web viewadapun metode yang akan ... kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an...

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu kajian terhadap teks-teks keagamaan seperti tafsir, fiqh dan tauhid, hadits nampaknya terlahir sebagai sebuah kajian awal dalam diskursus keagamaan agama Islam. Bahkan dalam tataran wacana, eksistensi kajian terhadap hadits sebagai salah satu sumber hukum Islam yang berfungsi sebagai penjelas al-qur’an. Realitas tersebut jelas menempatkan hadis sebagai sesesuatu yang inheren bagi eksistensi al- Qur'an. Oleh karena itu dari masa-kemasa para sahabat nabi, tabi’in, dan tabi’in-tabi’in mencurahkan segenap tenaganya untuk melestarikan dan menyebarkan kepada generasi selanjutnya. Mengingat pentingnya hadis dalam dunia Islam, maka kajian-kajian atas hadis semakin meningkat, sehingga upaya terhadap penjagaan hadis itu sendiri secara historis telah dimulai sejak masa sahabat yang dilakukan secara selektif demi menjaga keotentikan hadis itu sendiri Oleh karena itu dalam pembahasan ini penulis akan menyajikan pembahasan singkat tentang perkembangan hadis sebelum era kodifikasi dan sesudahnya, dilanjutkan dengan pembahasan tentang pusat-pusat studi hadis dan para tokoh-tokohnya secara rinci. Adapun 1

Upload: dongoc

Post on 01-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Sebagai salah satu kajian terhadap teks-teks keagamaan seperti tafsir, fiqh

dan tauhid, hadits nampaknya terlahir sebagai sebuah kajian awal dalam diskursus

keagamaan agama Islam. Bahkan dalam tataran wacana, eksistensi kajian terhadap

hadits sebagai salah satu sumber hukum Islam yang berfungsi sebagai penjelas al-

qur’an. Realitas tersebut jelas menempatkan hadis sebagai sesesuatu yang inheren

bagi eksistensi al-Qur'an. Oleh karena itu dari masa-kemasa para sahabat nabi,

tabi’in, dan tabi’in-tabi’in mencurahkan segenap tenaganya untuk melestarikan

dan menyebarkan kepada generasi selanjutnya. Mengingat pentingnya hadis

dalam dunia Islam, maka kajian-kajian atas hadis semakin meningkat, sehingga

upaya terhadap penjagaan hadis itu sendiri secara historis telah dimulai sejak masa

sahabat yang dilakukan secara selektif demi menjaga keotentikan hadis itu sendiri

Oleh karena itu dalam pembahasan ini penulis akan menyajikan

pembahasan singkat tentang perkembangan hadis sebelum era kodifikasi dan

sesudahnya, dilanjutkan dengan pembahasan tentang pusat-pusat studi hadis dan

para tokoh-tokohnya secara rinci. Adapun metode yang akan dipakai dalam kajian

ini adalalah termasuk kategori penelitian literer atau study pustaka dengan objek

berupa naskah-naskah utama (primer), meski tidak menutup kemungkinan adanya

referensi lain sebagai bahan rujuakan sebagai sumber kedua (skunder) yang erat

kaitannya dengan persoalan yang akan dibahas.  Tujuan tulisan ini adalah untuk

memahami cara rasul, sahabat, tabi’in, dan tabi’in tabi’in dalam memelihara hadis

dengan sangat berhati-hati dan bijaksana sehingga dapat diturunkan kepada

generasi selanjutnya sebagai pusaka dari rasul untuk umatnya dalam mengarungi

kehidupan.

BAB II

1

Page 2: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

PEMBAHASAN

I. PERKEMBANGAN HADIS SEBELUM ERA KODIFIKASI.

1.     Masa Rasulullah.

Membicarakan sejarah pertumbuhan hadis pada masa ini secara tidak

langsung akan mengungkapkan cara-cara rasullullah SAW. Dalam membina

umatnya selama 23 tahun, dimana pada masa ini merupakan kurun waktu

turunnya al-qur’an sekaligus fungsi utama hadis untuk menjelaskannya

melalui perkataan, perbuatan dan ketetapan dari nabi untuk dijadikan

pedoman bagi kegiatan amaliyah dan ubudiyah mereka sehari-hari. Ketika

rasullah SAW. masih hidup umat Islam dapat memperoleh hadis langsung

dari beliau sebagai sumber hadis melalui beberapa cara yang digunakan

dalam penyampaiaannya, sebagaimana disampaikan Ibnu Mas’ud yang

diriwayatakan oleh Bukhari:

Pertama: melalui majlis ta’lim dimana para sahabat memperoleh

banyak peluang untuk menerima hadis sehingga ada motifasi untuk selalu

mengikuti kegiatan ini.

Kedua: dalam banyak kesempatan nabi menyampaikan hadisnya

melalui beberapa sahabat tertentu untuk disampaikan kepada sahabat yang

lain. Untuk hal-hal mengenai urusan rumah tangga nabi lebih banyak

menyampaikan kepada istri-istrinya sehingga jika para sahabat segan

bertanya kepada nabi mereka bisa bertanya kepada istri-istri beliau.

