aulya agustin dwi andhini - 1306498241 - f13-2s

9
LINGKUNGAN BISNIS DAN HUKUM KOMERSIAL TUGAS MINGGU PERTAMA - PERIKATAN NAMA : AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI (1306498241) CLASS : F13/2S MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA

Upload: aulya-agustin-dwi-andhini

Post on 20-Nov-2015

16 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

PERIKATAN

TRANSCRIPT

  • LINGKUNGAN BISNIS DAN HUKUM KOMERSIAL

    TUGAS MINGGU PERTAMA - PERIKATAN

    NAMA :

    AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI (1306498241)

    CLASS : F13/2S

    MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

    UNIVERSITAS INDONESIA

  • STATEMENT OF AUTHORSHIP

    Saya/kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir

    adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang

    saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

    Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada

    mata ajaran lain, kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami

    menggunakannya.

    Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan

    atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

    Nama Mahasiswa : AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI (1306498241)

    Kelas : F13- 2S

    Mata Ajar : LINGKUNGAN BISNIS DAN HUKUM

    KOMERSIAL

    Judul Makalah/Tugas : PERIKATAN

    Hari, Tanggal : SELASA, 3 MARET 2015

    Nama Pengajar : DR. YUNUS HUSEIN

    Tandatangan :

    AULYA AGUSTIN DWI ANDHINI

    Universitas Indonesia

    Fakultas Ekonomi

    Program Studi Magister Akuntansi Pendidikan Profesi Akuntansi

  • PERIKATAN

    1. Apa yang dimaksud dengan perikatan dan apa bedanya dengan perjanjian ?

    Berdasarkan Pasal 1233 KUH Perdata bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan

    atau karena undang-undang. Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Hukum Perjanjian

    (hal. 1) membedakan pengertian antara perikatan dengan perjanjian. Subekti

    menyatakan bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian

    itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-

    sumber lain.

    Definisi perikatan menurut Prof. Subekti, S.H. adalah sebagai berikut:

    Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua

    pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak

    yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

    Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:

    Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang

    lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.

    Perbedaan antara perikatan dan perjanjian adalah sebagai berikut:

    NO PEMBEDA PERIKATAN PERJANJIAN

    1 Ruang lingkup Memiliki pengertian yang lebih luas

    daripada perjanjian sebab hubungan

    hukum yang ada dalam perikatan

    munculnya tidak hanya dari

    perjanjian tetapi juga dari aturan

    perundang-undangan.

    Hanya berdasarkan kesepakatan

    antara kedua belah pihak

    2 Sumber

    perjanjian

    Selain mengikat karena adanya

    kesepakatan juga mengikat karena

    diwajibkan oleh undang undang

    Perjanjian pada hakekatnya

    merupakan hasil kesepakatan para

    pihak, jadi sumbernya benar-

    benar kebebasan pihak-pihak

    yang ada untuk diikat dengan

    perjanjian sebagaimana diatur

    dalam Pasal 1338 KUHPerdata

    3 Konsekuensi

    Hukum

    Pada perikatan masing-masing pihak

    mempunyai hak hukum untuk

    menuntut pelaksanaan prestasi dari

    masing-masing pihak yang telah

    terikat

    Pada perjanjian tidak ditegaskan

    tentang hak hukum yang dimiliki

    oleh masing-masing pihak yang

    berjanji apabila salah satu dari

    pihak yang berjanji tersebut

    ternyata ingkar janji, terlebih

    karena pengertian perjanjian

    dalam Pasal 1313 KUHPerdata

    menimbulkan kesan seolah-olah

    hanya merupakan perjanjian

    sepihak saja

    4 Sifat Abstrak: kita tidak dapat melihat

    dengan pancaindra suatu perikatan

    Konkret: dapat dilihat atau dibaca

    suatu bentuk perjanjian ataupun

    didengar perkataan perkataannya

    yang berupa janji

  • Kesimpulan:

    Hukum perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di dalam lapangan harta

    kekayaan yang sudah melalui perjanjian, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih

    dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban. Sumber hukum perikatan adalah

    perjanjian dan undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat dapat menyebabkan

    lahirnya perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perjanjian

    adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana

    dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan suatu

    yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit.

    Karena itu, perikatan dan perjanjian memiliki keterkaitan.

    2. Apa saja yang dapat melahirkan perikatan?

    Berdasarkan Kitab Undang-Undang hukum Perdata Pasal 1233, suatu perikatan

    dapat lahir karena:

    a. Perjanjian

    Suatu perikatan yang bersumberkan dari perjanjian lahir karena hal tersebut

    memang dikehendaki oleh para pihak yang membuat perjanjian. Dalam bentuknya

    perjanjian berupa suatu rangkaian janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan

    atau ditulis. Dalam arti sempit disebut dengan kontrak atau perjanjian tertulis.

    b. Undang-undang.

