audit kecurangan

120

Click here to load reader

Upload: hendra-ng

Post on 07-Aug-2015

759 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

Audit, Fraud, Kecurangan

TRANSCRIPT

Page 1: Audit Kecurangan

Disusun Oleh:

Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara2007

PengantarAuditKecurangan

Page 2: Audit Kecurangan

Pengantar Audit Kecurangan

Oleh Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)

Departemen Keuangan Republik Indonesia

Bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA)

Desain sampul dan isi : Tim YPIA

Diterbitkan pertama kali oleh :

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Jl. Bintaro Utama Sektor V

Bintaro Jaya Tangerang 15223

Indonesia

Telp : 021 7361654 - 56

Fax : 021 7361653

Cetakan Pertama : Desember 2007

Buku ini bisa di download bebas melalui Website :

www.stan-star.ac.id

Page 3: Audit Kecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Kata SambutanDengan mengucapkan syukur alhamdulillah pada tahun 2007 ini

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dipercaya oleh Asian Development

Bank (ADB) untuk melaksanakan salah satu kegiatan reformasi birokrasi yakni

penyusunan program pelatihan auditor internal non-gelar bagi Inspektorat di

daerah. Hal ini didasarkan pada tekad pemerintah untuk melakukan reformasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam kerangka good governance

mencakup reformasi audit pemerintahan daerah.

Dalam hubungan ini, pemerintah telah menetapkan proyek yang

disebut dengan State Audit Reform Sector Development Project (STAR-SDP).

Pelaksanaan STAR-SDP mendapat dukungan pendanaan yang berasal dari

Asian Development Bank (ADB) dan pemerintah Belanda.

Sejalan dengan tekad untuk menyukseskan penyelenggaraan otonomi

daerah, pemerintah juga menetapkan bahwa STAR-SDP mencakup proyek

peningkatan kuantitas dan kualitas auditor di lingkungan pemerintah daerah

melalui program pendidikan jangka pendek (non-gelar). Proyek pendidikan

non-gelar bagi auditor inspektorat daerah ini diserahkan kepada STAN –

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Departemen Keuangan

RI dan pelaksanaannya harus melibatkan konsultan independen serta didukung

oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS).

Modul ini merupakan bagian dari kegiatan STAR-SDP tersebut yang

dikhususkan bagi auditor inspektorat daerah. Semoga modul ini bermanfaat

bagi para auditor inspektorat daerah dan para instruktur pelatihan audit internal

sektor publik serta pihak lain yang tertarik untuk mendalami audit internal

sektor publik.

Selaku pimpinan STAN saya sangat bangga dengan kegiatan ini dan

peningkatan yang telah dicapai khususnya dalam hal pengembangan Sumber

Daya Manusia (SDM) aparatur negara, namun tidak cukup sampai di sini, kita

harus dapat mencapai kinerja yang lebih baik di masa mendatang.

Page 4: Audit Kecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Akhirnya pada kesempatan ini, atas nama Direktur Sekolah Tinggi

Akuntansi Negara saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang

penuh dedikasi telah bekerja keras dalam pembuatan modul ini dan juga pihak

BAPPENAS serta Tim Teknis STAR-SDP STAN yang telah mendukung dengan

kemampuan profesionalisme sehingga proyek ini dapat berhasil dengan baik.

Semoga di tahun-tahun mendatang kita tetap meningkatkan kinerja.

Suyono Salamun, Ph.D

Direktur Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

Page 5: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

i

DAFTAR ISI........................................................................................... i

PENDAHULUAN.................................................................................... iii

Bab I Otonomi Daerah dan Potensi Korupsi di Indonesia.............. 01

1. Otonomi Daerah..................................................................... 01

2. Potensi Korupsi...................................................................... 03

Bab II Mencegah Terjadinya Fraud.................................................... 09

1. Memahami Perilaku Pelaku Fraud......................................... 09

2. Mencegah Fraud.................................................................... 10

3. Membangun Sistem Pengendalian Internal............................ 12

4. Kelemahan Sistem Pengendalian Internal dalam Pencegahan

Fraud..................................................................................... 17

5. Membangun Budaya Jujur, Terbuka dan Pemberian

Bantuan................................................................................. 18

6. Penanggung Jawab Upaya Pencegahan Fraud..................... 20

7. Peran Inspektorat dalam Pencegahan Fraud......................... 21

Bab IIIAudit Kecurangan (Fraud Auditing)....................................... 23

1. Kecurangan (Fraud) dan Korupsi serta Jenis dan Akibatnya. 23

2. Audit Kecurangan (Fraud Auditing)........................................ 26

Bab IVDeteksi dan Investigasi Fraud................................................ 29

1. Deteksi Fraud........................................................................ 29

2. Investigasi Fraud................................................................... 40

Bab V Aspek Hukum dari Fraud......................................................... 59

1. Sistem Hukum yang Berlaku di Indonesia.............................. 59

2. Hukum Pidana dan Hukum Perdata....................................... 59

3. Proses Hukum Pidana dan Perdata....................................... 69

4. Peran Auditor sebagai Saksi dan Ahli di Persidangan........... 94

LAMPIRAN............................................................................................ 99

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 107

DaftarIsi

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 6: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Halaman ini sengaja dikosongkan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publikii

Page 7: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

iii

Modul “Pengantar Audit Kecurangan” ini disusun untuk bahan pelatihan

di lingkungan Bawasda Provinsi/Kabupaten/Kota (selanjutnya berdasarkan

PP No. 41 tahun 2007 nomenklatur Bawasda telah diganti dengan Inspektorat).

Oleh karena itu, selanjutnya istilah Inspektorat akan selalu digunakan dalam

modul ini. Di lingkungan Inspektorat, audit kecurangan (fraud auditing) masih

merupakan pengetahuan yang baru.

Dengan semakin gencarnya pemberantasan korupsi secara nasional,

Inspektorat sebagai Lembaga Pengawasan sudah seharusnya dapat berperan

juga dalam menunjang upaya-upaya Pemerintah dalam memberantas apa

yang dikenal umum sebagai perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan

disingkat KKN yang sangat merugikan perekonomian nasional dan daerah

dan secara langsung dan tidak langsung menghambat pembangunan dan

usaha-usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk

menunjang peningkatan peran Inspektorat dalam ikut serta memberantas

KKN, para petugas Inspektorat perlu melengkapi keahliannya mengenai Audit

Kecurangan.

Modul ini masih bersifat pengantar, untuk membekali para pembaca

dengan dasar-dasar audit kecurangan sebagai tahap pengenalan. Tidak

seperti jenis audit lainnya, menurut pengalaman audit kecurangan seringkali

sangat kompleks dalam pelaksanaannya dan memerlukan waktu yang lama

untuk menuntaskannya. Tidak jarang auditor harus meminta bantuan tenaga

yang lebih ahli dan berpengalaman dari Lembaga Pengawasan lainnya

misalnya dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahkan bukan tidak mungkin pada

akhirnya harus melibatkan tenaga-tenaga penyidik dari penegak hukum karena

pada tahap akhir hasil suatu audit kecurangan itu akan diproses secara hukum

di pengadilan. Pada tingkat ini, bekal yang harus dimiliki oleh pemeriksa

sudah harus lebih maju dari sekedar pengetahuan pada tataran pengantar.

Perlu dipahami bahwa kecurangan atau fraud di Indonesia meningkat

secara signifikan baik jumlah kerugian yang timbul maupun modusnya, sehingga

Pendahuluan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 8: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Indonesia termasuk dalam kelompok Negara paling korup di dunia. Menurut

Transparansi International, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia sebesar 2,3 dan

berada di urutan 143 dari 180 yang diamati. Dibanding dengan Negara lain di

kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada dalam posisi paling korup ketiga

setelah Myanmar (indeks 1,4) dan Kamboja (2,0). Sementara Filipina masih

sedikit lebih baik dengan indeks 2,5, Vietnam (2,6), Timor Leste (2,6), Thailand

(3,3), Malaysia (5,1) dan Singapore (9,3) (Kompas 27 September 2007). Fraud

merupakan kejahatan tersembunyi, tidak ada yang dilakukan secara terang-

terangan, tidak ada korban yang segera menyadari bahwa fraud telah terjadi,

namun fraud adalah kejahatan terstruktur yang merusak sendi-sendi tata kelola

baik di perusahaan maupun dalam pelayanan publik. Korupsi sebagai salah

satu bentuk fraud merusak kehidupan berbangsa, menyeng-sarakan rakyat,

dan menjadi penyebab kemiskinan. Oleh karena itu fraud harus diberantas,

setidak-tidaknya ada upaya untuk meminimalkan terjadinya fraud.

Semoga modul ini berguna bagi para peserta pelatihan dalam me-

mahami pengertian kecurangan, pelaku dan pemicunya, upaya pencegahannya,

mengenali gejala atau symptom terjadinya kecurangan, proses investigasinya

serta aspek hukum yang terkait dengan kecurangan.

Beberapa hal perlu dijelaskan terkait dengan isi beberapa bab dalam

modul ini. Bab 1 Otonomi Daerah dan Potensi Korupsi, menjelaskan tentang

otonomi daerah dan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN

serta potensi terjadinya korupsi terkait dengan semakin derasnya aliran dana

dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Pada Bab 2 Mencegah Terjadinya

Fraud, ditekankan pada upaya pencegahan fraud melalui pembangunan

sistem pengendalian internal. Dalam bab ini pengendalian internal versi COSO

diurai lebih teoritis. Pada Bab 3 Audit Kecurangan (Fraud Auditing), diuraikan

pengertian kecurangan atau fraud, jenis-jenisnya serta akibat yang ditimbul-

kannya. Selanjutnya dijelaskan atribut atau ciri-ciri apa yang harus dimiliki

oleh pemeriksa kecurangan (fraud auditor). Dalam Bab 4 Deteksi dan Investigasi

Fraud, dijelaskan beberapa kategori gejala (symptom) fraud terkait dengan

upaya auditor mendeteksi terjadinya fraud serta tahapan dalam melakukan

investigasi fraud. Dalam Bab ini pengendalian versi COSO yang telah diuraikan

dalam Bab 2 dikemukakan lagi dalam konteks deteksi di lapangan (daerah).

Pada Bab 5 Aspek Hukum dari Fraud, dijelaskan perbedaan fraud yang bersifat

pidana dan perdata, proses hukum terhadap pelaku fraud, alat bukti hukum,

serta peran auditor sebagai saksi dan ahli di pengadilan. Jika dalam Bab 4

dikemukakan tentang pembuktian dalam proses audit, dalam Bab 5 ditekankan

pada alat bukti hukum di Pengadilan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publikiv

Page 9: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Penyebutan organisasi dalam modul ini, dalam konteks organisasi

Pemerintahan Daerah, berarti Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sedang-

kan penyebutan perusahaan berarti Badan-badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Selanjutnya, karena istilah fraud sudah sangat lazim dipakai dalam lingkup

pengawasan, maka dalam modul ini istilah fraud dipakai saling bergantian

dengan istilah kecurangan.

vModul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 10: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Halaman ini sengaja dikosongkan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publikvi

Page 11: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

01

1. Otonomi Daerah

Sejak bergulirnya reformasi di Indonesia pada tahun 1998, tuntutan

untuk memperoleh otonomi seluas-luasnya dari daerah semakin menguat untuk

dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat di daerahnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah. Undang-undang No. 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dipandang sudah tidak sesuai lagi

dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan

otonomi daerah. Oleh karena itu, ditetapkanlah Undang-undang No. 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang No.

22 Tahun 1999. Dengan Undang-undang yang baru ini, Pemerintah Daerah

diharapkan dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

asas otonomi dan tugas pembantuan seluas-luasnya, untuk mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,

pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta daya saing daerah dengan

memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan

kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penyerahan wewenang pemerintahan yang semula dipegang oleh Pemerintah

Pusat kepada daerah otonomi ini disebut desentralisasi, sabagai kebalikan dari

sentralisasi.

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:

• Menguraikan maksud dan tujuan dari otonomi daerah.

• Menguraikan tugas dan peran Pemerintahan Daerah dalam rangka

otonomi daerah.

• Mengklasifikasikan sumber-sumber pendapatan daerah.

• Menjelaskan potensi terjadinya penyimpangan atau kecurangan dalam

pengelolaan keuangan daerah.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Otonomi Daerah dan Potensi Korupsi

di Indonesia

1Bab

Page 12: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Sebagai konsekuensi dari pemberian kewenangan yang luas dari

Pemerintah Pusat (Pemerintah) kepada daerah, maka pemerintah harus mem-

beri dukungan keuangan yang mencukupi bagi terselenggaranya otonomi

daerah. Untuk maksud tersebut ditetapkanlah Undang-undang No. 33 Tahun

2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerin-

tahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang

hal yang sama namun sudah dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan

keadaaan.

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah

merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan pe-

nyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

Dekonsentrasi di sini dimaksudkan pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada

instansi vertikal di daerah. Sedangkan Tugas Pembantuan adalah penugasan

dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa, atau penugasan dari pemerintah

provinsi kepada kabupaten/kota dan atau desa, serta penugasan dari pemerintah

kabupaten/kota kepada desa, untuk melaksanakan tugas tertentu dengan ke-

wajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaanya kepada

pemberi tugas.

Dengan sistem perimbangan keuangan ini, daerah otonomi mempunyai

beberapa sumber pendapatan yaitu:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang bersumber dari:

a. Pajak Daerah.

b. Retribusi Daerah.

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

2. Dana Perimbangan, yang terdiri atas:

a. Dana Bagi Hasil, yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

b. Dana Alokasi Umum (DAU), yaitu dana yang bersumber dari pendapatan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan

dengan tujuan pemerataan kemampuan antar daerah untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

c. Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah

dan sesuai dengan perioritas nasional.

02 Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 13: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

03

3. Lain-lain Pendapatan, yang terdiri dari pendapatan hibah dan pendapatan

dari Dana Darurat. Dana Darurat berasal dari pendapatan APBN untuk

keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau

peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan

menggunakan sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dibandingkan sebelum berlakunya otonomi daerah yang sumber pe-

nerimaan dalam APBD nya sangat terbatas yaitu dari PAD dan Inpres/Banpres,

maka dengan otonomi secara luas, sumber APBD dari aliran APBN semakin

besar. Data aliran dana yang ditransfer ke daerah dari APBN dalam dua tahun

terakhir tampak sebagai berikut (Sumber: Laporan Menteri Keuangan, Kompas

1 Oktober 2007):

2. Potensi Korupsi

Dana yang terus membesar tersebut harus diimbangi dengan penge-

lolaan yang baik. Jika tidak, akan timbul risiko-risiko yang tidak diinginkan.

Sistem pengelolaan keuangan daerah harus dibenahi dan mereka yang

ditugaskan mengelola harus bisa dipercaya, kompeten dan berintegritas.

Ibarat terjadi panen raya, dapat dibayangkan kemungkinan atau potensi

penyimpangan yang bisa terjadi terkait dengan sifat-sifat manusia yang

serba banyak kelemahan dalam kondisi ekonomi yang masih belum dapat

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Jika pada saat sentralisasi uang Negara menumpuk di Pusat, pe-

nyimpangan banyak terjadi di tingkat pegawai Pemerintah Pusat. Setelah

otonomi, KKN dapat berkembang di daerah-daerah. Akhir-akhir ini fakta

menunjukkan banyaknya kasus korupsi di daerah, baik melibatkan Gubernur,

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Tahun Anggaran 2006(dalam Rp juta)

2005(dalam Rp juta)

1 Dana Perimbangan

a. Dana bagi Hasil

b. Dana Alokasi Umum

c. Dana Alokasi Khusus

2 Dana Otonomi Khusus dan penyesuaian

a. Dana Otonomi Khusus

b. Dana Penyesuaian

Total Transfer untuk Daerah

222.130.618

64.900.299

145.664.185

11.566.134

4.049.336

3.488.284

561.052

226.179.954

143.221.256

49.692.261

88.765.428

4.763.567

7.242.612

1.775.312

5.467.300

150.463.869

Page 14: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Box : 1

Cuplikan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas APBD 2004 dan 2005

kota Aglabis dengan mengungkap 28 temuan senilai Rp. 6.817.183.031,57 1)

1. Terdapat Pengeluaran-pengeluaran yang Tidak Dilengkapi dengan Bukti

Pendukung Sebesar Rp928.832.100,00

2. Terdapat PPh Pasal 21 yang Belum Dipungut Minimal Sebesar Rp190.328.532,00

3. Pemberian Bantuan Biaya Rehabilitasi Kantor Kejaksaan Negeri Aglabis

Sebesar Rp400.000.000,00 dan Bantuan Biaya Pembangunan Kantor Polsek

Aglabis Sebesar Rp360.000.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan

4. Pemberian Bantuan Pengamanan Pilkada Sebesar Rp20.000.000,00 dan

Bantuan Tetap Kepada Kuasa Hukum Pemerintah Kota Aglabis Sebesar

Rp21.000.000,00 Tidak Efektif

5. Pengadaan Kendaraan Dinas Roda Dua untuk Korem, Kodim dan Polres

Sebanyak Tiga Unit Tidak Sesuai Ketentuan

6. Pengeluaran Belanja Tidak Tersangka Digunakan untuk Pelunasan Pinjaman

Anggota DPRD Periode 1997-1999 Sebesar Rp17.946.000,00

7. Terdapat Kelebihan Pembayaran Pengeluaran Dana Pilkada Kota Aglabis

Tahun Anggaran 2005 Sebesar Rp53.800.000,00

8. Bantuan Bahan Bakar Minyak dan Akomodasi Perjalanan Dinas ke Named

untuk Anggota dan Sekretariat KPU Kota Aglabis Sebesar Rp14.776.000,00

Dibayarkan Tidak Sesuai Ketentuan

9. Realisasi Bantuan Biaya Operasional KPUD Kota Aglabis Tahun Anggaran

2005 Tidak Sesuai Ketentuan Sebesar Rp76.000.000,00

10. Biaya Pemeliharaan Kesehatan Pimpinan dan Anggota DPRD Sebesar

Rp52.000.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan

Bupati, Walikota dan para anggota DPRD serta Kepala Dinas baik yang masih

aktif maupun yang telah purna bhakti. Jika pada tingkat pimpinan pemegang

kekuasaan sudah memberikan contoh seperti itu, bukan mustahil hal itu

menjadi alasan pembenaran oleh bawahannya untuk melakukan hal yang

sama. Kondisi ini sangat memprihatinkan, karena amanat otonomi untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah seperti dikhianati oleh mereka

yang pada mulanya dipercayai oleh rakyat sebagai pengemban amanat

mereka. Sebagai contoh, Box. 1 mentabulasikan Laporan Hasil Pemeriksaan

BPK atas APBD 2004 dan 2005 Kota Aglabis, padahal Walikota Aglabis

bercita-cita mengembangkan potensi daerahnya secara amat bagus sebagai-

mana tampak pada Box. 2.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik04

Page 15: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

05

11. Terdapat Kelebihan Pembayaran Tunjangan Perumahan Tahun Anggaran

2004 Kepada Wakil dan Anggota DPRD Kota Aglabis Masa Bakti 1999-2004

SebesarRp39.000.000,00

12. Realisasi Biaya Penunjang Operasional Pimpinan DPRD Kota Aglabis Tahun

Anggaran 2004 Sebesar Rp430.500.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan

13. Realisasi Tunjangan Khusus Tahun Anggaran 2004 Sebesar Rp1.020.000.000,00

untuk Pembayaran Uang Purnabakti Pimpinan dan Anggota DPRD Kota Aglabis

Masa Bakti 1999-2004 Merugikan Keuangan Daerah

14. Pelaksanaan Perjalanan Dinas Luar Daerah Sekretariat DPRD Kota Aglabis

Tahun Anggaran 2004 Senilai Rp50.000.000,00 Dipertanggungjawabkan pada

Tahun Anggaran 2005

15. Realisasi Belanja untuk Tunjangan Perumahan dan Fasilitas Pendukung Rumah

Wakil Ketua dan Anggota DPRD Kota Aglabis Senilai Rp888.200.000,00

Dipertanggungjawabkan Tidak Sesuai Ketentuan Serta PPh Pasal 21 atas

Sewa Rumah dan PPN atas Biaya Fasilitas Pendukung Rumah Belum Dipungut

Sebesar Rp84.809.090,90

16. Terdapat Pembayaran Ganda Biaya Pemungutan Pajak Penerangan Jalan

Umum (PPJU) Tahun Anggaran 2004 Kepada PT PLN Sebesar Rp10.755.788,00.

17. Pembayaran Dimuka Biaya Operasional Pemegang Kas dan Pembantu Pe-

megang Kas Serta Uang Kesejahteraan Pegawai Honor Tahun 2005 Sebesar

Rp8.800.000,00 Tidak Sesuai Ketentuan.

18. Terdapat Kekurangan Kas Dinas Pendapatan Sebesar Rp11.648.962,00.

19. Terdapat Pengeluaran untuk Pembuatan Peta Digital Kota Aglabis Sebesar

Rp160.500.000,00 Belum Didukung Bukti-Bukti yang Lengkap.

20. Perencanaan Pembangunan Dermaga yang Bersumber dari DAK Non DR

Tahun Anggaran 2004 Sebesar Rp1.040.000.000,00 Kurang Memadai dan

Pencairannya Dilakukan dengan Merekayasa Dokumen Pendukung.

21. Pengadaan Meubelair Gudang Farmasi Keperluan Dinas Kesehatan Kota

Aglabis Senilai Rp35.580.000,00 Dilaksanakan Belum Sesuai Ketentuan.

22. Pengadaan Bahan Test Narkoba untuk Calon Siswa SLTA Senilai

Rp81.000.000,00 Dilaksanakan Tidak Sesuai Ketentuan.

23. Terdapat Kemahalan Harga Pengadaan Barang Sebesar Rp16.800.000,00.

24. Terdapat Pengadaan Alat Sterilizator yang Belum Dimanfaatkan Sebesar

Rp13.800.000,00.

25. Terdapat Denda Keterlambatan Penyerahan Pekerjaan Senilai Rp16.977.360,60

26. Perencanaan dan Pelaksanaan Pekerjaan Reklamasi Pantai Tidak Sesuai

Spesifikasi dan Kontrak

27 Pekerjaan Urugan Biasa Senilai Rp195.839.605,71 Dibayar Lebih Tinggi dari

Kondisi Senyatanya di Lapangan.

28. Kekurangan Volume Pekerjaan Sebesar Rp127.591.776,81 Pada Beberapa

Kontrak Pekerjaan Jalan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 16: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

1) Dikutip dari situs resmi BPK : http//:www.bpk.go.id

Box : 2

Cuplikan sambutan Walikota Aglabis2)pada Peresmian Situs Web resmi

Pemerintah Kota tersebut 3)

Sambutan Walikota Aglabis

Pada tempat dan kesempatan pertama kita patut memanjatkan Puji

dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada kesempatan ini pula saya

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, instansi-instansi terkait, tokoh

masyarakat serta cendekiawan, serta masyarakat Kota Aglabis sendiri yang

dengan caranya masing-masing telah membantu bagi kelancaran situs web ini.

Penerbitan situs web Pemerintah Kota Aglabis ini merupakan ekspresi

dari sebuah kerinduan, wujud dari sebuah hasrat, ungkapan dari sebuah keberanian

untuk memperlihatkan, memperkenalkan serta "menjual" wajah Kota Aglabis

dalam aneka pesona, potensi dan peluang yang dimilikinya.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah,

telah mendorong Pemerintah Kota Aglabis dan masyarakatnya untuk me-

manfaatkan seoptimal mungkin berbagai potensi dan peluang yang ada bagi

percepatan jalannya roda pembangunan guna memulihkan dan menciptakan

kondisi serta landasan perekonomian daerah yang kuat dan handal.

Dalam rangka meningkatkan landasan ekonomi daerah ini, maka

ditempuh upaya menarik investor untuk mau menanamkan investasinya di Kota

Aglabis sesuai potensi dan peluang yang ada. Banyak potensi dan peluang yang

prospektif dari kota ini. Kota Aglabis memiliki potensi sumber daya kelautan yang

tak terkira ragam dan jumlahnya. Perikanan merupakan primadona kota ini.

Berbagai jenis ikan yang sangat laku di pasaran internasional seperti kerapu,

tuna, kakap berkeliaran di kawasan perairan Aglabis dan sekitarnya. Di sini

terhampar potensi pariwisata bahari yang menakjubkan berupa keindahan pantai

pasir putih, terumbu karang atau taman laut serta olahraga memancing, menyelam

atau berlayar.

Bersamaan upaya menarik para investor untuk mengelola sumber daya

hayati tersebut di atas, Pemerintah Kota Aglabis juga sedang berupaya untuk

mengembalikan jatidiri kota ini yang pernah jaya di masa lampau, yakni sebagai

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik06

Page 17: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

07

Pusat Perdagangan dan Jasa. Di masa lalu, Kota Aglabis memang dikenal

sebagai daerah yang sangat ramai dikunjungi para pedagang, tidak hanya

para pedagang lokal dari daerah Heca, Named dan sekitarnya, tapi juga dari

mancanegara. Masa keemasan masa lalu itu semakin berkurang sejak dibukanya

jalur jalan Trans-Ratemasu di Pantai Timur yang mengakibatkan lalulintas darat

menjadi alternatif. Kini Pemerintah Kota sudah bertekad untuk mengembalikan

kejayaan masa lalu itu.

Kehadiran situs web ini diharapkan dapat menjadi salah satu "Pintu

Informasi" bagi para calon investor untuk memperoleh berbagai data dan informasi

yang komprehensif tentang berbagai keadaan, potensi serta peluang investasi

di sini.

Diharapkan menjadi semacam panduan informasi bagi para calon

investor, sektor swasta untuk datang dan menemukan 'potensi-potensi' yang

ada di Aglabis.

Selamat Datang!

2) Disamarkan nama satu kota di Indonesia

3) Dikutip dari Situs resmi Pemerintah Kota tersebut

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 18: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik08

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 19: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

09

1. Memahami Perilaku Pelaku Fraud

Setiap orang dapat melakukan fraud. Kadang-kadang sulit dipercaya,

seseorang yang kita pandang jujur, taat beragama, berpendidikan, dari

lingkungan sosial yang dihormati, bahkan dari kalangan berada, ternyata

terlibat dalam kasus fraud. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Dennis Greer

menyebut tiga elemen kunci yang disebut sebagai segitiga fraud (fraud triangle)

yang mendorong seseorang atau sekelompok orang melakukan fraud . Ketiga

elemen tersebut adalah:

1. Adanya tekanan.

2. Adanya kesempatan.

3. Adanya alasan pembenaran.

Elemen pertama dan ketiga lebih melekat pada kondisi kehidupan

dan sikap mental/moral pribadi seseorang, sedangkan elemen kedua terkait

dengan sistem pengendalian internal dalam suatu organisasi atau perusahaan.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan tekanan (pressure) antara lain:

1. Masalah keuangan, seperti tamak/rakus, hidup melebihi kemampuan,

banyak hutang, biaya kesehatan yang besar, kebutuhan tak terduga.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:

• Menguraikan perilaku pelaku fraud.

• Menjelaskan unsur-unsur pemicu atau pendorong seseorang melakukan

fraud.

• Menjelaskan upaya pencegahan fraud sebagai bagian utama dalam

memerangi fraud selain deteksi, investigasi dan tindakan hukum.

• Menjelaskan bagaimana membangun sistem pengendalian internal

dalam upaya mencegah terjadinya fraud.

• Menjelaskan kelemahan-kelemahan yang melekat pada sistem

pengendalian internal.

MencegahTerjadinyaFraud

2Bab

Page 20: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

2. Sifat buruk, seperti penjudi, peminum, pecandu narkoba.

3. Lingkungan pekerjaannya, misalnya sudah bekerja dengan baik tetapi

kurang mendapat perhatian, kondisi kerja yang buruk.

4. Lain-lain seperti tekanan dari lingkungan keluarga.

Adapun faktor-faktor yang dapat meningkatkan adanya peluang atau

kesempatan (opportunity) seseorang berbuat fraud antara lain:

1. Sistem pengendalian internal yang sering juga disebut pengendalian intern,

yang lemah.

2. Tidak mampu menilai kualitas kerja karena tidak punya alat atau kriteria

pengukurannya.