Ketiga: melalui ceramah umum oleh nabi yang dilakukan ditempat-

tempat terbuka. Namun pada masa ini keberadaan hadis belum mendapat

perhatian sepenuhnya sebagaimana al-qur’an dikarenakan para sahabat lebih

banyak mencurahkan perhatiaannya terhadap alquran dengan menghafal dan

menuliskannya sebagaimana perintah rasul. Kecenderungan para sahabat

untuk memelihara al-qur’an dengan cara menghafal ataupun mencatatnya

menyebabkan banyak menyita waktu mereka sehingga menyebabkan

minimnya pencatatan hadis pada masa rasulullah. Akan tetapi kita tidak dapat

mengikuti pendapat mereka yang mengatakan bahwa sedikitnya pencatatan

2

Page 3: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

pada masa rasul dikarenakan langkanya sarana penulisan. Memang boleh jadi

hal itu merupakan salah satu faktor, tetapi bukan satu-satunya penyebab

dibiarkannya hadis luput dari pencatatan. Nyatanya, dengan kondisi yang

sama, para sahabat sanggup menghimpun dan menulis seluruh isi al-qur’an

pada daun-daun, pelepah korma, papan, pelana-pelana, potongan-potongan

kulit, dan sebagainya. Andaikata faktor psikologis yang mendorong mereka

membukukan hadis sama kuatnya dengan dorongan untuk menuslis al-qur’an

tentu mereka akan mengupayakan dengan segala daya berbagai sarana yang

diperlukan. Hanya saja, atas kehendak mereka sendiri dan petunjuk nabinya,

cara mereka menghimpun hadis berbeda jauh dengan cara mereka

menghimpun al-qur’an.1 Namun disamping itu minimnya pencatatan hadis

nabi juga dikarenakan larangan dari nabi, karena dikhawatirkan timbul

kerancuan antara sabda, penjelasan, dan perilaku beliau dengan al-qur’an,

apalagi jika semua ini ditulis pada lembaran-lembaran yang sama. Nabi

bersabda: تكتب عني شيأ اال القرأن, ومن كتب عني شيأ غ��يرال

الق��رأن فليمح��ه وح��دثوا ع��ني وال ح��رج, ومن ك��ذب على متعمدا فليتبوء مقعده من النار.

“Janganlah kalian tulis apa yang datang dariku. Barang siapa menulis dariku selain al-qur’an hendaklah ia menghapusnya. Ceritakan apa yang kalaian dengar dariku, itu tidak mengapa. Tetapi barang siapa membuat kedustaan atasku secara sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan, maka hendaklah ia menduduki tempat duduknya di neraka.” (HR. Muslim).

Larangan penulisan hadits tersebut seperti yang sudah kami singgung

diatas dalam rangka menghindari adanya kemungkinan sebagian sahabat

penulis wahyu memasukkan hadis ke dalam lembaran-lembaran tulisan al-

quran, karena mereka menganggap apa yang semua perkataan, penjelasan,

dan perilaku rasul merupakan bagian daripada wahyu, sehingga tidak

1 Subhi as-Salih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2007),  hlm.34.

3

Page 4: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

menutup kemungkinan akan terjadi pencampur adukan antara qur’an dan

hadis.

Sekalipun ada larangan nabi untuk menulis hadis namun ada beberapa

sahabat yang memiliki catatan-catatan hadis seperti:

a.       Abdullah bin ‘amr bin Ash, ia memiliki catatan hadis yang menurut

pengakuannya dibenarkan oleh rasul. Menurut suatu riwayat diceritakan

bahwa orang-orang Quraish mengkeritiki sikap Abdullah bin Amr yang

selalu menulis apa yang datang dari rasul, mereka berkata “Engkau

menuliskan apa yang datang dari rasul padahal rasul itu manusia yang

bisa saja bicara dalam keadaan marah” kritikan ini kemudian

disampaikan kepada rasul, maka beliau bersabda:

“ Tulislah demi dzat yang diriku berada ditangannya, tidak ada yang

keluar darinya kecuali yang benar.” (HR. Bukhari).

Menurut pengakuannya dia mempunyai kurang lebih seribu catatan

hadis yang diterima langsung dari rasul ketika ia berada disisinya tanpa ada

orang lain yang menemani. Dan catatan-catatan ini kemudian dikenala

dengan nama As-sahifah As-sadiqah.

b.      Jabir bin Abdillah bin Amr Al-anshari (w 78 H)ia memiliki catatan

hadits dari rasulullah SAW tentang manasik haji. Hadits haditsnya

kemudian diriwayatkan oleh Muslim.catatan ini dikenal dengan sahifah

jabir.

c.       Abu Hurairah Ad Dausi (w 58 H) Ia memiliki catatan hadis yang dikenal

dengan Al sahifah al sahihah dan hasil karyanya ini kemudian

diwariskan kepada puteranya yang bernama Hammam.

d.      Abu Syah (Umar Bin Sa’ad Al Anmari) Seorang penduduk Yaman. Ia

meminta kepada rasulullah agar dicatatkan hadits yang disampaikan

beliau ketika berpidato pada peristiwa fathu makkah sehubungan dengan

terjadinya pembunuhan yang dilakukan oleh Bani Khuza’ah terhadap

salah seorang penduduk Bani Laits. Kemudian Rasulullah bersabda :

                  “kalian tuliskan untuk Abu syah”.

4

Page 5: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

Di samping nama nama diatas, masih banyak lagi nama shahabat

lainnya yang memiliki catatan hadis dan dibenarkan oleh rasulullah

seperti :Rafi’I Bin Khodij, ‘Amr Bin Hazm, Ali bin Abi Tholib, dan Ibnu

Mas’ud.2

2.      Masa Sahabat dan Tabi’in.

Menjelang masa akhir hayatnya, Rasulullah berpesan kepada para

sahabat agar tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Hadits sekaligus

mengajarkannya kepada seluruh generasi generasi selanjutnya, sebagaimana

beliau bersabda:

“Telah aku tinggalkan untuk kalian dua pusaka(alquran dan hadis), jika

kalian berpegang teguh pada keduanya niscaya tidak akan tersesat.” (HR.

Hakim).

