ayah sebagai pengasuh bagi anak yang belum...
TRANSCRIPT
AYAH SEBAGAI PENGASUH BAGI ANAK YANG BELUM MUMAYYIZ
(Analisis Putusan Perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)
Oleh:
SYAHBANA ARIEF
NIM.1110044100043
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
( A H W A L S Y A S K H S I Y Y A H )
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H / 2015 M
AYAH SEBAGAI PENGASUH BAGI ANAK YANG BELUM MUMAYYIZ
(Analisis Putusan Perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)
Oleh:
SYAHBANA ARIEF
NIM.1110044100043
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
( A H W A L S Y A S K H S I Y Y A H )
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H / 2015 M
v
ABSTRAK
Syahbana Arief. NIM 1110044100043. AYAH SEBAGAI PENGASUH
BAGI ANAK YANG BELUM MUMAYYIZ (ANALISIS PUTUSAN PERKARA
NO. 2282/PDT.P/2012/PA.JS).Program Studi Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi
Peradilan Agama, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1435/2015.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hak hadhanah akibat putusnya
perkawinan dalam Fikih dan Kompilasi Hukum Islam dan juga ingin mengetahui
dasar dan pertimbangan majelis hakim yang digunakan dalam menjatuhkan penetapan
perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS.
Studi ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris dan dengan
pendekatan conceptual approach. Sumber data primer berupa wawancara hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dan teknik analisis data yang telah diperoleh, lalu
diuraikan dan dihubungkan dengan sedemikian rupa sehingga menjadi sistematis
dalam menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Data-data tersebut lalu
dianalisis, sehingga membantu sebagai dasar acuan dan pertimbangan hukum yang
berguna.
Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam perkara No.
2282/Pdt.G/2009/PA.JS telah menetapkan suami atau ayah berhak mendapatkan hak
asuh anak akibat putusnya perkawinan setelah Majelis Hakim mendengarkan
keterangan anak yang bersangkutan di persidangan.
Studi ini menjelaskan bahwa fikih dan KHI sama-sama memberikan hak asuh
anak pasca putusnya perkawinan kepada Ibu kandungnya, bahwa hak hadhanah anak
yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun berhak atas ibunya untuk
mengasuh. Sedangkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan perkara nomor
2282/Pdt.G/PA.JS. bahwasanya hak pengasuh anak diberikan pada ayah. Adapun
hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memberi pertimbangan melihat dari
kemaslahatan dan kepentingan si anak, bukan semata-mata yang secara normatif
paling berhak. Sekalipun si anak belum berumur 12 tahun (mumayyiz).
Kata kunci: Hukum Kewarisan Islam, Ahli Waris Non Muslim, Penetapan
Pengadilan Agama.
Pembimbing : Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag., M.Ag.
Daftar Pustaka :Tahun 1964 s.d Tahun 2013
vi
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, pembawa Syari’ahnya yang universal bagi semua umat manusia
dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman.
Skripsi ini penulisan persembahkan kepada ayahandaDjakaria dan ibunda
Maisuti.Yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, dan doa tanpa
kenal lelah dan bosan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih
sayang-Nya kepada mereka.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis
temukan, namun syukur alhamdulillah berkat rahmat dan rida-Nya, kesungguhan,
serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak
langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhir
skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan
kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr.H.Abdul Halim, M.A., dan Arip Purkon, M.A., Ketua Prodi dan Sekretaris
Prodi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
3. Dr. Mohammad Ali Wafa, S.Ag, M.Ag dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Prodi Hukum
Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis
selama duduk di bangku perkuliahan.
5. Doa dan harapan penulis panjatkan kepada keluarga tercinta,ayahanda, Djakaria,
dan ibunda Maisuti, serta adik-adikku tercinta Maliza fauziah, Rizka Marhanizah,
dan Anis Faturahma yang senantiasa memberikan dukungan selama ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi.
6. Rekan seperjuangan Peradilan Agama Angkatan 2010, Irfan Zidny, Erwin
Hikmatiar, M. Zaky, M. Ulil Azmi, Rifki Abdurrahman, Rizky Rusdi Lubis, M.
Faudzan, Arif Rahman Hakim, Zian, Kahfi, dan yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yangberlipat
ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan
kebaikan yang berlipat ganda pula.
Jakarta, 10 September 2015
Penulis
Syahbana Arif
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ...................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 9
D. Metode Penelitian ............................................................................... 12
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ................................................................. 12
F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 15
BAB II HADHANAH DALAM HUKUM ISLAM, KHI,
DAN PERUNDANG-UNDANGAN DIINDONESIA
A. Hadhanah Menurut Hukum Islam ...................................................... 16
B. Hadhanah Menurut Kompilasi Hukum Islam..................................... 23
C. Hak Pemeliharaan Anak Menurut Undang-Undang Perlindungan
Anak ................................................................................................... 24
D. Orang-Orang yang Berhak Mengasuh ................................................ 26
E. Syarat-Syarat Pemeliharaan Anak ...................................................... 28
F. Biaya, Masa Pengasuhan dan Hak Khiyar Hadhanah ........................ 31
BAB III HAK HADHANAH DALAM PUTUSAN HAKIM NOMOR
2282/Pdt.G/2009/PA.JS
A. Profil Singkat Pengadilan Agama Jakarta Selatan ........................... 35
B. Deskripsi Putusan Perkara Nomor 2282/Pdt.G/2009/PA.JS
Tentang Hak Hadhanah Anak ........................................................... 43
BAB IV HAK AYAH SEBAGAI PENGASUH BAGI ANAK YANG
BELUM MUMAYYIZ DALAM PUTUSAN NOMOR
228/Pdt.G/2009/PA.JS
A. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Memberikan Hak Hadhanah Anak Belum Mumayyiz Kepada
Ayah .................................................................................................. 53
B. Analisis Terhadap Pertimbangan Majelis Hakim Memberikan
Hak Asuh Anak Belum Mumayyiz Kepada Ayah ............................ 58
ix
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 66
B. Saran-saran ........................................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 70
LAMPIRAN .............................................................................................................. 73
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah swt tidak membiarkan manusia, pria dan wanita, berkumpul dan
bertemu, dan mengadakan hubungan semuanya sendiri, seperti berkumpulnya
hewan jantan dengan hewan betinanya, kapan saja mereka menghendakinya,
dan kapan saja suasana mendesak, tanpa adanya peraturan, dan tanpa adanya
ikatan kekeluargaan.1 Maka untuk manusia, secara khusus, Allah swt
menetapkan perkawinan, sebagai jalannya untuk bolehnya berkumpul dan
mengadakan adanya hubungan itu; dan untuk perkawinan itu, Allah swt
menetapkan peraturan-peraturan yang baik, sedemikian baiknya sehingga
dengan menerapkan peraturan-peraturan itu, manusia akan mempunyai
keturunan, yang lahir dan dibesarkan dalam pengayoman ibu-bapaknya yang
sayang kepadanya, dipelihara dalam lingkungan keluarganya yang selalu
menjaga dan mengayominya dengan pengawasan yang sempurna dan
pendidikan yang sejahtera.2
Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan
umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan
dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat.3
1Zakariya Ahmad Al Barry, Hukum Anak-Anak Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1977), h.9.
2Zakariya Ahmad Al Barry, Hukum Anak-Anak Dalam Islam, h.10.
3Imam Taqiyudin Abi Bakr Ibn Muhammad Al-Husaini, Kifayah Al-Akhyar, (Beirut: Dar
Al-Fikr, 1994), h.88.
2
Hukum perkawinan Islam adalah perkawinan yang didasarkan atas hukum-
hukum yang ditetapkan oleh Islam yang terkait dengan pernikahan (Fiqh
Munakahat). Materi Fiqh Munakahat tersebut sudah diadopsi ke dalam UU
No. 1 tahun 1974 dan KHI tentang Perkawinan.
Menurut Fikih, perkawinan adalah salah satu asas pokok hidup yang
paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu
bukan hanya untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi
juga perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya.4 Menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pengertian perkawinan adalah “Ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”5 Menurut Kompilasi Hukum Islam
pasal 2, perkawinan adalah “Suatu pernikahan yang merupakan akad yang
sangat baik untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaannya adalah
merupakan ibadah. Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut
hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat
oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.6
Namun, tidaklah dapat dipungkiri bahwa untuk mempertahankan suatu
mahligai perkawinan yang sesuai dengan tujuan perkawinan dan ketentuan
pergaulan suami istri seperti yang diharapkan agama Islam itu tidaklah mudah.
4H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), h.374.
5Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan
Agama, dan Zakat menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h.43.
6Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, h.44.
3
Hal itu karena manusia adalah makhluk yang tidak luput dari kesalahan,
khilaf, dan dosa. Pertengkaran dan perselisihan terus-menerus dalam suatu
rumah tangga tidaklah hanya digambarkan secara fisik maupun dari kata kata
tidak senonoh ataupun mengucapkan kata talak, baik secara sharih (jelas)
maupun khinayah (sindiran bermaksud mentalaq) tetapi juga dapat suatu
pertengkaran itu berupa adanya acuh (tidak ada komunikasi) dan mendiamkan
satu sama lain yang menunjukan tidak ada harapan lagi keduanya akan hidup
rukun kembali dalam rumah tangga.
Jika suami menceraikan istrinya, sedangkan dia memiliki anak darinya,
maka istrinya lebih berhak untuk memelihara si anak sampai mumayyiz.
Setelah itu, anak diberi hak memilih diantara kedua orang tuanya. Siapa saja
yang dia pilih diantara keduanya, maka anak itu diserahkan kepadanya.7 Abu
Dawud meriwayatkan dari „Amru bin Syu‟aib dari bapaknya dari kakeknya
bahwa Rasulullah saw didatangi oleh seorang wanita dan berkata, “Wahai
Rasulullah! Putraku ini membutuhkan perutku sebagai bejananya,
payudaraku sebagai minumannya, dan pangkuanku.” Rasulullah lalu
bersabda kepadanya, “Engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau
belum menikah.”8
Hadhanah menurut bahasa berarti meletakan sesuatu dekat tulang rusuk
seperti menggendong, atau meletakan sesuatu dalam pangkuan. Seorang ibu
7Musthafa Diib Al-Bugha, Fikih Islam Lengkap Madzhab Syafi’i (Penjelasan Hukum-
Hukum Islam), (Solo: Media Zikir, 2009), h.417.
8Musthafa Diib Al-Bugha, Fikih Islam Lengkap Madzhab Syafi’i (Penjelasan Hukum-
Hukum Islam), h.418.
4
waktu menyusukan, meletakan dipangkuannya, dan melindunginya dari segala
yang menyakiti.9 Erat hubungannya dengan pengertian tersebut, hadhanah
menurut istilah ialah tugas menjaga dan mengasuh dan mendidik bayi atau
anak kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur dirinya
sendiri.10
Syarat untuk mengasuh anak itu ada tujuh: berakal, merdeka,
beragama, bisa menjaga kehormatan diri (wanita baik-baik), amanah,
bermukim disuatu daerah yang jelas, tidak bersuami. Jika kurang dari salah
syarat, maka gugurlah hak untuk mengasuh anak dari istri yang dicerai itu.11
Seorang anak pada permulaan hidupnya sampai umur tertentu
memerlukan orang lain dalam kehidupannya, baik dalam pengaturan fisiknya,
maupun dalam pembentukan akalnya. Seorang yang melakukan tugas
hadhanah sangat berperan dalam hal tersebut. Oleh sebab itu masalah
hadhanah mendapatkan perhatian khusus dalam ajaran Islam, di atas pundak
kedua orangtuanya terletak kewajiban untuk melakukan tugas tersebut.
Bilamana orangtuanya tidak dapat atau tidak layak untuk tugas itu disebabkan
tidak mencukupi syarat-syarat yang ditentukan menurut pandangan Islam,
maka hendaklah dicarikan pengasuh yang mencukupi syarat-syaratnya.12
Maka yang paling diharapkan adalah keterpaduan kerjasama antara
ayah dan ibu dalam melakukan tugas ini. Jalinan kerjasama antar keduanya
9Sayyid Sabiq, Fiqih Al-Sunnah Jilid IV, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1983),h. 288.
10
Satria Efendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Analisis
Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah), (Jakarta: Prenada Media, 2004), h.166.
11
Musthafa Diib Al-Bugha, Fikih Islam Lengkap Madzhab Syafi’i (Penjelasan Hukum-
Hukum Islam), h.417.
12
Satria Efendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Analisis
Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah), h.166.
5
hanya akan bisa diwujudkan selama kedua orang tua itu masih tetap dalam
hubungan suami istri. Dalam suasana yang demikian kendatipun tugas
hadhanah sesuai dengan tabiatnya akan lebih banyak dilakukan oleh pihak
ibu, namun peranan seorang ayah tidak bisa diabaikan, baik dalam memenuhi
segala kebutuhan yang memperlancar tugas hadhanah, maupun dalam
menciptakan suasana damai dalam rumah tangga dimana anak diasuh dan
dibesarkan.13
Harapan di atas tidak akan terwujud, bilamana terjadi perceraian antara
ayah dan ibu si anak. Peristiwa perceraian, apapun alasannya merupakan
malapetaka bagi si anak. Disaat itu si anak dapat merasakan kasih sayang
sekaligus dari kedua orang tuanya. Padahal merasakan kasih sayang kedua
orang tua merupakan unsur penting untuk pertumbuhan mental si anak.
Pecahnya rumah tangga orang tua, tidak jarang membawa kepada terlantarnya
pengasuhan anak, itulah sebabnya menurut ajaran Islam perceraian sedapat
mungkin harus dihadirkan.14
Dalam sebuah hadits diingatkan, bahwa,
“Sesuatu yang halal (dibolehkan) yang paling tidak disukai Allah adalah
perceraian.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).15
Suatu gugatan perceraian, bisa mengundang berbagai permasalahan. Di
samping gugatan cerai itu muncul pula masalah-masalah lain sebagai akibat
13Satria Efendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Analisis
Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah), h.167.
14
Syeikh Hassan Khalid dan Adnan Najja, Ahkam Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah fi Al-
Syari’ah Al-Islamiyyah Cet I, (Beirut: Al-Maktabah Al-Tijari, 1964), h.112.
15
Satria Efendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Analisis
Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah), h.167.
6
dari dikabulkannya surat cerai tersebut, seperti masalah pembagian harta
bersama, dan bilamana mempunyai keturunan timbul pula permasalahan
tentang siapa yang lebih berhak melakukan hadhanah (pemeliharan) terhadap
anak.16
Masalahnya akan menjadi lebih rumit, bilamana masing-masing dari
kedua orangtua tidak mau mengalah, disebabkan ada pertimbangan prinsipal
dalam pandangan kedua belah pihak.17
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 105 huruf a yang
menyatakan bahwa,”Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum
berumur 12 tahun adalah hak ibunya.” Akan tetapi pada kenyataannya
Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah menjatuhkan putusan
hak hadhanah yang seharusnya jatuh pada istri, namun memberikan hak
hadhanah tersebut kepada si suami, hal ini sangat bertentangan terhadap fikih
maupun Kompilasi Hukum Islam. Sehingga berlatar belakang dari persoalan
itu, dengan ketidaksesuaian antara ketentuan fikih dan Kompilasi Hukum
Islam dengan kenyataan yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,
maka penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi mengenai “Ayah
Sebagai Pengasuh Bagi Anak Yang Belum Mumayyiz (Analisis Putusan
Perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS).”
16Saud Agil Husain Al-Munawwar, Problematika Keluarga Islam Konteporer (Analisis
Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah), (Jakarta: Prenada Media, 2004), h.189.
17Satria Efendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Analisis
Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah), h.168.
7
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Menyadari karena luasnya permasalahan pada hukum perkawinan,
maka penulis membatasi masalah pada putusan hak asuh anak (hadhanah)
terhadap anak belum mumayyiz pada perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan al-Qur‟an, Hadits, dan Instruksi Presiden Nomor 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam bahwa pemeliharaan anak
yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak istri.
Sedangkan dalam kenyataannya di Pengadilan Agama, telah memberikan
hak hadhanah kepada suami seperti yang diputuskan Majelis Hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS.
Rumusan masalah di atas, penulis rinci dalam beberapa pertanyaan
berikut:
a. Bagaimana hak hadhanah anak yang belum mumayyiz akibat putusnya
perkawinan dalam Fikih dan Kompilasi Hukum Islam?
b. Apa dasar dan pertimbangan majelis hakim yang digunakan dalam
menetapkan perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun hasil yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah
terjawabnya semua permasalahan yang dirumuskan, yaitu:
8
a. Untuk mengetahui hak hadhanah anak yang belum mumayyiz akibat
putusnya perkawinan dalam Fikih dan Kompilasi Hukum Islam.
b. Untuk mengetahui dasar dan pertimbangan majelis hakim yang
digunakan dalam menjatuhkan penetapan perkara No.
2282/Pdt.G/2009/PA.JS.
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, hasil studi ini diharapkan
bermanfaat untuk penulis khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya,
yaitu:
a. Secara Akademik
Menambah ilmu pengetahuan dibidang hukum perdata serta
mengembangkan ilmu dibidang syariah, khususnya dalam bidang
hadhanah akibat putusnya perkawinan.
b. Secara Lembaga Pustaka
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ilmiah
dalam memperkaya studi analisis yurisprudensi.
c. Secara Pribadi
Untuk memperluas pengetahuan hukum bagi penulis, khususnya
mengenai Keperdataan Islam dibidang hadhanah serta meningkatkan
kualitas penulis dalam membuat karya tulis ilmiah serta memenuhi
salah satu syarat guna memperoleh gelar S1 dalam bidang hukum
Islam.
9
d. Secara Umum
Pengembangan wawasan hukum terhadap perkara-perkara yang ada
pada perkawinan yaitu perkara hadhanah akibat putusnya perkawinan.
D. Metode Penelitian
Metode dalam sebuah penelitian merupakan hal yang penting dan harus
dipegang untuk mencapai hasil yang dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah. Metodologi dibutuhkan agar penelitian yang dilakukan terlaksana
dengan teratur sesuai dengan prosedur keilmuan yang berlaku. Dalam
penyusunan skripsi ini, metode yang digunakan penulis adalah sebagai
berikut:
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini diaplikasikan model pendekatan kasus, yaitu
mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan
dalam praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus
lalu dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi
penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan
kualitas sesuai dengan pemahaman deskriptif. Penelitian ini berupa
analisis terhadap kasus yang berkenaan dengan putusan hak hadhanah
kepada ayah bagi anak belum mumayyiz yang terjadi di Pengadilan Agama
Jakarta Selatan.
10
Adapun pendekatan penelitian ini dilakukan dengan penggabungan
dari penelitian yuridis dan penelitian empiris. Penelitian yuridis dilakukan
dengan cara mempelajari data sekunder berupa buku-buku dan
PerUndang-Undangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
Sedangkan penelitian empiris dilakukan dengan wawancara dan
menganalisa putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Sedangkan jenis
data yang digunakan yaitu data kualitatif.
2. Metode Pengumpulan Data
Sumber data penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-
sumber penelitian berupa data primer dan data sekunder. Adapun sumber
data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu:
a. Data Primer
1) Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan perkara perkara No.
2282/Pdt.G/2009/PA.JS.
2) Wawancara mendalam (indept interview) terhadap hakim untuk
mendapatkan informasi tentang bagaimana pertimbangan hakim
dalam menetapkan perkara.
b. Data sekunder
1) Buku-buku dan kitab-kitab yang berkenaan dengan hadhanah.
2) Artikel-artikel yang berkaitan baik dari surat kabar maupun
elektronik.
Adapun metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
11
a. Putusan perkara perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS, yaitu teknik
pengumpul data dengan cara meng-copy putusan tersebut kemudian
dianalisis oleh penulis.
b. Wawancara mendalam (indept interview), yaitu teknik pengumpul data
untuk mendapat informasi dengan cara mengajukan pertanyaan dan
meminta penjelasan kepada hakim yang memutus perkara tersebut.
c. Kajian kepustakaan, untuk memahami teori-teori dan konsep yang
berkenaan dengan metode ijtihad hakim melalui berbagai buku dan
literatur yang dipandang mewakili (representative) dan berkaitan
dengan obyek penelitian.
Obyek dalam penelitian ini adalah putusan pengadilan yang
dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan yaitu putusan
perkara perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS.
3. Teknik Penulisan Skripsi
Penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu dengan
cara penulisan yang menggambarkan permasalahan yang didasari pada
data-data yang ada, lalu dianalisis lebih lanjut untuk kemudian diambil
kesimpulan. Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012. Serta
penulisan ayat Al-Qur‟an dan Hadits ditulis satu spasi, termasuk
terjemahan Al-Quran dan Hadits dalam penulisannya diketik satu spasi
meskipun kurang dari enam baris dan penulisan skripsi ini menggunakan
12
ejaan yang disempurnakan (EYD), kecuali nama pengarang dan daftar
pustaka ditulis di awal.
E. Teknik Analisis Data
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis
mengenai alasan dan dasar hukum yang dijadikan pegangan hakim dalam
menetapkan keputusan terhadap kasus yang dibahas. Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan content analysis
(analisis isi) dan mengidentifikasi apa yang menjadi perhatian penulis yaitu
terhadap putusan hakim yang berkenaan dengan hadhanah anak di Pengadilan
Agama Jakarta Selatan, serta apa yang menjadi persoalan.
Dalam melakukan identifikasi ini proses yang akan penulis lakukan
antara lain:
1. Proses kategorisasi, yaitu proses menyusun kembali catatan dari hasil
observasi atau wawancara menjadi bentuk yang lebih sistematis.
2. Proses prioritas, yaitu dengan memilih mana yang kategori yang dapat
ditampilkan dan mana yang tidak perlu ditampilkan.
3. Proses penentuan kelengkapan, yaitu untuk mengetahui kategori yang
dihasilkan sudah cukup atau belum.
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
1. Siti Maryam (108044200013), Hak Hadahanah Anak Belum Mumayyiz
Akibat Istri Nusyuz (Analisis Putusan Perkara No.2545/Pdt.G/2010/
Pengadilan Agama Jakarta Timur).
13
Menganalisa tentang pandangan hukum positif, konsep, serta dasar
pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara hadhanah, penetapan
perkara No. 2545/Pdt.G/2010/PA.JT. Tulisan ini lebih mengacu kepada
praktik penetapan hadhanah di Pengadilan Agama Jakarta Timur.
2. Aziz Angga Riana (106044101392), Kewajiban Pembiayaan Hadhanah
Anak Yang Masih Dibawah Umur Akibat Perceraian (Studi Kritis Pasal
105 Point e Pasal 156 Point d Kompilasi Hukum Islam).
Menyajikan tentang kewajiban pembiayaan anak yang masih
dibawah umur akibat perceraian dengan menganalisa Pasal 105 point c
jo. Pasal 156 point d Kompilasi Hukum Islam, langkah apa yang
seharusnya dilakukan oleh Pengadilan Agama apabila si ayah/suami
tidak bisa atau tidak mampu bertanggung jawab dalam masalah
pembiayaan hadhanah.
3. Mochammad Ansory (105044201459), Hak Hadhanah Terhadap Ibu
Wanita Karir (Analisis Putusan Perkara No. 458/Pdt.G/2006/Pengadilan
Agama Depok).
Menganalisa tentang pandangan hukum positif, konsep, serta dasar
pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara hadhanah, penetapan
perkara No. 458/Pdt.G/2006/PA.Dpk. Tulisan ini lebih mengacu kepada
praktik penetapan hadhanah di Pengadilan Agama Depok.
4. Rizal Purnomo (104044201485), Gugat Rekonpensi Dalam Sengketa
Cerai Gugat Dan Implikasinya Hak Hadhanah Di Pengadilan Agama
(Studi Analisis Perkara No. 078/Pdt.G/2007/Pa. Jakarta Pusat).
14
Menyajikan tentang pandangan hukum Islam dan hukum positif,
konsep, serta dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara
hadhanah, dalam perkara No. 78/Pdt.G/2007/PA.JP yang dijatuhkan
melalui gugatan rekopensi.
Dari review yang saya lakukan, terlihat bahwa para peneliti
memang sudah banyak yang membahas mengenai masalah hadhanah yang
dijatuhkan kepada suami. Para peneliti terdahulu lebih fokus kepada
analisis yang dikaitkan dengan hukum fikih dan hukum positif. Dari kasus
peneliti di atas, maka penulis sangat membedakan penelitian dalam
masalah hadhanah yaitu berdasarkan perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS.
Ketidakserasian dalam pemberian hak asuh anak yang belum mumayyiz di
Pengadilan Agama dengan teori yaitu fikih dan Kompilasi Hukum Islam,
menarik sekali bagi penulis untuk membahasnya, dikarenakan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan sebelum pembahasan skripsi ini
memberikan inspirasi pada penulis untuk mengkaji lebih lanjut ditinjau
dari segi mana dan apa yang menjadi dasar seorang hakim menjatuhkan
putusan yang memberikan hak asuh anak kepada suami bukan kepada istri.
Agar pembahasan skripsi ini tidak melebar, penulis ingin lebih
fokus dengan analisis perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS yaitu perkara
cerai gugat yang didalamnya terdapat hak hadhanah. Dengan demikian
penulis menggarisbawahi bahwasannya bahasan ini tidak ada kesamaan isi
dan pertimbangan hakim karena berdasarkan data yang diperoleh di
Pengadilan Agama Jakarta Selatan.
15
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam skripsi ini dibagi dalam lima bab, yaitu
sabagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah,tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, teknik analisis data, kajian tinjauan terdahulu, dan sistematika
penulisan.
Bab kedua berisikan tentang ruang lingkup hadhanah yaitu hadhanah
menurut hukum Islam, hadhanah menurut kompilasi hukum Islam, hak
pemeliharaan anak menurut undang-undang perlindungan anak dan
yurisprudensi mahkamah agung, orang-orang yang berhak mengasuh, syarat-
syarat pemeliharaan anak biaya, masa pengasuhan dan hak khiyar hadhanah.
Bab ketiga mengenai profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan
deskripsi putusan perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS.
Bab keempat mengenai analisis penulis yaitu, pertimbangan majelis
hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan memberikan hak hadhanah anak
belum mumayiz dalam putusann Nomor 2282/Pdt.G/PA.JS dan analisis
penulis terhadap pertimbangan majelis hakim perkara No.
2282/Pdt.G/2009/PA.JS.
Bab kelima merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan
saran-saran
16
BAB II
HADHANA DALAM HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN
DI INDONESIA
A. Hadhanah Menurut Hukum Islam
Pada dasarnya yang dimaksud dengan pemeliharaan anak adalah
mengasuh, memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu
berdiri sendiri. Adapun pemeliharaan anak diambil dari pengertian istilah
bahasa Arab “hidanah” atau dapat pula dibaca “hadhanah” yang berasal dari
kata “al hidnu” yang artinya:1 sisi, samping, arah, lambung, rusuk,anggota
tubuh dari ketiak sampai ke pinggul, dan meletakkan sesuatu pada tulang
rusuk atau pangkuan, karena sewaktu menyusukan anaknya ibu meletakkan
pada pangkuan atau sebelah rusuknya, yang seakan-akan ia melindungi dan
memelihara anaknya.2
Secara terminologis pengertiannya adalah pemeliharaan anak kecil,
orang lemah, orang gila sudah besar tapi belum mumayyiz dari apa yang dapat
memberikan mudarat kepadanya, mengusahakan pendidikannya
mengusahakan kemaslahatanya berupa kebersihan, memberi makan dan
mengusahakan apa saja yang menjadi kesenanganya.3 Sayyid Sabiq
mendefinisikan hadhanah sebagai melakukan pemeliharaan anak-anak yang
1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.274.
