener Mbok. Saya tahu benar Mbok. Bagi saya Mbok
sudah seperti ibu. Oleh karena itu apa yang Mbok rasakan, dapat saya
rasakan,” kataku sambil memeluk Mbok Inah.
Merasa dirinya dipeluk Mbok Inah bukanya diam.tangisanya makin
menjadi. Dan tak terasa air mataku juga ikut meleleh.
“Mbok, ada apa? Katakan padaku!” kataku sambil merengek.
Mbok Inah berusaha menghentikan tangisannya.
“Eh… anu Den, Mbok akan berhenti bekerja. Mbok akan pulang
kampung!”
Saat itu saya merasa terkejut seperti ada petir di siang bolong.
“Mbok, apa yang Mbok katakana? Mengapa Mbok pulang kampong?
Mbok tidak betah lagi tinggal di rumah ini ?” tanyaku beruntun.
Sejenak Mbok Inah terdiam. Tapi akhirnya dia berkata juga,
“Mbok tidak enak, karena tadi pagi tuan dan nyonya bertengkar.
Mereka bertengkar saat Aden sekolah. Katanya, nyonya kehilangan perhiasan.
Nyonya menuduh tuan telah menjualnya untuk diberikan kepada teman
18
selingkuhannya. Nyonya menuduh tuan. Sedangkan tuan tidak merasa
mengambilnya,”
“Lalu apa hubungannya dengan Mbok Inah?” tanyaku tak mengerti.
Mbok Inah diam sejenak. Tiba-tiba air matanya kembali merembes
melalui sela-sela mata.
“Anu, Den Mbok Inah yang mengambil perhiasan tersebut !”
Jawabnya terbata-bata.
Pengakuan Mbok Inah ini lebih mengejutkan lagi. Saya sama sekali
tidak mempercayainya walaupun keluar dari mulut Mbok Inah. Selama ini,
Mbok Inah orang yang sangat jujur. Mbok Inah tidak pernah melakukan
kecurangan, apalagi mencuri. Mbok Inah sangat tekun beribadah.
“Berapa gram, Mbok ?”
“Lima gram ?”
“Hanya lima gram? Untuk apa Mbok melakukan semua itu ?”
Mbok Inah diam lagi. Kemudian dipandangnya wajahku dalam-dalam.
Lalu merunduk kembali sambil berkata perlahan.
“Mbok melakukan untuk menolong si Inem, pembantu rumah sebelah.
Kemarin Inem datang kesini. Inem menangis, kata dia sering disiksa oleh
tuannya, bahkan sering disulut oleh roko, dan bahkan disetrika. Dia mau
kabur tapi dia tak punya uang. Dia minjem kepada Mbok, tapi tak ada,”
Mbok Inah diam sebentar. Lalu melanjutkan pembicaraannya.
19
“Karena kasihan, Mbok mencari uang ke laci kaca hias Nyonya. Tapi
tak ada. Tiba-tiba Mbok melihat cincin Nyonya tergeletak di atas meja. Tak
pikir panjang Mbok mengambilnya dan menyerahkannya kepada si Inem
untuk dijual agar dia bisa pulang,”
Aku terenyuh mendengar kata-kata Mbok Inah. Ternyata Mbok Inah
melakukan semuanya untuk menolong orang lain. Secara spontan aku
memeluk kembali Mbok Inah kuat-kuat, lalu menciumnya. Mbok Inah tanpak
heran.
“Mbok, ternyata Mbok berhati mulia. Aku bangga diasuh dan
dibesarkan oleh Mbok. Jangan menyesali perbuatan yang sudah dilakukan,
Aku punya tabungan Mbok,kita beli lagi cincin itu, ke toko mana si Inem
menjualnya ?”
“katanya ke toko Mustika !”
