b16

20
Penanganan pada Pasien dengan Hematemesis Melena Reynaldi Sanjaya Iskandar 102013274 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Telp. (021) 56942061 [email protected] Abstrak Kata Kunci: Abstract Key Words: Pendahuluan Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) bercampur darah dan berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. Skenario Seorang laki-laki, 50 tahun dating ke poliklinik umum dengan keluhan muntah berwarna kehitaman, seperti kopi 3x sejak 2 hari lalu. Pasien juga mengeluh 3 hari terakhir ini perutnya terasa sakit pada ulu hati, dan bertambah saat 1

Upload: reynaldisanjaya

Post on 04-Dec-2015

227 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

b16

TRANSCRIPT

Page 1: B16

Penanganan pada Pasien dengan Hematemesis Melena

Reynaldi Sanjaya Iskandar

102013274

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Telp. (021) 56942061

[email protected]

Abstrak

Kata Kunci:

Abstract

Key Words:

Pendahuluan

Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami muntah darah yang

disertai dengan buang air besar (BAB) bercampur darah dan berwarna hitam. Hematemesis

melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan

merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia

termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis

erosif atau ulkus peptikum.

Skenario

Seorang laki-laki, 50 tahun dating ke poliklinik umum dengan keluhan muntah berwarna

kehitaman, seperti kopi 3x sejak 2 hari lalu. Pasien juga mengeluh 3 hari terakhir ini perutnya

terasa sakit pada ulu hati, dan bertambah saat dirinya mencoba makan. Nyeri agak berkurang

setelah dirinya meminum obat maag. Keluhan nyeri ulu hati ini dirasakan pasien hilang

timbul sejak 2 tahun belakangan ini.

Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis

penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan

sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan

fisik dan penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)

1

Page 2: B16

atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak

memungkinkan untuk diwawancarai.1

Berdasarkan skenario diatas yang perlu kita tanyakan, adalah:

Pada kasus hematemesis melena kita dapat menanyakan hal-hal seperti berikut1 :

a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi perdarahan

b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam keluarga

c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain

d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom Mallory-Weiss)

e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang menyebabkan nyeri atau

pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan)

f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)

g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal kronik,

diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat

h. Riwayat tranfusi sebelumnya

Pemeriksaan Fisik

Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada status

hemodinamik, pemeriksaannya meliputi:1,2

a. Tekanan darah dan nadi posisi baring

b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi

c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)

d. Kelayakan napas dan tingkat kesadaran

e. Produksi urin

Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler) mengakibatkan

kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda :

a. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi > 100

x/menit

b. Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.

c. Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit

d. Akral dingin

e. Kesadaran turun

f. Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)

Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut :

2

Page 3: B16

a. Hematemesis

b. Hematokezia

c. Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih

d. Hipotensi persisten

e. Tranfusi darah > 800 – 1000 ml dalam 24 jam

Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi jumlah

perdarahan, dengan criteria :

Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik

<8 Hemodinamik stabil

8 – 15 Hipotensi ortostatik

15 – 25 Renjatan (syok)

25 – 40 Renjatan + penurunan kesadaran

>40 Moribund (physiology futility)

Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah :2

a. Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali, eritema

palmaris, edema tungkai)

b. Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik

c. Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas dengan

interpretasi:

1) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif

2) Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)

d. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain

e. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan saluran

cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jeghers)

Dari hasil pemeriksaan didapatkan adanya nyeri tekan abdomen dan di temukan juga

bising usus yang meningkat.

Pemeriksaan Penunjang

a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi

b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan primer atau

sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT

c. Elektrolit : Na, K, Cl

d. Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT

3

Page 4: B16

e. EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru kronis

f. Endoskopi : gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai pengobatan

endoskopik awal. Selain itu juga memberikan informasi prognostik dengan

mengidentifikasi stigmata perdarahan.2

Working Diagnosis

Dari pemeriksaan fisik dan penunjang dapat di diagnosis bahwa pasien tersebut menderita

Hematemesis melena et causa tukak gaster. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)

yaitu perdarahan yang berasal dari dalam lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum

Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus1. Hal tersebut

mengakibatkan muntah darah (hematemesis) dan berak darah berwarna hitam seperti aspal

(melena).1

Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar

(bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung

menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi. Melena yaitu keluarnya tinja yang

lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran

cerna atas serta dicernanya darah pada usus halus.

Penyebab pada kasus adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung atau

obat yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Misalnya obat-obat golongan

salisilat seperti Aspirin, Ibuprofen, obat bintang tujuh dan lainnya. Obat-obatan lain yang juga

dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan kortikosteroid, butazolidin, reserpin,

spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat tersebut menimbulkan hiperasiditas.

Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama di angulus dan prepilorus

bila dibandingkan dengan tukak duodeni. Tukak lambung akut biasanya bersifat dangkal dan

multipel yang dapat digolongkan sebagai erosi.

Biasanya sebelum hematemesis dan melena, pasien mengeluh nyeri dan pedih di ulu hati

selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sesaat sebelum hematemesis rasa nyeri dan pedih

dirasakan bertambah hebat, namun setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih tersebut

berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif, lalu disusul melena.3

Differential Diagnosis

Beberapa penyebab timbulnya hematemesis melena :

1. Kelainan di esophagus

a. Pecahnya varises esophagus

4

Page 5: B16

Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif, kehilangan darah

gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan varises esofagus atau lambung

biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis

hepatis. Meskipun sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang

paling prevalen di Amerika Serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi

portal dapat mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, meskipun adanya

varises berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung lama, penyakit

hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang

menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar

disembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA pada pasien sirosis umumnya berasal

dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih separuh dari pasien ini dapat

mengalami perdarahan yang berasal dari ulkus peptikum atau gastropati hipertensi

portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat penggembungan vena-vena

mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting menentukan penyebab

perdarahan agar penanganan yang tepat dapat dikerjakan.3,4

Angka kejadian pecahnya varises esophagus yang menyebabkan perdarahan

cukup tinggi yaitu 54,8%. Sifat perdarahan hematemesisnya mendadak dan masif,

tanpa didahului nyeri epigastrium. Darah berwarna kehitaman dan tidak akan

membeku karena sudah tercampur asam lambung. Setelah hematemesis selalu

disusul dengan melena.

b. Karsinoma esophagus

Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan melena daripada

hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis. Hanya

sesekali penderita muntah darah tidak masif. Pada panendoskopi jelas terlihat

gambaran karsinoma yang hampir menutup esophagus dan mudah berdarah terletak

di sepertiga bawah esophagus.

c. Sindrom Mallory-Weiss

Riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa isi (vomitus tanpa darah).

Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosa daerah kardia atau

esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Karena laserasi aktif disertai

ulserasi, maka timbul perdarahan. Laserasi muncul akibat terlalu sering muntah

sehingga tekanan intraabdominal naik menyebabkan pecahnya arteri di submukosa

esophagus/ kardia. Sifat perdarahan hematemesis tidak masif, timbul setelah pasien

5

Page 6: B16

berulangkali muntah hebat, lalu disusul rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada

hiperemesis gravidarum.

d. Esofagogastritis korosiva

Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah setelah tidak

sengaja meminum air keras untuk patri. Air keras tersebut mengandung asam sitrat

dan asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esophagus dan lambung.

Penderita juga mengeluh nyeri dan panas seperti terbakar di mulut, dada dan

epigastrium.

e. Esofagitis dan tukak esophagus

Esofagitis yang menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermiten atau

kronis, biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hemetemesis.

Tukak esophagus jarang menimbulkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak

lambung dan duodenum.4

2. Kelainan di lambung

a. Gastritis erosiva hemoragika

Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi mukosa

lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs).

Misalnya obat-obat golongan salisilat seperti Aspirin, Ibuprofen, obat bintang tujuh

dan lainnya. Obat-obatan lain yang juga dapat menimbulkan hematemesis yaitu :

golongan kortikosteroid, butazolidin, reserpin, spironolakton dan lain-lain.

Golongan obat-obat tersebut menimbulkan hiperasiditas.

Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab perdarahan

saluran cerna atas. Pada endoskopi tampak erosi di angulus, antrum yang multipel,

sebagian tampak bekas perdarahan atau masih terlihat perdarahan aktif di tempat

erosi. Di sekitar erosi umumnya hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan

fundus lambung. Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah berulang kali

minum obat-obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati.

b. Karsinoma lambung

Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut dengan keluhan

rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan lemah. Jarang

mengalami hematemesis, tetapi sering melena.5

6

Page 7: B16

3. Kelainan di duodenum

a. Tukak duodeni

Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi terletak di bulbus.

Sebagian pasien mengeluhkan hematemesis dan melena, sedangkan sebagian kecil

mengeluh melena saja. Sebelum perdarahan, pasien mengeluh nyeri dan pedih di

perut atas agak ke kanan. Keluhan ini juga dirasakan waktu tengah malam saat

sedang tidur pulas sehingga terbangun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan pedih,

pasien biasanya mengkonsumsi roti atau susu.

b. Karsinoma papilla Vateri

Karsinoma papilla Vateri merupakan penyebaran karsinoma di ampula

menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreas yang umumnya

sudah dalam fase lanjut. Gejala yang timbul selain kolestatik ekstrahepatal, juga

dapat menimbulkan perdarahan tersembunyi (occult bleeding), sangat jarang timbul

hematemesis. Selain itu pasien juga mengeluh badan lemah, mual dan muntah.3,4,5

Etiologi

Hematemesis dan melena penyebabnya adalah akibat perdarahan saluran cerna bagian atas

dari ligamentum treitz. Beberapa penyebab terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas

antara lain:

- Kelainan pada esofagus: varises, esofagitis, ulkus, sindroma Mallory-Weiss, keganasan.

