aspek pendidikan nilai dalam pelaksanaan tradisi …eprints.ums.ac.id/3500/1/a220040006.pdf2...

96
ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2007 (Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Oleh: TRI UTOMO A.220040006 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

Upload: hamien

Post on 10-Aug-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN

TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2007

(Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Mencapai Derajat Sarjana S-1

Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh:

TRI UTOMO

A.220040006

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2008

Page 2: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

2

PERSETUJUAN

ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN

TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2007

(Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

NAMA : TRI UTOMO

NIM : A220040006

FAKULTAS : KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JUR/PROG : PPKn / S1

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi S-1

Pembimbing I

Dra. Hj. Sri Arfiah, SH. M. Pd

NIK.235

Pembimbing II

Dra. Sundari, SH. M. Hum

NIK. 151

ii

Page 3: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

3

PENGESAHAN

ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN

TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2008

(Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

TRI UTOMO

NIM. A220040006

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Pada tanggal, 4 November 2008

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

1. _________________________ (Dra. Hj. Sri Arfiah, SH. M. Pd)

2. _________________________ (Dra. Sundari, SH. M.Hum)

3. _________________________ (Drs. Mulyadi Sk. SH. M.Pd)

Surakarta, November 2008

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dekan,

Drs. H. Sofyan Anif, M.Si

NIK. 547

iii

Page 4: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

4

PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam

pernyataan saya di atas, maka saya bertanggungjawab sepenuhnya.

Surakarta, Oktober 2008

TRI UTOMO

NIM. A220040006

iv

Page 5: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

5

MOTOMOTOMOTOMOTO

� Masa lalu lebih indah dari masa kini, mengenangnya hanya menjadi

beban dalam hidup ke depan. (Penulis)

� Benar hidup sekali senang selamanya, salah hidup sekali sengsara

selamanya.

(Alm K.H Ubaidah Lubis)

v

Page 6: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

6

PERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHAN

Karya terindah ini kupersembahkan dengan penuh rasa syukur kepada:

� ALLAH SWT atas segala nikmat dan hidayahMU.

� NABI Muhammad SAW atas suri tauladan dan pengorbanannya membawa

Agama Islam.

� Para perantara Agama yang berjuang amal ma’ruf nahi munkar agar tetap

abadinya Agama Islam.

� Kedua orang tuaku Bapak Djumiran & Ibu Tipah yang selalu memberi

semangat, kasih sayang dan kepercayaan kepadaku, terima kasih atas

semua perjuangan dan pengorbanannya yang telah diberikan selama ini.

� Kakak-kakak ku serta keponakan ku tercinta yang selalu memberi

semangat dan motivator selama ini.

� Teman-teman terbaikku Mas (Danang, Eko JP, Gunanto, Anjar)

� Kekasihku tercinta Reta yang selama ini selalu memberi semangat serta

kasih sayang selama ini. Mbak

� Teman-teman Wisma Kost Angkasa dan Bocah Ola-Olo Community yang

memberi semangat Kebersamaan.

� Teruntuk semua Bapak/Ibu Pendidik yang telah memberikan ilmunya

kepadaku, tetesan keringat serta pengorbanan engkau tidak akan pernah

sia-sia, karena akan kutunjukkan rasa syukurku melalui doa maupun

kesuksesan dalam jejak langkahku.

vi

Page 7: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

7

� Semua teman-teman mahasiswa jurusan Pkn FKIP UMS untuk semua

angkatan yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa sehingga

bisa melewati semua ini.

� Semua orang yang suka maupun benci kepadaku, karena engkau menjadi

cambuk untuk mencapai kesuksesan dalam hidupku.

vii

Page 8: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

8

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah me-

limpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat me-

nyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang secara langsung

maupun tidak langsung memberikan bimbingan dan arahan serta berbagai

masukan yang positif, sehingga membantu memperlancar terselesaikannya skripsi

ini. Oleh karena itu penulis dengan segala kerendahan hati, dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih dan berdo’a semoga Allah SWT memberikan

balasan yang berlipat kepada mereka. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Sofyan Anif, M.Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ijin

guna penyusunan skripsi.

2. Bapak Drs. Achmad Muthali’in, M.Si, selaku ketua jurusan PKn selaku ketua

jurusan PKn yang selalu meluangkan waktu dan sabar dalam menerima

keluhan mahasiswa.

viii

Page 9: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

9

3. Ibu Dra. Sri Arfiah, SH. M.Pd, selaku Pembimbing Pertama, sekaligus

Sekretaris Program Studi PKn yang dengan sabar di dalam membimbing

sehingga memberi semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini

4. Ibu Dra. Sundari, SH. M.Hum, selaku Pembimbing Kedua, yang benar-benar

bisa membuat penulis menjadi termotivasi untuk menyelesaikan skripsi.

5. Bapak Drs. Mulyadi Sk. SH. M.Pd. selaku Penguji tiga yang dengan sabar dan

cepat di dalam menguji skripsi ini.

6. Ibu Dra. Hj. Sri Gunarsi, SH. M.H, selaku Pembimbing Akademik (PA) yang

telah dengan ramah tamah memberikan saran-saran di saat penulis mengalami

kesulitan perkuliahan.

7. Bapak Iman Tukidjo Kepala Desa Sekar yang telah memberi kesempatan dan

ijin riset kepada penulis guna penyusunan skripsi.

8. Bapak Djumiran dan Ibu Tipah sebagai kedua orang tua yang dengan kasih

sayang, cintanya serta do’anya yang selalu mengiringi setiap langkah dan

memberi kepercayaan kepada penulis.

9. Kakak-kakak ku serta keponakan ku tercinta yang selalu memberi

semangat dan motivator selama ini.

10. Sahabat-sahabat PKn FKIP UMS angakatan 2004, yang telah memberi

bantuan dan canda tawanya yang selalu memberi semangat dan dukungannya.

11. Pihak-pihak lain yang tidak disebutkan satu persatu yang bersangkutan dalam

penyusunan skripsi ini.

Penulis berdoa semoga amal baik yang telah diberikan mendapat ridho,

rahmat dan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

ix

Page 10: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

10

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini

mengingat keterbatasan waktu dan tenaga serta ilmu penulis. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang bersifat membangun selalu penulis harapkan untuk lebih

menyempurnakan skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Oktober 2008

Penulis

TRI UTOMO

x

Page 11: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

11

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv

HALAMAN MOTTO..................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv

DAFTAR SKEMA ......................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xvii

ABSTRAK ..................................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................... 4

C. Pembatasan Masalah .................................................................. 5

D. Perumusan Masalah ................................................................... 6

E. Tujuan Penelitian........................................................................ 6

F. Manfaat atau Kegunaan Penelitian.............................................. 7

G. Sistematika Penulisan ................................................................ 8

BAB II LANDASAN TEORI

xi

Page 12: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

12

A. Tinjauan Pustaka........................................................................ 11

B. Kerangka Teoritik ..................................................................... 13

1. Kebudayaan .......................................................................... 13

2. Pelaksanaan Tradisi............................................................... 16

3. Kepercayaan.......................................................................... 18

4. Nilai ...................................................................................... 20

5. Aspek Pendidikan Sebuah Tradisi ......................................... 22

C. Kerangka Pemikiran................................................................... 25

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................... 26

B. Bentuk dan Strategi Penelitian................................................... 27

1. Bentuk Penelitian ................................................................... 27

2. Strategi Penelitian .................................................................. 27

C. Identivikasi Variabel .................................................................. 28

D. Sumber Data .............................................................................. 29

1. Informan ................................................................................ 30

2. Tempat dan Peristiwa ............................................................. 30

3. Arsip maupun Dokumen......................................................... 30

E. Sampling .................................................................................... 31

F. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... 32

1. Wawancara Mendalam .......................................................... 32

2. Observasi Langsung .............................................................. 32

3. Mencatat Arsip maupun Dokumen ........................................ 33

G. Validitas Data ............................................................................ 33

H. Teknik Analisis Data.................................................................. 34

xii

Page 13: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

13

1. Pengumpulan Data ................................................................. 34

2. Reduksi Data.......................................................................... 35

3. Sajian Data.............................................................................. 35

4. Penarikan Kesimpulan ............................................................ 35

I. Prosedur Penelitian.................................................................... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian........................................................ 37

1. Letak Geografis dan Keadaan Alam ....................................... 37

2. Keadaan Penduduk................................................................. 37

B. Diskripsi Hasil Penelitian ........................................................... 38

1. Sejarah Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) .................................. 39

2. Tujuan Tradisi ........................................................................ 49

3. Waktu dan Tempat Tradisi ..................................................... 50

4. Persiapan Pelaksanaan dan Perlengkapan Tradisi ................... 51

5. Prosesi Tradisi........................................................................ 51

6. Fungsi dan makna tradisi Bersih Desa (Ceprotan) Bagi

Masyarakat Pendukungnya ..................................................... 56

C. Temuan Studi yang Dihubungkan Kajian Teori .......................... 60

1. Pemahaman warga masyarakat Sekar dalam pelaksanaan

tradisi Bersih Desa (Ceprotan)........................................ 61

2. Pertisipasi Warga Masyarakat dalam Pelaksanaan Tradisi

Bersih Desa (ceprotan) ..................................................... 62

3. Tinjauan Aspek pendidikan nilai yang ada pada tradisi

Bersih Desa (Ceprotan) .................................................... 63

BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

xiii

Page 14: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

14

A. Kesimpulan................................................................................ 65

B. Implikasi .................................................................................... 66

C. Saran-saran ............................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 69

LAMPIRAN- LAMPIRAN............................................................................. 71

xiv

Page 15: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

15

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perincian Kegiatan Pokok Penelitian........................................................ 26

xv

Page 16: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

16

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman

1. Analisis Ineraktif ....................................................................................... 35

xvi

Page 17: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

17

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat permohonan menjadi konsultan....................................................... 71

2. Surat keterangan penelitian ...................................................................... 73

3. Foto Pelaksanaan Tradisi Ceprotan .......................................................... 74

xvii

Page 18: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

18

ABSTRAK

ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN

TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2008

(Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan)

Tri Utomo, A220040006, Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek pendidikan nilai dalam

pelasanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo

Kabapaten Pacitan. Peneitian ini merupakan penelitian etnografi yang bersifat

diskriptif analitik. Strategi penelitian ini menggunakan studi kasus yang

terpancang embedded case study. Strategi ini dipilih karena dalam penelitian ini

telah ditentukan beberapa variabel pokok yang akan menjadi pusat kajian. Sumber

data diperoleh dari beberapa sumber yaitu informan, tempat dan peristiwa serta

arsip maupun dokumen. Cuplikan data penelitian ini adalah purposive sampling.

Peneliti mengambil Key Informan sebagai subjek penelitian, yaitu Kepala Desa

Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan dan masyarakat sekitarnya.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

mendalam, observasi langsung serta mencatat arsip mapun dokumen. Teknik

analisis data dalam penelitian ini menerapkan model analisis interaktif, baik

dalam pengumpulan data, reduksi data, sajian data, maupun penarikan

kesimpulan. Prosedur penelitiannya meliputi tahap pra lapangan, tahap penelitian

lapangan, tahap analisis data, dan analisis dokumentasi, observasi dan tahap

penulisan laporan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap

tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar relatif normal, dengan adanya

kesadaran yang tinggi dan keyakinan mereka semua atau pemahaman masyarakat.

Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dan

menurut warga masyarakat Sekar banyak sekali berkah dan manfaatnya bagi

perubahan hidup masyarakat juga merupakan sarana untuk memohon hajad

(keingginan) agar Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rejeki dan keselamatan

kepada masyarakat Desa Sekar.

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

antara lain dalam mempersiapkan pelaksanaan Bersih Desa (Ceprotan),

menyediakan keperluan pelaksanaan Bersih Desa (Ceprotan), menjaga ketertiban

pada pelaksanaan Bersih Desa (Ceprotan), pelestarian dan pengembangan budaya

pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

Nilai pendidikan dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan) adalah dengan

adanya kebersamaan tanpa memandang status sosial, karena dihadapan Tuhan

semua manusia adalah sama. Nilai sosial pada Bersih Desa (Ceprotan) adalah

xviii

Page 19: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

19

bahwa perayaan tradisi tersebut akan mendatangkan suatu pengaruh yang kuat

berkenaan dengan kehidupan sosial budaya. Nilai religius pada tradisi Bersih Desa

(Ceprotan) adalah untuk lebih meningkatkan kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa dan pengucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah

diiberi berkah serta pertolongan di masa sekarang dan akan datang.

Perayaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) bagi masyarakat Sekar

mempunyai dampak bagi masyarakat sekitarnya. Dampak dalam bidang ekonomi

pengucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberi berkah dan

pertolongan selama satu tahun dan mengharap ditahun yang akan datang menjadi

lebih baik. Dampak dalam bidang sosial budaya yaitu adanya kebersamaan dalam

memberikan simpatinya dalam menyelenggarakan tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

ini dapat mempersatukan kelompok-kelompok dalam ikatan yang paling erat

untuk hidup bersama dalam kerukunan. Semua ini merupakan gambaran pola

hidup gotong royong yang sangat kental bagi masyarakat Indonesia. Dampak

dalam bidang religius yaitu pemahaman masyarakat terhadap tradisi Bersih Desa

(Ceprotan), merupakan ajaran turun temurun dari para leluhur dalam rangka

mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Surakarta, Oktober 2008

Penulis

Tri Utomo

Pembimbing I

Dra. Hj. Sri Arfiah SH. M. Pd.

NIK.235

Pembimbing II

Dra. Sundari SH. M. Hum.

NIK. 151

Mengetahui

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dekan,

Drs. H. Sofyan Anif, M.Si

NIK. 547

xix

Page 20: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang meliputi wilayah dari Sabang sampai

Merauke yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil, tanahnya subur kaya flora

dan fauna serta sumber alamnya. Tanah air Indonesia terkenal kesuburan dan

kekayaannya, bangsa lain tertarik dan berupaya untuk menguasai, terbukti tanah

air kita pernah dijajah bangsa lain beberapa puluh tahun lalu.

Wilayah Indonesia yang sangat luas telah dihuni suku bangsa yang tersebar

ke seluruh pelosok tanah air secara tidak merata. Penduduk menempati wilayah

yang berbeda-beda sehingga menjadikan wilayah peradaban yang dimilikinya

beraneka ragam, yang kemudian menjadi modal dasar pembangunan nasional.

Dari persebaran yang tidak merata tersebut, pulau Jawa adalah pulau yang

paling padat penduduknya dibandingkan dengan jumlah penduduk di pulau

lainnya. Di Pulau Jawa ini tidak hanya didiami oleh suku bangsa Jawa saja,

melainkan juga suku-suku bangsa lainnya. Pada dasarnya masing-msing suku

bangsa memiliki kebiasaan, tradisi, adat istiadat dan budaya yang saling

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Kehidupannya secara

berdampingan dan penuh toleransi dengan peradaban yang berbeda-beda.

Salah satu kehidupan budaya diantaranya adalah budaya Jawa yang ada di

Jawa Tengah dan Jawa Timur tersebut sudah banyak berbeda dan bervariasi yang

bersifat lokal dalam berbagai unsur kebudayaan seperti perbedaan dialek, bahasa,

1

Page 21: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

2

kesenian perilaku dalam pergaulan maupun adat-istiadat dan upacara adat. Dari

perbedaan-perbedaan tersebut terdapat keunikan yang tidak dijumpai di daerah

lain, sehingga sangat menarik bagi kita untuk datang mengadakan pengamatan

atau penelitian.

Di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan terdapat tradisi

yang disebut “Ceprotan” yang artinya yaitu melempar dengan memakai buah

kelapa yang masih muda dan dikupas kulitnya. Pelaksanaan upacara ceprotan ini

bagi masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan

mengandung nilai kepercayaan, dan simbol serta penghayatan magis terhadap

warisan budaya nenek moyang.