    Sedangkan perikatan yang bersumberkan dari undang-undang lahir karena

    kehendak pembuat undang-undang dan diluar kehendak para pihak yang

    bersangkutan. Selanjutnya, perikatan yang bersumberkan dari undang-undang

    dapat dibedakan lagi menjadi:

    1) Undang-undang saja, misalnya kewajiban orang tua terhadap anak, pemilik perkarangan yang bertetangga.

    2) Undang-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang dimana undang-undang yang bersumberkan dari perbuatan yang berhubungan dengan

    perbuatan orang dibedakan lagi menjadi 2 yaitu:

    a) Perbuatan yang halal, misalnya seseorang yang sukarela, mewakili urusan orang lain, maka ia berkewajiban untuk meneruskan dan

    menyelesaikan urusan dimaksud, sedangkan pihak yang diwakili

    kepentingannya berkewajiban memenuhi janji-janji yang dibuat si

    wakil dan menggantikan pengeluaran si wakil tersebut; Pembayaran tak

    terhutang wajib dikembalikan.

    b) Perbuatan melanggar hukum, bahwa orang yang dirugikan mempunyai hak untuk menuntut kerugian, dan orang yang karena perbuatannya

    merugikan orang lain berkewajiban untuk membayar ganti rugi.

    3. Sebutkan jenis-jenis perjanjian?

    Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Dalam ilmu pengetahuan Hukum

    Perdata perjanjian memiliki 14 (empat belas) jenisyaitu sebagai berikut:

    a. Perjanjian Timbal Balik: adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.

    b. Perjanjian Cuma-Cuma: Menurut ketentuan Pasal 1314 KUHPerdata, suatu persetujuan yang dibuat dengan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan

  • mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada, pihak yang lain,

    tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

    c. Perjanjian Atas Beban: adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu

    ada hubungannya menurut hukum.

    d. Perjanjian Bernama (Benoemd): adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi

    nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak

    terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab

    XVIII KUHPerdata.

    e. Perjanjian tidak bernama (Onboemde Overeenkomst): adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat.

    Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan

    kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya.

    f. Perjanjian Kebendaan: adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban

    (oblilige) pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain

    (levering, transfer).

    g. Perjanjian Obligator: adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.

    h. Perjanjian Konsensual: adalah perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut

    KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).

    i. Perjanjiaan Riil: adalahaitu suatu perjanjian yang terjadinya itu sekaligus dengan realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak.

    j. Perjanjian Liberatoir: adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada (Pasal 1438 KUHPerdata).

    k. Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomts): adalah suatu perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.

    l. Perjanjian Untung-untungan: Menurut Pasal 1774 KUHPerdata, yang dimaksud dengan perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya,

    mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak,

    bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.

    m. Perjanjian Publik: adalah suatu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah,

    dan pihak lainnya swasta. Diantara keduanya terdapat hubungan atasan dengan

    bawahan (subordinated), jadi tidak dalam kedudukan yang sama(co-ordinated).

    n. Perjanjian Campuran: adalah suatu perjanjian yang mengandung berbagai unsure perjanjian di dalamnya.

    4. Apa yang dimaksud dengan kebebasan berkontrak?

    Dalam Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, kebebasan berkontrak dapat

    disimpulkan dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan

    bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

    undang bagi mereka yang membuatnya. Sumber dari kebebasan berkontrak adalah

    kebebasan individu sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan

  • individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu

    memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak.

    Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia memantapkan

    adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang

    membuat perjanjian, Tanpa sepakat maka perjanjian yang dibuat dapat

    dibatalkan. Seseorang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat

    yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan

    menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah

    untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada

    perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan

    akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana (take it or leave it).

    Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat perjanjian

    dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Undang-undang hanya mengatur

    orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, pengaturan

    mengenai hal ini dapat dilihat dalam pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum

    Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk

    memilih pihak yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak tersebut

    bukan pihak yang tidak cakap. Bahkan lebih lanjut dalam pasal 1331, ditentukan

    bahwa andaikatapun seseorang membuat perjianjian dengan pihak yang dianggap

    tidak cakap menurut pasal 1330 KUH Perdata tersebut, maka perjanjian itu tetap sah

    selama tidak dituntut pembatalannya oleh pihak yang tidak cakap.