3. Kurang atau tidak adanya akses terhadap informasi sehingga tidak

memahami keadaan yang sebenarnya.

4. Gagal mendisiplinkan atau memberikan sanksi pada pelaku fraud.

5. Lalai, apatis, acuh tak acuh.

6. Kurang atau tidak adanya audit trail (jejak audit), sehingga tidak dapat

dilakukan penelusuran data.

Faktor-faktor yang mendorong seseorang mencari pembenaran

(rationalization) atas tindakannya melakukan fraud, antara lain :

1. Mencontoh atasan atau teman sekerja.

2. Merasa sudah berbuat banyak kepada organisasi/perusahaan.

3. Menganggap bahwa yang diambil tidak seberapa.

4. Dianggap hanya sekadar meminjam, pada waktunya akan dikembalikan.

2. Mencegah Fraud

Menghadapi kemungkinan terjadinya fraud, tindakan yang paling baik

dan murah adalah dengan berusaha menghindari atau mencegahnya. Ada

beberapa upaya komprehensif dalam memerangi fraud, yaitu :

1. Pencegahan.

2. Pendeteksian bila telah ditemukan gejala fraud.

3. Investigasi bila telah diyakini fraud sedang atau telah terjadi.

4. Tindakan hukum.

Tahap selain pencegahan tersebut (pendeteksian, investigasi,

dan tindakan hukum), pada akhirnya juga akan membantu atau memberi

feedback pada pencegahan, namun harus diusahakan fraud jangan sampai

terjadi.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik10

Page 21: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

11

Dengan bertitik tolak dari tiga elemen dari segitiga fraud (fraud triangle)

mengapa seseorang melakukan fraud, dapat disimpulkan ada dua unsur

yang menentukan terjadinya fraud yaitu manusia dan sistem pengendalian

dalam organisasi. Manusia dengan nilai-nilai (values) hidup yang dianutnya,

menentukan wujud tingkah lakunya dalam pergaulan dan dalam melaksanakan

tugas pekerjaannya. Sedangkan sistem pengendalian internal dibangun untuk

menghalangi atau menghambat kemungkinan terjadinya fraud dan risiko-risiko

lainnya karena sifat lemah yang melekat pada diri manusia.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pencegahan fraud dapat

dilakukan dengan :

1. Membina, memelihara dan menjaga mental/moral pegawai agar senantiasa

bersikap jujur, disiplin, setia, beretika dan berdedikasi.

2. Membangun mekanisme sistem pengendalian internal (pengendalian intern)

yang efisien dan efektif.

Kedua cara tersebut harus saling melengkapi satu sama lain.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, elemen pertama dan ketiga

dari segitiga fraud lebih banyak terkait dengan kondisi kehidupan dan sikap

mental/moral pegawai yang bersangkutan. Maka untuk mencegahnya, perlu

menghilangkan tekanan dan pikiran pembenarannya dengan melakukan

pembinaan mental seperti membina karyawan untuk bersikap jujur, merasa

memiliki, senantiasa diberi perhatian, mengembangkan keterbukaan, me-

ngembangkan kompetensinya, dan pimpinan menunjukkan keteladanan serta

memberikan bantuan pencerahan kepada pegawai yang membutuhkan. Tidak

kalah penting adalah organisasi agar berusaha memilih karyawan yang jujur

yang dapat dipekerjakan pada organisasi tersebut.

Adapun untuk elemen kedua (kesempatan), karena terkait dengan

sistem pengendalian internal, dapat diminimalkan dengan :

1. Menerapkan pengendalian internal yang baik, lingkungan pengendalian yang

baik (good control environment), sistem akuntansi yang baik (good accounting

system), dan prosedur pengendalian yang baik (good control procedure).

2. Menekan timbulnya kolusi dengan sistem memberi waktu berlibur (vacation),

pindah penugasan atau sistem rotasi (job transfer/tour of duty) atau

pemberian cuti.

3. Mengingatkan pihak luar yang memberi potensi terjadinya fraud seperti

penjual dan kontraktor untuk mewaspadai kickback dan macam-macam

pemberian/gratifikasi, bahwa instansi yang melakukan kegiatan pengadaan

berhak mengaudit ke pemasok.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 22: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

4. Memantau terus-menerus pelaksaan tugas pegawai.

5. Menciptakan sistem hotline : setiap pegawai atau temannya atau orang

lain dapat mengadukan adanya gejala fraud dengan melaporkannya melalui

komunikasi telepon atau surat. Pengadu atau pelapor biasa disebut Si

Peniup Terompet (Whistle Blower).

6. Memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku.

7. Melaksanakan pemeriksaan kecurangan secara proaktif (proactive fraud

auditing).

3. Membangun Sistem Pengendalian Internal

Untuk menutup atau meminimalkan fraud, membangun sistem

pengendalian internal merupakan cara efektif yang dapat dilakukan oleh

manajemen. Ada beberapa sarana pengendalian konvensional yang dapat

digunakan oleh pimpinan organisasi dalam membangun sistem pengendalian

internalnya, yaitu:

1. Organisasi.

2. Kebijakan.

3. Prosedur.

4. Penganggaran/Perencanaan.

5. Pencatatan/Pembukuan.

6. Pelaporan.

7. Personalia.

Tujuh sarana tersebut biasanya ditambah unsur kedelapan berupa

pemeriksaan (review) internal. Sistem pengendalian internal yang dikembangkan

oleh industri akuntansi dan auditing tersebut di atas banyak mendapat sorotan

masyarakat karena meskipun sudah menerapkan teori pengendalian internal

yang dipersyaratkan, ternyata masih banyak sekali terjadi kecurangan atau

fraud yang terjadi di sektor pemerintahan maupun swasta.

Membangun Sistem Pengendalian Internal menurut COSO

Agar pengendalian internal dengan sarana-sarana pengendaliannya

sebagaimana diuraikan sebelumnya dapat berjalan secara efektif, suatu komisi

yang disponsori oleh beberapa lembaga profesi di Amerika Serikat yaitu

Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Commission yang

dikenal dengan singkatan COSO, telah melakukan kajian komprehensif

mengenai sistem pengendalian internal dan menghasilkan lima komponen

Struktur Pengendalian Internal sebagai kerangka pengendalian internal yang

terintegrasi (integrated framework). Dalam lima struktur pengendalian internal

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik12

Page 23: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

13

yang akan diuraikan di bawah ini, terkandung secara jelas adanya sistem

pengendalian yang bersifat keras (hard control) dan yang bersifat lunak

(soft control). Yang bersifat keras adalah kebijakan dan prosedur-prosedur

pengendalian yang bersifat teknis seperti sistem dan prosedur-prosedur,

sedangkan yang bersifat lunak adalah yang menyangkut nilai-nilai (values)

seperti keteladanan pimpinan, kode etik, kedisiplinan, dedikasi dan loyalitas,

kompetensi serta budaya kerja. Kedua model pengendalian ini harus berjalan

bersamaan agar pengendalian berjalan efektif untuk menciptakan lingkungan

yang rendah fraud (low fraud environment).

Lima komponen Struktur Pengendalian Internal tersebut meliputi:

1. Lingkungan pengendalian (control environment).

2. Penilaian risiko (risk assessment).

3. Aktivitas pengendalian (control activities/control procedures).

4. Informasi dan komunikasi (information and communication).

5. Pemantauan (monitoring).

Uraian mengenai kelima komponen Struktur Pengendalian Internal

tersebut tampak berikut ini :

1. Lingkungan Pengendalian

Lingkungan pengendalian dikondisikan untuk menciptakan iklim/suasana

yang sehat di dalam organisasi. Semua orang digugah/diingatkan/disadarkan

untuk menyadari pentingnya pengawasan. Unsur utamanya adalah ke-

teladanan dari pimpinan yang akan menjadi contoh bagi para karyawannya.

Pimpinan harus menjadi model bagi seluruh karyawan.

Nilai-nilai integritas, kejujuran, kesetiaan, kedisiplinan, dedikasi, loyalitas

dan etika ditanamkan kepada seluruh jajaran dari pucuk pimpinan sampai

karyawan lapis terbawah.

Elemen yang penting di sini adalah proses seleksi dalam penerimaan

pegawai. Melalui screening yang ketat, hanya dipilih orang-orang yang

memenuhi kualifikasi, kompeten dan yang bermental jujur. Proses penerimaan

pegawai merupakan pintu pertama yang sangat menentukan dalam upaya

menciptakan sistem pengendalian internal yang efisien dan efektif.

Elemen lain yang diperlukan dalam membangun lingkungan pengendalian

yang positif adalah kejelasan struktur organisasi. Di sini harus jelas siapa

yang diberi tugas dan bertanggung jawab terhadap suatu bidang pekerjaan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 24: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Jika ada penyimpangan akan lebih mudah menetapkan alur penanggung

jawabnya.

Terakhir, adalah peran pengawasan, baik oleh pimpinan dan unit pe-

ngawasannya termasuk oleh Inspektorat (pada perusahaan adalah

pengawasan dari Dewan Komisaris dengan Komite Auditnya, maupun oleh

auditor internalnya).

Memperhatikan pentingnya lingkungan pengendalian ini, COSO me-

nempatkannya sebagai pondasi atau landasan dari semua struktur

pengendalian internal lainnya.

2. Penilaian Risiko

Segala upaya pengendalian diadakan karena suatu organisasi selalu

menghadapi berbagai macam risiko yang dapat menghambat pencapaian

tujuan organisasi. Diantara berbagai risiko itu adalah terjadinya perbuatan

curang atau korupsi oleh pegawai atau pimpinan yang tidak bertanggung

jawab.

Upaya pencegahan dilakukan melalui identifikasi bidang-bidang yang

diperkirakan sebagai sumber terjadinya fraud sebagai salah satu risiko

suatu organisasi, misalnya kegiatan bidang pengadaan. Dengan melakukan

penilaian (assessment) atas risiko-risiko tersebut termasuk memahami

sumber potensi risiko, ukuran besarnya risiko, dan keseringan terjadinya

risiko yang dihadapi, diupayakan untuk menutup kesempatan/peluang

seseorang melakukan fraud dengan menerapkan sistem pengendalian

internal yang tepat dan dipandang memadai. Jadi di sini persoalannya

bagaimana mengelola atau mengendalikan risiko agar tidak sampai

terjadi.

3. Aktivitas Pengendalian

Aktivitas pengendalian (control activities) yang disebut juga prosedur-

prosedur pengendalian (control procedures), merupakan prosedur-prosedur

yang harus dilalui agar peluang melakukan fraud dapat dieliminir. Terdapat

lima prosedur utama yang harus ada, yaitu :

1. Pemisahan tugas.

2. Sistem otorisasi.

3. Pengecekan independen.

4. Pengamanan fisik

5. Dokumentasi dan pencatatan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik14

Page 25: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

15

1. Pemisahan Tugas

Prinsip dasar pemisahan tugas (segregation of duties) adalah seseorang

tidak diperbolehkan melakukan satu rangkaian transaksi dari awal

sampai akhir. Rangkaian tugas itu harus dipecah dan dilaksanakan oleh

petugas yang berbeda. Pisahkan, misalnya, pemberi otorisasi, pelaksana,

pencatat dan penyimpan. Dengan pemisahan tugas akan tercipta sistem

internal check dalam organisasi. Bila rangkaian tugas ini dirangkap,

kemungkinan terjadinya fraud sangat besar.

2. Sistem Otorisasi

Perlu ada sistem otorisasi yang tepat untuk membatasi kewenangan

seorang petugas. Hanya mereka yang mempunyai “password” yang

diperkenankan mengoperasikan komputer dan mengakses database.

Sistem pembatasan (limit) jumlah transaksi tertentu yang dapat dilakukan

seorang pejabat membatasi kewenangan untuk menyetujui atau menolak

menyetujui suatu transaksi. Misalnya transaksi senilai Rp 500 juta ke

atas harus diotorisasi oleh pimpinan, di bawah Rp 500 juta oleh kepala

bagian. Contoh lain: hanya pemegang kunci gudang/brankas yang

diperbolehkan membuka tempat penyimpanan barang atau uang. Dengan

sistem otorisasi semacam ini jelas siapa yang harus bertanggung jawab

jika terjadi penyimpangan.

3. Pengecekan Independen

Dengan independent check, semua pegawai dapat menyadari bahwa

akan selalu ada orang lain yang mengecek dan memantau pekerjaanya.

Sistem ini dapat dilakukan melalui:

1. Pemberian libur secara periodik. Selama libur, orang lain akan

menggantikan pekerjaannya sekaligus mengecek dan mengevaluasi

pelaksanaan tugas sebelumnya.

2. Rotasi atau tour of duty secara periodik. Jangan sampai seorang

pegawai terlalu lama ditempatkan pada pekerjaan yang sama apalagi

pada jabatan-jabatan ‘’basah”.

3. Pemeriksaan fisik secara rutin. Pemeriksaan kas dilakukan setiap

akhir hari bersamaan dengan penutupan buku, dan pemeriksaan

barang/persediaan dilakukan secara periodik mingguan atau bulanan.

4. Reviu oleh supervisor. Untuk meyakinkan apakah suatu penugasan

telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur standar dan memenuhi

kelayakan kualitas yang ditetapkan, reviu oleh supervisor senantiasa

harus dilakukan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 26: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

5. Informasi dari sesama pegawai (employee hotline). Suatu hasil kajian

menunjukkan lebih banyak fraud terdeteksi melalui informasi dari

sesama pegawai dari pada yang ditemukan oleh auditor. Semua

pegawai harus merasa disadarkan bahwa teman sekerja atau teman

di luar lingkungan kerjanya ikut mengawasi (others are watching).

Teman sekerjanya diberi kesempatan untuk melaporkan adanya

gejala (symptom) fraud walaupun tanpa harus menyebut namanya

(anonymous). Ingat tentang Whistle Blower. Laporan atau pengaduan

semacam ini merupakan bagian dari tahap deteksi fraud (selanjutnya

dibicarakan di Bab 4 khusus mengenai sumber deteksi melalui

pengaduan atau tips).

6. Pemeriksaan oleh auditor internal maupun eksternal termasuk oleh

Inspektorat. Suatu penugasan yang telah dilaksanakan dan telah

direviu oleh supervisor akan dapat diterima oleh pihak ketiga apabila

dalam pelaksanaan tugas juga diaudit oleh pihak yang independen

yaitu auditor.

4. Pengamanan Fisik

Banyak barang-barang berharga suatu organisasi atau perusahaan

yang harus selalu dijaga keamanannya, lebih-lebih yang disimpan di

ruang terbuka. Penggunaan tempat-tempat penyimpanan dengan

kunci double akan lebih efektif menutup peluang fraud.

5. Dokumentasi dan Pencatatan

Dokumentasi dan pencatatan merupakan siklus dari suatu sistem akuntansi

(accounting system). Semua kejadian atau transaksi harus didokumen-

tasikan dan dicatat serta diproses melaui siklus akuntansi baik secara

manual atau komputer. Dengan proses ini akan tercipta jejak audit (audit

trail) sejak timbulnya transakasi, penggolongan dan penyajiannya dalam

laporan keuangan ataupun laporan kegiatan. Karena unsur fraud terdiri

dari pencurian, penyembunyian dan konversi atau pengalihan bentuk/wujud

barangnya, maka dengan sistem pencatatan/pembukuan dan dokumentasi

yang baik, penyembunyian (concealment) yang banyak dilakukan melalui

pembukuan/akuntansi, akan mudah ditelusuri dan diungkap.

4. Informasi dan Komunikasi

Melalui rekaman pencatatan, semua kegiatan organisasi dilaporkan dan

dikomunikasikan secara tepat waktu. Sebagian informasi seperti laporan

keuangan dapat dipubliksikan untuk pihak-pihak ekstern. Transparansi

memegang peranan penting di sini, sehingga semua pihak yang ber-

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik16

Page 27: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

17

kepentingan dapat mengetahui dan memahami kondisi yang ada dalam

suatu organisasi atau perusahaan.

Komunikasi harus dilakukan secara konsisten dengan berbagai cara seperti

dalam forum-forum pelatihan, diskusi, temu muka dengan karyawan, dan

lain-lain.

5. Pemantauan

Apa yang digariskan atau ditetapkan dalam sistem pengendalian internal

pelaksanaannya harus selalu dipantau baik oleh atasan yang bertanggung

jawab maupun oleh auditor internal yang mempunyai kewajiban untuk selalu

mengevaluasi sistem dan penerapannya. Hasil evaluasi menjadi bahan

masukan untuk perbaikan secara berkelanjutan terhadap sistem yang ada.

4. Kelemahan Sistem Pengendalian Internal dalam Pencegahan Fraud

Dalam uraian sebelumnya dikemukakan bahwa untuk mencegah

terjadinya fraud yang efektif adalah dengan membangun sistem pengendalian

internal. Namun bagaimanapun baiknya sistem yang kita ciptakan akan selalu

ada kekurangannya. Tidak ada sistem yang dapat sempurna untuk mencegah

terjadinya fraud bagaimanapun ia dirancang dan diimplementasikan secara

cermat dan hati-hati. Kelemahan yang melekat pada sistem pengendalian

internal adalah:

1. Sistem yang baik sekalipun tidak dapat berjalan bilamana sekelompok

pegawai berkolusi atau bekerjasama untuk melanggar sistem. Dengan

kolusi, akan terlihat di permukaan seolah-olah sistem dipatuhi tetapi pada

hakekatnya dilanggar, antara lain dengan menggunakan dokumen fiktif dan

prosedur yang direkayasa. Contohnya, prosedur dan proses tender terlihat

benar, tapi sebenarnya direkayasa seperti tender arisan, tender yang

sebenarnya hanya diikuti oleh penawar dari grup atau tender yang diarahkan

untuk dimenangkan rekanan tertentu yang mengarah pada merek tertentu.

2. Sistem yang dirumuskan adalah hasil kompromi antara manfaat (benefit)

dari sistem dan biaya (cost) yang disediakan untuk menyusun dan meng-

operasikannya. Pada dasarnya suatu sistem pengendalian internal dibangun

dengan tujuan agar:

a. Informasi yang diperlukan dapat berjalan lancar, tepat waktu, lengkap

dan cermat.

b. Organisasi/perusahaan aman dari penyalah-gunaan dan kecurangan.

c. Biaya pengoperasian tidak mahal.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 28: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Ketiga tujuan tersebut tidak dapat dicapai seperti yang diharapkan, bahkan

bisa kontradiktif. Jika dikehendaki informasi berjalan lancar, bisa jadi me-

ngorbankan keamanan; sebaliknya, jika keamanan diperketat, kelancaran

akan terganggu dan biaya penyusunan dan implementasi sistem menjadi

mahal. Akhirnya yang diperoleh adalah hasil kompromi dari kontradiksi ini

berupa suatu bangunan sistem pengendalian yang tidak sepenuhnya

membuat informasi berjalan lancar, tidak sepenuhnya aman dan tidak

terlalu mahal.

3. Kesalahan dan kelalaian pegawai yang menjalankan sistem. Kekurangan

pemahaman atau kelalaian dalam menerapkan sistem dapat terjadi. Kelalaian

dan kesalahan (error) dapat terjadi karena kelemahan yang melekat pada

manusia. Kekurang pahaman dapat diatasi dengan pemberian pengertian

dan sosialisasi secara terus-menerus tentang sistem yang berlaku.

Meskipun tidak ada suatu sistem pengendalian internal yang sempurna,

keberadaanya sangat membantu untuk lebih cepat mendeteksi fraud bila telah

terlanjur terjadi. Adanya celah yang dapat diterobos (Loopholes) dari suatu

sistem yang bersifat teknis mekanis diharapkan dapat ditutup oleh integritas

dan kejujuran dari jajaran seluruh karyawan serta keteladanan dan keterbukaan

pimpinan dalam kerangka bangunan nilai-nilai budaya perusahaan.

5. Membangun Budaya Jujur, Terbuka dan Pemberian Bantuan

Hasil penelitian di belahan benua Amerika Utara menunjukkan bahwa

tidak semua orang itu jujur, yaitu 30% jelas-jelas tidak jujur, 30% jujur sesuai

situasi, dan 40% dinyatakan benar-benar jujur. Ketidakjujuran bilamana

dikombinasikan dengan lingkungan sistem pengendalian yang lemah serta

tekanan kebutuhan yang mendesak akan sangat mempermudah seseorang

melakukan fraud. Karena kejujuran merupakan sikap mental dan karakter

seseorang yang sulit dinilai, dalam membangun sistem semua orang harus

diperlakukan sama untuk diwaspadai. Yang perlu dilakukan adalah meng-

upayakan agar kejujuran dapat tumbuh subur di lingkungan di mana pegawai

bekerja. Untuk itu perlu dibangun budaya jujur dan terbuka. Ada empat faktor

krusial dalam upaya tersebut, yaitu:

1. Perekrutan pegawai yang jujur.

2. Penciptaan lingkungan/suasana kerja yang positif.

3. Penerapan kode etik dan aturan perilaku.

4. Pemberian program bantuan dan pencerahan bagi pegawai yang mengalami

kesulitan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik18

Page 29: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

19

Uraian mengenai keempat faktor tersebut tampak berikut ini.

1. Perekrutan Pegawai yang Jujur

Sebagaimana dikemukakan dalam upaya membangun lingkungan pe-

ngendalian (control environment) yang positif, penerimaan pegawai

merupakan gerbang pertama masuknya orang-orang terpilih melalui seleksi

yang ketat. Hanya orang-orang yang jujur dan memenuhi syarat saja yang

dapat diterima. Pada awal mereka bertugas harus diberikan orientasi tugas

dan pelatihan mewaspadai fraud. Saat-saat awal mereka bekerja merupakan

masa kritis pembentukan mentalnya, dan mereka harus dilindungi dari

kemungkinan polusi dan pengaruh negatif. Suatu kajian menunjukkan

bahwa 25% dari praktik fraud dilakukan pegawai dalam masa kerja tiga

tahun pertama.

Banyak cara untuk menyeleksi calon pegawai atau pelamar kerja. Sistem

interviu yang mendalam dapat digunakan untuk mengorek latar belakang

(background) yang bersangkutan dengan melakukan konfirmasi kepada

beberapa orang yang memberi rekomendasi tentang diri calon pegawai

tersebut. Bisa juga menggunakan jasa konsultan atau investigator untuk

mengetahui rekam jejak (track record) mereka.

Pelatihan mewaspadai fraud serta kebijakan ‘anti fraud’ dilakukan dengan

memberikan pemahaman tentang praktik-praktik penyalahgunaan wewenang

dan kepada mereka diberikan saluran komunikasi untuk melaporkan

kejadian-kejadian yang mencurigakan baik secara langsung kepada pucuk

pimpinan instansi, inspektorat atau melalui saluran telepon khusus (hotline

number).

2. Penciptaan Lingkungan/Suasana Kerja yang Positif

Kejujuran sulit ditumbuhkembangkan dalam suasana atau lingkungan kerja

yang tidak kondusif: gaji rendah, tidak ada perhatian pada prestasi karyawan

dan kurangnya komunikasi. Perlu diadakan komunikasi terbuka (open door

policy) sehingga pegawai bisa menyampaikan masalah-masalah atau

keluhan-keluhannya serta harapan-harapan mereka. Para pegawai harus

diberi pemahaman tentang situasi yang dihadapi instansi yang berpengaruh

pada tingkat kesejahteraan mereka. Ciptakan suasana sehingga para

pegawai merasa diperlakukan secara adil serta mereka merasa ikut memiliki

instansi dimana mereka bekerja.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 30: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik20

3. Penerapan Aturan Perilaku dan Kode Etik

Membangun budaya jujur, keterbukaan dan memberikan program bantuan

tidak dapat diciptakan tanpa memberlakukan aturan perilaku dan kode

etik yang harus dipatuhi. Harus dirumuskan kriteria apa yang dimaksud

dengan perilaku jujur dan yang tidak jujur, perbuatan yang diperbolehkan

dan yang dilarang. Semua ketentuan ini dibuat secara tertulis, gamblang

dan disosialisasikan ke seluruh karyawan dan harus mereka setujui dengan

membubuhkan tanda tangan mereka.Pelanggaran atas aturan perilaku

dan kode etik harus dikenakan sanksi.

Karena setiap fungsi/bidang kegiatan dalam suatu organisasi atau perusahaan

(kepegawaian, keuangan, perlengkapan, pembukuan, sistem informasi,

pembelian, produksi, pemasaran dan lain-lain) mempunyai ciri-ciri tugas

yang spesifik, aturan perilaku yang diterapkan pada setiap fungsi/bidang

kegiatan bisa berbeda.

4. Pemberian Program Bantuan dan Pencerahan bagi Pegawai yang

Mengalami Kesulitan

Salah satu elemen dari segitiga fraud adalah tekanan (pressure). Bisa

terjadi pada suatu saat tekanan yang menimpa pegawai meningkat seperti

adanya kebutuhan yang mendesak karena keluarga sakit, biaya sekolah

anak-anak atau bahkan terjerat hutang, kecanduan alkohol dan narkoba.

Jika tidak ada bantuan dan pertolongan, sangat mungkin terjadi pegawai

akan bertindak melanggar ketentuan dan melalukan fraud. Suatu program

pemberian bantuan dan pencerahan bagi pegawai yang sedang mengalami

kesulitan harus dapat mengenali mereka yang menghadapi kesulitan dan

menyodorkan bentuk-bentuk penyelesaian yang diperlukan.

6. Penanggung Jawab Upaya Pencegahan Fraud

Tahap pencegahan menjadi tanggung jawab manajemen. Pimpinan

bertanggung jawab membangun sistem dan nilai-nilai budaya yang diperlukan,

dan bersama dengan jajaran pejabat sampai tingkat terbawah bertanggung

jawab memelihara, menjaga dan menerapkannya di lingkungan masing-masing.

Auditor internal senantiasa mengevaluasi efektivitas sistem pengendalian

internal dan memberikan rekomendasi perbaikan jika ditemukan kelemahan-

kelemahan. Namun demikian, sebagai aparat pengawas fungsional, auditor

internal dituntut juga untuk dapat mendeteksi fraud dan melakukan investigasi

bilamana fraud diyakini sedang atau telah terjadi.

Page 31: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

21Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

7. Peran Inspektorat dalam Pencegahan Fraud

Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota mempunyai kesempatan dalam

membantu upaya pencegahan fraud dalam setiap Satuan Kerja Perangkat

Daerah yang diperiksa dengan melakukan evaluasi terhadap efektivitas sistem

pengendalian internalnya dan memberikan saran-saran perbaikan jika dijumpai

adanya kelemahan sistem. Jika terlanjur terjadi kecurangan/fraud harus

berupaya menemukan sebab-sebab terjadinya untuk menjadi dasar pemberian

rekomendasi perbaikan agar kejadian serupa tidak terjadi lagi.

Page 32: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Halaman ini sengaja dikosongkan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik22

Page 33: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

23

1. Kecurangan (Fraud) dan Korupsi Serta Jenis dan Akibatnya

Di lingkungan profesi auditor, istilah “kecurangan” atau “fraud” sudah

lama dikenal sebagai perbuatan curang yang merugikan organisasi atau

perusahaan. Setiap pencurian dan penggelapan aset/kekayaan organisasi

yang disengaja oleh pegawai adalah perbuatan curang. Dalam perkembangan-

nya, fraud meliputi juga perbuatan curang yang dilakukan manajemen yang

merugikan publik investor/penyandang dana demi keuntungan manajemen

itu sendiri, organisasi atau perusahaan.

Fraud dapat didefinisikan sebagi perbuatan curang yang dilakukan

dengan berbagai cara secara licik dan bersifat menipu serta sering tidak

disadari oleh korban yang dirugikan. Korban yang dirugikan seringkali baru

mengetahui beberapa waktu kemudian. Biasanya unsur-unsur fraud berupa

pencurian (theft), penyembunyian (concealment) dan pengalihan (conversion)

barang curian ke dalam betuk lain. Box 3 merupakan salah satu contoh

kecurangan yang terjadi di Indonesia.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:

• Menjelaskan definisi kecurangan atau fraud dan kaitannya dengan

pengertian korupsi.

• Menyebutkan beberapa jenis fraud.

• Menguraikan unsur-unsur fraud dan akibat dari fraud.

• Menguraikan peran dan ciri-ciri yang harus dimiliki oleh pemeriksa

kecurangan (fraud auditor).

