asuhan keperawatan pasien skizofrenia dalam …repository.poltekkes-kdi.ac.id/747/1/pdf.pdftingkatan...
TRANSCRIPT
1
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN SKIZOFRENIA DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN RASA AMAN DAN
PERLINDUNGAN DI RUMAH SAKIT JIWA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Program
Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kendari
Oleh :
ISNAWATI
P00320015072
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN D-III KEPERAWATAN
TAHUN 2018
iii
iii
iv
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan tangan di bawah ini
Nama
Nim
Institusi pendidikan
Judul KTI
:
:
:
:
Isnawati
P00320015072
Jurusan Keperawatan Poltekes Kendari
Asuhan Keperawatan Pasien Skizofrenia
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman
Dan Perlindungan Di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Sulawesi Tenggara
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
Kendari, Agustus 2018
Yang membuat pernyataan,
Isnawati
v
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
1. Nama Lengkap
2. Tempat/Tanggal Lahir
3. Jenis Kelamin
4. Agama
5. Suku/Kebangsaan
6. Alamat
7. No. Telp/Hp
:
:
:
:
:
:
:
ISNAWATI
Poli-Polia, 14 Maret 1997
Perempuan
Islam
Tolaki
Kelurahan Poli-Polia Kecamatan Poli-Polia
Kabupaten Kolaka Timur
082292730499
II. PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Negeri 1 Poli-Polia
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Poli-Polia
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Poli-Polia
4. Politeknik Kesehatan Kendari
vi
vi
MOTO
“Hiduplah Seperti Pohon Kayu Yang Lebat Buahnya; Hidup Di Tepi Jalan Dan
Dilempari Orang Dengan Batu, Tetapi Dibalas Dengan Buah “
(Penulis)
vii
vii
ABSTRAK
Isnawati P00320015072 “Asuhan Keperawatan Pasien Skizofrenia dengan
Risiko Perilaku Kekerasan dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan
Perlindungan” dibawah bimbingan Ibu Fitri Wijayati dan Bapak Muhaimin
Saranani (xv + 63 hal + 7 tabel + 13 lampiran).
Latar belakang : Skizofrenia adalah salah satu penyakit mental yang
mempengaruhi sekitar 7 per seribu dari populasi orang dewasa, terutama pada
kelompok usia 15-35 tahun. Berdasarkan data nasional di Indonesia skizofrenia
meningkat antara 10-20%. Gangguan yang dimaksud adalah gangguan jiwa ringan
dan sedang, sedangkan ganguan skizofrenia dengan perilaku kekerasan sekitar
0,8% atau dari 10.000 orang terdapat 8 penderita ganguan jiwa atau kegilaan.
Tujuan : untuk mengetahui asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa
aman dan perlindungan pada klien dengan skizofrenia risiko perilaku kekerasan,
meliputi pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Metode : penelitian ini menggunakan desain studi kasus dengan jumlah pasien
sebanyak 1 orang dengan kasus gangguan kebutuhan rasa aman dan perlindungan
akbat skizofrenia : risiko perilaku kekerasan. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan observasi dan pengkajian yang dilakukan di ruang teratai RSJ
Provinsi Sulawesi Tenggarai.
Hasil penelitian : setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil
diagnosa gangguan rasa aman dan perlindungan akibat risiko perilaku kekerasan
didapatkan hasil tercapai.
Kesimpulan : diberikan rencana tindak lanjut dengan menjelaskan teknik lain dalam
mengontrol perilaku kekerasan seperti ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan positif yang
dimasukan kedalam jadwal harian
Kata kunci
Daftar Pustaka
:
:
Skizofrenia, Risiko Perilaku Kekerasan, Kebutuhan Rasa Aman dan
Perlindungan
25 referensi (2009-2018)
viii
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pasien Skizofrenia dalam Pemenuhan Kebutuhan
Rasa Aman dan Perlindungan di Ruang Teratai Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Sulawesi Tenggara”. Karya tulis ilmiah ini disusun dalam rangka menyelesaikan
program Diploma Keperawatan di Jurusan D-III Keperawatan Politeknik
Kesehtan Kendari Tahun 2018.
Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini ada banyak pihak yang
membantu, oleh karena itu sudah sepantasnya penulis dengan segala kerendahan
dan keikhlasan hati mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya terutama
kepada “Ibu Fitri Wijayanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Pembimbing I dan Bapak
Muhaimin Saranani, S.Kep.,Ns.,M.Sc selaku Pembimbing II” yang telah banyak
membimbing, pengarahan dan petunjuk sehingga karya tulis ilmiah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya
Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada:
1. Direktur Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara beserta staf yang telah
memberi izin dan rekomendasi untuk melakukan penelitian
2. Ibu Askrening, SKM.,M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kendari
3. Bapak Indriono Hadi, S.Kep.,Ns.,M.Kes, selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kendari.
4. Ibu Asminarsih Zainal Prio, M.Kep.,Sp.Kom, selaku Dosen Penguji I, Bapak
Abd. Syukur Bau, S.Kep.,Ns.,M.M selaku Dosen Penguji II, dan Ibu Dewi
Sartiya Rini, M.Kep.,Sp.KMB selaku Dosen Penguji III, yang selalu
memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun sejak ujian proposal
sampai ujian KTI.
5. Segenap Dosen dan Karyawan Jurusan D-III Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kendari.
6. Kepada orang tua saya yang tercinta Ayahanda Adam Sundi dan Ibunda Nuri
serta kedua adik saya yang telah memberikan Do’a, dukungan, motivasi,
ix
ix
7. kesabaran, perhatian dan segala pengorbanannya selama ini sehingga saya
dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan D-III Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kendari tahun 2015, serta pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah penelitian ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun bagi kesempurnaan selanjutnya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Kendari, Agustus 2018
Penulis
x
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................. iii
HALAMAN KEASLIAN PENELITIAN .................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah Studi Kasus ......................................................... 5
C. Tujuan Studi Kasus ........................................................................... 5
D. Manfaat Studi Kasus ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Skizofrenia ............................................... 7
B. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan Perlindungan
Pasien Skizofrenia dengan Risiko Perilaku Kekerasan..................... 18
xi
xi
C. Konsep Asuhan Keperawatan Pemuhan Kebutuhan Rasa
Aman dan Perlindungan Pasien Skizofrenia .................................. 22
BAB III METODE STUDI KASUS
A. Rancangan Studi Kasus ..................................................................... 31
B. Lokasi dan Waktu Studi Kasus ......................................................... 31
C. Subyek Studi Kasus .......................................................................... 32
D. Fokus Studi Kasus ............................................................................. 32
E. Definisi Operasional dan Fokus Studi .............................................. 33
F. Instrument Studi Kasus ..................................................................... 35
G. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 35
H. Analisis Data dan Penyajian Data ..................................................... 37
I. Etika Studi Kasus ................................................................................. 37
BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Kasus .............................................................................. 39
B. Pembahasan Studi Kasus .................................................................. 52
C. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 60
BAB V PENUTUP
A. kesimpulan ........................................................................................ 61
B. Saran ................................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA
xii
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Perilaku Pasif, Asertif Dan Agresif ...................... 10
Tabel 2.2 Perencanaan Keperawatan NANDA NIC NOC .......................... 26
Tabel 4.1 Diagnosa Keperawatan Pada Klien Skizofrenia Risiko
Perilaku Kekerasan ...................................................................... 47
Tabel 4.2 Diagnosa Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Rasa Aman Dan Perlindungan ..................................................... 50
Tabel 4.3 Intervensi Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman
Klien Skizofrenia Dengan Risiko Perilaku Kekerasan ................ 48
Tabel 4.4 Implementasi Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman
Klien Skizofrenia Dengan Risiko Perilaku Kekerasan ................ 49
xiii
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rentang Respon Perilaku Kekerasan ....................................... 9
Gambar 2.2 Psikopatologi Risiko Perilaku Kekerasan ................................ 17
Gambar 4.1 Genogram Klien Skizofrenia Risiko Perilaku Kekersan .......... 42
Gambar 4.2 Pohon Masalah ......................................................................... 55
xiv
xiv
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
RSJ : Rumah Sakit Jiwa
ODS : Orang Dengan Skizofrenia
PK : Perilaku Kekerasan
xv
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Konsul Karya tulis Ilmiah
Lampiran 2. Surat usulan izin penelitian dari jurusan
Lampiran 3. Surat usulan izin penelitian dari kampus
Lampiran 4. Surat keterangan bebas administrasi
Lampiran 5. Surat keterangan bebas pustaka
Lampiran 6. Surat penelitian dari litbang
Lampiran 7. Surat keterangan telah melakukan penelitian
Lampiran 8. Dokumentasi peneltian
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan (abnormal)
prilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam
bertingkah laku, hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan (Nasir
dan Muhith, 2011). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala
diantaranya adalah: ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,
cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), histeria, rasa lemah, dan
tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk dan sebagainya
(Yosep & Sutini, 2014).
Ada dua jenis gangguan jiwa yang dapat ditemui di masyarakat, yaitu gangguan
jiwa ringan dan gangguan jiwa berat. Gangguan jiwa ringan contohnya adalah
gangguan mental emosional sedangkan gangguan jiwa berat salah satunya adalah
skizofrenia. Sebagian besar pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa adalah pasien
dengan gangguan jiwa berat atau skizofrenia (Nasir dan Muhith, 2011).
World Health Organization (WHO) menyatakan skizofrenia adalah bentuk yang
parah dari penyakit mental yang mempengaruhi sekitar 7 per seribu dari populasi
orang dewasa, terutama pada kelompok usia 15-35 tahun. Skizofrenia diseluruh
dunia diderita kira-kira 24 juta orang setiap tahun, satu juta orang melakukan
bunuh diri dan dilaporkan dari 10-20 milyar kasus skizofrenia terdapat usaha
untuk bunuh diri. Lebih dari 50 % pasien skizofrenia tidak mendapatkan
penanganan. Sembilan puluh persen penderita skizofrenia berada di negara
berkembang (WHO, 2016).
2
2
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 didapatkan
sebesar 4,6 per 1.000 orang penduduk mengalami gangguan jiwa berat
(skizofrenia), angka rasio ini melebihi batas yang ditetapkan, yang hanya 1-3 per
1.000 orang penduduk. Prevalensi jumlah penderita gangguan jiwa berat rata-rata
mencapai 3 jiwa per 1.000 orang dan gangguan jiwa ringan tidak kurang dari 179
jiwa per 1.000 orang di Indonesia (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan data nasional di Indonesia meningkat antara 10-20%. Gangguan yang
dimaksud adalah gangguan jiwa ringan dan sedang, sedangkan ganguan
skizofrenia dengan perilaku kekerasan sekitar 0,8% atau dari 10.000 orang
terdapat 8 penderita ganguan jiwa atau kegilaan. Hal ini pula yang membuat
angka kriminalitas di indonesia tinggi (Syamsul hadi, 2010).