Setelah Nabi wafat, Islam mampu mengadakan ekspansi penaklukan

besar-besaran, sehingga dalam waktu yang relatif singkat beberapa wilayah

telah berada di bawah kekuasaan Islam. Arah Syam meliputi Palestina,

Yordania, Siria, dan Libanon. Irak dikuasai pada tahun 17 H, dan Mesir pada

tahun 20 H. Orang Islam menyeberang sungai Efrat sesudah tadinya

menaklukkan Persia pada tahun 21 H, dan sampai di samarkand pada tahun

56 H. Ke arah Barat, melalui jalur Afrika, orang Islam memasuki Adalusia

(Spanyol) pada tahun 93 H. Perbatasan Cina dijangkau orang Islam melalui

jalur darat pada tahun 96 H.3

Dengan perkembangan kekuasaan Islam yang begitu luas, maka tidak

dapat dielakkan bahwa para ulama, tak terkecuali ulama Hadis harus segera

disebar kedaerah-daerah yang baru ditaklukkan sebagai penyambung lidah

Rasulullah dalam rangka penyebaran agama Islam. Adapun sistem

periwayatan hadis pada masa ini dilakukan melalui dua cara, yakni:

Pertama,            dengan lafadz yang masih asli dari Rasulullah. Periwayatan

dengan cara ini hanya bisa dilakukan apabila mereka benar benar ingat dan

2 H Mudasir, Ilmu Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 91-93.

3 Muh. Zuhri, Hadis Nabi, Telaah Historis dan Metodologis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 42-43.

5

Page 6: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

hafal hadis baik secara lafdzi atau ma’nawi sesuai dengan yang sudah

diterima dari Nabi.

Kedua, dengan maknanya saja namun redaksinya berbeda-beda sesuai

dengan perawinya. Hal itu disebabkan karena mereka tidak mampu

mengingat secara persis lafadz aslinya. Periwayatan dengan cara yang kedua

ini bisa diterima karena Rasulullah tidak melarang periwayatan hadis secara

maknawi asalkan kandungan Hadits tersebut sesuai dengan apa yang telah

dikehendaki oleh beliau. Namun, pada masa ini (sahabat dan tabi’in) keadaan

masih belum juga berubah. Yakni, masih seperti kondisi yang ada di zaman

Nabi dan mengakibatkan perkembangan Hadis berjalan sangat lamban.

Walaupun demikian bukan berarti mereka (sahabat dan tabi’in) lalai dan

mengenyampingkan usaha pememelihara Hadis, ini terbukti dengan

munculnya pusat-pusat studi pembinaan hadis di berbagai tempat seperti :

Madinah, Makkah, Kufah, Bashrah, Syam (Siria), Mesir, Yaman, Khurasan

dan negara-negara lain lain. Berikut ini keterangan lebih lanjut:

a.      Madinah:

            Madinah  dikenal juga dengan Dar al-Hijrah, sebuah tempat dimana

Nabi Hijrah untuk selanjutnya menetap di sana. Sebagai ibu kota kekuasaan

Islam di masa Nabi dan Khulafa al-Rasyidin, maka kota ini menjadi pusat

penyebaran agama Islam termasuk studi Hadis.

            Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota Madinah adalah ,

Abu Hurairah, ‘Aisyah Ummul Mukminin, Abdullah Bin Umar, Abu Sa’id

al-Khudri, Zaid Bin Tsabit –terkenal pemahamannya terhadap al-Qur’an

kerena merupakan sekertaris Nabi untuk menuliskan al-Qur’an-, dan lain-lain.

            Sedangkan para tabi’in yang menjadi murid di kota ini diantaranya

adalah: Sa’id Ibn al-Musayyab, ‘Urwah bin Zubair, Ibnu Syihab al-Zuhri,

‘Ubaidillah Ibnu ‘Utbah bin Mas’ud, Salim Ibnu Abdullah bin Umar,

Muhammad al-Munkadir, dan lain-lain.4

4 Ibid., hlm. 43.

6

Page 7: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

b.      Makkah:

            Setelah menaklukan kota Makkah, Rasulullah saw. menempatkan

Mu’az bin Jabal. Sampai-sampai beliau disebut-sebut sebagai orang yang

paling mengerti tentang halal dan haram. Kota ini adalah tempat yang

memiliki peran penting dalam pertukaran kebudayaan dan penyebaran hadis

yang terjadi pada musim haji, dimana umat islam dari segala penjuru

melaksanakan ibadah haji sekaligus menimba ilmu dari para sahabat dan

tabi’in untuk kemudian apa yang diperoleh dari kota ini disebarkan di

daerahnya masing masing.5

            Adapun para sahabat yang membina hadis (guru) di kota ini adalah :

Mu’adz bin Jabal, Atab Bin Asid, Haris bin Hisyam, Utsman bin Talhah, dan

Uqbah bin Haris.

            Sedangkan murid-murid madrasah ini diantaranya adalah para tabi’in

tercatat nama : Ikrimah, Mujahid Bin Jabir, Atha’ Bin Abi Robah, dan

Thowus Bin Kaisan.6

c.       Kufah:

            Banyak sahabat Nabi yang datang ke kota ini, utamanya di masa

pemerintahan Umar bin al-Khattab, ketika menaklukkan Irak. Kota Kufah dan

Bahsrah selanjutnya menjadi pintu gerbang perluasan Islam ke Khurasan,

Persia, dan India.

            Adapun para sahabat yang membina hadis di daerah tersebut adalah : 

Ali bin Abi Thalib, Sa’ad Bin Abi Waqosh, Sa’id Ibnu Zaid bin ‘Amr bin

Nufail,  Abdullah bin Mas’ud. Sahabat yang disebut namanya terakhir ini

telah mengharumkan nama Kufah sebagai kota Islam karena keberhasilannya

menyelenggarakan pengajaran Hadis dan Fiqh.