    5. Apa saja syarat sahnya perjanjian?

    Berdasarkan KUH Perdata (Pasal 1320 atau Pasal 1365 buku IV NBW). Syarat

    sahnya perjanjian meliputi dua hal yaitu:

    a. Syarat Subyektif: Syarat subyektif adalah syarat yang berkaitan dengan subyek perjanjian. Syarat subyek perjanjian meliputi:

    1) Adanya kesepakatan / izin (toesteming) kedua belah pihak. Kesepakatan antara para pihak, yaitu persesuaian pernyataan kehendak antara kedua belah pihak,

    tidak ada paksaan dan lainnya.

    2) Kedua belah pihak harus cakap bertindak Cakap bertindak adalah kecakapan atau kemampuan kedua belah pihak untuk melakukan perbuatan hukum.

    Beberapa golongan orang yang oleh Undang-Undang dinyatakan tidak cakap

    seperti : orang dibawah umur, orang di bawah pengawasan (curatele).

    b. Syarat Obyektif: Syarat obyektif adalah syarat yang berkaitan dengan obyek perjanjian. Syarat obyektif meliputi:

    1) Adanya obyek perjanjian (onderwerp der overeenskomst). Benda yang dijadikan obyek perjanjian harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu:

    a) Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan;

    b) Barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain seperti jalan umum, pelabuhan umum, dan sebagainya tidaklah dapat

    dijadikan obyek perjanjian,

    c) Dapat ditentukan jenisnya;

    d) Barang yang akan datang.

    2) Adanya sebab yang halal (georloofde oorzak)

    Dalam perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal, artinya ada sebab-sebab

    hukum yang menjadi dasar perjanjian yang tidak dilarang oleh peraturan,

  • keamanan dan ketertiban umum dan sebagainya. Undang-Undang tidak

    memberikan pengertian mengenai sebab (oorzaak, cause). Yang dimaksud

    cause yang halal dalam pasal 1320 KUH Perdata bukanlah sebab yang

    menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian, melainkan isi

    perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh

    para pihak. Menurut yuris prudensi yang ditafsirkan dengan causa adalah isi

    atau maksud dari perjanjian.

    Menurut pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian adalah

    sebagai berikut:

    a) Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

    b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

    c) Suatu hal tertentu;

    d) Suatu sebab yang halal.

    6. Hal-hal apa saja yang mengakhiri perikatan?

    Berdasarkan Pasal 1381 KUH Perdata, hapusnya perikatan disebabkan karena 10 hal,

    yaitu sebagai berikut:

    a. karena pembayaran

    Agar suatu pembayaran untuk melunasi suatu utang berlaku sah, orang yang

    melakukannya haruslah pemilik mutlak barang yang dibayarkan dan pula

    berkuasa untuk memindahtangankan barang itu. Meskipun demikian, pembayaran

    sejumlah uang atau suatu barang lain yang dapat dihabiskan, tak dapat diminta

    kembali dan seseorang yang dengan itikad baik telah menghabiskan barang yang

    telah dibayarkan itu, sekalipun pembayaran itu dilakukan oleh orang yang bukan

    pemiliknya atau orang yang tak cakap memindahtangankan barang itu.

    b. karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

    Jika kreditur menolak pembayaran, maka dibetur dapat melakukan penawaran

    pembayaran tunai atas apa yang hams dibayarnya, dan jika kreditur juga

    menolaknya, maka debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada

    Pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan

    debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan

    menurut undang-undang, sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah

    atas tanggungan kreditur.

    c. karena pembaruan utang

    Terdapat tiga macam jalan untuk pembaruan utang, yaitu:

    1) bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang lama, yang dihapuskan karenanya;

    2) bila seorang debitur banu ditunjuk untuk menggantikan debitur lama, yang oleh kreditur dibebaskan dan perikatannya;

    3) bila sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, yang terhadapnya debitur dibebaskan dan

    perikatannya.

  • d. karena perjumpaan utang atau kompensasi

    Pequmpaan terjadi demi hukum, bahkan tanpa setahu debitur, dan kedua utang itu

    saling menghapuskan pada saat utang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk

    jum!ah yang sama. Perjumpaan hanya terjadi antara dua utang yang dua-duanya

    berpokok sejumlah utang, atau sejumlah barang-barang yang dapat dihabiskan dan

    dan jenis yang sama, dan yang dua-duanya dapat diselesaikan dan ditagih

    seketika. Bahan makanan, gandum dan hasil-hasil pertanian yang penyerahannya

    tidak dibantah dan harganya dapat ditetapkan menurut catatan harga atau

    keterangan lain yang biasa dipakai di Indonesia, dapat diperjumpakan dengan

    sejumlah uang yang telah diselesaikan dan seketika dapat ditagih.

