asteng an ham

5
Perkembangan HAM di Brunei Darussalam Brunei Darussalam merupakan Negara yang menganut bentuk pemerintahan kerajaan mutlak (Absolute Monarchy) yang bersendikan pada ajaran agama Islam. Kekua tertinggi berada di tanganSultan sebagai keapala Negara sekaligus kepala pemerintah Menteri) dan kepala agama Islam. Masalah perlindungan HAM di Brunei masih sangat terbatas, hal terseb karena masih diberlakukannya undang-undang darurat (Emergency Law), 1 selanjutnya pada tahun 1983 Brunei mulai memberlakukan Internal Security Act (ISA) yang ketat, dimana pemerintah memungkinkan penangkapan terhadap tokoh-tokoh yang dicurigai dan membahayakan Negara tanpa melalui proses pengadilan. Sebagai Negara yang berbentuk kesultanan, hak asasi manusia di Brunei selalu dalam praktek kehidupan bermasyarakat, dalam arti tidak ada hak untuk mer pemerintah dan tidak bisa menghidari diri dari kegiatan politik yang dila Darussalam. Meskipun demikian, masyarakat tetap bisa melakukan kegiatan seperti: be bersama, latihan pidato dan menyiarkan berita. Brunei Darussalam telah mem hokum tahun 1959 yang antara lain mengatur mengenai demokratisasi dan HAM dan telah kali diamandemen yaitu pada tahun 1971, 1979 dan tahun 1984. Undang-undang tidak me suatu aturan khusus terhadap proses penyelesaian perkara di pengadilan. Se diputuskan pada pengadilan tingkat pertama(pengadilan negeri) apabila tedakwamenolak putusan tersebut, terdakwa berhak mengajukan tuntutan banding ke pengadilan tinggi. tersebut dilaksanakan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Dengan demikian, p hukum dalam menangani segala perkara tidak mengalami kesulitan untuk memutuskan per Hakim mempunyai hak untuk dapat membebaskan terdakwa apabila tidak ada tu jaksa penuntut umum. Penduduk Bruneimayoritas menganut agama Islamdan hokum islammempunyai peranan penting di Brunei. Hokum tersebut dapat menyelesaikan berbagai maslah yang 1 Undang-undang darurat 1962 ini adalah undang-undang yang dibentuk oleh partai rakyat Brunei (PRB) , yang mana awalnya tidak setuju untuk membentuk pemeritahan baru yang demokratis dan konstitusional. Sampai sekarang undang-undang darurat tersebut masih diberlakukan secara ketat dan diperpanjang berlakunya setia tahun sekali. Lihat Direktorat kerjasama ASEAN, op.cit hal.12.

Upload: randy-desvita-sari

Post on 21-Jul-2015

70 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Perkembangan HAM di Brunei DarussalamBrunei Darussalam merupakan Negara yang menganut bentuk pemerintahan kerajaan mutlak (Absolute Monarchy) yang bersendikan pada ajaran agama Islam. Kekuasaan eksekutif tertinggi berada di tanganSultan sebagai keapala Negara sekaligus kepala pemerintahan (Perdana Menteri) dan kepala agama Islam. Masalah perlindungan HAM di Brunei masih sangat terbatas, hal tersebut terutama karena masih diberlakukannya undang-undang darurat (Emergency Law),1 selanjutnya pada tahun 1983 Brunei mulai memberlakukan Internal Security Act (ISA) yang ketat, dimana pemerintah memungkinkan penangkapan terhadap tokoh-tokoh yang dicurigai dan dianggap membahayakan Negara tanpa melalui proses pengadilan. Sebagai Negara yang berbentuk kesultanan, hak asasi manusia di Brunei selalu dibatasi di dalam praktek kehidupan bermasyarakat, dalam arti tidak ada hak untuk merubah ketentuan pemerintah dan tidak bisa menghidari diri dari kegiatan politik yang dilaksanakan di Brunei Darussalam. Meskipun demikian, masyarakat tetap bisa melakukan kegiatan seperti: berkumpul bersama, latihan pidato dan menyiarkan berita. Brunei Darussalam telah memiliki konstitusi hokum tahun 1959 yang antara lain mengatur mengenai demokratisasi dan HAM dan telah tiga kali diamandemen yaitu pada tahun 1971, 1979 dan tahun 1984. Undang-undang tidak memberi suatu aturan khusus terhadap proses penyelesaian perkara di pengadilan. Setiap perkara yang diputuskan pada pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri) apabila tedakwa menolak putusan tersebut, terdakwa berhak mengajukan tuntutan banding ke pengadilan tinggi. Tuntutan tersebut dilaksanakan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Dengan demikian, penegak hukum dalam menangani segala perkara tidak mengalami kesulitan untuk memutuskan perkara. Hakim mempunyai hak untuk dapat membebaskan terdakwa apabila tidak ada tuntutan dari jaksa penuntut umum. Penduduk Brunei mayoritas menganut agama Islam dan hokum islam mempunyai peranan penting di Brunei. Hokum tersebut dapat menyelesaikan berbagai maslah yang dihadapi1

