aspek ergonomi pada aktivitas penangkapan ikan … · 2.1.1 pengertian . e. rgonomi. ... menurut...
TRANSCRIPT
ASPEK ERGONOMI PADA AKTIVITAS
PENANGKAPAN IKAN TUNA
(Studi Kasus pada KM Satelit di Muara Baru Jakarta Utara)
MARIA PUTRI WIDHYASARI
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
MARIA PUTRI WIDHYASARI, C44061977. Aspek Ergonomi pada Aktivitas
Penangkapan Ikan Tuna (Studi Kasus pada KM Satelit di Muara Baru Jakarta
Utara). Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan VITA
RUMANTI KURNIAWATI.
Kenyamanan kerja anak buah kapal (ABK) dapat dipengaruhi oleh
ergonomi kapal. Saat ini, penelitian mengenai ergonomis kapal khususnya kapal
penangkap ikan belum pernah dilakukan sehingga sejauh mana kenyamanan kerja
ABK di atas kapal belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan aktivitas detail di atas kapal penangkap tuna, menganalisis
ergonomi kapal penangkap tuna dan mendapatkan informasi tentang kenyamanan
kerja ABK di atas kapal. Ini dapat memberikan rekomendasi bagi pihak terkait
untuk meningkatkan kenyamanan kerja di atas kapal penangkap tuna. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kerja dan aktivitas
(Job and Activity analysis). Pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara, pengukuran langsung dan dokumentasi pada objek yang diteliti. Data
yang diperoleh dari lapangan selanjutnya diolah dan dianalisis berdasarkan
metode deskriptif dengan analisis kerja dan aktivitas. Pengolahan data dilakukan
dengan tabulasi dan pembuatan gambar-gambar yang dibutuhkan untuk analisis
ergonomi. Aktivitas di atas kapal penangkap tuna dibagi menjadi beberapa
kegiatan yaitu persiapan, operasi yang meliputi setting, drifting dan hauling, pasca
operasi dan istirahat. Analisis aspek ergonomi pada aktivitas penangkapan tuna
ditekankan pada pengkajian desain kapal dan alat bantu yang disesuaikan dengan
aktivitas yang dilakukan di atas kapal. Berdasarkan hasil wawancara dan
pengamatan terhadap ABK, diketahui informasi tingkat kenyamanan. Seluruh
ABK sudah merasa nyaman karena mereka mengakui bahwa sudah merasa
terbiasa dengan kondisi tersebut. Hal ini dirasa karenakan ABK tidak memiliki
pilihan lain untuk mendapatkan kondisi yang lebih nyaman. Pemilik kapal juga
kurang memperhatikan prisip ergonomi dan keselamatan kerja ABK.
Kata kunci: ergonomi, kapal penangkap tuna, kenyamanan.
ASPEK ERGONOMI PADA AKTIVITAS
PENANGKAPAN IKAN TUNA
(Studi Kasus pada KM Satelit di Muara Baru Jakarta Utara)
MARIA PUTRI WIDHYASARI
C44061977
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjanan Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Aspek Ergonomi pada Aktivitas
Penangkapan Ikan Tuna (Studi Kasus pada KM Satelit di Muara Baru Jakarta
Utara) adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun
tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011
Maria Putri Widhyasari
©Hak cipta IPB Tahun 2011
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber:
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
Judul Skripsi : Aspek Ergonomi pada Aktivitas Penangkapan Ikan Tuna
(Studi Kasus pada KM Satelit di Muara Baru
Jakarta Utara)
Nama : Maria Putri Widhyasari
NRP : C44061977
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. Vita Rumanti K, S.Pi., M.T.
NIP : 19670215 199103 1 004 NIP : 19820911 200501 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.