Masyarakat Desa Sekar Kecamaan Donorojo Kabupaten Pacitan meskipun

mereka telah menerima keprcayaan Islam, namun mereka masih tetap

mempertahankan dan menjunjung tinggi budaya warisan nenek moyang. Hal ini

terlihat dengan jelas dalam kehidupannya sehari-hari, mereka masih melakukan

bentuk ritual-ritual kepercayaan seperti melakukan upacara selamatan, membakar

kemenyan, melakukan sesaji pada hari-hari tertentu yang dianggap sebagai hari

yang keramat.

Kehidupan masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan

dalam segi kepercayaan masih memiliki keyakinan tentang adanya sesuatu yang

menguasai dirinya dan alam sekitar, yang mereka nyatakan bahwa kekuatan yang

menguasai segalanya itu disebut “Sing Mbau Rekso” (yang menguasai

lingkungan). Istilah ini dianggapnya segala sesuatu yang memberi dan mengatur

Page 22: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

3

kehidupannya, serta berkuasa atas diri manusia, juga dianggap sebagai kekuatan

yang mengerikan dan menakutkan.

Disamping itu masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten

Pacitan sebagian besar masih percaya adanya roh-roh makhluk halus dan arwah-

arwah leluhur yang dianggap masih berkeliaran disekitar hidupnya. Masyarakat

meyakini bahwa makhluk-makhluk halus itu ada yang mendatangkan keuntungan

dan ada yang mendatangkan mala petaka. Kemudian agar masyarakat merasa

aman dan tentram dalam hidupnya, agar terhindar dari makhluk-makhluk halus,

maka mereka melakukan upacara-upacara ritual dan memberikan sesaji.

Tradisi kepercayaan tersebut sampai saat ini masih dilaksanakan dan

terpelihara dengan baik serta dianggap keramat oleh masyarakat yang sering

disebut dengan nama upacaya bersih desa atau sedekah bumi. Upacara ini

dilaksanakan setiap setahun sekali bertepatan dengan bulan Dulkaidah pada hari

senin kliwon.

Apabila pada bulan itu tidak ada hari senin kliwon, maka pelaksanaan bersih

desa itu dilaksanakan pada hari minggu kliwon. Bedasarkan kepercayaan orang

jawa bahwa bulan Dulkaidah dianggap sebagai bulan yang keramat, sehingga

tidak sedikit dijumpai dikalangan masyarakat Jawa terutama di daerah pedesaan,

bahwa bulan Dulkaidah masih banyak melakukan kegiatan upacara selamatan,

membuat sesaji dan kegiatan-kegiatan yang lain jenisnya. Hal itu dilaksanakan

atas dasar kepercayaan terhadap makhluk halus di tempat-tempat tertentu seperti

di pohon-pohon besar, di perempatan jalan dan lain sebagainya.

Page 23: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

4

Maksud dan tujuan dari upacara bersih desa di Desa Sekar Kecamatan

Donorojo Kabupaten Pacitan adalah sebagai ungkapan terimakasih terhadap “Sing

Mbau Rekso” sumber mata air Desa Sekar yang memberikan keselamatan dan

ketentraman hidup masyarakat.

B. Identifikasi Masalah

Keanekaragaman masyarakat Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam

suku bangsa sehingga menunjukan banyaknya kebudayaan-kebudayaan yang ada,

karena masing-masing suku bangsa mempunyai kebudayaan khas sendiri-sendiri.

Keanekaragaman masyarakat dan budaya yang telah terbentuk, sangatlah besar

kemungkinan masuknya faktor dari luar maupun faktor dari dalam, baik faktor

geografis maupun historis, dimana suatu bangsa mendiami suatu daerah

kepulauan, sehingga memberikan warna dan corak tersendiri terhadap

keanekaragaman budaya Indonesia.

Bagi sebagian besar masyarakat Jawa pandangan hidup yang berisikan nilai

tradisional, aturan dan norma itu akan digunakan sebagai petunjuk untuk

bertindak. Petunjuk itu kadang secara imperatif mendesak kepada masing-masing

individu sebagai anggota masyarakat untuk melakukannya. Berbagai macam nilai,

tradisi, dan norma telah pula menimbulkan berbagai macam masalah.

Beberapa masalah yang dikemukakan dari pandangan hidup yang berisikan

nilai, tradisi, aturan, dan norma antara lain: Bagaimana pengetahuan dan

pemahaman masyarakat tentang tradisi Bersih Desa (Ceprotan), bagaimana

mengenai latar belakang terjadinya dan rangkaian tatacara pelaksanaan tradisi

Page 24: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

5

Bersih Desa (Ceprotan), bagaimana partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

tradisi Bersih Desa (Ceprotan), tentang nilai-nilai apa yang dijunjung oleh

masyarakat Desa Sekar Kecamaan Donorojo Kabupaten Pacitan untuk

melestarikan nilai-nilai tradisional tersebut, manfaat atau pengaruh apa yang

diperoleh dari kegiatan tersebut. Selanjutnya bagaimana dampaknya bagi

masyarakat sekitar. Dalam konteks ini tentu saja masih banyak yang dapat

kemukakan dari tradisi Bersih Desa masyarakat yang bersangkutan.

C. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang berkaitan dengan judul sangat luas sehingga tidak

mungkin permasalahan yang ada dapat terjangkau dan terselesaikan semua. Oleh

karena itu guna menghindari kemungkinan adanya kesalahfahaman dan penasifran

yang berbeda-beda yang dapat mengakibatkan penyimpangan terhadap judul di

atas, maka perlu adanya pembahasan dan perumusan masalah, sehingga persoalan

yang akan diteliti menjadi jelas dan kesalahfahaman dapat dihindari. Dalam hal

ini penulis membatasi ruang lingkup dan fokus masalah sebagai berikut:

1. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah aspek-aspek dari subjek penelitian yang menjadi

sasaran penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah

aspek pendidikan nilai pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar

Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

2. Subjek Penelitian

Page 25: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

6

Subjek penelitian adalah masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo

Kabupaten Pacitan.

D. Perumusan Masalah

Perumusan masalah atau sering diistilahkan problematika merupakan

kegiatan penting yang harus ada dalam penulisan suatu karya ilmiah. Oleh karena

itu, peneliti sebelum melakukan penelitian harus mengetahui terlebih dahulu

permasalah yang ada, sehingga dalam proses pemecahanya akan terarah dan

terfokus.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan

suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman masyarakat tentang tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan?

2. Bagaiman partisipasi masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten

Pacitan dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan)?

3. Bagaiman tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ditinjau dari aspek-aspek pendidikan

nilai atau moral?

E. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan oleh manusia pasti mempunyai

tujuan tertentu sebagai motivasi gerak dan langkah yang ingin dicapai sehingga

kegiatan yang dilakukan terarah dan teratur.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

Page 26: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

7

1. Untuk memperoleh gambaran secara jelas tentang pemahaman masarakat

terhadap tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo

Kabupaten Pacitan.

2. Untuk memperoleh gambaran secara jelas tentang partisipasi masyarakat

dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan

Donorojo Kabupaten Pacitan.

3. Untuk memahami aspek pendidikan nilai yang terdapat dalam tradisi Bersih

Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

F. Manfaat atau Kegunaan Penelitian

1. Manfaat atau kegunaan teoritis

a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada

khususnya, maupun bagi masyarakat pada umumnya.

b. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperluas cakrawala

pengetahuan, khususnya mengenai tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa

Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan sebagai bagian dari

budaya bangsa Indonesia, yang secara langsung telah menentuh

kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat sekitarnya.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman penelitian

berikutnya yang sejenis.

2. Manfaat atau kegunaan praktis

Page 27: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

8

a. Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan digunakan sebagai salah satu

masukan dan kerangka acuan yang sangat berharga bagi para pengambil

keputusan, terutama dalam pengelolaan dan pelestarian tradisi Bersih

Desa (Ceprotan).

b. Menyebarluaskan informasi mengenai arti pentingnya pelaksanaan tradisi

Bersih Desa (Ceprotan).

c. Sebagai calon pendidik pelajaran pendidikan kewarganegaraan,

pengetahuan dan pengalaman selama mengadakan penelitian ini dapat

ditrasformasikan kepada peserta didik pada khususnya, serta bagi

masyarakat luas pada umumnya.

d. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi jurusan

pendidikan kewarganegaraan pada khususnya mengenai pengembangan

mata kuliah antropologi budaya.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah para pembaca dalam memahami isi skripsi ini, peneliti

perlu mengemukakan sistematika penulisannya. Adapun sistematika penulisan

skripsi ini sebagaimana uraian berikut.

Bagian awal meliputi: Halaman Judul, Halaman Persetujuan, Halaman

Pengesahan, Halaman Motto, Halaman Persembahan, Kata Pengantar, Daftar Isi,

Daftar Tabel, Daftar Lampiran, dan Abstrak.

Bagian pokok skripsi ini terperinci dalam lima bab. Bab I Pendahuluan

mencakup Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah,

Page 28: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

9

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat atau Kegunaan Penelitian, serta

Sistematika Penulisan.

Bab II Landasan Teori diawali dengan Tinjauan Pustaka yang

mengemukakan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian

ini. Selanjutnya Kerangka Teoritik yang dimulai dengan Tinjauan Teoristis

mengenai Kebudayaan yang berisi uraian: Pengertian Kebudayaan, Wujud dan

Nilai Kebudayaan, Tahapan Perkembangan Budaya, Unsur-unsur Kebudayaan,

serta Hakekat Kebudayaan. Uraian berikutnya mengenai Pelaksanaan Tradisi yang

mencangkup: Pengertian Tradisi, dan Pengertian Religi. Uraian selanjutnya

mengenai Kepercayaan yang mencangkup: Asal-usul Kepercayaan, Sistem

Kepercayaan, Bentuk-bentuk Kepercayaan, Fungsi Upacara, dan Unsur-unsur

Upacara. Uraian berikutnya mengenai Nilai yang berisi Pengertian Nilai, Fungsi

Nilai dalam Tradisi serta mengenai Aspek Pendidikan yang berisi Pengertian

Pendidikan, Cangkupan Pendidikan, Aspek Edukaif Dalam Tradisi yang

dilanjutkan dengan Penyusunan Kerangka Pemikiran.

Bab III Metode Penelitian yang berisi uraian meliputi: Tempat dan Waktu

Penelitian, Bentuk dan Strategi Penelitian, Identivikasi Variabel, Sumber Data,

Sampling, Teknik Pengumpulan Data, Validitas Data, Teknik Analisis Data, serta

Prosedur Penelitian.

Bab IV Hasil Penelitian yang berisi uraian meliputi: Diskripsi Lokasi

Penelitian, Diskrisi Permasalahan Penelitian, serta Tinjauan Studi yang

dihubungkan dengan Kajian Teori.

Page 29: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

10

Bab V berisi: Kesimpulan, Implikasi serta Saran-Saran, kemudian bagian

akhir dari skripsi ini berisi uraian-uraian Daftar Pustaka, Lampiran-Lampiran dan

Daftar Ralat (bila ada).

Page 30: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Manusia dalam hidupnya memandang dunia sebagai sebuah kerangka acuan

untuk dapat mengerti tentang masing-masing pengalaman yang dilalui.

Pandangan khas orang Jawa realitasnya tidak dapat dibagi-bagi dalam berbagai

bidang yang saling terpisah tanpa ada hubungan satu sama lain, melainkan

dipandang sebagai satu kesatuan. Pada dasarnya orang Jawa tidak penah

membedakan antara sikap religius dan bukan religius, menganggap ineteraksi

sosial sekaligus merupakan sikap terhadap alam dan sebaliknya, sikap terhadap

alam mempunyai relevansi terhadap sosial.

Suatu nilai budaya, walaupun suatu konsepsi yang abtrak, juga bisa

mempengaruhi tindakan manusia secara langsung. Disamping itu nilai budaya

juga bisa menyebabkan menimbulkan pola-pola cara pikir yang tertentu pada diri

individu yang bersangkutan. Ada nilai budaya yang menganggap penting konsepsi

bahwa dalam kehidupan masyarakat itu amat tergantung pada sesamanya, dan

karena itu orang harus selalu ingat terhadap sesamanya.

Semua agama tidak terkecuali sedikit banyak mendorong terbentuknya

simbol-simbol. Simbol tersebut merupakan pengembangan ide, bentuk, dan gaya

yang mempunyai nilai instrumental dalam kegiatan keagamaan. Untuk menjadi

sebuah hasil seni, gaya menjadi sangat esensial. Kadang-kadang agama tidak

hanya berpengaruh pada bentuk, tetapi juga pada unsur seni.

11

Page 31: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

12

Berkaitan dengan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan

Donorojo Kabupaen Pacitan, meskipun masyarakat telah menerima pengaruh

budaya dari luar terutama pengaruh Islam, namun mereka masih mempertahankan

dan menjunjung tinggi warisan budaya nenek moyangnya. Hal ini terlihat dengan

jelas dalam kehidupan mereka sehari-hari, mereka masih melakukan berbagai

bentuk ritus religius seperti melakukan upacara selamatan, membakar kemenyan,

membuat sesaji pada hari-hari tertentu yang dianggap keramat.

Tradisi mempunyai tata nilai dan tata ukuran yang memadukan dan

mengikat kehidupan masyarakat. Hasil penelitian Kamadi (1995: 64) menyatakan

bahwa:

Pada dasarnya upacara bersih desa tersebut merupakan tindakan masyarakat

dalam hubungannya dengan kepercayaan yang mereka anut. Mereka

percaya bahwa kekuatan roh yang mendiami sumber (mata air) Sekar dapat

melindungi keselamatannya. Adanya kepercayaan tersebut akan

berpengaruh juga pada pola pikir masyarakat.

Semantara itu hasil penelitian Sumaryono (2003: 71) membuktikan bahwa:

1. Masyarakat Jawa yang tinggal di daerah pedesaan dalam kehidupannya

masih diwarnai dengan beranekaragam tradisi yang bersifat religius

masyarakat maupun non religius. Dan tradisi tersebut adalah merupakan

peningkatan budaya nenek moyang yang diwariskan secara turun

temurun.

2. Dalam tradisi tersebut pada dasarnya terkandung nilai-nilai luhur yang

merupakan suatu pedoman, mengatur dan memberi arah bagi setiap

orang dalam hubungannya dengan sesama manusia dengan Tuhan dan

dengan alam lingkungannya.

3. Walaupun masyarakat Desa Sekar telah memeluk agama Islam, namun

dalam pelaksanaan upacara bersih desa (Ceprotan) masih dipengaruhi

oleh unsur-unsur kepercayaan animisme dan dinamisme, Hindu, Budha,

dan Islam.

4. Upacara bersih desa di Desa Sekar pada hakekatnya merupakan

tindakan masyaraka dalam hubungannya dengan kepercayaan yang

mereka anut, yaitu percaya kekuatan roh yang mendiami sumber Sekar

dapat melindunginya.

Page 32: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

13

5. Upacara bersih desa Sekar tampak dirasakan adanya kerjasama dan

gotong royong sesama warga. Hal tersebut merupakan sarana untuk

mempererat kerukunan hidup sehingga tercipta suatu suasana kesatuan

dan kesatuan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa setiap upacara-

upacara terdapat simbol-simbol yang mempengaruhi makna sakral. Kekuatan

suatu tradisi akan tetap bertahan jika mitos masih tetap melekat pada upacara

tersebut. Berdasarkan pada latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti

suatu tradisi (Ceprotan) pada pelaksanaan upacara bersih Desa di Desa Sekar

Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan, karena pembahasan spesifik yang

mengungkapkan suatu budaya lokal khususnya yang berkaitan dengan

pemahaman, partisipasi, mengenai tradisi (Ceprotan) pada pelaksanaan upacara

bersih Desa, serta aspek pendidikan nilai yang terdapat tradisi (Ceprotan) tersebut,

sepanjang belum pernah dilakukan.

B. Kerangka Teoritik

Tradisi mempunyai sifat universal, akan tetapi perwujutan tradisi

mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi maupun lokasinya. Hal ini

menyebabkan setiap manusia di dalam masyarakat mempunyai tradisi yang

berlainan. Perbedaan tersebut dikarenakan pendukung tradisi seperti latar

belakang tradisi dan masyarakat tidaklah sama. Penjelasan mengenai kebudayaan

tersebut dipaparkan dalam kajian teoritik sebagaimana uraian berikut ini.

