autoregulasi cerebral blood flow

20
Tugas Makalah AUTOREGULASI DAN PENGARUH PCO2 TERHADAP ALIRAN DARAH OTAK Pembimbing : dr.Yahya Ari Pramono, Sp.BS Disusun oleh : Rangga Pragasta SS 2051210020 LAB. ILMU BEDAH RSUD KANJURUHAN KEPANJEN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2012

Upload: agungpratamaputra

Post on 27-May-2017

229 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

Tugas Makalah

AUTOREGULASI DAN PENGARUH PCO2 TERHADAP

ALIRAN DARAH OTAK

Pembimbing :

dr.Yahya Ari Pramono, Sp.BS

Disusun oleh :

Rangga Pragasta SS

2051210020

LAB. ILMU BEDAH RSUD KANJURUHAN KEPANJEN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2012

Page 2: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah bedah saraf dengan judul “

Autoregulasi Dan Pengaruh PCO2 Terhadap Aliran Darah Otak ” tepat pada waktunya.

Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Bedah, untuk

menambah wawasan mengenai penatalaksanaan penyakit di bidang bedah. Penulis menyadari

bahwa penulisan dalam makalah ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran untuk

penyempurnaan semoga telaah ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.

Amin.

Kepanjen, 26 April 2012

Penulis

Page 3: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

BAB I

PENDAHULUAN

Kontinuitas suplai darah ke otak sangat penting agar dapat menjamin stabilitas fungsi

otak. Terhentinya sirkulasi darah dalam 5-10 detik saja akan menghilangkan kesadaran

sedangkan bila lebih dari 3 menit akan terjadi iskemia serebral yang irrepairable di substansia

grisea kortek, nucleus sel basalis sel Purkinye. Perlu diketahui otak adalah organ yang sangat

sensitif terhadap hipoksia, karena konsumsi oksigen otak sangat tinggi dibandingkan organ

lain yaitu (3,3-3,5)cc/100 gram otak/menit.

Dalam waktu satu jam saja sirkulasi otak terhenti seluruh neuron otak akan nekrosis

dan setelah 2 jam akan disusul nekrosis jaringan jantung, ginjal, hati, paru dan terakhir kulit

akan nekrosis setelah beberapa jam atau hari. Glukosa sendiri sebagai sumber energi utama

cadangannya sedikit diotak sedangkan konsumsi glukose otak 5,5 mg/100 gram otak/menit,

sehingga bila terjadi henti sirkulasi akan terjadi hipoglikemia sampai ketingkat yang

irreversible.

Otak sebagai system pada tubuh yang terkompleks dan sangat terorganisasi

menggunakan bagian yang nyata dari aliran darah tubuh. Karena cadangan energi didalam

otak dapat diabaikan, aliran darah yang cukup sangat diperlukan untuk menyediakan substrat-

substrat penghasil energi dan untuk membersihkan produkproduk dari metabolisme sel.

Dengan demikian otak sangat sensitif pada penurunan aliran darah. Berkurangnya aliran

darah yang hebat dapat menyebabkan gejala neurolofis dalam beberapa detik. Gangguan

aliran darah yang kontinyu dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan yan

gireversibel dalam beberapa menit. Otak mempunyai kemampuan yang khas untuk mengatur

aliran darah terhadap aktivitas fungsional dan metabolic (flow metabolism coupling and

metabolic regulation), perubahan pada tekanan perfusi (perssure autoregulation), perubahan

kandungan oksigen atau karbondioksida dari arteri. Selain itu aliran darah otak dapat berubah

melalui pengaruh langsung dari hubungan antara pusat-pusat khusus di otak dan pembuluh

darah (Neurogenic Regulation).

Page 4: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

CEREBRAL BLOOD FLOW (CBF)

Otak menerima suplai darah kira kira 15% dari kardiac output (CO) (volume

semenit). Dalam keadaan istirahat dan kondisi sehat CBF orang dewasa kira kira 45-55

cc/100g otak permenit sedangkan pada anak anak sebesar 105 cc/100 gram otak/menit.

Total blood flow ke otak yang beratnya lebih kurang 1500 g kira kira 750 cc/menit.

Semakin tua semakin rendah CBF umpama pada usia 70 tahun, 58 cc/100g otak permenit

sedangkan pada usia 21 tahun CBF 62 cc/100 gram otak/menit.

Bila CBF menurun < 20 cc/100g otak permenit akan terjadi ischemic EEG, bila

diantara 18-23 maka otak tidak berfungsi namun sewaktu-waktu perfusi meningkat akan aktif

lagi disebut Penlucida tetapi bila CBF< 18 akan terjadi infarct apabila perfusi tidak bisa

ditingkatkan sampai batas waktunya maka disebut Penumbra,semakin rendah CBF semakin

singkat toleransi waktunya.

Bila CBF <15 akan terlihat EEG isoelektrik,absent evoke potensial, posfokreatinin

menurun, laktat meningkat tetapi ATP masih normal. Bila CBF antara 8-10 terjadi kegagalan

metabolisme, Kalium ECF meningkat dan ATP menurun. Bila diantara 6-9 maka Ca masuk

intracelluler.

Faktor-faktor yang mempengaruhi CBF :

A. Perbedaan tekanan pembuluh darah otak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tekanan pembuluh darah otak:

a. Tekanan darah (BP) arteriel:

Dalam keadaan tanpa hipotensi tekanan darah arteriel pengaruhnya sedikit

saja pada CBF, malahan penurunan tekanan sampai 60-70 mmHg tak mempengaruhi CBF.

Hal ini disebabkan adanya autoregulasi cerebral yang mekanismenya hingga saat ini masih

belum jelas. Begitupun Bayliss(1902) mengemukakan bahwa adanya pengaruh langsung

tekanan pada otot-otot polos cerebrovaskular sedangkan Lassen (1959) berpendapat bahwa

Pco2 dalam brain tissue sebagai faktor pengaturnya.