Skizofrenia adalah gangguan mental jangka panjang dan berat, yang ditandai
dengan persepsi psikosis-terdistorsi dari dunia nyata. Orang yang didiagnosis
menderita skizofrenia mengalami delusi, halusinasi, bicara tidak teratur,
kurangnya emosi, ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain, dan
kesulitan yang signifikan dalam menyelesaikan sekolah, memegang pekerjaan,
atau hidup secara mandiri. Gangguan ini paling mungkin muncul selama masa
remaja atau dewasa awal. (Frey, 2009).
Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik maupun psikis, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Berdasarkan definisi tersebut maka prilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan
(Damaiyanti dan Iskandar, 2012).
3
Seseorang yang menderita skizofrenia dengan perilaku kekerasan cenderung
mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan,
dimana penderita perilaku kekerasan kadang merasa tidak berharga dan
diperlakukan tidak manusiawi oleh perawat maupun pihak rumah sakit. hal ini
dapat memicu atau menyebabkan terjadinya tingkah laku amuk. Amuk merupakan
respon marah terhadap adanya stres, cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus
asah dan tidak berdayaan. Respon ini dapat diekspresikan secara internal maupun
eksternal. Secara internal dapat berperilaku yang tidak asertif dan merusak diri.
Sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif (Kelliat,
2009).
Teori maslow menyatakan bahwa hirarki kebutuhan dasar manusia ada 5
tingkatan yaitu kebutuhan aktualisasi diri, harga diri, mencintai dan dicintai,
aman/perlindungan dan kebutuhan fisiologis. Kebutuhan ini saling berhubungan
satu dengan yang lainnya. Apabila salah satu kebutuhan di atas tidak terpenuhi
dapat berakibat tingginya tingkat stress dikalangan masyarakat. Salah satu contoh
apabila kebutuhan rasa aman tidak terpenuhi maka seseorang akan merasa bahwa
dirinya berada dalam situasi yang tidak aman, dan akan timbul rasa cemas bahkan
merasa bahwa ada yang mengancam dirinya. Tetapi ketika kebutuhan tersebut
terpenuhi maka perasaan-perasaan yang demikian itu tidak akan muncul, sehingga
individu selalu merasa bahwa ia dalam kondisi yang aman (Maryam dkk, 2013).
Perawat merupakan kelompok mayoritas tenaga kesehatan dan mempunyai
kesempatan 24 jam dalam memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan, baik
langsung maupun tidak langsung. Kontribusi keperawatan jiwa dengan risiko
perilaku kekerasan dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan
4
akan maksimal jika perawat menggunakan metode penyelesaian masalah yang
disebut proses keperawatan dalam asuhan keperawatan yang diberikan kepada
klien dan keluarganya dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
terdiri dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan
(Ambarwati dan Nasution, 2012)
Berdasarkan data yang diperoleh di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi
Tenggara, jumlah pasien gangguan jiwa pada tahun 2016 tercatat sebanyak 758
pasien rawat inap. Pada tahun 2017 tercatat sebanyak 883 pasien rawat inap.
Sedangkan Jumlah pasien khusus di Ruang rawat Akut sebanyak 12 pasien. Dari
semua pasien yang ada di instalasi jiwa khususnya ruang rawat akut kebanyakan
masuk dengan permasalahan risiko perilaku kekerasan (Rekam Medik RSJ
Provinsi Sulawesi Tenggara, 2018).
Dari latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini
dalam karya tulis ilmiah dengan judul “Gambaran Asuhan Keperawatan Pasien
Skizofrenia dengan Risiko Perilaku Kekerasan dalam Pemenuhan Kebutuhan
Rasa Aman dan Perlindungan di Ruang Teratai Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Sulawesi Tenggara.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam studi kasus ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pasien skizofrenia dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan
perlindungan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara?
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Tujuan umum karya tulis ilmiah ini adalah untuk menggambarkan asuhan
5
keperawatan pada pasien skizofrenia dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan
perlindungan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pemenuhan kebutuhan rasa
aman dan perlindungan pada pasien skizofrenia.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pemenuhan
kebutuhan rasa aman dan perlindungan pada pasien skizofrenia.
c. Penulis mampu menyusun rencana pemenuhan kebutuhan rasa aman
dan perlindungan pada pasien skizofrenia.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pemenuhan kebutuhan rasa
aman dan perlindungan pada pasien skizofrenia.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pemenuhan kebutuhan rasa aman
dan perlindungan pada pasien skizofrenia.
D. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Penulis
Karya ilmiah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman penulis
dalam memberikan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan rasa aman dan
perlindungan.
2. Bagi Institusi
Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan untuk mahasiswa D-III
keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan kesehatan dimasa
yang akan datang.
3. Bagi Klien dan Keluarga
a) Sebagai bahan masukan pada pasien dalam menghadapi permasalahan
6
yang dihadapi.
b) Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pada orang tua dan
keluarga tentang pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan
pada anggota keluarga yang mengalami skizofrenia.
4. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di RSJ dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya pada kasus
skizofrenia.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Skizofrenia dengan Risiko Perilaku Kekerasan
1. Pengertian Skizofrenia dengan Perilaku Kekerasan
Skizofrenia merupakan suatu penyakit otak persisten dan serius yang
mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam
memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah.
Penderita skizofrenia mengalami keretakan kepribadian, alam pikir, perasaan dan
perbuatan. Pada individu normal alam pikiran, perasaan, dan perbuatan saling
berkaitan atau searah, tetapi pada orang dengan skizofrenia (ODS) ketiga alam itu
terputus, baik satu atau semuanya (Stuart, 2007).
Diagnostic and statistical manual of mental disorder (DSM IV) menjelaskan
bahwa diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan dengan diikuti beberapa
karakteristik diantaranya yaitu terdapat dua atau lebih gejala seperti delusi,
halusinasi, disorganisasi bicara, aktivitas motorik yang berlebihan (perilaku
katatonik), dan gejala negatif muncul terus menerus selama enam bulan, dan
sedikitnya selama satu bulan
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. (Dermawan dan Rusdi, 2013).
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk, gaduh dan gelisah yang tidak terkontrol
(Wati, 2010).
7
8
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stresor yang dihadapi
oleh seseorang. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan. Melihat dampak dari kerugian yang ditimbulkan, maka
penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan
tepat oleh tenaga-tenaga yang profesional (Keliat & Akemat, 2009).
2. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu suka marah, pandangan mata tajam,
otot tegang dan nada suara tinggi, berdebat, sering pula memaksakan kehendak
,merampas makanan dan memukul bila tidak sengaja (Prabowo, 2014).
a. Motor agitaton
Gelisah, mondar mandir, tidak dapat duduk tenang, otot tegang, rahang
mengencang, pernapasan meningkat, mata melotot, pandangan mata tajam.
b. Verbal
Memberikan kata-kata ancaman melukai, disertai melukai ptingkat ringan, bicara
keras, nada suara tinggi, berdebat
c. Efek
Marah, bermusuhan, kecemasan berat, efek baik, mudah tersinggung
d. Tingkat kesadaran
Binggung, kacau, perubahan sttus mental, disorientasi, dan gaya ingat menurun.
3. Rentang Respon
Perilaku atau respon kemarahan dapat berflutuatif dalam rentang adaptif sampai
maladaptif. Rentang respon marah menurut (Fitria, 2010) dimana amuk dan
agresif pada rentang maladaptif, seperti gambar berikut :
Adaptif Rentang respon Maldaptif
9
Asertif frustasi Pasif Agresif Amuk/PK
Gambar 2.1. Rentang Respon Perilaku Kekerasan
(Sumber Fitiria, 2010)
Keterangan :
Asertif :Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain
Frustasi :Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis/terhambat
Pasif :Respon lanjutan dimana klien tidak mampu mengungkapkan perasaannya
Agresif:Perilaku destruktif tapi masih terkontrol
Amuk :Perilaku destruktif dan tidak terkontrol
Tabel 2.1. Perbandingan Perilaku Pasif, Asertif Dan Agresif
Karakteristik Pasif Asertif Agresif
Isi bicara 1. Negatif
2. Menghina
3. Dapatkah saya
lakukan
4. Dapatkah ia
lakukan
1. Positif
2. Menghargai
diri sendiri
3. Saya
dapat/akan
lakukan
1. Berlebihan
2. Menghina orang
lain
3. Anda selalu/
tidak pernah
Nada suara 1. Diam
2. Lemah
3. Merengek
1. Diatur 1. Tinggi
2. Menuntut
Posture/ sikap
tubuh
1. Melotot
2. Menundu
kan
kepala
1. Tegak
2. Rileks
1. Tenang
2. Bersandar ke
depan
Personal space 1. Orang lain dapat
masuk pada
teritorial
pribadinya
1. Menjag jarak
yang
mneyenangkan
2. Mempertahankan
hak tempat/
territorial
1. Memasuki
teritorial orang lain
Gerakan 1. Minimal
2. Lemah
3. Resah
1. Memperlihat kan
gerakan yang
sesuai
2. Mengancam,
ekspansi gerakan
Kontak mata 1. Sedikit atau tidak 1. Sekali-sekali
(intermiten)
2. Sesuai dengan
kebutuhan
interaksi
1. Melotot
10
Sumber Fitiria, 2010
4. Penyebab Perilaku Kekerasan
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor biologis
a. Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem syaraf seperti
synap, neurotransmiterre, dendrite, axon terminalis mempunyai
peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-
pesan yang akan mempengahuri sifat agresif. Sistem limbik
sangat terlibat dalam menstimulus timbulnya perilaku
bermusuhan da respon agresif
b. Genetik faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang
tua, menjadi potensi perilaku agresif.
c. Cyrcardian Rhytm, memegang peranan pada individu. Menurut
penelitian pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan
cortsiol terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk
kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 09.00 dan
jam 13.00. pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi
untuk bersikap agresif.
d. Biochemistry faktor (faktor biokimia tubuh) seperti
neurotransmiter di otak (epinephrine, norephinephrine, asetikolin
dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi
melalui sistem persyarafan dalam tubuh.
e. Brain Area Disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus
temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak,
11
penyakit ensepalitis, epilepsi di temukan sangat berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindakan kekerasan.
2. Faktor psikologis
a. Teori psikonalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat di pengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang
seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara
usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan
kebutuhan air susu yanag cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan
bermusuhan setelah dewasa sebagai konpensansi ketidakpuasannya. Tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya
ego dan membuat konsep diri yang rendah.
b. Imitation, modeling and information processing theory, menurut
teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang menolerir kekerasan.
c. Learning theory, menurut teori ini perilaku kekerasan merupakan
hasil belajar dari individu terhdap lingkungan terdekatnya. Ia
mengamati bagaimana respon ibu saat marah..
3. Faktor Sosial Budaya
a. Latar Belakang Budaya
Budaya permissive : Kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
b. Agama dan Keyakinan
1) Keluarga yang tidak solid antara nilai kenyakinan dan
praktek, serta tidak kuat terhadap nilai-nilai baru yang rusak.
12
2) Keyakinan yang salah terhadap nilai dan kepercayaan tentang
marah dalam kehidupan. Misal yakin bahwa penyakit
merupakan hukuman dari Tuhan.
c. Keikutsertaan dalam Politik
1) Terlibat dalam politik yang tidak sehat
2) Tidak siap menerima kekalahan dalam pertarungan politik.
d. Pengalaman social
1) Sering mengalami kritikan yang mengarah pada penghinaan.
2) Kehilangan sesuatu yang dicintai (orang atau pekerjaan).
3) Interaksi sosial yang provaktif dan konflik
4) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
5) Sulit memperhatikan hubungan interpersonal
e. Peran social
1) Jarang beradaptasi dan bersosialisasi.
2) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
3) Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada lansia)
4) Praduga negatif.
f. Adanya budaya atau norma yang menerima suatu ekspresi
marah.
b. Faktor Presipitasi
Yosep dan Sutini (2014) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang dapat
mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
13
sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang
dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
5. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping sehingga dapat membantu
klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum di gunakan adalah
mekanisme pertahanan ego menurut Yosep (2011), seperti :
a. Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu seperti
pada mulanya yang membangkitkan emosi.
14
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginan yang tidak baik.
c. Depresi
Menekan perasaan orang lain yang menyakitkan atau konflik ingatan dari
kesadaran yang cenderung memperluas mekanisme ego lainnya.
d. Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa
yang benar-benar di lakukan orang lain.
6. Sumber koping
Menurut Yosep (2011) mengungkapkan bahwa sumber koping dibagai menjadi 4,
yaitu sebagai berikut :
a. Personal Ability meliputi : kemampuan untuk mencari informasi terkait
masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan
alternatife, kemampuan mengungkapkan/konfrontasi perasaan marah,
tidak semangat untuk menyelesaikan masalah, kemampuan
mempertahankan hubungan interpersonal, mempunyai pegetahuan
dalam pemecahan masalah secara asertif, intelegensi kurang dalam
menghadapi stressor, identitas ego tidak adekuat.
b. Sosial Support meliputi : dukungan dari keluarga dan masyarakat,
keterlibatan atau perkumpulan di masyarakat dan pertentangan nilai
budaya
c. Material Assets meliputi : penghasilan yang layak, tidak ada benda atau
barang yang biasa dijadikan asset, tidak mempunyai tabungan untuk
mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan.
15
d. Positive Belief meliputi : distress spiritual, adanya motivasi, pelayanan
terhadap pelayanan kesehatan.
7. Psikopatologi
Ancaman kebutuhan, marah, stress, cemas yang dapat menimbulkan marah.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal.
Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun
destruktif.
Mengekpresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan kata-kata yang
dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, sehingga rasa
marah tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Selain akan memberikan rasa lega,
ketegangan akan menurun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi.
Rasa marah yang diekspresikan secara destruktif, misalnya dengan perilaku
agresif dan menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah
berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang diunjukan pada diri sendiri
orang lain dan lingkungan.
Perilaku yang yang submatif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak
kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa
marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan yang demikian akan
menimbulkan rasa bermushuan yang lama dan suatu saat dapat menimbulkan
kemarahan yang destruktif yang diajukan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
16
Ancaman kebutuhan
Stress
Cemas
Marah
Merasa terancam
Mekasnisme koping
maladaptif adaptif
Rentang respon destruktif konstruktif
8. Pathways
2. Faktor predisposisi :
a. Faktor psikologi
b. Rasa frustasi
c. Kekerasan dalam
rumah tangga
d. Faktor sosial budaya
e. Faktor biologis
1. Faktor predisposisi :
a. Faktor eksternal :
interaksi dan
lingkungan
b. Faktor internal :
putus asa, agresif
Gambar 2.2. Psikopatologi
Sumber : (Rawlins, dalam Yosep 2011)
Marah tidak terungkap
Rasa bermusuhan menahun
Hilang kontrol
Merasa kuat
Menantang
berkepanjangan
Mengungkap kan secara verbal
Ketegangan menurun
Rasa marah teratasi
17
17
B. Konsep Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan Perlindungan Pasien
Skizofrenia
1. Definisi Keamanan atau Perlindungan
Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram (Potter& Perry, 2012). kenyamanan adalah keadaan
dimana individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan berespons
terhadap suatu rangsangan yang berbahaya (Carpenito, Linda Jual, 2010).
Kebutuhan akan keamanan atau perlindungan adalah kebutuhan untuk melindungi
diri dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang dapat
dikategorikan sebagai ancaman mekanis, kimiawi, retmal dan bakteriologis.
Kebutuhan akan keamann terkait dengan konteks fisiologis dan hubungan
interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang mengancam
tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya imajinasi
(mis, penyakit, nyeri, cemas, dan sebaginya). Dalam konteks hubungan
interpersonal bergantung pada banyak faktor, seperti kemampuan berkomunikasi,
kemampuan mengontrol masalah, kemampuan memahami, tingkah laku yang
konsisten dengan orang lain, serta kemampuan memahami orang-orang di
sekitarnya dan lingkungannya. Ketidaktahuan akan sesuatu kadang membuat
perasaan cemas dan tidak aman (Ansarullah, 2011).
2. Klasifikasi Kebutuhan Keamanan dan Perlindungan
a. Keselamatan fsik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau
mengeluarkan ancaman pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut
mungkin penyakit, kecelakaan, bahaya, atau pemajanan pada lingkungan. Pada
18
saat sakit, seorang klien mungkin rentan terhadap komplikasi seperti infiksi, oleh
karena itu bergantung pada profesional dalam sistem pelayann kesehatan untuk
perlindungan.
Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih dahulu
di atas pemenuhan kebutuhan fisiologis. Misalnya, seorang perawat mungkin
perlu melindungi klien dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur sebelum
memberikan perawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Potter&Perry, 2012).
b. Keselamatan psikologis
Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia harus memahami apa
yang diharapkan dari orang lain, termasuk anggota keluarga dan profesionl
pemberi perawatan kesehatan. Seseorang harus mengethuai apa yang diharapkan
dari prosedur, pengalaman yang baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam
lingkungan. Setiap orang merasakan beberapa ancaman keselamatan psikologis
pada pengalaman yang baru dan yang tidak dikenal (Potter & Perry, 2012).
3. Cara Meningkatkan keamanan
a. Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri
b. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah
c. Mengunci roda kereta dorong saat berhenti
d. Penghalang sisi tempat tidur
e. Bel yg mudah dijangkau
f. Meja yang mudah dijangkau
g. Kereta dorong ada penghalangnya
h. Kebersihan lantai
i. Prosedur tindakan.
19
Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan
sosial.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman
eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur
alamiah lainnya.
4. Meningkatkan Rasa Aman/Perlindungan Dalam Strategi Kesehatan
a. Sentuhan teraupeutik atau menghilangkan rasa sakit
b. Akupresure atau pengobatan dengan terapi alami untuk penyakit berat
c. Relaksasi dan teknik imajinasi
d. Imajinasi terbimbing
e. Bimbingan antisipasi
f. Distraksi atau pengalihan dari fokus terhadap nyeri.
5. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Keamanan dan Kenyamanan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan, antara
lain: (Yusuf, 2015)
a. Emosi, kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan
mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
b. Status mobilisasi keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan
kesadaran menurun memudahkan terjadinya resiko injury
menyebabkan klen selalu merasa tidak aman dalam beraktivitas dan
20
tidak nyaman dengan keterbatasan fisik yang dialaminya
c. Gangguan persepsi sensori mempengaruhi adaptasi terhadap
rangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman,
pendengaran dan penglihatan yang lebih sering tidak nyata
menimbulkan rasa tidak nyaman saat gangguan datang.
d. Keadaan imunitas gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh
kurang sehingga mudah terserang penyakit
e. Tingkat kesadaran pada pasien koma, respon akan menurun terhadap
rangsanganya paralisis, disorientasi dan kurang tidur
f. Informasi atau komunikasi gangguan kominikasi seperti aphasia atau
tidak dapat membaca dapat menimbulkan kecelakaan
g. Gangguan tingkat pengetahuan kesadaraan akan terjadi gangguan
keselamatan dan keamanan dapat diprediksi sebelumnya
h. Pengguanaan antibiotik yang tidak rasioanal, antibiotik dapat
menimbulkan resistensi dan anafilaktik syok.
i. Status nutrisi keadaan nutrisi yang kurang menimbulkan kelemahan
dan mudah menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya kelebihan
nutrisi berisiko terhadap penyakit tertentu
j. Usia perbedaan usia membedakan akibat yang terjadi dari apa yang
dilakukan
k. Jenis kelamin secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berspon terhadap tingkat kenyamanannya
l. Kebudayaan keyakianan dan nilai-nilai kebudayan mempengaruhi
cara individu meningkatkan dan mengatasi kenyamanan dala
21
hidupnya.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan
Perlindungan Pasien Skizofrenia Dengan Risiko Perilaku Kekerasan
1. Pengkajian keperawatan
Menurut Kusumawati dan Yudi (2011), pengkajian merupakan tahap awal dan
dasar utama bagi tahap berikutnya dari proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien
berdasarkan seperangkat data yang ada.
a. Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang : Nama klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik
pembicaraan.
b. Tanyakan keluhan utama/alasan masuk
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang
ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan
perkembangan yang di capai.
c. Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan criminal
Fokus pengkajian pada pasien dengan perilaku kekerasan meliputi :
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan psiritual.
1) Aspek biologis
22
Genetik merupakan salah satu aktor pendukung gangguan jiwa. Berdasarkan hasil
penelitian, pada penderita skizofrenia 8% kelainan pada struktur otak, seperti
atrofi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan
struktur limbik di duga dapat menyebabkan skizofrenia (Damaiyanti, 2012).
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, taki kardi, muka merah,
pupil menebal, pengeluaran urine meningkat. Pada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatuk tangan dikepel, tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan oleh
energi yang di keluarkan saat marah bertambah.
2) Aspek emosional
Individu yang marah karena tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi,
dendam, ingin memukul orang lain, ngamuk, bermusuhan dan sakit hati,
menyalahkan dan menuntut.
3) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,
peran pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intelaktual sebagai suatu pengalaman. Perawat
perlu mengkaji cara pasien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan bagai
mana informasi diproses, di klarifikasi dan di integrasikan.
4) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep, rasa percaya, dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien sering kali
menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku orang lain sehingga
23
orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan
disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
5) Aspek spiritual
Kepercayaan nilai moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan.
Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang di manifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang
secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut; aspek fisik terdiri dari muka
merah, pandangan tajam, napas pendek, dan cepat, berkeringat sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, debdam, jengkel. Aspek intelektual :
mendominasi bawel , sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek sosial : menarik
diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan di tetapkan sesuai dengan data yang di dapat. Diagnosa
keperawatan risiko perilaku kekerasan di rumuskan jika pasien saat ini tidak
melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan
belum mempunyi kemampuan menecegah/mengendalikan perilaku kekerasan
tersebut.
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan perilaku kekerasan,
Menurut (Wati, 2010), risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
24
a. Resiko menciderai diri dan orang lain atau lingkungan
b. Perilaku kekerasan
c. Koping individu tidak efektif
d. Gangguan kebutuhan rasa aman dan perlindungan
3. Intervensi/Tindakan Keperawatan
Setelah menegakan diagnosa keperawatan perawat melakukan beberapa tindakan
keperawatan, baik pada pasien maupun keluarganya. Berdasarkan NANDA 2015-
2017 dignosa dan perencanaan keperawatan dapat ditegakan sebagai berikut.
Tabel 2.2 Perencanaan Keperawatan Menurut NANDA 2015-2017
No Dignosa
keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
1 Gangguan rasa
nyaman dan
Perlindungan Definisi : Merasa
kurang senang,
lega, dan sempurna
dalam dimensi fisik,
psikospiritual,
lingkungan, dan
social.
Batasan
Karakteristik : a. Ansietas
b. Menangis
c. Ganguan pola
tidur
d. Takut
e. Ketidakmampuan
untuk rileks
f. Iritabilitas
g. Merintih
h. Melaporkan
merasa dingin
i. Melaporkan
merasa panas
j. Melaporkan
perasaan tidak
NOC
Kriteria Hasil : a. Mampu mengontrol
kecemasan
b. Status lingkungan
yang nyaman
c. Mengontrol nyeri
d. Kualitas tidur dan
istirahat adekuat
e. Agresi
pengendalian diri
f. Respon terhadap
pengobatan
g. Control gejala
h. Status kenyamanan
meningkat
i. Dapat mengontrol
ketakutan
j. Support social
k. Keinginan untuk
hidup
NIC
(penurunan kecemasan) a. Gunakan pendekatan
yang menenangkan
b. Nyatakan dengan jelas
harapan terhadap
pelaku pasien
c. Jelaskan semua
prosedur dan apa yang
dirasakan selama
prosedur
d. Pahami prespektif
pasien terhadap situasi
stress
e. Temani pasien untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi takut
f. Dorong keluarga
untuk menemani anak
g. Lakukan back/neck
rub
h. Dengarkan dengan
penuh perhatian
i. Identifikasi tingkat
kecemasan
j. Bantu pasien
mengenal situasi yang
25
nyaman
k. Melaporkan
gejala distress
l. Melaporkan rasa
lapar
m. Melaporkan rasa
gatal
n. Melaporkan
kurang puas
dengan keadaan
o. Melaporkan
kurang senang
dengan situasi
tersebut
p. Gelisah
q. Berkeluh kesah
Faktor Yang
Berhubungan : c. Gejala terkait
penyakit
d. Sumber yang
tidak adekuat
e. Kurang
pengendalian
Iingkungan
f. Kurang privasi
g. Kurang kontrol
situasional
h. Stimulasi
lingkungan yang
mengganggu
i. Efek samping
terkait terapi
(mis.medikasi,
radiasi)
menimbulkan
kecemasan
k. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
l. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
m. Berikan obat untuk
mengurangi
kecemasan
2 Resiko perilaku
kekerasan pada
diri sendiri
Definisi : Perilaku
kekerasan adalah
suatu keadaan
dimana seseorang
melakukan tindakan
yang dapat
membahayakan.
secara fisik baik
terhadap diri
NOC
Self mutilation
Impuls Self Control
Kriteria Hasil : j. Dapat menahan diri
mencederai diri
sendiri
k. Intervensi awal
untuk mencegah
respon agresif
diperintahkan
NIC
Behavior Management :
Self Harm
a. Bantuan kontrol
marah p. Bantu klien
mengidentifikasi
waktu dan situasi yang
memicu perilaku
kekerasan
q. Diskusikan bersama
26
sendiri, orang lain
maupun lingkungan
halusinasi
l. Pasien, dapat
mengartikan
sentuhan sebagai
ancaman
m. Mencegah
kemungkinan cedera
pasien atau orang
lain karena adanya
perintah dan
halusinasi
n. Perawat harus jujur
pada pasien
sehingga pasien
menyadari suara itu
tidak ada
o. Keterlibatan pasien
dalam kegiatan
interpersonal, akan
menolong klien
kembali dalam
realitas
klien pangaruh negatif
perilaku kekerasan
terhadap dirinya,
orang lain dan
lingkungan
r. Jelaskan pada klien
cara mengeluarkan
energi marah atau
perilaku kekerasan
secara adaptif dan
konstruktif :
a) Kegiatan fisik :
olah raga,
membersikan
rumah, relaksasi
s. Jelaskan pada klien
manfaat minum obat
t. Berikan reinforcement
untuk egresi marah
yang tepat
b. Manajemen
lingkungan 1. Jauhkan barang-
barang yang dapat
membahayakan diri
klien
2. Lakukan pembatasan
terhadap perilaku
kekerasan klien agar
tidak tidak menyakiti
atau melukai orang
lain
3. Tempatkan klien pada
lingkungan yang
restrictive (isolasi)
4. Diskusikan bersama
keluarga tentang
tujuan pembatasan
(isolasi).
c. Latihan mengontrol
rangsangan Ajarkan pasien
penggunaan tindakan
menenangkan diri (nafas
dalam)
27
d. libatkan keluarga
dalam perawatan
klien 1. Identifikasi kultur,
peran, dan situasi
keluarga dalam
pengaruhnya terhadap
perilaku klien.
2. Berikan informasi
yang tepat tentang
penanganan klien
dengan perilaku marah
kekerasan
3. Ajarkan keterampilan
koping efektif yang
digunakan untuk
penangannan klien
perilaku kekerasan.
4. Berikan konseling
pada keluarga
5. Bantu keluarga
memilih untuk
menentukan dalam
penanganan klien
dengan perilaku
kekerasan.
6. Fasilitasi pertemuan
keluarga dengan
pemberi perawatan.
7. Beri kesempatan pada
keluarga untuk
mendiskusikan cara
yang dipilih
8. Anjurkan pada
keluarga untuk
menerapkan cara yang
dipilih
3 Resiko perilaku
kekerasan pada
orang lain dan
lingkungan
Definisi : Beresiko
melakukan
perilaku, yakni
individu
menunjukkan
bahwa ia dapat
NOC
Abuse Protektion
Impulse self
control
Kriteria Hasil : a. Dapat
mengidentifikasi
faktor yan
menyebabkan
NIC
Behavior Management a. Tahan / mengontrol
pasien bertanggung
jawab atas / nya
perilakunya
b. Komunikasikan
tentang harapan bahwa
pasien akan
mempertahankan
28
membahayakan
orang lain secara
fisik, emosional,
dan/atau seksual
perilaku kekerasan
b. Dapat
mengidentifikasi
cara alternative
untuk mengatasi
masalah
c. Dapat
mengidentifikasi
system pendukung
dikomunitas
d. Tidak menganiaya
orang lain secara
fisik, emosi atau
seksual
e. Dapat menahan diri
dari
menghancurkan
barang-barang
milik orang lain
f. Dapat
mengidentifikasi
kapan marah,
frustasi atau merasa
agresif
kontrol / kondisinya
c. Konsultasikan dengan
keluarga untuk
menetapkan data dasar
kognitif pasien
d. Tetapkan batas dengan
pasien
e. Menahan diri dan
berdebat atau tawar-
menawar mengenai
batas yang ditetapkan
dengan pasien
f. Menetapkan rutinitas
g. Menggunakan
pengulangan secara
konsisten dapat dari
rutinitas kesehatan
sebagai cara
menetapkan mereka
h. Menghindari
gangguan peningkatan
aktivitas fisik, yang
sesuai
i. Membatasi jumlah
perawat
memanfaatkan suara,
berbicara lembut
rendah
j. Menghindari
kesendirian pasien
mengarahkan
perhatian dari sumber
agitasi
k. Menghindari
memproyeksikan
gambar mengancam
l. Menghindari berdebat
dengan pasien
m. Mengabaikan perilaku
yang tidak pantas
n. Mencegah perilaku
agresif-pasif
o. Pujian upaya
pengendalian diri
p. Mengobati seperlunya
q. Menerapkan
pergelangan tangan /
kaki / hambatan dada,
29
yang diperlukan
Sumber Nanda Nic Noc, 2015
4. Evaluasi Keperawatan
Menurut Rohmah dan Walid (2009), evaluasi adalah penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan
dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan, dengan menggunakan
komponen SOAP. Yang dimaksud SOAP adalah :
S : Data subyektif, perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan keperawatan.
O : Data objektif, yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi
perawat secara langsung kepada klien dan yang dirasakan klien setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
A : Analisis, interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan
suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang amsih terjadi, atau juga dapat
dituliskan masalah/diagnosa baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan
klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subyektif dan obyektif.
P : Planing, perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan,
dimodifikasi atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah
ditentukan sebelumnya.
30
BAB III
METODE STUDI KASUS
A. Rancangan Studi Kasus
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu suatu
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk mendeskripsikan
(memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa kini (Nursalam,
2013).
Jenis desain penelitian ini adalah studi kasus yaitu suatu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau seskripsi tentang
suatu keadaan atau area populasi tertentu yang bersifat actual secara objektif,
sistematis dan akurat dari unit tunggal. Unit tunggal disini dapat berarti satu
orang, sekelompok penduduk yang terkena suatu masalah, sekelompok
masyarakat di suatu daerah. Unit yang menjadi kasus tersebut secara mendalam
dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri,
faktor-faktor yang mempengaruhi, kejadian-kejadian khusus yang muncul
sehubungan dengan kasus, maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu
perlakuan atau pemaparan tertentu. Meskipun di dalam studi kasus ini yang diteliti
hanya berbentuk unit tunggal, namun dianalisis secara mendalam (Notoatmodjo,
2012).
B. Lokasi dan Waktu Studi Kasus
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang Teratai Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Sulawesi Tenggara
2. Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan sejak tanggal 08 sampai dengan 10 Agustus
30
31
2018.
C. Subyek Studi Kasus
Subjek penelitian merupakan subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti atau
subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian .Subjek pada studi
kasus ini adalah :
1. Penderita skizofrenia dengan risiko perilaku kekerasan
2. Masalah kebutuhan rasa aman dan perlindungan
Pada studi kasus ini, subjek penelitian yang akan diteliti sebanyak 1 subjek
dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Responden yang mengalami gangguan jiwa skizofrenia dengan risiko
perilaku kekerasan dan dirawat inap di RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara.
2. Bersedia menjadi responden melalui persetujuan wali
Adapun criteria eksklusinya adalah pasien yang menderita skizofrenia dengan
perilaku kekerasan tapi menolak untuk menjadi responden.
D. Fokus Studi Kasus
Fokus studi kasus ini adalah untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan
pasien skizofrenai dengan risiko perilaku kekerasan dalam pemenuhan kebutuhan
rasa aman dan perlindungan di ruang perawatan akut RSJ Provinsi Sulawesi
Tenggara.
E. Definisi Operasional dan Fokus Studi
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan
digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah
pembaca dalam mengartikan makna penelitian
32
1. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk, gaduh dan gelisah yang tidak
terkontrol
2. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan adalah suatu keadaan yang bebas
dari segala ancaman fisik dan psikologis. yang dimaksud kebutuhan
keamanan dan perlindungan dalam penelitian ini adalah perawat
memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan
bantuan. Secara umum aplikasinya pemenuhan rasa aman dan
perlindungan adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa sakit,
lingkungan yang bebas dari segala bentuk ancaman.