1. Kebudayaan

a. Pengertian kebudayaan. Berkaitan dengan pengertian kebudayaan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 1331), Kebudayaan adalah “hasil kegiatan

Page 33: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

14

dari penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat

isiadat”. Menurut Sujarwa (1998: 10-11), kebudayaan adalah “keseluruhan sistem

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan

cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat”. Menurut

Kroeber dan Klukhon sebagamana dikutip Sujarwa (1998: 11), berpendapat

bahwa:

Kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran,

perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-

simbol yang menyusun pencapaianya secara tesendiri dari kelompok-

kelompok menusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi;

pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan

terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.

Berdasarkan pengertian kebudayaan adalah suatu hasil cipta, rasa, karsa

manusia yang di dapat dengan cara belajar, bertingkah laku, pikiran perasaan yang

tersusun dalam kehidupan masarakat yang diwujudkan dengan simbol-simbol atau

ritus-ritus sakral. Kebudayaan dalam bentuk fisik yang kongkret biasa juga

disebut kebudayaan fisik, mulai dari benda yang diam sampai dengan benda yang

bergerak, seperti candi, masjid, lukisan relief atau patung.

b. Wujud dan Nilai Kebudayaan. Nilai kebudayaan yang sudah meresap

dalam diri seseorang dapat diwujudkan dalam bentuk perayaan hari-hari besar

tertentu. Menurut J. J. Hinigman sebagaiman dikutip Sujarwa (1998: 10-11),

“tradisi sebagai bagian dari kebudayaan dapat dibedakan berdasarkan gejalanya,

yaitu ideas, activities, dan artifact”. Menurut Koenjaraningrat yang dikutip

Sujarwa (1998: 11), bahwa kebudayaan ada tiga wujud, yaitu:

1) Wujud kebudayaan sebagai suatu komplek dari ide-ide, gagasan, nilai-

nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.

Page 34: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

15

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks akivitas serta tindakan

berpola dari manusia dalam masyarakat.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Pewarisan tradisi diperoleh dengan cara belajar. Tradisi yang diwariskan

berwujud material (jasmaniah) dan non material (rohaniah). Berwujud material

(jasmaniah) misalkan patung, candi, keris, tempat-tempat yang dikeramatkan dan

hewan-hewan keramat, sedangkan yang berwujud non material (rohaniah)

misalkan tarian, hajatan, mantra-mantra, dan lain sebagainya.

Tradisi yang tumbuh dan berkembang dari masarakat tidak lepas dari nilai-

nilai yang telah dibangunnya sendiri. Nilai-nilai tradisi tersebut berpengaruh bagi

kehidupan masyarakat, kerena nilai-nilai tradisi itu merupakan konsep yang hidup

di dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa

yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat

berfungsi sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan.

c. Tahapan Perkembangan Budaya. Menurut pendapat Van Peurson yang

dikutip oleh Sujarwa (1998: 17), perkembangan budaya dapat dibagi atas tiga

tahap, yaitu:

1) Tahap mistis adalah tahap dimana manusia merasakan dirinya terkepung

oleh kekuaan-kekuatan gaib di sekitarnya, yaitu kekuatan dewa-dewa,

alam raya atau kekuasaan kesuburan. Kecenderungan bersifat mastis

seperti ini sering dijumpai di daerah-daerah modernitasnya rendah.

2) Tahap ontologis adalah tahap dimana manusia mulai menyusun suatu

ajaran atau teori mengenai dasar segala sesuatu (ontologi). Tahap ini

berkembang di daerah-daerah berkebudayaan kuno yang dipengaruhi

oleh filsafat dan ilmu.

3) Tahap fungsional yaitu sikap yang menandai manusia modern. Manusia

pada tahap ini berusaha mengadakan relasi-relasi baru.

Page 35: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

16

d. Unsur-Unsur Kebudayaan. Semua bentuk kebudayaan yang ada di dunia

ini memiliki kesamaan unsur yang bersifat universal. Sujarwa (1998: 11),

menyebutkan ada tujuh unsur-unsur budaya yang bersifat universal, yaitu:

1) Sistem religi dan upacara keagamaan

2) Sistem organisasi kemasyarakatan

3) Sistem pengetahuan

4) Bahasa

5) Kesenian

6) Sisten mata pencaharian hidup

7) Sistem teknologi dan peralatan

e. Hakekat Kebudayaan. Menurut Sutrisno (1989: 25-26), aspek-aspek

yang melingkupi esensi kebudayaan ada enam ciri yaitu:

1) Nilai. Eksistensi nilai harus selalu menyertai setiap kebudayaan dalam

pertumbuhan dan perkembangan.

2) Insaniyah. Kebudayaan adalah karya manusia sebagai hasil kecendikiaan

budi yang terbiasakan secara wajar.

3) Kontinyuitas. Kebudayaan secara berkelanjutan dicipakan manusia

dalam rangka mempengaruhi situasinya, dan tdak mengenal kata akhir.

4) Totalias. Kebudayaan adalah semua unit yang meliputi semua unsur

kebudayaan yang ada.

5) Tersusun dan Terukur. Berbagai benda alami dan kegiatan manusia

dalam suatu kebudayaan memiliki ketersusunan dan keteraturan.

6) Masyarakat. Kebudayaan terjadi dalam interaksi manusia dalam suatu

masyarakat.

2. Pelaksanaan Tradisi

a. Pengertian Tradisi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999:

1069), tradisi adalah “adat kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan oleh

masyarakat”. Kehidupan sosial penuh dengan berbagai masalah, bagaimana

behubungan dengan alam sekitar, bagaimana berhubungan secara serasi dengan

orang lain, serta bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan. Manusia terarah

mencoba setiap cara yang mungkin untuk menghadapi masalah semacam itu.

Page 36: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

17

Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah

kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang dalam adat istiada yang diwariskan

dengan tata cara tertentu yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan dan

dianggap tata cara tersebut merupakan cara yang paling baik dan benar.

b. Pengertian Religi. Kehidupan masyarakat Jawa pada dasarnya syarat

dengan nilai-nilai religi. Menurut Fowler (1995: 47), berpendapat bahwa:

Religi diartikan sebagai suatu kumpulan tradisi komulatif dimana semua

pengalaman religius dan masa lampau didapakan dan diendamkan kedalam

seluruh system berbentuk ekspresi tradisional yang bersifat kebudayaan dan

lembaga.

Sistem religi muncul dari sebuah emosi religi, yaitu getaran spiritual atau

batin manusia. Emosi ini akan mendorong semua tindakan budaya spiritual yang

kadang-kadang bersifat sakral. Emosi ini akan terkait dengan emosi keyakinan,

seperti kepercayaa kepada roh halus, roh leluhur, dewa dan sebagainya.

Disamping itu, emosi juga akan berhubungan dengan ritual religi yang

menyangkut tempat, waktu dan benda-benda tradisi. Unsur-unsur ritual antara lain

sesaji, doa-doa, mantra, nyanyian, laku, semedi dan sebagainya. Sistem religi akan

banyak menimbulkan kepercayaan-kepercayaan tehadap kekuaan gaib. Menurut

kepercayaan, alam gaib itu umunya didiami oleh banyak makhluk dan kekuatan

yang tidak dapat dikuasai manusia. Makin maju kebudayaan manusia maka makin

luas batas akal itu, tetapi dalam banyak kebudayaan batas-batas akal manusia

masih sama sempit, soal-soal hidup yang tidak dapat dipecahkan dengan akal,

dipecahkan hanya dengan ilmu gaib.

Page 37: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

18

3. Kepercayaan

a. Asal-usul Kepercayaan. Dyson dan Santoso yang dikutip oleh Sujarwa

(1998: 139), menyatakan asal-usul kepercayaan adalah “adanya kepercayan

manusia terhadap kekuatan yang dianggap lebih tinggi dari padanya. Oleh

karenanya, manusia melakukan berbagai hal untuk mencapai kesenangan hidup”.

Selanjutnya Sujarwa (1998: 139), menjelaskan teori mengenai asal-usul

kepercayaan:

1) Teori kasadaran jiwa. Teori ini beranggapan manusia mulai sadar akan

adanya jiwa (roh halus). Asalnya menganut animisme yang kemudian

berkembang menjadi monotheisme.

2) Teori batas. Dalam memahami kehidupan manusia mempunyai

keterbatasan dalam pemikiran, sehingga manusia percaya bahwa ada

kekuatan di luar manusia yang lebih besar.

3) Teori kritis. Dalam kehidupannya manusia mengalami masa kreitis,

misalkan sakit, takut, stres, dan sebagainya. Dan untuk mengatasi hal

tersebut diperlukan upacara khusus/ritus maka dilakukan berbagai

bentuk upacara.

4) Teori kekuatan luar biasa. Manusia merasakan kekuatan terhadap gejala

alam yang memiliki kemampuan luar biasa (the supranatural).

5) Teori sentiment kemasyarakatan. Adanya perasaan kemasyarakatan

dapat menimbulkan getaran jiwa dan emosi keagamaan, yang kemudian

diwujudkan dalam bentuk totem (benda atau hewan keramat).

6) Teori firman Tuhan. Teori ini didasarkan pada suatu keyakinan atau

kepercayaan terhadap Sang Pencipta alam semesta.

b. Sistem Kepercayaan. Keyakinan bahwa alam ada karena ada

penciptanya menumbuhkan berbagai sistem kepercayaan, yang menggunakan

berbagai sarana dan prasarana, misalkan waktu dilaksanakan upacara, tempat

upacara, dan orang-orang yang melakukan upacara. Sujarwa (1998: 141-142),

menjelaskan bahwa masing-masing kepercayaan memiliki sistem kepercayaan,

antara lain yaitu:

1) Fethisism, yaitu kepercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda

tertentu (sering disebut jimat).

Page 38: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

19

2) Animism, yaitu kepercayaan adanya berbagai macam roh yang

melingkupi sekeliling manusia.

3) Animatism, yaitu percaya bahwa benda dan tumbuhan sekitar manusia

itu memiliki jiwa dan bisa berfikir seperti manusia.

4) Prae-animism dan dinamism, yaitu kepercayaan pada kekuatan

gaib/sakti yang ada dalam segala hal yang luar biasa.

5) Totemism, yaitu bentuk kepercayaan yang dianut oleh kelompok

kekerabatan dan unilinear. Mereka percaya bahwa nenek moyangnya

saling behubungan kerabat. Totem adalah lambang dari sejenis binatang,

tumbuhan, gejala alam atau benda yang melambangkan nenek moyang

tersebut.

6) Polhytheism, yaitu kepercayaan pada suatu sistem yang luas dari dewa-

dewa.

7) Monothism, yaitu kepercayaan pada satu Tuhan.

8) Mistic, yaitu keercayaan pada satu dewa atau Tuhan yang dianggap

meliputi segala hal dalam alam (kesatuan dengan Tuhan).

Berdasarkan pemahaman Ketuhanan dan kepercayaan tersebut setiap

individu merasa pasti, bahwa tujuan hidupnya adalah uantuk kebahagiaan yang

sempurna tidak sekedar di dunia ini melainkan ada di dunia lain yang lebih abadi

yaitu di akherat (dunia setelah mati).

c. Benuk-bentuk Kepercayaan. Menurut Dhavamony (1995: 65), ada

beberapa bentuk kepercayaan sebagai berikut:

1) Animisme yaitu suatu sistem kepercayaan dimana manusia religius,

khususnya orang-orang primitif, membubuhi jiwa pada manusia dan

juga pada semua makhuk hidup dan benda mati.

2) Pra-Animisme atau Animatisme yaitu suatu daya atau kekuatan

supernatural ada dalam pribadi tertentu, binatang dan objek tak berjiwa

lainnya.

3) Totemism yaitu fenomena yang memunjuk kepada hubungan

organisasional khusus antar suatu suku bangsa atau kian dan suatu

spesies tertentu dalam wilayah binatang atau tumbuhan.

4) Dinamisme yaitu pemujaan atau penghormatan terhadap barang-barang

kuno khususnya buatan manusia seperti keris, tombak, lambang-

lambang.

d. Fungsi Upacara. Berkaian dengan fungsi upacara, Mulder (1983: 63-64)

berpedapat bahwa upacara mempunyai lima fungsi, yaitu:

Page 39: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

20

1) Sebagai sarana sosialisasi.

2) Untuk tinggal dekat dengan para Dewa, walaupun kehadiran itu tidak

dapat dilihat dengan mata dan ditangkap dengan panca indra manusia.

3) Untuk mengokohkan rencana alam raya semula dan diharapkan akan

mempartisipasikan hidup seluruh umat manusia dalam tata keselamatan.

4) Melindungi individu dari resa ragu dan bahaya dengan

mengantisipasikan dan mengatasi secara simbolik.

5) Untuk memperlihatkan keinginan agar selamat dengan melestarikan

keseimbangan yang tak tergoncangkan ataupun untuk memulihkannya

kembali andai kata terganggu dan untuk mempertahankan tata tertib juga

mencegah bahaya.

Upacara dalam arti keagamaan adalah tindakan-tindakan tertentu yang

bertujuan sebagai ungkapan atas kewajibannya sebagai manusia untuk merayakan

peristiwa-peristiwa penting untuk selalu mengingat kejadian-kejadian dalam

hidupnya sebagai wujud rasa syukur atas apa yang diperoleh. Bentuk upacara

yang bertalian dengan adat atau kehidupan beragama, mencerminkan sistem

kepercayaan alam pikiran serta pandangan hidup masyarakat. Cara melakukannya

dengan sikap yang sungguh-sungguh dan hati-hati, kelalaian dalam upacara

dianggap dapat mengakibatkan hal-hal yang buruk atau malapetaka.

4. Nilai

a. Pengertian Nilai. Pengertian nilai menurut Danadjaja sebagaimana

dikutip Ndraha (1997: 18) adalah “pengertian-pengertian (conception) yang

dihayati seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa

yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar”.

b. Fungsi Nilai dalam Tradisi. Sistem nilai merupakan tingkat yang paling

tinggi dan paling abstrak dalam adat istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai

dalam budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam

alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang

Page 40: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

21

mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat

berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada

kehidupan para warga masyarakat tadi.

Walaupun nilai-nilai berfungasi sebagai pedoman hidup manusia dalam

masyarakat, tetapi sebagai konsep, suatu nilai budaya itu bersifat sangat umum,

mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara

rasional dan nyata. Namun, justru karena sifatnya umum, luas, dan tidak kongkret

itu, maka nilai-nilai tradisi dalam suatu nilai kebudayaan berada dalam daerah

emosional dari alam para individu yang menjadi warga dari kebudayaan yang

bersangkutan.

Berkaitan dengan fungsi nilai dalam tradisi, Koentjaraningrat (1979: 190)

berpendapat bahwa:

Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun sederhana, ada

sejumlah nilai budaya yang satu dengan yang lain berkaitan hingga

merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-

konsep ideal dalam kebudayaan memberi pandangan yang kuat terhadap

arah kehidupan warga masyarakat.

Dengan demikian, maka nilai dalam sebuah sistem tradisi berfungsi sebagai

sebuah pedoman orientasi bagi segala tindakan manusia dalam hidupnya. Suatu

sistem nilai dalam tradisi merupakan sistem tata tindakan yang lebih tinggi dari

pada sitem-sistem tata tindakan yang lain, seperti sistem norma hukum, hukum

adat, aturan adat, aturan etika, aturan moral, aturan sopan santun, dan sebagainya.

Nilai-nilai sosial pada suatu tradisi adalah bahwa tradisi akan mendatangkan suatu

pengaruh kuat yang berkenaan dengan kehidupan sosial yang meliputi norma-

norma, tata tindakan, peradatan, serta pedoman hidup warga masyarakat. Nilai-

Page 41: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

22

nilai religi dalam tradisi adalah geteran spiritual atau batin manusia yang akan

mendorong semua tindakan budaya spiritual yang kadang-kadang bersifat sakral

yang terkait dengan sistem keyakinan, seperti kepercayaan kepada roh halus, roh

leluhur, dewa dan sebagainya.