Yang dimaksud dengan autoregulasi cerebral ialah kemampuan otak mempertahankan

CBF dalam batas-batas normal dalam menghadapi tekanan perfusi cerebral(CPP) yang

berubah. Tekanan perfusi cerebral adalah selisih tekanan arteri rata rata(saat masuk) dan

Page 5: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

tekanan vena rata-rata (saat keluar) pada sinus sagitalis lymph/cerebral venous

junction,secara praktis.

CPP adalah selisih tekanan arteri rata rata (mean arterial pressure (MAP) dan tekanan

intracranial rata rata (Intracranial Pressure) (ICP) yang diukur setinggi foramen monroe.

CBF = CPP / CVR

CPP = MAP - ICP

CBF = MAP - ICP

CVR

CBF : Cerebral Blood Flow

CPP : Cerebral Perfussion Pressure

MAP : Mean Arterial Preassure

ICP : Intra Cranial Pressure

CVR : Cerebro Vaskular Resistance

Karena CPP = MAP - ICP maka CPP akan menurun bila MAP turun atau ICP naik.

CPP normal antara 80-90 mmHg. Bila CPP turun50 mmHg terlihat EEG melambat, bila CPP

< 40 mmHg maka EEG mendatar terjadi iskemia yang reversibel atau irreversibel tetapi bila

CPP< 20 mmHg akan timbul iskemia cerebral yang irreversibel. Biasanya autoregulasi akan

dapat mempertahankan CBF selama MAP antara 50-150 mmHg. Artinya bila MAP turun

oleh kontraksi otot-otot polos dinding serebrovaskular sebagai respons adanya perubahan

tekanan intra mural akan terjadi vaso serebral dilatasi sebaliknya bila MAP naik akan terjadi

vasocerebral konstriksi selama MAP antara 50-150 mmHg.

Bila MAP turun dibawah 50 mmHg walau dilatasi maksimal CBF akan mengikuti

CPP secara pasif sehingga terjadi iskemia otak. Dan sebaliknya bila MAP diatas 150 mmHg

maka biarpun kontriksi maksimal akan dirusak sehingga CBF akan naik dengan tiba tiba

dapat merusak blood brain barrier (BBB) dan terjadi odema otak bahkan perdarahan otak.

Beberapa keadaan merubah atau menghilangkan autoregulasi ini misal hipertensi kronis dapat

merubah batas atas autoregulasi bergeser kekanan sehingga sudah terjadi iskemia pada

tekanan darah yang dianggap normal pada orang normal.

Iskemia serebral, infarct, trauma kepala, hipoksia, hiperkarbia berat,obat anestesia

inhalasibisa menghilangkan autoregulasi otak. Bila autoregulasi otak hilang maka CBF

tergantung pada tekanan darah sehingga penurunan CPP akan menurunkan CBF.

Page 6: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

b.Tekanan vena :

Pengaruh tekanan dalam vena-vena besar biasanya tidak berarti, bahkan pada gagal

jantung kongestif. Mayer(1954) membuktikan bahwa tidak ada perubahan CBF bila tekanan

jugularis interna dinaikkan sampai 23 cmH2O pada manusia .

B. Tahanan dalam pembuluih darah otak (cerebro vascular resistance (CVR).

Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi CVR:

a. Kontrol Kimiawi:

PaCO2 satu satunya faktor yang sangat penting mengontrol CBF. Ini disebut CO2

reactivity artinya perubahan PaCO2 akan merubah CBF dimana bila PaCO2 naik, CBF naik

& sebaliknya. Inhalasi 7% CO2 dapat menaikkan CBF sampai 100%. Sedangkan hyperven

tilasi sampai PaCO2 26 mmHg dapat menurunkan CBF sampai 35% (Ketty &Smith 1948).

Dalam keadaan dianestesi,anjing yang normotensi, perubahan CBF maksimum

dicapai oleh variasi PaCO2 antara 20-90 mmHg,diluar batas ini perubahan PaCO2 tak akan

menimbulkan perubahan CBF lebih lanjut. Harper dan Glass(1965) juga menunjukkan bahwa

respons terhadap CO2 berkurang dalam keadaan hipotensi dan menghilang bila tekanan darah

sistemik turun sampai 50 mmHg. Demikian juga Lennox dan Gibb (1932) membuktikan

bahwa respons terhadap CO2 menurun dalam keadaan hipoksemia.

Dalam range PaCO2 diantara 20 -80 mmHg kenaikan PaCO2 1 mmHg akan

menaikkan CBF 2cc/100gram jaringan otak. Dan laporan lain setiap kenaikan PaCO2 1 mmg

diantara PaCO2 25-80 mmHg menaikkan CBF kira kira 4% (0,95- 1,75)cc/100 gram otak

menit. Jika dibandingkan dengan keadaan normokapnia maka CBF 2xlipat pada PaCO2 80

mmHg dan setengahnya pada PaCO2 20 mmHg. Perubahan CBF hanya sedikit dibawah

PaCO2 25 mmHg maka hindari excessive hiperventilasi karena akan menyebabkan iskemia

cerebri. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa kadar CO2 dalam darah merubah pH ECF

yang merubah tonus otot-otot polos arteriole cerebral.

Konsentrasi CO2 dan ion bikarbonat dalam cerebro spinal fluid (CSF) (LCS)

menentukan pH ECF. Konsentrasi CO2 di arteri terutama tergantung pada PACO2(respirasi)

sedangkan konsentrasi ion bikarbonat sehubungan proses metabolisme otak. Bila PaCO2

normal maka perubahan pH sedikit sekali pengaruhnya pada CBF. Walaupun perubahan CBF

bisa ditimbulkan oleh perubahan pH arteriel dimana alkalosis membuat vasocerebral

konstriksi dan asidosis membuat vasodilatasi namun Haper&Bell 1963 membuktikan tidak

ada perobahan CBF regional pada anjing-anjing bila PaCO2 dijaga konstant, selama infus

dengan bikarbonat dan asam laktat.