2 Jamaan Nur, Fiqih Munakahat, (Semarang: Dina Utama, 1993), h.119.
3 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, cet. Ke-3, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1993), h.137.
17
masih kecil laki-laki maupun perempuan dan sudah besar tetapi belum
mumayyiz, tanpa perintah dari padanya, menyediakan sesuatu yang
menjadikan kebaikan baginya, menjaga sesuatu yang menyakiti dan
merusaknya, mendidik jasmani rohani dan akalnya agar mampu berdiri sediri
menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab.4
Menurut Wahbah Zuhaili
yaitu mendidik dan memelihara orang yang tidak dapat menjaga dirinya
sendiri dari hal yang dapat menyakitinya karena tidak cakap seperti anak kecil
dan orang gila.5
Pengertian yang lebih moderat didefinisikan dalam Encyclopedia
Islam yaitu mengasuh anak kecil atau abnormal yang belum atau tidak dapat
hidup mandiri yakni dengan memenuhi kebutuhan hidupnya, menjaganya dari
hal-hal yang membahayakan, pendidikan fisik maupun psikis serta
mengembangkan kemampuan intelektualnya agar sanggup memikul tanggung
jawabnya. Hadhanah berbeda dengan tarbiyah, dalam hadhanah terkandung
pengertian pemeliharaan anak jasmani dan rohani disamping ada pengertian
pendidikan terhadap anak, pendidik mungkin terdiri dari keluarga si anak dan
mungkin pula bukan dari keluarga si anak dan ia merupakan pekerjaan
profesional. Hadhanah dilaksanakan dan dilakukan oleh keluarga si anak
kecuali jika anak tidak mempunyai keluarga, maka hal ini dilakukan oleh
setiap ibu anggota kerabat lainnya.6 Menurut Asywadie Syukur, bahwa dalam
konsep hadhanah termasuk pula dimensi penyusuan tetapi menurut
4 Al-Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Terjemah, h.288.
5 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa-Adillatuhu, Jus X, (Dimasqy: Dar al-Fikr),
h.7295.
6 Jamaan Nur, Fiqih Munakahat, h.120.
18
Mugniyah penyusuan berbeda dan terpisah dari konsep hadhanah hal itu
nampak jelas dari kenyataan bahwa seorang ibu bisa atau boleh
menggugurkan haknya untuk menyusui, namun tetap mempertahankan
haknya dalam hadhanah.7
Syari‟at Islam membebani kewajiban orang tua untuk memelihara
keselamatan dan perkembangan anak, atas dasar pertimbangan bahwa anak-
anak adalah titipan (amanat) Tuhan yang harus dijaga baik-baik sebab mereka
akan mempertanggung jawabkannya kepada tuhan.
Anak kecil selama bertahun-tahun pada permulaan hidupnya belum
dapat menyadari terhadap bahaya yang megancam hidupnya. Di samping itu,
mereka juga belum dapat menjaga dan menghindarkan diri dari ancaman
berbagai penyakit. Oleh karena itu orang tualah yang seharusnya bertanggung
jawab terhadapnya. Karena pertimbangan itulah, maka Islam sangat
menekankan pentingnya pemeliharaana anak. Al-Qur‟an menetapkan aturan-
aturan tentang perlindungan anak, juga menetapkan tuntunan tingkah laku
sepanjang hidupnya.
Ada sejumlah aturan umum dan prinsip-prinsip dasar sebagai
pedoman di mana Islam mengajarkan bahwa menjaga kelangsungan hidup
anak dan perkembangan anak merupakan keharusan. Meremehkan atau
megendurkan pelaksanaan prinsip-prinsip dasar tersebut dianggap sebagai
suatu dosa besar, prinsip-prinsip dasar tersebut antara lain terdapat pada al-
Q.S. An-Nisa‟ (4) : 9 yang berbunyi:
7 Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqh Lima Mazhab alih bahasa Masykur AB, Afif
Muhammad, (Jakarta : Lentera, 1999), h.608.
19
( ٤:۹النساء)
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang
benar.
Yang dimaksud dengan anak-anak yang lemah atau manusia yang
lemah dalam ayat tersebut meliputi lemah mental spiritual. Karena itu Al-
Qur‟an selanjutnya memerintahkan dalam QS At-Tahrim (66) : 6 yang
berbunyi:
( ٦: ٦٦ التحرمي)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.
Memelihara dari api neraka berarti harus melaksanakan seluruh
perintah Allah SWT. dan meghentikan seluruh larangan-Nya. Karena anak
termasuk dalam lingkungan keluarga maka orang tua atau kerabat juga
mempunyai kewajiban untuk mendidiknya seperti menjadi orang yang
beragama agar kelak ia dapat terhindar dari siksaan api neraka.
Sedangkan yang dimaksud dengan memelihara keluarga dalam ayat
diatas ialah mengasuh dan mendidik mereka sehingga menjadi seorang
20
muslim yang berguna bagi agama. Firman Allah SWT. dalam Q.S. Al-
Baqarah (2) : 233 yang berbunyi:
( ٢٢٢: ٢البقرة)
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban
ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.
Begitu juga hadis Nabi saw.
, وأبت امرأثه أن جسل فأقعد النب صىل هللا عليه ه أسل نان; أه بن س وعن رافع
ل ب بينما فمال ا د وسل الم نحية, والب نحية, وأقعد الص ا ه, فقال: الل أم
ل أبيه, فأخذ , والحاك ) فمال ا سائ ( أخرجه أبو داود, والن
21
Dari Rafi‟ bin Sinan ra. ia masuk Islam, tetapi istrinya tidak mau
(mengikutinya) masuk Islam maka Nabi saw. mendudukan sang ibu di satu
sudut dan sang ayah di sudut yang lain, kemudian beliau dudukan si anak
diantara keduanya. Ternyata si anak cenderung kepada ibunya. Maka beliau
berdoa, “Ya Allah berilah petunjuk”. Dan kemudian ia condong kepada
ayahnya, maka sang ayah mengambilnya.8
(HR. Abu Dawud dan Nasa‟I,
hadis ini dinilai shahih oleh Imam Hakim).
Dari dasar-dasar pemeliharaan anak di atas secara implisit dapat
ditangkap suatu gagasan sentral bahwa pokok dari pemeliharaan anak pada
hakekatnya menurut ajaran Islam mengandung misi “penyelamatan”, yaitu
menyelamatkan kehidupan anak baik di dunia maupun di akhirat kelak. Oleh
karena itu, dilihat dari aspek moralnya bahwa misi hadhanah adalah untuk
kepentingan anak yang diasuh. Karena itu memelihara dan mengasuh anak
merupakan suatu kewajiban bagi orang tua, karena apabila anak tidak
dipelihara, dididik, maka anak akan celaka, apabila orang tua mengabaikan
pendidikan anak maka ia akan berdosa dan ketika masih kecil anak masih
butuh pada asuhan orang tuanya.9
Para fuqaha‟ sepakat bahwa hak pemeliharaan anak (hadhanah) ada
pada ibu selama ia belum bersuami lagi. Apabila ia telah bersuami lagi dan
sudah disetubuhi oleh suami yang baru maka gugurlah pemeliharaannya.10
Sedangkan para Imam Mazhab berbeda pendapat tentang suami istri yang
bercerai, adapun mereka mempunyai seorang anak atau lebih.
8 Imam Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz II, (Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, 1996),
h.139.
9 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab, h.612.
10
Muhammad bin Abdurrahman. Fikih Empat Mazhab, (Bandung: Pustaka Setia, 2004),
h.416.
22
Menurut pendapat Imam Hanafi dalam salah satu riwayatnya: Ibu
lebih berhak atas anaknya hingga anak itu besar dan dapat berdiri sendiri
dalam memenuhi keperluan sehari-hari seperti makan, minum, pakaian,
beristinjak, dan berwudhu. Setelah itu, bapaknya lebih berhak
memeliharanya. Untuk anak perempuan, ibu lebih berhak memeliharanya
hingga ia dewasa, dan tidak diberi pilihan.
Imam Miliki berkata: ibu lebih berhak memelihara anak perempuan
hingga ia menikah dengan orang laki-laki dan disetubuhinya. Untuk anak
laki-laki juga seperti itu, menurut pendapat Maliki yang masyhur, adalah
hingga anak itu dewasa. Imam Syafi‟i berkata: Ibu lebih berhak
memeliharanya, baik anak itu laki-laki maupun perempuan, hingga ia berusia
tujuh tahun. Apabila anak tersebut telah mencapai usia tujuh tahun maka anak
tersebut diberi hak pilih untuk ikut diantara ayah atau ibunya.
Imam Hambali dalam hal ini mempunyai dua riwayat: Pertama, ibu
lebih berhak atas anak laki-laki sampai ia berumur tujuh tahun. Setelah itu, ia
boleh memilih ikut bapaknya atau masih tetap bersama ibunya. Sedangkan
untuk anak perempuan, setelah ia berumur tujuh tahun, ia terus tetap bersama
ibunya, tidak boleh diberi pilihan. Kedua, seperti pendapatnya Imam Hanafi,
yaitu ibu lebih berhak atas anaknya hingga anak itu besar dan berdiri sendiri
dalam memenuhi keperluan sehari-hari sepeti makan, minum, pakaian,
beristinjak, dan berwuduk. Setelah itu, bapak lebih berhak memeliharanya.
Untuk anak perempuan, ibu yang lebih berhak memeliharanya hingga ia
dewasa dan tidak diberi pilihan.11
11
Muhammad bin Abdurrahman, Fikih Empat Mazhab, h. 417.
23
B. Hadhanah Menurut Kompilasi Hukum Islam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam berbagai hal merujuk kepada
peratuan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, ia juga merujuk
kepada pendapat fuqaha yang sangat dikenal di kalangan ulama dan
masyarakat Islam Indonesia.
Hal itu menunjukan bahwa Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjadi
pelaksana bagi peraturan perundang-undangan, terutama yang berkenaan
dengan keberlakuan hukum Islam (bagi orang Islam) dalam bidang
perkawinan sebagaiman diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974. KHI juga mengakomodasi berbagai pandangan
fuqaha, bersumber pada ajaran Islam yang sebagian telah menjadi hukum
yang hidup di masyarakat. Kedua landasan tersebut dijadikan landasan yuridis
dan fungsional dalam penyusunan KHI.12
Oleh sebab itu, KHI mengacu
kepada dua tatanan hukum yang berbeda, ia memikul beban untuk
mengintegrasikan keduanya.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) terdapat beberapa pasal tentang
pemeliharaan anak, dan untuk lebih jelasnya penyusun kemukakan pasal-pasal
tersebut sebagai berikut:13
Pasal 156
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya,
kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan
oleh:
12 Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, cet.1,
(Bandung: Rosdakarya, 1997), h.29.
13
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, h.41.
24
1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu.
2. ayah.
3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah.
4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu.
6. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan
hadhanah dari ayah atau ibunya.
c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan
jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah hadhanah telah dicukupi,
maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat
memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak
hadhanah pula.
d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah
menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut
dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri (21 tahun).
e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah an.ak,
Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), (c),
dan (d).
f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak
yang tidak turut padanya.
C. Hak Pemeliharaan Anak Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak
Walaupun kata “Hak Asuh” telah biasa dipergunakan dalam
membahas hak orang tua untuk mengasuh anaknya khususnya ketika pasangan
suami istri yang telah memiliki anak melakukan perceraian atau pisah rumah
akan tetapi kata hak asuh tersebut tidak ditemukan dalam UU Perlindungan
Anak yang terkait dalam hukum keluarga.
Kosa kata yang identik dengan itu adalah Kuasa Asuh sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 1 angka 11 UU Perlindungan Anak yang mengatakan
bahwa kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik,
25
memelihara, membina, melindungi, dan menumbuh kembangkan anak sesuai
dengan agama yang dianutnya dan kemanpuan, bakat, serta minatnya.14
Apabila kata “Kuasa Asuh” tersebut berdiri sendiri maka kata tersebut
dapat diartikan sebagai suatu kewenangan untuk mengasuh. Pemahaman
demikian dapat memberikan kesan bahwa orang tua di satu pihak memiliki
kewenangan terhadap anak di pihak lain. Namun demikian halnya apabila
menafsirkan kata “Kuasa Asuh” seperti halnya rumusan UU Perlindungan
Anak yang dikutip di atas karena kewenangan yang dimaksud adalah
kewenangan dalam mengasuh, mendidik, memelihara, membina dan
melindungi serta kewenangan untuk menumbuh kembangkan anak dengan
catatan bahwa cara dan arah pengembangan harus disesuaikan dengan Agama
yang dianut serta kemampuan, minat dan bakatnya, dengan kata lain kuasa
asuh merupakan hak dari orang tua untuk menjalankan kewajiban dalam hal-
hal tersebut.
Di dalam UU Perlindungan Anak pada dasarnya murni mengatur
tentang perlindungan terhadap anak, tanpa melihat latar belakang kondisi
orang tua yang bercerai atau tidak bercerai. Undang-Undang ini juga tidak
mempermasalahkan apakah anak memiliki kejelasan orang tua atau tidak.
Makna lain yang terlihat adalah, adanya fenomena kekhususan dan ketegasan
UU Perlindungan Anak dalam memberikan perlindungan terhadap anak.
Tanggung jawab perlindungan anak berdasarkan UU ini, secara tegas
dikontruksikan dengan pelibatan kewajiban bersama antara orang tua,
14
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Pasal 1 Angka 11.
26
masyarakat dan Negara yang terbaik bagi anak. UU Perlindungan Anak dapat
dikatakan memiliki nilai Universal yang tinggi. Sebab prolog kelahiran
Undang-Undang ini setelah lebih dulu melalui fase-fase keprihatian
masyarakat Internasional. Khususnya berkaitan dengan nasib anak sebagai
penerus peradaban manusia.15
D. Orang-Orang yang Berhak Mengasuh
Dalam hal terjadinya perceraian selama tidak ada hal-hal yang
melarang, dan anak-anak belum memiliki kemampuan untuk memilih, ibulah
yang paling berhak untuk mengasuh anaknya, karena ibu mempunyai kasih
sayang yang lebih, di samping itu wanita umumnya lebih sering dirumah,
sedangkan laki-laki mempunyai pekerjaan di luar rumah.
Para ahli fiqih kemudian memperhatikan bahwa kerabat ibulah yang
lebih didahulukan dari pada kerabat ayah dalam menangani asuhan terhadap
anak. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang paling
berhak terhadap asuhan pasca ibu.
Ketika anak tersebut telah mumayyiz maka hak hadhanah diberikan
sepenuhnya kepada anak untuk memilih diantara keduanya. Dalam hal urutan
orang yang berhak melakukan hadhanah antara lain yaitu:
1. Apabila anak mempunyai kerabat laki-laki dan perempuan, maka
didahulukan ibu dari pada ayah. Kemudian ibu dari ibu seterusnya ke atas
dengan syarat ada hubungan hak waris dengan anak. Apabila mereka tidak
ada hubungan hak waris maka ayahlah yang lebih berhak melakukan
15
http://www.legalakses.com/hak-asuh-anak-dalam-perceraian-hadhanah diakses pada
tanggal 20 Februari 2015 pukul 10.00 WIB.
27
hadhanah, kemudian ibu dari ayah dan seterusnya ke atas dengan syarat
ada hubungan waris. Apabila pada tingkat ini tidak ada, maka yang berhak
adalah kerabat yang paling dekat, dengan ketentuan kerabat yang
perempuan didahulukan dari kerabat yang laki-laki. Dan juga apabila
mereka juga tidak ada, maka yang berhak adalah keturunan menyamping
(hawasyi), seperti saudara perempuan, saudara laki-laki dan sebagainya.
2. Apabila anak hanya mempunyai keluarga perempuan saja, maka ibu
didahulukan, kemudian ibu dari ibu, ibu dari ayah dan seterusnya ke atas.
Kemudian saudara perempuan, saudara perempuan ibu, anak perempuan
dari saudara perempuan, saudara perempuan ayah, anak perempuan dari
saudara perempuan ayah, anak perempuan dari saudara lak-laki ibu,
dengan ketentuan didahulukan yang sekandung dari pada yang tidak, dan
didahulukan yang seayah dari pada yang seibu.
3. Apabila anak hanya mempunyai keluarga yang laki-laki saja, maka
didahulukan ayah, kemudian kakek, saudara laki-laki kandung, seayah,
saudara laki-laki dari ayah yang sekandung atau seayah, kemudian anak
dari saudara laki-laki seayah.16
Sementara hak asuh itu berturut-turut dari
ibu kepada ibunya dan seterusnya ke atas, saudara perempuan ibu
sekandung, saudara perempuan ibu seibu, saudara nenek perempuan dari
pihak ibu, saudara perempuan kakek dari pihak ibu, saudara perempuan
kakek dari pihak ayah, ibu ibunya ayah ibu bapaknya ayah dan
seterusnya.17
16 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, h.141-142.
17
Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), h.402-403.
28
E. Syarat-Syarat Pemeliharaan Anak
Hadhanah dimaksudkan untuk mempersiapkan anak ke dalam
kondisi, baik secara fisik maupun mental. Menjadi kewajiban bagi orang yang
mengasuh untuk menangani dan menyelenggarakan kepentingan anak yang
diasuhnya dengan memperhatikan kemaslahatan, yakni dengan adanya
kecakapan dan kecukupan. Oleh karena itu, untuk dapat menyelenggarakan
hal ini diperlukan cara-cara tertentu yang harus dimiliki oleh pelaku
hadhanah. Jika salah satu dengan cara-cara tersebut tidak dipenuhi, maka
gugurlah haknya untuk melakukan hadhanah. Syarat-syarat tersebut adalah:18
1. Baligh
Ulama sepakat bahwa pelaku hadhanah harus baligh, sebab anak kecil
sekalipun sudah mumayiz tetap masih membutuhkan orang lain untuk
mengurusi urusannya dan mengasuhnya. Karena itu, ia tidak boleh
mengurusi orang lain.
2. Berakal sehat.
Orang gila dan orang kurang sehat akalnya tidak boleh melakukan
hadhanah. Karena mereka tidak dapat mengurusi urusannya sendiri dan
masih membutuhkan orang lain untuk mengurusnya.
3. Mampu melakukan tugas-tugas pengasuhan anak.
Orang yang karena lemah badannya, sakit, cacat jasmaninya, atau sudah
tua dan tidak mampu untuk melakukan tugas untuk mengasuh anak, maka
orang yang seperti itu tidak berhak lagi untuk melakukan hadhanah.
18 Zakariya Ahmad al-Barry, Hukum Anak-Anak Dalam Islam, alih bahasa Chadijah
Nasution, cet ke-1, (Jakarta: Bulan Bintang,1977), h.57-62.
29
4. Memiliki sifat amanah dalam mendidik anak.
Sebab orang yang curang atau tidak memiliki sifat amanah tidak aman
bagi anak yang diasuhnya dan tidak dapat dipercaya untuk melakukan
kewajibannya dengan baik. Bahkan mungkin anak itu akan meniru atau
berkelakuan seperti orang yang mengasuhnya.
5. Merdeka (bukan budak).
Karena budak tidak berkuasab atas dirinya sendiri (berada di bawah
kekuasaan tuanya), sehingga tidak mampu mengurusi urusan orang lain.
6. Jika pelaku hadhanah ibunya, maka disyaratkan dia belum menikah
dengan laki-laki lain yang bukan mahram anaknya. Sebagaimana hadis
Nabi Muhammad SAW. yang berbunyi:19
ه يا رسول اللو! إن ابني ما; أن امرأة قالت: عن عبد اللو بن عمرو رضي اللو عن ىذا كان بطني لو وعاء, وثديي لو سقاء, وحجري لو حواء, وإن أباه طلقني, وأراد
زعو مني ف قال لها رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم أنت أحق بو, ما لم أن ي نت حو الحاكم ( ت نكحي )رواه أحمد, وأبو داود, وصح
Artinya: “Seorang perempuan berkata (kepada Rasullulah): Wahai
Rasullulah sesungguhnya anakku ini aku yang mengandungnya, air
susuku yang diminumnya, dan dibilikku tempat berkumpulnya
(bersamaku). Sesungguhnya ayahnya telah menceraikan aku, dan ingin
memisahkannya dariku. Maka rasullulah Saw. bersabda: kamulah yang
lebih berhak (memeliharanya), selama kamu tidak menikah”. (HR. Abu
Dawud).
7. Islam
Fuqaha berbeda pendapat mengenai syarat ini. Fuqaha mazhab Syafi‟i
dan Hambali mensyaratkan Islam bagi pelaku Hadhanah, sehingga
19 Imam Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz II, h.150.
30
seorang istri yang kafir tidak berhak melakukan hadhanah terhadap orang
yang Islam, karena tidak ada walayah terhadapnya dan dikhawatirkan
akan menyesatkan anak dari agamanya. Sedang fuqaha mazhab Hanafi
dan Maliki tidak mensyaratkan Islam bagi pelaku hadhanah karena
Rasullulah telah memberikan hak pilih kepada seorang anak untuk diasuh
oleh ayahnya yang Islam atau ibunya yang kafir. Di samping itu dasar
hadhanah adalah kasih sayang dan hal itu tidak akan terpengaruh dengan
adanya perbedaan agama.
Jika salah satu dari syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka hak
seseorang akan gugur. Ulama berbeda pendapat mengenai apakah hak
hadhanah kembali kepada seseorang jika syarat-syarat tersebut telah dipenuhi
atau kembali, yaitu:
1. Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa jika gugurnya hak itu karena
uzur, seperti sakit, tidak mempunyai tempat tinggal atau pergi haji,
kemudian penghalang itu telah hilang, maka hal tersebut kembali lagi
kepadanya, tetapi jika penghalang itu berupa mennikahnya ibu dengan
laki-laki lainnya yang bukan mahram anak atau bepergian dengan tanpa
uzur kemudian penghalang itu hilang, yakni dengan adanya perceraian
baik karena talak, fasakh, maupun meninggalnya suami atau telah kembali
dari bepergian, maka hak tersebut tidak bisa kembali lagi kepadanya,
karena menurut mazhab ini penghalang dalam hadhanah adalah unsur
yang idtidrari.
31
2. Ulama jumhur (Hanafiyyah, Syafi‟iyyah dan Hanabilah) berpendapat
bahwa jika hak hadhanah itu gugur karena adanya penghalang, maka hak
itu kembali lagi kepadanya ikhtiyari (dapat diusahakan, seperti menikah
lagi, bepergian atau fasiq). Berdasarkan kaidah yang berbunyi:20
Artinya: Ketika hilang sesuatu yang mencegah, maka suatu larangan
menjadi hilang (kembali diperbolehkan).
Apabila penghalang telah hilang, maka hukum yang dihalangi seperti
semula, baik penghalang itu idtirari atau ikhtiyari. Akan tetapi, menurut
istilah ulama ushul fiqh, al-mani’ (penghalang) adalah sesuatu ketika sebab
itu telah jelas dan syarat telah terpenuhi, dan menghalangi timbulnya
akibat atas sebabnya.30Jadi, ketiadaan syarat menurut istilah mereka tidak
disebut al-mani’, meskipun dapat menghalangi timbulnya sebab atau
akibat. Dengan demikian, apabila syarat-syarat di atas tidak terpenuhi,
maka hal itu termasuk kategori tidak adanya syarat yang lengkap, bukan
termasuk adanya al-mani’ yang dapat kembali lagi, hukum yang
dihalanginya jika penghalang itu telah hilang.
F. Biaya, Masa Pengasuhan dan Hak Khiyar Hadhanah
Pemeliharaan anak juga mengandung arti sebuah tanggung jawab
orang tua untuk mengawasi, memberi pelayanan yang semestinya serta
mencukupi kebutuhan hidup dari seorang anak oleh orang tua. Selanjutnya,
tanggung jawab pemeliharaan berupa pengawasan dan pelayanan serta
20
Muchlis Usman, Kaidah-Kaidah Usuliyah dan Fiqhiyyah, cet. Ke-3, (Jakarta: Grafindo
Persada, 1999), h.181.
32
pencukupan nafkah anak tersebut bersifat terus menerus sampai anak tersebut
mencapai batas umur legal sebagai orang dewasa yang telah mampu berdiri
sendiri.21
Jika yang melakukan hadhanah itu ibunya sendiri, maka ibu tidak
berhak meminta upah atau biaya dalam melakukan tugasnya, selama ia masih
berstatus sebagai istri dari ayah anak itu atau ia sudah diceraikan dan masih
dalam masa iddah, baik talak satu, dua atau tiga. Dalam hal ini ibu masih
berhak mendapatkan nafkah dari ayah. Jadi ayah tidak membayar dobel,
nafkah dan upah hadhanah. Tetapi jika telah bercerai dan masa iddahnya telah
habis, maka ia berhak atas upah itu sebagaimana haknya atas upah menyusui.
Firman Allah SWT. dalam surat At-Talaq ayat 6 yang berbunyi:
Jika yang melakukan hadhanah itu perempuan lain (bukan ibu) maka
ia berhak memperoleh upah dari ayah, kecuali kalau ia sendiri yang
menggugurkan haknya dengan sukarela untuk melakukan hadhanah.
Demikian juga ayah wajib membayar ongkos sewa rumah atau
perlengkapanya jika orang yang mengasuhnya tidak mempunyai rumah sendiri
sebagai tempat untuk mengasuh anak, atau membayar gaji pembantu jika
pengasuh (pelaku hadhanah) membutuhkannya. Jika ayah tidak mampu
membayar upah hadhanah, maka upah itu wajib dibayar oleh orang yang
bertugas menanggung nafkah anak itu. Karena upah itu sama dengan upah
menyusui yang merupakan bagian dari nafkah anak. Ayat-ayat al-Qur‟an
maupun Hadis-hadis Nabi tidak menerangkan dengan tegas tentang
21
Amiur Nurruddin dan Azhar Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,
)Jakarta: PT. Prenada Media 2004(, h.294.
33
berakhirnya masa pemeliharaan anak, yang ada hanyalah petunjuk-petunjuk
saja. Oleh karena para mujtahid dan para ulama berijtihad sendiri-sendiri
untuk menetapkan masa pemeliharaan anak, dengan tetap berpedoman pada
isyarat-isyarat al-Qur‟an dan Hadis.22
Pada dasarnya ulama fiqh sepakat
bahwa pengasuhan anak dimulai sejak anak lahir sampai mumayyiz dan
mempunyai kemampuan berdiri sendiri, akan tetapi mereka berbeda pendapat
mengenai umur mumayyiz dan mampu berdiri sendiri.