5. Aspek Pendidikan Sebuah Tradisi

a. Pengertian Pendidikan. UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 definisi

pendidikan ternaktub dalam pasal 1 dan 2 yakni: Pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara (pasal 1). Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berasaskan

Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berakar pada

nlai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan

perubahan zaman (pasal 2).

Berdasarkan rumusan tersebut maka yang dimaksud dengan pendidikan

yang dihubungkan dengan kebudayaan atau tradisi, adalah semua kegiatan

masyarakat yang hidup dalam sistem sosial yang dapat membentuk pola prilaku

manusia, misalnya norma-norma yang dihormati, adanya hukum dan aturan-

aturan yang khas yang mengatur seluruh pola tingkah laku dalam masyarakat,

adanya suatu perasaan sebagai identitas yang mengikat semua warga untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan serta pengendalian diri.

Page 42: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

23

b. Cangkupan Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan

sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan

pendidikan dibagi menjadi tiga jalur yang terdiri dari pendidika formal, non

formal, dan informal.

Jenjang pendidikan formal adalah UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 13

ayat (1) terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan

tinggi. Untuk jenjang pendidikan non formal, pasal 26 ayat (3) UU Sisdiknas

No.20 tahun 2003 meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan usia dini,

pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan

keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan

serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta

didik. Sedangkan untuk pendidikan informal, menurut UU Sisdiknas No.20 tahun

2003 pasal 27 ayat (1) adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan

lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Selanjutmya mengenai

jenis pendidikan, dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 15, jenis

pendidikan mencangkup umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan

dan khusus.

Sedangkan dalam aspek ini aspek kultural edukatif dalam sebuah tradisi

termasuk kedalam jenjang pendidikan non formal yaitu pendidikan lain yang

ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dan masuk ke dalam

jenis pendidikan khusus yaitu pendidikan budaya.

Page 43: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

24

c. Aspek Pendidikan dalam Tradisi. Sistem nilai budaya merupakan tingkat

paling tinggi dan paling absrak dari adat istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai-

nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam

fikiran sebagian besar deri warga suatu masyarakat mengenai suatu yang mereka

anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup sehingga dapat berungsi

sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan warga

masyarakat tadi.

Walaupun nilai-nilai budaya dalam sebuah tradisi berfungsi sebagai

pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep nilai budaya itu

sangat umum. Namun karena sifatnya yang umum, luas, dan tidak kongkret itulah,

maka nilai-nilai budaya dalam suatu tradisi berada dalam daerah emosional dari

alam jiwa para individu yang menjadi warga dalam sistem sosial masyarakat.

Dalam sebuah tradisi terdapat beberapa instrumen yang dapat dikaji

mengenai aspek edukatifnya misalnya mengenai simbol, ritual, serta alat-alatnya.

Instrumen yang pertama adalan simbol yang dalam sebuah tradisi merupakan

suatu penafsiran yang digunakan manusia untuk mengungkap pemikirannya

tentang Tuhan, yang diambil dari kebiasaan hidup yang disadari seperti yang

diketahuinya dari dirinya dan dari orang lain yaitu emosi-emosi, perbuatan, dan

nilai-nilai manusia.

Dengan adanya instrumen peralatan dalam pelaksanaan upacara, dapat

diambil hikmah antara lain, untuk menanamkan suasana khusuk dalam ritual atau

prosesi ibadah, menambah keyakinan pada kita bahwasanya benda-benda adalah

sarana untuk mencapai tujuaan karena penyandaran tujuan adalah kepada Tuhan.

Page 44: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

25

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan berbagai kajian teoritis di atas maka dapat dirumuskan suatu

kerangka pemikiran sebagai berikut:

1. Masyarakat Jawa memiliki khasanah budaya yang merupakan warisan dari

nenek moyang. Budaya Jawa ini telah mengakar dengan kuat dalam kehidupan

sehingga sulit untuk dipisahkan atau dihapuskan. Budaya Jawa dengan nilai-

nilai budayanya merupakan pandangan hidup bagi masyarakat Jawa.

Pendangan hidup ini merupakan suatu abtraksi pengalaman hidup yang

dibentuk oleh suatu cara berfikir dan akhirnya menjadi pedoman yang dianut

oleh sebagian besar masyarakat.

2. Budaya masyarakat Jawa sampai saat ini tidak lepas dari unsur kepercayaan

masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa percaya terhadap kekuatan alam lainnya,

di luar kekuatan manusia. Tradisi bersih Desa (Ceprotan) dimaksudkan agar

manusia mendapatkan berkah atau kemuliaan hidup serta keselamatan dalam

hidupnya. Kebiasaan masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten

Pacitan dalam melaksanakan warisan leluhur melahirkan suatu tradisi yang

masih hidup sampai saat ini.

Page 45: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini adalah di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten

Pacitan. Waktu penelitian yaitu bulan September 2007 sampai Oktober 2008.

Adapun tahap-tahap perincian kegiatan pokok yang dilakukan adalah

sebagaimana tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perincian Kegiatan Pokok Penelitian

Bulan Pelaksanaan Kegiatan

September

2007

Oktober

2007

November

2007

Oktober

2008 No Nama Kegiatan

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1

2

3

4

5

Persiapan dan pra

survey

Penyusunan dan

pengembangan

pedoman pengumpulan

data

Pegumpulan data,

reduksi, refleksi dan

verifikasi

Analisis dan

interpretasi

Penulisan laporan akhir

X X X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

26

Page 46: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

27

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan

pendekatan kebudayaan (Etnografi) tetapi bersifat deskriptif analitik. Menurut

Moleong (1989:15), Etnografi adalah “usaha untuk menguraikan kebudayaan atau

aspek-aspek kebudayaan”. Sementara itu menurut Sutopo (1988:14-15), Etnografi

adalah:

Diskripsi analitik atau rekontruksi-rekontruksi pemandangan budaya dan

kelompok-kelompok secara utuh. Etnografi merupakan studi empiris dan

naturalistik. Bentuk penelitian ini, secara tradisional telah memusatkan pada

lokasi riset tunggal, dengan memusatkan diri pada pencatatan secara rinci

aspek-aspek suatu fenomena tunggal, yang bisa berupa sekelompok

manusia ataupun merupakan gerakan proses sosial. Riset etnografi bersifat

holistik, artinya riset ini tidak hanya mengarahkan pada salah satu atau

beberapa variabel tertentu yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu

studi. Bentuk holistik ini didasarkan pada pandangan bahwa budaya adalah

merupakan keseluruhan yang terdiri atas bagian yang tidak dapat dipisah-

pisahkan.

2. Strategi Penelitian

Strategi penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang. Menurut

Surakhmad (1985:143), “studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus

secara intensif dan mendetail. Subyek yang diselidiki terdiri dari satu unit (atau

satu kesatuan unit) yang dipandang sebagai kasus”. Adapun studi kasus dalam

penelitian ini adalah:

a. Pemahaman tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

b. Partisipasi dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

c. Tinjauan aspek pendidikan nilai atau moral pada tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

Page 47: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

28

C. Identifikasi Variabel

Variabel merupakan objek penelitian yang bervariasi dan menjadi titik

perhatian dari suatu penelitian. Menurut Hadi (1982: 224) bahwa “variabel adalah

gejala-gejala yang menunjukan variasi, baik dalam jenisnya, maupun dalam

tingkatannya”. Variabel tradisi Bersih Desa (Ceprotan) adalah sebagai berikut:

1. Pemahaman tentang tradisi Bersih Desa (Ceprotan), yaitu seberapa taraf

pengetahuan masyarakat mengenai tradisi Bersih Desa (Ceprotan). Adapun

indikatornya meliputi:

a. Pemahaman tentang latar belakang kegiatan tradisi Besih Desa (Ceprotan).

b. Pandangan masyarakat tentang tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

c. Pengalaman individu berkaitan dengan kegiatan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

2. Partisipasi dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan), yaitu intensitas

keterlibatan warga masyarakat dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan). Adapun indikatornya meliputi:

a. Partisipasi dalam mempersiapkan pelaksanaan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

b. Partisipasi dalam menyediakan keperluan untuk pelaksanaan tradisi Bersih

Desa (Ceprotan).

c. Partisipasi dalam menjaga ketertiban pada pelaksanaan upacara tradisi

Bersih Desa (Ceprotan).

d. Partisipasi dalam melestarikan dan mengembangkan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

Page 48: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

29

3. Tinjauan aspek pendidikan nilai yang ada pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan),

yaitu: tinjauan dari segi aspek pendidikan nilai budaya dan moral, dengan

indikator sebagai berikut:

a. Tinjauan aspek pendidikan nilai budaya tentang pelaksanaan tradisi Bersih

Desa (Ceprotan).

b. Tinjauan aspek pendidikan nilai moral yaitu pada masyarakat Desa Sekar

Kecamatan Donorojo Kebupaten Pacitan.

4. Dampak Pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) bagi masyarakat yaitu

pengaruh atau efek yang ditimbulkan dari adanya tradisi Bersih Desa

(Ceprotan) dengan indikator meliputi:

a. Dampak dalam bidang ekonomi dari pelaksanaan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

b. Dampak dalam bidang sosial budaya dari pelaksanaan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

c. Dampak dalam bidang religius dari pelaksanaan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

D. Sumber Data

Menurut Arikunto (1992: 102) sumber data dalam penelitian adalah “subyek

dari mana data diperoleh”. Menurut Lofland dan Lofland yang dikutip Moleong

(1989: 122), menyatakan “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah

kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen

dan lain-lain”. Selanjutnya diterangkan juga oleh Moleong (1989: 122) bahwa

Page 49: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

30

“kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan

sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau

melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto atau film”. Sumber data

tambahan, diantaranya adalah sumber tertulis, foto dan data statistik. Oleh karena

itu data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber,

yaitu:

1. Informan

Informan adalah orang yang memberikan tanggapan pada apa yang diminta

atau ditanyakan oleh seseorang peneliti. Dalam penelitian yang ditunjukkan

sebagai informan yang memberikan data-data yang diperlukan adalah dari Juru

Kunci Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

2. Tempat dan peristiwa

Tempat atau lokasi yaitu di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten

Pacitan, sedangkan peristiwa yang dimaksud adalah mengenai pelaksanaan

upacara tradisi Bersih Desa (Ceprotan ) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo

Kabupaten Pacitan.

3. Arsip maupun Dokumen

Arsip maupun dokumen yang digunakan berhubungan dengan berbagai

kegiatan yang terkait dengan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar

Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan. Arsip maupun dokumen ini digunakan

untuk mengungkap data yang berhubungan dengan berbagai kegiatan yang terkait

dengan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

Page 50: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

31

E. Sampling

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif sehingga cuplikan yang

digunakan bersifat purposive sampling. Menurut Hadi (1987: 82) bahwa:

“Pemilihan sekelompok subyek dalam purposive sampling, didasarkan atas ciri-

ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri

populasi yang sudah diketahui sebelumnya”.

Adapun yang menjadi kriteria dasar penelitian dengan menggunakan

purposive sampling ini, menurut Sutopo (1988: 22) terdiri dari tiga jenis, yaitu:

1. Internal sampling yaitu keputusan yang diambil, begitu peneliti memiliki

suatu pikiran umum tentang apa yang sedang dipelajari, dan berapa

jumlah dokumen serta macamnya yang akan direviu, dengan siapa akan

berbicara, dan kapan akan melakukan observasi.

2. Time sampling yaitu dimana peneliti menentukan kapan akan

mengunjungi tempat dan subyek tertentu untuk mendapatkan data yang

dianggap paling tepat.

3. Snowball sampling yaitu peneliti pertama-tama datang pada seseorang

yang menurut pengetahuanya dapat dipakai sebagai “key informant”,

tetapi setelah berbicara secara cukup, informant tersebut menunjukan

subyek lain yang dipandang mengetahui lebih banyak masalahnya

sehingga peneliti menunjuknya sebagai informant baru, dan demikian

pula seterusnya berganti informan berikutnya yang tahu lebih dalam pula,

sehingga data yang diperolehnya semakin banyak, lengkap dan

mendalam.

Jenis sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis internal

sampling, snowball sampling dan time sampling. Dalam penelitian ini internal

sampling digunakan untuk pertimbangan peneliti dalam memperoleh data, dan

time sampling digunakan karena tradisi Bersih Desa (Ceprotan) dilaksanakan

hanya setahun sekali, serta snowball sampling digunakan untuk memperoleh

informasi yang lebih lengkap tentang tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

Page 51: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

32

F. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan karakteristik yang diperlukan untuk keperluan penelitian ini

maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Wawancara mendalam

Berkaitan dengan wawancara mendalam Hamidi (2004: 72-73) menyatakan

bahwa:

Dalam hal ini seharusnya peneliti mempelajari teknik wawancara agar bisa

dilakukan wawancara secara mendalam. Teknik ini menuntut peneliti untuk

mampu bertanya sebanyak-banyaknya dengan perolehan jenis data tertentu

sehingga diperoleh data atau informasi yang rinci. Hubungan antara peneliti

dengan para responden atau informan harus bisa dibuat akrab, sehingga

subyek penelitian bersikap terbuka dalam menjawab setiap pertanyaan,

bertanya atau ngobrol santai dengan responden berbicara sesuai dengan

pengalaman, pengetahuan dan pandangan mereka. Peneliti harus tetap

mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan penting yang berkaitan dengan

diperolehnya informasi dalam menjawab permasalahan peneliti

(terstruktur), sehingga jawaban atau cerita para responden disadari atau

tidak nmenjawab bagian-bagian atau indikator-indikator permasalahan

penelitian atau struktur internal konsep yang hendak diteliti tepat sasaran.

Dalam penelitian ini melaksanakan teknik wawancara dengan mengajukan

pertanyaan untuk memperoleh informasi kepada Juru Kunci Desa Sekar

Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan dan masyarakat sekitar Desa Sekar

Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan. Teknik wawancara dalam penelitian ini

digunakan untuk mengungkap data mengenai pemahaman tentang tradisi Bersih

Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

2. Observasi Langsung

Berkaitan dengan observasi langsung Hamidi (2004: 74) mengemukakan

pendapat bahwa:

Observasi berarti peneliti melihat dia mendengarkan (termasuk

menggunakan tiga indra yang lain) apa yang dilakukan dan dikatakan atau

Page 52: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

33

diperbincangkan para responden dalam aktivitas kehidupan sehari-hari baik

sebelum, menjelang, ketika dan sesudahnya.

Teknik observasi langsung dalam penelitian ini digunakan untuk

mengungkap data mengenai rangkaian tata cara pelaksanaan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

3. Mencatat arsip maupun dokumen

Menurut Hamidi (2004: 72) “Teknik dokumentasi yang berupa informasi

yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari

perorangan”. Dalam penelitian ini teknik dokumentasi digunakan untuk mencatat

arsip maupun dokumen yang ada dan tersimpan di lokasi tempat pelaksanaan

tradisi Bersih Desa (Ceprotan) maupun pada Juru Kunci Desa Sekar Kecamatan

Donorojo Kabupaten Pacitan. Teknik mencatat arsip maupun dokumen ini

digunakan untuk mengungkap data mengenai tata cara pelaksanaan tradisi Bersih

Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

G. Validitas Data

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui validitas data

(kestabilan data), sebagaimana dikemukakan Hamidi (2004: 82-83), yaitu:

a. Teknik trianggulasi antar sumber data, antar teknik pengumpulan data

dan antar pengumpul data, yang dalam hal terakhir ini peneliti berupa

mendapatkan rekan atau pembantu dalam penggalian data dari warga di

lokasi yang mampu setelah diberi penjelasan.

b. Pengecekan kebenaran informasi kepada para informan yang telah ditulis

oleh peneliti dalam laporan penelitian (member check).

c. Akan mendiskusikan dan menyeminarkan dengan teman sejawat di

jurusan tempat peneliti belajar (peer debriefing), termasuk koreksi di

bawah para pembimbing.

d. Analisis kasus negatif, yakni kasus yang tidak sesuai dengan hasil

penelitian hingga waktu tertentu.

Page 53: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

34

e. Perpanjangan waktu penelitian cara ini akan ditempuh selain untuk

memperoleh bukti yang lebih lengkap juga untuk memeriksa konsistensi

tindakan para informan.