            Sedangkan murid-murid madrasah Kufah diantaranya adalah: Amir

bin Syarahil, Sa’id bin Jabir al-Asasi, Ibrahim an-Nakha’i, Abu Ishaq al-

Sabi’i, Abdul malik Ibnu Umar, dan lain-lain.7

5 ‘Ajjaj Al Khatib, As- Sunnah Qabla Tadwin, (Kairo: Dar al-Fikr, 1981), hlm. 166.6 H Mudasir, Ilmu..., hlm. 102.7 Muh. Zuhri, Hadis..., hlm. 44.

7

Page 8: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

d.      Bashrah:

            Sahabat Nabi yang melawat dan tinggal di Bashrah antara lain Anas

bin Malik, seorang imam hadis di sana, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin

‘Abbas, ‘Utbah Ibnu Gazwan, Imron bin Hushain, Abu Barzah al-Aslami,

Ma’qal Ibnu Yasar, Abdurrahman Ibnu Samurah, dan lain-lain.

            Sedangkan tabi’in hasil didikan para sahabat di sana antara lain:

Hasan al-Bishri, ia sempat berjumpa dengan limaratusan sahabat Nabi,

kemudian Muhammad Ibnu Sirin, Ayyub al-Sakhtiyani, Yunus Ibnu ‘Ubaid,

Abdullah Ibnu ‘Aun, ‘Asyim Ibnu Sulaiamn al-Ahwal, dan lain-lain.8

e.     Syam:

            Sebagaimana telah diketahui bahwa Syam adalah wilayah kekuasaan

Mu’awiyah ketika ia menjabat sebagai Gubernur di sana. Sehingga, ibu kota

pemerintahannya pun juga ditetapkan di sana. Maka tidak mengherankan

kalau di sana terdapat banyak sahabat Nabi. Konon, Yazid bin Abi Sufyan

pernah menulis surat kepada khalifah Umar bin Khattab agar mengirim ulama

untuk mengajari agama penduduk Syam. Maka diutuslah Mu’adz bin Jabal

sebagai salau satu guru madrasah Syam, selain itu adalah ‘Ubadah bin

Shamit, dan Abu Darda’. Sahabat Nabi yang akhirnya menjadi penduduk

Syam antara lain adalah Abu ‘Ubaidah bin Jarah, Bilal bin Rabah, Syuraihil

bin Hasan, Khalid bin Walid, ‘Iyad bin Ghanam, Fadhl bin Abbas bin Abdul

Mutallib, dan lain-lain.

            Sedangkan tabi’in yang meriwayatkan Hadis dari para sahabat diatas

antara lain adalah: Salim bin Abdillah al-Maharibi, Abu Idris al-Khaulani,

Abu Sulaiamn ad-Darani, dan lain-lain.9

f.       Mesir:

            Orang Islam masuk Mesir pada masa pemerintahan Umar bin Khattab

dengan pimpinan ‘Amr bin ‘Ash. Ia diiringi oleh sahabat dalam jumlah besar.

8 Ibid., hlm. 44.9 Ibid., hlm. 44.

8

Page 9: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

            Sahabat Nabi yang menjadi pembina di kota ini diantaranya adalah:

Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhanni, Kharijah bin

Hadzafah, ‘Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah, Abdullah bin Harist, Abu

Bashrah al-Ghifari, dan lain-lain.

            Sedangkan murid-murid madrasah ini antara lain adalah: Yazid bin

Abi Habib, Umar bin al-Harits, Khair bin Nu’aim, Abdullah bin Sulaiman at-

Tawil, Adullah bin Syuraih al-Ghafiqi, dan lain-lain. Sedangkan Yazid bin

Abi Habib adalah orang yang punya pengaruh besar dalam penyiaran Hadis di

sana. Banyak murid berguru kepadanya, seperti al-Laits Ibnu Sa’ad, Abdullah

bin Luhai’ah, dan lain-lain.10

g.    Yaman:

            Sebagaimana telah diketahui bahwa pada masa Rasulullah Mu’adz bin

Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari telah diutus oleh beliau untuk menjadi ulama

di sana guna menyebarkan syiar Islam. Selain kedua sahabat tersebut masih

banyak lagi yang lainnya.

            Sedangkan murid-murid mereka diantaranya adalah, Hamam, Wahab

bin Munabbah, Thawus sekaligus anaknya, kemudian Ma’mar bin Rasyid,

Abdurrazzaq bin Hamam beserta sahabat-sahabtnya.11

h.      Khurasan:

            Para sahabat yang terjun langsung kenegara ini sekaligus menjadi

guru penduduk daerah ini diantaranya adalah: Buraidah bin Hushaib al-

Aslami, Abu Barzah al-Aslami, Hakam bin ‘Amr al-Ghaffari, Abdullah bin

Khazim al-Aslami, Qasim bin Abbas dan lain sebagainya.

            Madrasah Khurasan ini telah berhasil mencetak murid-murid yang

terkenal dalam bidang Hadis Nabi yang tersebar diberbagai wilayah

diantaranya adalah:  

10 Ibid., hlm. 45.11 Muhammad ‘Ajjaj Al Khatib, As- Sunnah...,  hlm. 173.

9

Page 10: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

1)  Wilayah Bukhari muncul berbagai murid yang handal dalam bidang

Hadis seperti, Isa bin Musa, Ahmad bin Hafs, Muhammad bin Salam,

Abdullah bin Muhammad al-Sandi, Imam Bukhari.

2)  Wilayah Samarqandi muncul beberapa nama, yaitu Imam Darimi, Imam

Marwazi.