Adapun perempuan berumur sembilan tahun adalah batas maksimal
untuk diasuh. Apabila anak itu telah melewati batas maksimal, bapaknya
boleh mengambilnya dari ibunya, seterusnya bila anak tersebut mendapat usia
rusyd (sempurna akalnya) ia boleh memilih tempat tinggalnya sendiri, kecuali
jika anak itu kurang sehat akhlak maka ia terus tinggal bersama bapaknya
untuk mendapat pengawasan seperlunya.23
Menurut mazhab Malikiyyah bahwa masa asuhan anak laki-laki
adalah dari lahir sampai baligh, sementara masa asuhan anak perempuan
adalah sampai ia menikah dan di dukhuli oleh suaminya. Imam Syafi‟i
berpendapat bahwa tidak ada batasan masa waktu tertentu untuk mengasuh
anak, anak tetap tinggal bersama ibunya sampai ia bisa menentukan pilihan
apakah tinggal bersama ibu atau bapaknya. Kalau anak sudah sampai pada
tingkat ini dia disuruh memilih apakah akan tinggal bersama ibunya atau
bapaknya, kalau seorang anak laki-laki memilih tinggal bersama dengan
ibunya, maka ia boleh tinggal bersama ibunya di malam hari dan dengan
22
Jamaan Nur, Fiqih Munakahat, h.125.
23
Hasby as-Siddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h.311.
34
ayahnya di siang hari, agar bapak juga bisa mendidiknya. Bila anak itu
perempuan, maka ia boleh tinggal bersam ibunya siang dan malam, tetapi bila
anak memilih tinggal bersama ayah dan ibunya, maka dilakukan undian, bila
anak diam (tidak memberi pilihan) maka ia ikut bersama ibunya.24
Di samping itu mazhab Syi‟ah berpendapat bahwa asuhan anak laki-
laki adalah sampai berumur dua tahun, sedangkan anak perempuan sampai
berumur tujuh tahun. Adapun masalah khiyar, Syafi‟i berpendapat bahwa anak
laki-laki yang sudah berumur tujuh tahun, maka ia berhak memilih antara ibu
dan bapaknya. Menurut mazhab alikiyyah dan Hanafiyyah tidak ada khiyar,
tetapi jika anak sudah mampu berdiri sendiri, makan, berpakaian dan
beristinja‟ sendiri, maka ayah lebih berhak terhadapnya. Mengenai hak khiyar
anak perempuan, Imam Syafi‟i mendasarkan bahwa apabila anak laki-laki
punya hak khiyar maka anak perempuan juga mempunyai hak. Abu Hanifah
berkata: ibu lebih berhak kepadanya sampai ia haid dan menikah, Malikiyyah
juga berpendapat bahwa ibu juga lebih berhak kepadanya sampai ia menikah
dan didukhuli oleh suaminya, sebab tidak ada hukum yang menyuruh mereka
untuk memilih, dan tidak mungkin dipisahkan dari ibunya, maka ibu lebih
berhak terhadapnya sebagaimana sebelum berumur tujuh tahun.25
24
Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqih Lima Mazhab, h.417.
25
Abdurahman I, Perkawinan Dalam Syari’at Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992),
h.137.
35
BAB III
HAK HADHANAH DALAM PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA
JAKARTA SELATAN NOMOR 2282/PDT.G/2009/PA.JS
A. Profil Singkat Pengadilan Agama Jakarta Selatan
1. Sejarah Singkat Pengadilan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan sebagai salah satu instansi yang
melaksanakan tugasnya memiliki dasar hukum dan landasan kerja sebagai
berikut: Undang-undang Dasar 1945 Pasal 24. Undang-undang Nomor 14
Tahun1970. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
Peraturan Pemertintah Nomor 10 Tahun 1981. Peraturan/Instruksi/Edaran
Mahkamah Agung RI. Instruksi Dirjen Bimas Islam/ Bimbingan Islam.
Keputusan Menteri Agama RI. Nomor 69 Tahun 1963 tentang
Pembentukan Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Peraturan-peraturan lain
yang berhubungan dengan tata kerja dan wewenang Pengadilan Agama.1
Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat
keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963.
Pada Mulanya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat
tiga kantor yang dinamakan Kantor Cabang yaitu: Kantor Cabang
Pengadilan Agama Jakarta Utara. Kantor Pengadilan Agama Jakarta
Tengah. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai Induk.2
1Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dikutip utuh dari http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/ di download pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 09.59 WIB.
2Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dikutip utuh dari http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/ di download pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 09.59 WIB.
36
Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk Wilayah Hukum
Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya
Cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung ber asarkan surat keputusan
Menteri Agama Nomor 71 Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976, semua
Pengadilan Agama di Propinsi Jawa Barat termasuk Penngadilan Agama
yang berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam perkembangan
selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pngadilan Tinggi
Agama (PTA).
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 61 Tahun 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta dipindah di
Jakarta, akan tetapi realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 oktober
1987 dan secara otomatis Wilayah Hukum Pengadilan Agama di wilayah
DKI Jakarta adalah menadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama
Jakarta.3
Terbentuknya kantor Pengadilan Agama Jakrta Selatan merupakan
perubahan dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika itu pada
tahun 1967 merupakan cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta
Raya yang berkantor di Jalan Otista Raya Jakarta Timur. Sebutan pada
waktu itu adalah cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kantor
cabang Pengadilan Agama Jakarta selatan dibentuk sesuai dengan
banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk
serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan yang wilayahnya cukup luas.
3Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dikutip utuh dari http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/ di download pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 09.59 WIB.
37
Keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan darurat yang menempati
gedung bekas Kantor Kecamatan Pasar Minggu disebuah Gang kecil yang
sampai saat ini dikenal dengan gang Pengadilan Agama Pasar Minggu
Jakarta Selatan, Pimpinan kantor dipegang Oleh H. Polana.4
Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian kalaupun ada
tentang warisan masuk kepada komparisi itupun dimulai tahun 1969
kerjasama dengan Pengadilan Negeri yang ketika itu dipimpin oleh Bapak
Bisma Siregar, SH. Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa waris
akan tetapi hal itu ditentang oleh pihak keamanan karena bertentangan
dengan kewenangannya sehingga sempat beberapa orang termasuk Pak
Hasan Mughni ditahan karena penetapan Fatwa Waris sehingga sejak itu
Fatwa Waris ditambah dengan kalimat “Jika ada harta peninggalan”.
Pada tahun 1976 gedung Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pindah ke Blok D Kebayoran baru Jakarta Selatan dengan
menempati serambi Masjid Syarif Hidayatullah dan sebuah Kantor Cabang
pun dihilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan pada
masa itu diangkat pula beberapa Hakim honorer yang diantaranya adalah
Bapak H. Ichtijanto, SA, SH.
Penunjukan tempat tersebut atas inisitif Kepala Kandepag Jakarta
Selatan yang waktu itu dijabat oleh Bapak Drs. H. Muhdi Yasin. Seiring
dengan perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk
menangani tugas-tugas kepaniteraan yaitu Ilyas Hasbullah, Hasan Jauhari,
4Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dikutip utuh dari http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/ di download pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 09.59 WIB.
38
Sukandi, Saimin, Tuwon Haryanto, Fathullan AN, Hasan Mughni, dan
Imron. Keadaan penempatan Kantor di serambi Masjid tersebut bertahan
sampai pada tahun 1979.5
Pada bulan September 1979, kantor Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pindah ke gedung Baru di Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan
menempati gedung baru dengan tanan yang masih menumpang pada areal
tanah PGAN Pondok Pinang, dan pada tahun 1979 pada saat Pengadilan
Agama Jakarta Selatan dipimpim oleh Bapak H. Alim, BA diangkat pila
Hakim-hakim honorer untuk menangani perkara-perkara yang masuk,
diantaranya adalah KH. Ya‟kub, KH. Muhdats Yusuf, Hamim Qarib,
Rasyid Abdullah, Ali Imran, Drs. H. Noer Chazin.6
Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa berkepimpinan Drs. H.
Djabir Manshur, SH., Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke
Jalan Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat Pasar Minggu Jakarta Selatan
dengan menempati gedung baru. Di gedung baru ini meskipun tidak
memenuhi syarat untuk sebuah kantor Pemerintah setingkat walikota,
karena gedungnya berada di tengah-tengah penduduk dan jalan masuk
dengan kelas IIIC. Namun sudah lebih baik daripada masih di Pondok
Pinang. Pembenahan-pembenaan fisik terus dilakukan terutama pada masa
kepemimpinan Bapak Drs. H. Jayusman, SH. Begitu pula pembenahan-
pembenahan administrasi terutama pada masa kepemimpinan Bapak Drs.
5Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dikutip utuh dari http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/ di download pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 09.59 WIB.
6Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dikutip utuh dari http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/ di download pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 09.59 WIB.
39
H. Ahmad Kamil, SH. Pada masa ini pula Pengadilan Agama Jakarta
Selatan mulai mengenal computer walaupun hanya sebatas pengetikan dan
ini terus ditingkatkan pada masa kepemimpinan Bapak Drs. Rif‟at Yusuf.
Pada tahun 2000, ketika kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs. H.
Zainuddin Fajari, SH dilakukan pembenahan-pembenahan semua bidang,
baik fisik maupun non fisik, serta diadakan sistim komputerisasi dengan
online komputer. Pembenahan ini tetap dilakukan sampai sekarang oleh
Ketua Pengadilan Agama Bapak drs. H. Syed Usman, SH, yang tujuannya
adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan
dan menciptakan peradilan yang mandiri dan berwibawa.
Kemudian pada tahun 2007-2008, ketika kepemimpinan dijabat oleh
Bapak Drs. H.A. Choiri, SH, MH, Pengadilan Agama Jakarta Selatan
berhasil melakukan pengadaan tanah untuk bangunan gedung baru seluas
± 6000 m2 yang terletak di Jl. Harsono RM, Ragunan, Jakarta Selatan.
Pada tahun 2008 mulai dibangun gedung baru yang sesuai dengan
prototype Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan 2 tahap,
tahap pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 2009. Pada saat itu
Pengadilan Agama Jakarta Selatan di Ketuai oleh Bapak Drs. H. Pahlawan
Harahap, SH, MA.
Selanjutnya pada ahir April 2020 gedung baru Pengadilan Agama
Jakarta Selatan diresmikan bersama-sama dengan gedung-gedung baru
lainnya di Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah Agung RI.
Pada awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan sekaligus dimulainya
40
aktifitas perkantoran di gedung baru tersebut, pada saat itu Ketua
Pengadilan Agama Jakarta Selatan dijabat oleh Drs. H. Ahsin A. Hamid,
SH.
Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representative
tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan
dalam segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan
maupun dalam hal peningkatan IT yang sudah semakin canggih disertai
dengan program-program yang menunjang pelaksanaa tugas poko, seperti
program SIADPA yang sudah berjalan dan terintergrasi dengan TV Media
Center, Touch Screen (KIOS-K) serta beberapa fitur tambahan dari situs
Web Pa-jakartaselatan.go.id.7
2. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan
salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung
bersama badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum,
Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer, merupakan salah satu
badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan
hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara
orang-orang yang beragama Islam.8
7Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dikutip utuh dari http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/ di download pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 09.59 WIB. 8Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dikutip utuh dari http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/ di download pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 09.59 WIB.
41
Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang merupakan Pengadilan
Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,
infaq, shadaqah dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49
Undang-Undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
3. Struktur Organisasi Tata Kerja Pengadilan
Struktur organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu
pada Undang-Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung nomor KMA/004/II/92 tentang
organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama dan KMA Nomor 5 tahun 1996 tentang Struktur Organisasi
Peradilan.9
9Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dikutip utuh dari http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/ di download pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 09.59 WIB.
42
4. Wilayah Hukum Pengadilan
Wilayah hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan mencakup
seluruhKota Jakarta Selatan yang meliputi 10 (sepuluh) Kecamatan
dengan 65 (enam puluh lima) Kelurahan, yaitu:10 Kecamatan Kebayoran
Lama: Kelurahan Kebayoran Lama Utara. Kelurahan Kebayoran Lama
Selatan. Kelurahan Pondok Pinang. Kelurahan Cipulir. Kelurahan Grogol
Selatan. Kelurahan Grogol Utara. Kecamatan Pesanggrahan: Kelurahan
Pesanggrahan. Kelurahan Bintaro. Kelurahan Petukangan Utara.
Kelurahan Petukangan Selatan. Kelurahan Ulujami. Kecamatan Pasar
Minggu: Kelurahan Pasar Minggu. Kelurahan Kebagusan. Kelurahan Jati
Padang. Kelurahan Ragunan. Kelurahan Cilandak Timur. Kelurahan
Pejaten Timur. Kelurahan Pejaten Barat. Kecamatan Jagakarsa:
Kelurahan Ciganjur. Kelurahan Srengseng Sawah. Kelurahan Jagakarsa.
Kelurahan Lenteng Agung. Kelurahan Tanjung Barat. Kelurahan
Cimpedak. Kecamatan Mampang Prapatan: Kelurahan Mampang
Prapatan. Kelurahan Bangka. Kelurahan Tegal Parang. Kelurahan Pela
Mampang. Kelurahan Kuningan Barat. Kecamatan Pancoran: Kelurahan
Pancoran. Kelurahan Kalibata. Kelurahan Rawajati. Kelurahan Duren
Tiga. Kelurahan Pengadegan. Kelurahan Cikol. Kecamatan Kebayoran
Baru: Kelurahan Gandaria Utara. Kelurahan Cipete Utara. Kelurahan
Pulo. Kelurahan Petogogan. Kelurahan Keramat Pela. Kelurahan Rawa
Barat. Kelurahan Gunung. Kelurahan Selong. Kelurahan Senayan.
10
Profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini dikutip utuh dari http://www.pa-
jakartaselatan.go.id/ di download pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 09.59 WIB.
43
Kelurahan Melawai. Kecamatan Tebet: Kelurahan Menteng Dalam.
Kelurahan Tebet Barat. Kelurahan Tebet Timur. Kelurahan Kebon Baru.
Kelurahan Bukit Duri. Kelurahan Manggarai. Kelurahan Manggarai
Selatan. Kecamatan Setia Budi: Kelurahan Setiabudi. Kelurahan Guntur.
Kelurahan Karet. Kelurahan Karet Semanggi. Kelurahan Karet Kuningan.
Kelurahan Kuningan Timur. Kelurahan Menteng Atas. Kelurahan Pasar.
Kecamatan Cilandak: Kelurahan Lebak Bulus. Kelurahan Cipete
Selatan. Kelurahan Cilandak Barat. Kelurahan Gandaria Selatan.
Kelurahan Pondok Labu.
B. Deskripsi Putusan Perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS Tentang Hak
Hadhanah
1. Kronologi Hukum
Kasus gugatan perceraian ini telah didaftarkan Kepaniteraan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan pada tanggal 30 Nopember 2009 dalam Register
perkara Nomor: 2282/Pdt.G/2009/PAJS.
Pihak-pihak yang berperkara adalah Penggugat , umur 40 tahun, pekerjaan
Wiraswasta, alamat Jl. Tebet Barat XII No. 1 Jakarta Selatan dan Tergugat ,
umur 41 tahun, pekerjaan Swasta, alamat Jl. Bangka III No. 38, Jakarta
Selatan.
Bahwa Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan di
Jakarta pada tanggal 25 Nopember 1997 dihadapan Pejabat Kantor Pencatat
Nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
sebagaimana tercatat dalam Kutipan Akta Nikah Nomor 926/III/XI/ 97.
44
Sejak tahun 2002, Penggugat dan Tergugat memilih domisili di kediaman
bersama di rumah orang tua Penggugat yang beralamat di JI. Tebet Barat
XII No. 1, Jakarta Selatan.
Dalam perkawinan yang sah antara Penggugat dan Tergugat, telah lahir 3
(tiga) orang anak yang masing-masing bernama:
a. Reyhan Dahananto Ariyadi, lahir pada tanggal 4 Juni 1999 di Los
Angeles, Amerika Serikat, sebagaimana tercantum dalam Certified
Abstract of Birth Nomor 0063727 yang dikeluarkan oleh County of Los
Angeles Registrar-Recorder/County Clerk.
b. Rannafi Pawitra Ariyadi, lahir pada tanggal 1 Agustus 2001 di
California, Amerika Serikat, sebagaimana tercantum dalam
Certification of Vital Record Nomor 1200130027299 yang dikeluarkan
oleh County of Orange Health Care Agency.
c. Raina Nabila Ariyadi, lahir pada tanggal 21 Juli 2007 di Jakarta,
sebagaimana tercantum dalam Akta Kelahiran Nomor :
10629/U/JS/2007 yang dikeluarkan oleh Suku Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Selatan.11
Alasan Penggugat dalam mengajukan gugatan perceraian terhadap
Tergugat dalam perkara aquo adalah dalam kehidupan berumah tangga
antara Penggugat dan Tergugat terjadi pertengkaran dan perselisihan yang
terus menerus yang diakibatkan oleh perselingkuhan Tergugat.
Pada awalnya rumah tangga yang dibina oleh Penggugat dan
Tergugat berlangsung harmonis, Tergugat pada awalnya masih terlihat
11
Lihat Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.2282/Pdt.G/2009/PA.JS,h.3.
45
sangat memperhatikan keluarganya, Bahkan Tergugat sering meluangkan
waktu untuk bermain dengan anak-anak. Hubungan Tergugat dengan
keluarga besar Penggugat pada awalnya juga terlihat sangat baik dan
rukun.
Kemudian sekitar pertengahan 2007, atau setelah anak ketiga
Penggugat dan Tergugat lahir, Penggugat menyadari adanya perubahan
sikap dari Tergugat. Tergugat tidak lagi memberikan perhatian kepada
Penggugat dan anak-anak. Tergugat juga seringkali pulang larut malam
tanpa alasan yang jelas. Bahkan setiap berada di rumah, Tergugat selalu
terlihat gelisah dan selalu mencari-cari alasan untuk dapat keluar rumah.
Apabila Penggugat menanyakan perihal hal tersebut, Tergugat menolak
menjelaskan dan bahkan sering menunjukan kekesalannya. Setiap kali hal
tersebut terjadi, Penggugat hanya dapat bersabar yang semata-mata
dilakukan oleh Penggugat untuk keutuhan rumah tangga Penggugat dan
Tergugat serta untuk mencegah anak-anak mendengar perselisihan antara
kedua orang tuanya.
Pada tanggal 28 Desember 2007, Penggugat secara tidak sengaja
mendapatkan bukti bahwa Tergugat membelikan sebuah cincin untuk
wanita bernama Rini Silitonga, yang mana merupakan sekretaris Tergugat.
Bukti tersebut didapatkan oleh Penggugat setelah melihat tagihan kartu
kredit Tergugat. Atas dasar hal tersebut, Penggugat mencurigai bahwa
Tergugat telah melakukan perselingkuhan dengan wanita tersebut.
Kecurigaan dari Penggugat menyebabkan Penggugat berusaha mencari
bukti-bukti lain, yang mana akhirnya Penggugat mendapatkan bukti-bukti
46
foto yang menguatkan dugaan perselingkuhan Tergugat tersebut.
Dikarenakan hal tersebut, Penggugat menuntut penjelasan dari Tergugat.
Bukannya mendapat kan penjelasan, Tergugat malah menunjukkan
kemarahan besar kepada Penggugat. Setelah kejadian tersebut, Penggugat
merobek tagihan kartu kredit Tergugat yang mencantumkan pembelian
cincin tersebut dikarenakan Penggugat bermaksud melupakan kejadian
tersebut.
Setelah itu, Penggugat mendapatkan bukti pada tanggal 8 Januari
2008 Tergugat pergi ke Bali selama 4 (empat) hari bersama Rini.
Kepergian Tergugat ke Bali tersebut diawali oleh kebohongan Tergugat
yang menyampaikan kepada Penggugat bahwa Tergugat hendak pergi ke
Medan untuk urusan pekerjaan. Fakta tersebut diketahui oleh Penggugat
ketika Penggugat mencoba menelpon ke Garuda Indonesia Call Center
dan mendapati nama Tergugat dan Rini di salah satu penerbangan menuju
Bali. 12
Sejak peristiwa tersebut diatas, hubungan antara Penggugat dan
Tergugat menjadi semakin buruk. Keadaan tersebut diperparah dengan
seringnya Penggugat memergoki secara langsung Tergugat sedang pergi
berdua dengan Rini. Atas dasar hal tersebut, Penggugat merasa bahwa
masalah antara Penggugat dan Tergugat tersebut haruslah diselesaikan.
Oleh karena itu, Penggugat mencoba membangun komunikasi dengan
Tergugat dan secara tegas Penggugat meminta Tergugat untuk mengakhiri
12
Lihat Putasan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.2282/Pdt.G/PA.JS,h.5.
47
hubungannya dengan wanita bernama Rini tersebut. Akan tetapi
komunikasi yang coba dibangun oleh Penggugat tersebut malah berujung
pada pertengkaran antara Penggugat dengan Tergugat, yang mana pada
akhirnya Tergugat memilih untuk pergi meninggalkan rumah kediaman
bersama.
Sejak pergi meninggalkan rumah pada bulan Maret 2008 hingga
saat ini, Penggugat mengetahui bahwa Tergugat tinggal di Apartement
Casablanca. Akan tetapi, informasi tersebut didapatkan Penggugat bukan
dari Tergugat. Tergugat selalu menolak menginformasikan tempat
tinggalnya sejak kepergian nya dari rumah tersebut. Berdasarkan informasi
yang didapatkan oleh Penggugat tersebut, pada bulan Agustus 2008
Penggugat datang ke tempat kediaman Tergugat di Apatement Casablanca
dengan tujuan untuk mencari penyelesaian atas permasalahan yang terjadi
antara Penggugat dengan Tergugat. Akan tetapi, ketika Penggugat
mendatangi tempat kediaman Tergugat tersebut, Penggugat malah
mendapati bahwa selama ini Tergugat tinggal di tempat tersebut bersama
Rini. Ketika mengetahui kedatangan Penggugat ke tempat tinggalnya,
Tergugat langsung mengusir Penggugat.
Kemudian Penggugat mendapatkan informasi dari anak pertama
dan kedua Penggugat dan Tergugat, Reyhan Dahananto Ariyadi dan
Rannafi Pawitra Ariyadi, bahwa selama ini ternyata perselingkuhan yang
dilakukan oleh Tergugat sering dilakukan di depan anak-anak tersebut.
48
a. Tentang Hak Hadhanah dan Hak Perwalian Anak
Terhadap anak-anak Penggugat dan Tergugat yang lahir dalam perkawinan
dan masih dibawah umur atau belum mumayyiz yaitu masing-masing
bernama anak, anak dan anak sudah sewajarnya mendapatkan hak asuh
atau hak pemeliharaan atau hak hadhanah dari Penggugat sebagai Ibu
kandung mereka, hak mana sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Pasal 156 huruf a dinyatakan sebagai berikut :
"Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya,
kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya
digantikan oleh:
1. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu.
2. Ayah.
3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah.
4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.
5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu. Dan
6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah".13
Berdasarkan ketentuan sebagaimana tersebut diatas dan
mempertimbangkan bahwa selama ini anak-anak sangat dekat dengan
Penggugat dikarenakan Penggugat selama ini selalu berusaha menjadi ibu
yang baik bagi anak-anak dengan selalu memperhatikan dan memberikan
kasih sayang kepada mereka, tepatlah apabila hak perwalian atas anak-
anak dilimpahkan kepada Penggugat sebagai ibu kandungnya. Akan tetapi,
13
Lihat Putasan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.2282/Pdt.G/PA.JS,h.8.
49
Penggugat tidak menutup kemungkinan bagi Tergugat untuk bertemu
dengan anak-anaknya dengan melalui izin dan persetujuan terlebih dahulu
dari Penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal 105 huruf a KHI jo.
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 392K/Sip/1969 tertanggal 31
Agustus 1969 jo. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 239
K/Sip/1968.
b. Tentang Biaya Hadhanah, Nafkah Kepada Anak-Anak, Nafkah
Madhiyah, Nafkah Mut'ah, dan Nafkah Penghidupan
Berdasarkan KHI Pasal 149 huruf d dan Pasal 156 huruf d dan huruf f
dinyatakan sebagai berikut:
Pasal 149 huruf d
"Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib
memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai
umur 21 tahun"
Pasal 156 huruf d
"Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: semua biaya
hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut
kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan
dapat mengurus diri sendiri (21 tahun)"
Pasal 156 huruf f
"Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak
yang tidak turut padanya"
50
Bahwa berdasarkan ketentuan dari KHI Pasal 149 huruf d, Pasal 156 huruf
d dan huruf f, Tergugat sebagai ayah dari anak-anak Penggugat dan
Tergugat tersebut berkewajiban menanggung biaya hadhanah dan nafkah
anak-anak.14
2. Tuntutan Penggugat
Dalam gugatan yang diajukan oleh penggugat, penggugat meminta Majelis
Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan perkawinan Penggugat dan Tergugat putus karena
perceraian beserta akibat hukumnya.
3. Menetapkan Hak Pemeliharaan/Pengasuhan dan Hak Perwalian atas
anak-anak Penggugat dan Tergugat yang bernama anak dan anak, anak
kepada Penggugat sebagai ibu kandungnya.
4. Menghukum Tergugat untuk memberikan Biaya Hadhanah dan nafkah
kepada anak-anak sebesar Rp 12.000.000 (dua belas juta Rupiah) per-
bulan setiap tanggal 1 pada bulan tersebut dengan pertambahan nilai
sebesar 10 % (sepuluh persen) setiap tahunnya, serta juga
berkewajiban untuk menanggung seluruh biaya kesehatan dan
pendidikan yang diperlukan oleh anak-anak, sejak terjadinya
perceraian sampai dengan dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21
tahun).
5. Menghukum Tergugat untuk memberikan Nafkah Madhiyah (masa
lampau) selama 9 (sembilan) bulan kepada Penggugat sebesar Rp
81.000.000 (delapan puluh satu juta Rupiah) dengan perincian sebesar
14
Lihat Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.2282/Pdt.G/2009/PA.JS,h.10
51
Rp 9.000.000 (sembilan juta Rupiah) setiap bulannya, yang diberikan
secara tunai dan sekaligus selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
sejak putusan perkara ini diucapkan.
6. Menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah Mut'ah kepada
Penggugat sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh juta Rupiah) yang
diberikan secara tunai dan sekaligus selambat-lambatnya 14 (empat
belas) hari sejak putusan perkara ini diucapkan.
7. Menghukum Tergugat untuk memberikan biaya Nafkah Penghidupan
untuk Penggugat sebesar Rp 4.000.000 (empat juta Rupiah) per-bulan
setiap tanggal 1 pada bulan tersebut dengan pertambahan nilai sebesar
10 % (sepuluh persen) setiap tahun, sampai dengan Penggugat
menikah kembali.
8. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk
mengirimkan salinan Putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap
kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, Kota
Jakarta Selatan untuk mencatat perceraian tersebut pada Buku Register
yang disediakan untuk itu.
9. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini.
Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon keadilan yang
seadil-adilnya (ex aequo et bono).15
3. Putusan Majelis Hakim
Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan menjatuhkan putusan
terhadap perkara No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS ini, sebagaimana tersebut
dengan amar berbunyi di bawah ini:
15
Lihat Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.2282/Pdt.G/2009/PA.JS,h.11.
52
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian.
2. Menjatuhkan talak satu ba‟in sughro Tergugat terhadap Penggugat.
3. Menetapkan 2 (dua) orang anak Penggugat dengan Tergugat yang
masing-masing bernama:
1) anak laki-laki, lahir di Los Angeles Amerika Serikat, pada tanggal
06 April 1999.
2) anak perempuan, lahir di Jakarta tanggal 21 Juli 2007. berada
dibawah pemeliharaan/hadhanah Penggugat sebagai Ibu
kandungnya..
4. Menetapkan seorang anak Penggugat dengan Tergugat yang bernama
anak laki-laki, lahir di California Amerika Serikat, pada tanggal 1
Agustus 2001 berada dibawah pemeliharaan/hadhanah Tergugat
sebagai Ayah kandungnya.
5. Menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah kedua orang anak
yang berada dibawah pemeliharaan/hadhanah Penggugat sejumlah Rp
3.000.000.- (tiga juta) Rupiah setiap bulannya diluar biaya pendidikan
dan kesehatan kepada Penggugat.
6. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara ini
sebesar Rp. 281.000,- (dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah).
7. Menolak gugatan Penggugat untuk sebagian lainnya.
53
BAB IV
HAK AYAH SEBAGAI PENGASUH BAGI ANAK YANG BELUM
MUMAYYIZ DALAM PUTUSAN NOMOR 228/Pdt.G/2009/PA.JS
A. Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Memberikan Hak Hadhanah Anak Belum Mumayiz Dalam Putusan
Nomor 2282/Pdt.G/PA.JS
Dalam permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Agama Jakarta
Selatan pada hari Selasa, tanggal 06 Juli 2010 Masehi, bertepatan dengan
tanggal 23 Rajab 1431 Hijriyah, oleh Dra. Hj. Ida Nursaadah, S.H., M.H.
sebagai Hakim Ketua Majelis, Dra. Hj. Tuti Ulwiyah, M.H. dan Drs.
Abdurrahim, M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota masing-masing
sebagai hakim anggota memberikan pertimbangan sebagai berikut:
Sebelum mempertimbangkan lebih lanjut Majelis Hakim terlebih dahulu
mempertimbangkan bahwa hadhanah dengan perwalian adalah dua
permasalahan yang berbeda baik dari segi definisi maupun aturan hukumnya.
Dimaksud dengan pemeliharaan anak atau hadhanah sebagaimana ketentuan
Pasal 1 huruf (g) Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam adalah kegiatan mengasuh, memelihara dan mendidik anak
hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri.
Dan aturan hukumnya termuat dalam Bab XIV Instruksi Presiden No. 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dari Pasal 98 sampai dengan
Pasal 106, sedangkan yang dimaksud dengan Perwalian sebagaimana
ketentuan Pasal 1 huruf (h) Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang
54
Kompilasi Hukum Islam adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang
untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan
dan atas nama anak yang tidak mempunyai orang tua atau kedua orang tua
atau orang yang masih hidup, tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Dan
aturan hukumnya termuat dalam Bab XV Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam dari Pasal 107 sampai dengan Pasal 112.
Dengan demikian Majelis Hakim berpendapat maksud dari gugatan
Penggugat adalah tentang Pemeliharaan anak atau hadhanah bukan tentang
perwalian anak, karena sampai saat ini baik Penggugat maupun Tergugat
sebagai orang tua belum ada Putusan Pengadilan yang menetapkan bahwa
Penggugat atau Tergugat telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua
(dinyatakan tidak cakap melakukan suatu perbuatan hukum). Sebagaimana
termuat dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan “Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang
tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya”.
Bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut Tergugat telah memberikan
jawaban bahwa Tergugat keberatan apabila anak-anak Tergugat dengan
Penggugat ditetapkan berada dalam pemeliharaan atau hadhanah Penggugat,
dengan alasan sebagaimana termuat dalam jawabannya angka 18 dan 19 yang
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penggugat sebelum gugatan perceraian diajukan sudah merampas hak-hak
anak, anak-anak dikekang dan tidak diperbolehkan berhubungan dengan
keluarga Tergugat.
55
2. Penggugat sampai saat ini masih senang dengan dunia gemerlap, berjoget
di diskotik, merokok dan minum-minuman dengan melampirkan bukti T-
2.1 s/d T-2.10.
3. Penggugat bukanlah ibu yang baik dalam mengurus anak anak, selama ini
anak-anak lebih banyak diurus oleh Pembantu dan nenek-neneknya
bersama Tergugat.1
Dan oleh karenanya Tergugat mohon agar hak asuh anak ditetapkan kepada
Tergugat.
Berdasarkan pengakuan Tergugat yang didukung bukti P-2a dan P2-b
serta keterangan saksi-saksi di persidangan, terbukti bahwa dalam perkawinan
Penggugat dengan Tergugat telah dilahirkan 3 (tiga) orang anak, yang masing-
masing diberi nama: anak laki-laki, lahir di Los Angeles Amerika Serikat,
pada tanggal 06 April 1999, anak , laki-laki, lahir di California Amerika
Serikat, pada tanggal 1 Agustus 2001 dan anak , perempuan, lahir di Jakarta
tanggal 21 Juli 2007.
Pengakuan dari Tergugat yang didukung dengan keterangan saksi-
saksi di persidangan terbukti bahwa saat ini (2) dua orang anak Penggugat
dengan Tergugat yang masing-masing bernama anak dan anak berada
bersama Penggugat sedangkan anak yang bernama anak berada bersama
Tergugat.2
Untuk menambah keyakinan Majelis Hakim dalam pemeriksaan
perkara ini maka Majelis Hakim telah memerintahkan kepada Penggugat dan
1 Lihat Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.2282/Pdt.G/2009/PA.JS,h.31.
2 Lihat Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No.2282/Pdt.G/2009/PA.JS,h.31.
56
Tergugat untuk menghadirkan anaknya yang saat ini ada bersamanya untuk
didengar keterangannya.
Bahwa atas pertanyaan Majelis Hakim anak tersebut menyatakan akan
ikut dengan Tergugat sebagai Ayahnya apabila terjadi perpisahan antara kedua
orang tuanya, dengan alasan lebih nyaman ikut dengan Tergugat karena
selama ikut dengan Penggugat apabila terjadi pertengkaran dengan kakaknya
dia yang selalu disalahkan baik oleh Penggugat maupun oleh orang-orang
yang berada di rumah Penggugat.
Bahwa Pasal 41 huruf (a) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Pasal 2 huruf (b) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, mengacu kepada asas yang sama yaitu semata-mata
berdasarkan kepentingan anak. Oleh karenanya untuk menentukan siapa yang
mendapat hak pemeliharaan anak/hadhanah bukan dilihat dari siapa yang
paling berhak diantara Penggugat sebagai Ibunya atau Tergugat sebagai
Ayahnya, melainkan harus dilihat faktanya ikut dengan siapa anak akan lebih
nyaman. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi No. 110 K/AG/2007 tanggal 07
Desember 2007 dengan kaidah hukum “pertimbangan utama dalam masalah
hadhanah (pemeliharaan anak) adalah kemaslahatan dan kepentingan si
anak, bukan semata-mata yang secara normatif paling berhak. Sekalipun si
anak belum berumur 12 tahun (mumayyiz)”.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Majelis menetapkan
2 (dua) orang anak Penggugat dengan Tergugat yang masing-masing bernama
: anak laki-laki, lahir di Los Angeles Amerika Serikat, pada tanggal 06 April
57
1999 dan anak, perempuan, lahir di Jakarta tanggal 21 Juli 2007, berada di
bawah pemeliharaan/hadhanah Penggugat sebagai ibu kandungnya.
Sedangkan anak yang bernama anak, laki-laki, lahir di California Amerika
Serikat, pada tanggal 1 Agustus 2001 berada di bawah pemeliharaan/hadhanah
Tergugat sebagai Ayah kandungnya.
Pasal 45 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan
bahwa:
1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaik-baiknya.
2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku
terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Dengan memperhatikan Pasal tersebut dengan terputusnya perkawinan antara
Penggugat dengan Tergugat bukan berarti memutuskan tali silaturahmi
Penggugat dan Tergugat dengan anak-anak yang telah Allah amanahkan
kepadanya, karena kewajiban Penggugat dengan Tergugat untuk mendidik dan
memelihara anak-anak tersebut masih melekat terus sampai anak-anaknya
mandiri.
Bahwa dengan demikian meskipun anak yang bernama anak telah ditetapkan
berada dibawah pemeliharaan/hadhanah Penggugat sebagai Ibunya, dan anak
yang bernama anak telah ditetapkan berada dibawah pemeliharaan/hadhanah
Tergugat sebagai Ayahnya, Penggugat dan Tergugat mempunyai hak yang
sama dalam mendidik, memberi perhatian dan kasih sayang terhadap ketiga
58
orang anak tersebut, oleh karenanya baik kepada Penggugat maupun Tergugat
Majelis Hakim memerintahkan agar memberikan kebebasan dan keleluasaan
waktu kepada pihak lain dalam mengunjungi untuk memberikan kasih sayang,
mengajak jalan-jalan atau menginap selama tidak mengganggu pendidikan dan
kesehatan dari anak tersebut.
B. Analisis Terhadap Pertimbangan Majelis Hakim Perkara Memberikan
Hak Asuh Anak Belum Mumayiz Kepada Ayah
Dalam perkara perceraian No. 2282/Pdt.G/2009/PA.JS terjadi perebutan
hak asuh anak. Tergugat sebagai suami merasa lebih berhak memperoleh hak
asuh anaknya masing-masing bernama Reyhan Dahananto Ariyadi lahir pada
tanggal 4 Juni 1999, Rannafi Pawitra Ariyadi lahir pada tanggal 1 Agustus
2001, Raina Nabila Ariyadi, lahir pada tanggal 21 Juli 2007.
Tergugat beranggapan bahwa istrinya yaitu penggugat bukanlah ibu yang
baik dalam hal mengurus anak-anak. Selama ini anak-anak lebih banyak
diurus oleh asisten rumah tangga dan oleh neneknya bersama-sama dengan
Tergugat. Bahwa akhir-akhir ini lebih banyak waktu tergugat tercurah pada
kasih sayang anak-anak. Hari-hari libur tergugat habiskan waktu bersama
anak-anak. Sedangkan penggugat tidak tahu pergi kemana dan bersama
dengan teman-temanya.
Perhatian dan kasih sayang anak-anak sudah penggugat abaikan. Hal ini
terbukti sebelum perceraian ini penggugat merampas hak-hak anak-anak
dengan melarang anak-anak untuk berkunjung bertemu nenek dan tergugat.
Anak-anak dipaksa untuk mengikuti kemauan penggugat dan tidak boleh
59
berhubungan dengan tergugat. Hal ini sangat dirasakan oleh anak-anak saat
ini, khususnya anak pertama dan kedua. Bahwa setelah tergugat
memperhatikan dan mengamati perkembangan anak sejak gugatan perceraian
di Pengadilan ini, ada beberapa hal yang terjadi dan sangat menghawatirkan
bagi perkembangan mental anak-anak, yakni anak-anak sering marah-marah,
ada gejala sikap apatis atau tertekan batinnya dan mulai kehilangan percaya
diri dan kurang ceria.3
Selain itu, suami juga sangat mengkhawatirkan kondisi anak mengingat
pergaulan istri yang mengarah kepada pergaulan narkoba. Suami merasa takut
akan perkembangan jiwa dan masa depan anaknya jika anak berada dalam
pengasuhan istri dikarenakan istri tidak mencerminkan sikap yang baik
sebagai ibu panutan anak.4
Suami merasa lebih berhak memperoleh hak asuh anak dikarenakan anak
selama ini diasuh oleh asisten rumah tangga dan neneknya bersama sama
dengan tergugat. Tergugat beranggapan bahwa anak tidak pantas berada di
bawah pengasuhan ibunya dikarenakan sikap dan tingkah laku istri sangat
memalukan di mata masyarakat sehingga demi masa depan dan perkembangan
jiwa anak, suami menuntut hak asuh anak diberikan kepadanya mengingat
masa depan anak tersebut lahir batin adalah tanggung jawab dari suami.
Bahwa ketiga anak penggugat dengan tergugat masing-masing bernama
Reyhan Dahananto Ariyadi (anak I), Rannafi Pawitra Ariyadi (anak II) berada
dikediaman penggugat dan Raina Nabila Ariyadi (anak III) berada dikediaman
3 Abdurahim Wawancara, Jakarta, Tanggal 18 Mei 2015 di Ruang Hakim.
4 Muh. Rusydi Thahir Wawancara, Jakarta, Tanggal 18 Mei 2015 di Ruang Hakim.
60
tergugat. Untuk itu untuk meyakinkan alasan tergugat ini, mohon agar kiranya
Majelis Hakim berkenan untuk menghadirkan anak-anak dalam persidangan
ini dengan maksud dan tujuan untuk dimintai pandangannya mengenai
masalah hak asuh ini.
Berdasarkan wawancara peneliti pada tanggal 18 Mei 2015, hakim yang
menangani perkara tersebut memamparkan bahwa adapun pertimbangan
hakim memutuskan untuk memberikan hak asuh hak asuh salah satu anak
yaitu Raina Nabila Ariyadi (anak III) kepada tergugat atau suami adalah
Majelis Hakim memerintahkan kepada penggugat dan tergugat untuk
menghadirkan anaknya yang saat ini ada bersamanya untuk didengar
keterangannya.5
Bahwa penggugat telah tidak menghadirkan 2 (dua) orang anak yang
pada saat ini berada padanya sehingga Majelis Hakim tidak bisa mendengar
keterangannya dan tergugat telah menghadirkan anak yang pada saat ini ikut
bersamanya yang bernama anak dan telah didengar keterangannya atas
pertanyaan Majelis Hakim anak tersebut menyatakan akan ikut dengan
tergugat sebagai ayahnya apabila terjadi perpisahan antara kedua orang
tuanya, dengan alasan lebih nyaman ikut dengan tergugat karena selama ikut
dengan penggugat apabila terjadi pertengkaran dengan kakaknya dia yang
selalu disalahkan baik oleh penggugat maupun oleh orang-orang yang berada
di rumah penggugat.6
5 Muh.Rusydi Thahir Wawancara, Jakarta, Tanggal 18 Mei 2015 di Ruang Hakim.
6 Muh.Rusydi Thahir Wawancara Jakarta Tanggal 18 Mei 2015 di Ruang Hakim.
61
Landasan yang mengharuskan Majelis Hakim mempertimbangkan anak
boleh memilih diantara ayah atau ibunya ketika ayah dan ibunya memilih
bercerai adalah terdapat dalam Pasal 105 huruf b Kompilasi Hukum (KHI)
yang berbunyi: “Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada
anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak
pemeliharaannya”.
Dari bunyi pasal tersebut di atas tidak ada kalimat yang mengharuskan
Pengadilan/Majelis Hakim secara langsung didepan persidangan mendengar
pendapat anak yang disengketakan pemeliharaan oleh ayah atau ibunya
tentang akan ikut siapa ketika ayah atau ibunya berpisah, tetapi hanya anak
tersebut diberikan hak memilih di antara ibu atau ayahnya yang bercerai.
Dalam hal ini juga dapat di lihat dalam Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak dalam hal terjadi perceraian atas perkawinan
campuran (antara WNI dan WNA) anak yang sudah berhak memilih tetap
diberikan hak pilihnya, namun pilihan anak tersebut tidak serta merta menjadi
hal yang menjadi putusan Pengadilan karena dalam pasal itupun ada kata atau
berdasarkan Putusan Pengadilan berada dalam pengasuhan salah satu dari
kedua orang tuanya. Dan lebih lengkapnya Pasal 29 ayat (2) dan (3) Undang-
Undang No. 23 Tahun 2002 sebagai berikut:
Dalam hal terjadinya perceraian dan perkawinan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan
Pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya (ayat
(2)). Dalam hal terjadinya perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
62
sedangkan anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya
berkewarganegaraan RI demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan
ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewaganegaraan RI bagi
anak tersebut (ayat (3)).
Dalam kaitan dengan bolehkah ditanyakan atas pilihan anak akan ikut ibu
atau ayahnya yang bercerai yang usia anak tersebut belum berusia 12 tahun
sebagaimana yang di atur dalam Pasal 105 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam
bahwa: pemeliharaan anak yang belum mumayyiz/belum berumur 12 tahun
adalah hak ibunya.
Dapat ditafsirkan bahwa kategori anak belum mumayyiz adalah dibawah
umur 12 tahun. Sedangkan dalam literatur-literatur lain arti dari mumayyiz
adalah anak yang belum bisa membedakan antara mana yang bermanfaat dan
mana yang membahayakan dirinya. Kalau diperhatikan dari uraian tersebut di
atas masalah mumayyiz atau belum mumayyiz adalah bukan terfokus pada
titik sentral usia dari seseorang, tertapi titik sentralnya terkait dengan tingkat
kecerdasan anak itu sendiri, namun mungkin dari pengamatan para ulama
yang dalam hal ini para perumus KHI.
Bahwa anak-anak di Indonesia pada umumnya baru dapat membedakan
atau dianggap dapat berpendapat apabila anak tersebut telah berumur 12
tahun. Dengan demikian apabila kaitan memilih tersebut berhubungan dengan
tingkat kecerdasan seorang anak, bisa saja dalam menyelesaikan
persengketaan anak yang belum berumur 12 tahun dengan meminta pendapat
kepada anak tersebut dengan terlebih dahulu diminta pendapat Psikolog yang
63
dalam hal ini adalah ahli yang dapat mendeteksi tingkat kecerdasan seseorang
yang dengan batasan umur terendah anak tersebut pun adalah 7 tahun sampai
sebelum 12 tahun.
Hal ini sesuai dengan aturan Pasal 10 Undang-Undang No. 23 Tahun
2003 tentang Perlindungan anak bahwa:
1) Setiap anak berhak untuk tidak dipisah: Setiap anak berhak
mengatakan dan didengar pendapatnya, menerima dan memberikan
informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi
pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan. Begitupun bila telah memilihnya itu tetap harus diberikan
hak kepada ayahnya untuk diberikan akses melihat, menjenguk,
mengajak jalan-jalan dan hak yang sama untuk bermusyawarah dalam
menentukan pendidikan anak tersebut sesuai dengan Pasal 59 Undang-
Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia berbunyi:
ahkan dari orang tuanya secara bertentangan dengan kehendak
anaknya sendiri, kecuali jika ada alasan dan aturan hukum yang sah
yang menunjukkan bahwa pemisahan itu, demi kepentingan terbaik
bagi anak.
2) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud ayat (1) hak anak untuk tetap
bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan orang
tuanya tetap dijamin oleh UU.
Kompilasi Hukum Islam sebagai hukum materiil bagi lingkungan
Peradilan Agama maupun Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang
64
Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
sebagai hukum formil belum memberikan jawaban secara limitatif terhadap
beberapa permasalahan hukum dalam menetapkan pengasuhan anak ketika
kedua orang tuanya bercerai.
Dalam Kompilasi Hukum Islam setidaknya ada dua pasal yang
menentukan pengasuhan anak yaitu Pasal 105 dan Pasal 156. Pasal 105
menentukan tentang pengasuhan anak pada dua keadaan. Pertama, ketika anak
masih dalam keadaan belum mumayyiz (kurang dari 12 tahun) pengasuhan
anak ditetapkan kepada ibunya. Kedua ketika anak tersebut mumayyiz (usia
12 tahun ke atas) dapat diberikan hak kepada anak untuk memilih diasuh oleh
ayah atau ibunya. Adapun Pasal 156 mengatur tentang pengasuhan anak ketika
ibu kandungnya meninggal dunia dengan memberikan urutan yang berhak
mengasuh anak.
Dalam melindungi hak-hak anak setelah terjadi perceraian, pihak
Pengadilan Agama Jakarta Selatan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak
yang ditunjuk pengadilan untuk menerima hadhanah anak tersebut agar
memenuhi hak-hak anak tersebut. Jika terbukti pihak yang diberi kewenangan
mengasuh anak tersebut lalai dalam memenuhi hak-hak anak, maka
pengadilan akan memeberikan peringatan (aan manin). Jika peringatan
tersebut tetap tidak dihiraukan, maka pengadilan bisa mencabut hak
pemeliharaan anak (hadhanah) tersebut.7
Jadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan hanya sebagai pihak pemutus
perkara, Dalam melindungi hak-hak anak setelah terjadi perceraian,
7 Muh,Rusydi Thahir Wawancara Jakarta Tanggal 18 Mei 2015 di Ruang Hakim.
65
Pengadilan menyerahkan tanggungjawab hadhanah penuh kepada penerima
hak hadhanah. Karena Pengadilan Agama Jakarta Selatan tidak melakukan
pengawasan pelaksanaan terhadap putusan yang telah dikeluarkan. Akan tetapi
pihak Pengadilan memiliki upaya-upaya untuk melindungi hak-hak anak, yaitu
dengan memberikan saran-saran serta peringatan kepada pihak yang tidak
melaksanakan putusan tersebut. Akan tetapi, upaya-upaya Pengadilan Agama
Jakarta Selatan tersebut hanyalah upaya-upaya yang bersifat mengingatkan.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian di atas maka penulis dapat menarik
kesimpulan, sebagai berikut:
1. Hak asuh anak pasca perceraian berdasarkan pada Hukum Islam telah
diatur secara jelas dalam Kompilasi Hukum Islam khususnya pada Pasal
105, yaitu:
Dalam hal terjadi perceraian:
a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12
tahun adalah hak ibunya;
b. Pemeliharan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk
memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak
pemeliharannya;
c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Umumnya hakim menggunakan pasal 105 ini sebagai dasar hukum dalam
membuat keputusan terkait dengan kewenangan hak asuh anak. Namun
demikian ketentuan ini tidak berlaku mutlak karena dalam Pasal 229
Kompilasi Hukum Islam ditegaskan bahwa Hakim dalam menyelesaikan
perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan
sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat
sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan. Jadi hakim harus
mempertimbangkan sungguh-sungguh apakah si Ibu layak mendapatkan
hak untuk mengasuh anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12
67
tahun. Dalam Al-Qur‟an orang tua wajib memelihara, mengasuh, mendidik
dan menjaga, melindungi anak menurut kadar kemampuannya Q.S. al-
Baqarah (2):233, artinya bahwa kewajiban orang tua terhadap anak tidak
terputus oleh perceraian ataupun penetapan hakim berdasarkan pada
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam memutus perkara hak asuh anak,hakim diharapkan dapat
mengambil keputusan yang terbaik bagi kepentingan anak bukan hanya
untuk kepentingan para pihak sehingga nantinya tidak menghambat
pertumbuhan jasmani dan rohani anak-anak korban perceraian.
2. Dasar dan pertimbangan Majelis Hakim perkara No.
2282/Pdt.G/2009/PA.JS dalam memberikan hak asuh anak dibawah umur
kepada suami, selain menggunakan undang-undang sebagai dasar
menjatuhkan putusan tersebut, hakim memiliki pertimbangan lain melalui
fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Pertimbangan hakim memutuskan untuk memberikan hak asuh anak
kepada suami adalah suami mampu membuktikan sifat/akhlak buruk yang
dimiliki istri sehingga tidak layak untuk memelihara anak. Selain itu,
hakim menerapkan asas ius contra legem yang memungkinkan hakim
memberikan hak asuh anak ke ayah meskipun telah di atur dalam Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam bahwa pemeliharaan anak hak ibunya. Hakim melakukan tindakan
contra legem karena dianggap istri tidak dapat memberi contoh yang baik
untuk anaknya dan demi kepentingan serta masa depan anak maka hak
asuh anak diberikan kepada suami sebagai ayahnya.
68
Pemberian hak asuh anak tersebut bukanlah pemberian kekuasaan yang
mengatur, memiliki dan mengendalikan sang anak. Tetapi hak asuh anak
yang dimakksud adalah hak untuk memlihara anak, medidik dan merawat
sang anak. Jadi bekas istri atau bekas suami diperbolehkan bertemu anak-
anak mereka karena masih memiliki hubungan keluarga.
B. Saran-saran
Berdasarkan pemaparan skripsi ini maka penulis memaparkan
beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak,
diantaranya sebagai berikut:
1. Dalam memberikan hak asuh anak dibawah umur, hakim harus memiliki
pertimbangan-pertimbangan lain selain undang-undang yang berlaku.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut bisa melalui fakta-fakta yang
terungkap di persidangan. Hakim dalam memberikan putusan, perlu
memperhatikan dengan sungguh-sungguh faktor yang harusnya
diterapkan, yaitu keadilan, kemashlahatan, kepastian hukumnya, dan
manfaat yang tidak bertentangan dengan hukum syara’ sehingga putusan
tersebut menghasilkan kepastian hukum serta rasa keadilan di tengah-
tengah masyarakat.
2. Pengambilan hak asuh anak dapat dilakukan oleh pihak yang tidak diberi
kewenangan untuk mengasuh anak dibawah umur, dengan cara
mengajukan permohonan pengaalihan hak asuh anak ke pengadilan. Tetapi
ketika terjadi perebutan hak kuasa anak kembali, sebaiknya tidak
dilakukan dengan jalan persidangan, melainkan jalan musyawarah atau
69
kekeluargaan karena dapat memberikan dampak buruk untuk psikologi
anak. Sebaiknya pihak yang menginginkan hak tersebut menunggu hingga
anak tersebut tumbuh dewasa sehingga bisa berfikir dengan siapa anak
tersebut tinggal dan menetap.
70
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Al- Qur‟an al-Karim.
A. Rasyid, Roihan. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003.
Abdurahman. Perkawinan Dalam Syari’at Islam. Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
__________, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Akademika
Pressindo, 2007.
Abi Bakr, Imam Taqiyudin Ibn Muhammad Al-Husaini. Kifayah Al-Akhyar.
Beirut: Dar Al-Fikr, 1994.
Abidin, Slamet. Fiqih Munakahat 1. Bandung: Pustaka Setia. 1999.
Al-Barry, Zakariya Ahmad. Hukum Anak-Anak Dalam Islam. Alih bahasa
Chadijah Nasution. cet ke-1. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
Al-Bugha, Musthafa Diib. Fikih Islam Lengkap Madzhab Syafi’i (Penjelasan
Hukum-Hukum Islam). Solo: Media Zikir, 2009.
Al-Munawwar, Saud Agil Husain. Problematika Keluarga Islam Konteporer
(Analisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah). Jakarta:
Prenada Media, 2004.
Al-Utsaimin, M. Sholeh. Pernikahan Islami Dasar Hukum Hidup Berumah
Tangga. Solo: Pustaka Mantiq, 1994.