3. Asuhan keperawatan adalah merupakan suatu tindakan kegiatan atau
proses dalam praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada
klien(pasien) untuk memenuhi kebutuhan objektif klien, sehingga dapat
mengatasi masalah yang sedang dihadapinya, dan asuhan keperawatan
dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu keperawatan.
a. Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan
sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun
spiritual dapat ditentukan.
b. Diagnosa Keperawatan adalah merupakan suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan
pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
33
menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah.
c. Rencana keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini
kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan.
d. Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai
setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena
itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
e. Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan
berencana untuk menilai perkembangan pasien dengan kriteria : setiap
tindakan keperawatan dilakukan evaluasi terhadap indikator yang ada
pada rumusan tujuan, yang selanjutnya hasil evaluasi segera dicatat
dan dikomunikasikan, evaluasi melibatkan pasien, keluarga dan tim
kesehatan, evaluasi dilakukan sesuai standar.
Pengukuran kebutuhan istirahat dan tidur dengan cara wawancara dengan
pedomen kuesioner/angket. Adapun lembar kuesioner adalah terlampir.
F. Instrument Studi Kasus
Instrument penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data
(Notoatmodjo, 2012). Instrumen yang digunakan selama melakukan laporan kasus
ini adalah dengan menggunakan format asuhan keperawatan pasien skizofrenia
dalam pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan dengan menggunakan
34
criteria hasil yang telah direncanakan pada asuhan keperawatan.
G. Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengkajian terhadap
responden. Sedangkan data sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini
diperoleh dari status pasien dan rekam medik RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari subyek atau obyek
penelitian oleh perorangan maupun organisasi. Data primer dapat diperoleh dari :
a. Wawancara
Yaitu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dimana penelitian
mendapatkan keterangan atau penelitian secara lisan dari seseorang responden
atau sasaran peneliti atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut
(face to face) (Notoatmodjo, 2012). Pada kasus ini wawancara dilakukan pada
perawat dan keluarga pasien
b. Observasi
Adalah suatu prosedur yang terencana antara lain meliputi: melihat, mencatat
jumlah data, syarat aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang
diteliti (Notoatmodjo, 2012).
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik dipergunakan untuk mengetahui keadaan fisik pasien secara
sistematis dengan cara:
1) Inspeksi
Suatu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematis dengan menggunakan
35
indra penglihatan, pandangan dan penciuman sebagai suatu alat untuk
mengumpulkan data. Inspeksi dilakukan secara berurutan mulai dari kepala
sampai kaki.
2) Palpasi
Adalah suatu pemeriksaan seluruh bagian tubuh yang dapat teraba dengan
menggunakan bagian tangan yang berbeda untuk mendeteksi jaringan, bentuk
tubuh, persepsi getaran atau pergerakan dan konsistensi. Palpasi ini digunakan
untuk memeriksa daerah payudara dan daerah abdomen
3) Perkusi
Adalah mengetuk permukaan tubuh dengan jari untuk menghasilkan getaran yang
menjalar melalui jaringan tubuh. Perkusi dilakukan refleks patella kiri dan kanan.
4) Auskultasi
Adalah mendengarkan bunyi yang terbentuk dalam organ tubuh untuk mendeteksi
perbedaan dari normal. Dilakukan untuk memeriksa detak jantung janin
(Notoatmodjo, 2012).
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari obyek
penelitian. Data sekunder dapat diperoleh dari :
a. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung
ditujukan pada obyek penelitian, namun melalui dokumen.
b. Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh atau
dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari ilmu
pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Peneliti memanfaatkan
teori-teori yang sudah ada di buku atau hasil penelitian lain untuk
36
kepentingan penelitian.
H. Analisis Data dan Penyajian Data
Pada tahap ini pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan manajemen
asuhan keperawatan dengan 5 langkah SOAP. Sedangkan Penyajian data dalam
bentuk asuhan keperawatan yang menggunakan 5 langkah SOAP.
I. Etika Studi Kasus
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi
pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada
instansi tempat penelitian dalam hal ini pihak Rumah Sakit Ismoyo Kota Kendari.
Setelah mendapat persetujuan, barulah dilakukan penelitian dengan menekankan
masalah etika penelitian yang meliputi :
1. Lembar persetujuan (Informed concent)
Lembar persetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti dan disertai
judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak
akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden
pada kuesioner, tetapi pada kuesioner tersebut diberikan kode responden.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data
tertentu saja yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (Nursalam, 2013)
37
BAB IV
HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Studi Kasus
Hasil studi kasus ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan jiwa dengan
pengelolaan studi kasus pada pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan
pada pasien skizofrenia dengan risiko perilaku kekerasan di ruang teratai RSJ
Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 08-10 Agustus 2018. Asuhan
keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Sedangkan asuhan
keperawatan secara lengkap, dengan metode allo anamnesa dan auto anamnesa.
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 08 Agustus 2018
dengan No. Rek 02.41.89 didapatkan data: klien bernama Tn.A, jenis kelamin
laki-laki, umur 46 tahun, suku Toraja, beragama Kristen, status belum menikah,
klien berdomisili di Jl. Mekar No 42 RT 001 RW 003 Kelurahan Kadia,
Kecamatan Kadia, Kota Kendari, pendidikan terakhir klien SMP. Pada tanggal 19
Juli 2018 klien dibawa ke IGD RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara oleh adik
kandungnya yaitu Tn. B yang sekaligus penanggung jawab dan tinggal serumah
dengan klien di Kota Kendari dan bekerja sebagai guru.
Klien dibawa ke RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara dengan alasan, karena sejak 4
hari lalu klien gelisah, gaduh, marah-marah, emosi labil, mengamuk, bicara
sendiri, bicara ngelantur, teriak-teriak, mondar-mandir, sulit tidur. Keluarga tidak
pernah membawa klien kontrol sehingga klien sering marah dan mengamuk.
Klien sebelumnya sudah memiliki riwayat gangguan jiwa dimasa lalu
37
38
Sebelumnya pernah dirawat di RSJ Provinsi Sulawesi Tenggara sebanyak 1 kali
ini, yaitu sekitar bulan Oktober 2010 dengan masalah yang sama yaitu klien
mengamuk dan membanting barang-barang dalam rumah karena orang tua (ibu
kandung) klien mengatakan bahwa klien tidak ada gunanya. Pengobatan
sebelumnya tidak berhasil kerena klien kurang mampu beradaptasi di masyarakat
dan masih ada gejala gangguan jiwa.
Klien merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, klien tinggal bersama ibu dan
adiknya. Dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jiwa.
Pengalaman klien yang tidak menyenangkan yaitu klien mengatakan jengkel dan
marah kepada ibunya karena selalu dibilangkan anak yang tidak ada gunanya
mending pergi saja dari rumah, sehingga klien mengamuk dan membanting
barang-barang yang ada dirumahnya.
. Hasil pengkajian pola koping-toleransi stress adalah sebagai berikut koping
adaptif: klien kadang membantu ibunya menyapu dan mencuci baju. Sedangkan
koping maladaptif: klien mengatakan masih sering merasa kesal, marah, merasa
mudah tersinggung dan dirinya tidak berguna karena tidak bisa bisa bekerja. Di
rumah sering membanting kursi, piring. Klien merasa bingung dalam cara
menyelesaikan masalahnya. Klien kurang aktif dalam berinteraksi di lingkungan
masyarakat maupun di Rumah Sakit. Orang yang sangat berarti dalam hidupnya
yaitu adik kandung klien. Klien tidak mempunyai peran dalam bermasyarakat atau
berkelompok karena merasa malu. Klien ada hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain karena sering mengamuk sehingga klien di kucilkan di
masyarakat.
Pemeriksaan fisik yang penulis dapatkan dari klien yaitu keadaan umum klien
39
composmentis, tanda-tanda vital klien meliputi tekanan darah 120/80 mmhg, nadi
86 kali per menit, suhu 36°C, respirasi 20 kali per menit, tidak ada kenaikan dan
penurunan berat badan selama di rumah sakit, rambut klien berwarna hitam, lurus,
pendek. Fungsi penglihatan klien baik, simetris kanan dan kiri, konjungtiva tidak
anemis, hidung klien simetris, bersih dan tidak ada polip. Mulut simetris, tidak
sianonis dan tidak ada stomatitis. Telinga klien simetris kanan dan kiri, dada
simetris kanan dan kiri. Leher tidak kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid. Dinding dada simetris kanan-kiri. Ektremitas lengkap dan tidak ada
oedema. ekstremitas klien lengkap, fungsi alat gerak baik.
Keterangan :
= Laki - Laki
= Perempuan
= Laki–Laki meningggal
= Perempuan meninggal
= Garis Perkawian
= Garis Keturunan
= Tinggal Serumah
= Klien
Gambar 4.1. gambar Genogram
46
40
Hasil dari pengkajian yang penulis lakukan pada analisa genogram didapatkan
data bahwa klien merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, klien tinggal
bersama ibu, bapak dan adiknya, ayah klien sudah meninggal, sementara kakak
klien sudah menikah dan tinggal sendiri.
Dari hasil pengkajian status mental didapatkan pembicaraan klien cepat dan keras,
pembicaraan koheren, dan pandangan matanya tajam dan terlihat gelisah. Klien
terlihat sedih dan mengatakan bosan di rumah sakit
Pengkajian hubungan sosial, penulis mendapatkan data bahwa menurut klien tidak
ada orang yang berarti bagi kehidupannya kecuali adiknya, peran serta klien
dalam kegiatan kelompok atau masyarakat kurang, karena klien kurang aktif
dalam kegiatan tersebut dan jarang keluar rumah, klien lebih senang menonton
televisi dirumah. Klien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain, klien bisa berinteraksi dengan orang lain. klien beragama
islam, sebelum dan selama sakit klien jarang melaksanakan ibadah.
Hasil dari pengkajian status mental klien, didapatkan data: klien berpenampilan
rapi, rambut disisir, kancing baju terpasang dengan benar, dan memakai alas kaki.
Cara bicara klien cepat, jelas, tidak ada gangguan dalam berbicara. Aktivitas
motorik klien, klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan yang ada di rumah
sakit. Alam perasaan klien sedih, karena klien merasa tidak sembuh-sembuh. Afek
klien labil, keadaan emosi klien berubah-ubah. Interaksi selama wawancara klien
kooperatif, kontak mata kurang, klien juga mudah tersinggung.