Undang-undang darurat 1962 ini adalah undang-undang yang dibentuk oleh partai rakyat Brunei (PRB) , yang mana awalnya tidak setuju untuk membentuk pemeritahan baru yang demokratis dan konstitusional. Sampai sekarang undang-undang darurat tersebut masih diberlakukan secara ketat dan diperpanjang berlakunya setiap 2 tahun sekali. Lihat Direktorat kerjasama ASEAN, op.cit hal.12.

orang-orang Islam antara lain: perceraian/talak, kejahatan seks, kejahatan criminal dan sebagainya. Selain itu hokum Islam mengijinkan pemerintah untuk menyelesaikan masalahmasalah yang terjadi pada pribadi seseorang, keluarga ataupun masalah rumah tangga hokum Islam tersebut tidak berlaku bagi masyarakat yang non-muslim.2 Selanjutnya untuk instrument Internasional HAM yang telah diratifikasi oleh Brunei adalah hanya mengenai Convention on the Rights of the Child, yang berlaku sejak tanggal 26 Januari 1996.3

Perkembangan HAM di KambojaKamboja merupakan Negara yang berbentuk kerjaan konstitusional. Berdasarkan konstitusi yang disahkan pada tahun 1993, Kamboja menganut sistem demokrasi liberal dan multi partai. Dalam perkembangan Hak Asasi Manusia, sejarah Kamboja mencatat berbagai konflik intern sejak memperoleh kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1953 hingga berhasilnya perundingan yang difasilitasi oleh Indonesia dan Perancis pada akhir tahun 1980-an. Selama periode tersebut terjadi pelanggaran HAM berat dan mencapai puncaknya pada kekuasaan Khmer Merah (1975-1979) dibawah pimpinan Saloth Sar (Pol Pot). Pelaksaan program utopia oleh rezim Khmer Merah menelan korban sekitar tiga juta rakyat yang disebabkann pembantaian (termasuk genoside) dan wabah penyakit.4 Rujukan mengenai isu HAM terdapat pada konstitusi 1993, yang menjamin terlaksananya HAM dan hokum untuk menuju pada pembangunan ekonomi dan kemakmuran. Konstitusi tesebut menugaskan pemerintah untuk mengakui dan menghormati HAM sebagaimana terdapat dalam piagam PBB. Pada Juli 2000, pemerintah Kamboja menyetujui adanya legislasi dengan PBB untuk membentuk peradilan campuran dengan hakim dan jaksa dari Kamboja dan masyarakat intrenasional. Legislasi tesebut bertujuan untuk menjamin agar pelaku-pelaku utama pelanggaran HAM dapat diadili.

2 3

Harisman Azam, Peranan Penting Ajaran Islam di Brunei Darussalam The United NationsHigh Commissioner for Human Rights Report 2002 (status of ratification of the principle international human rights treties by ASEAN countries), ASEAN secretariat, h .89. 4 Roy Denny and Kenneth Cristie, The Politic of Human Rights in East Asia, Thailand, Cambodia, and the Philippines, (London: Pluto Press, 2001), h. 245.