Aku dan Mbok Inah pergi ke toko Mustika, tak lama, cincin itu masih
ada. Aku membelinya kembali. Mbok Inah terlihat gembira,
“Mbok, jangan pulang ya ?” kataku sambil tersenyum, kulihat mata Mbok
Inah berkca-kaca.
Berdasarkan pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa pokok-pokok perbedaan
seperti yang dikemukakan di atas merupakan garis yang ekstrim antara narasi ekspo-
sitoris dan narasi sugestif antara kedua ekstrim itu masih terdapat percampuran-per-
campuran, dari narasi ekspositoris yang murni berangsur-angsur mengandung ciri-ciri
narasi sugestif yang semakin meningkat hingga ke narasi sugestif yang murni.
20
2.2.3 Langkah-langkah Menulis Karangan Narasi
Langkah-langkah praktis mengembangkan karangan narasi, menurut Suparno dan
Yunus yaitu:
1) Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan.2) Tetapkan sasaran pembaca kita. Siapa yang akan membaca karangan kita, orang
dewasa, remaja ataukah anak-anak?3) Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema
alur, kejadian-kejadian apa yang akan dimunculkan?. Apakah kejadian-kejadian yang disajikan itu penting?. Adakah kejadian penting yang belum ditampilkan?
4) Bagi peristiwa utama ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita. Peristiwa-peristiwa apa saja yang cocok untuk setiap bagian cerita?. Apakah peristiwa-peristiwa itu telah tersusun secara logis dan wajar?
5) Susunan tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang. (Suparno dan Yunus, 2004 : 4,45)
Menurut Atar Semi (2003: 37 ) langkah-langkah menulis karangan narasi yaitu
1) Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan2) Tetapkan sasaran pembaca kita3) Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema
alur4) Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita5) Rincian peristia-peristiwa uatama ke dalam detail-detail peristiwasebagai
pendukung cerita6) Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang
Berdasarkan pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa dalam mengarang narasi
agar memperhatikan langkah-langkah dalam mengembangkan karangan narasi, sebab
karangan narasi yang dibuat dengan sistematis dan sesuai dapat dipahami oleh pem-
baca dan memahami suasana dan situasi cerita itu dibuat.
21
2.2.4 Prinsip-Prinsip Narasi
Menurut Suparno dan Yunus prinsip-prinsip narasi antara lain:1) Alur (Plot), yaitu jalan cerita sebuah kejadian yang ada sebab dan alasannya.
Alur dalam narasi memang sulit dicari. Alur bersembunyi dibalik jalannya cerita. Alur sering dikupas menjadi elemen-elemen sebagai berikut:(a) Penge-nalan, (b) Timbulnya konflik, (c) Konflik, (c) Konflik memuncak, (d) Klimaks, dan (e) Pemecahan masalah.
2) Penokohan, ciri khas narasi adalah mengisahkan tokoh cerita bergerak dalam suatu rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan kejadian.
3) Latar (Setting), adalah tempat dan waktu terjadinya perbuatan tokoh atau peris-tiwa yang dialami tokoh.
4) Sudut pandang (Point of view), sudut pandang dalam narasi menjawab per-tanyaan siapakah yang menceritakan kisah ini. Kedudukan pencerita (narrator) dalam cerita secara pokok ada empat macam yaitu: (a) narator serba tahu (omniscient point of view), (b) narrator betindak objektif (objective point of view), (c) narrator (ikut) aktif (narrato acting), (d) narrator sebagai peninjau.
5) Pemilihan detail peristiwa, salah satu ciri khas karangan narasi jika dibanding-kan dengan karangan yang lain adalah organisasi detail-detail ke dalam urutan ruang waktu yang menyarankan adanya bagian awal, tengah, dan akhir cerita. (Suparno dan Yunus, 2004 : 4,35)
Karangan Narasi menurut Keraf (2000:136)
1. Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan.
