autobiog rafi

15
TUGAS BAHASA INDONESIA AUTOBIOGRAFI MINI ZAHRA NUR’AINI (36) XII IPA 5 SMA NEGERI I BEKASI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 1

Upload: zahra-nuraini

Post on 24-Dec-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Autobiog Rafi

TUGAS BAHASA INDONESIA

AUTOBIOGRAFI MINI

ZAHRA NUR’AINI (36)

XII IPA 5

SMA NEGERI I BEKASI

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1

Page 2: Autobiog Rafi

DAFTAR ISI

1. PROLOG………………………………………………………………………………………………….3

2. ISI

A. MASA KANAK-KANAK…………………………………………………………………………4

B. MASA SEKOLAH DASAR………………………………………………………………………5

C. MASA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA……………………………………………..6

D. MASA SEKOLAH MENENGAH ATAS (HINGGA AWAL KELAS 3)……………..8

3. EPILOG…………………………………………………………………………………………………

2

Page 3: Autobiog Rafi

PROLOG

Fase-Fase Kehidupan dan Impian yang Belum Terlaksana

“Kenangan tercipta bukan sekedar untuk diingat, tapi juga sebagai pelajaran bahwa kita pernah mengalami fase demi fase untuk mencapai apa yang kita sebut keberhasilan.”

Nama saya Zahra Nur’aini. Sekarang ini saya adalah murid kelas XII di SMA Negeri I

Bekasi. Tentunya saat ini adalah saat yang sangat menentukan bagi saya dalam menentukan

bagaimana masa depan saya kelak. Setelah melewati berbagai macam hal, baik itu

kesempatan, halangan, tantangan, dan segalanya, saya tiba di saat dimana saya harus bisa

membuktikan bahwa saya bisa menjadi orang yang sukses dan berhasil seperti yang saya

inginkan.

Tentu untuk mendapatkannya saya tidak melalui langkah yang mudah. Banyak halangan

dan rintangan yang harus saya lewati. Dan sebagai seorang manusia, sudah pantaslah kita

menjadikan setiap kejadian sebagai pelajaran bagi kita. Tidak ada yang tidak berbuat

kesalahan. Bahkan seorang yang paling pandai pun tidak luput dari kesalahan. Susah-senang

pahit-manis yang sudah saya lewati sudah member cukup pelajaran bagi saya.

Di kesempatan ini, izinkan saya menceritakan kembali apa saja yang sudah saya lewati

sejak kanak-kanak hingga sekarang ini. Apa yang menjadikan saya seperti sekarang, baik-

buruk saya, beberapa hal yang bisa saya ingat.

3

Page 4: Autobiog Rafi

A. Masa Taman Kanak-Kanak

“Hidup adalah sebuah jalan panjang menuju sebuah tujuan. Letakkan beban

beratmu, mulailah dengan tangan kosong.”

Saya pergi ke Taman Kanak-Kanak Baitussalam ketika itu, sebuah taman kanak-kanak

yang terpencil dan baru selesai dibangun, sehingga otomatis saya menjadi angkatan pertama

disana. Saya masih ingat ibu saya yang mengantar saya dengan berjalan kaki, tidak menutup

kemungkinan ketika hujan kami akan terciprat lumpur akibat jalanan yang becek sekali.

Namun itu semua tidak berarti baginya; yang penting saya harus sekolah.

Kehidupan masa kanak-kanak saya tidak berbeda dengan yang lain mungkin, dilalui

seperti layaknya anak kecil. Jujur, tidak banyak hal yang bisa saya ingat di masa ini, kecuali

kenyataan bahwa saya cukup nakal ketika itu. Saya murid yang paling iseng diantara yang

lain, dan saya selalu membenci menggambar (hingga saat ini.) Satu hal lagi yang tidak pernah

hilang dari saya hingga kini adalah, sifat pemalu saya menghadapi orang baru yang belum

pernah saya kenal sebelumnya, terutama laki-laki. Dan bahwa saya hidup kekurangan ketika

itu, namun saya tetap bahagia menjalani hidup karena saya masih anak kecil yang belum

mengerti apa-apa.

B. Masa Sekolah Dasar

4

Page 5: Autobiog Rafi

“Ketika kau tidak menikmati apa yang kau lakukan, kau tidak akan pernah baik

dalam hal itu.”