Audit Kecurangan(Fraud Auditing)

3Bab

Page 34: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Di Indonesia fraud dapat digolongkan sebagai perbuatan korupsi

apabila memenuhi unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, secara melawan

hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi

dengan merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Undang-

Undang No.31 tahun 1999 dan perubahannya dengan Undang-Undang No.

20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

Dari beberapa definisi tentang korupsi, yang paling menonjol adalah

penekanan yang sama pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik

untuk keuntungan pribadi. Asian Development Bank memberikan definisi yang

lebih menyeluruh sebagai berikut:

“Korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan

swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya

diri mereka sendiri dan/atau orang-orang yang dekat dengan mereka, atau

membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalah-

gunakan jabatan dimana mereka ditempatkan” (ADB: Kebijakan Anti Korupsi).

Korupsi menurut definisi ADB tersebut mencakup juga korupsi yang

dilakukan oleh pihak swasta. Dalam praktik, perbuatan korupsi di Indonesia

lebih banyak dikaitkan dengan tindakan korup para pejabat Negara yang

mengelola keuangan Negara. Kalaupun ada pihak swasta yang terlibat,

umumnya terkait dengan transaksi yang dilakukan pejabat Negara.

Fraud atau kecurangan dalam arti yang sebenarnya meliputi baik yang

dilakukan pejabat publik maupun pihak swata. Ada beberapa jenis fraud,

diantaranya yaitu:

Box : 3

Contoh : Salah satu kasus korupsi yang sedang diproses dalam tahun 2007

adalah kasus impor sapi fiktif dari Australia pada Perum Bulog yang merugikan

negara milyaran rupiah. Hasil dari kecurangan ini dikonversi antara lain dalam

bentuk aset berupa rumah mewah yang kemudian disita oleh aparat kejaksaan.

Pengeluaran fiktif merupakan cara penyembunyian kecurangan yang banyak

dilakukan oleh para pelaku kecurangan. Tidak sedikit, misalnya, pengeluaran-

pengeluaran yang dilakukan atas dasar bukti fiktif untuk transportasi, biaya rapat,

pembelian alat tulis kantor, perjalanan dinas, biaya pemeliharaan kantor/rumah

dinas/kendaraan, bantuan sosial, bantuan kepada pihak ketiga dll .

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik24

Page 35: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

25

1. Fraud oleh karyawan, yaitu fraud yang dilakukan pegawai karena jabatan

atau kedudukannya (termasuk yang dilakukan oleh anggota manajemen

yang menyalahgunakan wewenangnya) dalam organisasi. Yang menjadi

korban atau yang dirugikan adalah organisasi atau perusahaan.

2. Fraud oleh manajemen, yaitu fraud yang dilakukan oleh kelompok pucuk

pimpinan organisasi, dengan menyajikan laporan keuangan yang tidak

benar untuk keuntungan pribadi, organisasi atau perusahaan. Untuk menarik

investor/penyandang dana, manajemen merekayasa laporan keuangannya

yang tidak baik menjadi seolah-olah menguntungkan. Yang menjadi korban

di sini adalah publik/investor. Manajemen dalam pengertian ini adalah

suatu kelompok orang pada tingkat pimpinan yang bekerjasama dan sering

melibatkan pimpinan tertinggi dalam suatu organisasi (Direktur Utama

kalau dalam suatu perusahaan).

3. Fraud oleh pemasok, yaitu fraud yang dilakukan oleh perorangan atau

organisasi yang menjual barang atau jasa dengan harga yang terlalu tinggi

dibandingkan dengan kualitasnya, atau barang/jasanya tidak direalisasikan

walaupun pembeli telah membayar. Korbannya adalah pembeli. Jika

pembelinya suatu organisasi atau perusahaan, penjual yang merasa di

untungkan sering memberikan pengembalian illegal (kickback) kepada

petugas pembelian untuk memelihara hubungan baiknya.

4. Fraud oleh pelanggan, yaitu fraud yang dilakukan pembeli/pelanggan.

Pembeli tidak/kurang membayar harga barang/jasa yang diterima, korbannya

adalah penjual.

5. Investasi yang menipu, yaitu fraud yang dilakukan dengan membujuk

investor untuk menanamkan uangnya pada suatu bentuk investasi dengan

janji akan memperoleh hasil investasi yang berlipat dalam waktu cepat.

Untuk meyakinkan investor, pada awal mulai investasi investor diberikan

hasil seperti yang dijanjikan, namun selanjutnya, macet. Contohnya adalah

Kasus Sari Bumi Raya di Sukabumi beberapa waktu yang lalu.

Akibat fraud sangat serius. Tetapi ibarat gunung es di lautan, fraud,

korupsi, KKN, yang tampak atau terungkap hanya sebagian kecil, sedangkan

sebagian besar, 80%, tidak terungkap atau sulit dibuktikan terutama yang

dilakukan oleh para kriminal kerah putih (white collar crime). Di Indonesia

misalnya, berdasarkan analisis Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yaitu

perbandingan pertambahan hasil dengan pertambahan modal yang dikeluarkan,

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 36: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

bila diperbandingkan dengan ICOR dari beberapa Negara tetangga yang

ternyata rationya lebih tinggi dari Indonesia, beberapa pengamat memperkirakan

30% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita menguap

tetapi yang dapat dibuktikan hanya sebagian kecil. Hasil kajian Association

of Certified Fraud Examiners (ACFE) pertengahan tahun 1990-an menghasilkan

perkiraan kerugian sebesar $ 400 milyar per tahun di Amerika Serikat atau

kira-kira 6% dari total pendapatan tahunan perusahaan. Di Indonesia belum

pernah ada riset atau penelitian mengenai besaran korupsi yang dialami baik

pada sektor publik/pemerintahan maupun sektor perusahaan.

Tidak ada pemenang manakala fraud telah terjadi. Korban yang

mengalami kerugian, bilamana telah terbuka citranya terganggu, jika diteruskan

ke pengadilan proses penyelesaiannya sangat melelahkan, bahkan harus

mengeluarkan biaya yang besar. Bagi pelaku fraud, namanya tercoreng,

keluarganya akan menanggung beban psikologis dan pelecehan oleh

masyarakat. Pada management fraud yang merugikan para investornya,

biasanya perusahaan yang bersangkutan jatuh pailit karena sudah tidak

dipercayai lagi oleh investor/masyarakat penyandang dananya.

2. Audit Kecurangan (Fraud Auditing)

Audit kecurangan dapat dikatakan baru mulai berkembang dan

mendapat momentum yang kuat untuk lebih berkembang sejalan dengan

semakin maraknya korupsi dan upaya-upaya pemberantasan korupsi/KKN

yang semakin gencar dilakukan dengan terbentuknya Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) yang dibentuk dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002,

Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta Instruksi Presiden

No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Para auditor seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal

(Itjen) Departemen, Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen,

Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota dan Auditor Internal suatu organisasi

atau perusahaan mempunyai kesempatan mengembangkan kemampuannya

melakukan pemeriksaan kecurangan. Khusus untuk Pejabat Pengawas

Pemerintah di Inspektorat Daerah, dasar hukum pemeriksaannya tercantum

dalam Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan

dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah pasal 28 ayat (1)

d, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2007 tentang Pedoman

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik26

Page 37: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

27

Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah pasal 12,

dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun 2007 tentang Pedoman

Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Departemen Dalam Negeri

dan Pemerintah Daerah.

Untuk menjadi auditor kecurangan (Fraud Auditor), memang tidak

mudah, karena seringkali harus terlibat dalam modus operandi yang rumit

dan kadangkala membutuhkan waktu pemeriksaan yang lama, serta intimidasi

dan ancaman dari auditi. Beberapa atribut atau ciri dari Auditor Internal yang

sukses ada 14, yaitu :

1. Kejujuran dan integritas auditor menjadi dasar pihak lain mempercayai

temuan dan kesimpulannya.

2. Tulus mengabdi pada kepentingan organisasi.

3. Rendah hati.

4. Bersikap professional.

5. Dapat memahami perasaan orang lain walau belum tentu sepakat.

6. Konsisten.

7. Selalu ingin tahu untuk menggali/mendalami kondisi yang dihadapi.

8. Kritis dalam mengevaluasi kecukupan informasi yang diperlukan.

9. Waspada terhadap informasi yang tidak benar.

10. Teguh tidak gampang menyerah mencari informasi yang diperlukan.

11. Semangat yang tinggi.

12. Percaya diri.

13. Berani dan tegar menghadapi tekanan dan risiko.

14. Mampu membuat pertimbangan yang sehat menghadapi faktor-faktor

yang saling bertentangan.

Pendek kata pada seorang auditor kecurangan haruslah jujur dan

berintegritas, selalu ingin tahu, kritis, waspada, teguh tidak gampang menyerah,

enerjik, penuh percaya diri, berani namun dibawakan dengan rendah hati dan

sikap empati, dan mampu mengambil pertimbangan professional yang sehat

dengan sikap independen. Menghadapi para pelaku kecurangan yang cerdik

dan berdarah dingin seperti tidak bersalah, memerlukan teknik-teknik pembuktian

dan pengungkapan yang cukup cerdas.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 38: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Halaman ini sengaja dikosongkan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik28

Page 39: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

29

Deteksi dan InvestigasiFraud

4Bab

1. Deteksi Fraud

1.1.Fungsi dan Kewenangan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota

Lembaga-lembaga audit sektor publik (pemerintah) di Indonesia

berlapis-lapis. Kondisi ini diharapkan dapat mencegah secara dini terjadinya

fraud di lingkungan pemerintahan, sehingga kerugian keuangan negara/daerah

yang lebih besar diharapkan dapat ditangkal. Di luar lembaga kepresidenan

terdapat suatu badan pemeriksa keuangan yaitu Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK-RI). Lembaga tersebut merupakan lembaga audit eksternal pemerintah.

Di lingkungan eksekutif (Presiden RI) terdapat beberapa lembaga audit

internal pemerintah. Lembaga audit tersebut terdiri atas Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk tingkat nasional; Inspektorat

Jenderal Departemen untuk tingkat Departemen; Inspektorat Utama/Inspektorat

Lembaga Pemerintah Non Departemen untuk tingkat Lembaga Pemerintah

Non Departemen; Badan Pengawas Provinsi untuk tingkat provinsi; Badan

Pengawas Kabupaten untuk tingkat kabupaten dan Badan Pengawas Kota

untuk tingkat kota. Ketiga badan pengawas terakhir biasa disebut Badan

Pengawas Daerah atau Bawasda. Dalam perkembangannya berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:

• Menjelaskan fungsi dan kewenangan Inspektorat Daerah dalam

kaitannya dengan deteksi gejala fraud.

• Mengenali beberapa kategori gejala (symptom) dari fraud.

• Mengenali beberapa sumber informasi untuk melakukan investigasi

fraud.

• Menyebutkan tahapan-tahapan dalam melakukan investigasi fraud.

• Membuat Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) dengan baik.

Page 40: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Pemerintah Daerah, ketiga badan pengawas tersebut berubah nomenklaturnya

menjadi Inspektorat. Lembaga-lembaga audit intern pemerintahan di atas

dikenal dengan nama Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 merupakan peraturan

pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, khususnya Pasal 218 ayat (2) yang menyatakan bahwa pengawasan

atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan oleh APIP.

Berdasarkan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005,

APIP melakukan pengawasan sesuai dengan fungsi dan kewenangannnya

melalui:

1. Pemeriksaan dalam rangka berakhirnya masa jabatan kepala daerah.

2. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu.

3. Pengujian terhadap laporan berkala dan atau sewaktu-waktu dari unit/satuan

kerja.

4. Pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya

penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme.

5. Penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan, pelaksanaan program

dan kegiatan.

6. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah dan

pemerintahan desa.

Dari keenam fungsi dan kewenangan APIP di atas terdapat satu fungsi

dan kewenangan APIP yang sangat terkait dengan fraud di lingkup kerjanya

masing-masing yaitu pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya

indikasi terjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme, pengertian korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagai berikut:

1. Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi.

2. Kolusi adalah pemufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar

Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain

yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.

3. Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan

hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya

di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik30

Page 41: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

31Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Ketiga hal di atas dapat diklasifikasikan sebagai sebagian dari bentuk-

bentuk fraud yang sering terjadi di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu fungsi

dan kewenangan Inspektorat sebagai bagian dari APIP yang berada di daerah

adalah mendeteksi dan menginvestigasi fraud.

1.2.Deteksi Fraud oleh Inspektorat

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, sebenarnya fraud adalah

suatu kejahatan (crime) yang jarang tampak (terlihat) perbuatannya. Oleh

karena itu, Inspektorat perlu memperhatikan gejala-gejala (symptoms) yang

menunjukkan bahwa fraud mungkin terjadi. Gejala-gejala fraud sering juga

dikenal dengan “tanda” (red flags). Gejala-gejala fraud tersebut sering berkaitan

dengan motivasi terjadinya fraud yaitu tekanan, kesempatan dan pembenaran

atau elemen dari fraud yaitu pencurian, penyembunyian dan konversi.

Pada saat seseorang mengamati gejala-gejala adanya fraud tidak

berarti bahwa fraud benar-benar telah terjadi. Gejala tersebut dapat disebabkan

oleh beberapa faktor yang lain. Misalnya, seorang pejabat daerah secara

mendadak gaya hidupnya berubah dengan menghambur-hamburkan uang

(boros). Gejala tersebut mungkin bukan fraud karena pejabat daerah tersebut

mendapat warisan dari keluarganya. Contoh lain, saldo piutang kredit suatu

Bank Pemerintah Daerah (BPD) tiba-tiba meningkat secara dramatis. Gejala

tersebut mungkin dapat terjadi karena beberapa nasabah BPD yang ber-

sangkutan jatuh pailit (bangkrut). Perubahan perilaku seorang pejabat/pegawai

biasanya juga mengindikasikan suatu terjadinya fraud, kecuali karena pejabat/

pegawai tersebut mengalami trauma akibat suatu peristiwa, perceraian, atau

kematian keluarganya. Tidak berarti gejala-gejala tersebut pasti bukan fraud

tetapi dapat saja terjadi sebaliknya, karena fraud selalu mungkin terjadi.

Untuk mendeteksi fraud, Kepala Inspektorat beserta jajarannya harus

mempelajari untuk mengenali gejala-gejala fraud dan melacaknya hingga

mendapatkan bukti dalam rangka pembuktian bahwa fraud benar-benar terjadi

atau tidak terjadi fraud. Sayangnya, banyak gejala fraud tidak mendapat

perhatian, atau gejala fraud dikenali tetapi tidak dilacak secara memadai.

Apabila gejala fraud dapat dilacak secara memadai, maka dapat terjadi banyak

fraud dapat dideteksi secara dini.

Page 42: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Menurut Association of Certified Fraud Examiners (CFE), gejala fraud

atau red flags dapat dikelompokan menjadi enam kategori yaitu:

1. Adanya anomali (keganjilan/kejanggalan) akuntansi.

2. Kelemahan-kelemahan pengendalian internal.

3. Anomali analisis.

4. Perubahan gaya hidup.

5. Perilaku tidak lazim.

6. Pengaduan serta pemberian informasi dari pihak ketiga.

Gejala fraud tersebut bila dikaitkan dengan pelaksanaan anggaran

pendapatan dan belanja daerah (APBD) akan menghasilkan beberapa gejala

fraud yang patut dicermati oleh Inspektorat.

Uraian mengenai keenam kategori tersebut tampak berikut ini :

1. Anomali Akuntansi

Catatan-catatan akuntansi/pembukuan termasuk dokumen pen-

dukungnya dalam pelaksanaan APBD sering dimanipulasi atau direkayasa

untuk menyembunyikan fraud. Apabila dokumen pendukung pelaksanaan

anggaran daerah sudah direkayasa, maka angka-angka yang dicatat dalam

Buku Besar Penerimaan (Model B IV) atau Buku Besar Pengeluaran (Model

B V), Buku Kas Daerah (Model B IX) maupun Buku UUDP/Uang-uang Untuk

Dipertanggungjawabkan (Model B II) di tingkat daerah atau pembukuan

Bendaharawan Daerah (model Bend) tidak menyajikan realisasi pelaksanaan

anggaran yang sebenarnya.

Beberapa gejala fraud dalam catatan akuntansi beserta dokumen

pendukung akuntansi dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan

belanja daerah:

1. Pengerjaan buku besar dan register pelaksanaan anggaran daerah tidak

tepat waktu (up to date).

2. Saldo Uang Muka Kerja/uang-uang yang harus dipertanggung-jawabkan

makin membengkak dan tidak ada penyelesaian pertanggung-jawabannya

bahkan melampaui tahun anggaran.

3. Register/buku kontrak pengadaan barang/jasa tidak tertib dan tidak

menggambarkan ketersediaan anggarannya.

4. Dokumen pembayaran terhadap pengeluaran daerah yang seharusnya

menggunakan beban tetap tetapi dilaksanakan dengan beban sementara,

terutama untuk pasal-pasal pengeluaran anggaran daerah untuk anggaran

tak tersangka, bantuan pihak ketiga, bantuan sosial dan bantuan sejenisnya.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik32

Page 43: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

33Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

5. Adanya catatan-catatan kecil untuk pengeluaran-pengeluaran daerah oleh

Bendaharawan Daerah atas perintah atasan langsung-nya yang tidak

segera dipertanggungjawabkan.

6. Pembebanan anggaran dicatat tidak sesuai dengan pasal pengeluaran

anggarannya.

7. Pembukuan/catatan akuntansi menunjukkan ketidakakuratan baik jumlah

maupun informasi yang terkandung di dalamnya.

8. Tidak dilakukan rekonsiliasi secara periodik antara saldo kas daerah

dengan saldo bank pemegang kas daerah.

9. Dokumen pembayaran upah pungut atas pendapatan daerah yang tidak

sesuai dengan makna dan tujuan pemberian upah pungut.

10.Kontrak tahun jamak (multi years) pekerjaan pembangunan fasilitas

pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Undang-undang Nomor: 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi

pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Sebagai tindak

lanjut dari persyaratan tersebut guna mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

pengelolaan keuangan negara, maka Pemerintah RI menerbitkan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tersebut

diharapkan penyampaian laporan pertanggungjawaban pemerintah menjadi

tepat waktu dan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima

umum.

Anomali terhadap standar akuntansi yang telah diterima secara umum

sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005

dan beberapa permasalahan terkait dengan beberapa dokumen akuntansi

baik berupa jurnal, buku besar, atau laporan keuangan seperti diuraikan di

atas baik dikerjakan secara manual atau secara elektronik merupakan gejala

(symptons) terbaik potensi terjadinya fraud.

2. Kelemahan Pengendalian Intern

Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

khususnya pasal 58 ayat (1) menyatakan bahwa guna meningkatkan kinerja,

transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku

Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian

intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.

Page 44: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Berdasarkan penjelasan pasal 58 ayat (1) tersebut di atas, Presiden

selaku Kepala Pemerintahan akan dibantu oleh para pembantunya baik

di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka menyelenggarakan sistem

pengendalian intern tersebut, sehingga terdapat kesamaan persepsi dan

kesamaan konsep pengendalian intern di lingkungan pemerintahan.

Di tingkat Pemerintah Pusat, Presiden akan dibantu oleh Menteri

Keuangan dan Para Menteri serta Pimpinan Lembaga/Kepala Lembaga

Pemerintahan Non Departemen sebagai berikut:

• Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyelenggarakan

sistem pengendalian intern di bidang perbendaharaan.

• Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang

menyelenggarakan sistem pengendalian intern di bidang pemerintahan

masing-masing.

Di tingkat Pemerintah Daerah, Presiden akan dibantu oleh Gubernur/

Bupati/Walikota sebagai berikut:

• Gubernur/Bupati/Walikota mengatur lebih lanjut dan menyelenggarakan

sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya.

Sebagaimana disebutkan dalam Bab II, elemen pengendalian intern

menurut COSO terdiri atas lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas

pengendalian, informasi dan komunikasi, dan monitoring. Pasal 58 ayat (2)

menetapkan bahwa sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada

Pasal 58 ayat (1) ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Rancangan

Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

(SPIP) dibangun mengacu pada Sistem Pengendalian Intern versi COSO

tersebut, yaitu:

1. Lingkungan pengendalian.

Lingkungan pengendalian merupakan elemen fundamental untuk menangkal

atau sebaliknya memfasilitasi terjadinya fraud. Dalam hal pimpinan eksekutif

(Kepala Daerah) dan legislatif (Ketua dan wakil Ketua DPRD) di tingkat

pemerintahan daerah tidak komit untuk memerangi fraud, maka peluang

terjadinya fraud di lingkungan pemerintahan daerah sangat terbuka. Kondisi

demikian merupakan red flags terbaik atas fraud di lingkungan pemerintahan

daerah yang bersangkutan.

2. Penilaian risiko.

Mendeteksi fraud dengan merujuk undang-undang Nomor 28 Tahun 1999

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik34

Page 45: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

35

dapat dikatakan menjadi tanggungjawab manajemen pemerintahan daerah.

Mengingat Inspektorat merupakan alat dari Gubernur dan Bupati/Walikota

untuk melaksankan pengawasan di wilayah kerjanya, maka mendeteksi

fraud juga menjadi salah satu tanggungjawabnya.

Penilaian risiko merupakan salah satu alat untuk memudahkan mendeteksi

dan menangani fraud. Penilaian risiko merupakan salah satu alat yang

membantu dalam pengambilan keputusan dalam pemilihan berbagai

alternatif dan menetapkan alternatif yang paling menguntungkan. Dalam

mendeteksi fraud, teknik ini sangat membantu untuk mengidentifikasi

proses penyelenggaraan pemerintahan daerah dimana kemungkinan

terjadinya fraud. Ketiadaan identifikasi dan penilaian resiko merupakan

red flags peluang terjadinya fraud.

3. Aktivitas pengendalian.

Salah satu tujuan utama dari prosedur pengendalian intern adalah untuk

melindungi aset-aset pemerintah daerah. Ketiadaan pengendalian atau

terdapat kelemahan dalam pengendalian (control) yang diterapkan, maka

ketiadaan atau kelemahan pengendalian tersebut merupakan red flags

fraud di lingkungan pemerintahan daerah tersebut.

Beberapa gejala fraud atas kelemahan pengendalian intern di lingkungan

pemerintahan daerah, antara lain:

a. Tidak adanya pemisahan fungsi otorisasi, fungsi pencatatan, dan fungsi

penyimpanan.

b. Tidak adanya perlindungan fisik atas aset pemerintah daerah.

c. Tidak adanya fungsi yang menjalankan pengecekan independen.

d. Tidak adanya fungsi otorisasi dalam pelaksanaan anggaran yang

memadai.

e. Tidak adanya catatan-catatan dan dokumen yang memadai.

f. Pengabaian terhadap sistem pengendalian yang dirancang untuk di-

implementasikan.

g. Sistem pencatatan/akuntansi tidak memadai.

h. Proses pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintahan daerah

tidak berjalan dan lebih banyak dilakukan penunjukan langsung secara

melawan hukum.

4. Informasi dan komunikasi.

Informasi dan komunikasi bagaikan darah yang mengalir di tubuh suatu

pemerintahan daerah. Dalam hal kebijakan dan prosedur di lingkungan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 46: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

pemerintahan daerah tidak diinformasikan dan dikomunikasikan secara

memadai, maka berpotensi terjadinya salah urus dan salah penerapan

kebijakan dan prosedur tersebut. Ketiadaan atau kekuranglancaran dalam

penginformasian dan pengkomunikasian kebijakan dan prosedur yang

signifikan merupakan red flags dugaan terjadinya fraud.

5. Monitoring.

Pemantauan atau monitoring atas implementasi elemen-elemen sistem

pengendalian intern yang lain diperlukan untuk memastikan apakah

pengendalian intern yang dirancang dan diimplementasikan mencapai

sasaran yang telah ditetapkan. Ketiadaan atau tidak memadainya kegiatan

monitoring merupakan red flags atas fraud di lingkungan pemerintahahan

daerah yang bersangkutan.

3. Anomali Analisis

Keganjilan/kejanggalan analisis adalah keterkaitan atau saling

hubungan, catatan-catatan, atau tindakan-tindakan yang sangat tidak lazim

atau tidak realistis tingkat keandalannya. Kesemua itu termasuk transaksi-

transaksi atau kejadian-kejadian yang terjadi pada waktu atau tempat yang

tidak masuk akal, aktivitas yang dilaksanakan oleh atau melibatkan orang-

orang yang dalam kondisi normal tidak berpartisipasi, misalnya kebijakan dan

prosedur yang tidak masuk akal. Keganjilan/kejanggalan lainnya, yang harus

diteliti secara mendalam termasuk nilai transaksi yang sangat besar atau

sangat kecil, transaksi/kejadian yang sangat sering terjadi atau sangat jarang

terjadi, atau transaksi/kejadian yang mengakibatkan sesuatu berlebihan atau

kekurangan di lingkungan satuan kerja pemerintah daerah.

Beberapa contoh red flags terkait dengan anomali analisis:

1. Kekurangan atau penyesuaian persediaan tidak dapat dijelaskan.

2. Penyimpangan dari spesifikasi.

3. Barang sisa meningkat.

4. Pengadaan barang/jasa yang berlebihan.

5. Terlalu banyak memo debit atau memo kredit.

6. Saldo-saldo perkiraan/buku besar naik atau turun secara signifikan.

7. Pekerjaan fisik tidak normal.

8. Kekurangan kas dikaitkan dengan kas yang ideal.

9. Pembebanan biaya yang sudah terlalu lama.

10.Biaya-biaya atau penggantian pengeluaran yang tidak wajar.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik36

Page 47: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

37

Beberapa keterkaitan perkiraan/akun laporan keuangan yang tidak masuk

akal atau tidak lazim antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan meningkat dengan persediaan menurun.

2. Pendapatan meningkat dengan piutang menurun.

3. Pendapatan meningkat dengan arus kas menurun.

4. Persediaan meningkat dengan utang menurun.

5. Volume meningkat dengan varian harga pokok naik.

6. Persediaan meningkat dengan biaya gudang menurun.

4. Gejala Fraud Berdasarkan Perubahan Gaya Hidup

Sekali seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan

keuangannya dengan melakukan fraud, maka hal tersebut menjadi pemicu

yang bersangkutan untuk mengulangi perbuatannya. Para pelaku fraud

biasanya secara berulang-ulang mencuri dan kemudian menggunakan uang

tersebut untuk berperilaku lebih (mewah) dari kehidupan yang sebenarnya

berdasarkan kemampuan keuangannya. Para pelaku fraud mungkin membeli

mobil atau keperluan pribadi lain yang eksklusif, berfoya-foya melakukan

perjalanan dalam rangka liburan, merenovasi kembali rumahnya atau membeli

lagi rumah yang lebih mahal, atau membeli pakaian dan perhiasan yang

mahal.

5. Perilaku Tidak Lazim

Ketika orang telah melakukan kejahatan, kebanyakan hati nurani

mereka diliputi rasa bersalah dan rasa takut. Perubahan emosi ini meng-

gambarkan perilaku para pelaku fraud sendiri yang tidak lazim. Orang-orang

yang biasanya ramah (baik hati) menjadi pengintimidasi dan suka ribut dan

mudah tersinggung (bermusuhan), orang-orang yang semula suka bermusuhan

menjadi mudah bekerjasama dan bersahabat.

Riset di bidang psikologi menunjukkan bahwa orang-orang yang

melakukan kejahatan akan diliputi rasa takut dan rasa bersalah sehingga

menimbulkan stres. Perubahan perilaku tidak lazim tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut:

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 48: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

6. Pengaduan

Orang-orang yang memiliki posisi yang tepat untuk mendeteksi

terjadinya fraud biasanya adalah orang-orang yang dekat dengan para

pelaku fraud yaitu anggota keluarga, teman, teman sekerja, dan para atasan

langsungnya. Individu tersebut sering memberikan pengaduan yang menyatakan

bahwa kemungkinan telah terjadi fraud (ingat Whistle Blower). Namun demikian,

pengaduan tersebut belum tentu penyebab yang hakiki, karena pengaduan

dan pemberian tips dapat dimotivasi oleh suatu niat tertentu seperti karena

frustasi, dendam pribadi, atau penyebab lainnya.