NIP : 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus: 21 September 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan berjalan
sesuai dengan rencana. Skipsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan
gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih adalah
ergonomi kapal, dengan judul Aspek Ergonomi pada Aktivitas Penangkapan Ikan
Tuna (Studi Kasus pada KM Satelit di Muara Baru Jakarta Utara).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penyusunan skripsi ini. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih
kepada Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. dan Vita Rumanti Kurniawati,
S.Pi., M.T., selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan
masukan dalam penyusunan skripsi ini.
Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk membantu
perbaikan tulisan ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.
Bogor, September 2011
Maria Putri Widhyasari
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis disampaikan pada:
1) Bapak Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si. dan Ibu Vita Rumanti
Kurniawati, S.Pi., M.T. selaku komisi pembimbing;
2) Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. selaku ketua departemen PSP dan Bapak
Dr. Ir. Wazir Mawardi, M.Si. selaku pembimbing akademik;
3) Bapak Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si. yang mewakili komisi pendidikan
Departemen PSP;
4) Bapak Fis Purwangka, S.Pi., M.Si. selaku dosen penguji tamu;
5) Seluruh kru dan ABK KM Satelit, PT. Carli Wijaya Tuna;
6) Kedua orang tua Yohanes Teguh Widayanto dan Retnowati Budisari, adik
Kartika Widhyasari, nenek Nasmiyaningsih dan Rogier Dirk Janse atas
dukungan dan doanya dalam penyelesaian skripsi ini;
7) Teman- teman PSP 43; dan
8) Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1988.
Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Yohanes Teguh Widayanto dan Retnowati Budisari.
Penulis lulus dari SMA Pangudi Luhur II Servasius
Bekasi pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru di Program
Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah
Oseanografi Umum pada tahun ajaran 2009/2010, serta mata kuliah Navigasi
Kapal Perikanan pada tahun ajaran 2009/2010. Dalam rangka menyelesaikan
tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul
“Aspek Ergonomi pada Aktivitas Penangkapan Ikan Tuna (Studi Kasus pada KM
Satelit di Muara Baru Jakarta Utara)”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xiii
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………………. 2
1.3 Manfaat Penelitian …………………………………………………... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi …………………………………………………………….. 3
2.1.1 Pengertian ergonomi ………………………………………….. 3
2.1.2 Tujuan ergonomi ……………………………………………… 5
2.1.3 Ruang lingkup ergonomi …………………………………….. 6
2.1.4 Ergonomi partisipatori ………………………………………… 6
2.1.5 Aplikasi ergonomi …………………………………………….. 8
2.1.6 Pelatihan ergonomi …………………………………………… 10
2.2 Panduan Keselamatan (Safety Guide) ……………………………….. 13
2.3 Kapal Penangkap Tuna ……………………………………………….. 15
2.3.1 Deskripsi kapal penangkap tuna ………………………………. 15
2.3.2 Alat tangkap tuna longline …………………………………….. 17
2.3.3 Metode penangkapan tuna longline …………………………… 19
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ……………………………………….. 20
3.2 Peralatan Penelitian ………………………………………………….. 20
3.3 Metode Penelitian ……………………………………………………. 20
3.3.1 Jenis data ……………………………………………………… 20
3.3.2 Metode pengumpulan data …………………………………… 21
3.3.3 Metode pengolahan dan analisis data ……………………….. 22
3.4 Tahapan Penelitian …………………………………………………… 23
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Obyek Penelitian …………………………………… 24
4.1.1 Gambaran umum kapal penangkap tuna di PPSNZJ ………. 24
4.1.2 Kondisi umum KM Satelit ……………………………………. 27
4.2 Aktivitas di Atas Kapal Penangkap Tuna ……………………………. 29