    e. karena percampuran utang

    Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka

    terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dan oleh sebab itu piutang

    dihapuskan.

    f. karena pembebasan utang

    Pembebasan suatu utang atau pelepasan menurut persetujuan untuk kepentingan

    salah seorang debitur dalam perikatan tanggung-menanggung, membebaskan

    semua debitur yang lain, kecuali jika kreditur dengan tegas menyatakan hendak

    mempertahankan hak-haknya terhadap orang-orang tersebut terakhir; dalam hal

    itu, ia tidak dapat menagih piutangnya sebelum dikurangkan bagian dan debitur

    yang telah dibebaskan olehnya.

    g. karena musnahnya barang yang terutang

    Jika barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tak dapat

    diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu

    masih ada, atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau

    hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan

    meskipun debitur lalai menyerahkan suatu barang, yang sebelumnya tidak

    ditanggung terhadap kejadian-kejadian yang tak terduga, perikatan tetap hapus

    jika barang itu akan musnah juga dengan cara yang sama di tangan kreditur,

    seandainya barang tersebut sudah diserahkan kepadanya. Debitur diwajibkan

    membuktikan kejadian tak terduga yang dikemukakannya. Dengan cara

    bagaimanapun suatu barang hilang atau musnah, orang yang mengambil barang

    itu sekali-kali tidak bebas dan kewajiban untuk mengganti harga.

    h. karena kebatalan atau pembatalan

    Semua perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, atau orang-orang

    yang berada di bawah pengampuan adalah batal demi hukum, dan atas tuntutan

    yang diajukan oleh atau dan pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata

    atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya.

    Perikatan yang dibuat oleh perempuan yang bersuami dan oleh anak-anak yang

    belum dewasa yang telah disamakan dengan orang dewasa, tidak batal demi

    hukum, sejauh perikatan tersebut tidak melampaui batas kekuasaan mereka.

    Sedangkan Perikatan yang dibuat dengan paksaan, penyesatan atau penipuan,

    menimbulkan tuntutan untuk membatalkannya.

    Bila suatu tuntutan untuk pernyataan batalnya suatu perikatan tidak dibatasi

    dengan suatu ketentuan undang-undang khusus mengenai waktu yang lebih

    pendek, maka suatu itu adalah lima tahun. Waktu tersebut mulai berlaku: dalam

  • hal kebelumdewasaan sejak hari kedewasaan; dalam hal pengampuan, sejak hari

    pencabutan pengampuan; dalam hal paksaan, sejak hari paksaan itu berhenti;

    dalam hal penyesatan atau penipuan, sejak hari diketahuinya penyesatan atau

    penipuan itu; dalam hal perbuatan seorang perempuan bersuami yang dilakukan

    tanpa kuasa suami, sejak hari pembubaran perkawinan; dalam hal batalnya suatu

    perikatan termaksud dalam Pasal 1341, sejak hari diketahuinya bahwa kesadaran

    yang diperlukan untuk kebatalan itu ada. Waktu tersebut di atas, yaitu waktu yang

    ditetapkan untuk mengajukan tuntutan, tidak berlaku terhadap kebatalan yang

    diajukan sebagai pembelaan atau tangkisan, yang selalu dapat dikemukakan.

    i. karena berlakunya suatu syarat pembatalan

    Suatu perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa yang

    mungkin terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan cara menangguhkan

    berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu, maupun dengan cara

    membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi tidaknya peristiwa itu. Suatu

    syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan

    membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah

    ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya

    mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, bila peristiwa

    yang dimaksudkan terjadi.

    j. karena lewat waktu

    Waktu yang ditetapkan tidaklah menunda perikatan, melainkan hanya

    pelaksanaannya. Apa yang harus dibayar pada waktu yang ditentukan itu, tidak

    dapat ditagih sebelum waktu itu tiba; tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu

    itu, tak dapat diminta kembali. Waktu yang ditetapkan selalu ditentukan untuk

    kepentingan debitur, kecuali jika dari sifat perikatan sendiri atau keadaan ternyata

    bahwa waktu itu ditentukan untuk kepentingan kreditur. Debitur tidak dapat lagi

    menarik manfaat dan suatu ketetapan waktu, jika ia telah dinyatakan pailit, atau

    jika jaminan yang diberikannya kepada kreditur telah merosot karena

    kesalahannya sendiri. Sedangkan berdasarkan pasal 1967 KUH Perdata tuntutan

    hukum akan hapus setelah lewatnya waktu 30 tahun.