2. Dirangkai dalam urutan waktu.
3. Berusaha menjawab pertanyaan, apa yang terjadi?
4. Ada konfiks.
Narasi dibangun oleh sebuah alur cerita. Alur ini tidak akan menarik jika tidak ada
konfiks. Selain alur cerita, konfiks dan susunan kronlogis, ciri-ciri narasi lebih leng-
kap lagi diungkapkan oleh Atar Semi (2003: 31) sebagai berikut:
22
1 Berupa cerita tentang peristiwa atau pengaalaman penulis.2 Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang benar- benar
terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi atau gabungan keduanya.3 Berdasarkan konfiks, karena tanpa konfiks biasanya narasi tidak menarik.4 Memiliki nilai estetika.5 Menekankan susunan secara kronologis.
Ciri yang dikemikakan Keraf memiliki persamaan dengan Atar Semi, bahwa narasi
memiliki ciri berisi suatu cerita, menekankan susunan kronologis atau dari waktu ke
waktu dan memiliki konfiks. Perbedaannya, Keraf lebih memilih ciri yang menonjol-
kan pelaku secara tegas atau penonjolan tokoh utama lebih ditekankan secara men-
dalam dan tegas.
2.2.5 Tujuan menulis karangan narasi secara fundamental
Tujuan menulis karangan narasi secara fundamental menurut Atar Semi (2003: 34 )
yaitu:
1. Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan,
2. Memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.
Karangan narasi secara fundamental bertujuan menonjolkan situasi tokoh atau situasi,
sehingga pembaca seolah-olah berada dalam situasi cerita atau memahami informasi
yang disampaikan dalam karangan tersebut. Karangan narasi bentuk ini lebih banyak
menggambarkan hal yang ada dengan penekanan bahasa propokatif, dalah hal ini
penegasan dengan maksud agar pembaca dapat memahami informasi yang didapatnya
dengan jelas dan tegas.
23
2.3 Pengertian Mengarang
Karangan adalah karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan
gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.
Lima jenis karangan yang umum dijumpai dalam keseharian adalah narasi, deskripsi,
eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Mengarang adalah pekerjaan merangkai kata, kalimat dan alinea dalam rangka men-
jabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu untuk memperoleh hasil akhir berupa
karangan. (Finoza, 2008 : 211). Pengertian lain dikemukakan oleh Martaya dan
Sudiarti dalam Finoza (2008 : 77) menurut mereka mengarang adalah keseluruhan
rangkaian kegiatan untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui baha-
sa tulis kepada pembaca untuk dipahami. Penulis karangan adalah kegiatan mewu-
judkan karangan yang utuh. (Suparno dan Yunus, 2004:3.38)
Pendapat di atas, penulis menyimpulkan mengarang adalah suatu kegiatan yang dila-
kukan untuk menuangkan gagasan atau ide seseorang dengan cara merangkai kata
dalam bentuk tulisan untuk dapat dipahami pembaca. Setiap karangan yang ideal
pada prinsipnya merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea.
Mengarang juga hasil penjabaran suatu gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu
topik atau pokok bahasan.
2.4 Jenis-Jenis Karangan
Jenis-jenis karangan berdasarkan cara penyajian dan tujuan penyampaiannya,
Menurut Finoza sebagai berikut :
24
1) Karangan deskripsi adalah bentuk tulisan yang bertujuan memperluas penge-tahuan dan pengalaman pembaca dengan jelas melukiskan hakikat objek yang sebenarnya.
2) Karangan narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, me-ngisahkan, merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peris-tiwa dalam sebuah kronologis atau yang berlangsung dalam suatu kesatuan waktu.
3) Karangan eksposisi adalah wacana yang bertujan untuk memberitahu, me-ngupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.
4) Karangan argumentasi adalah karangan yang dibuat bertujuan untuk me-yakinkan pembaca agar menerima atau mengambil suatu dokrin, sikap, dan ting-kah laku tertentu.
5) Karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca percaya, yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang memungkinkan berupa fakta, suatu pen-dirian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan seseorang.