Proses pikir klien blocking, karena pada awal pembicaraan klien berbicara lambat,
namun lama-kelamaan cara bicara klien cepat, jelas, tapi kadang-kadang klien
berhenti bicara dan melamun. Isi pikir klien tidak ada gangguan dan tidak ada
41
waham. Tingkat kesadaran klien, klien tampak bingung, gelisah dan bicara kacau
atau ngelantur. Memori daya ingat klien baik, tidak ada gangguan, klien dapat
mengingat kejadian yang terjadi satu bulan yang lalu. Tingkat konsentrasi dan
berhitung klien baik, klien dapat berhitung dengan baik dan benar. Kemampuan
penilaian klien, klien mampu mengambil keputusan yang sederhana setelah diberi
sedikit penjelasan dari penulis, misalnya memilih mandi dahulu sebelum makan
biar segar. Daya tilik diri klien, menurut klien, klien sakit karena orang lain
(keluarga) yang menganggap hidupnya tidak berguna dan kurang perhatian. Klien
tidak menyadari dirinya mengalami gangguan kejiwaan.
Pengkajian kebutuhan persiapan pulang, didapatkan data bahwa klien mengatakan
makan tiga kali sehari, klien mengatakan mampu menghabiskan satu porsi
makanan yang berisi nasi, sayur, lauk, buah, dan minum teh manis. Untuk BAB
dan BAK, klien mengatakan dalam sehari BAB satu kali waktu tidak tentu,
konsistensi padat, warna kuning, klien BAB di kamar mandi. Sedangkan frekuensi
BAK tidak tentu, warna urine kuning, bau khas urine, tempat BAK tidak tentu,
kadang di kamar mandi dan kadang di halaman. Dalam hal mandi, klien
mengatakan dalam sehari mandi dua kali, pada pagi dan sore hari, memakai sabun
mandi, gosok gigi setiap kali mandi, dan keramas setiap satu minggu sekali.
Dalam hal berpakaian klien mengatakan dalam sehari ganti baju dua kali, klien
juga dapat memilih, mengambil, dan memakai pakaian sendiri dengan baik dan
benar.
Hasil yang penulis dapatkan pada pola istirahat tidur, klien mengatakan tidur
malam jam 22.00 dan bangun jam 05.00 pagi, dan pada siang hari klien
mengatakan tidak bisa tidur siang karena keadaan lingkungan rumah sakit yang
42
berisik. Pada penggunaan obat klien mengatakan jarang minum obat jika tidak ada
yang mengingatkannya, namun jika dirumah klien hanya minum obat jika
diingatkan adiknya. Dan dalam hal pemeliharaan kesehatan klien mengatakan jika
ada anggota keluarga yang sakit, segera dibawa ke tempat pelayanan kesehatan
terdekat dari rumahnya. Aktivitas klien didalam rumah seperti menyapu,
membereskan tempat tidur dan menonton televisi. Sedangkan aktivitas diluar
rumah, klien mengatakan jarang beraktivitas diluar rumah, karena klien jarang
keluar rumah.
Mekanisme koping klien, klien mengatakan setiap kali ada masalah klien selalu
bercerita kepada adiknya, klien tidak mau bercerita kepada ibunya, karena klien
merasa ibunya tidak perduli kepada klien. Pada masalah psikososial dan
lingkungan klien mengatakan jarang mengikuti kegiatan di kampungnya, klien
lebih senang dirumah, karena klien merasa terhibur dengan menonton televisi
dirumah. Pengetahuan klien, klien mengatakan ingin cepat sembuh dan cepat
keluar dari rumah sakit jiwa, karena klien ingin bekerja.
Adapun data penunjang yang penulis dapatkan dari pengkajian kepada klien yaitu
klien mendapat terapi medis berupa Heloperidol 2 x 1 mg, Trihexypenidile 3 x 1
mg dan Chlorpormazine 100 mg. Salah satu gejala skizofrenia adalah gangguan
proses pikir, emosional, dan cemas. Didukung terapi obat Heloperidol yang
mempunyai indikasi memperbaiki gejala positif skizofrenia seperti kecurigaan dan
rasa permusuhan, sedangkan Trihexypenidile menetralkan efek dari Halloperidol
dan Chlorpormazine.
Pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium 29 Juli 2018. Gula darah sewaktu 120
mg/dl, nilai normal < 130. Cholesterol total 150 mg/dl, nilai normal < 200 mg/dl.
43
Triglycerid 59 mg/dl , nilai normal < 200 mg/dl. Ureum 24 mg/dl , nilai normal
10-50 mg/dl. Creatinine 1.1 mg/dl , nilai normal 0.7-1.1 mg/dl. SGOT 30 U/L ,
nilai normal < 37 U/L. SGPT 37 U/L, nilai normal < 42.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Klasifikasi data
Data subyektif
- Klien mengatakan keluarganya (ibunya) tidak menginginkan
dirinya, keluarga membuangnya karena klien tidak berguna, tidak
mempunyai pekerjaan, dan hanya menjadi beban dalam keluarga.
- Klien juga mengatakan telah diusir oleh orang tuanya (ibunya)
sebab klien membanting barang dalam rumah seta melempar
rumah
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara orang yang
menyuruhnya untuk pergi.
- Klien berharap agar bisa kembali ke rumah secepatnya dan
berharap keluarga dapat menerimanya kembali serta dapat
membantu orang tuanya di rumah.
- Klien merasa kurang diperhatikan
- Klien mengatakan sudah 3 kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa
Kendari
- Klien mengatakan lebih nyaman tinggal dalam rumah dari pada
ikut kegiatan
- Klien mengatakan malas berhubungan dengan orang lain karena
malu dianggap sebagai orang gila
44
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara orang yang
menyuruhnya untuk pergi
- Klien mengatakan takut jika mendengar suara-suara tersebut yang
menyuruhnya untuk pergi
- Klien mengatakan tidak bisa tidur siang karena ribut.
Data subyektif
- Riwayat mengamuk
- Klien Nampak sedih ketika menceritakan tentang dirinya
- Pandangan mata klien tajam
- Klien membanting barang disekitarnya
- Klien kadang memegang telinganya karena mendengar sesuatu
b. Analisa Data
Adapun hasil analisa data yang didapatkan oleh peneliti selama melakukan
pengkajian dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Diagnosa Keperawatan Pada Klien (Tn.A) Dengan Skizofrenia Risiko
Perilaku Kekererasan
Sympton Etiologi Problem
Data subjektif
- klien mengatakan cemas
- klien mengatakn lingkungan
tidak nyaman
- klien mengatakan takut
Data objektif
- Klien berbicara dengan cepat
dan keras
- Pandangan mata klien tajam
- Terlihat gelisah
- Klien memukul orang dan
barang disekitarnya
Risiko Perilaku
Kekerasan (Akibat)
Halusinasi Pendengaran
(core problem)
Gangguan Konsep Diri
(Penyebab)
Risiko Perilaku
Kekerasan
45
Sumber data primer 2018
Penulis menyusun pohon masalah dari satu kasus yaitu sebagai berikut :
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan-----(Akibat)
Resiko perilaku kekerasan------------- (core problem)
Gangguan konsep diri : harga diri rendah------------ (penyebab)
Gambar 4.2. Pohon Masalah
Sumber Fitria, 2010
Klien mengalami harga diri rendah di sebabkan karena tidak dianggap dalam
keluarga karena tidak bisa bekerja, merasa malu dan tidak berharga sehingga
timbul core problem resiko perilaku kekerasan, klien merasa bingung, ingin
marah, ingin memukul orang dan barang di sekitarnya. Akibatnya klien
mengalami kerusakan interaksi sosial yaitu kadang menyendiri di lingkungan
masyarakat
3. Intervensi Keperawatan
Setelah menegakkan diagnosa keperawatan, maka peneliti membuat perencanaan
tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan keadaan klien pada saat pengkajian
selama klien dirawat oleh peneliti. Intervensi keperawatan yang dibuat dapat dilihat
pada tabel 4.2.
46
Tabel 4.2. Intervensi Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman Klien
Skizofrenia dengan Risiko Perilaku Kekerasan
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Risiko
perilaku
kekerasan
Se telah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
diharapkan klien
dengan risiko
perilaku kekerasan
dapat mengontrol
emosinya dengan
kriteria hasil :
a) Klien dapat
mengontrol
kecemasannya
b) Klien dapat
mengontrol
emosinya
c) Klien tidak
melakukan
tindakakn
kekerasan
d) Klien dapat tidur
dengan nyenyak
a) Membina
hubungan
saling percaya
dengan klien
risiko perilaku
kekerasan
dengan
menerapkan
prinsip
komunikasi
terapeutik
b) Lakukan teknik
relaksasi pada
klien misalnya
dengan
melakukan
napas dalam dan
teknik healing
touch
c) Mendemostrasi
kan cara
mengontrol
perilaku
kekerasan
a) Hubungan
saling percaya
merupakan
dasar
keterbukaan
dan interaksi
serta menjadi
dasar untuk
interaksi
selanjutnya
b) Untuk
meningkatkan
ventilasi
alveoli,
memelihara
pertukaran gas,
mencegah
atelektasi paru,
mengurangi
stress, baik
stress fisik
maupun
emosional
serta
menurunkan
kecemasan.
c) Untuk
mengendalikan
perilaku
kekerasan agar
tidak
menyakiti diri
sendiri, orang
lain dan
lingkungan
Sumber data primer 2018
4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Setelah merencanakan tindakan asuhan keperawatan, maka peneliti melaksanakan
tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan keadaan klien pada saat pengkajian
47
selama klien dirawat oleh peneliti mulai tanggal 08-10 Agustus 2018. Intervensi
keperawatan yang dibuat dapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Pemenuhan Rasa Aman Klien
Skizofrenia dengan Resiko Perilaku Kekerasan
No Hari/Tanggal
& Jam Implementasi Evaluasi
1 Rabu,
08-08-2018
Jam 09.30 s.d.
Jam10.45Wita.
1. Mengkaji TTV klien
Hasil :
Td : 130/80 mmhg
N : 80x/mnt
P : 16x/mnt
S : 36ºc
2. Melakukan membina
hubungan saling percaya
dengan/ menerapkan
prinsip komunikasi
terapeutik,
mengidentifikasi
penyebab marah,
mengidentifikasi tanda -
tanda perilaku kekerasan,
mengidentifikasi perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan,
mengidentifikasi akibat
dari perilaku kekerasan
yang dilakukan oleh
klien dengan cara
membicarakan akibat
dari perilaku kekerasan,
mengidentifikasi cara
konstruktif dalam
berespon terhadap
kemarahan
Hasil : Klien menjawab
salam”pagi suster”, klien
mendengar suara-suara yang
menyuruhnya pergi,
3. Lakukan teknik relaksasi
pada klien dengan
melakukan napas dalam
dan teknik healing touch
yaitu dengan ambil nafas
melalui hidung lalu tahan
S : S
- Klien menjawab
salam
- Klien mengatakan
sering mendengar
suara-suara yang
menyuruhnya pergi
- Suara-suara itu
muncul secara
mendadak
- klien merasa cemas
- klien susah tidur
siang hari
- klien kadang emosi
O :
- Klien menjawab
salam
- Klien berjabat
tangan dengan
perawat
- Klien mau duduk
berdampingan
dengan perawat
- Klien suka marah
dan memukul orang
dan barang
disekitarnya
- Klien susah tidur
pada siang hari
TD : 130/80 mmhg
N : 80x/mnt
P : 16x/mnt
S : 36ºc
A : Risiko perilaku
kekerasan teratasi
sebagian
48
sebentar kemudian
keluarkan melalui mulut
dan ulangi sampai 5 kali,
menganjurkan klien
untuk dilakukan 3 kali
sehari terutama jika klien
sedang marah.
Hasil : klien masih susah
mempraktikan teknik napas
dalam secara mandiri
4. Membantu klien dalam
mendemonstrasikan cara
yang konstruktif yaitu
memukul bantal, yaitu
dengan ambil nafas
melalui hidung lalu tahan
sebentar kemudian
keluarkan melalui mulut
bersamaan itu sambil
meluapkan rasa emosi
dengan cara memukul
bantal, menganjurkan
klien untuk dilakukan 3
kali sehari terutama jika
klien sedang maraH
Hasil : klien masih memukul
dan membanting barang
disekitarnya
P : Intervensi
Dilanjutkan
1. lakukan teknik
relaksasi dengan
melakukan napas
dalam SP 1 dan
SP 2
2. Monitoring TTV
2. Kamis,
09-08-2018
Jam 09.00 s.d.
Jam 10.15 Wita
1. Mengkaji TTV klien
Hasil :
TD : 140/90 mmhg
N : 84x/mnt
P : 22x/mnt
S : 36ºc
2. Lakukan teknik relaksasi
pada klien (SP I)dengan
melakukan napas dalam
yaitu dengan ambil nafas
melalui hidung lalu tahan
sebentar kemudian
keluarkan melalui mulut
dan ulangi sampai 5 kali,
menganjurkan klien
untuk dilakukan 3 kali
sehari terutama jika klien
sedang marah.
S :
- Klien mengatakan
masih susah
mengontrol emosi
bila marah
- Klien mengatakan
tidak bisa tidur
siang
O :
- Klien mampu
mendemostrasikan
teknik napas dalam
- Klien suka marah
dan memukul orang
dan barang
disekitarnya
- Klien susah tidur
pada siang hari
49
Hasil : klien bisa
mendemostrasikan/
mempraktikan teknik napas
dalam secara mandiri
3. Membantu klien dalam
mendemonstrasikan cara
yang konstruktif (SP 2)
yaitu memukul bantal,
yaitu dengan ambil nafas
melalui hidung lalu tahan
sebentar kemudian
keluarkan melalui mulut
bersamaan itu sambil
meluapkan rasa emosi
dengan cara memukul
bantal, menganjurkan
klien untuk dilakukan 3
kali sehari terutama jika
klien sedang marah
Hasil : klien masih memukul
dan membanting barang
disekitarnya
TD : 140/90 mmhg
N : 84x/mnt
P : 22x/mnt
S : 36ºc
A : Risiko perilaku
kekerasan terasi
sebagian
P : Intervensi
Dilanjutkan
1. Teknik napas dalam
bagian 2 Monitoring
TTV
3. Jumat, 10
Agustus 2018
Jam 08.00 s.d.
Jam 08.30 Wita
1. Mengkaji TTV klien
Hasil :
TD : 130/90 mmhg
N : 84x/mnt
P : 20x/mnt
S : 36ºc
2. Lakukan teknik relaksasi
pada klien (SP I)dengan
melakukan napas dalam
yaitu dengan ambil nafas
melalui hidung lalu tahan
sebentar kemudian
keluarkan melalui mulut
dan ulangi sampai 5 kali,
menganjurkan klien
untuk dilakukan 3 kali
sehari terutama jika klien
sedang marah.
Hasil : klien bisa
mendemostrasikan/
mempraktikan teknik napas
dalam secara mandiri
3. Membantu klien dalam
S :
- Klien mengatakan
sudah bisa
mendemostrasikan
teknik napas dalam
bagian 1
- Klien mengatakan
sudah bisa
mendemontrasikan
teknik napas dalam
bagian 2
- Klien mengatakan
sudah merasa
tenang (aman)
setelah
mendemonstrasikan
teknik napas dalam
O :
- Klien mampu
mendemostrasikan
teknik napas dalam
bagian 1 secara
mandiri setiap hari
- Klien mampu
50
mendemonstrasikan cara
yang konstruktif (SP 2)
yaitu memukul bantal,
yaitu dengan ambil nafas
melalui hidung lalu tahan
sebentar kemudian
keluarkan melalui mulut
bersamaan itu sambil
meluapkan rasa emosi
dengan cara memukul
bantal, menganjurkan
klien untuk dilakukan 3
kali sehari terutama jika
klien sedang marah
Hasil : klien mampu
mendemostrasikan cara yang
kedua (memukul bantal).
mendemostrasikan
teknik napas dalam
bagian 2 dengan
memukul bantal jika
marah.
- Klien sudah bisa
tidur siang
A : Risiko Perilaku
kekerasan terasi semua
Sumber data primer 2018
B. Pembahasan Studi Kasus
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial,
dan spiritual. Data pada pengkajian jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor
predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap, stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien. Cara pengkajian lain berfokus pada 5
(lima) dimensi, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Keliat,
2009).
Dalam pengkajian pasien, penulis menggunakan teori proses perawatan jiwa yaitu
pengkajian identitas klien, identitas penanggung jawab, alasan masuk, faktor
predisposisi, pemeriksaaan fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan
pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, data penunjang
dan terapi medis. Menurut Nursalam (2014), data dapat dikelompokkan menjadi
51
dua macam, yaitu : Data subyektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data obyektif adalah data
yang dapat diobservasi dan diukur. Adapun data yang diperoleh setelah
melakukan pengkajian pada klien Tn. A Yang berupa data subyektif antara lain
klien mengatakan merasa ingin marah dan bingung karena ibunya selalu
memarahinya dengan kata “hidupmu tidak berguna mending pergi saja”, klien
mengatakan saat merasa marah rasanya ingin memukul orang dan barang di
sekitarnya dan data obyektifnya antara lain : tampak tegang, bingung, nada bicara
agak tinggi, mata sedikit melotot. Klien terlihat gelisah, emosi klien akan tampak
bila ada stimulus yang kuat. Disini yang dimaksud stimulus yang kuat adalah pada
saat mengingatkan klien pada masa lalu (Keliat, 2009).
Dalam pembahasan penulis akan mempertegas lagi yang menjadi faktor pencetus
dan pendukung gangguan jiwa yang dialami klien Tn. A yaitu sebagai
pencetusnya klien merasa kesal, marah, mudah tersinggung, sering mengamuk
karena dianggap tidak berguna dalam keluarga. Sedangkan faktor pendukungnya
adalah klien pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya dan ini merupakan ke
tiga kalinya klien dirawat di RSJ. Selain itu klien mengalami putus obat. Peran
keluarga disini tidak terlaksana dengan baik.
Dari pohon masalah menurut Keliat (2009) disebutkan bahwa perilaku kekerasan
disebabkan oleh faktor psikologis, sosial budaya, bioneurologis, faktor klien dan
lingkungan. Pada kasus nyata yang terjadi pada klien yaitu disebabkan faktor dari
klien, lingkungan dan sosial budaya. Faktor dari klien yaitu klien merasa tidak
berguna karena di dianggap tidak berguna dalam keluarga. Faktor sosial budaya
yaitu klien merasa diejek, diremehkan dan di kucilkan. Faktor lingkungan yaitu
52
lingkungan keluarga yang tidak mendukung kesembuhan klien, dan lingkungan
masyarakat yang menganggap rendah klien.
Pada pohon masalah bahwa yang menjadi core problem resiko perilaku kekerasan
adalah keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan
orang lain, diri sendiri dan lingkungan serta penyebab dari resiko perilaku
kekerasan adalah harga diri rendah (Stuard dan Sudden, 2010). Data yang
diperoleh dari Tn. A sesuai dengan teori yang ada diatas yaitu resiko perilaku
kekerasan yang dilakukan Tn. A disebabkan oleh harga diri rendah yang dapat
menimbulkan kerusakan interaksi sosial, hal ini berkaitan dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan yaitu keadaan pasien yang
sudah tidak dianggap oleh keluarga dan menyebabkan resiko perilaku kekerasan
pada Tn. A dapat muncul ketika dirinya sedang marah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia
(status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga statu kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah
dan merubah. (Nursalam, 2014).
Tanda dan gejala atau batasan karakteristik adalah pengkajian subyektif dan
obyektif yang mendukung diagnosa keperawatan, ini biasanya ditulis sebagai
bagian dari pernyataan diagnosis. Bagian kedua dari pernyataan diagnosa ditulis
untuk mengkomunikasikan persepsi perawat dari faktor yang berhubungan atau
berkontribusi untuk etiologinya (Intansari Nurjannah, 2014). Tetapi pada kasus
penulis sudah menggunakan diagnosa tunggal yang menyatakan rumusan
53
diagnosa keperawatan jiwa hanya menyebutkan problem tanpa perlu dituliskan
etiologi. Rumusan diagnosa tanpa menyebutkan etiologi atau dikenalkan sebagai
diagnosa tunggal keperawatan jiwa ini mengacu pada North American Diagnosis
Association (NANDA) 2015-2017.
Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa resiko perilaku kekerasan
yaitu data subyektif : Klien mengatakan merasa ingin marah dan bingung karena
dianggap tidak berguna dalam keluarga. Klien mengatakan saat merasa marah
rasanya ingin memukul orang dan barang di sekitarnya. Sedangkan data
obyektif : tampak tegang, bingung, nada bicara agak tinggi, mata sedikit melotot.
Kebutuhan rasa aman dan perlindungan merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang harus terpenuhi berdasarkan hirarki maslow.
Kebutuhan rasa aman dan perlindungan meliputi masalah kasih sayang,
seksualitas, afiliasi dalam kelompok, hubungan dengan teman, keluarga, teman
sebaya, dan masyarakat. (Hidayat, 2008). Sehingga dalam kasus ini penulis akan
menyusun perencanaan, implementasi dan evaluasi untuk mengatasi core problem
yaitu resiko perilaku kekerasan dengan alasan apabila resiko perilaku kekerasan
dapat teratasi maka masalah yang dialami klien akan berkurang sehingga dapat
memenuhi/mencapai kebutuhan rasa aman dan perlindungan.
3. Perencanaan (Intervensi Keperawatan)
Rencana keperawatan ditulis atau dibuat setelah diagnosa keperawatan. Rencana
tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap
tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien
berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien
dapat diatasi (Ali Z, 2012).
54
Rencana tindakan keperawatan pada klien skizofrenia : risiko perilaku kekerasan dalam
pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan, tidak semua intervensi yang didalam
teori direncanakan untuk dilakukan tindakan seperti berkolaborasi dengan keluarga
pasien dn berkolborasi dengan dokter dalam pemberian obat. Adapun intervensi yang
direncanakan yaitu :
a. Melakukan membina hubungan saling percaya dengan/
menerapkan prinsip komunikasi terapeutik, mengidentifikasi
penyebab marah, mengidentifikasi tanda - tanda perilaku
kekerasan, mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan, mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan oleh klien dengan cara membicarakan akibat dari
perilaku kekerasan, mengidentifikasi cara konstruktif dalam
berespon terhadap kemarahan
b. Melakukan teknik relaksasi (napas dalam)
Rencana keperawatan yang penulis lakukan sama dengan landasan teori yang
sudah penulis jabarkan dalam BAB II, hal ini karena rencana tindakan
keperawatan tersebut telah sesuai dengan SOP (Standart Operasional Prosedur)
yang telah ditetapkan. Kekuatan dari intervensi pada SOP tersebut telah disusun
untuk memudahkan penulis dalam melaksanakan intervensi tersebut dimana tahap
perencanaan yang ada pada konsep dasar sudah sesuai dengan kondisi klien.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap dimana perawat memulai kegiatan dan melakukan
tindakan–tindakan perawatan dalam mengatasi masalah klien, tugas perawat pada
saat ini adalah melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan pada tahap pra
55
interaksi dan melanjutkan tahap orientasi (Erlinafsiah, 2010).
Untuk diagnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan, implementasi yang dapat
dilaksanakan adalah: Implementasi tanggal 08 Agustus 2018 pukul 09.45 WIB
Melakukan interaksi teraupetik yang mempunyai tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Penulis melakukan
kontak dengan klien, duduk berhadapan dengan klien,
mempertahankan kontak mata, mengucapkan salam dan berjabat
tangan, memperkenalkan diri, menanyakan nama klien dan nama
panggilannya yang disukai.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Klien
kooperatif dalam mendiskusikan tentang penyebab marah yang dialami
klien, hal ini dikarenakan penulis menggunakan teknik pertanyaan
terbuka.
c. Klien dapat mengidentifikasi tanda–tanda perilaku kekerasan. Dalam
interaksi ini klien mampu mengungkapkan tanda tanda saat klien
marah atau jengkel karena penulis menggunakan teknik komunikasi
pengulangan pernyataan yaitu mengulangi pikiran utama yang telah
diungkapkan klien
d. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
e. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Implementasi tanggal 09 Agustus 2018 pukul 09.45 WIB Pada teknik
relaksasi/teknik napas dalam, klien kooperatif karena bersedia
mendemonstrasikan cara mengontrol marah yaitu dengan tarik nafas dalam
56
sebanyak lima kali. Dengan memberi contoh terlebih dahulu dan memberi
kesempatan klien untuk mencoba.
Implementasi tanggal 09 Agustus 2018 pukul 10.30 WIB, klien kooperatif karena
bersedia mendemonstrasikan cara mengontrol marah yaitu dengan cara memukul
bantal. Dengan memberi contoh terlebih dahulu dan memberi kesempatan klien
untuk mencoba.
intervensi dan implementasi yang belum dapat dilaksanakan adalah berkoordinasi dengan
pihak keluarga klien yang mempunyai tujuan yaitu klien mendapat dukungan keluarga
dalam mengontrol perilaku kekerasan dan dapat menggunakan obat dengan benar sesuai
program pengobatan. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu penulis dalam
melakukan proses keperawatan. Alasan lain yang menyebabkan tindakan keperawatan ini
tidak dapat dilaksanakan karena selama penulis melakukan proses keperawatan keluarga
klien tidak menjenguk klien sehingga tindakan keperawatan ini belum dapat dilakukan
karena sasaran utamanya adalah keluarga.
Tindakan keperawatan pada keluarga sangat penting untuk dilakukan karena keterlibatan
keluarga sangat mendukung terhadap proses perubahan perilaku klien. Keluarga berperan
penting dalam peristiwa terjadinya gangguan jiwa dan proses penyesuaian kembali setiap
klien. Oleh karena itu peran serta keluarga dalam proses pemulihan dan pencegahan
kambuh kembali klien gangguan jiwa sangat diperlukan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Keliat, 2009). Evaluasi
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai berikut: S: Respon
subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telahdilaksanakan. O: Respon
57
obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. A: Analisa
data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
muncul atau muncul masalah baru atau data-data yang kontra indikasi dengan
masalah yang ada. P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa
pada respon klien.
Adapun hasil evaluasi yang diperoleh dari Tn. A selama 3 hari diberikan asuhan
keperawatan adalah sebagai berikut :
S : Klien menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan perawat,
klien mengatakan sudah bisa mendemostrasikan teknik napas dalam bagian 1,
klien mengatakan sudah bisa mendemontrasikan teknik napas dalam bagian 2,
klien mengatakan sudah merasa tenang (aman) setelah mendemonstrasikan teknik
napas dalam.
O : Klien mampu mendemostrasikan teknik napas dalam bagian 1 secara
mandiri setiap hari, Klien mampu mendemostrasikan teknik napas dalam bagian 2
dengan memukul bantal jika marah, Klien sudah bisa tidur siang, klien sudah
merasa aman dan terlindungi.
A : kebutuhan rasa aman dan perlindungan pasien skizofrenia : risiko
perilaku kekerasan sudah teratasi
P : Intervensi dihentikan
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, tidak semua intervensi yang direncanakan dilaksanakan oleh
peneliti misalkan pemberian obat dan dukungan keluarga, hal ini dikarenakan
adanya keterbatasan waktu penulis dalam melakukan proses keperawatan. Alasan
lain yang menyebabkan tindakan keperawatan tidak dapat dilaksanakan karena
58
selama penulis melakukan proses keperawatan keluarga klien tidak menjenguk
klien sehingga tindakan keperawatan ini belum dapat dilakukan karena sasaran
utamanya adalah keluarga.
59
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan di atas dapat di tarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengkajian
Penelitian yang di lakukan pada Tn. A di temukan data saat pengkajian klien,
mengatakan bahwa dia tidak di perdulikan lagi oleh kelurganya kemudian di usir
dari rumah, mengamuk, bicara sendiri, bicara ngelantur, teriak-teriak, mondar-
mandir, sulit tidur. Keluarga tidak pernah membawa klien kontrol sehingga klien
sering marah dan mengamuk.
Peneliti berpendapat bahwa faktor predisposisi yang memperberat
terjadinya gangguan jiwa pada Tn. A adalah faktor keluarga yang tidak lagi
memperhatikan klien.
2. Diagnosa Keperawatan
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan peneliti mengumpulkan data dan
menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan pohon masalah yang ada pada
teori. Asumsi peneliti terdapat perbedaan antara teori dan praktek dan yang
peneliti temukan di lapangan. Penulis tidak menemukan hambatan karena Tn. A
cukup kooperatif saat berinteraksi dengan penulis.
3. Intervensi keperawatan
Pada perencanaan peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang
ditemukan untuk diagnosa keperawatan jiwa. Dalam menyusun perencanaan
keperawatan , peneliti telah membuat perencanaan sesuai teoritis yang ada dan
59
60
diharapkan dapat mengatasi masalah pasien. Disini peneliti berusaha
memprioritaskan masalah sesuai dengan pohon masalah yang telah ada baik itu
dari penyebab maupun akibat yang muncul.
4. Implementasi keperawatan
Tahap ini tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan yang telah
peneliti susun yang didapat dari teoritis. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang
di lakukan adalah diagnosa gangguan rasa aman dan perlindungan.
5. Evaluasi keperawatan
Pada evaluasi untuk masalah keperawatan, setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari, Tn. A mampu mengungkapkan perasaan dsn
mengekspresikan rasa marah terhadap kondisi yang di alami. Faktor pendukung
bagi penulis dalam mengumpulkan data dimana Tn. A cukup kooperatif dalam
pemberian informasi yang dibutuhkan untuk kelengkapan data. Untuk
pendokumentasian asuhan keperawatan pada Tn. A, Maka penulis dapat
melakukanya sesuai dengan tindakan yang dilakukan dan di bantu oleh perawat
ruangan.
B. Saran
1. Bagi Penulis
Agar dapat menambah wawasan mahasiswa dan pengalaman mahasiswa dalam
melakukan asuhan keperawatan jiwa dengan mengaplikasikan ilmu dan teori yang
di peroleh dibangku perkuliahan khususnya pada pasien dengan pemenuhan
kebutuhan rasa aman dan perlindungan.
61
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan referensi studi kasus perpustakaan untuk menambah
khasanah ilmu pengetahuan tentang keperwatan jiwa bagi mahasiswa yang
bersangkutan di Poltekes Kemenkes Kendari khususnya pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai gambaran dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien
dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan bahwa perawat tidak
hanya terfokus melakukan implementasi pada diagnosa gangguan rasa aman dan
nyaman.
4. Bagi Klien dan Keluarga
Sebagai bahan masukan atau pembelajaran pada pasien dalam menghadapi
permasalahan yang di hadapi untuk meningkatkan pengetahuan pada orang tua
dan keluarga tentang pemenuhan kebutuhan rasa aman dan perlindungan pada
anggota keluaraga yang mengalami kekerasan.
62
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Fitri Nasution., Nasution, Nita. (2012). Buku Pintar Asuhan
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.
Ali Z. 2012. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit Airlangga University
Press.
Asmadi. (2012). Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar. Jakarta: Salemba Medika
Carpenito., Lynda Jual. (2010). BukuSakuDiagnosaKeperawatan.Jakarta : EGC
Damaiyanti, Mukhripah., Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. PT Refika
Aditama. Bandung
Depkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Dikutip dari
http://depkes.go.id/risetkesehatandasar. Diakses tanggal 24 Maret 2018
Erlinafsiah. (2010). Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta:
CV Trans Info Media
Keliat, B.U., Akemat, dan Tiar, E. (2009). Model Praktek Professional Jiwa.
Jakarta: EGC
Kurniawati. (2013). Pelatihan Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Jiwa.
Semarang : RSJ dr. Amino gondo hutomo
Kusumawati, F. dan Hartono, Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika z
Maryam, Siti., Pudjiati., Gustina dan Raenah, Een. (2013). Kebutuhan Dasar
Manusia Dan Berpikir Kritis Dalam Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media
Nasir dan Muhith. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah
Psikososial Dan Gangguan Jiwa Edisi II. Medan :USU Press
Nurjannah, Intansari. (2014). Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa
Manajemen, Proses Keperawatan Dan Hubungan Terapeutik Perawat – Klien.
Yogyakarta: Penerbit Mocomedia
Nursalam. (2013). Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Edisi 4. Jakarta : Salernba, Medika
Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: PT.
Rhineka Cipta Jakarta.
POLTEKES. (2018). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Prodi D-III
Keperawatan: Sulawesi Tenggara.
Potter&Perry. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, danPraktik,Vol.2,E/4.Jakarta : EGC
Prabowo, E. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa . Yogyakarta : Medikal Book
63
Retno, Ranika Oktafi. (2012). Asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan
keamanan dan keselamatan pada Tn. N dengan Halusinasi di Ruang Abimanyu
RSJD Surakarta. Skripsi: Prodi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Kusuma Husada
RSJ Provinsi Sultra. (2018). Laporan Tahunan Unit Rekam Medik RSJ Prov.
Sultra.
Sundeen dan Stuart. (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wati, F. K. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. jakarta: Salemba Medika
Yosep, Iyus dan Sutini (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Bandung: PT Refika
Aditama
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73