Masa ini adalah masa dimana kenakalan saya berlanjut. Saya bersekolah di SD Bani

Saleh, sebuah sekolah dasar swasta berbasis Islam. Saya cukup “preman” di kalangan murid

laki-laki ketika itu, hingga saya dijadikan ketua kelas dan pemimpin upacara. Selain itu, saya

cukup sering mengikuti lomba mewakili SD saya bersama beberapa teman saya yang lain,

seperti lomba calistung (baca-tulis-hitung). Ketika itu, rekan-rekan yang pasti ikut dengan saya

ada 2 orang, yaitu Tita dan Tya Dwi. Kami pasti selalu akan diikutkan lomba ini, hingga kelas

3. Namun, mulai memasuki kelas 5 hingga kelas 6, saya jarang mengikuti lomba lagi. Saya

pun sering datang terlambat setiap hari ke sekolah, sampai guru-guru mengenal saya karena

keterlambatan saya. Hal ini masih berlanjut hingga UN ketika itu. Saya yang lupa ketika itu

adalah Ujian Nasional, bangun 15 menit telat. Alhasil saya masuk telat ke dalam ruangan.

Untung saya masih diberikan izin masuk oleh pengawas.

Sejak kelas 5 SD, kedua orang tua saya sudah sangat sibuk. Mereka selalu bekerja

hingga malam, jarang sekali saya bertemu dengan mereka. Kakak saya yang sudah pergi ke

Jogja untuk kuliah semakin membuat saya kesepian. Saya rasa hal inilah yang membuat saya

malas belajar; kurang perhatian dari orang tua saya yang membuat saya berbuat seenaknya.

C. Masa Sekolah Menengah Pertama

5

Page 6: Autobiog Rafi

“Harapan, adalah sebuah kata dengan efek luar biasa bila diikuti dengan tindakan

untuk membuatnya menjadi kenyataan.”

Saya bersekolah di SMP Negeri I Bekasi. Sebelumnya, saya adalah pindahan dari SMP

PGRI Bekasi. Mungkin hal inilah yang menyebabkan saya tidak begitu dekat dengan anak-

anak lain ketika itu. Saya pernah menangkap 2 orang berpapasan surat satu sama lain,

membicarakan tentang saya. Saya hanya tertawa apabila mengingat hal itu. Hal ini

menyebabkan saya sempat menjaga jarak dengan teman-teman sekelas saya.

Satu hal paling indah yang bisa saya ingat adalah, seorang teman dekat yang sampai

sekarang masih berhubungan dekat dengan saya. Dia satu-satunya orang yang tidak pernah

lelah mengajak saya bermain bersama ketika awal saya pindah. Dia satu-satunya orang yang

selalu mengajak saya bicara, walaupun ketika itu saya sedikit merasa “siapa sih orang ini, sok

kenal banget”. Dia satu-satunya orang yang berani memarahi saya ketika orang lain

mengatakan saya galak hingga tidak ada yang berani mengajak saya bicara duluan. Dia satu-

satunya orang yang bisa mengerti apa yang harus dilakukan ketika suasana hati saya tidak

bagus; menunggu saya tenang dan mengajak dia bicara duluan. Dia satu-satunya orang yang

bisa saya ajak bertukar pikiran, karena jalan pikiran kami yang tidak terlalu berbeda akan

membuat kami berdiskusi disbanding berdebat tidak jelas. Hingga kelas 9, saya tidak pernah

tidak pergi bersama dia. Kemana-mana kami selalu berdua. Penampilan kami yang sama-

sama mengenakan jilbab, berkacamata, selalu membawa bekal, membuat kami dibilang

seperti anak kembar. Namanya adalah Mutiara Shinta Noviar Unicha; saya memanggilnya

Shinta. Bisa dibilang hingga sekarang dialah teman saya yang paling dekat hingga sekarang,

walaupun sekarang dia bersekolah di Jogja. Kami memiliki keinginan yang sama untuk

berkuliah di UGM. Kami sudah berencana akan tinggal bersama, walaupun jurusan kami nanti

berbeda,

Kehidupan saya di rumah, tidak jauh berbeda dengan ketika sekolah dasar. Kedua orang

tua saya yang sangat sibuk, kurang memperhatikan saya dan membuat saya tidak termotivasi

untuk belajar. Hal ini memanglah salah; seharusnya saya kebih termotivasi belajar karena

saya tidak boleh selalu bergantung pada orang tua saya.

Ketika ujian kelulusan, saya mencoba berubah dari ketika sekolah dasar. Saya belajar

lebih serius, dan tidak ada waktu untuk bersantai sedikitpun. Saya ingat ketika itu seringkali

6

Page 7: Autobiog Rafi

mimisan akibat stress berlebihan untuk menghadapi ujian kelulusan. Namun, hasilnya

sangatlah mengecewakan. Nilai akhir saya sangat kecil, membuat saya sempat tidak percaya

diri untuk mendaftar menuju sekolah seperti SMA 1 Bekasi, kaena saya yakin saingan saya

tidak akan mudah; pasti banyak yang nilainya jauh lebih baik di atas saya. Akan tetapi, orang

tua saya tetap menyemangati saya dan akhirnya saya berhasil masuk ke SMA 1 Bekasi.