6) Karangan campuran merupakan karangan yang isinya dapat berupa gabungan eksposisi dengan deskripsi, atau eksposisi dengan argumentasi. (Finoza, 2008 : 217)
Pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa penyajian karangan dapat disajikan
dengan enam bentuk yang berbeda dalam cara penyajiannya. Perbedaan ini dapat di-
lihat berdasarkan jenis karangan narasi, karangan eksposisi, dan karangan persuasi
sering ditemukan sebagai karangan yang utuh berdiri sendiri. Sedangkan karangan
deskripsi dan argumentasi jarang ditemukan sebagai karangan yang utuh, biasanya
karangan ini ada dalamjenis karangan tersebut sebelumnya. Hal ini disebabkan karena
kedua bentuk karangan ini sering merupakan bagian karangan lain.
2.5 Contoh Karangan Narasi
1. Karangan narasi berupa fakta:
Ir. Soekarno
Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama adalah seorang nasionalis. Ia me-
mimpin PNI pada tahun 1928. Soekarno menghabiskan waktunya di penjara dan di
25
tempat pengasingan karena keberaniannya menantang penjajah. Soekarno mengucap-
kan pidato tentang dasar-dasar Indonesia merdeka yang dinamakan Pancasila pada
sidang BPUPKI tanggal I Juni 1945.
Soekarno bersama Mohammad Hatta sebagai wakil bangsa Indonesia memprok-
lamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Ia ditangkap
Belanda dan diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1948. Soekarno dikembalikan ke
Yogya dan dipulihkan kedudukannya sebagai Presiden RI pada tahun 1949.
Jiwa kepemimpinan dan perjuangannya tidak pernah pupus. Soekarno bersama pe-
mimpin-pemimpin negara lainnya menjadi juru bicara bagi negara-negara nonblok
pada Konfrensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Hampir seluruh perjalanan
hidupnya dihabiskan untuk berbakti dan berjuang.
2. Karangan narasi berupa fiksi
Aku tersenyum sambil mengayunkan langkah. Angin dingin yang menerpa, membuat
tulang-tulang di sekujur tubuhku bergemeretak. Kumasukkan kedua telapak tangan ke
dalam saku jaket, mencoba memerangi rasa dingin yang terasa begitu menyiksa.
Wangi kayu cadar yang terbakar di perapian menyambutku ketika Eriza membukakan
pintu. Wangi yang kelak akan kurindui ketika aku telah kembali ke tanah air. Tapi
wajah ayu di hadapanku, akankah kurindui juga?
Ada yang berdegup keras di dalam dada, namun kuusahakan untuk menepiskannya.
Jangan, Bowo, sergah hati kecilku, jangan biarkan hatimu terbagi. Ingatlah Ratri, dia
tengah menunggu kepulanganmu dengan segenap cintanya
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian, sehingga
yang dimaksud dengan metode adalah : “Secara umum metode penelitian diartikan
sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu
rasional, empiris, dan sistematis.
Berdasarkan pokok permasalahan yang penulis ambil, maka dalam penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kuantitatif, karena data yang diperoleh lalu dianalisis
dan dideskripsikan berdasarkan kenyataan yang didapat pada saat pengumpulan data.
Penulis juga mengacu pada pengertian metode deskriptip kuantitatif adalah metode
yang menggambarkan dengan kata-kata menurut kategori untuk memperoleh kesim-
pulan. Sedangkan yang dimaksud dengan metode deskriptip sendiri adalah : “Suatu
metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.” Tujuan dari
penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan,
27
secara sistematis, faktual (nyata) dan akurat (teliti) mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
3.2 Variabel Penelitian
Pengertian dari veriabel adalah, “ Gejala-gejala yang menunjukkan variasi, baik
dalam jenisnya maupun dalam tingkatannya. Variabel di dalam penelitian ini hanya
satu yaitu “ kesalahan berbahasa dalam karangan narasi”.