As-Siddieqy, Hasby. Hukum-Hukum Fiqh Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islami wa-Adillatuhu. Dimasqy: Dar al-Fikr.
Cik Hasan Bisri. Peradilan Islam Dalam Tatanan Masyarakat Indonesia. cet.1.
(Bandung: Rosdakarya. 1997). h.29
Daly, Peunoh. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1998.
Ensiklopedia hadits 8: Sunan Ibnu Majah. Jakarta: Almahira, 2013.
Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana, 2006.
Imam Abu Dawud. Sunan Abi Dawud Juz II. Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah,
1996.
71
Khalid, Syeikh Hassan dan Adnan Najja. Ahkam Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah fi Al-
Syari’ah Al-Islamiyyah Cet I. Beirut: Al-Maktabah Al-Tijari, 1964.
Kuzari, Ahmad. Perkawinan Sebagai Sebuah Perikatan. Jakarta: Rajawali Pers,
1995.
Latief, Jamil. Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia,
1981.
Muchtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan
Bintang, 1993.
Mugniyah, Muhammad Jawad. Fiqh Lima Mazhab alih bahasa Masykur AB. Afif
Muhammad. Jakarta : Lentera, 1999.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap.
Surabaya: Pustaka Progressif. 1997. h.274.
Nur, Jamaan. Fiqih Munakahat. Semarang: Dina Utama, 1993.
Nuruddin, H. Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di
Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No
1/1974 sampai KHI). Jakarta: Kencana, 2004.
Rasjid, H. Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010.
Ramulyo, Mohd. Idris. Hukum Perkawinan. Hukum Kewarisan, Hukum Acara
Peradilan Agama, dan Zakat menurut Hukum Islam. Jakarta: Sinar
Grafika, 1995.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2000.
Penjelasan atas Undang-Undang Tentang Perkawinan.UU No. 1 Tahun 1974. LN
No. 1 Tahun 1974. TLN No.3019
Sabiq, Al-Sayyid. Fiqih Al-Sunnah Jilid IV. Beirut: Dar Al-Fikr, 1983.
_________. Fiqih Sunnah Terjemah. Bandung: PT. al-Ma'arif, 1996.
Said, Umar. Hukum Islam di Indonesia Tentang Pernikahan. Jakarta: Sinar
Grafika, 2014.
Sudiyat, Iman. Hukum Adat Sketsa Asas. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1998.
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana,
2007.
72
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002.
Usman, Muchlis. Kaidah-Kaidah Usuliyah dan Fiqhiyyah. cet. Ke-3. Jakarta:
Grafindo Persada, 1999.
Zein, Satria Efendi M. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer
(Analisis Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah). Jakarta:
Prenada Media, 2004.
B. Internet
http://www.legalakses.com/hak-asuh-anak-dalam-perceraian-hadhanah.
http://www.pa-jakartaselatan.go.id
Nomor
Lampiran
Perihal
KEASEFjTETR.IAN AGAF€ALiFiIvERSE?As isl.{n'{ NEGERI (Uilt.I)SYARIF F{I}AYATULLAF{ JAKARTA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
No. 95 Ciputat Jakarta 15412, lndoneSia .T.elp. (62-2 1 ) I 47. 11 537, 7 4Ol 92S Fax. (62-211 I 4gt BZIweostre : www.uinjktac.id E-mail : [email protected]
:Un.01/F4IPP.00.9/ s sq20 1 5:-: Mohon Kesediaan tvleniadiPemb!nlbinq S!ffips.i
Jakarta, 02 Maret 2015
Kepada Yang Terhormat,Dr. Moh. Ali Wafa, M.Ag(Dosen Fakultas syariah dan Hukum ulN syarif Hidayatullah, Jakarta)Di-
JAKARTA
Assalamu' alaiku m Wr. Wb.
Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakartamengharapkan kesediaan Saudara untuk menjadipembimbing skripsi mahasiswa :Nama : Syahbana Arief
NIM :1110044100043Prodi/Konsentrasi : peradilan Agama
Judul skripsi : putusnya perkawinan dan Dampaknya TerhadapPemeliharaan' Anak (Analisis putusan perkara No.228APdt,G/PA.JS)
Beberapa hal yang dapatdipertimbangkan adalah sebagai berikut :
1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan danpenycmpurnaan.
2. Tehnik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Karya llmiah di UIN SyarifHidayatullah Jakarta"
Demikian atas kesediaan saudara kamiucapkan terima kasih.
Wassalamu' alaikum W. W.
Tembusa n :
1. Kasubag Akademik &kemahasiswaan Fakurtas syariah dan Hukum
? Sekretaris Progranr Studi Ahwal alsyakhshiyah3, Arsip
n Fakultas Syariah dan Hukum
KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (TIIN)SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKUUTAS SYARIAH DAN HUKUM
Juanda No.95 CiputatJakarta 15412 lndonesiaTelp. (62-2 1 ) 7 47 1 1 s37, 7 4O1 925 F ax. (62-2't \ 7 49 1 821Website : www.uinjkt. ac. id E-mail : syar_hukuin@yahoo. com
uN.01 /F4 /KM.01 .03t 1289t201 5
Permohonan Data/Wawancaia
Kepada
Yth. FlakimPeradilan Agama Jakarta Selatan
di
Jakarta, 16 Juni 2015
TempatAssalamm u'alaiku m, Wr. Wb.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerangkanbahwa:Nama : SYAHBANA ARIEF
Nomor '.
Lampiran :
Hal' :
TempaUTanggalNIMSemesterProgram StudiAlamat
Telp/Hp
Jakarta / 09 Februari 1992111004410004311
Akhwal Syakhsiyyah (Hukum Keluarga lslam)Jalan Suwadarma No.49 Rt.01g/003 Kec. pesangrahanKel. Ulujami Kota. Jakarta Selatan08578157381 1
g Akademik
{-,f,*.oo uI9803 2 002
49lt"n benar yang bersangkutan mahasiswa Fakuttas Syariah dan Hukum UINsyarif Hidayatuttah Jakarta yang sedang menyusun skripsi o*g;n tilri, - -
Putusnya Perkawinatn dan Dampaknya Terhadap Pemeliharaan Anak (Alnatisis putusan per4araN o. 2282/pdt. G/2009/pA. JS)
Untuk melengkapi bahan.penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapaplbu dapat rnenerimayang bersangkutan untttk wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripsidimaksud.Atas kerjasama dan bantuannya, kami ucapkan terima kasih.
Tembusan:1. Dekan Fakultas syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatuilah Jakarta2. Ka/SekprodiAkhwalsyakhsiyyah (Hukum Keluarga isram) l peraoiLn Agama
EIEE]
ii?H
AMA
10701 1
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATANJL. Harsono R.M. No. 1 Ragunan, pasar Minggu, Jakarta seratan
Terp. (021) 78840013, Fax. (021) 7S839745 Jakarta 12550website : www.pa-jakartaseratan.go.id e-mail : [email protected].
SURAT KETERANGANNomor W9.A4l6tEE /HK. 05ru U2O1 s
Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan, berdasarkan surat WakilDekan Fakultas syariah dan Hukum ulN syarif Hidayatullah, No.un.01lF4lKM.01 .o3t12g9t2015, tanggal 16 Juni 2ols,menerangkan bahwa :
NamaNomor Pokok
Semester
TempaUTanggal Lahir
Jurusan/Konsentrasi
Alamat
Telp/Hp
SYAHB.ANA ARIEF
1110044100043
11 (Sebelas)
Jakarta, 09 Februari 1gg2
Ahwal Syakhsiyyah (Hukum Keluarga lslam)Jl. Suwadarma No. 49 Rt.01g/003 Kec.Pesangrahan Kel. Ulujami Kota Jakarta Selatan08578157381 1
Benar telah melakukan wawancara dan memperoteh data pada pengadilanAgama Jakarta Selatan sehubungan dengan penyusunan skripsi yang berjudul :
"Putusnya Perkawinan dan Dampaknya Terhadap pemeriharaan Anak(Analisis Putusan perkara No. 2282/pdt.G/2oog/pA.Js)
Demikian surat keterangan ini agar dapat dipergunakan sebagaimanamestinya.
Jakarta, 22 Juni 2O1S
Panitera
Pf,DOMAN WAWANCARA
Pertanyaan:
1. Bagaimana proses penyelesaian perkara hadhanah selama ini yang anda
lakukan sebagai seorang hakim?
2. Perkara hadhanah biasanya diajukan setelah pufusnya perkawinan, ralu
siapakah yang paling banyak dari pihakyang berperkara yang mengajukan hak
asuh anak?
3. Dalam menyelesaikan perkara hadhanah ini, butuh waktu berapa lama? Dan
perlu berapa kali sidang?
4. Apakah dalam menyelesaikan perkara hadhanah banyak hambatan alias
terulurnya wakfu dalam memutuskan perkara?
5. Bagaimana pengalaman Bapak selama menjadi hakim, apakah pernah
mendapat perkara hadhanah anakyang diberikan kepada bapak?
6. Menurut Bapak hakim, faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan hak
hadhanah anak diberikan kepada pihak bapak bukan kepada pihak ibu?
7. Bagaimana metode ijtihad majelis hakim dalam menetapkan suatu keputusan
dalam putusan perkara No. 2282tPdt G/2009/PA.JS?
Nama Informan
Hari/TanggaI
Waktu
Tempat
HASIL WAWANCARA
PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN
Drs. Muh. RusydiThahir, SII., M,H
Senin I 22 Juni20l5
13.00 vd 14.00
Ruang Hakim IV
l. Bagaimana proses penyelesaian perkara hadhanah selama ini yang anda
lakukan sebagai seorang hakim?
Perkara hadhanah ini terkadang diajukan dalam sebuah pokok perkara yaitu
apabila terjadi penyimpangan, seeerti menglngkari sebuah kesepakatan, atau salah
satu pihak omng tua si anak dihalmg-halangr unhrk tidak bertemu dengan anak.
Sehingga, dengan pelarangan tersebut menyebabkan tidak tercapainya kasih sayang
oftmg tua kepada anak. Kemudian, ada juga perkara hadhanatr ini diajukan semata-
mata derni menjaga kepentingan anak, maka para pihak yaitu orang tua anak tersebut
tidak ingin mempermasalahkan pengasuhan terhadap anak tersebut. Dengan kata lain,
pihak orang tua anak sepakat bahwa pengasuhan anak diberikan kepada pihak
manapur yang lebih berhak atas pengasuhannya baik pihak ibu maupun pihak bapak.
Perkara hadhanah biasanya diajukan setelah putusnya perkawinan, lalu
siapakah yang paling banyak dari pihak yang berperkara yang mengajukan hak
asuh anak?
Seimbang, antara pihak ibu maupixr pihak bapak. Apabila cerai gugat maka
yang mengajukan adalah pihak ibu dari anak tersebut. Pada umumnya, pihak
ibukarena tidak sedikit pula ibu yang meminta kepada Pengadilan agar hak asuh anak
diberikan padanya:
3. Dalam menyelesaikan perkara hadhanah ini, butuh waktu berapa lama? Dan
perlu berapa kali sidang?
Sidang maraton dilakukan seperti biasa yaitu mulai dari mediasi, pembacaan
gugatan, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian,
kesimpulan, dan terakhir yaitu putusan. Dalam menyelesaikan perkara hadhanah ini
membutuhkan waktu kurang lebih 6 bulan.
4. Apakah dalam menyelesaikan perkara hadhanah banyak hambatan
aliasterulurrnya waktu dalam nemutuskan'perkara?
Hambatannya yaitu karena tempat tinggal tergugat jauh di tuar wilayahJakarta
Selatan. Surat panggilan atau relaasyang ditujukan kepada t€rgugat dikirim melalui
pos selama satu bulan.Namun, perkara hadhanah ini tidak terulur atau tepat waktu.
5. Bagaimana pengalaman Bapak serama menjadi hakim, apakah pernah
mendapa@erkara hadhanah ana k yan g d iberi kan kepa da bapak?
Saya pernah memberikan putusan perkara hadhanah yakni memberikan
halfiadhanah anak kepada bapak atas dasar keterangan yang didapat selama di
persidangan tenrtama keterangan dmi si anak yang bersangkutan.
6- Menurut Bapak hakim, faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan
hakhadhanah anak diberikan kepada pihak bapak bukan kepada pihakibu?
'7.
Faktornya yaitu melihat kepada kepentingan si anak. Karena kepentingananak
adalah hal yang paling utama. Bila kepentingan anak diabaikan olehorang tua yaitu si
ibu maka boleh jadi hak hadhanah anak tersebut diberikankepada si bapak. Kemudian
melihat kepada faktor sosiologis dan psikologisanak tersebut. Kedekatan antara anak
dengan bapaknya dapbt menjadikansuatu alasan yang menjadikan hak hadhanah
diberikan kepada pihak bapak
Selain itu juga, melihat kepada agama serta akhlak si pemegang hakhadhanah tersebut
karena pemegang hadhanah berkewajiban untukmengasuh serta mendidik anak
menjadi baik.
Bagaimana metode ijtihad majelis hakim dalam menetapkan ' suatu
i<eputusandalam putusan perkara No. 2282lPdt G/2009/PA.JS?
Hakim dalam memutuskan suatu perkara, berijtihad berdasarkan Al-
Qur'an,sunnah Nabi SAW, dan menggUnakan dasar pemikiran yang rasional
yangfidak berte,lrtangan dengan syariat Islarn serta menggunakan konsepmaslahah al'
mlrsalatr. Dilihat dari segi kemaslatratan anak. Anak tersebutsudah merasa nyaman
tinggal bersama bapaknya Dan apabilaanak diasuh oleh ibunya akan menyengsarakan
si anak, sebab dibutuhkanwaktu yang lama untuk anak beradaptasi dengn
lingkungarmya yang baru,baik lingkungan di sekolatr maupun di sekitarnya.
Apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim, sehingga hak hadhanahanak
bclum mumayiz diberikan kepada bapak?
1. Pertimbangannya yaitu mengedepankan kepentingan anak. Hal inimerupakan
paling utama yang harus dilakukan. Karena kepentingananak adalah hal yang
paling penting dan harus diutamakan.
2. Pertimbangan yuridis dan nonnatif seperti merujuk kepada
peraturanperundang-undangan, yaitu pasal 41 Undang-undang Nomor 1
Tahunl974 Tentang Peri<arvinan. Seiain itu, Undang-undang No. 23
Tahr-rn2002 Tentang Perlindungan Anak, meletakkan kewaiiban
memberikanperlirrdurngan kepada anak berdasarkan asas kepentingan bagi
auak.
Pertimbarrgan psikologis dan sosiologis anak. Dalam kasus ini,meskipun anak
masih di bau'ali unrur tetapi ia berada dalamperneliharaan bapakr-rya dan teiah
bersekolah, hubunga:r emosional anal<dengan bapaknya lebih erat
dibandingkan dengan ibunya. maka secarakejiwarrn hakim bisa melihat hal
tersebut.
Pertimbangan da,'i segi pemegang hadhanah artak. Aclapun syarat-
syarathadhanah antala lain:baligh dan berakai sehat, dervasa, mampu
nier-rcliclik. amanah clan berakhlak, Islam, Bapaknya belum menikah lagi,
meldeka.
Jakarta, 22 Juni 2015
\
J.
4.
(Drs. Muh. Rusydi Thahir, S'H., M'II)
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
red79;;P U T U S A NNomor : xxxx/Pdt.G/2009/PAJS
BISMILLAHIR RAHMAANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama di Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili
perkara tertentu pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai
berikut dibawah ini dalam perkara antara :
Penggugat , umur 40 tahun, pekerjaan Wiraswasta, alamat Jl. Tebet Barat XII
No. 1 Jakarta Selatan. Dalam hal ini memberikan kuasa
hukum kepada Achmad Khadafi Munir, S.H. M.H.,
Andi Jatmiko, S.H., Lisa Agustina, S.H. dan Eddi
Mulyono, S.H. Advokat pada Kantor Hukum Dafi Munir
& Partners, beralamat di Patria Office Tower, lantai 12
Ruang 1204, Jalan Gatot Subroto Kav. 32-34, Jakarta
12950, berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 01
Desember 2009 yang telah didaftar di Kepaniteraan
Pengadilan Agama Jakarta Selatan : 743/ Pdt.G/XII/09,
tanggal 03 Desember 2009 yang telah dicabut oleh
Penggugat pada tanggal 05 April 2010, dan memberikan
Kuasa hukum kepada Muhammad Afzal Mahfuz, S.H.,
M. Rizal Al Djufrie, S.H. Iqbal Jefriano, S.H. dan Heri
Supriadi, S.H. Advocat pada Kantor Hukum
Muhammad Afzal & Associates, berdasarkan Surat
Kuasa tertanggal 06 April 2010 yang telah didaftar di
Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Selatan : 281/
Pdt.G/IV/2010, tanggal 12 April 2010 selanjutnya disebut
sebagai Penggugat;
M e l a w a n
Tergugat , umur 41 tahun, pekerjaan Swasta, alamat Jl. Bangka III No. 38,
Jakarta Selatan Dalam hal ini memberikan kuasa
kepada Kuasa Hukumnya bernama DR. Saifullah
AMM, SH, MBA, MM, MH, Idil Adha SH, MM. dan
Faqihudin, SH, adalah Advokat dan Penasehat Hukum
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dari Kantor Advocates &, Legal Consultant "DR.
Saifullah AMM, SH, MBA, MM, M.H. & Associates"
yang beralamat di Graha Saharjo Lt. 4 A DR. Saharjo
No. 244B Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No.
010/SK/HA-KAS/XII/09 tertanggal 23 Desember 2009,
yang telah didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan dengan Nomor 07/Pdt.G/I/2010 tanggal
06 Januari 2010. selanjutnya disebut sebagai Tergugat;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca berkas perkara yang bersangkutan;
Telah memperhatikan hal-hal lainnya;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Menimbang, bahwa Penggugat berdasarkan surat permohonannya
tertanggal 30 Nopember 2009 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Jakarta Selatan pada tanggal 30 Nopember 2009 dalam Register perkara Nomor
: xxxx/Pdt.G/2009/PAJS, telah mengajukan hal-hal sebagai berikut :
I. Perkawinan Antara Penggugat Dan Tergugat
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan
perkawinan di Jakarta pada tanggal 25 Nopember 1997
dihadapan Pejabat Kantor Pencatat Nikah di Kantor
Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan, sebagaimana tercatat dalam Kutipan Akta Nikah
Nomor 926/III/XI/ 97;
2. Bahwa sejak tahun 2002, Penggugat dan Tergugat
memilih domisili di kediaman bersama di rumah orang tua
Penggugat yang beralamat di JI. Tebet Barat XII No. 1,
Jakarta Selatan.
3. Bahwa dari dan di dalam perkawinan yang sah antara
Penggugat dan Tergugat, telah lahir 3 (tiga) orang anak
yang masing-masing bernama:
a. Reyhan Dahananto Ariyadi, lahir pada tanggal 4
Juni 1999 di Los Angeles, Amerika Serikat,
sebagaimana tercantum dalam Certified Abstract of
Birth Nomor 0063727 yang dikeluarkan oleh County
of Los Angeles Registrar-Recorder/County Clerk.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
b. Rannafi Pawitra Ariyadi, lahir pada tanggal 1
Agustus 2001 di California, Amerika Serikat,
sebagaimana tercantum dalam Certification of Vital
Record Nomor 1200130027299 yang dikeluarkan
oleh County of Orange Health Care Agency.
c. Raina Nabila Ariyadi, lahir pada tanggal 21 Juli 2007 di Jakarta,
sebagaimana tercantum dalam Akta Kelahiran Nomor : 10629/U/
JS/2007 yang dikeluarkan oleh Suku Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Selatan.
II. Alasan-Alasan Perceraian
Bahwa alasan-alasan Penggugat dalam mengajukan gugatan perceraian
terhadap Tergugat dalam perkara aquo adalah dalam kehidupan berumah
tangga antara Penggugat dan Tergugat terjadi pertengkaran dan perselisihan
yang terus menerus yang diakibatkan oleh perselingkuhan Tergugat.
Antara Penggugat Dan Tergugat Terjadi Pertengkaran Dan Perselisihan
yang Terus Menerus yang Diakibatkan oleh Perselingkuhan Tergugat.
4. Bahwa pada awalnya rumah tangga yang dibina oleh Penggugat dan
Tergugat berlangsung harmonis, Tergugat pada awalnya masih terlihat
sangat memperhatikan keluarganya, Bahkan Tergugat sering meluangkan
waktu untuk bermain dengan anak-anak. Hubungan Tergugat dengan
keluarga besar Penggugat pada awalnya juga terlihat sangat baik dan
rukun.
5. Bahwa kemudian sekitar pertengahan 2007, atau setelah anak ketiga
Penggugat dan Tergugat lahir, Penggugat menyadari adanya perubahan
sikap dari Tergugat. Tergugat tidak lagi memberikan perhatian kepada
Penggugat dan anak-anak. Tergugat juga seringkali pulang larut malam
tanpa alasan yang jelas. Bahkan setiap berada di rumah, Tergugat selalu
terlihat gelisah dan selalu mencari-cari alasan untuk dapat keluar rumah.
Apabila Penggugat menanyakan perihal hal tersebut, Tergugat menolak
menjelaskan dan bahkan sering menunjukan kekesalannya. Setiap kali hal
tersebut terjadi, Penggugat hanya dapat bersabar yang semata-mata
dilakukan oleh Penggugat untuk keutuhan rumah tangga Penggugat dan
Tergugat serta untuk mencegah anak-anak mendengar perselisihan antara
kedua orang tuanya.
6. Bahwa kemudian pada tanggal 28 Desember 2007, Penggugat secara
tidak sengaja mendapatkan bukti bahwa Tergugat membelikan sebuah
cincin untuk wanita bernama Rini Silitonga, yang mana merupakan
sekretaris Tergugat. Bukti tersebut didapatkan oleh Penggugat setelah
melihat tagihan kartu kredit Tergugat. Atas dasar hal tersebut, Penggugat
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mencurigai bahwa Tergugat telah melakukan perselingkuhan dengan
wanita tersebut. Kecurigaan dari Penggugat menyebabkan Penggugat
berusaha mencari bukti-bukti lain, yang mana akhirnya Penggugat
mendapatkan bukti-bukti foto yang menguatkan dugaan perselingkuhan
Tergugat tersebut. Dikarenakan hal tersebut, Penggugat menuntut
penjelasan dari Tergugat. Bukannya mendapat kan penjelasan, Tergugat
malah menunjukkan kemarah an besar kepada Penggugat. Setelah
kejadian tersebut, Penggugat merobek tagihan kartu kredit Tergugat yang
mencantumkan pembelian cincin tersebut dikarenakan Penggugat
bermaksud melupakan kejadian tersebut.
7. Bahwa kemudian Penggugat memutuskan untuk memaafkan Penggugat
walaupun Penggugat telah mendapatkan bukti-bukti nyata perselingkuhan
Tergugat. Keputusan dari Penggugat tersebut semata-mata untuk
kepentingan anak-anak. Penggugat juga berharap bahwa Tergugat akan
menyadari kesalahannya dan berusaha memperbaiki kesalahannya
tersebut. Atas dasar hal tersebut, Penggugat memutuskan untuk berlibur
ke Bali bersama Tergugat dan anak-anak, yang mana dimaksudkan
Penggugat untuk memperbaiki hubungan antara Penggugat dengan
Tergugat. Akan tetapi, selama liburan tersebut bukannya berusaha
memperbaiki kesalahannya, Tergugat malah terlihat sangat tidak tenang
dan selalu berusaha memisahkan diri dari Penggugat dan anak-anak.
Ketika memisahkan diri dari Penggugat dan anak-anak tersebut Tergugat
selalu terlihat menelpon seseorang, yang mana pada akhirnya diketahui
oleh Penggugat bahwa orang yang dihubungi oleh Tergugat tersebut
adalah Rini, hal mana juga diketahui oleh Ibu Tergugat.
8. Bahwa kemudian Penggugat mendapatkan bukti pada tanggal 8 Januari
2008 Tergugat pergi ke Bali selama 4 (empat) hari bersama Rini.
Kepergian Tergugat ke Bali tersebut diawali oleh kebohongan Tergugat
yang menyampaikan kepada Penggugat bahwa Tergugat hendak pergi
ke Medan untuk urusan pekerjaan. Fakta tersebut diketahui oleh
Penggugat ketika Penggugat mencoba menelpon ke Garuda Indonesia
Call Center dan mendapati nama Tergugat dan Rini di salah satu
penerbangan menuju Bali. Atas dasar hal tersebut, Penggugat berusaha
menghubungi Tergugat, akan tetapi selalu gagal. Setelah kepulangan
Tergugat dari Bali tersebut, Penggugat menuntut penjelasan dari
Tergugat. Akan tetapi, Tergugat lagi-lagi marasa besar dan menolak
memberikan penjelasan;
9. Bahwa ternyata kepergian Tergugat bersama Rini untuk berlibur tidak
hanya dilakukan oleh Tergugat satu kali saja. Pada tanggal 2 Mel 2008,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
yang mana bertepatan dengan hari ulang tahun Penggugat, Penggugat
mengetahui bahwa Tergugat pergi ke Kuala Lumpur bersama Rini, yang
mana dapat dibuktikan dengan adanya bukti foto. Kepergian Penggugat
dengan Rini tersebut juga diawali dengan kebohongan Tergugat yang
menyatakan bahwa Tergugat pergi bersama dengan temannya. Selain
itu, Penggugat kembali mendapatkan bukti bahwa Tergugat kembali pergi
ke luar negeri untuk berlibur bersama Rini. Pada 21 Juli 2008, atau
bertepatan dengan ulang tahun pertama anak ketiga Penggugat dan
Tergugat, Tergugat pergi ke Bangkok bersama Rini. Fakta tersebut
diketahui oleh Penggugat ketika Penggugat menemukan tagihan dari
Hotel tempat Tergugat dan Rini menginap selama di Bangkok yang
mencantumkan nama Tergugat dan Rini;
10. Bahwa sejak peristiwa tersebut diatas, hubungan antara Penggugat dan
Tergugat menjadi semakin buruk. Keadaan tersebut diperparah dengan
seringnya Penggugat memergoki secara langsung Tergugat sedang pergi
berdua dengan Rini. Atas dasar hal tersebut, Penggugat merasa bahwa
masalah antara Penggugat dan Tergugat tersebut haruslah diselesaikan.