D. Masa Sekolah Menengah Atas (hingga awal kelas 3)

“Semakin engkau terluka, semakin dewasa dirimu dalam menjalani hidup.”

7

Page 8: Autobiog Rafi

Masa yang masih saya alami hingga saat ini hingga saya menghadapi ujian kelulusan

tahun depan. Bagi saya, masa ini adalah masa yang masih “segar” di ingatan saya.

Diawali dengan tahap pendaftaran, ketika itu banyak sekali teman-teman saya yang

hendak mendaftar ke SMAN 1 Bekasi. Bahkan tidak sedikit teman-teman saya yang lebih

pintar mencoba mendaftar ke sekolah ini. Saya sempat was-was; nilai saya tidak begitu

mencukupi dibanding anak-anak lain. Belum lagi kalau memikirkan saingan dari sekolah lain.

Singkat cerita, saya berhasil dan saya diterima masuk di SMA 1 Bekasi.

Ketika MOS, saya masuk kelompok 4. Ketika itu saya belum begitu mengenal semuanya.

Saya satu kelompok lagi dengan teman SD saya. MOS selesai, mulailah saya belajar di

sekolah ini.

Saya masuk ke kelas 7.06 ketika itu. Saya termasuk anak yang tertutup, agak sulit bagi

saya untuk membuka diri pada orang baru. Saya sulit mempercayai orang, dan saya sangat

perasa. Hal ini menjadi penghalang bagi saya untuk mendapat teman baru. Saya sempat

berteman dekat dengan 3 orang teman yang memiliki kesukaan yang sama dengan saya:

Korea. Kami sama-sama menyukai musik Korea, kami bahkan sering menari-nari di kelas.

Dan saya adalah yang paling malas diantara mereka. Saya belum begitu senang belajar. Saya

masih senang bermain-main, dan tidak memperhatikan pentingnya belajar ketika itu. Barulah

ketika semester 2, saya mulai merasa harus belajar dengan serius. Dan ketika saat inilah,

awal konflik dengan ketiga teman saya itu terjadi. Saya tidak tahu apa yang telah saya lakukan

kepada mereka, hingga saya merasa mereka mulai menjaga jarak dengan saya. Saya takut

masalah ini meluas, sehingga saya memutuskan untuk meminta maaf duluan. Salah satu dari

mereka mengeluh bahwa saya hanya ingin diperhatikan, tidak mau bercerita duluan ketika

saya memliki masalah. Saya meminta maaf, dan saya pikir masalah sudah selesai sampai

situ. Namun nyatanya hingga sekarang, dia masih tidak ingin bertegur sapa dengan saya. Hal

ini pun menyebabkan nilai semester 2 saya menurun. Saya sering menangis, saya sangat

memikirkan apa yang telah saya perbuat pada mereka hingga mereka seperti begitu tidak

suka pada saya. Ibu saya berkata pada saya bahwa saya tidak boleh down hanya karena

masalah ini. Tidak usah mencari sahabat, dia akan datang sendiri tanpa kamu sadari.

Akhirnya saya naik ke kelas XI, saya masuk kelas XI IPA 5.

Kelas XI, tidak banyak yang berubah dari saya, kecuali bahwa saya lebih menjaga jarak

ketika itu. Saya sering merasa sendiri, dan sulit membuka diri dengan teman-teman baru.

8

Page 9: Autobiog Rafi

Singkat cerita, saya sempat berteman dekat dengan beberapa anak di kelas. Kami sering

bersama dalam melakukan apapun. Kelemahan saya adalah, ketika saya sudah merasa

nyaman dengan seseorang saya akan cendeung bergantung padanya. Sulit untuk berpikir

“Saya akan baik-baik saja tanpa mereka”, hingga saya tidak sadar apabila saya sudah

menyakiti hati mereka. Saya menceritakan kepada mereka masalah yang saya alami, apa

yang mengganggu pikiran saya ketika itu, saya tumpahkan semuanya kepada mereka. Awal

konflik yang sama ketika saya alami di kelas X membuat saya sedikit trauma. Puncak konflik

ketika pembagian rapor, adalah mereka yang berkata bahwa mereka tidak ingin berteman

dengan saya lagi. Sudah cukup mereka mengetahui sisi buruk saya. Dan pada kelas XII ini,

jujur, saya berharap ada rotasi kelas lagi. Dan begitu mengetahui bahawa kelas tidak akan

dirotasi, saya merasa seperti dihantam godam. “Ah..saya harus berteu mereka lagi. Apakah

saya akan mampu menghadapinya?” hal ini melintas di pikiran saya ketika itu. Namun, saya

harus tetap sekolah apapun halangannya. Saya punya hak yang sama dengan mereka.

Akhirnya, masuk kelas XII IPA 5, saya melalui semunya sendirian. Awalnya saya merasa

kesepian, sangat kesepian. Tetapi, walaupun saya tidak dekat dengan anak-anak di kelas,

saya masih memiliki banyak teman-teman dari jejaring sosial dan sudah saya temui. Mayoritas

dari mereka lebih tua dari saya, sehingga saya merasa nyaman berbicara dengan mereka.

Kami sudah pernah bertemu, dan harus saya akui saya lebih nyaman dengan mereka. Namun

saya tetap berusaha menjalin hubungan baik dengan teman-teman di sekolah. Saya tidak

boleh menutup diri pada mereka hanya karena saya ada masalah dengan beberapa orang,

bukan? Satu kutipan yang selalu saya ingat dari kakak saya adalah: Sahabat bukan sekedar

hadir ketika kamu butuh dia, tapi dia juga tahu apa yang harus dia lakukan untuk membuatmu

lebih tenang secara bijaksana.

Kesibukan orang tua yang kadang sangat berlebihan membuat saya terkadang menangis.

Saya sudah cukup kesepian di sekolah, dan di rumah saya tidak bisa bercerita pada siapapun

ketika sayan memiliki masalah. Namun, saya tidak boleh mengeluh. Saya dituntut untuk

bersikap dewasa sekarang. Terkadang saya lelah, dan ingin sekali beristirahat, dan tidak

terbangun untuk waktu yang agak lama, hingga saya merasa mampu untuk bangkit lagi.

Namun, itu semua tidak berarti. Saya harus mampu menghadapi apapun demi masa depan

saya.

9

Page 10: Autobiog Rafi

EPILOG

“Cinta itu putih, namun persahabatan tidak memiliki warna.”

Banyak hal yang masih terasa baru saja terjadi kemarin di ingatan saya. Masa ini adalah

masa penjajakan menuju kedewasaan, dalam arti ini adalah dewasa secara mental dan cara

10

Page 11: Autobiog Rafi

berpikir. Jalan berpikir saya terus berubah, hingga tiba saatnya saya berpikir bahwa saya

harus menentukan satu pilihan bagi masa depan saya kelak. Saya yakin, di setiap pilihan pasti

ada halangan dan rintangan. Namun, tidak ada orang sukses secara instan. Saya meyakini itu.

Dan saya meyakini bahwa untuk sukses dan berhasil seperti apa yang saya inginkan, saya

harus melalui satu fase dan tahap bernama kegagalan.

Kegagalan bisa muncul dalam segala bidang; pelajaran, hubungan percintaan, berat

badan, bahkan hubungan sosial yang selalu kita alami pun bisa mengalami kegagalan. Justru

kegagalan itu adalah titik penentuan dimana kita dituntut untuk bisa menentukan pilihan yang

bijaksana dan berguna bagi kita, walaupun kelak itu akan menyakitkan banyak orang termasuk

kita sendiri. Saya selalu berpikir untuk hidup mandiri, tidak bergantung pada orang lain. Saya

butuh orang lain, tapi saya tidak akan mau bergantung pada dia dalam kondisi apapun selama

saya masih bisa melakukannya sendiri. Saya berusaha tidak membenci, dan walaupun saya

dibenci orang, saya akan berusaha menerimanya lalu bercermin pada kesalahan saya agar

saya tidak melakukannya lagi.

Masa krusial dimana kita sedang mengalami masa labil, dan pencarian jati diri. Tidak

banyak hal berbeda yang kita alami disini. Perbedaannya adalah, bagaimana cara kita

menghadapi masalah itu sendiri. Bagaimana kita akan menentukan sikap dan menghadapi

segala masalah itu secara dewasa layaknya kita dituntut. Saya sadar masih banyak

kekurangan pada diri saya, baik secara sikap maupun cara berpikir. Namun, kita tidak boleh

berhenti belajar. Karena hidup bukanlah sekedar untuk dinikmati, tapi juga kita harus

“berteman” dengan apa yang dinamakan masalah. Berdoa kepada Tuhan untuk dikuatkan

dalam menghadapi masalah, bukan agar masalah kita sekedar diangkat sebelum kita

berusaha.

“Kadang hal paling berani adalah ketika kau mengakui bahwa kau takut. Namun, kau perlu

bergerak jika kau menginginkan Tuhan menunjukkan jalan mana yang harus ditempuh.”

11