3.2.1 Defenisi Oprasional Variabel
Defenisi oprasional variabel perlu dirumuskan untuk keperluan pengukuran variabel
dalam penelitian ini. Defenisi oprasional variabel penelitian ini adalah sebagai beri-
kut: Kesalahan berbahasa dalam hal ini adalah memahami kesalahan berbahasa siswa
dalam mengarang narasi guna meningkatkan kemampuan pemahaman kesalahan
berbahasa dalam karangan narasi pada siswa.
3.2.2 Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel penelitian di dalam penelitian ini adalah dengan memberikan
tugas mengarang narasi, dengan mempertimbangkan unsur-unsur penilaian yakni:
a) pemahaman penulisan karangan narasi; b) menentukan cara-cara menulis karangan
yang benar; c) tata bahasa dan pola kalimat atau diksi; d) ketepatan penggunaan unsur
EYD dalam soal uraian; e) struktur kalimat dalam tata bahasa Indonesia. Tiap indi-
kator diberi skor 20, sehingga rentang skor berada antara 0 – 100. Penelitian ini
berlaku untuk penilaian sebelum diberi pemahaman tentang unsur intrinsik maupun
28
sesudah diberikan pemahaman unsur intrinsik pada siswa.
3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII semester genap SMP Negeri 3
Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat tahun pelajaran
2009/2010 yang berjumlah 192 siswa. Sebaran populasi pada tiap kelas tergambar
pada tabel di bawah ini:
Tabel 1Daftar Jumlah Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 3
Way Tenong Kecamatan Way Tenong kabupaten Lampung Barat Tahun Pelajaran 2009/2010
NO KELASPembagian siswa
Laki-laki Perempuan Jumlah
1
2
3
4
5
6
VII A
VII B
VII C
VII D
VII E
VII F
15
16
17
16
15
16
17
16
15
16
17
16
32
32
32
32
32
32
TOTAL 95 97 192
Sumber: Data SMP Negeri 3 Way Tenong
Jadi, berdasarkan tabel 1 di atas, jumlah populasi penelitian ini adalah 1192 orang
siswa, terdiri dari 95 orang siswa dan 97 orang siswi.
29
3.3.2. Sampel
Menurut Arikunto (1989: 104) yang dimaksud dengan sample adalah, “Sebagian
atau wakil-wakil populasi yang diteliti”. Penentuan jumlah sample penelitian ini
mengacu pada pendapat Arikunto (1989: 94) yang mengatakan bahwa, “Untuk ancer-
ancer jika populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi, jika subjeknya lebih dari 100 diambil antara 10% -
15% atau 20%-25%. Sampel dalam penelitian ini penulis tetapkan sebesar 25 %, jadi
jumlahnya = 25% x 144 = 36 siswa.
3.3.3 Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teknik Stratifed
Proporsional Random Sampling, digunakan teknik tersebut karena populasi peneliti-
an bersifat heterogen, yakni kemampuan antar siswa yang berbeda.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik Stratifed Proporsional Random
Sampling adalah sebagai berikut:
1) Hasil skor siswa dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu, kelompok tinggi,
kelompok sedang, dan kelompok rendah.
Strata Prestasi Jumlah Perbandingan
Tinggi 39 39 : 144 = 0,27
Sedang 69 69 : 144 = 0,48
Rendah 36 36 : 144 = 0,25
2) Berdasarkan perhitungan di atas, kemudian ditetapkan sample sebagai berikut:
30
Kelompok tinggi 0,27 x 36 = 10 siswa
Kelompok sedang 0,48 x 36 = 17 siswa
Kelompok rendah 0,25 x 36 = 9 siswa
3) Kemudian sampel tersebut dirandom berdasarkan kelompoknya masing-masing,
Kelompok tinggi 10 siswa dirandom dari 39 siswa
Kelompok sedang 17 siswa dirandom dari 69 siswa
Kelompok rendah 9 siswa dirandom dari 36 siswa
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data penelitian ini digunakan teknik-teknik :
3.4.1 Teknik Pokok
Teknik pokok yang digunakan adalah teknik tes tertulis, dengan cara menugasi siswa
membuat karangan narasi dengan melihat pemahaman menulis karangan narasi pada
siswa kelas VII SMP Negeri 3 Way Tenong kecamatan Way Tenong kabupaten
Lampung Barat.