- Kelainan pada lambung dan doudenum: gastritis hemoragika, ulkus peptikum ventrikuli

dan duodeni, keganasan, polip.

- Penyakit darah: leukemia, DIC, trombositopeni.

- Penyakit sistemik: uremia.2

Epidemiologi

Hematemesis (muntah darah) dan melena (buang air besar bercampur darah) merupakan

keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal

tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang

menimbulkan 8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya

angka kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang

gawat dan kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan.

Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak sedangkan di

Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus merupakan penyebab tersering

7

Page 8: B16

yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa hemoragika sekitar 25% - 30%, tukak peptik sekitar

10% - 15% dan karena sebab lainnya < 5%. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi yaitu

sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian

pada perdarahan non varises sekitar 9% -12%.

Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang cukup tinggi,

terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus. Berdasarkan hasil penelitian di

Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat perdarahan saluran cerna atas berkisar 26%.

Insiden perdarahan SCBA dua kali lebih sering pada pria dari pada wanita dalam seluruh

tingkatan usia; tetapi jumlah angka kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka

kematian meningkat pada usia yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita.2

Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah muntah

darah (hematemesis), mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena), mengeluarkan darah dari

rectum (hematoskezia), syok (frekuensi denyut jantung meningkat, tekanan darah rendah),

akral teraba dingin dan basah, penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati purpura

serta memar, demam ringan antara 38 -39° C, nyeri pada lambung / perut, nafsu makan

menurun, hiperperistaltik, jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan

terjadinya penurunan Hb dan Ht (anemia) dengan gejala mudah lelah, pucat nyeri dada, dan

pusing yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah

perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein

darah oleh bakteri usus. Gejala yang ada yaitu :

a. Muntah darah (hematemesis)

b. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)

c. Mengeluarkan darah dari rectum (hematoskezia)

d. Denyut nadi yang cepat, TD rendah

e. Akral teraba dingin dan basah

f. Nyeri perut

g. Nafsu makan menurun

h. Jika terjadi perdarahan yang berkepanjangan dapat menyebabkan terjadinya

anemia, seperti mudah lelah, pucat, nyeri dada dan pusing.

Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali perdarahan pada

manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang sedikit sudah menimbulkan

8

Page 9: B16

perubahan hemodinamika. Perdarahan yang banyak dan cepat mengakibatkan penurunan

venous return ke jantung, penurunan curah jantung (cardiac output) dan peningkatan tahanan

perifer akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik 10 mmHg (Tilt test) menandakan

perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang sering menyertai : sinkop,

kepala terasa ringan, mual, perspirasi (berkeringat), dan haus. Jika darah keluar ±40 % terjadi

renjatan (syok) disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat menonjol dan kulit penderita

teraba dingin.

Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan berulang disertai

kolaps hemodinamik dan endoskopi “normal”, dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri

submukosa dekat cardia yang menyebabkan perdarahan saluran cerna intermiten yang

banyak).4

Patofisiologi

Umumnya OAINs bekerja dengan menghambat enzim cyclooxigenase 1 dan

cyclooxigenase 2. Enzim Cyclooxygenase berfungsi sebagai pemecah asam arakhidonat

menjadi prostaglandin dan tromboksan. Prostaglandin adalah molekul perantara peradangan.

Selain itu prostaglandin adalah molekul protektif untuk mukosa lambung. Pengaruh

prostaglandin terhadap lambung adalah menurunkan sekresi asam lambung dan meningkatkan

sekresi mukus pada mukosa lambung. Jika terjadi hambatan dalam produksi prostaglandin,

maka memperbesar terjadinya kerusakan pada mukosa lambung. Karena mukus yang

berkurang dan asam lambung yang banyak diproduksi. Dan hal ini terjadi pada pasien yang

menggunakan obat-obatan antiinflamasi non steroid. Efek samping obat anti inflamasi non

steroid (OAINS) pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek samping pada

lambung memang paling sering terjadi. OAINS merusak mukosa lambung melalui dua

mekanisme, yaitu topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena

OAINS bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogenmasuk

mukosa dan menimbulkan kerusakan.