Pemerintah Kamboja terus berupaya untuk memperbaki pelaksaan HAM. Pada tahun 1955 pemerintah Kamboja memberlakukan undang-undang pokok pers yang memberi peluang dalam bidang jurnalistik untuk menerbitkan surat kabar dan pendirian stasiun-stasiun penyiaran televisi dan radio. Pemerintah juga tidak menerapkan pembatasan dalam mendapatkan informasi dan hiburan dari media televise baik dalam maupun luar negeri. Selanjutnya di tahun 1966, pemerintah menyatakan adanya pembentukan komisi nasional HAM, yang mana tujuannya untuk memajukan perlindungan HAM serta memantau perkembangan HAM di Kamboja. Selain itu banyak organisasi non-pemerintah yang bergerak dibidang HAM. Organisasi-organisasi tersebut terutama aktif dalam menyelidiki berbagai kasus kekerasan, memantau kondisi para tahanan dan pengawasan tehadap proses pengadilan serta melaksanakan pendidikan mengenai HAM. Pelaksanaan HAM di Kamboja terus berkembang sesuai dengan perkembangan politik dalam negeri. Pemerintah dan masyarakat telah mulai memberikan perhatian yang nyata dalam pelaksanaan HAM. Meskipun pemerintah dan masyarakat sering mengalami perbedaan pendapat dalam menilai HAM, tetapi itu tidak menjadikan kendala yang besar dalam menuju penegakkan HAM di Kamboja. Konvensi-konvensi menegenai HAM yang telah diratifikasi oleh kamboja adalah sebagai berikut:5 a. Convention against torture and other Cruel inhumane or Degrading Treatmen or Punishment, diratifikasi pada 15 Oktober 1992. b. Convention of the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women, diratifikasi pada 15 Oktober 1992. c. Convention on the Right for the Child, diratifikasi pada 15 Oktober 1992 d. Convention of the Elimination of All Forms of Racial Discrimination, diratifikasi pada 28 November 1983 e. International Convenant on Civil and Political Rights, diratifikasi pada 26 Mei 1992 f. International Convenant on Economic, social and Cultural Rights, diratifikasi pada 26 Mei 1992

5

The United Nation, loc.cit, h. 89

Perkembangan HAM di LaosRepublik Demokrasi Rakyat (RDR) Laos adalah Negara yang menganut system satu partai, yang mana partai Revolusioner rakyat Laos (PRRL) sebagai partai tunggal yang memegang kekuasaan. Sejak RDR Laos berdiri, Kongres PRRL adalah merupakan badan tertinggi dalam menentukan kebijakan pemerintah. Namun pelaksanaannya secara hokum harus mendapat persetujuan terlebih dahulu oleh majelis Nasional (National Assembly) dan dituangkan dalam bentuk undang-undang. System pemerintahan yang dianut Laos adalah kabinet Parlementer, makan dalam struktur pemerintahan Laos, Presiden adalah kepala Negara serta dibantu oleh seorang Wakil Presiden. Beberapa hal momental dalam pemajuan dan perlindungan HAM oleh pemerintah RDR Laos adalah dimuatnya klausul mengenai kebebasan pers dalam konstitusi RDR Laos dan diratifikasinya International Convenant on Economic, social and Cultural Rights and First Protocol to the International Convenant on Civil and Political Rights. Laos juga telah merencanakan untuk mempertimbangkan kembali serta meratifikasi konvensi-konvensi internasional lainnya yang menyangkut HAM. Konstitusi yang berlaku saat ini adalah konstitusi 1991, yang meletakkan dasar-dasar pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Berbekal konstitusi nasionalini, RDR Laos berupaya untuk melaksanakan kebijakan pembaharuan, sebagaimana ditetapkan dalam resolusi Kongres PRRL ke 7, termasuk dalam memperbaiki kondisi dari pemajuan dan perlindungan HAM. Konstitusi dan undang-undang hokum pidana melarang penyiksaan terhadap seseorang. Hokum memberikan jaminan terhadap seseorang yang dituntut dan konstitusi memberikan

jaminan prosedur. Kantor kejaksaan memberikan kewenangan kepada pihak polisi untuk melakukan investigasi terhadap kasus-kasus yang tertunda. Sejak tahun 1985, banyak ribuan para pengungsi Laos yang mengungsi ke Thailand dipulangkan secara paksa ke negaranya. Pemulangan tersebut sangat bertentangan dengan Forced Repatriation atau Mandatory Return karena kurang memperhatikan hak asasi manusia antara lain: perdamaian, kebebasan, demokrasi dan keamanan para pengungsi dan takut Karena disiksa oleh pihak penguasa. Seiring dengan perkembangan zaman, pemerintah mulai memberikan perhatian terhadap pelanggaran HAM dengan mengesahkan konstitusi yang menjamin kebebasan setiap orang untuk

mempertahankan haknya dalam proses peradilan dan mempunyai hak untuk mencari bantuan hokum. Konstitusi memberikan kewenangan kepada pihak pemerintah supaya memberitahukan hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat. Ada beberapa konvensi mengenai HAM yang telah diratifikasi oleh Laos antara lain:6 1. Convention of the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women, diratifikasi pada 14 Agustus 1981 2. Convention on the Right for the Child, diratifikasi pada 8 Mei 1991 3. Convention of the Elimination of All Forms of Racial Discrimination, diratifikasi pada 22 Februari 1974 Saat ini Laos belum memiliki Komnas HAM, tetapi dalam masalah pembentukan badan HAM ASEAN, pemerintah Laos mendukung dengan adanya pembentukan mekanime HAM di ASEAN.

6

The United Nation, loc,cit , h. 89