Oleh karena itu, Penggugat mencoba membangun komunikasi dengan
Tergugat dan secara tegas Penggugat meminta Tergugat untuk
mengakhiri hubungannya dengan wanita bernama Rini tersebut. Akan
tetapi komunikasi yang coba dibangun oleh Penggugat tersebut malah
berujung pada pertengkaran antara Penggugat dengan Tergugat, yang
mana pada akhirnya Tergugat memilih untuk pergi meninggalkan rumah
kediaman bersama;
11. Bahwa sejak pergi meninggalkan rumah pada bulan Maret 2008 hingga
saat ini, Penggugat mengetahui bahwa Tergugat tinggal di Apartement
Casablanca. Akan tetapi, informasi tersebut didapatkan Penggugat bukan
dari Tergugat. Tergugat selalu menolak menginformasikan tempat
tinggalnya sejak kepergian nya dari rumah tersebut. Berdasarkan
informasi yang didapat kan oleh Penggugat tersebut, pada bulan Agustus
2008 Penggugat datang ke tempat kediaman Tergugat di Apatement
Casablanca dengan tujuan untuk mencari penyelesaian atas
permasalahan yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat. Akan
tetapi, ketika Penggugat mendatangi tempat kediaman Tergugat tersebut,
Penggugat malah mendapati bahwa selama ini Tergugat tinggal di tempat
tersebut bersama Rini. Ketika mengetahui kedatangan Penggugat ke
tempat tinggalnya, Tergugat langsung mengusir Penggugat;
12. Bahwa kemudian Penggugat mendapatkan informasi dari anak pertama
dan kedua Penggugat dan Tergugat, Reyhan Dahananto Ariyadi dan
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Rannafi Pawitra Ariyadi, bahwa selama ini ternyata perselingkuhan yang
dilakukan oleh Tergugat sering dilakukan di depan anak-anak tersebut.
Menurut mereka, beberapa kali Tergugat mempertemukan anak-anak
dengan Rini dengan terlebih dahulu berbohong kepada anak-anak dengan
mengatakan bahwa mereka hanya pergi bertiga saja, yang faktanya
ternyata Tergugat selalu mengajak Rini. Anak-anak menyampaikan kepada
Penggugat bahwa sebenarnya mereka keberatan apabila dipertemukan
dengan Rini, akan tetapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa dikarenakan
pertemuan dengan Rini tersebut selalu diawali dengan tipu daya dari
Tergugat.
13. Bahwa perselingkuhan yang dilakukan oleh Tergugat yang berlangsung
hingga saat ini dan sikap Tergugat yang selalu marah-marah dan berlaku
kasar terhadap Penggugat membuat Penggugat merasa tidak ada lagi
yang dapat dipertahankan dari rumah tangga Penggugat dan Tergugat.
Tergugat sangat tidak menghargai pengorbanan-pengorbanan yang
dilakukan oleh Penggugat untuk menyelamatkan perkawinan Penggugat
dan Tergugat. Penggugat juga menyadari bahwa ketidakharmonisan
hubungan antara Penggugat dan Tergugat tentunya akan memberikan
dampak yang buruk bagi perkembangan psikologis anak-anak Penggugat
dan Tergugat. Apalagi perselingkuhan Tergugat tersebut kerap kali
dilakukan di depan anak-anak. Walaupun Penggugat selalu berusaha
untuk menyembunyikan perselisihan antara Penggugat dan Tergugat dari
anak-anak, anak-anak pasti akan menyadari dengan sendirinya bahwa
orang tua mereka tidak lagi dapat hidup rukun seperti layaknya sebuah
keluarga. Keadaan ini juga membuat Penggugat merasa sangat tertekan
dan mengganggu aktivitas sehari-hari Penggugat;
14. Bahwa selama hidup berpisah rumah dengan Penggugat dan anak-anak,
pada awalnya Tergugat masih memenuhi kewajibannya untuk
memberikan nafkah kepada Penggugat dan anak-anak. Akan tetapi,
terhitung sejak bulan Nopember 2008 hingga bulan Juli 2009, yang mana
berlangsung selama 9 (sembilan) bulan, Tergugat kemudian melalaikan
kewajibannya untuk memberikan nafkah kepada keluarganya. Segala
kebutuhan bagi Penggugat dan anak-anak dipenuhi oleh Penggugat
dengan menggunakan penghasilan Penggugat. Selama itu, Tergugat
sama sekali tidak mempedulikan kebutuhan keluarganya;
15. Bahwa dikarenakan keadaan yang terjadi pada rumah tangga Penggugat
dan Tergugat, Penggugat memutuskan untuk mengaju kan gugatan cerai
terhadap Penggugat. Niat Penggugat tersebut telah Penggugat
sampaikan kepada Tergugat pada pertengahan Nopember 2009. Atas niat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dari Penggugat tersebut, Tergugat menunjukan reaksi yang sangat
emosional disertai dengan mengeluarkan kata-kata yang sangat kasar.
Akan tetapi, Penggugat tetap pada pendiriannya untuk mengajukan
gugatan cerai terhadap Tergugat dikarenakan memang permasalahan di
dalam rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak dapat
diperbaiki, mengingat sikap dari Tergugat yang tidak pernah mau untuk
membangun komunikasi dengan Penggugat. Selain itu, sampai saat ini
Penggugat mengetahui bahwa Tergugat masih melanjutkan
perselingkuhannya dengan wanita bernama Rini Silitonga tersebut. Oleh
karena hal tersebut, Penggugat berharap bahwa perceraian merupakan
jalan terbaik bagi masing-masing pihak untuk melanjutkan kehidupannya;
16. Bahwa kondisi dan keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat
dapat dikatakan tidak lagi sesuai dengan tujuan perkawinan dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (selanjut nya
"UU No. 1/74") Pasal 1 yaitu "Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa";
17. Bahwa keadaan rumah tangga Penggugat dan Tergugat yang tidak
harmonis tersebut serta perselingkuhan yang dilakukan oleh Tergugat
yang berlangsung hingga kini dan merupakan sumber ketidakbahagiaan
Penggugat, dapat dijadi kan alasan dan juga memenuhi syarat-syarat
alasan perceraian sebagaimana diatur dalam UU No.1/74 Pasal 39 Ayat 2
jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 (PP No.9/75) Pasal 19
huruf f, dimana dinyatakan secara khusus dalam PP No. 9/75 Pasal 19
huruf f dinyatakan sebagai berikut: "Perceraian dapat terjadi karena
alasan atau alasan-alasan : Antara suami dan istri terus menerus terjadi
perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun
lagi dalam rumah tangga”;
III. Tentang Hak Hadhanah dan Hak Perwalian Anak
18. Bahwa terhadap anak-anak Penggugat dan Tergugat yang lahir dalam
perkawinan dan masih dibawah umur atau belum mumayyiz yaitu
masing-masing bernama anak, anak dan anak sudah sewajarnya
mendapatkan hak asuh atau hak pemeliharaan atau hak hadhanah dari
Penggugat sebagai Ibu kandung mereka, hak mana sesuai dengan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 156 huruf a dinyatakan sebagai
berikut :
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
"Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari
ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya
digantikan oleh :
1. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;
2. Ayah;
3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;
4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;
5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu; dan
6. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah"
19. Bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana tersebut diatas dan
mempertimbangkan bahwa selama ini anak-anak sangat dekat dengan
Penggugat dikarenakan Penggugat selama ini selalu berusaha menjadi
ibu yang baik bagi anak-anak dengan selalu memperhatikan dan
memberikan kasih sayang kepada mereka, tepatlah apabila hak
perwalian atas anak-anak dilimpahkan kepada Penggugat sebagai ibu
kandungnya. Akan tetapi, Penggugat tidak menutup kemungkinan bagi
Tergugat untuk bertemu dengan anak-anaknya dengan melalui izin dan
persetujuan terlebih dahulu dari Penggugat sebagaimana diatur dalam
Pasal 105 huruf a KHI jo. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 392
K/Sip/1969 tertanggal 31 Agustus 1969 jo. Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI No. 239 K/Sip/1968.
IV. Tentang Biaya Hadhanah, Nafkah Kepada Anak-Anak, Nafkah Madhiyah,
Nafkah Mut'ah, dan Nafkah Penghidupan
20. Bahwa berdasarkan KHI Pasal 149 huruf d dan Pasal 156 huruf d dan
huruf f dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 149 huruf d
"Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib
memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai
umur 21 tahun"
Pasal 156 huruf d
"Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: semua biaya
hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut
kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan
dapat mengurus diri sendiri (21 tahun)"
Pasal 156 huruf f
"Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak
yang tidak turut padanya"
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
21. Bahwa berdasarkan ketentuan dari KHI Pasal 149 huruf d, Pasal 156
huruf d dan huruf f, Tergugat sebagai ayah dari anak-anak Penggugat dan
Tergugat tersebut berkewajiban menanggung Biaya Hadlanah dan nafkah
anak-anak;
22. Bahwa terhadap Biaya Hadhanah dan nafkah anak-anak tersebut,
Penggugat mohon kepada Pengadilan Agama Jakarta Selatan agar
menghukum Tergugat untuk menanggung Biaya Hadhanah dan nafkah
kepada anak-anak sebesar Rp 12.000.000 (dua belas juta Rupiah) per-
bulan setiap tanggal 1 pada bulan tersebut dengan pertambahan nilai
sebesar 10 % (sepuluh persen) setiap tahun dan berkewajiban pula untuk
menanggung seluruh biaya kesehatan serta pendidikan yang diperlukan
bagi anak-anak;
23. Bahwa sebagaimana telah Penggugat uraikan diatas, sejak bulan
Nopember 2008 hingga bulan Juli 2009 Tergugat tidak memenuhi
kewajibannya dalam memberikan nafkah bagi Penggugat. Karenanya,
Penggugat mohon kepada Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk
menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah Madhiyah (masa lampau)
selama 9 (sembilan) bulan kepada Penggugat sebesar Rp. 81.000.000
(delapan puluh satu juta Rupiah) dengan perincian Rp. 9.000.000
(sembilan juta Rupiah) setiap bulannya, sebagaimana diatur dalam Pasal
80 ayat (4) huruf b KHI;
24. Bahwa meskipun dalam perkara ini Penggugat sebagai istri yang
mengajukan gugat cerai, namun Penggugat nantinya setelah dijatuhi talak
harus menjalani masa Iddah dan salah satu tujuan menjalani masa Iddah
adalah untuk kepentingan suami (Tergugat), maka demi keadilan adalah
beralasan bagi Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Jakarta
Selatan untuk menghukum Tergugat memberikan Nafkah Mut'ah kepada
Penggugat sebesar Rp 10.000.000.- (sepuluh juta Rupiah), sebagaimana
diatur dalam Pasal 41 huruf c UU No. 1/74 jo. Pasal 149 huruf a
Kompilasi Hukum Islam;
25. Bahwa selain itu berdasarkan Pasal 41 huruf c UU No.
1/74, Pengadilan dapat pula mewajibkan bekas suami
(Tergugat) untuk memberikan biaya Nafkah
Penghidupan bagi Penggugat. Karenanya Penggugat
mohon kepada Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk
menghukum Tergugat memberikan biaya Nafkah
Penghidupan sebesar Rp 4.000.000 (empat juta Rupiah)
perbulan setiap tanggal 1 dengan pertambahan nilai
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sebesar 10 % (sepuluh persen) setiap tahun hingga
Penggugat menikah kembali;
26. Bahwa berdasarkan dalil dan fakta hukum yang tersebut
diatas, maka berdasarkan UU No. 1/74 jo. KHI jo. PP
No. 9/75 Perkawinan Penggugat dan Tergugat dapat
putus karena perceraian, maka patut dan wajar apabila
Majelis Hakim Yang Mulia mengabulkan gugatan
Penggugat dalam perkara aquo;
Berdasarkan seluruh uraian diatas, maka Penggugat memohon kepada Majelis
Hakim Yang Mulia untuk memeriksa, mengadili dan memberikan putusan
sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perkawinan Penggugat dan Tergugat putus
karena perceraian beserta akibat hukumnya;
3. Menetapkan Hak Pemeliharaan/Pengasuhan dan Hak
Perwalian atas anak-anak Penggugat dan Tergugat yang
bernama anak dan anak, anak kepada Penggugat sebagai ibu
kandungnya;
4. Menghukum Tergugat untuk memberikan Biaya Hadhanah dan
nafkah kepada anak-anak sebesar Rp 12.000.000 (dua belas
juta Rupiah) per-bulan setiap tanggal 1 pada bulan tersebut
dengan pertambahan nilai sebesar 10 % (sepuluh persen)
setiap tahunnya, serta juga berkewajiban untuk menanggung
seluruh biaya kesehatan dan pendidikan yang diperlukan oleh
anak-anak, sejak terjadinya perceraian sampai dengan dewasa
dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);
5. Menghukum Tergugat untuk memberikan Nafkah Madhiyah
(masa lampau) selama 9 (sembilan) bulan kepada Penggugat
sebesar Rp 81.000.000 (delapan puluh satu juta Rupiah)
dengan perincian sebesar Rp 9.000.000 (sembilan juta
Rupiah) setiap bulannya, yang diberikan secara tunai dan
sekaligus selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak
putusan perkara ini diucapkan;
6. Menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah Mut'ah kepada
Penggugat sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh juta Rupiah) yang diberikan
secara tunai dan sekaligus selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
sejak putusan perkara ini diucapkan;
7. Menghukum Tergugat untuk memberikan biaya Nafkah Penghidupan
untuk Penggugat sebesar Rp 4.000.000 (empat juta Rupiah) per-bulan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
setiap tanggal 1 pada bulan tersebut dengan pertambahan nilai sebesar
10 % (sepuluh persen) setiap tahun, sampai dengan Penggugat menikah
kembali;
8. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk
mengirimkan salinan Putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap
kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta
Selatan untuk mencatat perceraian tersebut pada Buku Register yang
disediakan untuk itu;
9. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini.
Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon keadilan yang seadil-
adilnya (ex aequo et bono)
Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan baik
Penggugat maupun Tergugat didampingi kuasa hukumnya masing-masing telah
datang menghadap ke persidangan;
Menimbang, bahwa Majelis telah berupaya untuk mendamaikan
Penggugat dengan Tergugat agar rukun lagi dalam rumah tangganya namun
tidak berhasil;
Menimbang, bahwa telah dilaksanakan Mediasi oleh Drs. Harum
Rendeng, S.H., M.H. Mediator Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan akan
tetapi telah gagal, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan
Penggugat, yang atas pertanyaan Ketua Penggugat menyatakan tetap dengan
gugatannya;
Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut Tergugat telah
memberikan jawabannya secara tertulis sebagai berikut :
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukulah mereka. Kemudian
jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar (Q.S. 4:
An Nisaa : 34);
Dalam Perkawinan :
1. Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil-dalil yang dinyatakan oleh
Penggugat, kecuali yang diakui dan terbukti kebenarannya dalam
persidangan;
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2. Bahwa Tergugat dan Penggugat adalah benar sebagai suami istri yang
sah dimana pada tanggal 25 Nopember 1997 Penggugat dan Tergugat
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama (KUA) Kec. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
berdasarkan buku nikah/Kutipan akta nikah No. 926/111/Xl/1985;
3. Bahwa benar setelah melangsungkan pernikahan tersebut Penggugat
dan Tergugat tinggal serumah dikediaman orang tua Penggugat yang
beralamat di Jl. Tebet Barat XII No. 1 Jakarta Selatan;
4. Bahwa benar antara Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 3 (tiga)
orang anak yang masing-masing bernama ; 1). Anak usia 11 Tahun, 2).
Anak usia 9 Tahun dan 3). Anak usia 3 tahun;
Alasan Gugatan Perceraian :
5. Bahwa semenjak awal pernikahan, Tergugat sudah menyadari bahwa
Penggugat adalah seorang yang berwatak sangat keras, pemarah dan
suka melontarkan kata-kata yang tidak pantas disampaikan kepada
Tergugat sebagai suaminya, namun Tergugat selalu bersabar dan
berusaha menjadi suami yang baik serta terus mencoba untuk
membimbing Penggugat untuk dapat merubah sikap dan sifatnya;
6. Bahwa dalil Penggugat nomor 5 (lima) dalam gugatan adalah sama sekali
tidak benar, justru Penggugatlah yang sering marah-marah setiap
Tergugat dirumah bahkan seringkali Penggugat sampai berteriak-teriak
untuk melampiaskan kemarahannya, apalagi kalau Tergugat pulang
terlambat walau sedikit saja seakan hal tersebut adalah kesalahan yang
begitu besar dimata Penggugat, dan sesungguhnya Tergugatlah yang
selalu mencoba untuk menenangkan Penggugat karena Tergugat tidak
ingin hal tersebut mengganggu mental anak-anak dan menjadi beban
bagi keluarga besar Tergugat ataupun Penggugat. Dan tidak benar
Tergugat selalu resah gelisah jika berada dirumah sebagaimana yang
didalilkan Penggugat, justru Tergugat yang terkadang risih dengan
kegemaran Penggugat yang suka dengan dunia gemerlap/dunia malam,
tidak jarang Penggugat pergi malam-malam untuk berdisko dan minum-
minuman, Tergugat masih ingat sekali saat itu Penggugat sedang hamil 6
(enam) bulan tapi malah memaksa Tergugat untuk menemani pergi ke
diskotek padahal Tergugat sama sekali tidak suka dengan dunia malam,
mungkin karena itu pula yang menyebabkan anak pertama Tergugat dan
Penggugat mengalami keguguran;
7. Bahwa dalil Penggugat nomor 6 (enam) adalah sama sekali tidak benar
dan terlalu mengada-ada, dimana yang sebenarnya adalah Tergugat
dengan Sdri. Rini Silitonga adalah tidak lebih dari hubungan profesi saja,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Saudari Rini Silitonga pernah meminjam kepada Tergugat karena saat itu
tidak membawa uang tunai untuk membeli cincin, maka tanpa ada rasa
apapun Tergugat meminjamkan kartu kredit kepadanya, dikemudian hari
saudari Rini Silitonga telah membayar kepada Tergugat melalui ATM, dan
Sdri. Rini Silitonga juga telah mengembalikan uang senilai USD 660,-
(enam ratus enam puluh dolar Amerika) seperti yang diminta oleh
Penggugat, hal itu terpaksa dilakukan demi meredam permasalahan
rumah tangga Tergugat kendati cincin tersebut juga tidak dimiliki oleh sdri.
Rini silitonga yang mana hilang dirumah Penggugat akan hal tersebut
Tergugat sudah menghubungi Sdri. Rini Silitonga guna menjelaskan yang
sebenarnya didalam persidangan ini;
8. Bahwa, tidak benar dan mengada-ada dalil Penggugat nomor 7 (tujuh) dalam
gugatan, karena yang sebenarnya adalah kepergian berlibur ke Bali tidak
hanya Tergugat, Penggugat dan anak-anak saja, melainkan bersama
keluarga besar bahkan dengan keluarga saudara yang belakangan Tergugat
ketahui adalah selingkuhan nya Penggugat, dimana kepergian ke Bali sudah
lama Penggugat rencanakan bahkan. Penggugat sendiri yang mengatur tiket
dan segala akomodasinya sampai pada siapa-siapa saja yang ikut berlibur
ke Bali. Maka terbukti tidak benar dalil. Penggugat tersebut, justru dalam
momen itu Penggugatlah yang mencari-cari waktu berusaha untuk
mendekatkan anak-anak dengan keluarga Tomy atau selingkuhanya, perihal
perselingkuhan antara dan Penggugat justru Tergugat ketahui dari atau istri
saudara Tomy yang pernah melabrak Penggugat dan mendatangi keluarga
Penggugat;
9. Bahwa, terlalu mengada-ada dalil Penggugat nomor 8 (delapan) dalam
gugatan, karena yang sebenarnya adalah Tergugat pergi ke Bali dengan
rombongan yaitu 5 (lima) orang dan hal tersebut telah Tergugat
sampaikan kepada Penggugat sebelumnya, sepulangnya Tergugat dari
Bali Tergugat jatuh sakit dan berdasarkan hasil pemeriksaan medis
Tergugat menderita Hepatitis C, dalam keadaan Tergugat sakit demikian
Penggugat malah sibuk larut dalam kesenangan bersama teman-temanya
dan sama sekali tidak peduli dengan keadaan Tergugat;
10. Bahwa perlu Tergugat sampaikan dalam jawaban ini, yaitu bulan Maret
2008 pada malam hari entah kenapa dengan tanpa Tergugat ketahui
sebabnya Penggugat marah-marah dengan berteriak-teriak sambil
memaki-maki Tergugat dengan kata-kata yang tidak sewajarnya sampai
berujung pada pengusiran terhadap Tergugat oleh Penggugat dari
kediaman orangtua Penggugat, sebagai laki-laki dan suami Penggugat
tentunya hal' tersebut membuat Tergugat shock dan menderita, oleh
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
karenanya Tergugat memutuskan untuk pulang kerumah Tergugat sendiri,
Tergugat berharap dengan kepergian Tergugat akan membuat Penggugat
sadar bahwa tindakannya itu adalah salah. Pada Mei 2008 sakit yang
Tergugat derita semakin parah ditambah lagi dengan sikap tidak peduli
Penggugat, oleh karenanya Tergugat putuskan pergi ke Kuala Lumpur
untuk berobat, dan kepergian Tergugat ke Bangkok pada 21 Juli 2008
adalah Tergugat sedang merencanakan suatu project bersama teman
Tergugat, karena sejak bulan Juni 2008 Tergugat keluar dan tidak lagi
bekerja di PT. RTM GI, hal tersebut juga dikarenakan Penggugat
mendatangi kantor Tergugat dengan marah-marah seraya mengadukan
masalah rumah tangganya kepada atasan Tergugat, hal tersebut
membuat Tergugat tidak nyaman dan malu;
11. Bahwa, tidak benar dan terlalu mengada-ada dalil Penggugat nomor 10
(sepuluh) dalam gugatan, justru Tergugatlah yang selalu mencoba untuk
membangun komunikasi dan Tergugat selalu mengalah dengan melunak
dan Tergugat tidak canggung meminta maaf kendati Tergugat selalu
disakiti bahkan Tergugat tidak jarang menerima makian dan kerap kali
dijadikan pelampiasan amarah Penggugat yang tidak jelas sebab
musababnya. Sedang kepergian Tergugat kembali kerumah orangtua
adalah dikarenakan Tergugat diusir oleh Penggugat dengan makian yang
tidak sewajarnya, sampai saat ini Tergugat masih ingat betul salah satu
perkataan Penggugat pada saat itu, yaitu….”dasar kamu tidak tau diri,
sudah hidup menumpang….” Tapi dengan perlakuan Penggugat yang
demikian Tergugat hanya bisa bersabar, Tergugat menyadari perlunya
mempertahankan keutuhan rumah tangga tidak lain hanya demi anak-
anak yang Tergugat sayangi, yang mana mereka masih kecil dan butuh
kasih sayang kedua orang tuanya;
12. Bahwa terlalu mengada-ada dalil Penggugat tersebut nomor 11 (sebelas),
Tergugat menyadari dengan mengidap penyakit menular Tergugat tidak
dengan leluasa bergaul bahkan dengan keluarga, Tergugat tidak ingin ini
menjadi wabah di dalam keluarga yang kemudian Tergugat memilih untuk
tinggal di Apartement, toh Penggugat sendiri sebagai istri sudah tidak
peduli terhadap Tergugat bahkan dengan tega mengusir Tergugat dari
kediaman orangtua Penggugat, di Apartement Tergugat tinggal sendiri
menjalani terapi (kemo therapy) dengan injeksi seminggu sekali, memang
sebagai teman Rini pernah menjenguk Tergugat dan memberikan
semangat, namun tidak benar dalil Penggugat yang menyatakan Tergugat
tinggal di Apartement bersama Rini;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
13. Bahwa tidak benar dan mengada-ada dalil Penggugat nomor 12 (dua belas)
dalam gugatan, justru Penggugatlah selalu berusaha mendekatkan anak-
anak kepada keluarga Tomy, dimana Penggugat memulai dengan bekerja
pada perusahaan milik Tomy, namun lambat laun perselingkuhan Penggugat
dengan Tomy diketahui oleh atau istri maka oleh karenanya Penggugat di
pecat dari tempat kerjanya, bahkan Tergugat sangat kaget mendengar cerita
bu Antin yang menyatakan perselingkuhan antara Penggugat dengan Tomy
sudah berlangsung sebelum anak ketiga Penggugat dan Tergugat lahir,
padahal anak ketiga (Raina Nabila Ariyadi) lahir di Jakarta pada 21 Juli
2007, artinya Penggugat telah berselingkuh sebelum Juli 2007 atau sekira
lebih dari 3 (tiga) tahun lalu. Tergugat sering memergoki dan tahu betul
Penggugat sering menerima tamu yang belakangan Tergugat ketahui laki-
laki itu adalah Tomy di rumah Penggugat padahal saat itu Tergugat berada di
rumah, sungguh sangat menyakitkan hati Tergugat, kendati demikian
Tergugat masih bersabar dengan harapan suatu ketika Penggugat akan
menyadari dan bertaubat karena itu adalah perbuatan dosa, namun seiring
waktu dan bertambahnya usia tidak juga membuat Penggugat bertaubat
bahkan sekarang ini yang Tergugat ketahui dari bukti-bukti yang Tergugat
miliki Penggugat tengah menjalin hubungan (perselingkuhan) dengan laki-
laki bernama Iwan Jusup, bahkan suatu ketika Tergugat ketahui Penggugat
pergi bersama Iwan Jusup ke Bali. Perihal pembicaraan dengan bu Antin
Tergugat telah mengabadikanya dalam rekaman yang nantinya akan
Tergugat putar dalam persidangan;
14.Bahwa Tergugat pernah menyampaikan kepada Penggugat, ..."sudahlah
lupakan semua, saya terima dan kita kembali membangun mahligai yang
kita bangun sejak dulu..” kendati banyak sekali tindakan-tindakan Penggugat
yang menyakiti hati Tergugat namun dengan legowo Tergugat menerima dan
mamaafkan Penggugat, namun lagi-lagi Penggugat mengulangi
perbuatannya apalagi sekarang ini Penggugat makin gila-gilaan dengan
menampilkan perbuatan yang tidak sepatutnya di situs jejaring sosial atau
Facebook dan hal tersebut juga dilihat/disaksi kan oleh anak-anak,
sehingga tidak benar dalil yang menyatakan Penggugat selalu mencoba
meredam masalah demi menjaga mental anak-anak, bahkan berdasarkan
pengakuan anak-anak Penggugat sering pergi malam dan sering pula
menerima tamu laki-laki sampai larut malam, padahal saat ini Penggugat
masih sah baik secara agama maupun hukum positif sebagai istri Tergugat;
15. Bahwa tidak benar dalil Penggugat nomor 14 (empat belas)
dalam gugatan, dimana yang sebenarnya Tergugat sebagai
suami sangatlah bertanggungjawab pada keluarga, selama
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kepergian Tergugat yang disebabkan karena sakit yang
Tergugat derita serta pengusiran oleh Penggugat, Tergugat
meninggalkan uang dalam tabungan senilai Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah) yang Tergugat berikan
pada Penggugat berupa ATM BCA yang juga diketahui oleh
Ibu Tergugat, justru Penggugatlah yang tidak peduli dengan
tanggungjawabnya sebagai istri, disaat Tergugat sakit
Penggugat malah sibuk dengan dunia malam bahkan jika
Penggugat hendak pergi malam, Penggugat seringkali
menitipkan anak-anaknya pada saudara Penggugat dan
Penggugat hampir tidak pernah tidur bersama anaknya
yang paling kecil;
16. Bahwa adalah suatu kewajaran dalam suatu rumah tangga terjadi
percekcokan, namun hal tersebut dapat diredam jika antara suami istri dapat
dengan cepat sadar dan bertaubat serta kembali bertanggung jawab sesuai
posisinya, Tergugat menyadari sebagai suami atau kepala rumah tangga
Tergugat tidaklah sempurna, oleh karenanya Tergugat meminta maaf kepada
Penggugat, serta di tengah usia yang semakin tua dan ketidaktahuan kita
akan datangnya ajal Tergugat berharap agar Penggugat bersedia kembali
untuk membina rumah tangga yang syakinah, mawaddah dan warrahmah
dengan Tergugat;
17. Bahwa Tergugat tidak memungkiri perihal aturan atau hukum positip yang
boleh dikatakan percekcokan antara Tergugat dan Penggugat telah
memenuhi unsur dijatuhkannya perceraian, namun Tergugat sadar dan ingat
betul bahwasanya perceraian dalam kaca mata agama adalah hal yang
diperbolehkan namun sangat di benci oleh Allah SWT, Tergugat berharap itu
tidak terjadi. Nauzzubillahiminzalik;
Sebelum Tergugat sampaikan pandangan dan tanggapan atas masalah
Hadhanah dan hak Perwalian anak, Tergugat ingin menyampaikan suatu hikayat
Rasul yang semoga dapat diambil hikmah dan faedahnya bagi Tergugat maupun
Penggugat;
Sahabat Ali bin Abi Thalib Karamallahu Wajhah berkata : Pada suatu hari
aku dan fatimah berkunjung kepada Nabi, kami menemui beliau sedang
menangis, aku terus bertanya kepada beliau : "Aduhai wahai Rasulullah,
gerangan apakah yang menyebabkan tuan menangis?”