3.4.2 Teknik Pelengkap
Untuk melengkapi data yang diperlukan dalam hal keadaan sekolah, jumlah guru, ke-
adaan ruang, siswa, serta fasilitas lainnya, maka digunakan teknik observasi, serta
wawancara dengan pihak-pihak yang berwenang sesuai bidangnya masing-masing.
31
3.4.3 Teknik Observasi
Teknik observasi ini dilakukan untuk mengamati kegiatan belajar mengajar di seko-
lah penelitian untuk mendapatkan data secara real dalam menunjang penelitian ini.
Observasi dilakukan kepada siswa, guru, dan segala hal yang menunjang penelitian.
3.4.4 Teknik Kepustakaan
Teknik kepustakaan ini digunakan untuk mengkaji teori-teori yang mendukung pene-
litian ini, agar penelitian ini mencapai tujuan yang diharapkan. Teori didapatkan dari
para ahli yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini.
3.4.5 Teknik Dokumentasi
Teknik ini dipergunakan untuk memperoleh data seperti: mengetahui keadaan siswa,
data jumlah siswa, tingkan kemampuan atau daya serap siswa dalam pelajaran bahasa
Indonesia, kesesuaian guru dalam mengajar matapelajaran yang dikuasainya, dan
sarana prasarana yang mendukung berlangsungnya penelitian dan pengajaran.
3.5 Analisis Instrumen Penelitian
Mengingat pentingnya kedudukan dan peranan instrumen dalam penelitian, maka ins-
trumen haruslah dipersiapkan agar dinyatakan layak dipergunakan dan tujuan dalam
penelitian dapat tercapai. Untuk mencapai hal itu maka instrumen penelitian yang
akan digunakan tersebut haruslah melalui kegiatan uji coba instrumen penelitian. Jadi
instrumen yang berupa tes yang dipersiapkan sebelum diberikan kepada sample ter-
lebih dahulu diujicobakan pada siswa di luar sampel.
32
3.6 Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian penulis melakukan penganalisisan data dengan
menganalisis tingkat kesalahan yang dilakukan siswa dalam menentukan berita dari
wacana yang disediakan. Hal-hal yang dianalisis adalah kesalahan-kesalahan yang
terdapat dalam menentukan informasi-informasi dan tema pokok dalam wacana yang
tersedia dan dijadikan bahan penelitian. Adapun langkah-langkah yang dapat dilaku-
kan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1) Mengumpulkan data dari sample yang telah ditetapkan,
2) Mengklasifikasikan dan mengidentifikasikan kesalahan yang dilakukan siswa
atau sample,
3) Mengklasifikasikan dan mengidentifikasikan keunggulan yang dilakukan oleh
siswa atau sample,
4) Menghitung persentase jawaban benar dengan rumus persentae sebagai berikut:
Keterangan:
P = Persentase
F = Jumlah jawaban benar
N = Nilai maksimal
5) Hasil perhitungan data di atas kemudian dikonsultasikan dengan kriteria tingkat
kemampuan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
33
Tabel 2KRITERIA TINGKAT KEMAMPUAN HASIL BELAJAR
PERSENTASEPENGUASAAN
NILAI MUTUTINGKATKEMAMPUAN
≥ 86 A 4 Sangat Baik74 - 85 B 3 Baik63 - 73 C 2 Sedang50 - 61 D 1 Kurang
< 50 E 0 Sangat Kurang Sumber: Effendi Sanusi (1998 : 119)
34