Penelitian ini menggunakan dua macam trianggulasi, yang pertama

trianggulasi sumber data yang berupa informasi dari tempat, peristiwa dan

dokumen serta arsip yang memuat catatan yang berkaitan dengan data yang

dimaksudkan. Kedua, trianggulasi teknik atau metode pengumpulan data yang

berasal dari hasil wawancara, observasi, dan dokumen. Penelitian ini juga

menggunakan teknik informasi riview bertujuan untuk menguji keabsahan data

dengan cara memberikan daftar laporan kepada informan untuk dilakukan

pengecekan keabsahan datanya.

H. Teknik Analisis Data

Menurut Hamidi (2004: 75) “Unit analisis adalah satuan yang diteliti yang

bisa berupa individu, kelompok, benda atau suatu latar peristiwa sosial seperti

misalnya aktivitas individu atau kelompok sebagai subjek penelitian”. Dalam

penelitian ini, mengingat data yang diperoleh merupakan data yang didapat

melalui pengamatan serta wawancara secara langsung, maka analisis data yang

peneliti gunakan adalah dengan model interaktif baik dalam pengumpulan data,

reduksi data, sampai pada penarikan kesimpulan. Adapun langkah-langkahnya

menurut Miles dan Huberman (1992: 15-19) adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan data di lokasi studi dengan

melakukan observasi, wawancara mendalam, dan mencatat dokumen dengan

menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan untuk

Page 54: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

35

Pengumpulan Data

Reduksi

data

Penyajian

data

Kesimpulan-kesimpulan:

Penarikan/verifikasi

menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data

berikutnya.

2. Reduksi data, yaitu sebagai proses seleksi, pemfokusan, pengabstrakan,

transformasi data kasar yang ada di lapangan langsung, dan diteruskan pada

waktu pengumpulan data, dengan demikian reduksi data dimulai sejak peneliti

mulai memfokuskan wilayah penelitian.

3. Sajian data, yaitu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan penelitian

dilakukan. Dalam pengujian data meliputi berbagai jenis matrik gambar,

jaringan kerja, keterkaitan kegiatan atau tabel.

4. Penarikan kesimpulan, yaitu dalam pengumpulan data, peneliti harus mengerti

dan tanggap terhadap sesuatu yang diteliti langsung di lapangan dengan

menyusun pola-pola pengarahan dan sebab akibat.

Menurut Miles dan Huberman (1992: 20), siklus analisis interaktif yang

ditetapkan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Skema Analisis Interaktif

Page 55: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

36

I. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan prosedur dengan langkah-langkah

sebagaimana dirumuskan oleh Moleong (1989: 92-103) sebagai berikut:

1. Tahap Pra Lapangan, yaitu merupakan tahap yang dilakukan mulai dari

pembuatan usulan penelitian sampai memperoleh izin penelitian.

2. Tahap Penelitian Lapangan. Pada tahap ini peneliti diharapkan mampu

memahami latar belakang masalah dengan persiapan dari yang mantap untuk

memasuki lapangan. Peneliti berusaha untuk menggali dan mengumpulkan

data-data untuk dibuat analisis data, yang selanjutnya data dikumpulkan dan

disusun.

3. Observasi. Dalam teknik pengumpulan data dengan cara observasi kegiatan

yang dilakukan adalah mengadakan pengamatan tentang pelaksanaan tradisi

Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten

Pacitan dan dampaknya bagi masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo

Kabupaten Pacitan.

4. Tahap Analisis Data. Setelah data yang terkumpul cukup selanjutnya

dianalisis untuk mengetahui permasalahan yang diteliti.

5. Analisis Dokumentasi. Dalam teknik pengumpulan data melalui dokumentasi

ini kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis dokumentasi yang terdapat

pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo

Kabupaten Pacitan.

Page 56: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis dan Keadaan Alam

Ditinjau dari letak secara geografis tradisi Bersih Desa (Ceprotan) terletak di

Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Digambarkan

sebagai berikut:

a. Sebelah barat : Desa Sukodono

b. Sebelah utara : Desa Donorojo

c. Sebelah timur : Desa Wareng Kecamatan Punung

d. Sebelah selatan : Desa Klepu

2. Keadaan Penduduk

Jumlah total penduduk Desa Sekar adalah 3065 jiwa, dengan komposisi

1382 jiwa penduduk laki-laki, dan 1683 penduduk perempuan. Berdasarkan

monografi yang tercatat dalam kantor kelurahan diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Jumlah penduduk menurut agama dan kepercayaan

1) Agama Islam : 3057 orang

2) Agama Kristen Katholik : 5 orang

3) Agama Kristen Protestan : 3 orang

4) Agama Budha : - orang

5) Agama Hindhu : - orang

37

Page 57: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

38

b. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

1) Petani : 1993 orang

2) Buruh tani : 144 orang

3) Pedagang : 83 orang

4) Sopir angkutan : 15 orang

5) Pegawai negeri : 41 orang

6) Pensiunan : 6 orang

7) lain-lain : 391 orang

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Di masyarakat sering terjadi ketegangan akibat adanya perbedaan pandangan

mengenai tradisi yang bekembang. Dalam tradisi yang bersifat lokal, masyarakat

mengikutsertakan unsur-unsur agama dan kepercayaan dengan tetap melakukan

perlakuan khusus dengan sesaji. Peranan tradisi adalah untuk selalu mengingatkan

manusia berkenaan dengan eksistensi dan hubunganya dengan lingkungan sekitar.

Dalam rangka mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat

sering mengadakan tradisi selamatan. Tradisi yang terjadi dari berbagai macam

bentuk sesaji disertai doa menjadi peristiwa lazim dilakukan masyarakat Desa.

Perlengkapan yang digunakan dalam setiap tradisi harus sejajar antara sarana yang

digunakan dengan yang disimbolkan.

Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) merupakan salah satu bagian kebudayaan

Indonesia yang eksistensinya telah tumbuh dan berkembang sesuai dengan

perkembangan zaman. Secara struktural, tradisi Bersih Desa (Ceprotan) dibangun

Page 58: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

39

oleh konfigurasi budaya ekspresif yang secara dominan mengandung nilai

solidaritas, filsafat, estetika, dan religius.

Kepercayaan terhadap roh ataupun keyakinan terhadap adanya kekuatan-

kekuatan gaib yang melingkupi kehidupan masyarakat desa sampai sekarang

masih terus berlangsung. Dalam mengatasi segala kemungkinan yang mengancam

segala keselamatan diadakanya selamatan yang ternyata sampai sekarang tidak

pernah ditinggalkan dalam tata cara kehidupan masyarakat desa. Tradisi Bersih

Desa di Sekitar diyakini sebagai tradisi yang mempunyai makna religi bagi

masyarakat setempat, dan tradisi tersebut diadakan setiap tahun sekali yang

bersifat turun temurun.

Hal ini juga nampak dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan) yang dapat

dimaknai sebagai wujud ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha

Esa, yang telah melimpahkan rejeki dan keselamatan kepada masyarakat Sekar

selama setahun dan berharap pula berkah dan pertolongan untuk tahun depan.

1. Sejarah Tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

Pada hakekatnya tradisi Bersih Desa (Ceprotan) merupakan perwujudan rasa

terimakasih masyarakat Sekar kepada Sing Mbau Rekso sumber air di Desa Sekar

yang telah memberikan keselamatan dan ketentraman hidup. Tradisi ini sampai

sekarang belum diketahui secara pasti kapan dimulainya. Ada suatu cerita rakyat

yang melatarbelakangi adanya tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di desa Sekar adalah

sebagai berikut.

Cerita ini bermula dari kerajaan Majapahit. Pada saat itu yang duduk sebagai

Raja adalah Prabu Brawijaya. Sang Prabu mempunyai seorang Permaisuri

Page 59: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

40

bernama Dewi Dwarawati dari Kerajaan Campa, dan seseorang selir atau garwo

paminggir yang kedua-duanya sama-sama mengandung. Pada suatu hari sang

permaisuri sedang beristirahat di Taman Sari dan duduk dibawah pohon Nagasari

dan ditemani oleh sang selir. Keduanya sangat akrab dan rukun, kebaikan dan

ketulusan sang selir ini telah menyentuh hati sang permaisuri dan tanpa disadari

sampai berjanji ntuk menjodohkan putra mereka.

Mendengar bicara sang permaisuri yang demikian itu, sang selir

menyutujuinya dan bersamaan itu pula terdengar suara menggelegar di langit yang

seolah-olah menjadi saksi penyaji tersebut.

Beberapa bulan kemudian sang permaisuri melahirkan seorang anak putri

yang cantik dan garwa selir melahirkn seorang anak laki-laki yang tampan dan

diberi nama Raden Gugur.

Keduanya dibesarkan bersama di Istana Kerajaan Majapahit. Setelah

dewasa, tiba saatnya permaisuri untuk menikahkan kedua putranya seperti yang

menjadi sumpahnya ketika mengandung. Permaisuri tidak berani melanggar

sumpah yang telah diucapkan, takut dengan kutukan dewata. Apalagi kedua

putranya saling mencintainya, namun Prabu Brawijaya tidak memperbolehkan

kedua putranya untuk melangsungkan pernikahan, karena mereka masih saudara

yang berasal dari satu darah keturunan.

Karena tidak mendapat restu dari orang tua, pada suatu malam kedua

putranya itu pergi meninggalkan Istana Kerajaan Majapahit, tanpa sepengetahuan

siapapun dan tanpa tujuan. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan seorang

kyai di Dusun Modjo, yang selanjutnya mereka berdua mengabdi kepadanya.

Page 60: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

41

Kemudian oleh Kyai Modjo keduanya dinikahkan dan semenjak itu Raden Gugur

memakai nama Raden Prawiroyuda. Kyai Modjo tidak mengetahui dan tidak

menduga bahwa kedua abdinya adalah putra mahkota Kerajaan Majapahit.

Mereka dianggap seperti anaknya sendiri atau seperti abdi lainnya. Mereka

bekerja menanam padi, palawija, menyiangi rumput, mencari kayu bakar dan lain

sebagainya. Sebaliknya Raden Prawiroyuda dan istrinya tidak menunjukkan sikap

bahwa mereka adalah putra Raja Majapahit.

Sepeninggal kedua putranya, Prabu Brawijaya pikirannya sangat gelisah,

karena kehilangan dua putra mahkotanya. Sang Prabu kemudian memerintahkan

para abdi kerajaan untuk mencari kedua putranya sampai ketemu. Beberapa waktu

kemudian datanglah utusan menghadap Sang Prabu bahwa kedua putranya telah

diketahui tempat tinggalnya. Kabar ini membuat hati gembira Sang Prabu. Setelah

mendengar berita gembira ini, Sang Prabu bersama pengawalnya menuju Dusun

Modjo untuk menjemput kedua putranya. Sesampainya di Dusun Modjo Sang

Prabu bertemu dengan Kyai Modjo dan segera menyampaikan maksud dan tujuan

kedatangannya.

Betapa terkejutnya hati Kyai Modjo bahwa kedua abdinya ternyata Putra

Mahkota Majapahit tidak lain yaitu Putra Sang Prabu Brawijaya. Barulah Kyai

Modjo sadar dan minta maaf kepada Sang Prabu. Sebaliknya Prabu Brawijaya

menyampaikan ucapan terima kasih karena selama ini Kyai Modjo telah merawat

dan mendidik kedua putranya.

Prabu Brawijaya menyuruh Kyai Modjo untuk memanggil kedua putranya

yang saat itu tengah berada di ladang. Raden Prawiroyuda sangat terkejut melihat

Page 61: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

42

kedatangan Kyai Modjo yang tiba-tiba memberikan sembah. Kyai Modjo

mengatakan kedatangannya dan menyampaikan pesan dari Prabu Brawijaya yang

ingin mengajaknya kembali ke Istana. Raden Prawiroyuda menyuruh Kyai Modjo

untuk pulang lebih dulu, nanti setelah pekerjaannya selesai barulah Raden

Prawiroyuda dan istrinya menyusul.

Sepeningggal Kyai Modjo, Raden Prawiroyuda dan intrinya tidak segera

pulang, melainkan pergi meninggalkan Dusun Modjo. Mereka merasa takut

bertemu dengan Sang Prabu sebagai ayah kandungnya dan tidak ingin kembali ke

Istana Kerajaan, karena tidak ingin menanggung malu.

Setelah ditunggu-tunggu kedua putranya tidak kunjung datang, Prabu

Brawijaya kembali memerintahkan Kyai Modjo dan kepada para abdinya untuk

mencari sampai ketemu. Dalam pencariannya Kyai Modjo bertemu dengan

Demang Prawiromantri bersama-sama menyusul Raden Prawiroyuda. Kemudian

Raden Prawiroyuda berpesan akan menemui Sang Prabu di kelak dikemudian

hari.

Demang Prawiromantri segera meminta diri menghadap Sang Raja. Prabu

Brawijaya menyambut gembira berita tersebut. Keesokan harinya Kyai Modjo,

Demang Prawiromantri, dan para abdi dalem sebagai pengawal Raja bersama-

sama menemui Raden Prawiroyuda. Namun apa yang terjadi tempat yang telah

dijanjikan keadaannya telah sepi karena Raden Prawiroyuda dan istrinya telah

pergi ke hutan. Prabu Brawijaya sangat kecewa dan pasrah kepada Sang pencipta.

Prabu Brawijaya akhirnya memutuskan untuk kembali ke Majapahit dan

memerintahkan Kyai Modjo agar melanjutkan pencarian ke hutan dan sungai

Page 62: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

43

seperti yang telah dijanjikan Raden Prawiroyuda. Di tempat tersebut oleh Raden

Prawiroyuda diberi nama Liroboyo yang artinya angelirake ubaya atau

mengingkari janji. Sampai saat ini tempat ini dikenal dengan nama Liroboyo.

Sepeninggal Prabu Brawijaya, Kyai Modjo berhasil menemukan Raden

Prawiroyuda yang telah menjadi Raja di daerah Ngretati. Kemudian setelah

menjadi Raja, Raden Prawiroyuda lebih dikenal dengan Gusti Kalak.

Berkat perjuangan yang telah dilakukan oleh Kyai Modjo maka Prabu

Brawijaya menghadiahkan harta benda dan seorang selir yang saat itu sedang

mengandung. Raja berpesan jika kelak lahir bayi laki-laki agar diberi nama Raden

Lembu Peteng dan apabila lahir perempuan terserah Kyai Modjo. Prabu

Brawijaya juga menitipkan perlengkapan raja dan sepucuk surat untuk

disampaikan kepada Raden Prawiroyuda.

Perlengkapan tersebut antara lain berupa sebuah kepek yang berisi jimat

yang terdiri dari bondong, kelat bahu, luluk atau kuluk matha, serat karo pakdo,

dan keris Kyai Jaruman. Jimat tersebut hanya dipakai pada saat berperang.

Disamping itu juga mengirimkan harta benda, perhiasan, dan hewan piaraan

seperti kerbau, sapi dan kuda.

Kemudian Kyai Modjo pergi ke Ngretati untuk menyerahkan pemberian

Prabu Brawijaya kepada Gusti Kalak. Semua barang kiriman diterima oleh Gusti

Kalak sesuai yang tercantum dalam isi surat, kecuali keris Kyai Djaruman yang

tidak ada.

Gusti Kalak segera mengutus Kyai Modjo untuk menanyakan ke Majapahit.

Sebenarnya keris tersebut telah disembunyikan oleh Kyai Modjo bermaksud

Page 63: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

44

untuk memilikinya. Sehingga setiap kali ditanyakan oleh Gusti Kalak, Kyai

Modjo selalu mengelak dengan alasan belum ada waktu pergi ke Majapahit.

Beberapa hari kemudian putri selir pemberian Prabu Brawijaya melahirkan

seorang anak laki-laki dan diberi nama Raden Lembu Peteng sesuai dengan

permintaan atau pesan Sang Prabu. Mendengar tentang kelahiran bayi tersebut,

Prabu Brawijaya sangat besar hatinya akan tetapi Raden Lembu Peteng tidak

berumur panjang. Meninggal sejak kecil dan dimakamkan di daerah Nglaren.

Makam tersebut sampai sekarang masih tetap dikeramatkan penduduk.

Gusti Kalak selalu memikirkan pusaka Kyai Djaruman yang akhirnya pada

suatu saat Gusti Kalak tahu bahwa pusaka tersebut disembunyikan Kyai Modjo.

Gusti Kalak menjadi murka dan ingin menangkap serta menghukumnya. Kyai

Modjo menyadari hal ini, sehingga ia berusaha bersembunyi bersama keluarganya

ke daerah Kulung.

Beberapa tahun kemudian Kerajaan Majapahit ditakhlukkan Kerajaan

Demak, dan Prabu Brawijaya meloloskan diri dan bertapa di sebuah gua di daerah

Kalak, akan tetapi Gusti Kalak tidak mengetahui Sang Prabu Brawijaya bertapa di

gua Kalak. Kerajaan Majapahit runtuh namun Kraton Ngretati tetap dikuasai Gusti

Kalak.

Pada saat kerajaan Demak berkuasa di daerah Tembayat terdapat seorang

penguasa yang bernama Kyai Ageng Tembayat yang telah beragama Islam. Sang

Kyai mendengar bahwa di tanah Modjo ada seorang putra Raja Majapahit menjadi

Raja di Kraton Ngretati yang masih menganut Agama Budha. Beliau bermaksud

Page 64: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

45

untuk mengislamkan Gusti Kalak. Kyai Tembayat pergi ke Ngretati dengan

mengajak putrinya yang cantik rupawan bernama mbak prawan.

Sesampainya di Kalak mbak prawan ikut derep atau menuai padi milik Gusti

Kalak. Sedangkan Kyai Tembayat hanya mengawasi putrinya dari kejauhan. Saat

matahari terasa panas Kyai Ageng Tembayat merasa haus dan ingin memetik

kelapa muda ( bahasa Jawa : degan ). Kemudian Kyai Ageng Tembayat

mendekati kelapa dan mulai memetik buahnya dengan cara mnggoncang-goncang

pohon kelapa tersebut. Akibatnya banyak buah kelapa yang berjatuhan. Kejadian

itu dilihat oleh Gusti Kalak yang saat itu sedang lewat.

Gusti Kalak merasa kagum terhadap kekuatan yang dimiliki Kyai Ageng

Tembayat. Gusti Kalak lalu menghampiri Kyai Ageng Tembayat, dan

menanyakan asal-usul serta tujuan datang ke Kalak. Kyai Ageng Tembayat

mengatakan kedatangannya adalah mengantar putrinya bekerja sebagai pemetik

padi.

Kyai Ageng Tembayat sangat kagum melihat kesaktian yang dimiliki oleh

Gusti Kalak. Setelah minta maaf Kyai Tembayat segera memanggil putrinya

dengan harapan Gusti Kalak dapat melihat kecantikannya. Kenyataannya memang

Gusti Kalak sangat terkesima melihat kecantikan Mbak Prawan, namun perasaan

tersebut terpendam dalam hati. Gusti Kalak meminta kepada Kyai Ageng

Tembayat untuk mengambil putrinya untuk dijadikan abdi di Keraton Ngretati.

Kyai Ageng Tembayat merasa gembira atas tawaran tersebut, karena maksud hati

yang sebenarnya akan segera terkabul.

Page 65: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

46

Kyai Ageng Tembayat mengijinkan dan memberi nasehat kepada putrinya,

Kyai Ageng Tembayat segera memohon pamit kepada Gusti Kalak untuk kembali

ke Tembayat.

Mbak Prawan kemudian menjadi abdi di Ngretati melayani Gusti Kalak.

Perasaan cinta Gusti Kalak terhadap Mbak Prawan semakin besar tidak dapat

dibendungnya lagi. Akhirnya Gusti Kalak menyatakan keinginannya untuk

memperistri, dan Mbak Prawan menerimanya dengan syarat perkawinannya harus

menggunakan tata cara Islam. Gusti Kalak pun menyanggupi persyaratan yang

diajukan oleh Mbak Prawan, kemudian Mbak Prawan dan Gusti Kalak berangkat

ke Tembayat, dan Gusti Kalak memutuskan diri untuk menganut agama Islam.

Perkawinan Gusti Kalak dan Mbak Prawan melahirkan seorang putra laki-

laki yang gagah dan tampan yang diberi nama Kyai Godek.

Sejak kecil Kyai Godek sudah diajari ilmu agama Islam dan setelah besar

ditugasi untuk membuka hutan dan mengembangkan agama Islam. Kyai Godeg

mulai membuka hutan untuk dijadikan sebuah padepokan. Ditengah-tengah hutan

ini Kyai Godeg bertemu dengan seorang putri yang bernama Dewi Sekartadji

yang sedang berkelana mencari kekasihnya yaitu Raden Kertapati atau Panji

Asmarabangun. Dewi Sekartadji ditemani saudara laki-lakinya yang bernama

Sukamandi. Kyai Godeg sangat terkejut dan heran atas kedatangan Dewi

Sekartadji di tengah hutan itu. Sang Dewi segera menghampiri Kyai Godeg

mengutarakan maksudnya. Karena berjalan berhari-hari merasa haus, ia minta

tolong Kyai Godeg untuk dicarikan air untuk minum. Padahal di tengah hutan

tersebut tidak ada sumber air. Kyai Godeg menjawab, jangankan untuk minum,

Page 66: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

47

untuk berwudlupun tidak ada. Kyai Godeg akan berusaha mencarinya, dan Dewi

Sekartadji dipersilakan untuk menunggunya.

Kemudian Kyai Godeg bersemedi di depan sebuah Teleng (bagian tanah

yang air atau pasir laut yang lembab dan diduga rembesan atau saluran air

dibawah tanah). Dengan kekuatan ilmu yang dimiliki dalam sekejab Kyai Godeg

menghilang dan kembali dengan membawa kelapa muda. Kyai Godeg segera

mengupas dan menghaturkan kepada Sang Dewi Sekartadji. Air kelapa muda

tersebut segera diminum dan sisanya oleh Sang Dewi Sekartadji ditumbahkan ke

tanah kemudian terjadilah suatu keajaiban, bahwa tanah bekas tumpahan air

kelapa tersebut berubah menjadi sebuah mata air.

Kyai Godeg merasa kagum menyaksikan kesaktian Dewi Sekartadji.

Selanjutnya Dewi Sekartadji menyampaikan pesan sebagai wasiat kepada Kyai

Godeg untuk memberi nama daerah tersebut dengan nama “Sekar”.

Selesai berkata demikian Dewi Sekartadji segera mohon diri untuk

melanjutkan pengembaraannya Kyai Godeg sangat berterima kasih serta berjanji

untuk melaksanakan semua wasiat Dewi Sekartadji.

Sepeninggal Dewi Sekartadji, Kyai Godeg melanjutkan usahanya membuka

hutan, dan selama membuka hutan Kyai Godeg selalu menggunakan sumber air

tersebut. Di dekat sumber air ini oleh Kyai Godeg diletakkan bongkahan batu

yang digunakan untuk sholat. Bongkahan batu ini sampai kini masih ada dan

sumber air maupun bongkahan batu masih tetap dikeramatkan oleh masyarakat

setempat.

Page 67: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

48

Selesai membuka hutan, Kyai Godeg mulai mendirikan padepokan sajak

saat itu mulailah berdatangan orang–orang untuk mengabdi menjadi murid atau

cantrik Kyai Godeg. Untuk menjadi murid ada beberapa persyaratan yang harus

dipatuhi atau dibawa sebagai berikut: Beras, ketan, cengkih, ayam putih mulus,

mori (kain berwarna putih), menyan dan kembang setaman. Persyaratan yang

dimaksud Kyai Godeg tersebut bukan arti yang sebenarnya namun simbolis. Beras

artinya biar aber (hilang) maksudnya berguru tidak boleh angkara murka, segala

sifat yang tidak baik harus dihilangkan. Ketan artinya keketan ana tandinge,

maksudnya harus memiliki keteguhan iman sudah tidak memikirkan hal – hal

yang lain. Ayam putih mulus artinya berpikiran bersih dan suci. Cengkir artinya

kencenge pikir maksudnya bertekad bulat. Mori artinya ngemori maksudnya ilmu

yang utama hendaknya dapat menyatu dengan dirinya. Menyan artinya nyanding,

maksudnya hendaknya dapat mendekatkan diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Kembang setaman artinya ngembangke maksudnya dapat mengembangkan

perbuatan yang baik.

Dalam waktu yang singkat daerah yang semula hutan belantara dan sepi

berubah menjadi padukuhan yang ramai. Padukuhan kemudian oleh Kyai Godeg

dinamakan dusun Sekar sesuai dengan wasiat Dewi sekartadji.

Kyai Godeg wafat dalam usia lajut. Sebelum meninggal berwasiat kepada

anak cucu beserta para muridnya agar tetap melaksanakan upacara peringatan

pada setiap bulan sela (longkang) pada hari Selasa Kliwon atau Minggu Kliwon

dengan sebutan Upacara Ceprotan. Kyai Godeg dimakamkan di Dusun Sekar yang

sampai sekarang masih dikeramatkan oleh masyarakat sekar.

Page 68: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

49

Cerita rakyat tersebut merupakan dasar bagi masyarakat Sekar sampai

sekarang masih mempercayai kekuatan roh yang mendiami sumber Sekar.

Kekuatan roh tersebut dianggap mampu menentukan keselamatan dan

kesengsaraan hidup mereka. Agar tidak mengganggu kehidupannya, maka harus

dihormati atau diperlakukan secara khusus, salah satu bentuk masyarakat dalam

menghormati dengan cara melaksanakan bersih desa. Dalam upacara tersebut

mengandung harapan agar kekuatan roh itu mau memberi keselamatan dan

ketentraman masyarakat setempat.

Kepercayaan terhadap adanya kekuatan roh tersebut termasuk kepercayaan

animisme yaitu bentuk religi masyarakat yang berdasar anggapan bahwa alam

sekeliling tempat tinggal manusia didiami oleh berbagai arwah atau roh yang

dapat mendatangkan kesengsaraan maupun ketentraman kehidupan masyarakat.

2. Tujuan Tradisi

Adapun tujuan dari tradisi Bersih Desa (Ceprotan) pada hakikatnya

merupakan perwujudan ucapan terima kasih yaitu untuk mengucap syukur atas

berkat dan kelimpahan pada tahun yang lalu, dan permohonan berkat dan

pertolongan Tuhan Yang Maha Esa pada tahun yang akan datang, serta sebagai

sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga. Masyarakat Sekar akan merasa

lega dan puas apabila telah melaksanakan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ini

karena mereka telah melaksanakan amanat dari leluhurnya.

Page 69: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

50

3. Waktu dan Tempat Tradisi

Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) dilaksanakan setahun sekali pada bulan selo

atau Dulkhangidah. Berdasarkan keyakinan / kepercayaan bulan itu adalah

keramat, sehingga banyak dijumpai di masyarakat melaksanakan kegiatan-

kegiatan ritual.

Pelaksanaan tradisi diusahakan jatuh pada hari Senin Kliwon, apabila tidak

ada hari itu, dialihkan pada hari Minggu Kliwon, karena masyarakat kuat

keyakinannya dalam perhitungan hari, hal ini termasuk perhitungan hari untuk

hajat perkawinan / pernikahan, mendirikan rumah dan hari – hari untuk keperluan

lainnya.

Pusat tempat tradisi di rumah Kepala Desa yang berada di Dusun Krajan Lor

yang tidak jauh dari sumber sekar. Di halaman rumah Kepala Desa. Di halaman

itu dibuat panggung dengan latar belakang lukisan sejarah asal mula terjadinya

Desa Sekar. Panggung itu pada saat tradisi berlangsung untuk tempat para tamu

dari tingkat Kecamatan, Kabupaten maupun para Wisatawan. Dan pada malam

harinya digunakan tempat pementasan pertunjukan kesenian dan wayang kulit.

Di rumah sebelah Kepala Desa disediakan ruangan khusus untuk meletakkan

sesaji dan untuk mengumpulkan kelengkapan lainnya yang berasal dari setiap

rumah. Semua sesaji itu sebagai sarana untuk melakukan persembahan kepada

yang mbahu rekso sumber sekar. Ruangan sesaji hanya orang–orang tertentu yang

diperbolehkan masuk.

Page 70: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

51

4. Persiapan Pelaksanaan dan Perlengkapan Tradisi

Sebagai tahap persiapan diawali dengan pembentukan panitia kerja yang

terdiri dari pamong desa dan masyarakat setempat, yang dilaksanakan dua minggu

sebelumnya. Sehari sebelum pelaksanaan bersih desa segenap warga Dusun

Krajan Lor dan Krajan Kidul kerja bakti membersihkan lingkungan sumber,

lingkungan dusun, jalan–jalan dusun, pembenahan pagar, kebersihan pekarangan,

pembuatan panggung, pemasangan umbul–umbul dan menghias arena tradisi

Bersih Desa (Ceprotan).

Tiga hari sebelumnya pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) warga

Dusun Krajan Lor dan Krajan Kidul mulai memetik buah kelapa muda (Bahasa

Jawa “degan”) yang masih cengkir rata–rata baru berumur 3 bulan. Syaratnya

setiap orang rata–rata mengumpulkan lima belas sampai dua puluh lima buah

kemudian dikupas dan dibiarkan lunak (Bahasa Jawa “gembut”) setelah tiga hari

kemudian, perlengkapan tradisi dibedakan menjadi dua jenis yaitu sesaji dan

perlengkapan yang berupa peralatan pendukung.

Perlengkapan sesaji adalah perlengkapan pokok yang paling utama dalam

tradisi Bersih Desa (Ceprotan), orang–orang yang bertugas mencari barang-barang

sesaji harus orang yang dianggap bersih lahir dan batinnya, yang terlepas dari

keinginan–keinginan atau pikiran–pikiran negatif. Orang tersebut adalah Juru

Kunci Desa Sekar.

Sebelum sesaji dipersembahkan di ruang sesaji terlebih dulu bahan–bahan

tersebut dimasak dan dibentuk sesuai dengan nama–nama sesaji yang diperlukan,

seperti ayam panggang, jadah, tompak, salak, tumpeng, sayur menir daun kelor,

Page 71: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

52

buah asam, kacang panjang, cambah, pecel dari daun turi, daun pakisan, daun

betis, lembayung, udang, kepiting dan benceng, rengginan yang berwarna merah

putih, sebangsa tales, pisang raja rebus, uler–uler dari tepung beras berwarna

merah, putih, kuning, nasi giling kecil–kecil, panjang ilang yang berisi

kelapamuda hijau, empon–empon yang terdiri dari lengkuas, kunyit, jahe, kencur,

temu lawak, benang telon merah, putih dan hitam, wayang kulit dengan tokoh

Harjuna dan Dewi Sembara, bantal putih, kembang telon, kemenyan dan minyak

wangi.

Perlengkapan tradisi yang berupa sarana dari penduduk antara lain teningan

dan tampah untuk meletakkan sesaji, anglo untuk membakar kemenyan, jalen

tempat panggang dari bambo, ceting, gamelan, keranjang tempat buah kelapa.

Umbul – umbul, alat penerangan dan perlengkapan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

5. Prosesi Tradisi

a. Tahap Pendahuluan

Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) diawali upacara selamatan mulai pagi hingga

siang hari. Khusus masyarakat Krajan Lor dan Dusun Krajan Kidul datang

ketempat tradisi sesaji dengan membawa seekor ayam potong yang masih mentah,

nasi giling, krupuk, rengginan, jadah untuk dijadikan ambengan sebagai sesaji

upacara selamatan.

Ayam potong yang masih mentah tersebut dikumpulkan dan dimasak

bersama–sama dirumah tempat sesaji oleh kaum laki – laki dari Krajan Lor dan

Krajan Kidul.

Page 72: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

53

Sebelum upacara selamatan dimulai, terlebih dahulu juru kunci mengadakan

sesaji disumber sekar. Sarana sesaji berupa Panjang Ilang yang berisi Gantal

(terdiri dari daun sirih yang digulung diikat dengan benang putih, kapur sirih

gambir dan tembakau), kembang telon, kemenyan, buah kelapa muda hijau.

Panjang Ilang digantungkan pada pohon beringin yang ada disumber sekar.

Disaat sesaji juru kunci memohon ketentraman dan keselamatan hidup

bersama warganya terhadap sing mbahu rekso sumber sekar. Upacara selamatan

dipimpin juru kunci dengan mengucapkan mantra–mantra. Disela–sela

mengucapkan mantra–mantra warga masyarakat menyaut dengan ucapan inggih

(ya) dan selama upacara berlangsung dalam suasana hening dan hikmat. Selesai

mengucapkan mantra–mantra dilanjutkan pembacaan doa secara Islam. Kemudian

setelah selesai ambengan dibawa pulang kerumah masing–masing.

b. Tahap Puncak

Puncak tradisi Bersih Desa di Desa Sekar adalah tradisi “Ceprotan” yang

dilaksanakan setelah tradisi selamatan selesai. Adapun Pelaksanaannya dimulai

pada saat matahari mulai terbenam atau menjelang waktu maghrib. Namun

sebelumnya ditampilkan atraksi–atraksi kesenian dalam bentuk tari–tarian ataupun

atraksi kesenian lainnya sebagai acara pertunjukkan (hiburan) para pengunjung.

Pada saat pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) peserta mengenakan

pakaian adat Jawa dan upacara tersebut dihadiri oleh pejabat Pemerintah Daerah

Kabupaten Pacitan, Muspika Kecamatan Donorojo, Kepala Desa sewilayah

Kecamatan Donorojo. Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) telah diangkat sebagai aset

Page 73: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

54

wisata budaya daerah, maka dalam penyelenggaraannya menjadi tanggung jawab

Dinas Pariwisata Kabupaten Pacitan.

Acara Tradisi Ceprotan dimulai setelah acara sambutan – sambutan baik

tingkat Desa, tingkat Kecamatan, tingkat Kabupaten telah selesai.

Para peserta tradisi Ceprotan memasuki arena Ceprotan diiringi gending

Dandang Gula, dengan peserta para pemuda atau orang yang telah dewasa. Peserta

dibagi dua kelompok terdiri kurang lebih lima puluh orang dan mengenakan

seragam yang berlainan. Setiap peserta membawa sebuah keranjang yang berisi

buah kelapa muda rata–rata berisi lima belas sampai dua puluh lima buah.

Setelah peserta menceprot (melempar) mereka bersiap ditempat masing–

masing, sesaji diarak dari tempat sesaji menuju ke arena Ceprotan, masuknya iring

–iringan sesaji diiringi gendhing Ladrang wilujeng.

Adapun urutan pengiring sesaji tersebut adalah sebagai berikut: Barisan

paling depan adalah juru kunci dengan membawa Panjang Ilang yang berisi buah

kelapa hijau muda diapit oleh kepala Desa Sekar dan istrinya. Dibelakangnya

adalah dua orang Manggoloyudo dengan membawa Lenongan yang berisi ayam

panggang, tumpeng, jadah, kembang telon, dan sesaji lainnya. Ayam panggang

inilah yang nantinya akan diperebutkan oleh peserta Ceprotan. Urutan berikutnya

adalah sepuluh orang dayang–dayang menggunakan busana kembar dan masing–

masing membawa cething yang berisi buah–buahan seperti: pisang, nanas, apel,

salak, anggur, dan semangka. Barisan dibelakangnya adalah dua puluh prajurit

yang mengenakan pakaian Kejawen. Dan barisan paling belakang adalah sesepuh

desa dari sepuluh dusun. Seiring dengan tenggelamnya matahari sang juru kunci

Page 74: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

55

mulai memimpin persembahan kepada kekuatan gaib yaitu sing mbahu rekso

sumber sekar sambil mengucapkan mantra-mantra di atas asap dupa. Setelah

pembacaan mantra dan doa juru kunci dan para pengirim sesaji meninggalkan

arena, tiba–tiba terjadi teriakan–teriakan para peserta Ceprotan. Secara tidak

diduga dua orang dari peserta Ceprotan melompat ketengah arena dan berlari

untuk mengambil ayam panggang. Tetapi sebelum keduanya berhasil meraih

panggang ayam tersebut, para peserta lainnya menyerang dengan lemparan.

Lemparan buah–buah kelapa dari dua arah sehingga kedua orang tersebut menjadi

kerepotan. Namun kedua orang tersebut berhasil membawa lari panggang ayam

tersebut, sehingga panggang ayam tersebut menjadi hak miliknya.

Kemudian kedua kelompok peserta Ceprotan tersebut saling menyerang

sampai persediaan buah kelapanya habis. Suatu keajaiban bahwa para peserta

Ceprotan walaupun terkena lemparan buah kelapa tidak merasa sakit dan orang

yang melompat akan mengambil panggang tidak ditunjuk sebelumnya melainkan

keinginan secra tiba–tiba oleh kekuatan gaib.

Setelah persediaan buah kelapa habis, para peserta berhamburan lari

ketengah arena dan saling berpelukan meluapkan kegembiraannya serta tidak ada

rasa dendam. Setelah Ceprotan selesai, Panitia menutup tradisi Bersih Desa

(Ceprotan) dengan mengucapkan hamdalah secara bersama–sama.

c. Acara Penutup

Sebagai akhir dari acara dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ini adalah

acara tasyakuran dan malam hiburan, yang diselenggarakan malam hari setelah

pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) selesai. Masyarakat Desa Sekar

Page 75: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

56

terutama kaum lelaki berkumpul di Pendopo Kelurahan mengikuti acara

tasyakuran dengan makan bersama–sama. Makanan yang dihidangkan merupakan

bagian dari ambengan upacara selamatan, yang sengaja disiapkan untuk acara

syukuran. Acara syukuran sebagai ungkapan rasa terima kasih terhadap Tuhan

yang Maha Esa yang telah memberikan berkah dan keselamatan.

6. Fungsi dan makna tradisi Bersih Desa (Ceprotan) Bagi Masyarakat

Pendukungnya

a. Fungsi tradisi

Seperti telah diuraikan di atas bahwa tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ini

merupakan suatu tradisi yang selalu dilaksanakan oleh masyarakat Sekar setiap

tahun sekali. Hal ini menandakan bahwa tradisi ini masih befungsi bagi

masyarakat pendukungnya. Disamping itu juga terdapat makna-makna simbolik

yang sangat berarti bagi mereka, terutama di dalam sesaji-sesaji tradisi. Di dalam

macam-macam sesaji itu terdapat pesan-pesan yang terselubung dan perlu

pemahaman tersendiri sehingga orang bisa mengetahui makna apa saja yang

terkandung dalam sesaji tersebut.

Menurut pendapat Budhi Santoso dalam dinas P dan K Propinsi Jawa tengah

(2005:24) fungsi upacara tradisional yang ada pada masyarakat pendukungnya

mengandung 4 fungsi yaitu (1) norma sosial, (2) pengendali sosial, (3) media

sosial dan (4) pengelompokan sosial. Yang dimaksud dengan norma sosial, yaitu

bahwa di dalam upacara tradisional terdapat simbol-simbol yang bermakna positif

dan mengandung nilai-nilai atau norma-norma sosial. Nilai-nilai atau norma-

norma sosial yang terdapat dalam tradisi tersebut mencerminkan asumsi apa yang

Page 76: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

57

baik dan apa yang tidak baik, sehingga nilai-nilai atau norma-norma ini dapat

dipakai sebagai pengendali sosial.

Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) dilihat dari fungsi norma sosial dan

pengendalian sosial seperti halnya dengan upacara-upacara tradisional lainnya,

biasanya di dalam terdapat sesaji dan perlengkapan lainnya yang merupakan

simbol atau lambang-lambang yang bermakna positif. Simbol atau lambang ini

mengandung norma atau aturan-aturan yang mencerminkan nilai atau asumsi apa

yang baik dan tidak baik, sehingga dapat dipakai sebagai pengendali sosial dan

pedoman berperilaku bagi masyarakat pendukungnya.

Selain dapat berfungsi sebagai pengatur perilaku antar individu dan

masyarakat, berfungsi pula sebagai penata hubungan manusia dengan alam

lingkungan, terutama pada Tuhan Yang Maha Esa. Yang dimaksud dengan media

sosial yaitu bahwa tradisi pada umumnya dipakai sebagai obyek sikap emosional

yang menghubungkan masa lampau dan masa sekarang. Kemudian tradisi

berfungsi sebagai media sosial juga dapat dipakai sebagai alat atau sarana

mengutarakan pikiran, emosional, kepentingan dan kebutuhan yang menjadi hajat

hidup orang banyak (masyarakat). Di samping itu dapat pula dipakai sebagai alat

bagi pendukung tradisi melakukan hubungan sosial atau kontak sosial diantara

masyarakat, ternyata hal ini sesuai pula pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

Dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan) disamping sebagai obyek sikap emosional

yang menghubungkan masa lampau dengan masa sekarang, hal ini nampak pada

saat mereka membakar kemenyan dalam pelaksanaan tradisi tersebut. Kemudian

dapat pula dipakai untuk mengutarakan pikiran, pesan, kebutuhan dan

Page 77: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

58

kepentingan yang menjadi hajat hidup orang banyak. Selain itu dalam upacara ini

juga dapat dipakai untuk hubungan sosial/kontak sosial diantara sesama warga

ataupun masyarakat lain yang mendukung upacara tersebut, misalnya dalam

persiapan, pelaksanaan, setelah pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) dan

lain sebagainya.

Sedang yang dimaksudkan dengan pengelompokan sosial yaitu bahwa

kegiatan tradisi ini dapat dipakai sebagai sarana yang efektif bagi pendukungnya

untuk berinteraksi dan berkomunikasi sehingga menimbulkan kesatuan, solidaritas

dan kesetiakawanan sosial. Di dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ini berfungsi

pula sebagai pengelompokan sosial artinya bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam

tradisi Bersih Desa (Ceprotan) tersebut dapat mengikat seseorang ke dalam

kelompok sosial yang bersangkutan. Keterikatan masyarakat terhadap tradisi

Bersih Desa (Ceprotan) ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang

menghadiri pelaksanaan upacara dari awal sampai akhir yaitu saat persiapan,

pelaksanaan, setelah pelaksanaan dan lain sebagainya.

Selain empat hal tersebut, tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ini juga berfungsi

untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan warga masyarakat yang bersifat

sosial. Berfungsi untuk kepentingan pribadi artinya bahwa ada sebagian

masyarakat Desa Sekar yang sudah mengawali pelaksanaan upacara. Hal ini

dilakukan karena permohonan berkat dan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa

pada tahun yang akan datang, berhasil dalam pekerjaan dan lain sebagainya telah

mereka raih. Sedangkan fungsi untuk kepentingan masyarakat, memang pada

dasarnya upacara ini diperlukan oleh warga masyarakat yaitu untuk kepentingan

Page 78: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

59

seluruh warga masyarakat. Mereka bersama-sama secara gotong royong

melaksanakan tradisi tersebut untuk kepentingan bersama, untuk keberhasilan dan

kemakmuran seluruh warga masyarakat.

b. Makna Tradisi

Di dalam tradisi yang masih sangat tradisional biasanya terdapat bentuk-

bentuk tradisi yang di dalamnya mengandung petunjuk-petunjuk yang

penyampaiannya melalui lambang-lambang atau simbol-simbol dengan makna

tersendiri. Simbol atau lambang yang dinyatakan dalam tradisi mengandung

makna yang terselubung seperti perilaku seseorang, yang diungkapkan melalui

isyarat-isyarat tertentu dan belum banyak diketahui selain masyarakat

pendukungnya. Untuk itu maka dalam kajian ini akan dilakukan penjelasan dari

makna simbolik yang ada dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan). Artinya dengan

lambang-lambang yang diberi arti secara sistematis, manusia saling

menyampaikan perasaan dan bisa mengerti maksud yang sebenarnya serta

menjadi pengalaman. Menurut Santoso dalam Dinas P dan K Propinsi Jateng

(2005: 28) dengan lambang-lambang yang mempunyai arti dalam pergaulan sosial

pada suatu lingkungan sosial tertentu, maka manusia dapat memperbanyak

pengalaman, pengetahuan dan mengembangkan gagasan baru sehingga terwujud

kebudayaan. Dengan perantaraan lambang-lambang pula, manusia dapat

menyampaikan atau menyebarluaskan kebudayaan yang merupakan keseluruhan

pengetahuan, kepercayaan, hukum, moral dan adat istiadat dalam lingkup

masyarakat tertentu.

Page 79: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

60

Lambang-lambang dan makna simbolik dalam tradisi yang masih sangat

tradisional, biasanya terdapat dalam sesaji-sesaji yang ada dalam penyelenggaraan

tradisi yang masih sangat tradisional. Demikian pula dalam pelaksanaan tradisi

Bersih Desa (Ceprotan).

Setiap tradisi ritual di daerah, biasanya tidak pernah meninggalkan sesaji

yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam setiap upacara.

Sesaji yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan dan maksud dilaksanakan

dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan), antara lain yaitu: satu ekor Ayam Panggang

Cangakan, Satu Ekor Ayam panggang biasa, jadah yang terbuat dari Beras Ketan,

Rengginan, Salak dan Pisang Raja, Sayur Tumpang dan Sayur Asem, Udang,

Kepiting, dan ikan Kutuk, Uwi, Gembili, Mbothe, serta buah pisang raja Kukus,

Untir – untir, Nasi Golong 4 buah, Benang Lawe dibentuk kitiran, Empon–empon

yang terdiri dari Lengkuas Kunyit, kencur dan Temulawak. Rokok klobot yang

diikat benang berwarna merah dan putih. Panjang Ilang dua buah yang berisi

kelapa muda warna hijau, wayang kulit tokoh Arjuna dan Sembadra, kembang

setaman 10 bokor, air kendi, minyak wangi dan kemenyan.

Pada dasarnya fungsi dan makna sesaji-sesaji ini adalah sebagai ucapan

terima kasih atas terkabulnya permohonan-permohonan masyarakat melalui tradisi

bersih desa ini.

C. Temuan Studi yang Dihubungkan Kajian Teori

Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo

Kabupaten Pacitan Jawa Timur yang dilaksanakan setiap tahun sekali, yaitu pada

Page 80: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

61

hari senin kliwon atau minggu kliwon pada bulan dhulkaidah dalam kalender

Jawa. Ritual (prosesi), dan peralatan yang digunakan sebagai sebuah pengertian

filosofis yang berguna sebagai pemaknaan hakikat hidup bagi manusia dalam

berhubungan dengan alam, sesama manusia, dan hubungannya dengan Tuhan

Yang Maha Esa.

1. Pemahaman warga masyarakat Sekar dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

Pemahaman warga masyarakat terhadap tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

tersebut relatif normal, dengan adanya kesadaran yang tinggi dari keyakinan

mereka semua atau pemahaman masyarakat. Tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

seolah-olah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dan menurut warga

masyarakat Sekar banyak sekali berkah dan manfaatnya bagi perubahan hidup

masyarakat juga merupakan sarana untuk memohon hajad (keinginan) agar Tuhan

Yang Maha Esa melimpahkan rejeki dan keselamatan kepada masyarakat dan

berharap pula berkah serta pertolongan-Nya.

Menurut Bapak Makno S.Pd (wawancara tanggal 17 November 2007)

selaku Kepala BPD Desa Sekar “pemahaman masyarakat terhadap tradisi Bersih

Desa (Ceprotan), merupakan pelestarian tadisi adat sebagai aset wisata budaya

daerah Kabupaten Pacitan”.

Menurut Bapak Sugiyono (wawancara tanggal 18 November 2007) Kepala

Dusun Krajan Lor “tradisi Bersih Desa (Ceprotan) merupakan warisan tradisi

nenek moyang yang harus dilaksanakan setiap setahun sekali”.

Page 81: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

62

2. Partisipasi warga masyarakat dalam pelaksanaan tradisi bersih desa (Ceprotan)

Masyarakat (warga) setempat juga ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan

tradisi Bersih Desa (Ceprotan), antara lain :

a. Partisipasi dalam mempersiapkan pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

b. Partisipasi dalam menyediakan keperluan pelaksanaan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

c. Partisipasi dalam menjaga ketertiban pada pelaksanaan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

d. Partisipasi dalam melestarikan dan mengembangkan tradisi Bersih Desa

(Ceprotan).

Persiapan satu minggu sebelum tradisi Bersih Desa (Ceprotan), masyarakat

Desa Sekar melakukan kegiatan membersihkan rumah dan lingkungan tempat

dilaksanakannya tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

Dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ini selain melibatkan aparat

keamanan, untuk menjaga keamanan dan ketertiban pada saat pelaksanaan tradisi

Bersih Desa (Ceprotan), masyarakat secara bersama-sama menjaga ketertiban

untuk kelancaran pelaksanaan tradisi.

Dalam menyelenggarakan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) secara teknis

melibatkan beberapa orang antara lain:

a. Juru kunci yaitu orang yang memimpin tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

b. Pemuda masyarakat Desa Sekar sebagai pelempar bluluk.

c. Polisi dan Hansip yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban pada saat

tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

Page 82: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

63

3. Tinjauan aspek pendidikan nilai yang ada pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

Budaya merupakan nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi manusia dalam

kehidupan masyarakat, maka dari itu manusia perlu memilih, mengkaji, dan

memperdalam budaya lewat suatu pendidikan. Dalam hal ini masyarakat Desa

Sekar yang merayakan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ingin mengetahui lebih

dalam mengenai tradisi Bersih Desa (Ceprotan). Selain ingin mengetahui

pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan), masyarakat juga ingin mengetahui

nilai moral yang terkandung dalam diri masyarakat Sekar.

Dalam hal ini aspek pendidikan moral (nilai) dari pelaksanaan tradisi Bersih

Desa (Ceprotan) adalah mengenai upacara ritual yang dilaksanakan oleh

masyarakat Sekar. Dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ini masyarakat biasanya

memanjatkan doa secara bersama-sama, hal ini bisa dijadikan suatu pelajaran bagi

pelaksanaan hari raya ini. Dengan adanya kebersamaan ini tidak memandang

status sosial, karena dihadapan Tuhan semua manusia adalah sama. Nilai-nilai

sosial pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan) adalah bahwa perayaan tradisi tersebut

akan mendatangkan suatu pengaruh kuat yang berkenaan dengan kehidupan sosial

masyarakat. Nilai-nilai religius pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan) adalah untuk

lebih meningkatkan kepercayaan pada Tuhan YME dan pengucapan syukur

kepada Tuhan YME karena telah diberi berkah serta pertolongan dimasa sekarang

dan masa yang akan datang.

Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali di

Desa Sekar mempunyai dampak tersendiri bagi masyarakat. Adapun dampak yang

Page 83: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

64

berkaitan dengan upacara tradisi bersih desa (Ceprotan) tersebut diantaranya

adalah sebagai berikut :

a. Dampak dalam bidang ekonomi

Masyarakat Sekar melakukan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) bertujuan salah

satunya yaitu untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah

diberi berkah dan pertolongan selama satu tahun dan mengharap ditahun yang

akan datang menjadi lebih baik.

b. Dampak dalam bidang sosial budaya

Adanya kebersamaan dalam memberikan simpatinya dalam

menyelenggarakan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ini dapat mempersatukan

kelompok-kelompok dalam ikatan yang paling erat untuk hidup bersama dalam

kerukunan. Semua ini merupakan gambaran pola hidup gotong royong yang

sangat kental bagi masyarakat Indonesia.

c. Dampak dalam bidang religius

Menurut Menurut Bapak Iman Tukidjo (wawancara tanggal 17 November

2008) selaku Kepala Desa Sekar “pemahaman masyarakat terhadap tradisi Bersih

Desa (Ceprotan), merupakan ajaran turun temurun dari para leluhur dalam rangka

mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Esa, dan mereka percaya bahwa dengan

melakukan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) maka Tuhan akan menambah rezeki

untuk mereka”.

Menurut bapak Paidjo (wawancara tanggal 19 November 2008) “Sejarah

munculnya tradisi Bersih Desa yang harus dilaksanakan secara turun temurun.

Page 84: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

65

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setiap kebudayaan memiliki tradisi sendiri-sendiri dalam mengungkapkan

rasa syukurnya dan memohonkan pengharapan kepada Yang Maha Kuasa. Daerah

pantai dan daerah pegunungan memiliki cara sendiri-sendiri dalam

mengungkapkan eksistensinya. Akan tetapi di atas semua itu ada hal yang bisa

dikatakan memiliki persamaan yaitu sistem simbol yang selalu ada di dalam setiap

upacara yang dilaksanakan. Setelah melihat pembahasan dalam bab-bab di atas,

maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah :

1. Tradisi bersih Desa (Ceprotan) berfungsi sebagai pengatur perilaku antar

individu dan masyarakat. Berfungsi pula sebagai penata hubungan manusia

dengan alam lingkungan, terutama pada yang Maha Tinggi. Tradisi bersih

Desa (Ceprotan) berfungsi sebagai media sosial yang dapat digunakan sebagai

alat atau sarana mengutarakan pikiran, emosional, kepentingan dan kebutuhan

yang menjadi hajat hidup orang banyak.

2. Partisipasi dalam pelaksanaan Tradisi bersih Desa (Ceprotan), yaitu intensitas

keterlibatan warga masyarakat dalam pelaksanaan tradisi bersih Desa

(Ceprotan) dari sebelum pelaksanaan tradisi, prosesi tradisi, hingga akhir

tradisi serta dapat melestarikan dan mengembangkan tradisi bersih Desa

(Ceprotan).

65

Page 85: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

66

3. Aspek pendidikan moral (nilai) dari pelaksanaan tradisi bersih Desa

(Ceprotan). Adalah mengenai ritual yang dilaksanakan. Ritual dalam

pelaksanaan tradisi bersih Desa (Ceprotan) ini adalah pada saat melafalkan

doa-doa yang dilakukan secara individu dan bersama-sama. Hal yang dapat

dijadikan pelajaran dari pelaksanaan upacara ini adalah adanya kebersamaan

tanpa memandang status sosial setiap individu, karena dihadapan Tuhan YME

semua manusia sama. Suatu sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman

tertinggi bagi kelakuan manusia. Sebuah sistem budaya tidak pernah berhenti.

Sistem budaya juga mengalami perubahan dan perkembangan, baik karena

dorongan dalam maupun dorongan luar. Interaksi antara komponen-komponen

budaya dapat melahirkan bentuk-bentuk simbol baru.

B. Implikasi

Tradisi bersih Desa (Ceprotan) merupakan kepercayaan warga masyarakat

Sekar yang dilaksanakan setiap tahun. tradisi Bersih Desa (Ceprotan). Tradisi

Bersih Desa (Ceprotan) merupakan peninggalan budaya para leluhur masyarakat

Sekar. Warga masyarakat Sekar melaksanakan tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

dengan maksud, untuk mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

telah diberi berkat dan kelimpahan pada tahun yang lalu, dan permohonan berkat

dan pertolongan Tuhan pada tahun yang akan datang.

Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo

Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur mempunyai dampak positif dan dampak

Page 86: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

67

negatif bagi warga masyarakat. Dampak positifnya adalah untuk memetri adat

kebiasaan orang-orang tua yang sudah turun-temurun sebagai ucapan terima

kasih, atas karunia-Nya sehingga pada tahun yang akan datang lebih baik daripada

tahun ini. Dampak negatifnya apabila dijumpai masyarakat yang kurang

memahami adanya pelaksanaan tradisi bersih Desa (Ceprotan) dikhawatirkan

warga masyarakat mencampuradukkan agama dengan adat, sehingga keyakinan

masyarakat terhadap agama akan pudar. Untuk itu dalam rangka menghindari

pengaruh negatif. Warga masyarakat perlu membentengi diri dengan keimanan

yang kuat serta mengembangkan kemampuan wawasan beragama, sehingga

diperoleh hasil yang baik dalam pemaknaan sebuah ritual ataupun tradisi

keagamaan.

Implikasi nilai pendidikan adalah dengan pelaksanaan tradisi bersih Desa

(Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Jabupaten Pacitan Propinsi Jawa

Timur diharapkan agar warga masyarakat Sekar lebih kritis dalam memahami

tradisi Bersih Desa (Ceprotan) sehingga bisa menjadi suatu aset budaya yang

dapat dilestarikan untuk memperkaya budaya bangsa Indonesia. Untuk

melestarikan budaya hendaknya warga masyarakat Sekar kaum tua

mensosialisasikannya kepada generasi muda yang merupakan generasi penerus,

pergantian generasi nilai-nilai dasar yang menjiwai dan mengatur kehidupan

berbangsa sebagai nilai vital yang harus dijunjung tinggi oleh seluruh warga

masyarakat.

Page 87: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

68

C. Saran-saran

1. Prosesi pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan), hendaknya tetap

dilestarikan untuk memperkaya budaya nasional.

2. Pemerintah daerah bersama warga masyarakat diharapkan terus melestarikan

kebiasaan orang-orang tua yang sudah turun-temurun sebagai sarana yang

efektif bagi pendukungnya untuk berinteraksi dan berkomunikasi sehingga

menimbulkan kesatuan.

3. Pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan), bukan dilaksanakan guna

menyekutukan Tuhan, melainkan sebagai sarana untuk mensyukuri nikmat

pemberian Tuhan. Oleh karena itu warga masyarakat Sekar khususnya

diharapkan mampu mengambil nilai-nilai positif yang terdapat dalam tradisi

Bersih Desa (Ceprotan) tersebut.

4. Kewajiban bagi setiap generasi adalah untuk mempersiapkan generasi penerus

lebih berkualitas, dan pada saatnya nanti generasi penerus benar-benar siap

mengambil alih dan meneruskan tugas serta peranan generasi sebelumnya dan

dengan demikian terjalinlah kelangsungan hidup dan eksistensi bangsa dari

masa ke masa.

5. Saran kepada peneliti lain yang hendak meneliti obyek yang sama yaitu tradisi

Bersih Desa (Ceprotan), supaya mengambil tema yang lain agar lebih inovatif

sekaligus menambah khasanah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat.

Page 88: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

69

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Dhavamony, Mariasusai. 1995. Fenomelogi Agama. Yogyakarta: Kanisius.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakata:

Gadjah Mada University Pers.

Fowler, James W. 1995. Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan. Yogyakarta:

Kanisius.

Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMMP Press.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta: Yayasan

Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Hadi, Sutrisno. 1987. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta: Yayasan

Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Kamadi. 1995. Upacara Bersih Desa di Donorojo (Kajaian Sosiologis

Anropologis). (Skripsi Sarjana S1). Madiun: IKIP PGRI.

Koentjaraningrat. 1979. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Koenjarningrat. 1983. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:

Djambatan.

Marimba, Ahmad. D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al

Ma`arif

Miles, B. Mathew, dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif

Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UIP.

Moleong, Lexy, J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Karya.

Mulder, Niels. 1983. Jawa – Thailand Beberapa Perbandingan Sosial Budaya.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ndraha, Taliziduhu. 1997. Budaya Organisasi. Jakarta: Rineka cipta.

R.I. 2003. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Bandung: Citra Umbara.

69

Page 89: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

70

Sujarwa, 1998. Manusia dan Fenomena Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumaryono. 2003. Upacara Bersih Desa di Desa Sekar Kecamatan Donorojo

Kabupaten Pacitan Berdasarkan Tinjauan Sosiologis Antropologis.

(Skripsi Sarjana S1). Pacitan: Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu

Pendidikan PGRI.

Surakhmad, Winarno. 1985. Penelitian Ilmiah Dasar Metoda dan Teknik.

Bandung: Tarsito.

Sutrisno, Slamet. 1989. Sedikit Tentang Strategi Kebudayaan Nasional Indonesia.

Yogyakarta: Liberty.

Sutopo, Heribertus. 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif. Surakarta: Pusat

Penelitian Universitas Sebelas Maret.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud

RI. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi kedua. Jakarta: Balai

Pustaka.

Page 90: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

71

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Jl. A. Yani Tromol Pos I – Pabelan, Kartasura Telp. (0271) 717417

Fax : 715 448 Surakarta 57102

Nomor : 342/FKIP/A6-II/II/2008 Surakarta, 25 Februari 2008

Lamp : -

Hal : Permohonan Menjadi Konsultan

Kepada : Yth. Dra. Sundari, SH. MH.

Dosen FKIP UMS

Di Surakarta

Assalamu’alaikum Wr. WB.

Dengan ini Pimpinan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitan

Muhammadiyah Surakarta, setelah mempelajari usul permohonan JUDUL

SKRIPSI yang diajukan oleh :

Nama : Tri Utomo

NIM : A 220 040 006

NIRM :-

Jurusan : Pendidikan Kewarganegaraan

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Judul Skripsi : ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM ELAKSAANAAN

TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) STUDI KASUS DI DESA SEKAR

KECAMATAN DONOROJO KABUPATEN PACITAN TAHUN 2008.

Memandang perlu untuk menerima usul tersebut dengan maksud bahwa

dalam rangka penyusunan , kami mohon dengan hormat Bapak/Ibu menjadi

konsultan dengan catatan judul tersebut dapat direvisi.

Atas ketersediaannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Drs. H. Maryadi, M. A

NIP. 131 602 728

Page 91: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

72

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Jl. A. Yani Tromol Pos I – Pabelan, Kartasura Telp. (0271) 717417

Fax : 715 448 Surakarta 57102

Nomor : 342/FKIP/A6-II/II/2008 Surakarta, 25 Februari 2008

Lamp : -

Hal : Permohonan Menjadi Konsultan

Kepada : Yth. Dra. Sri Arfiahi, SH. M. Pd.

Dosen FKIP UMS

Di Surakarta

Assalamu’alaikum Wr. WB.

Dengan ini Pimpinan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitan

Muhammadiyah Surakarta, setelah mempelajari usul permohonan JUDUL

SKRIPSI yang diajukan oleh :

Nama : Tri Utomo

NIM : A 220 040 006

NIRM :-

Jurusan : Pendidikan Kewarganegaraan

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Judul Skripsi : ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM ELAKSAANAAN

TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) STUDI KASUS DI DESA SEKAR

KECAMATAN DONOROJO KABUPATEN PACITAN TAHUN 2008.

Memandang perlu untuk menerima usul tersebut dengan maksud bahwa

dalam rangka penyusunan , kami mohon dengan hormat Bapak/Ibu menjadi

konsultan dengan catatan judul tersebut dapat direvisi.

Atas ketersediaannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Page 92: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

73

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PACITAN

KECAMATAN DONOROJO

DESA SEKAR

SURAT KETERANGAN

N o : 4 6 0 / 2 8 / 4 0 8 . 6 1 1 0 / 2 0 0 8

Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala Desa Sekar, Kecamatan

Donorojo, Kabupaten Pacitan, menerangkan bahwa

Nama : TRI UTOMO

NIM : A.220040006

Jurusan : PKn

Fakultas : FKIP

Universitas : Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)

Benar-benar telah mengadakan penelitian di Desa Sekar, dalam rangka

penyusunan skripsi yang berjudul "Aspek Pendidikan Nilai Dalam Pelaksanaan

Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo

Kabupaten Pacitan Tahun 2008".

Demikian Surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Page 93: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

74

FOTO PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN)

Gambar 1

Sambutan Kapala desa Sekar dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Gambar 2

Tari-tarian sebagai Fungsi Hiburan

Page 94: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

75

Gambar 3

Tempat Sesaji dan Juru Kunci Tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

Gambar 4

Buah Kelapa Muda yang Digunakan Untuk Melempar

Dalam Tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

Page 95: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

76

Gambar 5

Para Pemuda Desa Sekar yang Saling Melempar Buah Kelapa Muda

Dalam Tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

Gambar 6

Para Pedagang, Penonton dan Sesepuh Desa Sekar Memasuki

Arena Upacara

Page 96: ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI …eprints.ums.ac.id/3500/1/A220040006.pdf2 PERSETUJUAN ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN

77

Gambar 7

Peneliti dan Kapala Desa Sekar Sebagai Key Informan