Selain dari enam kategori dari gejala fraud atau red flags menurut

Association of Certified Fraud Examiners (CFE), W. Steve Albrecht dan Chad

O. Albrecht dalam buku mereka “Fraud Examination,” terdapat dua metode

dalam mendeteksi fraud, yaitu deteksi dengan cara induksi dan deteksi dengan

cara deduksi. Uraian tentang kedua metode tersebut tampak berikut ini.

1. Deteksi dengan Cara Induksi

Salah satu pendekatan yang biasanya dilakukan dalam mendeteksi fraud

yang pembukuan transaksinya sudah menggunakan komputerisasi adalah

menggunakan Commercial Data-Mining Sofware, misalnya ACL (Audit

Command Language) guna melihat ketidaklaziman/kejanggalan transaksi

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik38

• Insomnia (tidak bisa tidur)

• Minum alkohol berlebihan

• Mudah curiga dan lekas

marah yang tidak lazim

• Tidak dapat rileks

• Rasa takut ditangkap

• Tidak dapat menatap mata

orang

• Bertahan tidak terus terang

• Mengakui kejahatan kepada

Pimpinan Agama, Psikolog,

atau Profesional yang lain

• Merokok meningkat

• Berkeringat/Berpeluh

• Lebih suka tinggal di kantor

• Mudah memaafkan

Rasa Takut

Perubahan Perilaku

Stres

Rasa Bersalah

Page 49: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

39

yang ada pada data base. Biasanya penelitian dilakukan pada beberapa

area (bidang) yang sering memicu terjadinya fraud. Proses pengadaan

barang/jasa di lingkungan pemerintah daerah merupakan area yang rawan

terjadinya fraud dalam bentuk imbalan (kickbacks) atau gratifikasi dari

kontraktor/penjual kepada pejabat publik. Dalam hal ini Inspektorat perlu

menguji beberapa proses pengadaan barang/jasa yang terdapat beberapa

kecenderungan, misal penyedia barang/jasa (rekanan) yang selalu/sering

memasok ke satuan kerja/lembaga pemerintah daerah yang bersangkutan.

Selain itu, kenaikan harga yang sering terjadi atas beberapa barang/jasa

tertentu oleh penyedia barang/jasa tertentu dan kejanggalan lain sejenisnya.

Contoh kejanggalan di atas merupakan symptoms of fraud yang sering

dapat dibuktikan kebenarannya.

Beberapa hal yang perlu dicermati sebagai gejala fraud dalam proses

pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintah daerah, antara lain:

a. Perencanaan pengadaan barang/jasa.

1) Penggelembungan anggaran (gejala penggelembungan terlihat dari

unit price yang tidak realistis).

2) Rencana pengadaan yang diarahkan (spesifikasi teknis yang mengarah

pada merek tertentu atau pengusaha tertentu).

3) Tidak mengumumkan secara terbuka rencana pengadaan pada awal

pelaksanaan anggaran.

4) Pemaketan pekerjaan yang direkayasa (pekerjaan hanya mampu

dilaksanakan oleh kelompok tertentu saja).

5) Menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan yang tersebar di

beberapa daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya

seharusnya dilakukan di daerah masing-masing.

b. Pelaksanaan kontrak/penyerahan barang/jasa.

1) Kuantitas pekerjaan/barang/jasa yang diserahkan tidak sesuai dengan

kontrak.

2) Kualitas pekerjaan yang diserahkan tidak sama dengan ketentuan

dalam spesifikasi teknis/kontrak.

3) Kualitas pekerjaan yang diserahkan lebih rendah dari ketentuan

dalam spesifikasi teknis/kontrak.

4) Keterlambatan penyerahan barang/jasa.

5) Perintah perubahan volume (cotract change order) dalam rangka

korupsi, kolusi dan nepotisme.

6) Kriteria penerimaan barang yang bias.

7) Jaminan pasca jual yang palsu.

8) Data lapangan yang dipalsukan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 50: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

c. Pembayaran dan pelaporan.

1) Pembayaran tidak sesuai dengan kemajuan fisik.

2) Tidak dibuat berita acara pada saat pembayaran.

3) Pelaporan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

4) Kekurangan pungutan dan penyetoran kewajiban kepada negara/

daerah.

5) Pembayaran tidak diikuti prestasi (fiktif).

6) Pelaporan tidak lengkap dan tidak sesuai ketentuan.

d. Pemanfaatan.

1) Kualitas barang/jasa yang diterima tidak sesuai kebutuhan.

2) Kuantitas barang/jasa yang diterima berlebihan.

3) Barang/jasa tidak dapat dimanfaatkan.

4) Penyerahan barang/jasa di lokasi yang tidak tepat.

2. Deteksi dengan cara deduksi.

Metode deteksi ini digunakan untuk mendeteksi fraud pada situasi dan

kondisi tertentu. Menurut metode deteksi deduksi, pada dasarnya ada lima

tahap yang harus dilakukan:

a. Memahami tentang latar belakang dan kegiatan dari satuan kerja/lembaga

pemerintah daerah;

b. Mengumpulkan informasi tentang fraud yang sering terjadi di lingkungan

masing-masing satuan kerja/lembaga pemerintah daerah yang ber-

sangkutan atau yang sejenis di daerah yang lain;

c. Menentukan gejala yang biasanya fraud dapat dilakukan;

d. Menggunakan data base dan sistem informasi manajemen/keuangan

daerah untuk mencari beberapa gejala fraud;

e. Melacak gejala fraud tersebut untuk memastikan bahwa fraud benar-

benar terjadi atau mungkin ditemukan faktor-faktor lain yang menyebabkan

terjadinya fraud.

Pemahaman dan analisis lebih dalam terhadap gejala fraud merupakan

langkah awal untuk investigasi atas fraud.

2. Investigasi Fraud

Pertengahan tahun 1998, tepatnya tanggal 21 Mei 1998 merupakan

titik awal dimulainya era reformasi. Pada saat itu, mantan Presiden Soeharto

menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden RI. Semangat

reformasi tersebut telah mendorong tuntutan rakyat atas penyelenggaraan

negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Tuntutan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik40

Page 51: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

41

rakyat tersebut direspon oleh wakil-wakil rakyat di Majelis Permusyawaratan

Rakyat (MPR) dengan diterbitkannya Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998

tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme. Kondisi dan situasi negara saat itu telah mendorong dan menjadi

genderang perang terhadap korupsi yang merupakan salah satu bentuk fraud.

Era tersebut telah mendorong penggunaan peristilahan di bidang auditing di

Indonesia yang selama ini dikenal dengan pemeriksaan (audit) khusus menjadi

audit investigasi.

Dalam bidang akuntansi dan auditing, terminologi investigative audit,

forensic accounting, forensic audit, investigation audit, dan fraud investigation

adalah terminologi yang saling menggantikan. Meskipun menimbulkan

pertanyaan apakah kesemuanya memiliki makna yang sama, tentunya masih

dapat diperdebatkan. Modul ini menggunakan terminologi investigasi fraud

untuk audit investigasi terhadap fraud.

Pembahasan investigasi fraud dalam modul ini mencakup sumber

informasi investigasi fraud, perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan

investigasi. Uraian mengenai hal-hal tersebut tampak berikut ini.

2.1. Sumber Informasi Investigasi Fraud

Beberapa sumber informasi yang dapat dijadikan informasi awal

dilakukannya investigasi fraud oleh Inspektorat adalah sebagai berikut:

1. Gejala-gejala (symptoms) atau Red Flags Fraud;

2. Pengaduan Masyarakat;

3. Hasil Audit Reguler dan Audit Akhir Jabatan Bupati/walikota;

4. Perintah Gubernur/Bupati/Walikota;

5. Permintaan Instansi Lainnya yang Berwenang.

Uraian mengenai kelima sumber informasi tersebut tampak berikut ini.

1. Gejala-gejala (Symptoms) atau Red Flags Fraud

Pada bagian modul deteksi fraud telah diuraikan berbagai gejala atau

red flags fraud. Inspektorat selaku auditor intern Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/

Kota dapat dengan mudah untuk mengumpulkan informasi tambahan atas

gejala fraud tersebut. Dari hasil pengumpulan informasi awal, Inspektorat

harus melakukan penelaahan awal dalam rangka menentukan apakah informasi

awal tersebut dapat dijadikan bukti awal yang cukup untuk dilakukan investigasi

fraud.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 52: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

2. Pengaduan Masyarakat

Kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah

tidak dapat dipungkiri lagi. Hal ini sesuai dengan tuntutan mereka akan good

governance (tata kelola yang baik) dalam penyelenggaraan pemerintahan di

daerah. Kontrol masyarakat merupakan salah satu wujud dari pilar partisipatif

dalam good governance. Pengertian masyarakat dapat diartikan sebagai

orang perseorangan atau lembaga swadaya masyarakat. Media yang digunakan

oleh masyarakat orang per-seorangan dalam menyalurkan pengaduan dapat

melalui surat pengaduan tanpa mencantumkan identitas pelapor atau sebaliknya,

sedangkan untuk pengaduan yang disampaikan oleh Lembaga Swadaya

Masyarakat pada umumnya mencantumkan identitas pimpinan lembaga

swadaya tersebut, meskipun tandatangan pimpinan yang bersangkutan belum

tentu dapat diandalkan keasliannya bahkan mungkin palsu. Untuk pengaduan

yang berasal dari orang perseorangan meskipun tanpa nama tidak berarti

tidak dapat diandalkan informasinya, karena biasanya pengaduan tersebut

cenderung dibuat oleh orang-orang di sekitar pelaku fraud. Namun demikian,

Inspektorat beserta jajarannya agar tetap menjunjung tinggi azas praduga

tidak bersalah.

Berdasarkan praktik di lapangan, pengaduan masyarakat cenderung

minim bukti (evidence) yang diadukan, sehingga tambahan data atau informasi

sangat diperlukan sebelum pada keputusan untuk melakukan investigasi

fraud.

3. Hasil Audit Reguler dan Audit Akhir Jabatan Bupati/Walikota

Audit reguler yang dilakukan oleh Inspektorat berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pe-

ngawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dapat berupa audit atas

pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi, audit atas pelaksanaan

urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota, dan audit atas pelaksanaan

pemerintahan di desa. Audit akhir jabatan Bupati/Walikota sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tersebut dilakukan oleh Inspektorat

Provinsi. Dari hasil audit reguler dan audit akhir jabatan Bupati/Walikota dapat

ditemukan beberapa penyimpangan yang berindikasi pada pelanggaran hukum

yang mengakibatkan kerugian keuangan daerah. Dalam hal terdapat temuan

bermuatan pelanggaran hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan

daerah, hal ini merupakan bukti awal yang cukup untuk dilakukan investigasi

fraud.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik42

Page 53: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

43Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

4. Perintah Gubernur/ Bupati/Walikota

Pasal 25 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 menetap-

kan bahwa Inspektur Provinsi dalam pelaksanaan tugas pengawasan (termasuk

pemeriksaan/audit) bertanggungjawab kepada Gubernur, Inspektur Kabupaten/

Kota dalam melaksanakan tugas pengawasan (termasuk pemeriksaan/audit)

bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota. Berdasarkan Pasal 25 ayat (1)

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Inspektorat Provinsi merupakan alat

dari Gubernur, sedangkan Inspektorat Kabupaten/Kota merupakan alat dari

Bupati/Walikota dalam penyelenggaraan pengawasan di wilayah kerjanya.

Dengan demikian, Gubernur/Bupati/Walikota dapat memerintahkan Inspektorat

untuk melakukan investigasi fraud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28

ayat (1) huruf d yaitu pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya

indikasi terjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi, dan nepotisme.

5. Permintaan Instansi Lainnya yang Berwenang

Investigasi fraud yang dilakukan oleh Inspektorat dapat dilakukan atas

permintaan instansi lainnya yang berwenang, antara lain Inspektorat Jenderal

Departemen Dalam Negeri, Instansi Penyidik baik Kepolisian, Kejaksaan

maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Permintaan bantuan investigasi

tersebut sangat tergantung pada kepercayaan yang diberikan oleh pemberi

tugas, khususnya terkait dengan independensi dan obyektivitas dari Inspektorat

Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Pada prinsipnya di mungkinkan

Inspektorat melakukan investigasi fraud jika diminta oleh instansi yang

berwenang.

2.2.Perencanaan Investigasi Fraud

Langkah kerja yang perlu dibangun dalam tahap perencanaan mencakup:

1. Penelaahan informasi awal,

2. Pembuatan hipotesis,

3. Penyusunan audit program,

4. Perencanaan sumber daya, dan

5. Penerbitan surat tugas investigasi.

Uraian mengenai kelima sumber informasi tersebut tampak berikut ini.

1. Penelaahan Informasi Awal

Berbeda dengan hasil deteksi terhadap symptoms of fraud baik berupa

anomali akuntansi, kelemahan sistem pengendalian intern di lingkungan

pemerintah daerah, anomali analisis, perubahan gaya hidup, perilaku tidak

Page 54: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

lazim, dan pengaduan, hasil audit reguler dan akhir jabatan Bupati/Walikota

yang relatif telah diperoleh bukti awal, untuk pengaduan masyarakat kebanyakan

tidak dilampiri dengan bukti. Kondisi ini disebabkan besarnya risiko yang harus

ditanggung pengadu apabila si pengadu dapat ditemukan. Belum adanya

komisi perlindungan saksi dan korban sangat mempengaruhi keberanian para

pengadu untuk lebih transparan. Kekhawatiran terhadap keselamatan diri

pengadu maupun keluarganya merupakan faktor dominan kebanyakan para

pengadu tidak berani secara terbuka mengungkapkan suatu fraud. Kadangkala

kasus fraud-nya belum diadili tetapi serangan balik sudah ditiup dengan

pengaduan berupa pencemaran nama baik.

Materi pengaduan yang diterima dari pengadu tentang terjadinya fraud

pada umumnya tidak berisi informasi yang lengkap dan spesifik melainkan

sangat umum dan sering kali bersifat tendensius. Inspektorat sebagai unit

yang independen dan profesional harus melihat dan menangani materi

pengaduan tersebut secara objektif dengan melakukan analisis atau penelaahan

terhadap informasi tersebut untuk menentukan kecukupan alasan untuk

dilakukan investigasi. Penelaahan dilakukan dengan menganalisis muatan

fakta dan data yang ada di dalam informasi yang diadukan, apakah fakta-

fakta yang diungkapkan di dalam pengaduan tersebut merupakan fakta-fakta

yang aktual, logis atau hanya merupakan hasil imajinasi si pengadu. Data

atau informasi yang dimuat di dalam pengaduan juga harus dianalisis untuk

menguji apakah data atau informasi tersebut relevan dan logis mendukung

fakta-fakta yang dimuat dalam pengaduan.

Sebagai salah satu kriteria untuk menentukan cukup tidaknya alasan

symptoms of fraud, pengaduan masyarakat, hasil audit reguler dan akhir

jabatan Bupati/Walikota maupun perintah Gubernur/Bupati/Walikota dan

permintaan instansi yang berwenang dilakukan investigasi didasarkan pada

pertimbangan adanya unsur-unsur kerugian keuangan negara/daerah dan/atau

perekonomian negara/daerah serta adanya pelanggaran hukum dalam

pengelolaan keuangan negara/daerah.

2. Membuat Hipotesis

Berdasarkan hasil penelahan informasi awal, auditor Inspektorat akan

melakukan hipotesis. Hipotesis biasanya merupakan suatu skenario “worst

case”; yaitu setelah menganalisis berbagai kemungkinan berdasarkan data

yang dimiliki, auditor akan memprediksi berbagai kemungkinan penyimpangan

yang dikembangkan berdasarkan informasi yang dihasilkan pada kegiatan

penelaahan awal. Pada tahap hipotesis diidentifikasi bukti/informasi yang

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik44

Page 55: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

45Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

perlu dikumpulkan, sumber bukti/informasi, teknik/metode pengumpulan

bukti/informasi, dan strategi atau pendekatan pengumpulan bukti.

3. Menyusun Program Investigasi

Berdasarkan hipotesis sebagaimana disebutkan sebelumnya, auditor

menyusun program investigasi. Program tersebut dapat berisi antara lain:

tujuan (pengumpulan bukti/informasi), langkah-langkah investigasi (prosedur),

petugas (auditor), dan prediksi/anggaran waktu yang dibutuhkan melaksanakan

langkah-langkah investigasi yang dirancang.

4. Perencanaan Sumber Daya yang Dibutuhkan

Berdasarkan program investigasi tersebut di atas, disusunlah rencana

kebutuhan sumber daya baik tenaga, pembiayaan, maupun sarana/prasarana

untuk melaksanakan investigasi dimaksud. Sumberdaya ini sangat berpengaruh

pada hasil akhir investigasi.

5. Penugasan

Kegiatan akhir pada tahap perencanaan adalah penerbitan surat tugas

atau perintah untuk melaksanakan investigasi.

2.3. Pelaksanaan Investigasi Fraud

Berdasarkan gejala-gejala (symptoms) atau red flags fraud, pengaduan

masyarakat, hasil audit reguler dan audit akhir jabatan Bupati/Walikota, perintah

Gubernur/Bupati/Walikota, permintaan instansi lainnya yang berwenang

serta hasil perencanaan investigasi, maka tahap selanjutnya adalah tahap

pelaksanaan investigasi fraud. Inti dari tahap ini adalah pengumpulan dan

evaluasi bukti (evidence) untuk membuktikan bahwa fraud benar-benar terjadi

atau tidak terjadi fraud. Dengan kata lain, untuk membuktikan hipotesis (dugaan

penyimpangan) diperlukan bukti-bukti yang memenuhi persyaratan baik kualitas

maupun kuantitas sesuai dengan sistem hukum yang berlaku. Di Indonesia,

dalam hal beracara tindak pidana, maka berlaku Undang-undang Nomor 8

tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang dikenal dengan Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mengingat pentingnya bukti tersebut

untuk membuat kesimpulan tentang ada-tidaknya fraud, bagian berikut ini

menjelaskan tentang pengumpulan dan evaluasi bukti.

Pengumpulan Bukti

Alat bukti menurut KUHAP diatur dalam Pasal 184 ayat (1) yang

terdiri dari Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, dan Keterangan

Page 56: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

terdakwa. Uraian selanjutnya mengenai alat bukti ini diuraikan dalam Bab 5,

Aspek Hukum dari Fraud (lihat butir 3.2.3. hal. 79).

Sesuai dengan prinsip kehati-hatian profesi, Pasal 183 KUHAP

mensyaratkan kuantitas alat bukti yang harus dikumpulkan atas fraud

yang terjadi. Terkait dengan kualitas bukti yang harus dikumpulkan, maka

bukti tersebut harus relevan, material, dan kompeten. Relevan, maksudnya

berkorelasi dengan fakta utama dan menunjukkan hubungan yang signifikan

serta dapat ditelusuri. Sementara itu material yaitu pengaruh dan akibat

penyimpangan (perkara) yang terjadi sangat signifikan, sedangkan kompeten

adalah dapat diterima secara hukum, diperoleh dengan cara dan dalam bentuk

serta dari sumber yang diperkenankan menurut hukum.

Dalam rangka pembuktian atas fraud, pendekatan investigasi fraud

dapat dilakukan melalui skema pendekatan segi empat pembuktian (the

evidence square approach) yang terdiri dari:

1. Bukti kesaksian (testimonial evidence).

2. Bukti dokumen (documentary evidence).

3. Bukti fisik (physical evidence).

4. Bukti pengamatan (personal observation).

The evidence square approach digambarkan sebagaimana tampak

pada gambar berikut, dengan masing-masing penjelasan sebagai berikut:

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik46

Bukti dokumen

Bukti pengamatanBukti fisik

Bukti Kesaksian

Page 57: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

47

1. Bukti kesaksian.

Bukti ini dikumpulkan dari para individu yang melihat, mendengar dan

merasakan pada saat fraud terjadi dan atau diduga terlibat fraud. Teknik

pengumpulkan bukti kesaksian dapat dilakukan melalui berita acara permintaan

keterangan (BAPK) termasuk konfrontasi kepada pihak-pihak yang diduga

terlibat fraud. Metode dan teknik pembuatan BAPK akan disajikan secara

terpisah setelah pembahasan mengenai pendekatan segi empat pembuktian

ini.

Berita Acara Permintaan Keterangan dapat dikembangkan oleh

penyidik untuk menjadi alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184

ayat (1) KUHAP, yaitu keterangan saksi, dan atau keterangan ahli khususnya

untuk ahli di bidang teknis tertentu, serta keterangan terdakwa, apabila ternyata

pemberi keterangan sebagai pelaku fraud.

2. Bukti dokumen.

Bukti ini berasal dari hasil cetak komputer (print), data pada komputer,

dan dokumen tertulis dan tercetak lainnya. Teknik pengujian dalam rangka

pengumpulan bukti dokumen antara lain, adalah pengujian dokumen, penelitian

catatan-catatan yang telah dipublikasikan, pemeriksaan, penelitian data atau

perangkat lunak komputer, penghitungan nilai kekayaan bersih, hasil konfirmasi

yang dilakukan oleh auditor investigasi, dan analisis laporan keuangan.

Dalam pengumpulan bukti dokumen perlu mempertimbangan tingkat

keandalan bukti. Bukti/dokumen ekstern dari pihak ketiga atau di luar instansi

yang sedang diinvestigasi lebih dapat dipercaya tingkat keandalannya dibanding

dengan bukti/dokumen intern instansi tersebut. Hal ini berdasarkan pertimbangan

bahwa bukti/dokumen intern lebih dimungkinkan direkayasa atau dimanipulasi

atau dipalsukan dibanding bukti/dokumen ekstern. Kondisi sebaliknya dapat

terjadi, bila terjadi kolusi antara pihak intern dan ekstern berkolusi.

Bukti dokumen dapat dikembangkan oleh penyidik untuk menjadi alat

bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu surat,

misalnya sertifikat dalam transaksi pengadaan tanah, paspor pelaku fraud,

kartu tanda penduduk dan sejenisnya atau bukti petunjuk, yaitu dokumen

dokumen yang terkait yang dapat menggambarkan peristiwa terjadinya fraud.

3. Bukti fisik.

Bukti ini dikumpulkan dari hasil pengujian fisik yang dilakukan oleh

auditor Inspektorat. Pengujian fisik dilakukan melalui inspeksi atau pengamatan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 58: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

yang dilakukan auditor atas penghitungan terhadap harta (aset) berwujud

suatu instansi pemerintah daerah. Dalam praktik di lapangan, pengujian fisik

dilakukan dalam rangka kas opname, pemeriksaan fisik persediaan, inventarisasi

barang inventaris, dan pemeriksaan fisik atas pekerjaan pembangunan yang

bermasalah atau berindikasi kuat terjadinya fraud. Dalam melakukan pengujian

fisik, auditor investigasi didampingi oleh penanggungjawab kegiatan termasuk

panitia/pejabat pengadaan barang/jasa, dan disertai ahli teknis di bidang

pekerjaan/barang/jasa yang berindikasi kuat terjadinya fraud. Ahli teknis

dimaksud misalnya: ahli di bidang konstruksi, ahli di bidang teknologi informasi,

ahli di bidang kehutanan, ahli di bidang pertanian, ahli di bidang persenjataan,

ahli di bidang farmasi, ahli di bidang alat kedokteran, dan ahli dibidang lainnya

sesuai dengan pengujian fisik yang akan dilakukan auditor.

Hasil pengujian fisik sebagaimana dimaksud di atas harus didokumen-

tasikan dalam suatu Berita Acara Pemeriksaan Fisik yang ditandatangani oleh

auditor Inspektorat, penanggungjawab kegiatan termasuk panitia/pejabat

pengadaan barang/jasa, dan ahli teknis. Dokumentasi ini sangat penting untuk

membuktikan kebenaran kuantitas dan kualitas barang/jasa yang telah dilakukan

pengujian fisik sebagai bukti fisik. Dalam Berita Acara Pemeriksaan Fisik

biasanya diuraikan tentang jenis barang (termasuk pekerjaan fisik) atau jasa,

kuantitas barang/jasa, nilai pengadaan barang/jasa, nilai barang/jasa yang

tidak benar atau tidak sesuai dengan kontrak/spesifikasi yang ditetapkan,

dan keterangan untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci. Berita Acara

Pemeriksaan Fisik harus ditandatangani semua pihak yang melakukan

pengujian fisik baik auditor Inspektorat, penanggungjawab kegiatan termasuk

panitia/pejabat pengadaan barang/jasa, ahli teknis, bahkan penyelidik/penyidik

yang ikut menyaksikan pengujian fisik. Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan

Fisik dapat diketahui secara langsung nilai kerugian keuangan negara/daerah

yang terjadi, apabila terjadi penyimpangan atas kegiatan termasuk pengadaan

barang/jasa. Dalam bukti fisik termasuk juga sidik jari, senjata, hak milik (aset)

yang hilang, identifikasi nomor atau ciri barang (obyek) yang hilang, dan bukti

fisik lainnya yang dapat dihubungkan dengan perbuatan. Pengumpulan bukti

fisik sering melibatkan analis forensik sebagai ahli.

Berita Acara Pemeriksaan Fisik ini dapat dikembangkan oleh penyidik

untuk menjadi alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP, yaitu keterangan saksi, dan atau keterangan ahli khususnya untuk

auditor Inspektorat dan ahli teknis, serta keterangan terdakwa, apabila ternyata

penanggungjawab kegiatan termasuk panitia/pejabat pengadaan barang/jasa

sebagai pelaku fraud.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik48

Page 59: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

4. Bukti pengamatan.

Bukti ini dikumpulkan berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan

oleh auditor Inspektorat terhadap perbuatan pelaku fraud secara langsung

di lapangan. Dalam melakukan pengamatan, auditor harus memperhatikan

kewenangan yang dimiliki, sehingga tidak terjadi kesalahan prosedur. Hal ini

penting agar hasil pengamatan terhadap pelaku fraud tidak dapat dipatahkan

karena adanya kesalahan prosedur. Bukti pengamatan akan optimal, bila

pengamatan dilakukan bersama-sama aparat penegak hukum atau penyidik,

sehingga pelaku fraud dapat tertangkap basah dengan barang buktinya.

Operasi intelijen dan kegiatan sejenis lainnya merupakan cara yang efektif

untuk mendapatkan bukti pengamatan.

Hasil pengamatan dapat dikembangkan oleh penyidik untuk menjadi

alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yaitu

keterangan terdakwa terutama pengakuan pelaku fraud dalam hal perbuatannya

tertangkap basah, atau bukti petunjuk dalam hal hasil pengamatan menghasilkan

rangkaian dari beberapa keterangan saksi.

Berita Acara Pemberian Keterangan (BAPK)

Sebagaimana telah disinggung pada uraian tentang bukti kesaksian

(testimonial evidence), bukti tersebut dapat dikumpulkan melalui BAPK. Auditor

Inspektorat Provinsi atau Inspektorat Kabupaten/Kota perlu memperoleh

pemahaman tentang Pengertian dan Tujuan Pembuatan BAPK, Pedoman

Melakukan BAPK dan Pembuatan BAPK. Kedua hal ini akan diuraikan pada

bagian berikut ini.

a. Pengertian dan Tujuan Pembuatan Berita Acara Permintaan Keterangan

1) Pengertian Berita Acara Permintaan Keterangan.

Berita Acara Permintaan Keterangan adalah suatu media komunikasi

antara auditor Inspektorat Provinsi atau Inspektorat Kabupaten/Kota

dengan pemberi informasi untuk memperjelas alur penyimpangan yang

terjadi berdasarkan langkah-langkah audit yang telah dilakukan sebelum

permintaan keterangan.

2) Tujuan pembuatan Berita Acara Permintaan Keterangan.

• Konfirmasi atas materi temuan hasil investigasi kepada pihak-

pihak yang diduga bertanggungjawab dan atau terkait atas suatu

penyimpangan.

• Salah satu bahan pelengkap dalam penyajian/pengungkapan fakta-

fakta dan proses kejadian (kasus posisi dan modus operandi).

49Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 60: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik50

b. Pedoman Melakukan Permintaan Keterangan

Sebelum auditor Inspektorat melakukan permintaan keterangan, terdapat

beberapa pedoman yang perlu diperhatikan agar permintaan keterangan

berjalan lancar mencapai tujuan yang diharapkan. Beberapa pedoman

tersebut sebagai berikut:

1) Pertanyaan pendahuluan.