Page 7: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

Dalam area otak yang terganggu oleh trauma,iskemia, bisa terjadi gangguan

autoregulasi dan CO2 reactivity sekaligus hingga CBF benar benar tergantung CPP disebut

cerebral vasoparalise. Bila tekanan perfusi cukup maka aliran darah akan meningkat kedaerah

yang hilang autoregulasi dan CO2 reactivity disebut Luxury perfussion. Tetapi sebaliknya

bila terjadi hipotensi akan terjadi iskemia berat dalam waktu yang singkat. Bila terjadi

vasodilatasi umum diotak maka terjadi pencurian CBF dari daerah vasoparalise masuk

kedaerah otak yang normal disebut intracerebral steal.Umpama dalam kondisi hiperkarbi.

Sebaliknya dalam kondisi hipokarbia (hiperventilasi) atau obat yang membuat vasocerebral

konstriksi seperti penthortal maka CBF akan memasuki daerah vasoparalise disebut Inverse

Intracerebral steal (fenomena Robinhood mencuri harta orang kaya diberikan ke si miskin).

Oksigen sendiri mempunyai effek vasokonstrisi cerebrovascular. Bila PaO2 menurun

sedangkan PaCO2 tetap, CBF tidak terpengaruh sampai PaO2 turun dibawah 50 mmHg atau

ada yang melaporkan dibawah 40 mmHg. Hipoksia menyebabkan penumpukan asam

metabolit dalam ECF yang mengelilingi arteriole cerebral dan bisa menyebabkan vasodilatasi

namun alkalosis pada ECF oleh karena hiperoksia tidak akan menyebabkan vasokonstriksi

cerebral. PaO2 diatas normal akan menurunkan CBF karena pada saat yang sama terjadi

penurunan PaCO2. Tetapi PaO2 disarankan tidak melebihi 200 mmhg pada operasi otak.

b.Kontrol neurologik:

Sokoloff & Ketty 1960 meneliti tak ada pengaruh lansung autonomic nervus

system(ANS) pada pembuluh darah otak begitupun peneliti lain mengatakan ada

pengaruhnya tetapi tak lebih dari 5-10%. Dimana perangsangan simpatis menyebabkan

vasokonstriksi sementara perangsangan parasimpatis menyebabkan vasodilatasi.

c. Tekanan intra kranial (ICP)

Pada kenaikan ICP mencapai 500 mmH2O tidak akan merubah CBF oleh kenaikan

yang sama tekanan arteriel tetapi diatas level ini terjadi penurunan CBF yang drastis.

d. Viskositas darah:

Polisitemia akan menurunkan CBF sampai 50% sebaliknya anemia gravis malah CBF

sangat meninggi.Dehidrasi dengan Ht meningkat CBF akan menurun sementara hemodilusi

hipervolemi CBF meningkat.

e. Temperatur

Menurut penelitian(Rosomoff dan Holaday 1954) dan (Kleinerman & Hopkins 1955)

anjing-anjing yang suhu tubuhnya turun maka CBF maupun Cerebral Metabolic Rate (CMR)

Page 8: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

akan menurun. Menurut Rosomoff 1956 setiap penurunan suhu tubuh satu derajat akan

menurunkan 6-7% CBF. Pada suhu 28 derajat celcius penurunan CBF sebesar 50%.

Kleinerman dan Hopkins melaporkan bahwa pada suhu antara 22-27 derajat Celcius

penurunan CBF melampaui penurunan CMRO2. Akan tetapi Rosomoff dan Holaday anjing

anjing yang diturunkan suhunya sampai 26 C terjadi penurunan paralel CBF dan CMRO2.

Dalam praktek klinis ini sangat luas dan berhasil dipakai untuk mencegah kerusakan otak

selama prosedur operasi tertentu.

Karena hipotermi yang berat sampai 29 derajat C saja banyak menimbulkan efek

samping maka saat ini disarankan menurunkan sekitar 2-3 derajat saja sudah cukup memberi

proteksi otak. Bagaimana hipotermi bisa mengurangi akibat iskemia cerebri masih belum

jelas diduga disamping menurunkan CMR adanya perubahan sintese protein, permeabelitas

BBB dan ion reaksi radikal bebas dan membran lipid dan lain-lain. Sebaliknya kenaikan suhu

tubuh tidak menaikkan CBF.

AUTOREGULASI

Yang dimaksud autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap

kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran

darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah. Dengan

pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak dimaksudkan untuk

melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi.

Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan. Bila TD turun, terjadi

vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran darah otak

masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure (MAP) 60–70 mmHg. Bila MAP turun

dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah

untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila mekanisme ini gagal, maka dapat

terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkope.

Autoregulasi otak ini kemungkinan disebabkan oleh mekanisme miogenic yang

disebabkan oleh stretch receptors pada otot polos arteriol otak, walaupun oleh Kontos dkk.

Mengganggap bahwa hipoksia mempunyai peranan dalam perubahan metabolisme di otak.

Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan TD yang cepat sampai batas hipertensi, masih

dapat ditolelir. Pada penderita hipertensi kronis, penyakit cerebrovaskular dan usia tua, batas

ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva, sehingga

pengurangan aliran darah terjadi pada TD yang lebih tinggi. Straagaard pada penelitiannya

Page 9: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada 13 penderita hipertensi tanpa pengobatan

dibandingkan dengan 73 mmHg pada orang normotensi. Penderita hipertensi denga

pengobatan mempunyai nilai diantar group normotensi dan hipertensi tanpa pengobatan dan

dianggap bahwa TD terkontrol cenderung menggeser autoregulasi kearah normal. Dari

penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun hipertensi, ditaksir bahwa

batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira 25% dibawah resting MAP. Oleh

karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi, pengurangan MAP sebanyak 20–25% dalam

beberapa menit/jam, tergantung dari apakah emergensi atau urgensi penurunan TD pada

penderita aorta diseksi akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam

tempo 15–30 menit dan bisa lebir rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya.

Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan

infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat

(6 – 12 jam) dan harusdijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 – 180/100 mmHg.

Ada 2 teori mengenai autoregulasi ADO :

1. Teori metabolik regulation

Dalam keadaan normal, aliran darah otak sangat disesuaikan dengan tingkat

kebutuhan otak pada oksigen dan glukosa. Penyesuaian ini disebut sebagai flow metabolism

coupling atau metabolic regulation. Aktivitas tingkah laku seperti berbicara atau pergerakan

anggota tubuh menyebabkan penyesuaian kenaikan local kebutuhan glukosa dan aliran darah

pada daerah otak yang menangani fungsi ini. Pada saat kejang, kebutuhan glukosa dan aliran

darah dapat meningkat hingga 200-300%. Sebaliknya bila tingkat metabolisme otak

berkurang seperti pada saat koma atau anestesia barbiturat dapat dibuat suatu penurunan yang

disesuaikan. Suhu tubuh pun mempunyai efek yang penting, karena kebutuhan glukosa

sebagaian besar daerah SSP berubah lebih kurang 5-10% untuk setiap perubahan 1 derajat

celcius.

Pada tahun 1890, Roy dan Sherington mengajukan bahwa otak mempunyai

mekanisme intrinsic yang mengatur suplai vaskuler, sehingga dapat berubah secara lokal

terhadap perubahan lokal dari aktivitas-aktivitas fungsional. Sokoloff mengembangkan C

dexoyglucose autoradiografic method untuk mengatur kebutuhan glukosa sehingga regulasi

metabolik dapat terkonfirmasi. Silver melaporakan bahwa aliran darah lokal meningkat

dalam satu detik setelah aktivitas neuronal dimulai. Peningkatan aliran darah pada penelitian

ini sangat vocal dan terjadi pada 250 mikron dari daerah eksitasi neuronal, mendukung bahwa

Page 10: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

perkusi secara tepat diatur pada tingkat mikrovaskuler. Telah pula ditunjukan bahwa pada

peningkatan regional dari kebutuhan glukosa, konsumsi oksigen dan aliran darah, dan telah

pula dipercaya bahwa hasil kimiawi dari metabolisme memediasi respon ini.

a. Perubahan pH ekstra selular mungkin merupakan mekanisme dimana metabolisme

mempengaruhi aliran darah pada daerah dengan metabolisme yang meningkat. Penurunan

pH menyebabkan vasodilatasi local, kemungkinan dengan berubahnya permeabilitasi

membran atau fungsi resptor.

b. Perubahan pada kalium ekstra seluler terjadi pada neuroktivasi. Pemberian ion K secara

tropical memerlukan arteriola pia otak berdilatasi yang sesuai dengan konsentrasi yang

diberikan.

c. Adenosine, yang dihasilkan dari degradasi ATP melalui reaksi 5’ nucleotidase, merupakan

fasilidator kuat. Peningkatan adenosine yang cepat dan nyata terjadi pada peningkatan

aktivitas metabolic otak, hipotensi, hipoksi dan kejang. Agar adenosine berlipat 25 detik

setelah iskemi dan meningkat 6 kali setelah hipoksi pada aliran darah otak mulai meningkat

secara nyata. Pemberaian preparat ini secara intravena atau intraserebral menyebabkan

peningkatan aliran darah selain itu beberapa subtipe dari resptor adenosine dapat ditemukan

pada SSP termasuk pada pembuluh darah mikro.

d. Prostaglandin merupakan turunan arachidonic acid, merupakan vasokonstriktor yang kuat

pada konsentrasi yang rendah.

e. Bukti-bukti terbaru menunjukan bahwa Nitric oxyde (NO) merupakan suatu mediator

penting dalam pengaturan sirkulasi otak. Persenyawaan ini disintesis dari L- arginine oleh

enzim Nitric oxyde Synthase, mempunyai waktu paruh beberapa detik dan didistribusikan

secara nyata diseluruh bagian otak. Secara khusus nitrat oksida disintesis oleh endothelial

cells perivascular nervefiber dan astrocytic foot processes karena begitu dekatnya lokasi ini

dengan pembuluh darah otak, nitrat oksiada dapat menghasilkan efek serebrovaskuler yang

cepat. NO menyebabkan vasorelaksasi . NO merupak suatu messenger yang terlibat pada

aktivitas SSp dan memenuhi berbagai kriteria yang dibutuhkan untuk dapat diklasifikasikan

sebagai suatu neurotransmitter. Walaupun riset mengenai NO relatif baru, tampaknya

molekul ini memainkan peranan penting pada regulasi aliran darah, terutama karena efeknya

yang cepat dan paruh waktu yang pendek serta keterikatannya yang integral pada aktivitas

seluler.

Page 11: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

2. Pressure Autoregulation

Cerebral autoregulation menunjukan dipertahankannya suatu aliran darah otak yang

relatif konstan walaupun terjadi variasi pada cerebral perfusion pressure (CPP). Respon

fisiologis ini berfungsi untuk melindungi otak dari efek yang merugikan (yaitu iskemi atau

hiperemi) karena perbedaan tekanan perfusi yang besar. Dalam pengertian yang sangat tegas

autoregulasi hanya digunakan untuk respon cerebrovasculer terhadap perubahan CPP dan

kadang-kadang secara khusus disebut sebagai pressure autoregulation.

Otak manusia mampu untuk mempertahankan aliran darah yang konstan walaupun

terdapat fluktuasi pada Mean Arterial Pressure (MAP) antara 60-160 mmHg. Letak anatomis

yang tepat yang memediasi pressure autoregulation belum diketahui tetapi beberapa bukti

menunjukan mikrosirkulasi. Diluar kedua nilai ambang batas, aliran darah otak sesuai dengan

perubahan MAP. Dibawah nilai ambang bawah, pembuluh darah otak berdilatasi maksimal

dan aliran secara pasif mengikuti MAP. Diatas nialai ambang atas, peningkatan percusion

pressure secara langsung direfelsikan oleh peningkatan aliran.

Mechanism Of Autoregulation

Terdapat 3 mekanisme yang berbeda, yang diajukan sebagai yang bertanggung jawab

pada respon crebrovasculer terhadap perubahan tekanan perfusi.

1. Myogenic theory : perubahan tekanan intravaskuler mengubah strecth forces pada

vaskuler smooth muscle cell dan sel ini secara intrinsic berkontraksi dan membesar sebagai

respons terhadap berbagai tingkatan strecth.

2. Neurogenic theory : menyatakan bahwa pusat otak yang spesifik mempunyai hubungan

arteri lansung dan tidak langsung dan respon vaskuler dimediasi melalui hubungan ini

3. Metabolic theory : mengusulkan bahwa hasil metabolisme otak mengatur pressure

autoregulation.

Myogenic response secara keseluruhan berhubungan dengan perubahan pada tekanan

perfusi dan merupakan teori yang didukung dengan baik oleh bukti-bukti terbaru. Yang jelas

ketiga teori ini tidaklah berdiri sendiri karena pressure autoregulation merupakan suatu

proses dinamis, sehingga dapat menyebabkan serangkaian kombinasi dari berbagai

mekanisme. Sebagai contoh : komponen permulaan yang diberikan pengaturan kasar dari

aliran, bisa meruopakan Myogenic karena dilatasi atau kontraksi smooth, muscle, terjadi

hampir simultan dengan perubahan tekanan perfusi. Respon ini dapat diikuti oleh pengaruh

neurogenic, karena suatu masa laten yang khas sekitar 10-15 detik diperlukan oleh

neurocirutry untuk menyesuaikan responnya. Terakhir, mungkin metabolic mechanism, yang

Page 12: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

mempunyai onset yang lebih lambat dan penyelesaiannya lambat, yang mengatur komponen

dari respon autoregulation.

Effect Of Arterial Blood Gases Carbon Dioxide

Perubahan pada P CO2 arteri secara nyata mengubah aliran darah otak. Efek yang

cepat dapat dijelaskan karena difusi segera dari CO2 melalui BBB. Hiperkapnia menginduksi

dilatasi arteri pia, meningkatkan aliran darah otak,sedangkan hipokapnia mengurangi aliran

darah melalui vasokontruksi.

Dengan P CO2 25-60 mmHg aliran darah otak berubah + 3% untuk setiap Pa CO2.

Nilai P CO2 lebih besar dari 60-80 mmHg tidak dapat menyebabkan penigkatan aliran darah,

kemungkinan karena pembuluh darah otak telah berdilatasi maksimal.Berkurangnya Pa CO2

menyebabkan penurunan aliran, tetapi tidak pada tingkatan yang sama seperti peningkatan

yang dinduksi oleh hiperkenia karena efek vasokontriksi dari hipokapnia yang hebat sebagian

dilawan oleh Vasodilatasi dari penurunan suplai oksigen ke jaringan.

Oxigen

Tingkat P O2 arteri mempunyai efek yang kurang dibandingkan dengan P CO2.

Perubahan moderat diluar batas fisiologis normal tidak mengubah aliran darah otak. Tetapi

bila Pa CO2 berkirang dibawah 60 mmHg, aliran darah meningkat sesuai dengan hipoksemia.

Tingkat P O2 yang diatas normal dapat menginduksi vasokontriksi dan menurunkan darah

aliran otak, bila kadar otak CO2 dipertahankan konstan.

Pengaturan PaO2 dan PaCO2

Sistem saraf mengatur kecepatan ventilasi alveolus hampir tepat seperti permintaan

tubuh, sehingga tekanan oksigen (PaO2) dan tekanan karbondioksida (PaCO2) darah hampir

tidak berubah dalam keadaan normal. Hal tersebut disebabkan karena adanya suatu “sensor

oksigen” yang memberitahu tubuh kapan oksigen diperlukan dan berapa banyak yang

diperlukan. Sensor oksigen tersebar di seluruh sel-sel tubuh dalam bentuk mitokondria

sehingga keperluan oksigen akan sangat terpantau dengan adanya sensor oksigen tersebut.

Selain itu glomus karotikus dan aortikus, suatu komoreseptor perifer yang bekerja akibat

perubahan kadar oksigen di dalam arteri juga memberi andil dalam pengaturan PaO2 dan

PaCO2 tersebut.

Page 13: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

Pengaturan PaO2 dan PaCO2 yang utama dilakukan oleh pusat pernafasan yaitu

sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak bilateral di dalam substansia retikularis

medulla oblongata dan pons.

Selain pusat pernafasan, terdapat pula faktor humoral yang mengatur PaO2 dan PaCO2

ini. Konsentrasi ion hidrogen merupakan perangsangan utama untuk merangsang neuron-

neuron di pusat pernafasan. Demikian pula dengan karbon dioksida. Peningkatan kadar

karbon dioksida akan meningkatkan kadar ion hidrogen karena karbon dioksida akan

bergabung dengan air untuk membentuk asam karbonat yang akan berdisosiasi menjadi ion

hidrogen dan ion bikarbonat; sehingga baik itu karena peningkatan ion hydrogen atau

peningkatan kadar karbondioksida yang secara tidak langsung akan meningkatkan kadar ion

hidrogen.

Keadaan tersebut akan merangsang neuron-neuron di pusat pernafasan dengan

cara: difusi langsung karbon dioksida dan ion hidrogen dari darah ke dalam pusat pernafasan

dan perubahan konsentrasi ion hidrogen dalam cairan serebrospinal yang mengelilingi batang

otak.