3)  Sedangkan di wilayah Qiryab muncul banyak sekali ulama seperti,

Muhammad bin Yusuf al-Qiryabi, Qadli Ja’far al-Qiryabi, dan lain-

lainnya.12

i.        Syiria

            Periwayatan di Syiria ini dilakukan oleh Umar Bin Abdul Aziz yang

telah membangu hubungan antara Madinah dan Damaskus. Perawi lain yang

bisa diidentifikasi meriwayatkan hadits di Syiria adalah Mu’adz Bin Jabal,

Ubadah Bin As Samit. Kedua orang ini terkenal dengan periwayatan hadits

yang berhubungan dengan bidang Fiqh- dan Abu Darda’.13

Demikianlah sejarah perkembangan hadis pada masa rasul, sahabat,

dan tabii’n yang mempunyai karakteristik berbeda pada setiap generasi dalam

menyebarkannya dikarenakan perjalanan hadis pada tiap-tiap periodenya

mengalami berbagai hambatan dan persoalan yang tidak sama. Yakni

penyebaran hadis pada masa rasul dan sahabat belum mampu berkembang

secara pesat dikarenakan pelayanan dan perhatian mereka sebagian besar

tertuju kepada pemeliharaan dan penyebaran al-qur’an. sehingga perhatian

serius terhadap hadis nabi dimulai pada masa sahabat kecil dan tabi’in dimana

permasalahan sosial kemasyarakatan yang mereka hadapi semakin kompleks,

sehingga dalam penyelesaiannya membutuhkan petunjuk praktis yang pernah

dikerjakan oleh nabi atau status hukum yang telah diciptakannya. Maka tidak

sedikit para sahabat kecil dan tabi’in menghabiskan waktu, materi, dan tenaga

untuk mencari dan mengumpulkan hadis-hadis rasul dari para sahabat besar

12 Ibid., hlm. 173-174.

13 G.H.A. Juynboll, Muslim Tradition, (London: Canbridge University, 1983), hlm.  44.

10

Page 11: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

yang jumlahnya kian hari kian berkurang, dan tempat tinggalnya sudah mulai

bertebaran diberbagai pelosok.

3.      Metode Mengajarkan Hadis.

Dalam bab ini akan digambarkan suatu bentuk kegiatan tranformasi

Hadis dari seorang guru kepada muridnya. Akan tetapi perlu diketahui

terlebih dahulu bahwa apa yang diterangkan dalam bab ini hanyalah

gambaran yang bersifat global, karena pada priode ini sistim pengajaran yang

teratur belum ditemukan. Sistim belajar mengajar pada waktu itu masih

bersifat bebas, yaitu murid bebas dalam memilih guru tanpa ada peraturan

yang mengikat, begitupula sang guru bebas menerima ataupun menolak

murid sesuai dengan keinginannya yang mempunyai dasar tertentu. Dan

jenis-jenis pendidikan dan metode mengajar, namun bukan berarti tidak ada

metode-metode lain di luar itu. Sebab metode-metode yang akan kami

sebutkan disini merupakan sisitim belajar-mengajar yang populer pada

masanya. Setelah berakhirnya priode ini (sebelum kodifikasi) motode-metode

belajar mengajar masih tetap digunakan, hanya saja sistemnya lebih

disempurnakan dari priode sebelumnya.

Dalam mengajarkan Hadis, secara umum ada beberapa metode yang

populer digunakan pada saat itu.14

a.   Mengajarkan Hadis secara lisan

Metode ini mulai tampak sejak paruh kedua dari abad kedua hijri

dan berlangsung lama sekali, akan tetapi dalam lingkup yang sangan

sempit. Para murid disaat itu tinggal bersama guru-gurunya dalam waktu

yang lama, dan dengan cara inilah mereka memperoleh Hadis dari para

gurunya. Sebagai contoh:

1)     Tsabit bin Aslam al-Bunani, ia menjadi kawan Anas selama empat

puluh tahun.

2)     Harmalah bin Yahya, menurut al-Dzahabi ia adalah periwayat Ibnu

Wahb, sekaligus sahabat imam Syafi’i

3)   Hamid bin Mas’adah, ia menjadi kawan Husyaim

14 Muhammad Mustafa Azami, Hadis Nabawi  (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006), hlm. 454.

11

Page 12: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

4)    Abdullah bin Musa, ia menjadi rawi dari Sa’id bin Abu ‘Arubah

5)      Dan lain-lain.

b.  Membacakan Hadis dari suatu Kitab.

Metode dengan cara membacakan hadis dari suatu kitab ini terdapat

tiga macam:

1)   Guru membacakan kitabnya sendiri, sedang murid mendengarkannya.

2)   Guru membacakan kitab orang lain, sedang murid mendengarkannya.

3)   Murid membacakan suatu kitab, sedang guru mendengarkannya.

c.   Metode tanya-jawab.

Sistim atraf (menuliskan pangkal Hadis saja) juga dipakai dalam

pengajaran Hadis dengan metode tanya-jawab, di mana murid

membacakan pangkal dari suatu Hadis, kemudian gurunya meneruskan

Hadis itu selengkapnya. Seperti yang dilakukan oleh Ibnu Sirin. Ia

berkata “Saya bertemu Abidah dengan membawa kitab atraf Hadis, lalu

kutanyakan hal itu kepadanya”

d.  Metode imla’

Pada mulanya, metode ini kurang relevan dalam mempelajari Hadis.

Sebab murid dapat saja memperoleh Hadis yang banyak dalam waktu

yang singkat. Dan barangkali al-Zuhri adalah orang yang paling banyak

mengunakan metode imla’ ini. Namun sejumlah ahli Hadis ada yang

tidak suka apabila ada murud yang menulis pada waktu pelajaran Hadis

disampaikan. Misalnya Sulaiman bin Tarkham, dan Fitr bin Khalifah.

Keduanya tidak pernah membiarkan seorangpun menulis didepannya.