Pada tahap awal permintaan keterangan, auditor dalam mengajukan

pertanyaan hendaknya berkisar pada masalah yang akan dideteksi

secara global dan masih bersifat obrolan. Pertanyaan yang "to the point"

dapat mengejutkan pemberi keterangan. Begitu pula pertanyaan yang

“menusuk” dapat mengakibatkan pemberi keterangan menjadi terkejut

dengan sikap menarik diri, melawan atau menolak. Kondisi demikian

harus dihindari, karena dapat merusak suasana dalam permintaan

keterangan.

2) Gaya bicara.

Gaya bicara hendaknya tersusun menurut maksudnya dan jangan

berbelit-belit. Sebagian besar pemberi keterangan akan selalu waspada

terhadap lawan bicara. Selain itu, gaya bicara yang berbelit-belit dapat

mengakibatkan pemberi keterangan untuk berbuat hal yang sama.

Pemberi keterangan akan memberikan jawaban yang berbelit-belit dan

berputar-putar, sehingga akan mengalami kesukaran dalam menangkap

ujung pangkal dari isi keterangan dan dapat kurang dipercaya kebenaran-

nya. Sehubungan dengan itu, auditor Inspektorat/Bawasda agar berbicara

secara jelas dengan kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti

oleh pemberi keterangan.

3) Nada dan irama.

Kata-kata yang monoton tidak ada nadanya dapat menimbulkan suasana

yang membosankan dalam permintaan keterangan. Nada berfungsi

agar pemberi keterangan dalam kondisi bangun dan dapat meng-

isyaratkan pembicaraan yang penting dan meminta perhatian lebih

serius. Selain nada, irama pembicaraan juga tidak kalah pentingnya.

Irama pembicaraan dapat membantu dalam kelancaran permintaan

keterangan. Jangan bicara terlalu lambat atau terlalu cepat. Bicara

terlalu cepat, dapat menimbulkan kesan mendapat pertanyaan bertubi-

tubi. Akibat lebih lanjut pemberi keterangan kurang memiliki kesempatan

untuk menyelesaikan suatu jawaban secara lengkap.

Page 61: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

4) Sikap dalam melakukan permintaan keterangan.

Sikap dalam melakukan permintaan keterangan, idealnya adalah suasana

yang dapat menimbulkan suasana penuh keakraban, suasana yang

bebas dan tidak kaku serta penuh kehangatan. Suasana ini tidak akan

terjadi bilamana:

a) Auditor bersikap sebagai seorang aparat yang mengintrogasi seorang

tertuduh.

b) Auditor bersikap sebagai seorang maha guru yang sedang memberi

ceramah.

c) Auditor bersikap kurang menghargai, kurang percaya atau berulang-

ulang memberikan celaan terhadap jawaban pertanyaan yang kurang

disukai.

5) Membuat paraphrase.

Dalam permintaan keterangan tidak jarang dijumpai pemberi keterangan

mengalami kesukaran untuk merumuskan isi pikirannya secara teratur,

lengkap dan sistematis. Dalam kondisi demikian peranan auditor harus

membantu pemberi keterangan agar dapat merumuskan keterangan

dalam kata-kata yang lebih tepat dan mempunyai arti. Pada posisi ini,

auditor seolah-olah sebagai penterjemah bebas baik terhadap pemberi

keterangan maupun terhadap dirinya sendiri. Namun hal ini harus

dilakukan secara hati-hati, jangan sampai mengubah hitam menjadi

putih atau sebaliknya, karena dengan melakukan paraphrase dapat

menggiring pemberi keterangan kepada suatu kesimpulan yang tidak

ia maksudkan, tanpa pemberi keterangan menyatakan keberatan.

6) Melakukan probing.

Probing adalah penggalian yang lebih dalam permintaan keterangan.

Hal ini dapat dilihat bilamana pemberi keterangan telah memberikan

pernyataan/jawaban yang cukup jelas, akan tetapi auditor ingin me-

ngetahui lebih dalam lagi mengenai jawaban yang telah diberikan.

Dengan probing dapat diperoleh keterangan yang lebih rinci dan lengkap

melalui pertanyaan-pertanyaan yang menjurus ke pokok masalah.

7) Menilai jawaban.

Ketelitian dan keakuratan keterangan yang termuat dalam Berita Acara

Permintaan Keterangan sangat tergantung pada penilaian auditor

terhadap jawaban-jawaban ataupun informasi yang diberikan pemberi

keterangan. Perlu-tidaknya mengadakan probing atau tepat-tidaknya

suatu probing dilakukan bergantung juga kepada baik-buruknya auditor

51Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 62: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Inspektorat dalam menilai jawaban. Selain itu, disebabkan juga bahwa

tidak semua auditor atau pemberi keterangan dapat menangkap dengan

tepat isi pembicaraan lawan bicara, maka sudah sewajarnyalah penilaian

jawaban yang tepat merupakan kunci dari suksesnya permintaan

keterangan.

Terdapat dua hal yang penting dalam kaitannya dengan menilai jawaban,

yaitu:

a) Sikap phenomenologik.

Artinya kesediaan untuk menanggalkan semua prasangka dan motif-

motif subyektif lainnya.

b) Sikap faktual.

Artinya tidak terkurung oleh jalan berpikirnya sendiri dan tidak

menarik kesimpulan tanpa dasar sesuatu fakta yang objektif. Orang

yang terikat oleh jalan berpikirnya dalam menerima informasi dan

tidak menarik kesimpulan tanpa dasar sesuatu fakta yang objektif

menandakan bahwa ia telah meletakkan kerangka-kerangka berpikir

dan mengharapkan jika ada pernyataan yang begini, tentu alasan

atau kelanjutannya adalah begitu. Sikap seperti itu dapat menimbulkan

kesimpulan penilaian yang salah.

c. Pembuatan Berita Acara Permintaan Keterangan

Dalam merancang pertanyaan dan memasukan jawaban yang akan dimuat

dalam Berita Acara Permintaan Keterangan, terdapat beberapa langkah

investigasi yang perlu diperhatikan. Beberapa langkah investigasi tersebut

sebagai berikut, sedangkan contoh format BAPK tampak pada Lampiran:

1) Kenali dan identifikasi pihak-pihak yang diduga bertanggungjawab

atau terkait atas penyimpangan yang ditemukan auditor yang akan

dimintai keterangan.

2) Inventarisir dan klasifikasikan bukti - bukti audit yang diperoleh untuk

mendukung pertanyaan yang akan diajukan auditor kepada pihak-

pihak yang diduga bertanggungjawab atau terkait atas penyimpangan

yang ditemukan auditor.

3) Berdasarkan bukti-bukti audit yang diperoleh, auditor Inspektorat

merancang pertanyaan-pertanyaan dalam rangka mengungkap dan

memantapkan fakta-fakta yang diperoleh dan proses kejadian

penyimpangan yang ditemukan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik52

Page 63: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

4) Identifikasi dan kenali sebab-sebab terjadinya penyimpangan dan

dampak penyimpangan yang ditimbulkan oleh pihak-pihak yang diduga

bertanggungjawab atas penyimpangan.

5) Jangan mengajukan pertanyaan yang mungkin dijawab “Ya”, “Tidak”,

“Mungkin”, dan “Boleh”.

Untuk menghindari jawaban-jawaban seperti tersebut di atas, maka

mulailah pertanyaan dengan kata-kata:

- Bagaimana ……………………………….

- Apakah …………………………………….

- Mengapa …………………………………….

Meskipun demikian, dalam hal-hal tertentu yang sifatnya meminta

penegasan, dapat saja pertanyaan diawali dengan kata-kata, misalnya

benarkah ………………? Dan seterusnya.

6) Jangan mengajukan pertanyaan yang sifatnya menuduh. Ingat tugas

auditor Inspektorat mencari fakta yang sebenarnya terjadi.

7) Jangan mempertentangkan jawaban-jawaban yang diberikan pemberi

keterangan, kecuali terdapat hal yang sebaliknya berdasarkan bukti-

bukti yang diperoleh.

8) Jangan memotong pembicaraan atau memberi komentar-komentar.

Misalnya: “Ya”, “Hebat”, “Luar Biasa”, dan sebagainya. Meskipun

demikian, dalam hal tertentu dapat dibenarkan, antara lain pembicaraan

berbelit-belit atau menyimpang dari pokok permasalahan yang di-

tanyakan, maka auditor dapat memotong pembicaraan dengan sopan.

9) Sebaiknya tidak mengajukan pertanyaan yang banyak mengandung

persoalan. Usahakanlah agar satu pertanyaan hanya mengandung

satu persoalan. Namun demikian ada kemungkinan untuk melakukan

hal tersebut, yaitu jika pertanyaan berkaitan. Misalnya: Mengapa

hal itu terjadi dan bagaimana penanggulangannya?.

10) Kesan sok tahu harus dihilangkan. Hal ini harus dijaga walaupun

seorang auditor memiliki pengetahuan yang cukup tentang masalah

yang diungkapkan.

11) Menguasai terlebih dahulu bahan pertanyaan dan pokok masalah yang

erat kaitannya dengan pokok temuan audit. Dari beberapa bahan

53Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 64: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

pertanyaan yang telah ada, selanjutnya dapat dibuat bentuk-bentuk

sebagai berikut:

a) Pertanyaan untuk menentukan atau penolakan.

Pertanyaan ini digunakan untuk menyatakan agar pemberi keterangan

melanjutkan penjelasannya, atau menolak agar dikemukakan pen-

jelasan lain. Misalnya: "Saya setuju dengan apa yang telah bapak/

ibu katakan, tetapi mengapa hal itu dapat terjadi?”

b) Pertanyaan diajukan sebagai statemen penjelasan untuk menstimulir

perasaan.

Pertanyaan ini lebih merangsang perasaan, pengertian dan penting-

nya ucapan-ucapan pemberi keterangan. Pertanyaan ini sebetulnya

lebih bersifat statemen (pernyataan) dari jawaban yang diberikan

oleh pemberi keterangan, dengan maksud untuk menegaskan

kembali ucapan dari pemberi keterangan sehingga keterangan

yang diperoleh dapat diyakini kebenarannya.

c) Pertanyaan-pertanyaan dalam Cross Examination (uji silang).

Bentuk pertanyaan ini dipergunakan dalam rangka mengkonfirmasi

keterangan yang diberikan oleh antar pemberi keterangan.

12) Dalam merancang pertanyaan, auditor sudah harus dapat mengantisipasi

kemungkinan jawaban pemberi keterangan dan alternatif pertanyaan

atau pertanyaan selanjutnya.

13) Untuk pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban dalam bentuk

rincian angka-angka dan gambar teknis tertentu, seyogyanya auditor

menyiapkan kertas untuk mendokumentasikan jawaban tersebut yang

langsung ditulis oleh pemberi keterangan. Dokumen tersebut dapat

dijadikan lampiran Berita Acara Permintaan Keterangan.

14) Apabila Pemberi Keterangan menolak memberikan keterangan atas

sesuatu hal yang ditanyakan auditor, maka yang bersangkutan agar

mengungkapkan alasan penolakannya, bila perlu dapat dibuat Berita

Acara Penolakan Permintaan Keterangan beserta alasannya.

15) Setiap lembar Berita Acara Permintaan Keterangan agar diparaf oleh

Pemberi Keterangan dan pada lembar terakhir Berita Acara Permintaan

Keterangan ditandatangani oleh Auditor dan Pemberi Keterangan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik54

Page 65: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

16) Auditor mempersiapkan formulir Surat Keterangan Tanggungjawab

Mutlak (SKTM) yang berupa kesanggupan pihak yang bertanggung-

jawab untuk mengembalikan kerugian negara/daerah yang terjadi.

Dalam SKTM ini juga diungkapkan bentuk jaminan pengembalian.

SKTM ditandatangani oleh pihak yang bertanggungjawab dan diketahui

oleh atasan langsungnya.

17) Suasana kondusif dan berpegang prinsip yang benar harus tetap

dipelihara dalam pembuatan Berita Acara Permintaan Keterangan.

Contoh: Format Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) dapat dilihat

pada lampiran.

Evaluasi Bukti

Setelah dilakukan pengumpulan bukti sebagaimana diuraikan pada

bagian di atas, maka tahap berikutnya adalah melakukan evaluasi terhadap

bukti-bukti yang telah dikumpulkan melalui Pendekatan Segiempat Pembuktian.

Setiap bukti yang diperoleh dilakukan analisis untuk menilai tingkat kesesuaian

bukti dengan hipotesis yang dibangun sebagai dasar menilai kecukupan bukti.

Bila dipandang belum memadai, maka auditor perlu memperluas investigasinya

agar bukti yang mendukung pembuktian ada atau tidak adanya fraud dapat

diperoleh. Hasil analisis bukti diharapkan dapat menguraikan fakta sebenarnya,

sehingga dapat menghasilkan kasus posisi dan modus operandi suatu fraud

yang perlu dituangkan dalam sub bab pelaporan tentang Pengungkapan Fakta

dan Proses Kejadian pada Bab 3 Laporan Investigasi Fraud/LIF. Unsur-unsur

dalam kasus posisi dan modus operandi paling tidak harus memuat APA jenis

fraud yang terjadi (A), SIAPA pelaku fraud tersebut (SI), DIMANA fraud tersebut

terjadi (DI), BILAMANA fraud terjadi (BI), dan BAGAIMANA cara perbuatan

fraud dilakukan (BAG) atau disingkat ASIDIBIBAG yang biasanya dituangkan

dalam bentuk bagan arus (flow chart).

Analisis bukti dapat dilakukan melalui beberapa teknik analisis bukti

sebagai berikut: Find, Read and Intepret Document, Determined Relevance,

Verify the Evidence, Assemble the Evidence, serta Draw Conclusions. Uraian

tentang hal-hal ini tampak sebagai berikut.

Temukan

Pada tahap perencanaan investigasi, auditor Inspektorat telah membuat

hipotesis. Melalui pendekatan pembidangan bukti (evidence square), auditor

berupaya memperoleh bukti sesuai dengan fraud yang akan dibuktikan.

55Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 66: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik56

Baca dan Interpretasikan

Setiap bukti yang diperoleh auditor dipelajari dan diinterpretasikan, sehingga

terhindar dari kesalahan dalam pembuktian fraud.

Tentukan Relevansinya

Auditor Inspektorat harus dapat menentukan relevansi bukti dengan fraud

yang sedang ditangani. Bukti yang tidak terkait langsung dengan fraud untuk

sementara diabaikan, karena dapat saja terjadi yang pada mulanya tidak

relevan menjadi relevan sebagai dukungan dalam rangka pembuktian fraud.

Verifikasi Bukti

Setelah menentukan relevansi suatu bukti, maka tahap berikutnya auditor

harus melakukan verifikasi terhadap bukti itu sendiri dalam rangka menilai

kebenaran bukti tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan

dan menelusuri ke bukti pendukung suatu transaksi yang terkait dengan fraud.

Rangkum Bukti-bukti yang Ada

Teknik ini dilakukan oleh auditor Inspektorat dengan cara memasukan bukti

ke dalam rangkaian bukti yang dapat menggambarkan fakta yang terjadi.

Buat Kesimpulan

Langkah akhir dari setiap analisis bukti yang dilakukan oleh auditor adalah

menyusun simpulan atas setiap bukti yang diterima. Langkah ini akan mem-

permudah auditor Inspektorat dalam merangkum bukti dalam rangkaian bukti,

sehingga yang bersangkutan cukup melihat simpulan yang dibuat.

2.4.Pelaporan Investigasi Fraud

Langkah terakhir dalam pelaksanaan investigasi fraud adalah menyusun

Laporan Investigasi Fraud (LIF). Beberapa hal yang terkait dengan LIF adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan dari LIF.

Tujuan LIF adalah untuk mengkomunikasikan hasil investigasi fraud kepada

pihak-pihak yang berwenang untuk mengambil langkah-langkah tindak lanjut

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Prinsip-prinsip LIF.

Penyajian informasi dalam LIF perlu mempertimbangkan beberapa prinsip

sebagai berikut:

Page 67: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

a. Akurat

Seluruh materi yang dimuat dalam LIF harus didukung dengan bukti

yang cukup, kompeten dan relevan. Keakuratan informasi dalam LIF

menggambarkan due professional care (kecermatan atau kehati-hatian

profesional) dari penyusun LIF.

b. Jelas (Clarity)

LIF harus memuat fakta dan informasi lainnya secara jelas dan kronologis,

sehingga tidak menimbulkan salah tafsir bagi pembaca/pengguna LIF.

Bila terdapat peristilahan teknis yang tidak lazim bagi pembaca/pengguna

LIF agar dijelaskan secukupnya.

c. Tidak Memihak

LIF tidak boleh mengandung informasi yang bias atau terdapat prasangka

yang tidak didukung bukti dari penyusun LIF, sehingga pengguna laporan

dapat mengambil keputusan dengan tepat tanpa memihak.

d. Relevan

LIF hanya memuat informasi yang relevan dengan fraud yang ditangani

Inspektorat Provinsi atau Inspektorat Kabupaten/Kota. Ketidakrelevanan

informasi dapat mengaburkan pesan utama yang seharusnya mendapat

perhatian pembaca/pengguna LIF untuk mengambil tindakan.

e. Tepat Waktu

Inspektorat harus segera menyusun LIF setelah pekerjaan lapangan

selesai. Hal ini untuk menghindari kelambanan tindaklanjut investigasi

baik berupa tindakan represif dan atau tindakan preventif agar fraud

yang sama tidak terulang kembali di kemudian hari, karena informasi

terlambat diterima oleh pengambil keputusan.

3. Bentuk dan susunan LIF.

LIF dapat disusun dalam dua bentuk yaitu bentuk bab dan bentuk surat.

LIF Bentuk Bab disusun dalam hal hasil investigasi fraud membuktikan

bahwa fraud benar terjadi sedangkan LIF bentuk surat digunakan dalam

hal investigasi menghasilkan kesimpulan bahwa fraud tidak terjadi. Namun

demikian, bentuk dan susunan LIF sangat tergantung pada standar operasi

baku (standard operating procedure) yang ditetapkan instansi yang

bersangkutan.

a. Susunan LIF Berbentuk Bab

Bentuk dan susunan LIF berbentuk bab dapat dikelompokkan dalam

tiga bab, yaitu simpulan dan saran hasil investigasi, dasar dan tujuan

investigasi, dan uraian hasil investigasi. Kerangka laporan hasil investigasi

fraud adalah sebagai berikut:

57Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 68: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik58

Bab I : Simpulan dan Rekomendasi Hasil Investigasi

1. Simpulan Hasil Investigasi

2. Rekomendasi

Bab II: Dasar dan Tujuan Investigasi

1. Dasar Investigasi

2. Tujuan dan Ruang Lingkup Investigasi

Bab III: Uraian Hasil Investigasi

1. Dasar Hukum Objek atau Kegiatan yang Diinvestigasi

2. Materi Temuan Investigasi

a. Jenis Penyimpangan

b. Pengungkapan Fakta dan Proses Kejadian

c. Penyebab dan Akibat Penyimpangan

d. Rekomendasi

e. Pihak-Pihak yang Diduga Terkait /Bertanggungjawab

f. Bukti yang Diperoleh

3. Kesepakatan dan Pelaksanaan Tindak Lanjut dengan Objek

Investigasi/Atasan Objek Investigasi

4. Kesepakatan dan Pelaksanaan Tindak Lanjut dengan Instansi

Penyidik

Lampiran – Lampiran yang dipandang perlu.

b. Susunan LIF Berbentuk Surat

Laporan hasil investigasi fraud dalam bentuk surat biasanya tidak lebih

dari delapan halaman. Materi LIF bentuk surat disajikan secara berurutan

mengenai dasar dan tujuan penugasan investigasi, ruang lingkup

investigasi, dan hasil investigasi.

Page 69: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

59Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Aspek Hukum dari Fraud

5Bab

Setelah mempelajari bab ini, diharapkan pembaca dapat:

• Menjelaskan perbedaan perbuatan fraud yang bersifat tindak pidana

dan perdata.

• Menguraikan proses hukum terhadap pelaku fraud.

• Menyebutkan beberapa alat bukti hukum.

• Menjelaskan peran auditor sebagai saksi dan ahli di pengadilan

1. Sistem Hukum yang Berlaku di Indonesia

Di dunia dikenal beberapa sistem hukum seperti:

1. Sistem hukum yang berlaku di Inggris (common law).

2. Sistem hukum yang berlaku di daratan Eropa (continental law).

3. Sistem hukum yang berlaku di negara Islam (islamic law).

4. Sistem hukum yang berlaku di Eropa Timur (socialist law).

Dari semua sistem hukum tersebut diatas yang paling luas penggunaan-

nya adalah common law dan continental law. Cammon law, semula hanya

berlaku pada kerajaan Inggris, sekarang seluruh bekas jajahan inggris termasuk

Amerika Serikat memberlakukan common law. Sedangkan continental law

berlaku di negara Eropah Barat, seperti Itali, Perancis, Jerman, Belanda,

Portugal termasuk seluruh negara jajahannya. Di Indonesia sebagai bekas

jajahan Belanda berlaku continental law, ditandai dengan adanya kodifikasi

hukum tertulis seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHA

Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

2. Hukum Pidana dan Hukum Perdata

Hukum dibagi atas hukum publik dan hukum privat. Hukum pidana

merupakan bagian dari hukum publik dan hukum perdata merupakan bagian

Page 70: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik60

dari hukum privat. Perbedaan di antara keduanya dapat dijelaskan dengan

menggunakan tabulasi sebagai berikut :

2.1. Hubungan Fraud dengan Hukum Pidana dan Perdata

Fraud adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja oleh orang

di dalam maupun di luar suatu organisasi atau perusahaan, selaku pelaku

fraud yang mengakibatkan kerugian.

Dari definisi di atas unsur-unsur suatu fraud adalah:

1. perbuatan dilakukan dengan sengaja,

2. pelakunya adalah orang dalam (dari organisasi/perusahaan sendiri) atau

orang luar.

3. menimbulkan kerugian bagi orang lain atau perusahaan.

Apabila salah satu unsur di atas tidak terpenuhi, maka perbuatan

tersebut bukan suatu fraud. Manual ACFE (Association of Certified Fraud

Examiners) menyebutkan bahwa neglation (lalai, tidak sengaja) bukan suatu

Perbedaan antara Hukum Pidana dan Hukum Perdata

Hukum PerdataHukum Pidana

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur

perilaku/perbuatan yang tidak boleh dilaku-

kan, atau yang harus dilakukan. Bagi yang

melanggar dikenakan sanksi pidana.

Hukum pidana adalah hukum yang mengatur

hubungan hukum antara individu/masyarakat

dengan negara.

Tujuan hukum pidana menjaga ketertiban,

keamanan.

Proses hukum pidana ditentukan oleh

undang-undang dan merupakan kewajiban

negara.

Hanya negara yang mempunyai hak men-

deponir suatu perbuatan pidana.

Hukum pidana pembuktiannya dilakukan oleh

negara (pihak penuntut).

Hukum pidana berlaku asas legalitas.

Hukum perdata adalah hukum yang mengatur

antara individu dengan individu.

Tujuan hukum perdata untuk menciptakan

kepastian hukum dan mengembalikan hak-hak

seseorang sebagai semula.

Proses hukum perdata ditentukan oleh masing-

masing pihak (apakah melalui pengadilan,

arbitrase, perdamaian).

Kelanjutan daripada proses sepenuhnya ada

pada pihak-pihak yang bersengketa.

Pembuktian dalam hukum perdata dilakukan

oleh pihak yang mendalilkan/menggugat (siapa

yang mendalilkan harus membuktikan).

Hakim tidak boleh menolak untuk memutus

suatu perkara dengan dalih tidak ada hukumnya

Page 71: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

61

fraud. Apabila suatu perbuatan bukan fraud, tetapi menimbulkan kerugian

bagi perusahaan atau orang lain maka dalam hal ini penyelesaiannya melalui

hukum perdata (Civil Law).

Suatu fraud kemungkinan sebagai perbuatan pidana atau kemungkinan

perbuatan perdata. Ada beberapa kemungkinan atas suatu fraud yaitu:

2.2.Prinsip/Asas dalam Hukum Pidana

>>2.2.1. Asas Legalitas

Pasal 1 ayat 1 KUHP menyebutkan, “Tiada suatu perbuatan yang

boleh dihukum, melainkan atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-

undangan yang telah ada lebih dahulu sebelum perbuatan itu dilakukan”. Arti

dari pasal tersebut adalah:

1. Perbuatan pidana tidak berlaku surut.

2. Suatu perbuatan pidana harus diatur dalam undang-undang.

Suatu kecurangan (fraud) baru dapat dikatakan perbuatan pidana

apabila telah memenuhi unsur pidana yang diatur dalam undang-undang.

Perbuatan pidana di Indonesia terdapat di dalam undang-undang dan dibagi

atas dua jenis yaitu:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dimuat dalam UU No

1 tahun 1946. Perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP disebut sebagai

perbuatan pidana umum.

2. Diluar KUHP yaitu di dalam beberapa undang-undang khusus terdapat

perbuatan pidana beserta sanksinya. Biasanya disebut perbuatan pidana

khusus.

Contoh:

a. UU No 31 tahun 1999 jo. UU No 20 tahun 2001 tentang tindak pidana

korupsi.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Tindakan yang Dilakukan Kategori Tindakan

1. Memenuhi unsur-unsur pidana yang telah ditetapkan oleh undang-undang

2. Belum diatur dalam undang-undang sebagai tindakpidana

3. Tidak ada kesengajaan tetapi ada kerugian

4. Ada kesengajaan tetapi tidak ada kerugian

pidana

perdata

perdata

administrasi

Page 72: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

b. UU No 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia jo. UU No 3 tahun 2004

tentang perubahan UU Bank Indonesia.

c. UU No 15 tahun 2002 jo. UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana

Pencucian uang.

d. UU No 8 tahun 1985 tentang Pasar Modal.

Apabila suatu perbuatan pidana diatur baik dalam KUHP dan dalam

UU khusus, maka yang berlaku adalah perbuatan pidana dalam UU khusus

(lex specialis), atau sebaliknya apabila dalam UU khusus tidak mengatur maka

berlaku KUHP. Contoh perbuatan pidana umum yang diatur dalam KUHP

antara lain adalah sebagai berikut:

1. Penipuan

2. Pencurian

3. Pemalsuan Surat

4. Penggelapan

5. Pemerasan dengan pencemaran

6. Penyuapan Terhadap Pegawai Negeri

Uraian singkat mengenai keenam jenis tindak pidana tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Penipuan

Unsur-unsur tindakan yang disebut penipuan adalah:

1. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain

dengan melawan hukum.

2. Dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu atau tipu muslihat

maupun rangkaian kebohongan.

3. Membujuk orang supaya memberikan suatu barang atau supaya membuat

utang atau menghapuskan piutang

Maksudnya adalah:

Seseorang dikatakan telah melakukan penipuan apabila orang tersebut

membujuk orang lain supaya memberikan barang atau membuat utang

atau menghapuskan piutang secara melawan hukum dengan meng-

gunakan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, atau nama palsu,

atau keadaan yang dipalsukan.

2. Pencurian

Unsur-unsur tindakan yang disebut pencurian adalah:

1. Mengambil barang.

2. Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik62

Page 73: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

63

3. Dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum.

Maksudnya adalah:

Seseorang dikatakan telah melakukan pencurian apabila orang tersebut

tanpa berdasarkan atas hak yang sah mengambil barang yang sebagian

ataupun seluruhnya dalam penguasaan dan milik orang lain untuk dimiliki

sendiri.

3. Pemalsuan Surat

Unsur-unsur tindakan yang disebut memalsukan surat adalah:

1. Membuat surat palsu atau memalsukan surat.

2. Dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perutangan, atau dapat mem-

bebaskan dari utang atau dapat menjadi bukti atas suatu hal.

3. Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakainya

seolah-olah asli.

4. Dapat mendatangkan kerugian.

Maksudnya adalah:

Seseorang dikatakan telah melakukan pemalsuan surat/dokumen/akta

apabila orang tersebut sengaja membuat atau memalsukan surat

yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perutangan, atau dapat

membebaskan sendiri atau menyuruh orang lain menggunakannya

sebagaimana surat yang asli, sehingga dapat menimbulkan kerugian.