Rasul bersabda : " Hai Ali, pada suatu malam ketika aku isra' dan mi'raj ke
langit aku melihat perempuan-perempuan umatku sedang disiksa dari berbagai
macam siksa. Itulah sebabnya aku menangis, karena aku melihat siksaan
mereka yang amatlah berat. Pertama aku melihat seorang perempuan yang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
digantung dengan rambutnya dan otaknya mendidih. Kedua, aku melihat
seorang perempuan yang digantung dengan lidahnya dan air yang mendidih
dituangkan kedalam tenggorokannya. Ketiga, aku melihat seorang perempuan
yang diikat kaki nya sampai ke buah dadanya dan tanganya sampai keatas
kepalanya. Keempat, aku melihat seorang perempuan yang digantung dengan
buah dadanya dimana ular dan kala jengking ditugaskan untuk menyiksanya.
Kelima, aku melihat kepala babi dan tubuhnya seperti tubuh khimar, perempuan
itu mendapat sejuta macam siksaan. Keenam, aku melihat perempuan yang
rupanya seperti rupa anjing dimana api menerobos ke mulutnya dan keluar dari
duburnya, serta malaikat memukul kepalanya dengan palu godam dari api."
Fatimah Az Zahra berdiri dan bertanya : "Wahai junjungan dan permata
hatiku, apakah amal perbuatan mereka itu sehingga tertimpa azab yang
demikian?
Rasul bersabda : "Wahai anakku permata hatiku, pertama perempuan
yang digantung rambutnya itu adalah karena ia tidak menutupi rambutnya dari
orang laki-laki. Kedua, seorang perempuan yang digantung dengan lidahnya,
karena ia suka menyakiti suaminya. Ketiga, seorang perempuan yang digantung
dengan buah dadanya, karena ia mengotori tempat tidur suaminya dengan lelaki
lain. Keempat, seorang perempuan yang diikat kakinya sampai buah dadanya
dan tangannya sampai kepalanya yang kemudian disiksa dengan ular-ular dan
kala jengking, adalah karena tidak pernah mandi dari janabat dan dari haid serta
meremehkan shalat. Kelima, seorang perempuan yang kepala nya seperti
kepala babi dan tubuhnya seperti tubuh khimar, adalah karena suka mengadu
domba dan berdusta. Keenam, seorang perempuan yang berupa anjing dimana
api menerobos kedalam mulutnya dan keluar dari duburnya, adalah karena
tukang memfitnah dan menghasut." Wahai anakku permata hatiku, celakalah
seorang istri yang durhaka terhadap suaminya."
Tentang hal hadhanah dan hak perwalian anak :
18. Bahwa Tergugat secara tegas menolak dalil Penggugat yang dijelaskan
dalam nomor 18 dan 19 III tentang hak hadhanah dan hak perwalian anak.
Karena dalam pasal 156 KHI tidak berlaku mutlak dan dibuktikan dulu
bagaimana sikap dan tingkah laku Penggugat selama ini terhadap kasih
sayang anak-anak, apakah Penggugat penuh perhatian dan kasih sayang
pada anak-anaknya, jawabnya belumlah tentu dan bahkan sebaliknya.
Bahwa berdasarkan UU nomor 23/2002 tentang perlindungan anak
menegaskan Bahwa hak asuh merupakan kekuasaan orang tua untuk
mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi dan menumbuh
kembangkan anak-anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan
kemampuan, bakat serta minatnya. Oleh karenanya pasal 45 UU nomor
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id1/1974 mewajibkan kepada kedua orang tuanya untuk melaksanakan
amanat Undang-Undang tersebut sebaik-baiknya terlepas hak asuh anak
jatuh pada siapa oleh Pengadilan Agama. Kedua orang tua mempunyai hak
yang sama terhadap kelangsungan hidup dan masa depan anak-anak. Oleh
karenanya Tergugat tidak sependapat dan menolak secara tegas dalam hal
masalah hak handhanah dan hak perwalian anak yang dituntut oleh
Penggugat karena secara kasat mata tindakan Penggugat sebelum gugatan
perceraian diajukan sudah nampak sekali merampas hak-hak anak, dimana
saat ini anak-anak sudah dikekang dan tidak boleh berhubungan dengan
pihak keluarga Tergugat. Apakah sikap yang tidak terpuji dengan merampas
hak-hak anak Penggugat mempunyai hak asuh terhadap anak-anak? Sebab
jika merujuk pada pasal 105 KHI, hak hadhanah diberikan oleh UU tersebut
sifatnya secara eksplisit kepada Penggugat, akan tetapi meskipun demikian
hak pemeliharaan yang digariskan dalam pasal 105 KHI tersebut bukan
merupakan ketentuan yang bersifat imperatif dan oleh karenanya bisa saja
ketentuan tersebut dikesampingkan dan atau diabaikan (Budi susilo, 2008);
Tergugat sangat prihatin dan khawatir, terlebih lagi memperhatikan tindakan
dan sikap Penggugat yang sampai sekarang masih senang dengan dunia
gemerlap, berjoget di diskotek, merokok dan minum-minuman, Tergugat
menghawatirkan perkembangan anak terganggu dari segi mental, kesehatan
dan yang sangat penting adalah membangun anak-anak menjadi pribadi
yang mempunyai dasar agama dan aqidah yang kuat, mengingat sekarang
ini anak-anak masih dalam kekuasaan Penggugat;
19. Bahwa alasan Penggugat sangat dekat dengan anak-anak, yaitu ; 1. Reyhan
Dahananto Ariyadi, 2. Rannafi Pawitra Ariyadi dan 3. Raina Nabila Ariyadi
adalah sungguh naif sekali, Penggugat bukanlah ibu yang baik dalam hal
mengurus anak-anak. Selama ini anak-anak lebih banyak diurus oleh
Pembatu dan oleh Nenek-Neneknya bersama Tergugat. Bahwa akhir-akhir
ini lebih banyak waktu Tergugat tercurah pada kasih sayang anak-anak.
Hari-hari libur Tergugat habiskan waktu bersama anak-anak. Sedangkan
Penggugat tidak tahu pergi kemana dan bersama dengan teman-temanya.
Perhatian dan kasih sayang anak-anak Penggugat abaikan. Hal ini terbukti
sebelum perceraian ini Penggugat merampas hak-hak anak-anak dengan
melarang anak-anak untuk berkunjung bertemu nenek dan Tergugat. Anak-
anak dipaksa untuk mengikuti kemauan Penggugat dan tidak boleh
berhubungan dengan pihak Tergugat Akses terhadap Tergugat dibatasi dan
kapan perlu ditutup sama sekali. Hal ini sangat dirasakan oleh anak-anak
saat ini, khususnya anak pertama dan kedua. Bahwa setelah Tergugat
memperhatikan dan mengamati perkembangan anak sejak gugatan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idperceraian di Pengadilan ini, ada beberapa hal yang terjadi dan sangat
menghawatirkan bagi perkembangan mental anak-anak, yakni; anak-anak
sering marah-marah, ada gejala sikap apatis atau tertekan batinnya dan
mulai kehilangan percaya diri dan kurang ceria. Bahwa berdasarkan hal
tersebut Tergugat khawatir melihat perkembangan anak-anak ini, apalagi
kalau hak asuh benar-benar dikabulkan oleh Majelis Hakim, bisa-bisa saja
anak-anak menjadi prustasi dalam menatap masa depan;
Bahwa berdasarkan alasan tersebut diatas, agar kiranya Majelis Hakim
menolak dan atau tidak mengabulkan tuntutan Penggugat mengenai
masalah hak asuh anak ini jatuh ke Penggugat. Melainkan menjatuhkan hak
asuh pada Tergugat, karena selama ini anak-anak lebih banyak bersama
Tergugat dan Tergugat menjamin hak-hak anak-anak baik secara moril
maupun materil untuk tumbuh dan berkembang lebih integritas, fisik, mental,
pikiran serta masa depan anak-anak. Bahwa untuk meyakinkan alasan
Tergugat ini, mohon agar kiranya Majelis Hakim berkenan untuk
menghadirkan anak-anak dalam persidangan ini dengan maksud dan tujuan
untuk dimintai pandangannya mengenai masalah hak asuh ini;
Berdasarkan bukti-bukti yang Tergugat miliki baik bukti tertulis maupun
elektronik, Tergugat yakin bahwa Penggugat tidak patut menerima amanah
untuk mendidik dan membina serta merawat anak-anak, karena Tergugat
menilai Penggugat tidak bisa bertanggungjawab terhadap dirinya bagaimana
mungkin akan bertanggungjawab terhadap anak-anaknya, kalaulah amanah
itu diberikan kepadanya dengan kebiasaan dan kegemaran Penggugat yang
bergaya hidup glamour serta kental dengan minuman keras Tergugat sanksi
kewajibanya sebagai seorang ibu akan terpenuhi, guna meyakinkan Majelis
Hakim dalam perkara ini Tergugat siap menghadirkan bukti-bukti dan pihak-
pihak yang sekiranya tahu persis sikap dan watak Penggugat;
Tentang biaya hadlonah Nafkah kepada anak-anak, nafkah mut'ah dan
nafkah penghidupan :
20.Bahwa mengenai masalah nafkah hadhanah, nafkah kepada anak-anak,
nafkah madhiyah, nafkah mut'ah dan nafkah penghidupan sebagaimana
diajukan oleh pihak Penggugat berdasarkan pada pasal 149 huruf d, pasal
156 huruf d dan f. Bahwa bila dilihat dari konseptualnya secara formal Pasal
tersebut mengaturnya, akan tetapi dalam kontekstualnya dan realisasinya
harus dilihat dan dipertimbangkan pula pendapatan pihak Tergugat, oleh
karena itu bukan seenaknya saja Penggugat menuntut semaunya. Bahwa
Tergugat menolak nafkah mut'ah dan madhyah dan nafkah
penghidupan yang ditentukan oleh Penggugat, karena perceraian
tersebut tidaklah dikehendaki oleh Tergugat selaku suami, hal ini
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idditegaskan dalam Pasal 158 huruf b jo Pasal 149 huruf b dalam
Kompilasi Hukum Islam, yang menyatakan "bilamana perkawinan
putus karena talak, maka bekas suami wajib memberikan nafkah,
maskan, kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas
istri telah dijatuhi talak ba'in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak
hamil", jo Pasal 152 KHI. Tergugat juga tidak sependapat dengan
Penggugat besarnya nilai yang dituntut mengenai masalah nafkah, hal ini
sesuai dengan bunyi pasal 156 huruf d tersebut yang menegaskan :
"...semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggungan ayah,
"menurut kemampuannya. Bahwa dalam hal ini mengacu pada kemampuan
Tergugat, karena sesuai dengan gaji yang Tergugat dapat, dimana gaji yang
Tergugat terima setiap bulan adalah sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta
rupiah) hal ini mengacu pada pasal 156 huruf d tersebut secara nominal
kemampuan Tergugat hanya bisa memberikan nafkah secara ,keseluruhan
sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) perbulan dan Rp 3.000.000,- (tiga
juta rupiah) adalah untuk biaya Tergugat dan anak-anak nantinya, bahkan
apabila Majelis Hakim menjatuhkan hak asuh dan perwalian anak kepada
Tergugat, maka Tergugat akan lebih giat mencari nafkah untuk membiayai
anak-anak yang Tergugat sayangi;
21. Bahwa berdasarkan pada kemampuan Tergugat tersebut, maka secara
tegas Tergugat menolak biaya-biaya hadhanah dan nafkah anak-anak
sebesar Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) perbulan, apalagi
penambahan 10% setiap tahunnya, hal ini sesuai dengan Pasal 156 huruf
d Bahwa yang jelas seluruh biaya-biaya untuk keperluan Penggugat dan
anak-anak harus disesuaikan dengan kemampuan Tergugat dan bukan
dipaksakan;
22. Bahwa dalil yang dikemukakan oleh Penggugat pada nomor 23 IV yang
mengatakan : "Tergugat tidak memberikan nafkah bagi Penggugat sejak
bulan Nopember 2008 hingga Juli 2009, adalah omong kosong dan
mengada-ada, karena semua keuangan sejak Tergugat keluar dari
Perusahan diserahkan kepada Penggugat. Oleh karenanya semua
keuangan rumah tangga dipegang dan diatur oleh Penggugat, maka
berdasarkan hal tersebut, jelas Tergugat menolak tuntutan Penggugat
agar membayar sebesar Rp 81.000.000,- (delapan puluh satu juta rupiah)
ditambah dengan Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) perbulan, jelas
bahwa alasan Penggugat tersebut hanya mecari-cari saja tanpa melihat
fakta yang sebenarnya;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bahwa berdasarkan pada uraian dalam jawaban Tergugat atas gugatan
Penggugat, agar kiranya Majelis hakim yang memeriksa perkara ini dapat
memberikan putusan :
1. Menolak/Tidak mengabulkan gugatan Penggugat secara keseluruhan;
2. Menyatakan secara hukum Penggugat tidak berhak menjadi orang tua
asuh bagi anak-anak bilamana perkawinan ini putus karena perceraian;
3. Menyatakan secara hukum hak asuh anak-anak atas : 1. Anak 2. Anak
dan 3. Anak ada pada Tergugat bilamana perkawinan ini putus karena
perceraian;
4. Menyatakan secara hukum membebaskan Tergugat membayar nafkah
hadhanah dan biava kehidupan sebesar Rp 12.000.000.- (dua belas juta
rupiah) perbulan dengan penambahan10% setiap tahunnya;
5. Menyatakan secara hukum membebaskan Tergugat untuk membayar
nafkah hadhanah dan biaya kehidupan Penggugat sebesar Rp 81.000.000,
(delapan puluh satu juta rupiah);
Dan bilamana Mejelis Hakim berpendapat lain, mohon memberikan keadilan
yang sedail-adilnya;
Menimbang, bahwa Penggugat telah menyampaikan repliknya secara
tertulis pada tanggal 18 Maret 2010 yang pada pokoknya tetap dengan
gugatannya;
Menimbang, bahwa Tergugat telah pula menyampaikan dupliknya secara
tertulis pada tanggal 30 Maret 2010 yang ada pokoknya tetap dengan jawaban
semula sebagimana termuat dalam berita acara perkara ini;
Menimbang, bahwa Penggugat untuk memperkuat dalil gugatannya telah
mengajukan bukti tertulis berupa :
1. Foto copy Kutipan Akta Nikah Nomor : 926/111/XI/1997, yang dikeluarkan
oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
tanggal 25 Nopember 1997, bermaterai cukup dan telah dicocokan
dengan aslinya (bukti P-1);
2. Foto copy Kutipan Akta Kelahiran yang dikeluarkan oleh Negara Bagian
California dan Terjemahan Resminya tanggal 25 Agustus 2009,
bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan aslinya (bukti P-2);
3. Foto copy Kutipan Akta Kelahiran Nomor : 10629/U/JS/2007, yang
dikeluarkan oleh Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kotamadya Jakarta Selatan tanggal 13 September 2007, bermaterai
cukup dan telah dicocokan dengan aslinya (bukti P-2a);
4. Foto copy Kuitansi Ramada D’MA Bangkok dari tanggal 21 Juli sampai
dengan tanggal 23 Juli 2008, bermaterai cukup dan telah dicocokan
dengan aslinya (bukti P-3);
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id5. Foto copy Pembayaran Ramada D’MA Bangkok pada tanggal 23 Juli
2008, bermaterai cukup dan telah dicocokan dengan aslinya (bukti P-3a);
6. Foto copy foto Tergugat dengan perempuan lain, bermaterai cukup dan
telah dicocokan dengan aslinya (bukti P-3b);
Menimbang, bahwa Penggugat telah menghadirkan 2 (dua) orang
saksi, masing-masing bernama :
1. Saksi umur 73 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu rumah tangga, alamat
Jalan Tebet Barat XII No. 1 RT , Kelurahan Tebet Barat Kecamatan Tebet
Jakarta Selatan, dibawah sumpahnya telah memberikan keterangan yang
pada pokoknya sebagai berikut :
• Saksi adalah Ibu Kandung dari Penggugat;
• Penggugat dengan Tergugat menikah tahun 1997, dan dari
pernikahannnya telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak, yang 2 (dua)
orang ikut Penggugat dan seorang yang nomor 2 (dua) ikut
Tergugat dengan cara diambil dari sekolah sekitar 4 (empat) bulan
yang lalu;
• Penggugat dengan Tergugat awalnya membina rumah tangga di
rumah saksi sampai dengan Tergugat pergi yaitu pada tahun 2008;
• Tergugat pergi meninggalkan rumah karena ada pihak ke tiga yaitu
“Rini”, saksi melihat sendiri;
• Saksi mendengar Tergugat dengan Rini sudah satu rumah;
• Penggugat dengan Tergugat sering terjadi pertengkaran sejak
tahun 2008 sampai Tergugat pergi, Tergugat kadang suka datang
hanya untuk mengunjungi anaknya saja;
• Awal pertengkaran karena Tergugat datang ke rumah membawa
“Rini” dan meminta izin untuk menikahinya;
• Saksi pernah bermusyawarah dengan pihak keluarga Tergugat tapi
tidak berhasil, kata keluarga Tergugat sudah tidak mempan;
• Pihak keluarga Penggugat sudah berupaya merukunkan, akan
tetapi Tergugat tidak pernah perduli lagi;
• Saksi tidak mengetahui apakah Tergugat masih memberi nafkah
atau tidak;
• Saksi pernah menghubungi anak Penggugat yang ikut dengan
Tergugat, akan tetapi hanya diberi waktu sebentar;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Penggugat pernah berliburan ke Bali pada tahun 2009 bersama
anak-anak dan adik Penggugat yang nomor dua;
• Penggugat bekerja free lanch dengan anak saksi yang tinggal di
Bali;
• Saksi tidak mengetahui pekerjaan Tergugat;
• Saksi kenal dengan Iwan Yusuf dalam rangka keahliannya dan
bisnis dengan saksi;
• Iwan Yusuf ada beberapa kali datang untuk menemui saksi;
• Setahu saksi Iwan yusuf tidak ada hubungan spesial dengan
Penggugat;
• Penggugat pernah mengalami keguguran karena akibat virus;
2. Saksi , umur 44 tahun, agama Islam pekerjaan Wiraswasta, alamat Jalan
Palbatu RT 001 RW 008 No. 73, Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan
Tebet Jakarta Selatan, dibawah sumpahnya telah memberikan
keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :
• Saksi sebagai sahabat dari Penggugat sejak SMP dan kenal dengan
Tergugat setelah menikah dengan Penggugat;
• Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai anak 3 (tiga) orang, dua
orang anak pada Penggugat seorang lagi saksi tidak pernah melihat
sejak sekitar 6 bulan yang lalu dan tidak tahu ada di mana sekarang,
anak-anak yang ikut Penggugat dalam kondisi baik dan terawat;
• Penggugat dengan Tergugat membina rumah tangga di Tebet di
rumah orang tua Penggugat;
• Penggugat dengan Tergugat pisah sejak sekitar 2 tahun lebih,
Tergugat meninggalkan rumah karena ada pihak ketiga dari Tergugat
yang bernama “Rini”, setelah berpisah saksi bertemu dengan WILnya
sekitar 2 tahun yang lalu di apartemen Casablanca pada saat
mengantar Penggugat untuk menemui kembali Tergugat di
apartemennya;
• Saksi dengan Penggugat datang ke apartemen Tergugat tapi
Tergugatnya tidak ada, saksi dengan Penggugat dan akhirnya
Tergugat dengan WILnya datang dan berkata “ngapain kamu datang
ke sini?”;
• Penggugat pernah datang mengunjungi anak kedua, tapi anaknya
seperti ketakutan untuk menemui Penggugat;
• Setahu saksi Penggugat saat ini sudah tidak pernah ke disco lagi;
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa baik Penggugat maupun Tergugat telah
membenarkan seluruh keterangan kedua orang saksi tersebut;
Menimbang, bahwa Tergugat telah mengajukan alat bukti tertulis berupa :
1. Foto copy photo-photo Penggugat dengan laki-laki, bermaterai cukup dan
telah dicocokan dengan aslinya (bukti T1.1-T1.10);
2. Foto copy photo-photo Penggugat dengan teman-temannya, bermaterai
cukup dan telah dicocokan dengan aslinya (bukti T2.1-T2.10);
3. Foto copy Slip gaji Tergugat, bermaterai cukup dan telah dicocokan
dengan aslinya (bukti T-3);
Menimbang, bahwa Tergugat telah menghadirkan dua orang saksi
masing-masing bernama :
1. Saksi , umur 75 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu rumah tangga, alamat
Kalibata Timur I RT 002 RW 008 No. 72 Kelurahan Kalibata, Kecamatan
Pancoran Jakarta Selatan, dibawah sumpahnya telah memberikan
keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :
• Saksi adalah Ibu Kandung dari Tergugat;
• Tergugat dengan Penggugat setelah menikah tinggal di Indonesia tidak
sampai 1 tahun lalu tinggal di Amerika selama 5 tahun. Sejak anak kedua
lahir Tergugat dengan Penggugat pindah ke Jakarta dan tinggal di rumah
orang tua Penggugat;
• Tergugat dengan Penggugat telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak, dua
orang lahir di Amerika dan seorang lahir di Indonesia;
• Awalnya rumah tangga Tergugat dengan Penggugat rukun, akan tetapi
sejak anak ke tiga lahir mulai ada masalah. Tergugat pulang ke rumah
saksi dan menurut Penggugat via telepon, Tergugat saya usir yaitu sekitar
2 tahun yang lalu;
• Saksi pernah mendengar Tergugat dengan Penggugat sedang bertengkar
sekitar 2 kali;
• Sejak 2 tahun lalu Tergugat dengan Penggugat pisah, tapi kadang
Tergugat suka datang ke rumah Penggugat dan menginap sekitar 2 hari;
• Saksi sudah menasehati Tergugat dan Penggugat akan tetapi tidak
berhasil;
• Saksi sudah bermusyawarah dengan pihak keluarga Penggugat;
• Pada saat ini anak nomor 2 ikut dengan Tergugat, dan kalau disuruh
menghubungi Penggugat atau orang tua Penggugat suka tidak mau;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Menurut Tergugat sudah tidak tahan karena sering diusir dan direndahkan
oleh Penggugat;
• Ada pihak ketiga (PIL) yaitu Tommy, saksi ketahui dari mertuanya Tommy;
• Kata Penggugat, Tergugat juga mempunyai WIL tapi saksi tidak
mengetahui;
2. Saksi umur 65 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu rumah tangga, alamat
Jalan Mendawai I No. 45 RT 004 RW 07 Kelurahan Kramat Pela
Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta Selatan, dibawah sumpahnya telah
memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :
• Saksi adalah teman dari orang tua Tergugat dan kenal dengan
Tergugat dan Penggugat;
• Saksi mengetahui pernikahan Tergugat dengan Penggugat, dan saat
ini telah dikaruniai 3 orang anak, 2 orang sama Penggugat seorang
dengan Tergugat yaitu yang bernama Ranu;
• Tergugat dengan Penggugat setelah menikah tinggal di Amerika
selama 5 tahun, setelah pulang dari Amerika tinggal di rumah orang
tua Penggugat;
• Sekitar 1 sampai dengan 2 tahun yang lalu, Tergugat dengan
Penggugat kelihatan sudah tidak baik lagi hubungannya;
• Saksi mengetahui Penggugat berselingkuh dengan Tommy dari cerita
mertuanya Tommy sekitar 4 bulan yang lalu di pengajian, karena
saksi dengan mertua Tommy sama-sama satu pengajian;
• Tergugat dengan Penggugat pisah rumah sekitar 1 tahun yang lalu;
• Antara Tergugat dengan Penggugat sudah tidak ada komunikasi yang
baik lagi setelah Penggugat diketahui mempunyai PIL;
Menimbang, bahwa Tergugat telah membenarkan seluruh keterangan
saksi tersebut, dan Penggugat
Menimbang, bahwa oleh karena baik Penggugat maupun Tergugat
masing-masing bersikeras untuk diberikan hak pengasuhan atas ketiga orang
anaknya, Majelis telah memerintahkan kepada Penggugat untuk menghadirkan
anak pertama dan yang ketiga yang berada bersamanya dan kepada pihat
Tergugat agar menghadirkan anak yang nomor 2 (dua) yang pada saat ini
berada bersamanya;
Menimbang, bahwa Penggugat telah tidak menghadirkan anak yang
berada bersamanya sedangkan Tergugat telah menghadirkan anak No. 2 (dua)
yang bernama Rannafi Pawitra Ariyadi, dan Majelis telah mendengar keinginan
dari anak tersebut;
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa Penggugat dan Tergugat sudah tidak akan
mengajukan apa-apa lagi dan telah memberikan kesimpulannya serta mohon
putusan;
Selanjutnya dengan mengambil dan memperhatikan segala sesuatu
yang tertera dalam berita acara persidangan perkara ini;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan dari pada gugatan Penggugat
adalah sebagaimana diuraikan tersebut di atas;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 130 HIR Jo. Pasal 82 Undang-
Undang No. 7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3
tahun 2006 dan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama,
dalam setiap kali persidangan Majelis telah berupaya untuk mendamaikan
Penggugat dengan Tergugat agar rukun kembali membina rumah tangganya,
namun tidak berhasil;
Menimbang, bahwa untuk memenuhi Peraturan Mahkamah Agung
(PERMA) No. 1 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan, telah
diupayakan untuk mendamaikan Penggugat dengan Tergugat melalui mediasi
akan tetapi upaya tersebut telah dinyatakan gagal oleh Mediator;
Menimbang, bahwa yang menjadi pokok masalah dalam perkara ini
didasarkan kepada adanya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus
antara Penggugat dengan Tergugat, perselisihan dan pertengkaran mana
disebabkan oleh hal-hal sebagaimana telah diutarakan oleh Penggugat dalam
surat gugatannya yang menimbulkan Penggugat sangat sulit untuk dapat
mempertahankan dan meneruskan perkawinannya dengan Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P.1 berupa foto copy Kutipan Akta
Nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru
Jakarta Selatan Nomor : 926/III/XI/1997 Tanggal 25 Nopember 1997 yang telah
dinazegelen dan telah dicocokkan sesuai dengan aslinya, maka harus
dinyatakan terbukti antara Penggugat dengan Tergugat adalah suami istri yang
telah terikat dalam suatu perkawinan yang sah sejak tanggal 25 Nopember 1997
dengan demikian Penggugat berkualitas untuk mengajukan gugatan cerai
terhadap Tergugat;
Menimbang, bahwa Tergugat telah memberikan jawabannya yang pada
pokoknya telah membenarkan adanya perselisihan dan pertengkaran antara
Tergugat dengan Penggugat akan tetapi mengenai penyebabnya Tergugat telah
membantah seluruhnya sebagaimana termuat dalam duduk perkara, dan
Tergugat keberatan bercerai dengan Penggugat;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan dari Tergugat mengenai
telah terjadinya perselisihan dan pertengkaran, maka majelis hakim menilai
bahwa berdasarkan Pasal 1925 KUHPerdata jo Pasal 174 HIR pengakuan yang
diucapkan dihadapan Hakim adalah merupakan bukti yang sempurna dan
mengikat (volledig, bidendi, bestlissen) yang tidak memerlukan bukti tambahan
oleh karenanya Majelis Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkan alat bukti
surat baik yang diajukan oleh Penggugat maupun Tergugat yang berhubungan
dengan perselisihan diantara Penggugat dengan Tergugat yaitu bukti P-5 s/d
P-3b dan bukti T-1.1 s/d T-1.10 oleh karenanya alat bukti tersebut harus
dinyatakan telah dikesampingkan;
Menimbang, bahwa Undang-undang Perkawinan Republik Indonesia
mengandung muatan dan cita-cita hukum agar perceraian semaksimal mungkin
dapat diminimalisir, oleh karenanya meskipun telah terbukti tentang adanya
perselisihan antara Penggugat dengan Tergugat, Majelis masih perlu
mendengarkan keterangan saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang
yang dekat dengan kedua belah pihak sebagaimana ketentuan Pasal 76 ayat (1)
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo Pasal 22 (2)
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang
No 1 Tahun 1974;
Menimbang, bahwa Penggugat telah menghadirkan dua orang saksi
masing-masing bernama saksi I dan Saksi II sebagai Ibu Kandung Penggugat
dan sebagai Teman dari Penggugat yang telah menerangkan dibawah
sumpahnya bahwa keadaan rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sejak
tahun 2008 yang lalu sudah tidak harmonis lagi sering terjadi pertengkaran,
bahkan sejak sekitar 2 (dua) tahun yang lalu antara Penggugat dengan Tergugat
telah berpisah tempat tinggal, keluarga Penggugat sudah berupaya untuk
merukunkan Penggugat dengan Tergugat akan tetapi tidak berhasil;
Menimbang, bahwa Tergugat telah menghadirkan dua orang saksi
masing-masing bernama Sulastri sebagai Ibu Kandung dari Tergugat dan Sri
Anggo Sudarto sebagai teman dari orang tua Tergugat telah memberikan
keterangan dibawah sumpahnya yang menerangkan bahwa rumah tangga
Tergugat dengan Penggugat awalnya rukun akan tetapi sejak tahun 2008
Tergugat telah pulang ke rumah saksi sampai dengan sekarang saksi pertama
selaku Ibu kandung Tergugat sudah tidak berusaha merukunkan Tergugat
dengan Penggugat
Menimbang, bahwa pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa;
Menimbang, bahwa dari ketentuan pasal tersebut diatas terlihat bahwa
unsur dari perkawinan adalah ikatan lahir dan batin, apabila salah satu unsur
tersebut sudah tidak ada lagi, maka sebenarnya perkawinan itu sudah pecah;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 2 Kompilasi Hukum Islam
perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau miitsaqon gholiidlon untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah;
Menimbang, bahwa disisi lain perkawinan sendiri adalah merupakan
suatu perbuatan hukum yang mengandung hak dan kewajiban yang berimbang,
hak bagi isteri adalah kewajiban bagi suami begitu pula sebaliknya;
Menimbang, bahwa akan halnya perkawinan antara Penggugat dan
Tergugat dengan melihat fakta-fakta tersebut diatas dimana antara Penggugat
dengan Tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran bahkan sudah
berpisah tempat tinggal, sudah barang tentu masing-masing pihak sudah tidak
dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana layaknya suami isteri;
Menimbang, bahwa selain itu perkawinan dilaksanakan adalah untuk
mentaati perintah Allah dan merupakan ibadah dengan tujuan untuk membentuk
keluarga/rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah;
Menimbang, bahwa Penggugat selama persidangan telah
memperlihatkan sikap dan tekadnya untuk bercerai dengan Tergugat, hal mana
berarti sudah tidak ada keinginan untuk mempertahankan perkawinannya;
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan Tergugat yang didukung
dengan keterangan saksi-saksi baik yang dihadirkan oleh Penggugat maupun
Tergugat yang bersesuaian keterangannya satu sama lain, Majelis
berkesimpulan bahwa apa yang menjadi tujuan dari perkawinan itu sendiri yaitu
untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah sebagaimana
yang dimaksud dalam surat Al-Rum ayat 21 yang diperjelas oleh pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo pasal 3 Instruksi
Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam tidak dapat terwujud;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim perlu mengetengahkan pendapat dalam
kitab Fiqhus Sunnah Juz II halaman 605 yang berbunyi :
اذاادعت الزوجة اضرارالزج بها بما ال يستطاع معه دوام العسرة بين
امثالهما يجوز لها ان تطلب من القاضى التفريق وحينئذ يطلقهاالقاضي طلقة
بائنة اذاثبت الضرروعجزالقاضي عن االصالح بينهما
Artinya : "Jika istri menuduh suaminya telah menyengsarakan dirinya dengan
sesuatu yang menyebabkan tidak dapat diteruskannya kelangsungan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pergaulan suami istri, maka istri boleh menuntut ke pengadilan untuk
diceraikan. Saat itu juga Hakim dapat menjatuhkan talak satu bain jika
memang tuduhan itu terbukti dan Hakim tidak berhasil mendamaikan
keduanya;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas, terbukti bahwa rumah tangga Penggugat dengan Tergugat sudah pecah
dan mengakibatkan antara keduanya tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi
dalam rumah tangga dan mempertahankan rumah tangga yang demikian adalah
lebih banyak madlaratnya dari pada manfaatnya.
Menimbang, bahwa Majelis Hakim tidak lagi memperhatikan siapa yang
menjadi penyebab terjadinya perselisihan melainkan cukup berupaya memeriksa
pembuktian akan terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut
sebagaimana maksud dari Yurisprudensi Mahkamah Agung RI. No. 38K/
AG/1990 tanggal 22 Agustus 1991 dan No. 266K/AG/1993 tanggal 25 Juni 1994,
dengan kaidah “jika alasan perceraian telah terbukti, hal ini semata-mata
ditujukan kepada perkawinan itu tanpa mempersoalkan siapa yang salah”;
Menimbang, bahwa dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan
tersebut diatas permohonan Penggugat cukup beralasan dan terbukti menurut
hukum sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 jo. Pasal 116 huruf (f) Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam dengan menjatuhkan talak satu bain sughro Tergugat
terhadap Penggugat
Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya selain mengajukan
gugatan cerai terhadap Tergugat, Penggugat juga telah mengajukan gugatan
tetang akibat perceraian yaitu sebagai berikut :
1. Menetapkan Hak Pemeliharaan/Pengasuhan dan Hak Perwalian atas
anak-anak Penggugat dan Tergugat yang bernama Reyhan Dahananto
Ariyadi, Rannafi Pawitra Ariyadi, Raina Nabila Ariyadi kepada Penggugat
sebagai ibu kandungnya;
2. Menghukum Tergugat untuk memberikan Biaya Hadhanah dan nafkah
kepada anak-anak sebesar Rp 12.000.000 (dua belas juta Rupiah) per-
bulan setiap tanggal 1 pada bulan tersebut dengan pertambahan nilai
sebesar 10 % (sepuluh persen) setiap tahunnya, serta juga berkewajiban
untuk menanggung seluruh biaya kesehatan dan pendidikan yang
diperlukan oleh anak-anak, sejak terjadinya perceraian sampai dengan
dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id3. Menghukum Tergugat untuk memberikan Nafkah Madhiyah (masa
lampau) selama 9 (sembilan) bulan kepada Penggugat sebesar Rp
81.000.000 (delapan puluh satu juta Rupiah) dengan perincian sebesar
Rp 9.000.000 (sembilan juta Rupiah) setiap bulannya, yang diberikan
secara tunai dan sekaligus selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
sejak putusan perkara ini diucapkan;
4. Menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah Mut'ah kepada
Penggugat sebesar Rp 10.000.000 (sepuluh juta Rupiah) yang diberikan
secara tunai dan sekaligus selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
sejak putusan perkara ini diucapkan;
5. Menghukum Tergugat untuk memberikan biaya Nafkah Penghidupan
untuk Penggugat sebesar Rp 4.000.000 (empat juta Rupiah) per-bulan
setiap tanggal 1 pada bulan tersebut dengan pertambahan nilai sebesar
10 % (sepuluh persen) setiap tahun, sampai dengan Penggugat menikah
kembali;
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat tentang perceraian
telah dikabulkan, maka Majelis Hakim selanjutnya akan memper timbangkan
gugatan Penggugat tentang akibat perceraian sebagaimana tersebut diatas,
sebagai berikut :
1. Tentang hak hadlonah dan hak perwalian anak :
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut Majelis
Hakim terlebih dahulu mempertimbangkan bahwa hadlonah dengan perwalian
adalah dua permasalahan yang berbeda baik dari segi definisi maupun aturan
hukumnya;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan Pemeliharaan anak atau
hadlonah sebagaimana ketentuan Pasal 1 huruf (g) Instruksi Presiden No. 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam adalah kegiatan mengasuh,
memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri. Dan
aturan hukumnya termuat dalam Bab XIV Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam dari Pasal 98 sampai dengan Pasal 106,
sedangkan yang dimaksud dengan Perwalian sebagaimana ketentuan Pasal 1
huruf (h) Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk melakukan sesuatu
perbuatan hukum sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang
tidak mempunyai orang tua atau kedua orang tua atau orang yang masih hidup,
tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Dan aturan hukumnya termuat dalam
Bab XV Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
dari Pasal 107 sampai dengan Pasal 112;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat maksud
dari gugatan Penggugat adalah tentang Pemeliharaan anak atau hadlonah
bukan tentang perwalian anak, karena sampai saat ini baik Penggugat maupun
Tergugat sebagai orang tua belum ada Putusan Pengadilan yang menetapkan
bahwa Penggugat atau Tergugat telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua
(dinyatakan tidak cakap melakukan suatu perbuatan hokum). Sebagaimana
termuat dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan “Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang
tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya”;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut Tergugat telah
memberikan jawaban bahwa Tergugat keberatan apabila anak-anak Tergugat
dengan Penggugat ditetapkan berada dalam pemeliharaan atau hadhonah
Penggugat, dengan alasan sebagaimana termuat dalam jawabannya angka 18
dan 19 yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penggugat sebelum gugatan perceraian diajukan sudah merampas hak-
hak anak, anak-anak dikekang dan tidak diperbolehkan berhubungan
dengan keluarga Tergugat;
2. Penggugat sampai saat ini masih senang dengan dunia gemerlap,
berjoget di discotik, merokok dan minum-minuman dengan melampirkan
bukti T-2.1 s/d T-2.10;
3. Penggugat bukanlah ibu yang baik dalam mengurus anak anak, selama
ini anak-anak lebih banyak diurus oleh Pembantu dan nenek-neneknya
bersama Tergugat;
Dan oleh karenanya Tergugat mohon agar hak asuh anak ditetapkan kepada
Tergugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan Tergugat yang didukung
bukti P-2a dan P2-b serta keterangan saksi-saksi di persidangan, terbukti bahwa
dalam perkawinan Penggugat dengan Tergugat telah dilahirkan 3 (tiga) orang
anak, yang masing-masing diberi nama : anak laki-laki, lahir di Los Angeles
Amerika Serikat, pada tanggal 06 April 1999, anak , laki-laki, lahir di California
Amerika Serikat, pada tanggal 1 Agustus 2001 dan anak , perempuan, lahir di
Jakarta tanggal 21 Juli 2007;
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan dari Tergugat yang didukung
dengan keterangan saksi-saksi di persidangan terbukti bahwa saat ini (2) dua
orang anak Penggugat dengan Tergugat yang masing-masing bernama anak
dan anak berada bersama Penggugat sedangkan anak yang bernama anak
berada bersama Tergugat;
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa untuk menambah keyakinan Majelis Hakim dalam
pemeriksaan perkara ini maka Majelis Hakim telah memerintahkan kepada
Penggugat dan Tergugat untuk menghadirkan anaknya yang saat ini ada
bersamanya untuk didengar keterangannya;
Menimbang, bahwa Penggugat telah tidak menghadirkan 2 (dua) orang
anak yang pada saat ini berada padanya sehingga Majelis Hakim tidak bisa
mendengar keterangannya;
Menimbang, bahwa Tergugat telah menghadirkan anak yang pada saat ini
ikut bersamanya yang bernama anak , dan telah didengar keterangannya;
Menimbang, bahwa atas pertanyaan Majelis Hakim anak tersebut
menyatakan akan ikut dengan Tergugat sebagai Ayahnya apabila terjadi
perpisahan antara kedua orang tuanya, dengan alasan lebih nyaman ikut
dengan Tergugat karena selama ikut dengan Penggugat apabila terjadi
pertengkaran dengan kakaknya dia yang selalu disalahkan baik oleh Penggugat
maupun oleh orang-orang yang berada di rumah Penggugat;
Menimbang, bahwa Pasal 41 huruf (a) Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Pasal 2 huruf (b) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, mengacu kepada asas yang sama yaitu semata-
mata berdasarkan kepentingan anak. Oleh karenanya untuk menentukan siapa
yang mendapat hak pemeliharaan anak/hadlonah bukan dilihat dari siapa yang
paling berhak diantara Penggugat sebagai Ibunya atau Tergugat sebagai
Ayahnya, melainkan harus dilihat faktanya ikut dengan siapa anak akan lebih
nyaman. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi No. 110 K/AG/2007 tanggal 07
Desember 2007 dengan kaidah hukum “pertimbangan utama dalam masalah
hadlonah (pemeliharaan anak) adalah kemaslahatan dan kepentingan si
anak, bukan semata-mata yang secara normatif paling berhak. Sekalipun si
anak belum berumur 12 tahun (mumayyiz)”;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
Majelis menetapkan 2 (dua) orang anak Penggugat dengan Tergugat yang
masing-masing bernama : anak laki-laki, lahir di Los Angeles Amerika Serikat,
pada tanggal 06 April 1999 dan anak , perempuan, lahir di Jakarta tanggal 21
Juli 2007, berada di bawah pemeliharaan/hadlonah Penggugat sebagai ibu
kandungnya. Sedangkan anak yang bernama anak , laki-laki, lahir di California
Amerika Serikat, pada tanggal 1 Agustus 2001 berada di bawah pemeliharaan/
hadlonah Tergugat sebagai Ayah kandungnya;
Menimbang, bahwa Pasal 45 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan menjelaskan bahwa :
1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaik-baiknya;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku
terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus;
Menimbang, bahwa dengan memperhatikan Pasal tersebut dengan
terputusnya perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat bukan berarti
memutuskan tali silaturahmi Penggugat dan Tergugat dengan anak-anak yang
telah Allah amanahkan kepadanya, karena kewajiban Penggugat dengan
Tergugat untuk mendidik dan memelihara anak-anak tersebut masih melekat
terus sampai anak-anaknya mandiri;
Menimbang, bahwa dengan demikian meskipun anak yang bernama anak
telah ditetapkan berada dibawah pemeliharaan/hadlonah Penggugat sebagai
Ibunya, dan anak yang bernama anak telah ditetapkan berada dibawah
pemeliharaan/hadlonah Tergugat sebagai Ayahnya, Penggugat dan Tergugat
mempunyai hak yang sama dalam mendidik, memberi perhatian dan kasih
sayang terhadap ketiga orang anak tersebut, oleh karenanya baik kepada
Penggugat maupun Tergugat Majelis Hakim memerintahkan agar memberikan
kebebasan dan keleluasaan waktu kepada pihak lain dalam mengunjungi untuk
memberikan kasih sayang, mengajak jalan-jalan atau menginap selama tidak
mengganggu pendidikan dan kesehatan dari anak tersebut;
2. Tentang Biaya Hadhanah dan nafkah anak-anak
Menimbang, bahwa Penggugat telah mengajukan gugatan agar Tergugat
memberikan Biaya Hadhanah dan nafkah kepada anak-anak sebesar Rp
12.000.000 (dua belas juta Rupiah) per-bulan setiap tanggal 1 pada bulan
tersebut dengan pertambahan nilai sebesar 10 % (sepuluh persen) setiap
tahunnya, serta juga berkewajiban untuk menanggung seluruh biaya kesehatan
dan pendidikan yang diperlukan oleh anak-anak, sejak terjadinya perceraian
sampai dengan dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);
Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut Tergugat telah
memberikan jawaban bahwa Tergugat keberatan untuk memberikan nafkah anak
sejumlah Rp 12.000.000.- (dua belas juta rupiah) setiap bulannya, karena
Tergugat hanya mempunyai penghasilan setiap bulannya sejumlah Rp
5.000.000.- (lima juta rupiah);
Menimbang, bahwa Penggugat dalam repliknya telah keberatan dengan
kesanggupan dari Tergugat tersebut karena Penggugat mengetahui persis
penghasilan Tergugat jauh diatas jumlah yang disampaikan Tergugat, dengan
alasan sebagai berikut :
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Sebelum terjadi permaslahan dalam rumah tangga Penggugat dan
Tergugat, Tergugat selalu menanggung kebutuhan anak-anak yang
tentunya jauh diatas jumlah tersebut;
• Gaya hidup Tergugat yang Penggugat ketahui cukup mewah, dan bahkan
sering bepergian ke luar negeri;
Menimbang, bahwa bantahan Penggugat tentang penghasilan Tergugat
setiap bulannya tidak didukung dengan alat bukti yang dapat menguatkan
bantahannya sebagaimana ketentuan Pasal 163 HIR, oleh karenanya Majelis
Hakim menolak gugatan Penggugat tentang nafkah anak sejumlah Rp
12.000.000.- (dua belas juta rupiah) setiap bulannya, dan Majelis Hakim akan
mempertimbangkan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa Tergugat dalam Dupliknya menyatakan kalaupun
Tergugat berusaha keras untuk memenuhi tuntutan nafkah untuk anak sesuai
dengan permintaan Penggugat, Tergugat ragu uangnya dipergunakan untuk
keperluan anak-anak melainkan untuk kepuasan Penggugat sendiri mengingat
Penggugat gemar minum-minuman dan bersenang-senang di diskotik;
Menimbang, bahwa Tergugat untuk memperkuat jawabannya telah
mengajukan alat bukti T-3 berupa foto copy slip gaji yang telah dinazegelen
setelah dicocokan sesuai dengan aslinya terbukti bahwa Tergugat sejak bulan
Januari 2010 mempunyai gaji pokok sejumlah Rp 5.000.000.- (lima juta rupiah)
setiap bulannya;
Menimbang, bahwa Pasal 105 huruf 9 (c) Instruksi Presiden No. 1 Tahun
1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dalam hal terjadi perceraian biaya
pemeliharaan anak ditanggung oleh ayahnya;
Menimbang, bahwa Pasal 156 huruf (d) Instruksi Presiden No. 1 Tahun
1991 tentang Kompilasi Hukum Islam menjelaskan “Semua biaya Hadlonah dan
nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-
kurangnya sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21
tahun);
Menimbang, bahwa Allah telah berfirman dalam surat At-Talaq ayat 7
Artinya :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang
Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan
sesudah kesempitan.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas dimana dua orang anak telah ditetapkan berada dalam pemeliharaan
Penggugat maka Majelis Hakim memandang layak dan patut apabila
menghukum Tergugat memberi nafkah untuk kedua orang anak Penggugat
dengan Tergugat yang berada dibawah pemeliharaan/hadlonah Penggugat
sebagai ibunya sejumlah Rp 3.000.000.- (tiga juta rupiah) setiap bulannya diluar
biaya pendidikan dan kesehatan;
Menimbang, bahwa Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan menjelaskan bahwa “Bapak yang bertanggung jawab atas
semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana
bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan
dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut”;
Menimbang, bahwa dengan melihat identitas yang tercantum dalam
gugatan Penggugat serta didukung dengan keterangan saksi dan Replik
Penggugat terbukti bahwa Penggugat selain sebagai ibu rumah tangga
Penggugat juga mempunyai profesi sebagai wiraswasta yang tentunya
mempunyai penghasilan sendiri. Dengan memperhatikan Pasal tersebut diatas
apabila Penggugat merasa jumlah nafkah yang telah ditetapkan Majelis Hakim
kurang mencukupi kebutuhan dari kedua orang anak yang berada dalam
pemeliharaannya, maka Penggugat juga berkewajiban untuk menutupi
kekurangannya tersebut;
3. Masalah Nafkah Lampau (madhiyah)
Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya telah menuntut nafkah
untuk kebutuhan Penggugat dan anak-anaknya yang telah dilalaikan oleh
Tergugat sejak berpisah, yaitu dari bulan Nopember 2008 sampai dengan bulan
Juli 2009 (selama 9 bulan) sejumlah Rp 81.000.000.- (delapan puluh satu juta)
Rupiah dengan perincian Rp 9.000.000,- (sembilan juta) Rupiah setiap bulannya;
Menimbang, bahwa Tergugat dalam jawabannya membantah Tergugat
telah melalaikan kewajibannya, karena selama kepergian Tergugat yang
disebabkan karena sakit serta pengusiran oleh Penggugat, Tergugat
meninggalkan uang dalam tabungan senilai Rp 100.000.000.- (seratus juta)
Rupiah, yang Tergugat berikan kepada Penggugat berupa ATM BCA;
Menimbang, bahwa dalam Repliknya Penggugat telah membenarkan
jwaban Tergugat tersebut akan tetapi uang tersebut juga dipergunakan oleh
Penggugat untuk membayar tagihan telepon seluler Tergugat dan tagihan kartu
kredit Tergugat dengan jumlah yang setara dengan jumlah tersebut diatas, dan
kepergian Tergugat murni atas kemauan Tergugat sendiri bukan karena
pengusiran Penggugat;
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi yang diajukan oleh
Tergugat yang bernama ………… (orang tua Tergugat) dibawah sumpahnya
telah menerangkan bahwa Penggugat melalui telpon mengatakan kepada saksi
telah mengusir Penggugat;
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan Penggugat bahwa Tergugat
ada meninggalkan uang sejumlah Rp 100.000.000.- (seratus juta) rupiah yang
menurut keterangan Penggugat telah dipergunakan untuk keperluan
membayar…………………
Menimbang, bahwa karena perkara ini termasuk bidang perkawinan,
maka sesuai dengan ketentuan pasal 89 ayat (1) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1989 yang telah dirubah oleh Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 maka
biaya perkara ini dibebankan kepada Penggugat;
Mengingat akan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan ketentuan-ketentuan hukum lain yang bersangkutan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menjatuhkan talak satu ba’in sughro Tergugat terhadap Penggugat
3. Menetapkan 2 (dua) orang anak Penggugat dengan Tergugat yang
masing-masing bernama :
3.1. anak laki-laki, lahir di Los Angeles Amerika Serikat, pada tanggal 06
April 1999;
3.2. anak perempuan, lahir di Jakarta tanggal 21 Juli 2007;
berada dibawah pemeliharaan/hadlonah Penggugat sebagai Ibu
kandungnya;
4. Menetapkan seorang anak Penggugat dengan Tergugat yang bernama
anak laki-laki, lahir di California Amerika Serikat, pada tanggal 1 Agustus
2001 berada dibawah pemeliharaan/hadlonah Tergugat sebagai Ayah
kandungnya;
5. Menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah kedua orang anak yang
berada dibawah pemeliharaan/hadlonah Penggugat sejumlah Rp
3.000.000.- (tiga juta) Rupiah setiap bulannya diluar biaya pendidikan dan
kesehatan kepada Penggugat;
6. Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara ini
sebesar Rp. 281.000,- (dua ratus delapan puluh satu ribu rupiah);
7. Menolak gugatan Penggugat untuk sebagian lainnya;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Demikianlah diputuskan dalam permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Agama Jakarta Selatan pada hari Selasa, tanggal 06 Juli 2010
Masehi, bertepatan dengan tanggal 23 Rajab 1431 Hijriyah, oleh Dra. Hj. Ida
Nursaadah, S.H., M.H. sebagai Hakim Ketua Majelis, Dra. Hj. Tuti Ulwiyah,
M.H. dan Drs. Abdurrahim, M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota, pada
hari itu juga penetapan mana diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh
Ketua sidang dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dengan
dibantu oleh Siti Faradila APS, S.HI., selaku Panitera Pengganti, dihadiri oleh
Penggugat dan Tergugat didampingi kuasa hukumnya masing-masing;
HAKIM KETUA,
ttd
Dra. Hj. Ida Nursaadah, S.H., M.H.
HAKIM ANGGOTA HAKIM ANGGOTA
ttd ttd
Dra. Hj. Tuti Ulwiyah, M.H. Drs. Abdurrahim, M.H.
PANITERA PENGGANTI,
ttd
Siti Faradila APS, S.HI.,
Perincian Biaya :
1. Biaya Pendaftaran Rp 30.000.-
2. Biaya administerasi Rp. 50.000.-
3. Biaya Panggilan Penggugat Rp 435.000.-
4. Biaya Redaksi Rp 5.000.-
5. Biaya Materai Rp 6.000.-
J u m l a h Rp. 476.000.-
Untuk salinan sesuai dengan aslinyaAtas permintaan Penggugat/Tergugat Tanggal, ---------------------------------------Oleh Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan
Drs. Ach. Jufri, S.H.
Hal 46 dari 47 hal Put No. 2282/Pdt.G/2009/PAJS
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37