Pada keadaan trauma atau cedera, khususnya cedera kranioserebral sekunder, akan

diproduksi sitokin atau interleukin, dan glutamat yang menyebabkan terjadinya proses

inflamasi yang akan merusak mitokondria di dalam sel. Akibat kerusakan tersebut PaO2 dan

PaCO2 arteri akan berubah dikarenakan sistem yang mengaturnya (oksigen sensor)

mengalami kerusakan. Terlebih lagi proses cedera kepala tersebut juga mengenai pusat

pernafasan di pons dan medulla oblongata sehingga tidak saja pengaturan secara selulernya

yang rusak namun juga pengaturan pusatnya juga rusak. Dari beberapa kepustakaan yang

didapat, dikatakan bahwa puncak perburukan dari perubahan PaO2 dan PaCO2 pada pasien-

pasien cedera kranioserebral berat adalah 8 - 12 jam setelah onset, dimana tercatat 68 – 82 %

pasien cedera kranioserebral berat mengalami perubahan PaO2 dan PaCO2 pada masa 8 – 12

jam setelah onset , teori yang diberikan untuk pernyataan tersebut adalah bahwa pada saat itu

tubuh masih mengadakan kompensasi terhadap setiap perubahan yang terjadi termasuk

kompensasi dari sistem pernafasan . Hal tersebut terbukti bahwa diluar waktu 12 jam setelah

onset , hanya terjadi 10 – 20 % perubahan PaO2 dan PaCO2 . Kemudian Littlejohn

mengatakan bahwa semakin rendah skala koma Glasgow yang didapat , maka akan semakin

besar perubahan dari PaO2 dan PaCO2 yang terjadi , dimana ia mengasumsikan perubahan

tersebut terjadi sesuai dengan tingkat keparahan cedera yang didapat , hal tersebut diperkuat

oleh van Sabrinks walaupun tidak ada satu penulispun yang memberikan kepastian dari angka

angka yang dicatat.

Page 14: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

Otak dan Tekanan Intrakranial

Otak seorang manusia mempunyai berat antara 1200-1400 gram, dan tersimpan rapat

di dalam rongga kepala. Otak dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan zat-zat makanannya;

diperdarahi oleh dua pembuluh darah besar beserta cabang-cabangnya yaitu pembuluh darah

arteri vertebrobasiler dan arteri carotis internal. Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang

mengalir ke otak (cerebral blood flow) ialah 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per menit.

Jadi jumlah darah untuk seluruh otak yang kira-kira beratnya 1200-1400 gram adalah 700-

840 ml per menit.Otak yang berkedudukan di dalam ruang tengkorak yang solid dan tertutup;

memiliki konsekuensi bahwa volume otak ditambah dengan volume cairan otak dan ditambah

dengan volume darah harus merupakan angka tetap (konstanta). Pernyataan tersebut kita

kenal sebagai hukum Monroe-Kellie dan dengan kalimat sederhana dapat dikatakan bahwa

tekanan yang terdapat di dalam ruang tengkorak (tekanan intrakranial) dipengaruhi dan

dipertahankan oleh ketiga elemen tadi. Hukum tersebut berimplikasi bahwa perubahan

volume salah satu unsur tersebut akan menyebabkan perubahan kompensasi terhadap unsur

lainnya agar tekanan intrakranial dapat dipertahankan. Namun apabila perubahan yang terjadi

tidak dapat dikompensasi oleh salah satu elemen tersebut diatas maka akan terjadi perubahan

tekanan intrakranial.

Pada saat terjadinya perubahan PaO2 dan PaCO2, maka laju aliran darah ke otak juga

akan berubah. Pada PaCO2 yang tinggi dan PaO2 yang rendah akan terjadi vasodilatasi

pembuluh-pembuluh darah intrakranial, sehingga akan meningkatkan laju aliran darah ke

otak, yang akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial karena elemen otak dan

cairan serebrospinal dapat dikatakan tidak memegang peran dalam mekanisme kompensasi

bila terjadi perubahan pada tekanan intrakranial .Sehingga praktis secara tidak langsung,

pengaturan tekanan intrakranial melalui kompensasi terdapat pada pembuluh-pembuluh darah

intrakranial.

Bila terjadi PaCO2 yang rendah dan PaO2 yang tinggi akan menyebabkan laju aliran

darah ke otak berkurang dan pada keadaan yang berlangsung terus menerus dapat

menimbulkan vasokonstriksi yang sangat sehingga menimbulkan iskemik di otak. Selain

PaO2 dan PaCO2 , perubahan tekanan intrakranial melalui mekanisme perubahan laju aliran

darah ke otak juga dapat disebabkan oleh kadar haemoglobin dan hematokrit , dimana

haemoglobin dan hematokrit yang meningkat dapat menyebabkan laju aliran darah ke otak

berkurang , demikian pula sebaliknya, Hsia dan Menzel menyebutkan angka 23 – 46 %

kematian pada cedera kepala berat yang diakibatkan oleh karena perubahan nilai

haemoglobin, demikian pula dengan pH darah , juga mempengaruhi laju aliran darah ke otak

Page 15: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

, karena pada saat terjadi alkalemia maka laju aliran darah ke otak akan berkurang ,

sedangkan bila terjadi asidemia maka aliran darah ke otak meningkat , angka perubahan pH

berkisar pada 38% pada penderita cedera kranioserebral berat.(32,53)

Pada glukosa

,peningkatan yang terjadi akan meningkatkan tekanan intrakranial , walaupun tidak ada angka

yang menyebutkan secara pasti berapa persen kematian yang terjadi pada cedera

kranioserebral akibat peningkatan glukosa.

Patofisiologi Perubahan PaO2, PaCO2 Serta Hubungannya dengan Cedera

Kranioserebral Berat

Seperti sudah disebut di atas, bahwa pada saat terjadinya trauma; maka akan terjadi

cedera primer dan sekunder. Dalam hal ini, seringkali proses akselerasi, deselerasi, dan

puntiran yang terjadi pada kasus-kasus cedera kranioserebral; akan mengganggu pusat

pernafasan di Medulla Oblongata. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila seringkali

ditemukan pasien-pasien cedera kepala datang dengan gangguan pernafasan, yang akan

mengancam oksigenasi otak.

Selain proses primer tersebut, proses sekunder yang terjadi melalui suatu proses

inflamasi, yaitu pelepasan pelepasan sitokin, aspartat, radikal bebas, dan glutamate, akibatnya

akan terjadi kerusakan di mitokondria sel yang akan mengganggu proses respirasi intrasel.