4. Penggelapan

Unsur-unsur tindakan yang disebut penggelapan adalah:

1. Dengan sengaja melawan hukum.

2. Memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain.

3. Yang dipercayakan padanya bukan karena kejahatan.

Maksudnya adalah:

Seseorang dikatakan telah melakukan penggelapan apabila orang

tersebut sengaja tanpa berdasarkan atas hak yang sah mengambil untuk

dimiliki sendiri atas suatu barang yang sebagian ataupun seluruhnya

milik orang lain yang berada dalam penguasaannya.

5. Pemerasan dengan Pencemaran

Unsur-unsur tindakan yang disebut pemerasan dengan pencemaran

adalah:

1. Dengan maksud untuk menguntungkan dirinya atau orang lain.

2. Dengan melawan hukum memaksa orang.

3. Akan memeras atau mencemar dengan surat atau dengan ancaman

akan membuka rahasia.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 74: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

4. Supaya orang memberi kepadanya sesuatu barang yang sebagian atau

seluruhnya milik orang itu atau milik orang lain, atau supaya orang itu

membuat utang atau menghapuskan piutang.

Maksudnya adalah:

Seseorang dikatakan telah melakukan pemerasan dengan pencemaran

apabila orang tersebut sengaja tanpa berdasarkan atas hak yang sah

melakukan tekanan/paksaan pada seseorang dengan ancaman akan

mencemarkan nama baik secara lisan atau tulisan ataupun akan membuka

rahasianya, sehingga orang tersebut terpaksa menuruti keinginan si

pemaksa yaitu agar memberi barang baik milik si terpaksa ataupun milik

orang lain, atau memberi utang atau menghapuskan piutang kepada si

pemaksa.

6. Penyuapan terhadap Pegawai Negeri

Unsur-unsur tindakan yang disebut penyuapan terhadap pegawai negeri

adalah:

1. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri.

2. Dengan maksud membujuk supaya pegawai negeri itu berbuat sesuatu

atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya.

3. Berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut

kepentinga umum.

Maksudnya adalah:

Seseorang dikatakan telah melakukan penyuapan apabila orang tersebut

telah memberikan sesuatu barang sebagai hadiah cuma-cuma ataupun

menjanjikan sesuatu hal dengan meminta imbalan agar si pegawai

negeri yang menerima hadiah atau dijanjikan sesuatu tersebut melakukan

sesuatu ataupun melalaikan sesuatu dalam melaksanakan tugasnya

melayani kepentingan umum, dimana hal tersebut bertentangan dengan

apa yang menjadi kewenangan atau kewajiban pegawai negeri tersebut.

Perbuatan suap ini tidak berdiri sendiri tetapi ada pasangannya, yaitu

orang/pegawai negeri yang menerima suap tersebut sehingga terhadap

penerima suap juga dapat dikenakan sanksi pidana.

Sementara itu contoh-contoh perbuatan pidana khusus menurut UU

selain dari KUHP antara lain adalah sebagai berikut:

1. Korupsi/manipulasi.

2. Penyuapan.

3. Gratifikasi.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik64

Page 75: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

65

Uraian singkat mengenai ketiga jenis tindak pidana khusus tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Korupsi/manipulasi (UU No.31 tahun 1999 dan UU No.20 tahun 2001).

Unsur-unsur tindakan yang disebut korupsi atau manipulasi adalah:

1. Dengan melawan hukum..

2. Memperkaya dirinya atau orang lain atau suatu badan.

3. Secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara.

Maksudnya adalah:

Seseorang dikatakan telah melakukan korupsi apabila orang tersebut

memperoleh kekayaan ataupun keuntungan dengan cara sengaja

melakukan perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan

ataupun melanggar norma kepatutan masyarakat, sehingga perbuatannya

tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung mengakibatkan

negara menderita kerugian.

2. Penyuapan

Unsur-unsur tindakan yang disebut penyuapan adalah:

1. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang.

2. Dengan maksud membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak

berbuat sesuatu dalam tugasnya.

3. Berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut

kepentingan umum.

Maksudnya adalah:

Seseorang dikatakan telah melakukan penyuapan apabila orang tersebut

telah memberikan sesuatu barang sebagai hadiah secara cuma-cuma

ataupun menjanjikan sesuatu hal dengan meminta imbalan agar si

orang yang menerima hadiah atau dijanjikan sesuatu tersebut melakukan

sesuatu ataupun melalaikan sesuatu dalam melaksanakan tugasnya

melayani kepentingan umum, dimana hal tersebut bertentangan dengan

apa yang menjadi kewenangan atau kewajiban petugas tersebut.

Demikian juga orang yang menerima suap tersebut juga akan dikenakan

saksi pidana.

3. Gratifikasi (pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001).

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara

dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan

yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan

sebagai berikut:

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 76: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

1. Yang nilainya sepuluh juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi

tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.

2. Yang nilainya kurang dari sepuluh juta pembuktian bahwa gratifikasi

tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

(Ketentuan tersebut tidak berlaku jika penerima melaporkan gratifikasi

yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi/

KPK. Penyampaian laporan dilakukan oleh penerima gratifikasi paling

lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

KPK wajib menetapkan gratifikasi tersebut dapat menjadi milik penerima

atau milik negara: Pasal 12 C)

Unsur-unsur tindakan yang disebut gratifikasi adalah sebagai berikut:

1. Menerima gratifikasi.

2. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara.

3. Berhubungan dengan jabatan dengan kewajiban atau tugasnya.

Menurut penjelasan pasal 12 b disebutkan:

Yang dimaksud dengan gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam

arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi,

pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan

wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya baik yang diterima di

dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan

sarana elektronik ataupun tanpa sarana elektronik.

Menurut Direktur Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi, gratifikasi

adalah:

Penerimaan hadiah oleh PNS atau pejabat penyelenggara negara, atau

keluarganya, dalam suatu acara pribadi sekedar ucapan terima kasih atau

silaturrahmi, seperti parcel, uang, hadiah ulang tahun, pesta perkawinan,

tiket pesiar, tiket perjalanan, mobil, hadiah perhiasan, biaya main golf, upeti.

Yang dimaksud penyelenggara negara menurut UU No. 28 Tahun 1999

adalah:

1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara.

2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara.

3. Menteri.

4. Gubernur.

5. Hakim.

6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik66

Page 77: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

67

7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan

penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

>> 2.2.2. Tidak Ada Pidana Tanpa Kesalahan

Meskipun unsur-unsur pidana telah terbukti terdakwa harus dibuktikan

kesalahannya, dalam hukum pidana dikenal dengan istilah tidak ada pidana

tanpa kesalahan.

Yang dimaksud dengan tidak ada pidana tanpa kesalahan adalah

meskipun unsur-unsur pidana telah terbukti, tetapi apabila subjek hukum tidak

dapat dipertanggungjawabkan atau tidak bisa disalahkan maka penjatuhan

pidana tidak dapat dilakukan. Untuk dapat dijatuhkannya pidana terhadap

orang yang melakukan perbuatan pidana tersebut terlebih dahulu harus dapat

dibuktikan unsur-unsur pidana, baru kemudian adanya kesalahan pada orang

tersebut. Sekali lagi dalam hukum pidana dikenal dengan adanya asas “tiada

pidana tanpa kesalahan” yang artinya tidak dapat dijatuhkan pidana terhadap

seseorang yang dituntut telah melakukan suatu tindak pidana jika tidak dapat

dibuktikan adanya kesalahan pada orang yang dituntut tersebut.

Dari uraian-uraian di atas tergambar bahwa untuk dapat dipidananya seseorang,

maka terlebih dahulu harus ada dua syarat yang menjadi satu keadaan, yaitu:

1. Perbuatan yang bersifat melawan hukum, telah dinyatakan sebagai perbuatan

pidana oleh undang-undang dan unsur-unsur pidananya terbukti.

2. Perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja ataupun karena suatu kealpaan

yang merupakan unsur kesalahan, sehingga dapat dituntut pertanggung

jawabannya.

Untuk membuktikan adanya kesalahan pada orang yang dituntut telah

melakukan tindak pidana tentunya harus melalui suatu cara atau prosedur

yang diatur dalam undang-undang. Cara tersebut merupakan hukum pidana

formil, yang umumnya disebut dengan Hukum Acara Pidana. Tujuan Hukum

Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang hakiki selengkap-

lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menetapkan ketentuan hukum

acara pidana secara jujur dan tepat untuk mencari siapakah pelaku yang

dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya

meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah

terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang

didakwa itu dapat dipersalahkan. Hal ini dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 78: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Unsur-unsur pidana terbukti + pelaku dapat dipertanggung jawabkan

= Dijatuhi Pidana

Unsur-unsur pidana terbukti + pelaku tidak dapat dipertanggung jawabkan

= bebas

Unsur-unsur pidana dalam gambar di atas adalah bahwa pelakunya:

1. Mampu bertanggung jawab.

2. Mempunyai kesengajaan atau kealpaan.

3. Tidak adanya alasan pemaaf.

Sementara itu orang/subjek hukum dikatakan tidak dapat dipertanggung

jawabkan menurut UU apabila:

1. Orang tersebut sedang mabuk.

2. Orang tersebut sakit jiwa.

3. Pelaku berbuat sesuai UU.

Contoh: polisi menembak penjahat yang melawan, tidak dapat disalahkan

karena polisi melaksanakan undang-undang.

>> 2.2.3. Asas Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum (PMH) adalah perbuatan yang dilarang

atau tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh hukum, Undang-

Undang, maupun peraturan lainnya. Di dalam ilmu hukum perbuatan melawan

hukum terjadi baik dalam hukum pidana maupun dalam hukum perdata. Dalam

hukum perdata pasal 1365 KUHPerdata diatur perbuatan melawan hukum

sebagai berikut:

“Tiap perbuatan melawan hukum yang merugikan pihak lain wajib

mengganti kerugian kepada pihak lain”.

Unsur-unsur perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut:

1. Harus ada perbuatan, yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang

bersifat positif maupun yang bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku

berbuat atau tidak berbuat.

Pelaku

Kesalahandapat

dipertanggungjawabkan

Perbuatan

UnsurPidana

+

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik68

Page 79: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

69Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

2. Perbuatan itu bertentangan/menyimpang dari peraturan perundang-

undangan.

3. Ada kerugian.

4. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan

kerugian.

5. Ada kesalahan

Dalam hukum pidana sifat melawan hukum terdapat pada semua

perbuatan pidana dan dikenakan sanksi bagi yang terbukti melanggar. Semua

perbuatan pidana adalah melawan hukum. Dalam berapa pasal, pidana

perbuatan melawan hukum dinyatakan secara tegas dalam bunyi pasalnya.

Suatu fraud (kecurangan) dapat merupakan perbuatan melawan hukum pidana

atau perbuatan melawan hukum perdata. Dalam kasus perdata, perbuatan

melawan hukum agar dapat diproses di pengadilan maka di samping unsur

melawan hukum harus disertai terjadi kerugian pada pihak lain.

Contoh kasus perbuatan melawan hukum misalnya:

1. Prosedur tender yang menyimpang.

2. Mark up harga pada penjualan barang dan jasa.

3. Berita acara penyelesaian fiktif untuk menghindari sisa anggaran akhir

tahun agar tidak hangus.

4. Penggunaan anggaran tidak sesuai dengan tujuan.

5. Penerimaan negara/daerah yang tidak disetor tetapi digunakan langsung.

6. Penyerahan barang hasil penjualan yang tidak sesuai dengan kualitas

dalam kontrak.

7. Adanya penyimpangan penunjukan langsung.

8. Adanya kebijakan untuk mengesahkan pemenang dalam tender kepada

perusahaan tertentu.

3. Proses Hukum Pidana dan Perdata

3.1. Proses Hukum Pidana/Hukum Acara Pidana

Proses hukum pidana yang merupakan tata cara atau prosedur atau

tahap-tahap yang harus dilalui untuk menetapkan seseorang bersalah atau

tidak disebut hukum acara pidana, dan hal ini diatur dalam UU No.8 tahun

1981.

Apabila kita cermati sistematika Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981), maka tahapan hukum acara pidana

sebagai suatu sistem adalah sebagai berikut:

Page 80: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik70

1. Penyelidikan.

2. Penyidikan.

3. Penuntutan.

4. Pemeriksaan di sidang Pengadilan.

5. Putusan Pengadilan.

6. Upaya Hukum.

7. Pelaksanaan Putusan Pengadilan.

8. Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan.

Tahapan penyelidikan sampai dengan upaya hukum merupakan

tahapan pemeriksaan, yang oleh karenanya terkait erat dengan masalah

pembuktian, sebagaimana kita perhatikan di bawah ini. Proses hukum pidana

ini disebut Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau hukum pidana formil.

>> 3.1.1. Penyelidikan dan Pembuktian

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan me-

nemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam

Undang-Undang. Penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri

terpecah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakan suatu cara atau

metode atau sub fungsi penyidikan, yang mendahului tindakan lain yaitu

tindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan

yang merupakan fungsi penyidikan. Oleh sebab itu tidak semua peristiwa

yang diduga sebagai tindak pidana pengungkapannya harus selalu didahului

dengan penyelidikan. Apabila sudah jelas merupakan suatu tindak pidana

karena telah diperoleh bukti permulaan, umpamanya tertangkap tangan, atau

Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI) Auditor BPK atau BPKP/Inspektorat

telah lengkap, maka dapat langsung dilakukan penyidikan.

Wewenang penyelidik baru dalam tahap pengumpulan informasi dalam

rangka memperoleh alat bukti, belum mempunyai kekuatan daya paksa.

Artinya seseorang yang dipanggil untuk dimintai informasi, apabila tidak hadir,

penyelidik belum mempunyai daya paksa.

Dalam rangka mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga

sebagai suatu tindak pidana, penyelidik karena kewajibannya diberi wewenang:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana.

2. Menetapkan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana atau masalah

perdata.

Page 81: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

71

3. Mencari keterangan dan barang bukti.

4. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa

tanda pengenal diri.

Aparat penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. Menangkap, melarang untuk meninggalkan tempat, menggeledah dan

menyita.

2. Memeriksa dan menyita surat.

3. Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik.

Wewenang penyelidik tersebut di atas seperti mencari keterangan dan

barang bukti sudah memasuki ruang lingkup pembuktian, oleh karena keterangan

yang diperoleh dari beberapa orang yang saling bersesuaian satu sama lain

dan apalagi kalau ada hubungannya dengan barang bukti yang ditemukan,

maka dari persesuaian satu dengan yang lain itu penyelidik dapat menduga

telah terjadi suatu tindak pidana untuk selanjutnya dapat dilakukan penyidikan.

Apabila penyelidikan dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

dan dari hasil penyelidikan tidak ditemukan sekurang-kurangnya dua bukti,

termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim,

diterima atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik, maka

penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dihentikan

penyelidikan. Sedangkan kalau Kejaksaan dan Kepolisian yang melakukan

penyelidikan tidak mengenal penghentian penyelidikan. Dalam hal penyelidik

berpendapat peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana maka

penyelidikan tidak dilanjutkan/tidak proses atau layanan dikembalikan.

>> 3.1.2. Investigasi dan Pembuktian

Di atas telah dibahas dengan melalui pendekatan undang-undang, dan

disimpulkan bahwa pembuktian merupakan titik sentral hukum acara pidana.

Karena itu Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI) atau Laporan Investigasi

Fraud (LIF) mempunyai dua kemungkinan:

1. Merupakan informasi awal yang diterima oleh penyelidik untuk dikembangkan.

2. Merupakan bukti surat apabila audit investigasi diminta oleh penyelidik dan

atas permintaan penyelidik sehingga LHAI/LIF menjadi bukti surat.

Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan koordinasi dengan

BPK dan BPKP yang merupakan instansi yang berwenang turut melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam melakukan tugasnya, auditor

BPK dan BPKP atas permintaan penyidik melakukan audit investigasi yang

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 82: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

dalam melakukan tugasnya ber-wenang melakukan pemeriksaan untuk mencari

dan memperoleh bukti audit.

Laporan Hasil Audit Investigasi (LHAI) oleh penyidik dijadikan bukti

awal dalam rangka melakukan penyidikan sehingga seyogyanya LHAI telah

diarahkan penyusunannya untuk kebutuhan penyidikan sedemikian rupa

sehingga bukti audit mudah dikembangkan menjadi alat bukti hukum, dan

yang pada akhirnya menjadi alat bukti di pengadilan.

Contoh:

Bukti Audit Berkembang menjadi Alat Bukti Hukum

>> 3.1.3. Penyidikan dan Pembuktian

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana

yang terjadi guna menemukan tersangkanya.

Dalam tahap penyidikan, sudah ada daya paksa dan proses dalam

tahap penyidikan, misalnya Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sudah

merupakan pro judicia (kekuatan hukum).

Bagaimana penyidik mencari dan memperoleh bukti, undang- undang

memberi wewenang kepada penyidik untuk:

1. Melakukan penggeledahan dan penyitaan surat dan barang bukti.

2. Memanggil dan memeriksa saksi, yang keterangannya dituangkan dalam

berita acara pemeriksaan saksi.

3. Memanggil dan memeriksa tersangka, yang keterangannya dituangkan

dalam berita acara pemeriksaan tersangka.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik72

Bukti Audit Alat Bukti Hukum

1 Pengujian fisik Penghitungan aset oleh Auditor dan auditan

2 KonfirmasiKeterangan pihak ketigaterkait dengan auditan

3 DokumenSemua bentuk surat yang mengandung informasi audit

1 a. Auditor menjadi saksib. Auditan menjadi tersangka

2 Pihak ketiga menjadi saksi

3 a. Surat resmi menjadi bukti suratb. Surat lainnya menjadi petunjuk

(di pengadilan)

Page 83: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

73

4. Mendatangkan ahli, untuk memperoleh keterangan ahli yang bisa juga

diberikan dalam bentuk laporan ahli.

5. Dalam hal tersangka dikuatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang

bukti atau mengulangi melakukan tindak pidana, penyidik dapat melakukan

penahanan terhadap tersangka.

Demikian wewenang dan teknik pengumpulan bukti (bukan alat bukti)

yang dilakukan penyidik dalam rangka melaksanakan tugas penyidikan.

Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara satu

dengan yang lain dan dari persesuaian bukti-bukti itu diyakini bahwa benar

telah terjadi tindak pidana dan tersangkalah yang melakukannya, maka penyidik

menyerahkan hasil penyidikan dalam bentuk berkas perkara yang di dalamnya

terdapat bukti-bukti kepada penuntut umum untuk seterusnya ke pengadilan

dengan disertai surat dakwaan guna diperiksa dan diputus pengadilan mengenai

bersalah tidaknya terdakwa.

Dalam hal penyidik berpendapat bahwa dari bukti-bukti yang telah

terkumpul secara maksimal ternyata tidak cukup, maka penyidik menghentikan

penyidikan perkara tersebut dengan mengeluarkan Surat Penghentian

Penyidikan Perkara (SP3). Dalam hal penyidikan dilakukan oleh penyidik pada

Komisi Pemberantasan Korupsi, maka pemeriksaan dilakukan tanpa ada

kewajiban memperoleh izin bagi tersangka pejabat negara tertentu untuk

dapat dilakukan pemeriksaan. Demikian juga dalam hal dilakukan peng-

geledahan dan penyitaan surat atau benda-benda tertentu. Penyidik dapat

melakukan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Hal demikian tidak

berlaku apabila yang melakukan penyidikan adalah Kejaksaan atau Kepolisian.

Akan tetapi sebaliknya apabila Kejaksaan atau Kepolisian yang

melakukan penyidikan dan tidak terdapat cukup bukti atau terbukti tapi bukan

merupakan tindak pidana (korupsi), maka mereka berwenang menghentikan

penyidikan. Sementara KPK tidak dibenarkan menghentikan penyidikan,

karena kewenangannya hanya ada pada penghentian penyelidikan.

Wewenang yang dimiliki oleh penyidik adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai daya paksa (tindakannya sudah merupakan tindakan hukum/pro

justicia).

2. Menangkap, menahan, menyita, menggeledah.

Orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh hukum diberikan

dan hak-haknya tetap terlindungi, seperti:

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 84: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

1. Hak untuk didampingi oleh Penasehat Hukum.

2. Hak Tersangka/Terdakwa untuk memberikan keterangan secara bebas

dihadapan penyidik atau hakim.

3. Hak Tersangka/Terdakwa yang dikenakan penahanan.

4. Tersangka/Terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan

berhak untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya.

5. Tersangka/Terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi

dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan.

6. Tersangka/Terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan

kepada keluarganya.

7. Tersangka/Terdakwa berhak mengirim surat kepada penasehat hukumnya.

8. Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk

umum.

9. Tersangka/Terdakwa berhak mengajukan saksi.

10.Terdakwa berhak untuk meminta banding.

11.Tersangka/Terdakwa berhak untuk menuntut ganti rugi, rehabilitasi karena

ditangkap, ditahan tanpa alasan.

>> 3.1.4. Prapenuntutan dan Pembuktian

Prapenuntutan adalah tindakan jaksa (penuntut umum) untuk memantau

perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya

penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara

hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna

dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara

tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.

Penuntut umum tidak akan menerima berkas perkara hasil penyidikan

yang buktinya tidak lengkap untuk kelak dijadikan alat bukti di sidang pengadilan

untuk membuktikan tindak pidana yang didakwakan. Dengan demikian di

tingkat prapenuntutan masalah pembuktian merupakan fokus dalam melakukan

penelitian berkas perkara hasil penyidikan.

>>3.1.5. Penuntutan dan Pembuktian

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan

perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan supaya diperiksa

dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil

penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik74

Page 85: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

75

perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat dilimpahkan ke pengadilan

atau tidak. Apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan

tidak dapat dilakukan penuntutan karena tidak cukup bukti, maka penuntut

umum dengan surat ketetapan menghentikan penuntutan (SP3).

Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa berkas perkara hasil

penyidikan terdapat cukup bukti maka ia segera membuat surat dakwaan dan

bersama dengan berkas perkara, surat dakwaan dilimpahkan ke pengadilan

untuk selanjutnya dijadikan dasar pemeriksaan di sidang pengadilan.

Nyata bahwa pada tahap penuntutan masalah pembuktian merupakan

tolok ukur dapat tidaknya hasil penyidikan dilimpahkan ke pengadilan negeri.

>> 3.1.6. Pemeriksaan di Pengadilan dan Pembuktian

Pembuktian adalah proses untuk membuktikan, sedangkan bukti adalah

sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa yang merupakan tanda

telah terjadi kejadian/pelanggaran.

Sistem pembuktian ada empat :

1. Berdasar keyakinan Hakim semata-mata

2. Berdasar keyakinan Hakim dengan alasan yang logis

3. Berdasar alat bukti tanpa keyakinan Hakim

4. Berdasar alat bukti disertai keyakinan Hakim

Hukum Acara Pidana Indonesia menganut sistem pembuktian no. 4,

artinya hakim di dalam memutus suatu perkara berdasarkan alat bukti yang

sah dan ia berkeyakinan atas alat bukti tersebut (pasal 183 jo. Pasal 184

ayat 1 KUHAP). Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Dua alat bukti + Keyakinan hakim = Terpidana

Dua alat bukti + Tidak yakin = Bebas

Tanpa alat bukti + Yakin = Bebas

Acara pemeriksaan di sidang pengadilan tidak ada yang lain kecuali

masalah pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat penyidikan diperiksa

kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti. Saksi-saksi yang telah

diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke sidang pengadilan untuk

memperoleh alat bukti keterangan saksi. Tersangka yang sudah diperiksa di

penyidikan, diperiksa kembali di sidang pengadilan, untuk mendapat alat bukti

keterangan terdakwa. Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan

atau yang telah membuat laporan ahli, dipanggil lagi untuk didengar pendapatnya

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 86: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

atau laporannya dibacakan di sidang pengadilan agar diperoleh alat bukti

keterangan ahli. Surat dan barang bukti yang telah disita oleh penyidik diajukan

ke sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti surat dan petunjuk.

Inilah cara dan teknik memperoleh alat bukti di sidang pengadilan.

Karena hanya dengan alat bukti yang sah yang diperoleh di sidang pengadilan

yang dapat meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa. Adapun alat bukti

sah berdasarkan KUHAP Pasal 184 adalah:

1. Keterangan saksi.

2. Keterangan ahli.

3. Surat.

4. Keterangan terdakwa.

5. Petunjuk.

Alat tersebut di atas adalah alat bukti yang harus dicari dan digunakan

untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Hanya alat bukti tersebut yang bisa

digunakan.

Dengan demikian pemeriksaan di sidang pengadilan tujuannya hanya

satu, yaitu mencari alat bukti yang dengan alat bukti itu digunakan untuk

membentuk keyakinan tentang bersalah tidaknya terdakwa.

>> 3.1.7. Putusan Pengadilan dan Pembuktian

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang

bersalah melakukannya. Jadi kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana

ditentukan oleh keyakinan hakim, namun keyakinan tersebut harus didasarkan

atas sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.

Dari sekurang-kurangnya dua alat bukti tadi harus ada persesuaian

antara alat bukti yang satu dengan yang lain, barulah keyakinan hakim terbentuk.

Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di sidang pengadilan, hakim akhirnya

menjatuhkan putusan:

1. Putusan pemidanaan, dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat bahwa

terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan

kepadanya.

2. Putusan bebas, dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat bahwa dari

hasil pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang

didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik76

Page 87: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

77

3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum apabila pengadilan berpendapat

bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi

perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana atau terbukti akan tetapi

terdakwa tidak dapat dipertanggung jawabkan terhadap perbuatannya.

Bagaimana hakim mengambil putusan tentang bersalah tidaknya

terdakwa dan jenis putusan apa yang dijatuhkan, semuanya terpulang pada

alat bukti yang terungkap di sidang pengadilan.

>> 3.1.8 Upaya Hukum dan Pembuktian

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk

tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding

atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan, peninjauan

kembali, atau Jaksa Agung untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum

menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Upaya hukum ada dua

macam, yaitu:

1. Upaya hukum biasa yang terdiri dari:

a. pemeriksaan tingkat banding, dan

b. pemeriksaan untuk kasasi

2. Upaya hukum luar biasa, yang terdiri dari:

a. pemeriksaan kasasi demi kepentingan hukum, dan

b. peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap.

Permintaan banding ke pengadilan tinggi dilakukan terhadap putusan

pemidanaan yang berarti bahwa terdakwa atau penuntut umum tidak menerima

putusan pengadilan negeri karena pada umumnya menyangkut masalah

pembuktian yang pengadilan tinggi berhak untuk menilai.

Permintaan kasasi dapat diajukan oleh terdakwa atau penuntut umum

untuk diperiksa oleh Mahkanah Agung terhadap semua putusan selain putusan

Mahkamah Agung, kecuali putusan bebas murni dengan alasan antara lain

apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-

undang dalam arti hukum acara pembuktian tidak dilaksanakan.

Permintaan peninjauan kembali diajukan oleh terpidana untuk diperiksa

Mahkamah Agung terhadap semua putusan yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap, kecuali putusan bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum

atas dasar novum, yaitu bukti baru yang ditemukan setelah putusan pengadilan

mempunyai kekuatan hukum tetap.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 88: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik78

Dengan demikian masalah pembuktian merupakan dasar alasan

mengajukan upaya hukum baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum

luar biasa.

3.2. Bukti, Barang Bukti dan Alat Bukti dalam Proses Pidana

>> 3.2.1. Bukti

KUHAP tidak menjelaskan apa itu bukti; menurut Kamus Umum Bahasa

Indonesia, bukti ialah suatu hal atau peristiwa yang cukup untuk memperlihatkan

kebenaran suatu hal atau peristiwa.

>> 3.2.2. Barang Bukti

Barang bukti ialah benda baik yang bergerak atau tidak bergerak yang

berwujud maupun yang tidak berwujud yang mempunyai hubungan dengan

tindak pidana yang terjadi.

Agar dapat dijadikan sebagai bukti maka benda-benda ini harus

dikenakan penyitaan terlebih dahulu oleh penyidik dengan surat izin ketua

pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya benda yang dikenakan

penyitaan berada kecuali penyitaan yang dilakukan oleh penyidik pada Komisi

Pemberantasan Korupsi tidak perlu ada izin Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Adapun benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah:

1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian

diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana.

2. Benda yang telah digunakan secara langsung untuk melakukan tindak

pidana atau untuk mempersiapkannya.

3. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.

4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan untuk melakukan tindak

pidana.

5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana

yang dilakukan.

Benda yang disita oleh penyidik, di tingkat penyidikan mempunyai

nilai sebagai BUKTI bukan alat bukti.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bukti yang diperoleh di

tingkat penyidikan adalah untuk menentukan atau membuat terang suatu

tindak pidana yang terjadi dan guna menentukan siapa tersangkanya. Oleh

sebab itu tampak adanya kekeliruan cetak pada Pasal 44 ayat (2) dan

penjelasan Pasal 12 huruf g Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang

Page 89: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

79

mengatur kewenangan penyelidikan dan penyidik Komisi Pemberantasan

Korupsi yang menyebutkan kata-kata “alat bukti” harusnya dibaca bukti.

>> 3.2.3. Alat Bukti Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP

KUHAP juga tidak memberikan pengertian mengenai apa itu alat bukti.

Akan tetapi pada Pasal 184 KUHAP disebutkan sebagai berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang

bersalah melakukannya”.

Rumusan pasal ini memberikan garis hukum, bahwa:

1. Alat bukti yang digunakan hakim dasar memutus diperoleh dari hasil

pemeriksaan di sidang pengadilan.

2. Hakim mengambil putusan berdasarkan keyakinannya.

3. Keyakinan hakim diperoleh dari minimal dua alat bukti yang sah.

Alat bukti menurut hukum acara pidana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP

yang terdiri dari:

1. Keterangan saksi.

2. Keterangan ahli.

3. Surat .

4. Petunjuk.

5. Keterangan terdakwa.

Apabila dicermati jenis alat bukti yang sah, ternyata bukti yang diperoleh

penyidik merupakan cikal bakal alat bukti yang diperoleh di sidang pengadilan.

Saksi, ahli dan tersangka yang telah diperiksa di tingkat penyidikan yang

dituangkan dalam BAP, dipanggil dan diperiksa di sidang pengadilan untuk

mendapatkan alat bukti.

Jadi yang bernilai alat bukti adalah keterangan saksi dan keterangan

terdakwa yang diberikan di sidang pengadilan dan bukan keterangan yang

diberikan dalam BAP di penyidikan.

Surat yang disita penyidik kembali diajukan di sidang pengadilan untuk

digunakan sebagai alat bukti surat. Sedangkan barang bukti yang telah disita

secara sah oleh penyidik juga diajukan ke sidang pengadilan untuk digunakan

sebagai alat bukti petunjuk. Demikianlah proses bukti dan barang bukti menjadi

alat bukti.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 90: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

>>> 3.2.3.1. Keterangan Saksi

Keterangan saksi sebagai alat bukti sah apabila saksi memberikan

keterangan di sidang pengadilan di bawah sumpah/janji tentang apa yang ia

lihat sendiri, dengar sendiri atau alami sendiri dengan menyebutkan alasan

pengetahuannya itu. Oleh sebab itu keterangan saksi yang diperoleh dari

pengetahuan orang lain atau testimonium de auditu bukan alat bukti. Demikian

juga keterangan saksi yang tidak disumpah/berjanji bukan merupakan alat

bukti akan tetapi keterangan saksi yang tidak disumpah bersesuaian dengan

keterangan dari saksi yang disumpah dapat digunakan sebagai alat bukti

petunjuk.

Saksi yang tidak hadir memberikan keterangan di sidang maka

keterangan dalam BAP dibacakan. Keterangan saksi dalam BAP baru mempunyai

nilai sama dengan keterangan saksi apabila bersesuaian dengan keterangan

saksi yang diberikan di bawah sumpah yang diucapkan di sidang. Keterangan

saksi dalam BAP yang tidak diberikan dalam sumpah yang dibacakan di sidang

bukan merupakan alat bukti tetapi dapat dipertimbangkan hakim untuk

memperkuat keyakinannya apabila bersesuaian dengan keterangan saksi atau

alat bukti sah yang lain. Jadi tegasnya bukan alat bukti sekalipun sekadar

petunjuk.

Ketentuan Pasal 1 butir 26 KUHAP menyebutkan sebagai berikut:

“saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia

dengar sendiri, lihat sendiri, dan ia alami sendiri”.

Saksi bukanlah alat bukti tetapi keterangan dari saksilah yang

merupakan alat bukti. Ketentuan mengenai keterangan saksi diatur dalam

pasal 1 butir 27 KUHAP yang menyebutkan:

“keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang

berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari

pengetahuannya itu”.

Mengenai isi dari keterangan saksi selain diatur dalam Pasal 1 butir 27

KUHAP juga diatur dalam pasal-pasal lain, yaitu Pasal 185 Ayat (5) KUHAP

yang menyebutkan bahwa “baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari

hasil pemikiran saja bukan merupakan keterangan saksi”. Penjelasan Pasal

185 Ayat (1) KUHAP menyebutkan bahwa “dalam keterangan saksi tidak

termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau testimonium de auditu”.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik80

Page 91: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Untuk menjamin kebenaran keterangan saksi, Pasal 160 Ayat (3)

KUHAP mewajibkan saksi untuk mengangkat sumpah menurut agamanya

sebelum memberikan keterangannya.

Menjadi saksi dalam perkara pidana adalah merupakan kewajiban

bagi setiap orang (WN). Oleh karena itu orang yang menolak memberikan

keterangannya sebagai saksi dalam suatu perkara pidana dapat diajukan ke

depan sidang pengadilan.

Untuk menjadi saksi maka seseorang harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut :

1. Saksi adalah orang yang mendengar sendiri, lihat sendiri, dan mengalami

sendiri suatu peristiwa pidana (Pasal 1butir 26 KUHAP).

2. Tidak terkena ketentuan Pasal 168 dan Pasal 170 Ayat (1) KUHAP. Pasal

168 KUHAP menyebutkan:

“kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar

keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi”.

a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke

bawah sampai derajat ketiga dari Terdakwa atau yang bersama-sama

sebagai Terdakwa.

b. Saudara tiri dari Terdakwa atau yang bersama-sama sebagai Terdakwa,

saudara ibu atau saudara bapak juga mereka yang mempunyai hubungan

karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat

ketiga.

c. Suami atau isteri Terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-

sama sebagai Terdakwa.

Pasal 170 Ayat (1) KUHAP menyebutkan:

“mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan

menyimpan rahasia dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan

keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka”.

Keterangan saksi agar dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Keterangan saksi harus merupakan keterangan yang menjelaskan peristiwa

pidana yang saksi dengar sendiri, lihat sendiri, alami sendiri dengan

menyebutkan alasan pengetahuannya tersebut (Pasal 1 butir 27 KUHAP).

2. Keterangan saksi harus diberikan di bawah sumpah (Pasal 160 Ayat (3)

KUHAP).

3. Keterangan saksi harus sesuai dengan ketentuan Pasal 185 KUHAP ayat:

81Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 92: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di

sidang pengadilan.

(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa

Terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) tidak berlaku apabila

disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.

(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu

kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah

apabila Keterangan Saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain

sedemikian rupa sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian

atau keadaan tertentu.

(5) Baik pendapat atau rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja

bukan merupakan keterangan saksi.

(6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus

dengan sungguh-sungguh memperhatikan:

• Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain.

• Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain.

• Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi

keterangan tertentu.

• Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada

umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu

dipercaya.

(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu

dengan yang lain tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan

itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat digunakan

sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

(8) Keterangan saksi harus diperoleh dengan cara yang sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang misalnya Pasal 166 KUHAP yang melarang

diajukannya pertanyaan yang bersifat menjerat.

Ketentuan mengenai sanksi terhadap saksi adalah sebagai berikut:

1. Dalam hal saksi tidak mau hadir meskipun telah dipanggil secara sah dan

hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi

itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan

supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan (Pasal 159 Ayat (2) KUHAP).

2. Apabila seseorang dipanggil sebagai saksi dan ia dengan sengaja tidak

memenuhi panggilan tersebut maka ia diancam dengan pidana berdasarkan

ketentuan Pasal 224 KUHAP yang menyebutkan:

“barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang akan menjadi saksi,

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik82

Page 93: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

ahli atau juru bahasa dengan sengaja tidak memenuhi sesuatu kewajiban

yang sepanjang undang undang harus dipenuhi dalam jabatan tersebut,

dihukum:

a. Dalam perkara pidana dengan hukuman penjara selama-lamanya

sembilan bulan.

b. Dalam perkara lain dengan hukuman penjara selama-lamanya enam

bulan.

3. Saksi yang tanpa alasan yang sah menolak bersumpah atau berjanji di depan

sidang sebelum memberikan kesaksian atau keterangan dapat disandera di

RUTAN untuk paling lama 14 (empat belas) hari (Pasal 161 Ayat (1) KUHAP).

4. Saksi yang memberikan keterangan tidak benar (palsu) didepan persidangan

diancam pidana berdasarkan Pasal 174 KUHAP yang menyebutkan:

a. Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang

memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya mem-

berikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman

pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan

keterangan palsu.

b. Apabila saksi tetap pada keterangannya itu hakim ketua sidang karena

jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat

memberikan perintah supaya saksi ditahan untuk selanjutnya dituntut

perkara dengan dakwaan sumpah palsu.

c. Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara

pemeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi itu adalah palsu

dan berita acara tersebut ditanda tangani oleh hakim ketua sidang serta

panitera dan diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan

menurut undang-undang ini.

d. Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara

semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai.

Saksi yang memberikan keterangan palsu di depan persidangan dapat

diancam pidana berdasarkan ketentuan Pasal 242 Ayat (1) dan Ayat (2)

KUHAP yang menyebutkan:

1. Barang siapa sebagai saksi dalam keadaan di mana undang-undang

menentukan supaya memberikan keterangan di atas sumpah atau ke-

saksiannya membawa akibat hukum bagi terdakwa, dengan sengaja

memberikan keterangan palsu di atas sumpah baik dengan lisan atau

tulisan secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk

itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

83Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 94: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

2. Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan

merugikan terdakwa atau tersangka yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun.

Di dalam aspek pidana fraud, auditor dengan teknik investigasi melakukan

pemeriksaan terhadap orang-orang yang diduga terlibat dalam penyimpangan

yang terjadi yang hasilnya dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan

Keterangan (BAPK) akan dapat menemukan orang-orang yang dapat dijadikan

sebagai saksi sesuai dengan ketentuan mengenai saksi. Ini akan membantu

penyidik untuk menetapkan siapa yang tepat untuk dijadikan sebagai saksi.

Perlindungan Saksi dan Korban

Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2006 Pasal 5 tentang Per-

lindungan Saksi dan Korban, seorang saksi atau korban mempunyai hak sebagai

berikut:

1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta

bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian

yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan

dan dukungan keamanan.

3. Memberikan keterangan tanpa tekanan.

4. Bebas dari pertanyaan yang menjerat.

5. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.

6. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan.

7. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.

8. Mendapatkan identitas baru.

9. Mendapatkan tempat kediaman baru.

10.Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan.

Di samping hak dalam pasal 5, dalam pasal 6 juga diatur seorang

saksi dan korban berhak mendapat bantuan medis dan bantuan rehabilitasi/

psiko. Perlindungan kepada saksi dan korban diberikan sejak penyelidikan

sampai dengan selesai diperlukan. Saksi berhak tidak hadir atas persetujuan

hakim, apabila merasa dirinya terancam. Kesaksiannya boleh diganti dengan

tertulis atau kesaksian lewat alat elektronik. Seorang saksi atau korban yang

merasa terancam keselamatannya dapat menghubungi Lembaga Perlindungan

Saksi dan Korban (LPSK) untuk mendapat perlindungan. Kemudian apabila

LPSK menganggap saksi perlu dilindungi maka LPSK mengadakan kerja

sama dengan instansi terkait dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh saksi

agar perlindungan terjamin.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik84

Page 95: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

>>> 3.2.3.2. Keterangan Ahli

Ada tiga cara untuk memperoleh alat bukti keterangan ahli yang sah,

yaitu:

1. Ahli memberikan keterangan di depan penyidik yang dituangkan dalam bentuk

BAP. Sebelum memberikan keterangan ia wajib bersumpah/berjanji di hadapan

penyidik bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya

yang sebaik-baiknya. Keterangan ahli dalam bentuk BAP biasanya dalam

bentuk pernyataan ahli yang diberikan atas pertanyaan penyidik.

2. Ahli memberikan keterangan dalam bentuk laporan yang diminta secara

resmi oleh penyidik, yang disebut laporan ahli yang dibuat dengan mengingat

sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Laporan ahli ini

kemudian disebut juga alat bukti surat sebagaimana akan dibicarakan di

bawah nanti.

3. Ahli memberikan keterangan di sidang pengadilan berdasarkan penetapan

hakim dan keterangannya dicatat dalam berita acara sidang oleh panitera.

Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji

di hadapan hakim.

Keterangan ahli baik dalam bentuk BAP maupun dalam bentuk laporan

yang diberikan atas permintaan penyidik sepanjang sudah dibacakan di sidang

mempunyai nilai pembuktian sebagai keterangan ahli karena sebelumnya

sudah diberikan di bawah sumpah. Demikian juga halnya dengan keterangan

ahli yang diberikan di sidang pengadilan.

Ahli yang telah memberikan keterangan atas permintaan penyidik

dapat tidak hadir di sidang, cukup keterangan yang telah diberikan di bawah

sumpah di bacakan. Akan tetapi dalam hal hakim menganggap perlu untuk

menjernihkan duduk persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua

sidang dapat minta agar ahli yang bersangkutan hadir memberikan keterangan

di sidang dan membawa bahan baru yang di perlukan.

Perkembangan kualitas dan metode kejahatan yang semakin kompleks

oleh pembentuk undang-undang telah diantisipasi dengan memasukkan

keterangan ahli sebagai alat bukti. Keterangan ahli diperlukan untuk membuat

terang suatu perkara.

Pasal 1 butir 28 KUHAP menyebutkan sebagai berikut:

“keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang

memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang

suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.

85Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 96: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Dalam California Evidence Code ahli didefinisikan sebagai orang yang

mempunyai pengetahuan, keahlian, pengalaman, pelatihan atau pendidikan

khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli tentang

hal yang berkaitan dengan keterangannya.

Untuk dapat menjadi ahli seseorang harus memiliki keahlian khusus

atau mempunyai pengetahuan tentang hal yang diperlukan untuk membuat

terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 butir

28 jo. Pasal 120 Ayat (1) KUHAP). Selain itu, yang bersangkutan juga tidak

terkena ketentuan Pasal 168 dan Pasal 170 Ayat (1) KUHAP.

Keterangan ahli agar dapat dipakai sebagai alat bukti yang sah harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Keterangan ahli harus diberikan oleh seorang ahli.

2. Keterangan yang diberikan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya

atau menurut disiplin ilmu.

3. Keterangan ahli harus diberikan di bawah sumpah (Pasal 120 Ayat (2),

Pasal 160 Ayat (3) dan Ayat (4) serta Pasal 161 Ayat (1) KUHAP).

4. Keterangan ahli harus diberikan di depan persidangan (Pasal 186 KUHAP).

Keterangan ini dapat disimpangi dengan mengacu kepada ketentuan

Pasal 120 Ayat (1) jo. Pasal 7 Ayat (1) huruf f KUHAP yang memungkinkan

pemberian keterangan ahli di luar sidang pengadilan karena di dalam pasal

tersebut disebutkan bahwa: “Dalam hal penyidik menggangap perlu, ia dapat

minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”.

Dalam kaitannya dengan sanksi terhadap ahli, ketentuan Pasal 179

Ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa:

“semua ketentuan mengenai saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan

keterangan ahli“.

Dengan demikian sanksi terhadap saksi berlaku juga bagi ahli.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan mengenai perbedaan antara saksi

dengan ahli adalah sebagai berikut:

1. Sumpah saksi: akan mengatakan yang benar tidak lain dari yang benar.

2. Sumpah ahli: akan mengatakan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman

yang dimiliki.

3. Saksi tidak dapat diganti dengan orang lain.

4. Ahli dapat diganti.

5. Keterangan yang diberikan:

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik86

Page 97: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

a. Saksi mengemukakan fakta apa yang dilihat, didengar, dialami serta

alasannya.

b. Ahli memberikan pendapat bukan fakta agar perkara menjadi terang.

>>>3.2.3.3. Surat

Surat yang mempunyai nilai pembuktian sebagai alat bukti surat harus

dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, misalnya :

1. Surat yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat

dihadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan

yang didengar dilihat atau dialaminya sendiri disertai alasan tentang

keterangannya itu (contoh: Akta notaris, Akta pejabat PPAT, Berita Acara

Lelang Negara).

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, BAP saksi dan BAP tersangka

sama sekali bukan alat bukti surat.

2. Surat yang dibuat menurut peraturan perundang-undangan atau surat yang

dibuat pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi

tanggung jawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau

keadaan (Contoh: SIM, Paspor, KTP, Ijasah, Surat Perintah Perjalanan Dinas).

3. Surat yang dibuat oleh ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya

mengenai suatu peristiwa atau keadaan yang diminta secara resmi

daripadanya termasuk laporan ahli (Contoh: Visum et repertum, Laporan

Hasil Ahli Dokter Kehakiman (LHAK).

Adapun surat yang tidak termasuk salah satu dari tiga jenis surat di

atas bukan alat bukti surat karena dibuat tidak berdasarkan sumpah jabatan

oleh pejabat atau ahli yang kompeten.

Akan tetapi apabila isi surat lainnya ini ada hubungannya atau

persesuaiannya dengan alat bukti sah yang lain maka dapat mempunyai

pembuktian sebagai alat bukti petunjuk (contoh: surat kuitansi, surat perjanjian

di bawah tangan).

Pasal 187 KUHAP menyebutkan:

“surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 Ayat (1) huruf c dibuat atas

sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah:

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat

umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang memuat

keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang

dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang

keterangannya itu.

87Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 98: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau

surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata

laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi

pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.

c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara

resmi daripadanya.

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari

alat pembuktian yang lain.

Dari pasal di atas maka alat bukti surat terdiri dari:

1. Surat sebagaimana tersebut pada huruf a, jenis surat pada butir ini agar

dapat diterima sebagai alat bukti surat harus memenuhi syarat:

• Dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.

• Bentuknya berita acara atau surat dalam bentuk resmi.

• Dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau dibuat di hadapannya.

• Isinya memuat keterangan tentang kejadian/keadaan yang didengar

sendiri, dilihat sendiri, atau dialaminya sendiri.

• Menyebutkan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya.

Contoh surat jenis ini adalah: akta otentik, berita acara lelang, akta jual

beli oleh PPAT. Surat jenis ini dikenal dengan akta otentik.

2. Surat sebagaimana tersebut pada huruf b boleh dikatakan hampir meliputi

segala jenis surat yang dibuat oleh aparat pengelola administrasi

dan kebijaksanaan eksekutif, mulai dari IMB, Surat izin ekspor impor,

paspor, SIM, KTP, Akta kelahiran, Surat Keputusan Pengangkatan atau

Pemberhentian Pegawai, Surat Keputusan Kenaikan Pangkat, Mutasi dan

Surat Keputusan lainnya. Semua surat ini dapat bernilai sebagai alat bukti

surat.

3. Surat sebagaimana tersebut pada huruf c, laporan ahli seperti halnya visum

et repertum di samping sebagai alat bukti keterangan ahli dapat juga

disebut sebagai alat bukti surat. Hal ini yang disebut oleh M. Yahya Harahap

sebagai “sifat dualisme alat bukti keterangan ahli”.

4. Surat sebagaimana tersebut pada huruf d, surat lain di sini dapat berupa

segala tulisan yang isinya berkaitan dengan alat bukti yang lain. Surat

dalam hal ini lebih bersifat pribadi, misalnya korespondensi, surat ancaman,

surat pernyataan, surat petisi, pengumuman, surat cinta, dan sebagainya.

Surat-surat ini tidak dengan sendirinya merupakan alat bukti yang sah,

baru mempunyai nilai sebagai alat bukti apabila isi surat tersebut mempunyai

hubungan dengan alat pembuktian yang lain. Misalnya, kuitansi pembayaran

yang dibenarkan isinya oleh saksi atau oleh terdakwa.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik88

Page 99: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Menurut bunyi Pasal 187 KUHAP di atas maka surat sebagai alat

bukti harus memenuhi syarat “dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan

dengan sumpah.” Surat selain dari itu bukan merupakan alat bukti.

Alat bukti surat mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas, artinya

hakim bebas untuk menerima atau menolak bukti surat sebagai alat bukti

yang dapat membentuk keyakinannya atas kesalahan terdakwa.

>>> 3.2.3.4. Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa sebagai alat bukti ialah apa yang terdakwa

nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang

ia ketahui atau yang ia alami sendiri. Dalam hal terdakwa menyangkal di

sidang, maka keterangannya dalam BAP di penyidikan dapat menjadi alat

bukti petunjuk asalkan keterangan dalam BAP tersebut didukung oleh suatu

bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Menurut

putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor: 229/K/Kr/1953, pengakuan terdakwa

di luar sidang yang ditarik tanpa alasan adalah merupakan suatu petunjuk

tentang adanya kesalahan terdakwa tersebut.

Dalam hal terdakwa mengakui perbuatan yang didakwakan akan tetapi

pengakuannya itu tidak didukung alat bukti sah yang lain maka pengakuan

saja tidak cukup untuk membuktikan ia bersalah melakukan tindak pidana

yang didakwakan kepadanya.

Keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 189 KUHAP yang menyebutkan:

1. Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang

perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

2. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk

membantu menemukan bukti di sidang pengadilan asalkan keterangan itu

didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang

didakwakan kepadanya.

3. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.

4. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia

bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan

harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Maksud dari kalimat yang menyebutkan bahwa keterangan terdakwa

adalah apa yang ia nyatakan di sidang pengadilan tertang perbuatan apa

yang dilakukannya disertai dengan keterangan dari keadaan tertentu adalah

agar keterangan terdakwa di depan sidang pengadilan harus disertai cara-

cara bagaimanakah ia melakukan perbuatannya.

89Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 100: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Jadi berdasarkan pasal tersebut di atas seluruh keterangan terdakwa

di depan hakim untuk menjadi bukti yang sempurna harus disertai dengan

keterangan yang jelas tentang keadaan saat tindak pidana diperbuat, dan

karena keterangan terdakwa tersebut harus cocok dengan keterangan si

korban atau dengan lain-lain bukti. Syarat ini sangat penting karena ada

kemungkinan suatu keterangan terdakwa bertentangan dengan kebenaran

materiil, sehingga ada kemungkinan terdakwa memberikan keterangan palsu.

>>>3.2.3.5. Petunjuk

Yang bisa bernilai sebagai alat bukti petunjuk ialah perbuatan

atau kejadian ataupun keadaan yang bersesuaian satu sama lain ataupun

bersesuaian dengan tindak pidana itu, dan dari persesuaiannya membenarkan

adanya suatu kejadian tertentu. Perbuatan, kejadian atau keadaan selain ada

persesuaian antara satu dengan lain baru merupakan alat bukti petunjuk

apabila diperoleh dari alat bukti sah yang sudah ada lebih dahulu. Oleh sebab

itu petunjuk sebagai alat bukti tidak diperoleh di tingkat penyidikan dan bukan

merupakan alat bukti yang berdiri sendiri akan tetapi melalui suatu proses di

sidang pengadilan yang bersumber dari keterangan saksi, keterangan ahli,

keterangan terdakwa atau dari alat bukti surat.

Contoh:

1. Ada saksi memberikan keterangan di sidang tidak disumpah, maka

keterangannya bukan alat bukti keterangan saksi akan tetapi dapat

merupakan alat bukti petunjuk apabila bersesuaian dengan keterangan

dari saksi yang disumpah.

2. Visum et repertum yang dibuat oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman

bukan alat bukti keterangan ahli akan tetapi apabila isi visum et repertum

tadi bersesuaian dengan alat bukti sah yang lain, dapat dijadikan sebagai

alat bukti petunjuk.

3. Surat perjanjian di bawah tangan bukan alat bukti surat akan tetapi apabila

isi surat itu ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi dapat

dijadikan sebagai alat bukti petunjuk.

4. Keterangan terdakwa dalam BAP atau yang diberikan di luar sidang

merupakan alat bukti petunjuk asalkan keterangan dalam BAP tersebut

justru bersesuaian dengan alat bukti sah yang lain.

5. Barang bukti berupa golok yang berlumuran darah yang identik dengan

darah korban yang ditemukan di TKP, maka diperoleh petunjuk bahwa

golok itulah yang digunakan membacok korban.

6. Dalam tindak pidana korupsi melalui Pasal 26A Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001 demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik90

Page 101: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

2002 pada Pasal 44 Ayat (2) memperluas sumber petunjuk sedemikian

rupa sehingga meliputi informasi, dokumen, atau data yang dapat dilihat,

dibaca, diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa

maupun secara elektronik atau optic termasuk dan tidak terbatas pada

yang tertuang di atas kertas maupun selain kertas.

Di dalam Pasal 188 Ayat (1) KUHAP disebutkan:

“petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya

baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri,

menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”.

Kata “menandakan” digunakan karena kepastian bahwa terdakwa benar-

benar telah bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak

mungkin dapat diperoleh. Dengan demikian mengenai perbuatan-perbuatan

yang dianggap sebagai petunjuk tidak dapat disyaratkan lebih banyak selain

adanya kesesuaian perbuatan, kejadian atau keadaan yang dapat menunjukkan

adanya kesalahan terdakwa.

Pasal 188 Ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa “petunjuk sebagaimana

dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:

1. Keterangan saksi.

2. Surat.

3. Keterangan terdakwa.

Pasal 188 Ayat (3) KUHAP menyebutkan bahwa “penilaian atas kekuatan

pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh

hakim dengan arif dan bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan

penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya”.

Ketentuan Pasal 26A Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, menyebutkan:

Alat bukti petunjuk juga dapat diperoleh dari:

a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima,

atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan

itu, dan

b. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat,

dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa

bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun

selain kertas maupun yang terekam secara elektronik yang berupa tulisan,

suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka atau perforasi

yang memiliki makna.

91Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 102: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik92

Maksud dari “penyimpanan secara elektronik” adalah data yang disimpan

dalam bentuk mikro film, Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM), atau

Write Once Read Many (WORM). Sedangkan yang dimaksud dengan “alat

optic atau yang serupa dengan itu” adalah tidak terbatas pada data penghubung

elektronik (electronic data interchange), surat elektronik (e-mail), telegram,

teleks, dan faksimili.

3.3. Proses Hukum Acara Perdata

Prinsip/asas dalam proses perdata penyelesaian perkaranya sangat

tergantung kepada para pihak yang bersengketa yaitu para pihak bebas

apakah akan memilih penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi)

atau penyelesaian diluar pengadilan (non litigasi). Apabila para pihak memilih

proses pengadilan (litigasi) maka persyaratannya adalah antara pihak-pihak

harus ada hubungan hukum dan ada kepentingan hukum yang dirugikan.

Contoh hubungan hukum misalnya:

1. Gugatan wan prestasi, maka harus ada hubungan hukum berupa perjanjian

antara para pihak.

2. Gugatan perceraian, harus ada pernikahan sebagai dasar hubungan hukum.

Contoh kepentingan yang dirugikan misalnya:

1. Penggugat mengajukan gugatan karena tergugat tidak menyelesaikan

pekerjaan, sehingga penggugat merasa dirugikan.

2. Sebaliknya apabila tergugat selaku kontraktor perjanjiannya dibatalkan

secara sepihak oleh pemilik pekerjaan, pihak tergugat merasa kepentingan-

nya dirugikan.

Asas lain dalam sengketa perdata adalah hakim selalu memberikan

kesempatan kepada para pihak untuk berdamai. Dengan demikian dalam

proses perdata para pihak yang lebih aktif dari pada hakim, sedangkan dalam

kasus pidana hakim yang aktif mencari kebenaran materiil. Proses ini dapat

divisualisasikan dengan menggunakan langkah-langkah sebagaimana tampak

pada halaman berikut ini.

Page 103: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Sementara itu dalam Hukum Acara Perdata yang prosesnya dilakukan di luar

pengadilan maka berdasarkan kesepakatan, para pihak dapat menyelesaikan

sengketa di luar pengadilan (non litigasi) melalui musyawarah, mediasi dan

terakhir melalui arbitase.