II.    PERKEMBANGAN HADIS PADA MASA KODIFIKASI.

Adapun yang dimaksud dengan kodifikasi hadis pada periode ini adalah

pembukuan hadis secara resmi yang diabadikan dalam bentuk tulisan atas

perintah seorang pemimpin kepala negara dengan melibatkan orang-orang

yang mempunyai keahlian dibidangnya. Tidak seperti kodifikasi yang terjadi

pada masa rasulullah SAW. yang dilakukan secara individu atau untuk

kepentingan pribadi. Usaha ini mulai direalisasikan pada masa pemerintahan

12

Page 13: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

kalifah Umar bin Abdul Aziz (khalifah kedelapan Bani Umayah), melalui

instruksinya kepada walikota Madinah, Abu Bakar bin Muhammad Bin ‘Amr

bin Hazm yang berbunyi “ Tulislah untukku hadis rasullullah SAW. yang ada

padamu melalui hadis ‘Amrah (binti Abdurrahman) sebab aku takut akan

hilang dan punahnya ilmu.” (riwayat Al-Darimy).

Atas insturksi ini, Ibnu Hazm lalu mengumpulkan hadis-hadis nabi baik

yang ada pada dirinya maupun pada ‘Amrah murid kepercayaan Siti Aisyah.

Disamping itu, khalifah Umar bin Abdul Aziz juga menulis surat kepada para

pegawainya diseluruh wilayah kekuasaannya, yang isinya sama dengan isi

suratnya kepada Ibnu Hazm. Orang pertama yang memenuhi dan

mewujudkan keinginannya ialah seorang alim di Hijaz yang bernama

Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri al-Madani (124H), yang

menghimpun hadis dalam sebuah kitab. Khalifah lalu mengirimkan catatan

itu kesetiap penjuru wilayahnya.15 Menurut para ulama, hadis-hadis yang

dihimpun oleh Abu Bakar bin Hazm masih kurang lengkap, sedangkan hadis-

hadis yang dihimpun oleh Ibnu Syihab al-Zuhri dipandang lebih lengkap.

Akan tetapi, sayang sekali karena karya kedua tabi’in ini lenyap sehingga

tidak sampai kepada generasi sekarang16

Para sarjana Hadis, seperti, ‘Ajjaj al-Khatib, Mustafa Husni as-Siba’i,

muhammad jamaluddin al-Qasimi, Nu’man abd al-Mu’tal, Muhammad al-

Zafaf, dan lain-lain, menemukan dokumen yang bersumber dari imam Malik

bin Anas bahwa kodifikasi Hadis ini adalah atas prakarsa Khalifah Umar bin

Abd Aziz dengan menugaskan kepada Ibnu Syihab az-Zuhri dan Ibnu Hazm

untuk merealisasikannya. Begitu juga Umar bin Abd Aziz menugaskan

kepada ulama-ulama lain di berbagai penjuru untuk ikut serta membantu

pelaksanaan kodifikasi Hadis Nabi tsb.17

15 Subhi as-Salih, Membahas..., hlm. 57.

16 H Mudasir, Ilmu..., hlm. 106.17 Muh. Zuhri, Hadis…, hlm. 54.

13

Page 14: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

1.  Latar Belakang Munculnya Usaha Kodifikasi.

Munculnya kegiatan untuk menghimpun dan membukukan hadis pada

periode ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor diantaranya adalah,

kekhawatiran akan hilangnya hadis-hadis nabi disebabkan meninggalnya para

sahabat dan tabi’in yang benar-benar ahli dibidangnya sehingga jumlah

mereka semakin hari semakin sedikit. Hal ini kemudian memicu para ulama

untuk segera membukukan hadis sesuai dengan petunjuk sahabat yang

mendengar langsung dari nabi. Disamping itu  pergolakan politik pada masa

sahabat setelah terjadinya perang siffin yang mengakibatkan perpecahan umat

Islam kepada beberapa kelompok. Hal ini secara tidak langsung memberikan

pengaruh negatif kepada otentitas hadis-hadis nabi dengan munculnya hadis-

hadis palsu yang sengaja dibuat untuk mendukung kepentingan politiknya

masing-masing kelompok sekaligus untuk mempertahankan idiologi

golongannya demi mempertahankan madzhab mereka. Demikianlah

persoalan yang menentukan bangkitnya semangat para muslim khususnya

Umar bin Abdul Aziz selaku khalifah untuk segera mengambil tindakan

positif guna menyelamatkan hadis dari kemusnahan dan pemalsuan dengan

cara membukukannya.

2.  Sistematika Kodifikasi Hadis Pada Abad Kedua.

Terdorong oleh kemauan keras untuk mengumpulkan hadis priode awal

kodifikasi, pada umumnya para ulama dalam membukukannya tidak melalui

sistematika penulisan yang baik, dikarenakan usia kodifikasi yang relatif

masih muda sehingga mereka belum sempat menyeleksi antara hadis nabi

dengan fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, bahkan lebih jauh dari itu mereka

belum mengklasifikasi hadis menurut kelompok-kelompoknya. Dengan

demikian karya ulama pada periode ini masih bercampur aduk antara hadis

dengan fatwa sahabat dan tabi’in. walhasil, bahwa kitab-kitab hadis karya

ulama-ulama pada masa ini belum di pilah-pilah antara hadis marfu’ mauquf,

14

Page 15: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

dan maqthu’, dan diantara hadis sahih, hasan dan dha’if.18 Namun tidak

berarti semua ulama hadis pada masa ini tidak ada yang membukukan hadis

dengan lebih sistematis, karena ternyata ada diantara mereka telah

mempunyai inisiatif untuk menulis hadis secara tematik, seperti Imam Syafi’i

yang mempunyai ide cemerlang mengumpulkan hadis-hadis berhubungan

dengan masalah talak kedalam sebuah kitab. Begitu juga karya Imam Ibnu

Hazm yang hanya menghimpun hadis-hadis dari nabi kedalam sebuah kitab

atas instruksi dari Umar bin Abd Aziz “Jangan kau terima selain hadis nabi

SAW saja.”

Kemudian pembukuan hadis berkembang pesat di mana-mana, seperti

dikota Makkah hadis telah dibukukan oleh Ibnu Juraij dan Ibnu Ishaq, di

Madinah oleh Sa’id bin Abi ‘Arubah, Rabi’ bin Shobih, dan Imam Malik, di

Basrah oleh Hamad bin Salamah, di Kufah oleh Sufyan Assauri, di Syam oleh

Abu Amr al-Auza’I dan begitu seterusnya. 19

3.  Masa Pengembangan Sistem kodifikasi Hadis.

Pada permulaan abad ketiga para ahli hadis berusaha mengembangkan

sistematika pembukuan hadis agar lebih baik dibandingkan masa sebelumnya,

usaha ini kemudian memunculkan ide-ide untuk memilah-milah hadis dan

memisahkannya dengan fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, mereka

membukukan semata-mata dari hadis rasulullah. Masa penyaringan hadis ini

terjadi ketika pemerintahan dipegang oleh dinasti Bani Abbas, khu-susnya

sejak masa Al-Makmum sampai dengan Al-Muktadir (sekitar tahun 201-300

H). Munculnya periode seleksi ini karena pada periode sebelumnya, yakni

periode tadwin (kodifikasi) para ulama belum berhasil memisahkan beberapa

hadis mauquf dan maqtu’ dari hadis marfu’. Begitupula halnya dengan

memisahkan beberapa hadis yang dha’if dari yang shahih. Bahkan, masih ada

hadis maudu’ yang tercampur pada hadis shahih. Pada masa ini, para ulama

bersungguh-sungguh mengadakan penyaringan hadis yang diterimanya.

18 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1974), hlm. 55.

19 Mustafa as-Siba’I, Al-Sunnah wa Makanatuha fii al-Tasyri’ al-Islami, (Kairo: Darussalam, 1998), hlm. 104-105.

15

Page 16: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

Melalui kaidah-kaidah yang ditetapkannya, mereka berhasil memisahkan

hadis-hadis yang dhaif dari yang sahih dan hadis-hadis yang mauquf dan yang

maqtu’ dari yang ma’ruf, meskipun berdasarkan penelitian berikutnya masih

ditemukan terselipnya hadis yang dhaif pada kitab-kitab sahih karya mereka.20

Dengan ketekunan dan kesabaran para ulama pada masa ini akhirnya

bermunculan berbagai kitab-kitab hadis yang lebih sistematis, seperti

munculnya kutub as-sittah yang hanya memuat hadis-hadis nabi yang sahih

yaitu:

a.   Al- Jami as-sahih sebuah karya imam Bukhari (194-252 H)

b.   Al- Jami as-sahih sebuah karya imam Muslim (204-261 H)

c.    As-sunan kitab karya Abu Daud (202-275 H)

d.   As-sunan kitab karya Tirmidzi (200-279 H)

e.    As-sunan kitab karya Nasa’i (215-302 H)

f.     As-sunan kitab karya Ibnu Majah (207-273 H)

4.  Masa Penyempurnaan Sistem kodifikasi Hadis (abad ke-5 dan

seterusnya).

Pada masa-masa sebelumnya tampak dengan jelas bahwa pembukuan

hadis dari tahun ketahun semakin menunjukkan perkembangan yang

signifikan, hal ini dikarenakan usaha keras dari para pendahulu yang

mencurahkan segenap daya dan upaya mereka demi melestarikan hadis nabi.

Mereka berlomba-lomba untuk menemukan sistem yang baik dalam

membukukan hadis mulai dari proses pembukuan yang masih acak hingga

berkembang menjadi sebuah kitab yang merupakan kumpulan hadis yang

lebih sistematis. Pada masa ini (abad ke-5) ulama hadis cenderung lebih

menyempurnakan susunan pembukuan hadis dengan cara

mengklasifikasikannya dan menghimpun hadis-hadis dengan sesuai dengan

kandungan dan sifatnya kedalam sebuah buku. Disamping itu mereka

memberikan pen-syarahan (uraian) dan meringkas kitab-kitab hadis yang

telah disusun oleh ulama yang mendahuluinya. Yakni usaha ulama hadis pada

masa ini lebih mengarah kepada pengembangan sistem pembukuan hadis

20 H Mudasir, Ilmu..., hlm. 109.

16

Page 17: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

dengan beberapa fariasi kodifikasi terhadap kita-kitab yang sudah ada,

sehingga muncul berbagai kitab hadis diantaranya:

Pertama, kitab-kitab hadis tentang hukum. Meliputi:

a.   Sunan al-Kubra, sebuah karya Abu Bakar Ahmad bin Husain Ali al-

Baihaqi (384-458 H.)

b.   Muntaqal Akhbar, sebuah karya Majdudin al-Harrany (652 H).

c.    Nailul Authar,  sebagai syarah (penjelasan) dari kitab Muntaqal Akhbar,

karya Muhammad bin Ali as-Syaukani (1172-1250 H).

Kedua, kitab-kitab hadis tentang targhib wattarhib, meliputi:

a.    Al-Targhib wa al-Tarhib, karya Imam Zakiyuddin Abd Adzim al-

Mundziry (656 H).

b.    Dalil al-Fatihin, sebagai  Syarah dari kitab Riyadussalihin, karya

Muhammad Ibnu Allan al-Siddiqy (1057 H).

Ketiga, kamus-kamus hadis untuk memudahkan men-takhrij, meliputi:

a.     Al-Jami’ussaghir fii Ahaditsil basyirnnadhir, karya Imam Jalaluddin

Suyuthi (849-911 H).

b.     Dakhairu al-Mawarits fii al-Dalalati ala Mawadi’i al-Ahadis, karya

sayyid Abdul Ghani.

c.      Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadhil hadis an-nabawy, karya Dr. A.J.

Winsinc dan Dr. J.F. Mensing

d.     Miftahu Kunuz al-Sunnah, karya Dr. Winsinc21

Selain kitab-kitab diatas masih banyak lagi yang belum disebutkan.

Dengan demikian hadis nabi telah melewati perjalanan panjang dalam sejarah

pembukuannya sebagai upaya dari tanggung jawab generasi penerus untuk

selalu menjaga dan melestarikan pusaka yang telah diberikan oleh nabi

Muhammad kepada umatnya.

21 Fatchur Rahman, Ikhtisar..., hlm. 60.

17

Page 18: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demikianlah hadis nabi telah melewati perjalanan panjang, dimana

setiap periode mempunyai jasa begitu besar terhadap penyebaran dan

perkembangan hadis sebelum sampai dalam keadaan baik ketangan kita

sekarang ini. Percetakan modern juga ikut berjasa dalam membantu

penyebaran warisan yang agung ini. Oleh karena itu dari pembahasa-

pembahasan di atas dapat kita simpulkan beberapa hal diantaranya:

1.    Adanya larangan dan perintah menulis hadis oleh nabi pada priode awal

yang terkesan sangat rancu dan bertolak belakang, bukanlah merupakan

nash-nash yang saling bertentangan. Sebenarnya larangan menulis hadis

pada priode nabi bersifat umum, karena sabdanya memang ditujukan

kepada para sahabat pada umumnya. Namun diantara mereka ada yang

terpercaya, ada yang baik hafalannya, dan ada yang bagus tulisannya

sehingga dalam waktu yang bersamaan, rasulullah memberi izin khusus

kepada sebagian sahabat-sahabatnya, karena pertimbangan akan situasi,

kondisi dan sifat pribadi sahabat.22

2.     Kegigihan para sahabat, tabi’in, dan tabi’in-tabi’in dalam menjaga,

melestarikan, dan menyebarkan dua wasiat yang diwariskan oleh nabi

yang berupa al-qur’an dan hadis sehingga sampai kepada generasi

sesudahnya.

3.     Dalam setiap perubahan dibutuhkan tahapan-tahapan untuk mencapai titik

yang lebih sempurna.

4.     Tugas kita sebagai generasi penerus adalah menjaga dan melestarikan

kedua pusaka itu dan mengajarkannya kepada generasi-sesuadah kita.

22 Subhi as-Salih, Membahas..., hlm. 37.

18

Page 19: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

B. Saran

Di penghujung tulisan ini kami berharap semoga kita semua mampu

menjaga dan mengamalkan perintah-perintah agama yang terkandung di

dalamnya sehingga kita bisa menjadi orang-orang yang beruntung dan

mendapat petunjuk-Nya.

19

Page 20: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

DAFTAR PUSTAKA

Azami. Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2006.

Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1974.

Hilwah. Mahmud Abdul Kholik, Manahijun Nubala’ fi al-Riwayah wa al-Tahdis, Kairo:

Dar al-Kutub, 2002.

Juynboll, G.H.A., Muslim Tradition, London: Canbridge University, 1983.

Khatib. Muhammad ‘Ujjaj Al-, As sunnah Qabla Tadwin, Kairo: Percetakan Wahbah,

1963.

Mudasir. H., ilmu Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 2005.

Mustafa as-Siba’I, Al-Sunnah wa Makanatuha fii al-Tasyri’ al-Islami, Kairo: Darussalam,

1998.

Salih. Subhi as-, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, terj. Tim Pustaka Firdaus, Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2007.

Zuhri. MUH., Hadis Nabi, Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta: Tiara Wacana,

2003.

http://pemikiranislam.wordpress.com/2007/08/05/studi-sejarah-hadis/

20

Page 21: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

[1] Subhi as-Salih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, terj. Tim Pustaka Firdaus

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2007),  hlm.34.

[2] H Mudasir, Ilmu Hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 91-93.

[3] Muh. Zuhri, Hadis Nabi, Telaah Historis dan Metodologis,

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 42-43.

[4] Ibid., hlm. 43.

[5] ‘Ajjaj Al Khatib, As- Sunnah Qabla Tadwin, (Kairo: Dar al-Fikr, 1981),

hlm. 166.

[6] H Mudasir, Ilmu..., hlm. 102.

[7] Muh. Zuhri, Hadis..., hlm. 44.

[8] Ibid., hlm. 44.

[9] Ibid., hlm. 44.

[10] Ibid., hlm. 45.

[11] Muhammad ‘Ajjaj Al Khatib, As- Sunnah...,  hlm. 173.

[12] Ibid., hlm. 173-174.

[13] G.H.A. Juynboll, Muslim Tradition, (London: Canbridge University,

1983), hlm.  44.

[14] Muhammad Mustafa Azami, Hadis Nabawi  (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2006), hlm. 454.

[15] Subhi as-Salih, Membahas..., hlm. 57.

[16] H Mudasir, Ilmu..., hlm. 106.

[17] Muh. Zuhri, Hadis…, hlm. 54.

[18] Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung: PT Al-

Ma’arif, 1974), hlm. 55.

[19] Mustafa as-Siba’I, Al-Sunnah wa Makanatuha fii al-Tasyri’ al-Islami,

(Kairo: Darussalam, 1998), hlm. 104-105.

[20] H Mudasir, Ilmu..., hlm. 109.

[21] Fatchur Rahman, Ikhtisar..., hlm. 60.

[22] Subhi as-Salih, Membahas..., hlm. 37.

21

Page 22: Web viewAdapun metode yang akan ... Kecenderungan para sahabat untuk memelihara al-qur’an dengan ... Yang menjadi pusat pembelajaran hadits di kota

22