Jadi terganggunya proses respirasi tubuh atau disfungsi pernafasan oleh cedera kranioserebral

ini dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat pernafasan di Medulla Oblongata dan proses

inflamasi yang terjadi seketika setelah cedera kranioserebral.

Dari berbagai keputusan, didapatkan bahwa angka kejadian dari perubahan PaO2 dan

PaCO2 pada cedera kepala berat sangatlah bervariasi , nilainya berkisar antara 30 hingga

84%, angka kematian yang diakibatkan oleh perubahan tekanan gas gas tersebut adalah

berkisar antara 16-30%, dan 10 – 20 % diantaranya melalui mekanisme vasodilatasi dan

peningkatan laju aliran darah ke otak. Perubahan PaCO2 pada penderita cedera kranioserebral

berat sangatlah bervariasi. Namun semua kepustakaan sepakat, bahwa PaCO2 arteri, harus

dijaga dalam ambang batas normal. Apabila PaCO2 meningkat, akan terjadi vasodilatasi

pembuluh darah otak yang menyebabkan peningkatan laju aliran darah ke otak, dan akhirnya

akan terjadi peningkatkan tekanan intracranial. Peningkatan tekanan intrakranial ini dengan

berbagai implikasinya merupakan faktor yang harus dicegah dikarenakan akan memperburuk

hasil keluaran yang ada. Sementara itu, apabila kadar PaCO2 arteri turun terlalu rendah,

melalui mekanisme vasokonstriksi akan menyebabkan spasme pada pembuluh darah otak

Page 16: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

serta mengancam terjadinya iskemik. Weiner mengemukakan bahwa penurunan 1 mmHg

PaCO2 akan menurunkan laju aliran darah ke otak sebesar 2%. Beberapa peneliti memberi

batasan angka kadar PaCO2 normal antara 35-45 mmHg (beberapa penulis menyebut angka

30 mmHg sebagai batas minimal bagi laju aliran darah ke otak yang adekuad) oleh PaCO2

yang melebihi 45 mmHg sudah dapat meningkatkan tekanan intrakranial, karena terjadi

peningkatan aliran darah ke otak sedangkan bila PaCO2 menurun hingga 26 mmHg dan terus

menurun hingga di bawah 25 mmHg, maka CBF akan turun di bawah angka kurang dari 17

mmHg/100 gr/menit (Currie memberikan angka suatu penurunan CBF di bawah 20 cc/100

gr/menit). Selain terhadap laju aliran darah ke otak, PaCO2 pun berpengaruh terhadap tekanan

perfusi otak, karena tekanan perfusi otak dipengaruhi oleh mean arterial blood pressure

dikurangi dengan tekanan intracranial.

Dari kepustakaan, didapatkan keterangan bahwa perubahan PaO2 arteri, tidak

memiliki akibat sebesar perubahan PaCO2 namun mereka pun sepakat untuk menjaga PaO2

tetap dalam ambang batas normal bahkan cenderung tinggi. Apabila PaO2 berada dalam

kadar yang terlalu rendah, maka akan menimbulkan hipoksia yang dapat menyebabkan

vasodilitasi pembuluh darah otak yang akan diikuti oleh peningkatan laju aliran darah ke

otak, dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial. Apabila kadar PaO2

terlalu tinggi, akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah. Winer menyebutkan bahwa

perubahan kadar PaO2 sebanyak 15% persen, hanya akan mengubah sedikit aliran darah ke

otak. Di beberapa kepustakaan disebutkan bahwa sebaiknya kita menjaga PaO2 minimal 100

mmHg, bahkan ada penulis yang memberikan nilai yang lebih tinggi, yaitu berkisar antara

140-160 mmHg. Namun perlu juga diperhatikan , bahwa tubuh seringkali mengadakan

kompensasi tertentu ( pada saat keadaan asidosis / alkalosis baik itu respiratorik maupun

metabolic ) bila telah terjadi perubahan pada status analisa gas darah penderita , sehingga

kadang menyulitkan kita untuk mengetahui apakah nilai dari PaO2 dan PaCO2 yang timbul

merupakan nilai sebenarnya atau nilai yang telah terkompensasi , hal demikian juga timbul

bila terjadi gangguan pada fungsi ginjal dan paru kronis yang akan menyebabkan perubahan

PaCO2 dan PaO2.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui apakah ada suatu

hubungan yang bermakna antara perubahan PaCO2 dengan cedera kranioserebral berat

memberikan beragam hasil, ada yang menyebutkannya terdapat suatu hubungan yang

bermakna, seperti yang dikemukakan oleh Van Sabrinks et al, namun ada beberapa penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Carmona et al, Fandino et al dan Sneider et al menunjukkan

tidak adanya suatu hubungan yang bermakna. Sama halnya terdapat perubahan PaO2 hasil

Page 17: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

penelitian Carmone et al dan Gupta et al, menyatakan tidak terdapat suatu hubungan yang

bermakna antara perubahan PaO2, dengan cedera kranioserebral berat. Hasil tersebut tidak

sesuai dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Fandino et al, Van Sabrinks et al.

Salah satu cara tata laksana untuk mengendalikan peningkatan tekanan intrakranial

adalah dilakukan suatu tindakan penurunan PaCO2, pada fase akut terjadinya trauma.

Penurunan dilakukan hingga mencapai kadar PaCO2 sekitar 20-25 mmHg, yang dikenal

sebagai tindakan hiperventilasi. Penurunan PaCO2 ini akan menyebabkan vasokonstriksi

pembuluh darah otak dan kondisi ini secara langsung akan menyebabkan penurunan laju

aliran darah ke otak; dengan akibat (secara tidak langsung) akan memicu proses iskemik

cerebral .

Hiperventilasi sendiri, memiliki 3 tingkatan, yaitu :

Normoventilasi : (PaCO2 36-45 mmHg),

Moderathiperventilasi : (PaCO2 26-35 mmHg), dan

Deep Hipervetilasi : (PaCO2 20-25 mmHg).

Beberapa peneliti, masih ada yang beranggapan, bahwa hiperventilasi merupakan

salah satu cara yang sangat efektif untuk mengontrol peningkatan tekanan intrakranial,

namun lebih banyak yang beranggapan bahwa :dikarenakan pada masa akut trauma; otak

sangat memerlukan oksigen; hingga riskan untuk “mengurangi” jalur pengisian oksigen ke

otak. Kemudian harus diantisipasi resiko terjadinya iskemik yang menghantui tindakan

hiperventilasi.

Suatu tindakan hiperventilasi pada masa akut kurang popular diterima,yang sering

dilakukan (menurut beberapa penelitian) adalah suatu hiperventilasi intermitten dengan

durasi sekitar 20-30 menit (disertai monitor yang ketat) lalu setelah itu diberikan oksigen

dalam takaran yang tinggi. Tindakan ini dilakukan beberapa kali dalam sehari, sehingga

meskipun terjadi peningkatan tekanan intracranial, tetapi tetap dapat terkendali.

Suatu jurnal yang menuliskan tentang adanya suatu kemungkinan pemberian oksigen

dosis tinggi yang selain untuk memenuhi kebutuhan metabolisme otak yang sedang

meningkat,juga akan berguna untuk memenuhi target tekanan parsial oksigen dan

karbondioksida. Peningkatan kadar oksigen, ternyata disinyalir dapat menurunkan

terlepasnya faktor-faktor inflamasi, sitokin dan mengurangi produksi laktat dari hasil

metabolisme otak.

Page 18: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

Pengukuran Kadar Oksigen dan Karbondioksida di Otak

Sebenarnya, untuk mengukur oksigen dan karbondioksida di otak; diperlukan alat-alat

yang dapat mengukur oksigen secara langsung. Beberapa peneliti mengatakan, pengukuran

ini akan memiliki pengaruh yang besar dalam perhitungan oleh karena adanya perbedaan

antara oksigen di otak dengan oksigen di arteri, perbedaan tersebut berkisar antara 2,5-5

mmHg. Hanya satu penulis yang mengatakan bahwa oksigen dan karbondioksida arteri dapat

dipakai sebagai acuan terhadap kadar oksigen dan karbondioksida otak.

Adapun pengukuran dari gas O2 dan CO2 tersebut dilakukan melalui analisa gas

darah; dan hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk memperbaiki

status gas darah dari penderita cedera kranioserebral tersebut.

Beberapa hal yang dipengaruhi PaO2 dan PaCO2

Tanda tanda vital yang dihasilkan oleh kerja dari organ organ vascular dan

respiratory pada penderita cedera kranioserebral berat , secara fisiologis pada mulanya akan

mengkompensasi kebutuhan akan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.

Tekanan darah akan menurun sebagai akibat vasodilatasi pembuluh darah , yang

merupakan reaksi dari sensor oksigen terhadap kebutuhan oksigen yang meningkat, demikian

pula dengan kecepatan denyut jantung yang turut meningkat untuk memompa darah yang

telah ditumpangi oleh oksigen dan karbondioksida , frekuensi nafas yang meningkat untuk

memasukkan oksigen dan membuang karbondioksida , serta dapat terjadinya hipertermia

akibat dari peningkatan metabolisme yang sangat pada penderita cedera kranioserebral berat .

Page 19: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Otak sebagai system pada tubuh yang terkompleks dan sangat terorganisasi

menggunakan bagian yang nyata dari aliran darah tubuh. Otak mempunyai kemampuan yang

khas untuk mengatur aliran darah terhadap aktivitas fungsional dan metabolic (flow

metabolism coupling and metabolic regulation), perubahan pada tekanan perfusi (perssure

autoregulation), perubahan kandungan oksigen atau karbondioksida dari arteri.

Autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan dan

pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran darah dengan

berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah. Dengan pengetahuan

autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak dimaksudkan untuk melindungi organ

vital dengan tidak terjadi iskemi.

Perubahan pada P CO2 arteri secara nyata mengubah aliran darah otak. Berkurangnya

Pa CO2 menyebabkan penurunan aliran, tetapi tidak pada tingkatan yang sama seperti

peningkatan yang dinduksi oleh hiperkenia karena efek vasokontriksi dari hipokapnia yang

hebat sebagian dilawan oleh Vasodilatasi dari penurunan suplai oksigen ke jaringan.

Page 20: Autoregulasi Cerebral Blood Flow

DAFTAR PUSTAKA

1. PAPDI

2. Krisis Hipertensi Available From: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12 Krisis

Hipertensi.pdf/12_KrisisHipertensi.html

3 Adriani John MD;The Pharmacology of Anesthetitcs Drugs,5th ed,Charles C Thomas

Publisher,Springfield,Illionis, USA.

3. Bell GH Emslie S;Text Book of Physiology and Biochemistry,9th ed, The English

Language Book Society and Churchill Livingstone,1976.

4. Ganong MD,Willy;Review of Radical Physiology,Lange Medical

Publication,California 1965.

5. Snow JC; Manual of Anesthesia ,1st ed, Little Brown and Company,Boston 1984.

6. Willy WD,Churchill A Practice of Anesthesia ,4th ed, Saundres Company,llondon

1979.

7. Bisri,T,Himendra A: Neuro fisiologi dan neurofarmakologi dalam Diktat Neuro

Anestesi, ed 2 ,1997.

8. Goudzien,karamanian Physiology for the Anesthesiologist ,Appleton Century

Crofts,Newyork 1977.

9. Neurofarmakology in Participants Book,Course of NACC version 2010.

10. Stone, C.K., Humphries RL. Current Emergency Diagnosis and Treatment, Lange,

2004

11. Marino PL, The ICU Handbook, Lipincolt, 2007

12. Clausen T, et all. Cerebral acid–base homeostasis after severe traumatic brain injury.

Neurosurgery online .com. 2005