Efek sistemik OAINS tampaknya lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat

produksi prostaglandin menurun, OAINS secara bermakna menekan pembentukan

prostaglandin. Prostaglandin diproduksi melalui dua jalur yaitu jalur Cox1 dan jalur Cox2.

Seperti yang diketahui, prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif (yang berasal dari

Cox1) yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek sitoprotektif itu dilakukan dengan cara

menjaga aliran darah mukosa, meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat, dan

9

Page 10: B16

meningkatkan ephitelial defense. Prostaglandin yang dibentuk dari jalur Cox2 menimbulkan

inflamasi, nyeri, dan demam, sehingga OAINS yang selektif menghambat Cox2 relatif lebih

aman digunakan.Aliran darah mukosa yang menurun menimbulkan adhesi netrolit pada

endotel pembuluh darah mukosa dan memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas

dan protease yang dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa

lambung.4

Penatalaksanaan

1. Tatalaksana Umum

Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-circulation (ABC).

Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai, segera dirawat untuk terapi

lanjutan atau persiapan endoskopi.3,4

Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi:

a. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%

b. Pemberian vitamin K 3x1 amp

c. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)

d. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

2. Tatalaksana Khusus

1) Terapi medikamentosa

a) PPI (proton pump inhibitor) : obat anti sekresi asam untuk mencegah

perdarahan ulang. Diawali dosis bolus Omeprazol 80 mg/iv lalu per infuse 8

mg/kgBB/jam selama 72 jam

Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh diberikan untuk

tujuan penyembuhan lesi mukosa perdarahan.

b) Obat vasoaktif

2) Terapi endoskopi

a) Injeksi : penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan adrenalin

(1:10000) sebanyak 0,5–1 ml/suntik dengan batas 10 ml atau alcohol absolute

(98%) tidak melebihi 1 ml

b) Termal : koagulasi, heatprobe, laser10

Page 11: B16

c) Mekanik : hemoklip, stapler

3. Non Medikamentosa

Pada penatalakasanaan non medika mentosa, Pasien dapat diberikan edukasi dan

pengarahan agar sebisa mungkin menghindari makanan-makanan yang dapat

meningkatkan asam lambung. Kemudian, selain menghindari makanan merangsang

asam lambung yang terutama dan terpenting adalah pasien harus menghindari faktor

resiko terjadinya dispepsia seperti alkohol, makanan-makanan yang pedas, obat-

obatan yang berlebihan terutama golongan OAINS (jika memang harus

mengkonsumsi OAINS pilih jenis Cox2), nikotin pada rokok, dan stres fisik dan

mental. Selain itu dapat juga di edukasi pada pasien seputar pola makan yang teratur

dan pasien harus mengatur porsi dan pola makan dari makanan yang dimakannya

sehari-hari.4,6

Komplikasi

1. Syok hipovolemik

Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan menurunnya volume

intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain.

Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien

dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung

selama 24-28 jam.

2. Gagal Ginjal Akut

Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal

ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.

3. Penurunan kesadaran

Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan kesadaran.

4. Ensefalopati

Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam darah. Racun-

racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu kelainan dimana fungsi otak

mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal

dibuang oleh hati.6

Prognosis

11

Page 12: B16

Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar

Hemoglobin (Hb), tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Banyak penelitian

menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan saluran cerna bagian atas dipengaruhi

oleh faktor kadar Hemoglobin (Hb) waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang,

keadaan hati, seperti ikterus, dan encefalopati. Prognosis cukup baik apabila dilakukan

penanganan yang tepat. Mengingat tingginya angka kematian dan sukarnya dalam

menanggulangi perdarahan saluran cerna bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan

yang bersifat preventif.7

Kesimpulan

Perdarahan saluran cerna atas (SCBA) yaitu perdarahan dari lumen saluran cerna di atas

ligamentum Treitz mengakibatkan hematemesis dan melena. Diagnosis dapat kita tegakkan

secara cepat dan tepat dengan anamnesis yang lengkap, seperti sumber pendarahan, kecepatan

pendarahan, dll. Dan pada umumnya prognosisnya baik bila mendapatkan penanganan secara

cepat dan tepat.

12

Page 13: B16

Referensi

1. Astera, I W.M. & I D.N. Wibawa. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan Bagian

Atas : dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 2001 : 53 –

62.

2. Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam Harrison

(Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 2005 : 259 – 62.

3. Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

2006 : 36 – 7.

4. Hadi, S. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung : PT Alumni.

2002 : 281 – 305.

5. Purwadianto, A. & Budi S. Hematemesis & Melena : dalam Kedaruratan Medik.

Jakarta : Binarupa Aksara. 2012 : 105 – 10.

6. PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI. 2005: 272 – 3.

7. Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit Dalam

Jilid I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 – 97

13