Keuntungan dilakukannya proses non litigasi adalah sebagai berikut:

1. penyelesaiannya bisa menjadi lebih cepat,

2. ditangani oleh para ahli,

3. penyelesaian tertutup, dan

4. para pihak tetap bersahabat.

Apabila para pihak akan menetapkan non litigasi dalam penyelesaian

sengketa, pengadilan tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut.

Dasar hukum penyelesaian di luar pengadilan (non litigasi) adalah UU No.30

Tahun 1999 tentang Arbitase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

93Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

1. Penggugat mengajukan gugatan kepada

Ketua Pengadilan Negeri di daerah hukum

tegugat.

Kemudian gugatan disampaikan oleh hakim

kepada tergugat disertai panggilan untuk

menyampaikan jawaban.

2. Penggugat menyerahkan replik (jawaban

atas jawaban tergugat) disampaikan kepada

pengadilan.

3. Penggugat mengajukan bukti-bukti seperti:

- bukti surat ;

- keterangan saksi;

- pengaduan dll.

untuk mendukung gugatannya.

Apa yang dibuktikan dan tidak disangkal

oleh tergugat adalah benar.Begitu pula apa

yang disampaikan dan tidak dibantah berarti

benar.

4. Kesimpulan sidang dari penggugat.

1. Tergugat membuat jawaban atas gugatan,

dan disampaikan kepada Hakim pada hari

yang ditentukan dalam surat panggilan.

Apabila memungkinkan, karena tergugat

merasa ada kepentingan hukumnya yang

dirugikan penggugat, tergugat dalam

jawabannya dapat mengajukan gugatan

balik.

2. Tergugat membuat duplik (jawaban atas

replik penggugat).

3. Tergugat mengajukan bukti-bukti untuk

menyangkal bukti-bukti penggugat seperti:

- bukti surat ;

- keterangan saksi;

- keterangan lain.

4. Kesimpulan sidang dari tergugat.

5. Keputusan

6. Upaya hukum

- banding

- kasasi

Penggugat Tergugat

Proses hukum acara perdata di pengadilan (Litigasi).

Page 104: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik94

4. Peran Auditor sebagai Saksi dan Ahli di Persidangan

Walaupun bukan merupakan unsur kompetensi yang akan diakui hakim,

fraud auditor sangat perlu memahami (dalam batas-batas tertentu) ketentuan

hukum yang berkaitan dengan kasus yang sedang ditangani, khususnya

ketentuan hukum yang berkaitan dengan alat bukti keterangan saksi dan

keterangan ahli sebagaimana diuraikan dalam butir 3.2.3.1 dan 3.2.3.2 :

Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila auditor diminta untuk

menjadi saksi dan ahli di persidangan dalam kasus fraud tampak pada bagian-

bagian berikut ini.

4.1. Persiapan

Secara umum dapat dikatakan bahwa untuk menjadi seorang fraud

auditor (dan juga pemberi keterangan ahli) dibutuhkan keterampilan (skills)

dan pengetahuan di bidang accounting, auditing dan investigasi, serta masalah

hukum dan kriminologi hingga batas-batas tertentu. Pengetahuan mengenai

risiko juga membantu fraud auditor di dalam memberikan pendapat atas

kecurangan yang terjadi. Fraud auditor juga membutuhkan kemampuan

menjaga ketenangan ketika bertindak sebagai ahli, dan tidak sensitif terhadap

kritikan atau serangan atas kredibilitas profesional pribadinya.

Agar pelaksanaan pemberi keterangan lebih efektif, surat permintaan

dari instansi Penyidik atau Pengadilan sebaiknya ditujukan kepada instansi,

tanpa menunjuk nama tertentu. Hal ini dimaksudkan agar instansi dimaksud

dapat menunjuk petugas/pejabatnya yang pengetahuannya memadai.

Sebelum memberikan keterangan kepada penyidik, auditor perlu

mengingat bahwa keterangan yang akan diberikan adalah keterangan yang

berkaitan dengan keahlian profesi auditornya, bukan sebagai ahli profesi

lainnya. Sasaran pemberian keterangan ahli adalah memberikan pendapat

berdasarkan keahlian profesi auditor dalam suatu kasus yang menurut pihak

penyidik telah memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi dan/atau Perdata

untuk membuat terang suatu peristiwa bagi penyidik dan/atau hakim.

Permintaan keterangan kepada auditor yang terjadi selama ini biasanya

dimaksudkan untuk memberi keterangan ahli. Namun demikian juga dimungkin-

kan seorang auditor diminta untuk memberikan keterangan saksi. Walaupun

auditor tidak melihat, mendengar dan mengalami peristiwa pidana yang terjadi,

Page 105: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

95Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

keterangan sebagai auditor yang melakukan audit dapat dianggap sebagai

keterangan saksi mengingat pasal 185 ayat (4) seperti disebutkan di atas.

4.2. Pelaksanaan Pemberian Keterangan

Apabila suatu instansi pemeriksa telah melakukan audit investigatif

ataupun perhitungan kerugian negara, maka dalam proses selanjutnya

kecurangan yang berindikasi tindak pidana yang laporan auditnya disampaikan

kepada penyidik untuk ditindaklanjuti akan melibatkan auditor yang bersangkutan.

Keterlibatan tersebut dapat terjadi dalam tahap penyelidikan, penyidikan maupun

dalam tahap penuntutan. Keterlibatan auditor dalam tahap penyidikan maupun

penuntutan adalah dalam peran sebagai saksi maupun sebagai pemberi

keterangan ahli. Tetapi untuk keterlibatan sebagai pemberi keterangan ahli,

hal ini tidak harus oleh auditor yang melakukan audit. Laporan audit investigatif

atas kejadian yang bersifat perdata yang ditindaklanjuti dengan gugatan perdata

di pengadilan, juga dapat melibatkan auditor dalam peran sebagai saksi.

Dalam pelaksanaan pemberi keterangan ahli, petugas yang ditunjuk

harus melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan ruang lingkup ke-

ahliannya, yaitu semata-mata hanya untuk menjelaskan suatu keadaan dari

sudut pandang ilmu auditing atau akuntansi atau dari hasil perhitungan kerugian

negara yang telah dilakukannya. Apabila dalam penyidikan dan/atau sidang

pengadilan petugas yang ditunjuk dimintakan keterangan yang tidak ada

kaitannya dengan lingkup keahliannya, maka petugas yang ditunjuk wajib

mengingatkan kepada pihak yang meminta keterangan bahwa keterangan

yang diminta di luar lingkup keahliannya atau memberikan jawaban “tidak

tahu”. Petugas yang ditunjuk dilarang memberikan keterangan yang tidak ada

kaitannya dengan lingkup keahliannya atau yang tidak ia ketahui dengan pasti

jawabannya atau jawaban yang masih ragu-ragu.

Pelaksanaan peran sebagai saksi maupun sebagai pemberi keterangan

ahli dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi auditor, tetapi

dapat juga sebaliknya, apabila yang bersangkutan dapat memberikan

pendapatnya secara jelas dan dapat diterima oleh para pihak sesuai dengan

fakta yang terjadi.

Dalam kenyataannya, pertanyaan dan jawaban yang mungkin muncul

di persidangan adalah sangat tergantung dari kasus yang diperiksa, suasana

sidang dan fakta-fakta yang terungkap sebelumnya. Oleh karena itu hampir

tidak mungkin untuk membuat pola bagaimana suatu pertanyaan harus dijawab.

Page 106: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Namun demikian, agar keterangan yang diberikan di pengadilan mencapai

tujuannya, yakni membuat terang perkara dan dipandang meyakinkan, auditor

harus memperhatikan hal-hal berikut:

1. Berbicara dengan jelas dan dapat didengar.

2. Hindari penggunaan istilah jargon-jargon profesional.

3. Gunakanlah istilah yang sederhana dalam menjelaskan temuan dan pendapat.

4. Fokuskan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh hakim,

jaksa dan penasehat hukum. Jangan memberi jawaban di luar konteks

pertanyaan.

5. Hindari perdebatan dan pertengkaran dengan hakim, penuntut umum

atau penasehat hukum tersangka.

6. Jaga sikap profesional dan bersikap tenang dalam menjawab pertanyaan.

7. Berpakaian konservatif dan berpenampilan menarik.

8. Apabila dapat dilakukan, hindari membaca catatan. Pemberi keterangan

ahli dapat membaca catatan pada saat memberikan keterangannya, namun

demikian akan lebih elegan apabila pendapat atau keterangan itu diberikan

dengan menggunakan kalimat sendiri secara jelas.

9. Susun dokumen yang perlu ditunjukkan dengan baik, sehingga apabila

diperlukan dapat ditemukan dengan mudah.

10. Minta pertanyaan diulang bila tidak jelas.

11. Dalam pengujian silang, jangan memberikan jawaban terburu-buru untuk

memberikan kesempatan kepada pihak lainnya yang akan mengajukan

keberatan atas pertanyaan tersebut.

12. Arahkan pandangan ke hakim, jaksa atau penasehat hukum pada saat

mereka mengajukan pertanyaan.

13. Jangan memandangi lantai atau langit-langit terus menerus.

14. Bersikaplah bersahabat terhadap semua pihak.

15. Bila tidak bisa menjawab katakan demikian, jangan menebak.

16. Jangan meninggikan nada bicara dalam amarah apabila ada pihak yang

mencoba memancing dengan tuduhan-tuduhan.

17. Jujur, jangan membesar-besarkan atau sebaliknya, jangan menghindari

pertanyaan.

Tujuan yang harus dicapai oleh auditor dalam perannya sebagai saksi

maupun sebagai pemberi keterangan ahli adalah membuat terang perkara

yang sedang disidangkan dengan cara memberikan pemahaman atas temuan

audit investigatif atau kerugian keuangan negara kepada hakim, jaksa maupun

penasehat hukum. Fakta-fakta maupun pendapat diungkapkan secara sederhana

dan jelas, sehingga setiap orang yang mendengarkan dapat memahaminya

dan perdebatan istilah-istilah akuntansi maupun audit dapat dihindari.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik96

Page 107: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

97Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

4.3. Hambatan dalam Memberikan Keterangan Saksi dan Ahli

Hambatan dalam pemberian keterangan dapat berasal dari intern

maupun dari ekstern. Kendala intern berasal dari pihak si pemberi keterangan

sendiri, antara lain yaitu:

1. Kurang persiapan.

2. Kurang menguasai hal-hal yang berkaitan dengan kasus yang diper-

masalahkan.

3. Tidak percaya diri.

4. Lupa. Hal ini terutama kendala untuk pemberi keterangan saksi, dimana

dia harus mengingat apa yang dilihat, didengar dan dialami atas suatu

kasus.

5. Bias. Walaupun pada dasarnya seorang auditor harus menaati kode etik

profesinya, namun sikap tidak obyektif seorang pemberi keterangan ahli

ataupun saksi dapat muncul apabila dari awal yang bersangkutan mempunyai

sikap ingin memenangkan salah satu pihak yang berperkara. Misalnya

yang seharusnya dia tahu/paham, karena dia sadar kalau dia menjawab

akan memberatkan atau melemahkan suatu dakwaan.

Sementara itu kendala-kendala ekstern yang dapat mempengaruhi

proses pemberian keterangan, antara lain adalah:

1. Keterlambatan pengiriman surat panggilan sidang.

2. Tidak jelasnya jadwal waktu (jam) sidang.

3. Nada pertanyaan yang bersifat provokatif.

4. Perbedaan persepsi diantara sesama auditor.

5. Bias. Kalau sikap bias sebelumnya berasal dari pemberi keterangan ahli,

sikap bias ini dapat juga muncul dari pihak jaksa, pengacara maupun hakim

dan hal ini tentu akan mempengaruhi proses pemberian keterangan.

6. Suasana ruang sidang yang tidak kondusif.

4.4. Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu

Pasal 242 KUHP antara lain menyatakan bahwa barang siapa dengan

sengaja memberikan keterangan palsu di atas sumpah, diancam dengan

pidana penjara paling lama tujuh tahun. Dan jika keterangan palsu tersebut

diberikan dalam perkara pidana dan merugikan tersangka atau terdakwa,

yang bersalah diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun. Belajar

dari ketentuan hukum tersebut, maka sudah seharusnya seorang auditor harus

mempertahankan sikap independensi dan obyektivitasnya dalam setiap

kegiatan termasuk dalam memberikan keterangan di sidang pengadilan.

Page 108: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik98

4.5. Peningkatan Keahlian

Agar pemberian keterangan dari auditor dalam rangka proses hukum

terhadap kasus-kasus pidana maupun perdata dapat mencapai hasil yang

maksimal, maka perlu:

1. Meningkatkan kepatuhan auditor terhadap kode etik profesi, termasuk

memenuhi kewajiban pendidikan profesi berkelanjutan (CPE – Continuing

Professional Education).

2. Mengadakan forum diskusi yang menunjang penyamaan persepsi atas

hal-hal yang menjadi kompetensi suatu profesi pendukung pembuktian

tindak pidana (akunting, auditing, hukum, appraisal, dll.).

3. Meningkatkan dukungan instansi auditor terhadap auditor yang ditugaskan

untuk memberikan keterangan di sidang pengadilan.

Page 109: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

INSPEKTORAT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

………………………….

BERITA ACARA PERMINTAAN KETERANGAN

-----------Pada hari ini,……………tanggal…………......... jam ……… s/d …………

Waktu Indonesia bagian ……........bertempat di………………………kami :

1. Nama :

NIP :

Pangkat :

Jabatan :

2. Nama :

NIP :

Pangkat :

Jabatan :

Pada Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota.....................................................

berdasarkan Surat Tugas Nomor:………….............…tanggal:……………….

telah meminta keterangan kepada :

Nama Lengkap : …………………………………………......

Jenis Kelamin :………………………………………….... . .

Tempat Lahir : ………………………………………….....

Tanggal lahir/umur : …………………………………….............

Kewarganegaraan :……………………………………………...

Agama : ……………………………………………..

Pekerjaan/jabatan :………………………………………….... . .

Nama Instansi : ……………………………Telp …….........

Alamat Instansi : ………....……………………Telp …………......

----------Ia diminta keterangannya dalam masalah...................................................

......................…………………...... .........……........................………………………

Atas pertanyaan kami yang bersangkutan memberikan jawaban/ keterangan

sebagai berikut:

99Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Lampiran

Page 110: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

1. Apakah Saudara mengerti mengapa hari ini diminta keterangan oleh auditor

Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota ?

jawaban.........……………………………………………………………............

2. Apakah Saudara pada saat ini dalam keadaan sehat jasmani dan rohani,

serta bersediakah Saudara memberikan keterangan sehubungan dengan

kasus …………………………………

Jawaban………………………………………………………………............

3. Harap jelaskan riwayat hidup singkat Saudara !

Jawaban : ………………………………………………………......…………..

4. Apakah Saudara kenal dengan Saudara........... , bila kenal dalam hubungan

apa Saudara kenal, kapan mulai kenal dan dimana ?

Jawaban : ……………………………………………………………………….

5. Pernahkah Saudara mengucapkan sumpah/Janji pegawai Negeri Sipil

pada waktu Saudara diangkat sebagai Pegawai Negeri ?

Jawaban :………………………………………………………………………

6. Pernahkah Saudara mengucapkan Sumpah Jabatan pegawai Negeri Sipil

pada waktu Saudara diangkat dalam suatu jabatan tertentu ?

Jawaban : ………………………………………………………………....…….

7. Pernahkan Saudara membaca Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil

tentang kewajiban dan larangan serta sanksinya sebagaimana diatur

dalam PP No. 30 Tahun 1980 ?

Jawaban : ………………………………………………………………............

8. Harap Saaudara Jelaskan tentang tugas pekerjaan yang dibebankan dan

menjadi tanggung jawab Saudara !

Jawaban : …………………………………………………………...........…….

9. Dimana Saudara melaksanakan tugas pekerjaan tersebut dalam Jawaban

No 8 ?

Jawaban : ………………………………………………………………............

10. Sejak kapan Saudara mulai melakukan tugas pekerjaan seperti jawaban

No 8 ?

Jawaban : ………………………………………………….............…………..

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik100

Page 111: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

11. Apakah yang dijadikan dasar sehingga Saudara melaksanakan tugas

pekerjaan tersebut dalam No. 8 ?

Jawaban : ……………………………………………………………...........….

12. Siapakah yang berwenang dan berhak memerintahkan Saudara untuk

melakukan tugas pekerjaan tersebut dalam jawaban no. 8 ?

Jawaban : ……………………………………………...........………………….

13. Siapa-siapa saja yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung

baik atasan/bawahan dengan tugas pekerjaan seperti tersebut dalam

jawaban no.8?

Jawaban : ………..........……………………………………………………….

14. Bagaimana mekanisme pelaksanaan tugas pekerjaan tersebut dalam

jawaban no 8 ?

Jawaban : ……………………………………………………………...........….

15. Harap Saudara ceritakan segala masalah yang Saudara ketahui mengenai

kasus ................(lihat hal .1), jalan ceritanya (modus operandi) siapa saja

pelakunya, siapa saja yang bisa memberikan keterangan/mengetahui tentang

kasus tersebut dan apakah ada yang menyangkut harta/kekayaan negara?

Jawaban : …………………………………………………...........…………….

(pertanyaan untuk pengungkapan kasus ini dapat dikembangkan guna

menuntun pengungkapan permasalahan oleh pemberi keterangan sampai

kepada kemungkinan diperolehnya bukti pendukung guna memperkuat

keterangan yang diberikan).

16. Dapatkah Saudara memberikan bukti-bukti atau data yang dapat memperkuat

keterangan Saudara diatas ?

Jawaban : …………………………………………………………...........…….

17. Apakah perbuatan yang Saudara lakukan tersebut dapat diklasifikasikan

sebagai perbuatan yang mengutamakan kepentingan negara di atas

kepentingan Golongan atau Diri sendiri ?

Jawaban : ……………………………………………………...........………….

18. Apakah perbuatan Saudara tersebut dapat diklasifikasikan sebagai

menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah dan

Pegawai Negeri Sipil ?

Jawaban : …………………………………………………………............…….

101Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 112: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

19. Apakah Saudara sebagai Pegawai Negeri Sipil telah mentaati sumpah/janji

Pegawai Negeri Sipil dan Sumpah/janji Jabatan Saudara ?

Jawaban : ………………………………………………………...........……….

20. Apakah Saudara telah bekerja dengan jujur, tertib dan cermat untuk

kepentingan negara?

Jawaban : ……………………………………………………………...........….

21. Apakah dalam tugas kedinasan, Saudara telah melaksanakan tugas

dengan penuh pengabdian dan tanggung jawab ?

Jawaban : …………………………………………………...........…………….

22. Apakah Saudara telah melaporkan kepada Atasan dengan segera pada

waktu Saudara mengetahui ada hal yang membahayakan/merugikan

negara dalam Bidang keuangan material, dan keamanan ?

Jawaban : …………………………............…………………………………….

23. Apakah Saudara telah mentaati ketentuan jam kerja ?

Jawaban : …………………………………………………………............…….

24. Apakah dalam tugas sehari-hari Saudara telah menggunakan dan

memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya ?

Jawaban : …………………………………………………...........…………….

25. Apakah perbuatan Saudara tersebut dapat menurunkan kehormatan dan

martabat Negara, Pemerintah atau kehormatan Pegawai Negeri Sipil ?

Jawaban : ……………………………………………............………………….

26. Apakah perbuatan Saudara dapat diklasifikasikan menyalahgunakan

wewenang ?

Jawaban : …………………………………………………............…………….

27. Apakah perbuatan Saudara tersebut merupakan menyalahgunakan barang,

uang atau Surat Berharga milik negara ?

Jawaban : …………………………………………............…………………….

28. Apakah perbuatan Saudara dapat diklasifikasikan sebagai memiliki, menjual,

membeli, menggadaikan, menyewakan atau meminjamkan barang-barang,

dokumen atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah ?

Jawaban : .................................................................................................

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik102

Page 113: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

103

29. Apakah Saudara telah melakukan perbuatan yang dilarang yaitu melakukan

kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang

lain di dalam maupun di luar lingkungan kerja Saudara dengan tujuan

untuk kepentingan pribadi, golongan, maupun pihak lain yang secara

langsung atau tidak langsung merugikan negara ?

Jawaban : …………………………………............…………………………….

30. Bukankah Saudara telah melakukan perbuatan yang dilarang yaitu

menerima hadiah atau sesuatu pemberian di mana pemberian tersebut

ada hubungannya dengan jabatan atau pekerjaan Saudara?

Jawaban : ………………………………………............……………………….

31. Pernahkah Saudara melakukan perbuatan yang dilarang yaitu melakukan

pungutan/pengeluaran tidak sah dan perbuatan penyimpangan lainnya

dalam melaksanakan tugas untuk kepentingan pribadi atau pihak lain?

Jawaban : ………………………………….............…………………………….

32. Dimana Saudara melakukan perbuatan/perbuatan-perbuatan seperti

tersebut dalam pertanyaan dan jawaban no. 31 ?

Jawaban : ………………………………………………............……………….

33. Kapan atau sejak kapan Saudara melakukan perbuatan/perbuatan-

perbuatan seperti tersebut dalam pertanyaan dan jawaban no. 31 ?

Jawaban : …………………………............…………………………………….

34. Mengapa Sdr. melakukan perbuatan tersebut dan apakah yang dijadikan

dasar sehingga Sdr. telah melakukan perbuatan/perbuatan-perbuatan

seperti tersebut dalam pertanyaan dan jawaban no. 31 ?

Jawaban : ………………………………………….............…………………….

35. Siapakah yang memerintahkan Saudara untuk melakukan perbuatan/

perbuatan-perbuatan seperti tersebut dalam pertanyaan dan jawaban

no. 31?

Jawaban : …………………………………………...........…………………….

36. Dalam melakukan perbuatan seperti dalam jawaban no. 31, sadarkah

Saudara bahwa telah melanggar larangan/tidak melaksanakan kewajiban

sebagai seorang Pegawai Negeri/Aparatur Negara ?

Jawaban : …………………………............…………………………………….

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 114: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

37. Kalau sadar, mengapa melakukannya dan apa tujuan yang ingin Saudara

capai dalam melakukan pelanggaran tersebut ?

Jawaban : …………………………………………………………............…….

38. Sadarkah Saudara bahwa dengan melakukan pelanggaran tersebut

berakibat merugikan Negara/orang lain, menciderai citra/kewibawaan

Aparatur Pemerintah/Negara dan menghambat pembangunan ?

Jawaban : ……………………………………………………...........………….

39. Apakah Saudara merasa bersalah dan bagaimana sikap Saudara

selanjutnya atas perbuatan melakukan pelanggaran tersebut di atas ?

Jawaban : ………………………………………………............……………….

40. Apakah ada hal-hal lain yang perlu Saudara sampaikan kepada peminta

keterangan dalam kesempatan ini ?

Jawaban : ……………………………………………….............……………….

41. Apakah jawaban-jawaban di atas adalah benar dan bukan karena

paksaan/tekanan atau pengaruh dari peminta keterangan. Untuk itu

bersediakah Saudara mengangkat sumpah/janji bilamana diperlukan?

Jawaban : …………………………………………………………….............….

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik104

Page 115: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Yang memberikan keterangan

( …………………………………….)

Yang meminta keterangan

1. …………………………………….

2. …………………………………….

105

Sampai di sini permintaan keterangan kami hentikan, dan Berita Acara

Permintaan Keterangan ini dilihat dan dibaca sendiri oleh yang bersangkutan,

dan telah membenarkan semua keterangannya, kemudian menandatangani

di bawah ini dan membubuhkan parafnya pada halaman-halaman di muka.

Demikian Berita Acara Permintaan Keterangan ini kami/saya buat dengan

sebenarnya, dengan mengingat sumpah jabatan kami/saya sekarang ini,

kemudian ditutup serta ditandatangani pada hari dan tanggal seperti tersebut

di atas.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 116: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik106

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 117: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

107

Albrecht, W. Steve, Chad O. Albrecht : “Fraud Examination,” Thomson-South

Western, 2002.

Arens, Alvin A and James K. Loebbecke, “Auditing An Integrated Approach”,

Internasional Edition-Hall International, Inc, Seventh Edition, 1997.

Arief, Barda Nawawi, “Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan”, PT. Citra Aditya Bakti, cet. Ke 1, 2001, hal. 149.

Asian Development Bank, “Kebijakan Anti Korupsi” 1988

Biro Hukum Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Himpunan

Peraturan Perundang-undangan, Jakarta, 2000.

Bologna, Jack G, “Corporate Fraud : The Basic of Prevention and Detection,”

Buston : Butter Worth Publishers, 1984.

Bologna, Jack G., Robert F lindquist, “Fraud Auditing and Forensic Accounting

New Tool and Techniques,” New York : John Wiley & Sons Inc., 1987.

CIA Review Course, Part III: “Management Control And Information Technology”

Departemen Dalam Negeri, Himpunan Peraturan Berkenaan dengan Otonomi

Daerah, 1999-2001 – Good Governance and Clean Government, Jakarta,

2001.

Departemen Dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun

2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah.

Departemen Dalam Negeri, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun

2007 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat Di Lingkungan

Departemen Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah.

DaftarPustaka

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 118: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Effendy, Marwan, S.H., Dr.,” Peran Auditor dalam Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi”

Effendy, Marwan, “Penerapan Perluasan Ajaran Melawan Hukum dalam

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi”.

Goldberg, Laura and Ralph Bivins, “ Enron’s Former Chief Financial Officer

Surfaces, “ Wall Street City, Dec. 13, 2001.

Gray, W. Cheryl, “Corruption and World Bank, Finance & Development”, 1998.

Hamid, Harmat dan Harun M. Hussein, “Pembahasan Permasalahan KUHAP

Bidang Penyidikan (Dalam Bentuk Tanya Jawab)”, Sinar Grafika, Jakarta, 1997.

Hamzah, Andi, S.H., Prof., DR., “Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia”,

Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985.

Harahap, M. Yahya, Beberapa “Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan

Penyelesaian Sengketa”, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.

Lamintang, P.A.F., “Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan

Pembahasan secara Yuridis menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan

Hukum Pidana”, Sinar Baru, Bandung, 1984.

Moeller, Robert, Herbert N. Witt, “Brink’s Modern Internal Auditing” , New

York: John Wiley & Sons Inc., Fifth Edition, 1999

Mulyadi, Lilik, “Hukum Acara Perdata menurut Teori dan Praktek Peradilan

Indonesia”, Djambatan, Jakarta, 1999.

Nusantara, Abdul Hakim Garuda S.H., LLM dan Luhut M.P. Pangaribuan,

S.H., dan Mas Achmad Santosa, S.H., “Kitab UndangUndang Hukum Acara

Pidana Dan Peraturan-Peraturan Pelaksana”, Djambatan, Jakarta, 1986

OECD/ADB, “Knowledge Commitment Action Against Corruption In Asia and

The Pacific”, 2005

Paslyadja, Adnan, “Pembuktian Tindak Pidana Korupsi”

Paslyadja, Adnan, “Hukum Pembuktian”

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik108

Page 119: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

109

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan

dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pickett, K.H Spencer, “The Internal Auditing Handbook”, John Wiley & Sons

Inc., 2004

Soehandjono, “Peranan Auditor Internal Dalam Tindak Pidana”

Soerodibroto, R. Soenarto, SH, “KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi

Mahkamah Agung dan Hoge Raad”, PT Raja Grafindo Persada, Edisi Kelima,

2003.

Soepardi, Eddy Mulyadi, DR., “Peran Auditor Dalam Proses Hukum Kasus

TPK Dan Perdata”.

Soesilo R., “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentarnya Lengkap

Pasal Demi Pasal”, Poeliteia, Bogor, 1990.

Soesilo, R., “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”, Politeia, Bogor, 1986.

Subekti, S.H., Prof., DR., R., “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, Alumni, Bandung,

1987

Sudarto, “Hukum dan Hukum Pidana”, Alumni, Bandung, Cetakan keempat 1996.

Mertokusumo, Sudikno, S.H., Prof., DR., “Hukum Acara Perdata Indonesia”,

Liberty, Yogyakarta, 1998.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Koulsi, dan Nepotisme.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik

Page 120: Audit Kecurangan

PengantarAuditKecurangan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik110