asuhan keperawatan dermatitis

22
Asuhan Keperawatan Dermatitis Disusun Oleh Kelompok 5 : 1. Efta Fiani 2. Lita Apriliyani 3. Prima Rayi Heswanda 4. Siti Mar’atus solihah 5. Teguh Apriyanto S1 REGULER VA STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA

Upload: polongjj

Post on 22-Nov-2015

91 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

askep

TRANSCRIPT

Asuhan Keperawatan Dermatitis

Disusun Oleh Kelompok 5 :1. Efta Fiani2. Lita Apriliyani3. Prima Rayi Heswanda4. Siti Maratus solihah5. Teguh Apriyanto

S1 REGULER VASTIKES PERTAMEDIKA JAKARTA

KATA PENGANTARPuji sukur saya ucapkankepada ALLAH SWT atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Asuhan Keperawatan Klien Dengan Dermatitis Herpetiformis .Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Sistem Integumen.Ada pun tujuan dibuatnya makalah ini untuk menambah pengetahuan dan wawasan kami selaku mahasiswa dalam bidang kesehatan agar dapat lebih memahami lagi tentang berbagai macam penyakit, bagaimana terjadinya serta melakukan perawatan terhadap penyakit tersebut.Dalam penyusunan makalah ini kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan baik dari segi tehnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha sebisa mungkin menyelesaikan tugas ini.Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan pembaca umumnya. Kami mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.

Jakarta April 2014

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dermatitis Herpetiformis (DH) adalah suatu penyakit vesikolubosa yang jarang dijumpai. Penyakit ini ditandai dengan erupsi papulovesikel yang tersusun berkelompok, sangat gagal dengan distribusi simetris pada permukaan ekstensor seperti siku, lutut dan bokong. Pada tahun 1884 Louis Duhring pertama kali menjelaskan gambaran klinis dan sejarah dari suatu kelainan polimorfik yang gatal, yang disebutnya dermatitis herpetiformis. Beberapa literature menyebut kelainan ini sebagai penyakit Duhring untuk menghormatinya. Pada tahun 1888 Brocq menjelaskan penderita dengan kelainan yang sangat mirip dan disebutya dermatite polymorphe prurigineusu. Pada tahun 1940 Costello memperlihatkan kemanjuran dari sulfapiridin dalam pengobatan DH. Pierard, Whimster, Mac Vicar dkk. Pada awal tahun 1960 menemukan bahwa lesi dini DH ditandai dengan mikroabses netrofil pada papilla dermis. Pada tahun 1967 Cormane menemukan bahwa kulit DH mengandung deposit immunoglobulin pada ujung papilla dermis dan pada tahun 1969 Van der Meer melanjutkan penelitian ini dan menemukan immunoglobulin tersebut adalah IgA.Penyakit ini berhubungan dengan gangguan gastrointestinal. Hubungan antara DH dan kelainan usus pertama kali diamatai oleh Marks dkk. Pada tahun 1966, kemudian Fry dkk dan Shuster dkk menyebut kelainan tersebut sebagai Gluten Sensitive Enteropathy.

B. Rumusan Masalah1. Apakah definisi Dermatitis Herpetiformis?2. Apa sajakah etiologi Dermatitis Herpetiformis?3. Bagaimanakah perjalanan penyakit (patofisiologi) Dermatitis Herpetiformis?4. Apa saja klasifikasi dari Dermatitis Herpetiformis?5. Bagaimanakah pathway Dermatitis Herpetiformis?6. Apa sajakah manifestasi klinis Dermatitis Herpetiformis?7. Apa saja pemeriksaan penunjang Dermatitis Herpetiformis?8. Bagaimanakah penatalaksanaan medis Dermatitis Herpetiformis?9. Apa saja komplikasi pada Dermatitis Herpetiformis?10. Bagaimana proses pengkajian pada Dermatitis Herpetiformis?11. Apa sajakah diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada Dermatitis Herpetiformis?12. Bagaimanakah perencanaan keperawatan pada Dermatitis Herpetiformis?

C. Tujuan Penulisana. Tujuan Umum Mampu untuk Memahami Konsep Penyakit Dermatitis Herpetiformis dan Mampu Memahami Asuhan Keperawatan Penyakit Dermatitis Herpetiformis b. Tujuan Khusus 1. Mampu Untuk Mengetahui Penyebab Penyakit Dermatitis Herpetiformis 2. Mampu Untuk Membedakan Jenis-Jenis Penyakit Dermatitis Herpetiformis 3. Mampu Untuk Memahami Asuhan Keperawatan Penyakit Dermatitis Herpetiformis

D. Sistematika Penyusunan makalah ini terdiri dari 3 bab, bab pertama pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan maslah, tujuan penulisan, sistematika penulisan dan metode penyusunan. Bab ke dua landasan teori terdiri dari definisi, etiologi, patofisiologi, pathway, manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan asuhan keperawatan. Bab ke tiga penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

E. Metode PenelitianDalam penulisan makalah ini metode yang digunakan yaitu nmetode deskriftip yaitu dengan menggambarkan konsep dasar dari penyakit osteomeleitis dan suhan keperawatannya dengan literatur yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan dan internet.

BAB II KONSEP DASAR A. Defenisi Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal). (Adhi Juanda,2005) Dermatitis adalah radang kulit yang disebabkan oleh banyak faktor seperti sengatan sinar matahari, gigitan nyamuk, infeksi bakteri, jamur, dan bahan-bahan kimia. (812 Resep U/ Mengobati 236 Penyakit Oleh H. Arief Hariana:Hml 136) Dermatitis lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan.

B. EtiologiEtiologi DH belum diketahui secara pasti. Terdapat predisposisi genetic berupa ditemukannya HLA B8 pada 58%-87%, HLA DR3 90%-95%, dan HLA DQ2 95%-100%.Pathogenesis DH berhubungan dengan Gluten Sensitive Enterophaty (GSE). GSE adalah kelainan gastrointestinal yang disebabkan oleh gluten. Gluten adalah suatu protein yang terdapat pada gandum. Pada lebih dari 90% kasus DH didapati enteropati sensitive terhadap gluten pada yeyenum dan ileum. Kelainan yang terjadi bervariasi dari atropi vili yang minimal hinngga sel-sel epitel mukosa usus halus yang mendatar. Sejumlah 1/3 kasus disertai steatorea.GSE kemungkinan berhubungan dengan deposit IgA pada kulit penderita DH, meskipun mekanismenya belum diketahui secara pasti apakah IgA terikat pada antigen yang ditemukan pada gastrointestinal kemudian beredar dan tertimbn pada kulit atau apakah IgA yang terbentuk khas untuk antigen kulit yang belum diketahui.Ditemukannya IgA dan komplemen diseluruh kulit menimbulkan perkiraan bahwa diperlukan factor tambahan untuk menerangan permulaan lesi. Dengan factor tambahan ini, IgA mengaktifkan komplemen (mungkin melalui jalur alternative) sehingga terjadi kemotaksis neutrophil yang melepaskan enzimnya dan mengakibatkan lesi yang disebut dengan DH.Selain gluten, yodium juga disebutkan dapat mempengaruhi timbulnya remisi dan eksaserbasi penyakit.

C. Klasifikasi

Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala berbeda: 1. Contact Dermatitis Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. (Adhi Djuanda,2005) Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya sabun cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam, perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.

2. Neurodermatitis Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005) Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher. 3.Seborrheic DermatitisKulit terasa berminyak dan licin, melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti Parkinson.4.Stasis Dermatitis Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi vena) tungkai bawah. (Adhi Djuanda,2005) Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.

5. Atopic Dermatitis Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial). kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan(fleksural).(Adhi Djuanda,2005)Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa. (ros/Detikhealth).

D. Patofisiologi Dermatitis herpetiformis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh deposit IgA pada papilaermis yang dicetuskan melalui proses imunologis, melibatkan infiltrasi niutrofil dan aktifasi komplemen. Teori menyebutkan bahwa dermatitis herpetiformis adalah hasil respon imunologik dari paparan kronik pada sel mukosa gastrointestinal oleh bahan gluten dengan aktifasi bertahap pada sel endotel pembuluh darah kulit dan sel-sel inflamasi termasuk neutrofil. Adanya autoantibodi terhadap epiderma transglutaminase (TGase), memegang peranan penting pada patogenesis pasien dermatitis herpetiformis. TGase adalah suatu enzim yang dihasilkan pada dinding sel selama diferensiasi keratinosid. Selain pada epidermis, enzim transglutaminase juga dihasilkan pada berbagi jaringan tubuh lainnya, termasuk pada saluran pencernaan. Secara teori, perjalanan dari paparan awal hingga menimbulkan manifestasi kulit dapat dijelaskan sebagai berikut : patogenesis paparan gluten pada usus dengan pengenalan kompleks gliadin-TGase melalui perantara HLA-DQ2 oleh APC kepala T Helper untuk kemudian membentuk autoantibody terhadap kompleks tersebut. Gliadin yang diabsorbsi kedalam lamina propria usus halus, dipresentasikan oleh antigen presenting sel (APC) dengan perantara HLA-DQ2 atau DQ8 untuk mengatifasi sel T, dan menimbulkan reaksi inflamasi. Adanya protein gluten, mengaktifasi enzim transglutaminase untuk deaminasi protein dengan membentuk kompleks gluten-TGase yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dan mengadakant cross reaktion (reaksi silang) dengan epidermal transglutaminase membentuk kompleks IgA-TGase yang terdeposit pada puncak papiladermis.

Adanya deposit IgA-TGase kemudian menyebabkan infiltrasi neutrofil yang terakumulasi pada dermoepidermal junktion, menimbulkan reaksi inflamasi dengan merusak membran basalis. Neutrofil yang teraktifasi kemudian melepaskan berbagai sitokin, diantaranya menginduksi kolagenase dan stromelisin dan keratosid. Stromisin1 berperan dalam pembentukan fesikel.

E. Manifestasi KlinisKeadaan umum penderita biasanya baik. Keluhannya sangat gatal, seperti rasa terbakar atau rasa tersengat tetapi bisa juga asimptomatik walaupun jarang. Ruam berupa eritema, papulo vesikel, vesikel/bula yang berkelompok. Kelainan yang utama ialah vesikel, oleh sebab itu disebut herpetiformis yang berarti seperti Herpes Zoster atau Herpes Simpleks. Vesikel-vesikel tersebut dapat tersusun arsinar atau sirsinar. Dinding vesikel/bula tegang. Bula jarang dijumpai. Dapat juga dijumpai erosi atau krusta jika vesikel atau bula pecah.Distribusi lesi biasanya simetris pada permukaan ekstensor seperti siku, lutut, sacrum, bokong, punggung. Lesi jarang terjadi pada mukosa mulut, telapak tangan dan kaki. Penderita biasanya dapat memperkirakan tmpat timbulnya lesi baru 8-12 jam sebelumnya karena daerah tersebut terasa tersengat atau terbakar atau gatal.

F. Komplikasi

G. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin 2. Penunjang pemeriksaan histopatologiPada pemeriksaan biopsi kulit ditemukan adanya kumpulan neutrofil di papiladermis, fragmen neutrofil, infiltrasi eusinofil, fibrin dan pemeriksaan puncak papila dermis dari lapisan epidermis. Gambaran lesi awal ini susah dibedakan dengan penyakit IgA linear, erupsi pemgoid bulosa dan epidermolisis bulosa akuisita. Diagnosis banding histologi dari lesi pada stadium lanjut sukar dibedakan dengan pemfigoid gestasionis, eritema multiformis dan erupsi obat tipe bulosa.3. Pemeriksaan serologiPemeriksaan serologik spesifik yaitu tampak antibodi IgA anti endomisium (EMA), yang mengikat substansi otot polos (endomisium). Surdi et al menunjukan bahwa IgA autoantibodi memiliki spesifilitas terhadap TGase.4. ImmunofluoresensiPada pemeriksaan immunofluoresensi secara invivo ditemukan deposit IgA dalam bentuk granuler pada papila dermis dan ditemukan juga komplemen C3 pada daerah lesi.5. Pemeriksaan genetikSebuah studi mengindikasikan adanya MHC tertentu pada antigen pasien dermatitis herpetiformis yang dikaitkan dengan HLA-B8, HLA-DR dan HLA-DQw2. Sesungguhnya semua pasien dermatitis herpetiformis memiliki gen yang mengkode HLA-DQw2.

H. Penatalaksanaan 1. medikamentosa a) DapsonDapson dan sulfapiridin merupakan obat yang efektif untuk menghilangkan gejala dan menekan pembentukan ruam DH pada anak dan dewasa. Obat ini menyebabkan respon yang dramatis dalam waktu 24 hingga 48 jam, sehingga membantu dalam mendiagnosis DH. Dapson untuk anak dapat diberikan mulai dengan dosis 2mg/kgbb/hr, dosis dapat ditingkatkan tergantung respon klinis dan efek samping dari terapi yang mungkin timbul. Jika tidak terjadi efek samping dosis dapat ditingkatkan hingga mencapai maksimal 400mg/hr, namun dosis yang dibutuhkan biasanya berkisar 50mg 3xsehari. Jika sudah ada perbaikan dosis dapat diturunkan perlahan lahan 25-50mg/hr sampai mencapai level minimum.Efek samping dapson adalah agranulositosis, anemia haemolitik, metemoglobinemia, neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Harus dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit dan hitung jenis sebelum pengobatan dan 2minggu sekali. Jika klinis menunjukan tanda-tanda anemia atau sianosis segera dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika terdapat difesiensi G6PD maka merupakan kontra indikasi karena dapat menyebabkan anemia haemolitik. b) Sulfapiridin Dosis awal sulfapiridin untuk anak biasanya 100-200mg/kgbb/hr, dibagi menjadi empat dosis, dengan dosis maksimal 2-4gr/hr. Jika sudah ada perbaikan dosis dapat diturunkan setiap minggu hingga dosis pemeliharaan 500mg/hr atau kurang. Efek samping sulfapiridin adalah anoreksia, sakit kepala, demam, leukopenia, agranulositosis, anemia haemolitik. Harus dilakukan pemeriksaan G6PD sebelum dilakukan terapi dan pemeriksaan darah tepi setiap bulan. Obat ini kemungkinan akan menyababkan terjadinya nefrolitiasis karena sukar larut dalam air sehingga pasien dianjurkan minum banyak.c) Untuk pasien yang tidak dapat diberikan sulfapiridin atau dapson dapat diberikan kortikosteroid sistemik walaupun tidak efektif. Pernah dilaporkan keberhasilan pengobatan dengan petrasikln atau menosiklin dan nikotinamid. Pengehentian nikotinamid atau minosiklin menyebabkan ruam DH timbul kembali. d) Pengobatan topikalDapat diberikan krim kortikosteroid atau bedah kocok seperti calamine dengan mentol untuk menguragi rasa gatal.

2. Diet Bebas Gluten Diet ini harus dilakukan secara ketat, perbaikan pada kulit tampak setelah beberapa minggu. Dengan diet bebas gluten dapat mengontrol lesi kulit pada 80% penderita. Kelainan intestinal juga mengalami perbaikan, sedang dengan obat-obat kelainan ini tidak akan mengalami perbaikan. Dengan diet ini penggunaan obat dapat ditiadakan atau dosisnya dapat dikurangi.

I. PathwayTerlampir

J. Pengkajian1. Identitas Pasien2. Keluhan Utama (biasanya klien mengeluh gatal)3. Riwayat Kesehatana) Riwayat Penyakit Sekarang : Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.b) Riwayat Penyakit Dahulu :Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.c) Riwayat Penyakit Keluarga :Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.d) Riwayat Pemakaian Obat :Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadp sesuatu obat.

K. Pemeriksaan Fisik1. Subjektif :Gatal2. Objektif :a) Skuama kering, basah atau kasarb) Krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi (yang sering ditemui pada kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilicus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum).c) Kerontokan kulit

L. Diagnose Keperawatan dan Intervensi1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermatitis, ditandai dengan:a) Adanya skuama kering, basah atau kasarb) Adanya krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasiTujuan : kulit pasien kembali utuhIntervensi :1. Kaji/catat ukuran dari krusta, bentuk dan warnanya, perhatikan apakah skuama kering, basah atau kasar2. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk daerah yang terasa gatal3. Kolaborasi dalam pemberian pengobatan :a) Sistemik : antihistamin, kortikosteroidb) Local : preparat sulfur, tar, kortikosteroid, shampoo (selenium sulfide)

2. Resiko infeksi berhubungan dengan vesikel/bulaTujuan : tidak terjadi infeksiIntervensi :a) Lakukan teknik aseptic dan antiseptic dalam melakukan tindakan pada pasienb) Observasi adanya tanda-tanda infeksic) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet TKTP

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder akibat penyakit, ditandai dengan :a) Klien mungkin merasa malub) Tidak melihat/menyentuh bagian tubuh yang tergangguc) Menyembunyikan bagian tubuh secara berlebihand) Perubahan dalam keterlibatan socialIntervensi : 1. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya2. Dorong klien untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan prognosa penyakit3. Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan4. Perjelas berbagai kesalahan konsep individu/klien terhadap penyakit, perawatan dan pengobatan5. Dorong kunjungan/kontak keluarga, teman sebaya dan orang terdekat

4. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurangnya sumber informasi, ditandai dengan :a) Pasien sering bertanya/minta informasi,pernyataan salah konsepIntervensi :1. Jelaskan konsep dasar penyakitnya secara umum2. Jelaskan/ajarkan nama obat-obatan, dosis, waktu dan metode pemberian, tujuan, efek samping dan toksik3. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang rendah lemak4. Tekankan pentingnya personal hygiene

BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan Dermatitis Herpetiformis adalah penyakit kulit vesikobulosa yang bersifat kronis dan residif, ruamnya bersifat polimorfik terutama berupa vesikel yang tersusun berkelompok dan simetris pada permukaan ekstensor disertai rasa gatal. Etiologi dan pathogenesis DH yang pasti belum jelas, sebagai dasar genetic DH dihubungkan dengan HLA B8, HLA DR3 dan HLA DQw2. Gluten sangat berperan pada pathogenesis DH. Diagnosis DH ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas dan pemeriksaan histopatologi dimana terdapat akumulasi netrofil pada ujung papilla dermis yang membentuk mikro asbes, kemudian terbentuk celah subepidermal dan vesikel multi/unilokuler pada subepidermal. Pemeriksaan imunofluorensi menunjukan timbunan IgA dalam bentuk granular pada ujung papilla dermis. Pengobatan DH adalah dengan dapson yang dibarengi dengan diet bebas gluten pada makanan

B. SaranMakalah sangat jauh dari kesempurnaan, oleh Karena itu kami sebagai kelompok mengharapkan kritikan dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman sesama mahasiswa. Selain itu penyakit dermatitis herpetiformis ini sangat berbahaya dan kita sebagai perawat harus bisa menerapkan pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.

Daftar Pustaka Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Penerbit : EGC, JakartaDjuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S editor. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,1993 Doenges,Marlyn.E dkk.2001.Rencana asuhan keperawatan.Edisi:3.Jakarta:penerbit buku kedokteran,EGCDoenges, Marilynn E, et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit : EGC, JakartaGoogle.co.id.Kata kunci Askep Dermatitis http://www.semarang-eye centre.com/v1.1/index.php?option=com_content&view=article&id=72:artikelterbaru-penyakit-kulit-dermatitis&catid=5:kesehatan&Itemid=22 Kapita selekta kedokteran II.2001.Edisi 3.Jakarta:Media Aesculapius Leung DYM, Tharp M, Boguniewi CZ. Atopic Dermatitis. Dalam: Friedbergin, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, Fitzpatrik TB, ads. Fitzpatriks Dermatology In General Medicine. New York Mc Graw-Hill, 1999: 1464-80 Patofisiologi II.2001.Edisi 3.Jakarta Penerbit buku kedokteran,EGC 11Wiryadi BE. Dermatitis Vesikobulosa Kronik. Dalam : Djuanda A, Hamzah M,Aisah S, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketiga. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001 : 193-5.Sularsito, Dr. sri Adi, Et all. 1986. Dermatologi Praktis. Edisi 1. Penerbit : Perkumpulan Ahli Dermato-Venereologi Indonesia, Jakarta