4.2.1 Gambaran aktivitas di atas kapal ……………………………. 29
4.2.2 Persiapan ………………………………………………………. 30
4.2.3 Operasi penangkapan ikan tuna ……………………………… 31
4.2.4 Pasca operasi penangkapan ikan tuna ……………………….. 35
4.2.5 Istirahat ………………………………………………………… 35
4.3 Aspek Ergonomi pada Aktivitas Penangkapan Tuna ………………… 36
4.3.1 Ruang kemudi ………………………………………………… 36
4.3.2 Ruang istirahat ………………………………………………… 39
4.3.3 Ruang mesin …………………………………………………... 41
4.3.4 Area setting ……………………………………………………. 42
4.3.5 Area hauling …………………………………………………... 45
4.3.6 Area penanganan dan dapur …………………………………... 47
4.4 Kenyamanan Kerja ABK di Atas Kapal ……………………………... 48
4.4.1 Job Safety Analysis ……………………………………………. 48
4.4.2 Tingkat kenyamanan ABK ……………………………………. 50
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………… 52
5.2 Saran …………………………………………………………………. 52
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 53
LAMPIRAN …………………………………………………………………. 56
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Daftar narasumber utama …………………………………………………. 21
2 Metode pengumpulan data, sumber dan jenis data ……………………….. 22
3 Spesifikasi KM Satelit ……………………………………………………. 27
4 Bagian alat tangkap ……………………………………………………….. 28
5 Pembagian tugas di kapal penangkap tuna KM Satelit …………………… 30
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tahapan penelitian ………………………………………………………... 23
2 Peta tata letak ruang kemudi ……………………………………………… 37
3 Peta tata letak ruang istirahat ……………………………………………… 40
4 Peta tata letak ruang mesin ………………………………………………... 42
5 Peta tata letak area setting ………………………………………………… 43
6 Peta tata letak area hauling ……………………………………………….. 45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Produksi ikan di PPNZJ menurut jenis alat tangkap dominan tuna
longline ……………………………………………………………………. 56
2 General arrangement ……………………………………………………… 57
3 Pemetaan posisi alat tangkap di dek atas, alat bantu dan pembagian
area tampak atas (gambar non skala) ……………………………………... 58
4 Fasilitas pada ruang kemudi ………………………………………………. 59
5 Fasilitas pada ruang istirahat ……………………………………………… 60
6 Alat dan pemetaan posisi ruang mesin …………………………… 61
7 Fasilitas pada area setting …………………………………………………. 64
8 Fasilitas pada area hauling ………..………………………………………. 65
9 Fasilitas pada area penanganan dan dapur ………………………………... 66
10 Job Safety Analysis (JSA) …………………………………………………. 67
xiii
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kapal penangkap ikan adalah salah satu bagian dari unit penangkap ikan
selain nelayan dan alat penangkap ikan. Kapal penangkap ikan secara khusus
digunakan untuk menuju ke dan kembali dari fishing ground, melakukan operasi
alat penangkapan ikan dan juga menyimpan hasil tangkapan.
Operasi penangkapan ikan, terutama di laut, merupakan kegiatan yang
cukup berisiko karena keadaan di laut lepas tidak dapat diprediksi. Kegiatan
operasi penangkapan ikan bisa dilakukan di berbagai tipe perairan, mulai dari
perairan yang tenang sampai ke perairan yang memiliki gelombang besar seperti
di laut lepas (samudera), tergantung pada daerah penangkapan ikan dan sasaran
tangkapnya. Selain itu, kegiatan operasi penangkapan ikan juga sering
menimbulkan ketidaknyamanan akibat tata letak atau tempat yang tidak memiliki
sinkronisasi terhadap aktivitas yang dilakukan para anak buah kapal (ABK).
Ketidaknyamanan tersebut diperkirakan dapat mengakibatkan rendahnya kinerja
ABK.
Sebagian orang berpendapat bahwa kenyamanan kerja juga berpengaruh
pada keselamatan kerja. Oleh karena itu, kenyamanan kerja selayaknya menjadi
prioritas utama dalam rangka meningkatkan keselamatan kerja, khususnya pada
kapal penangkap ikan yang aktivitasnya berisiko tinggi.
Kenyamanan kerja ABK dapat dipengaruhi oleh kondisi ergonomi kapal.
Saat ini, penelitian mengenai ergonomi kapal khususnya kapal penangkap ikan
belum pernah dilakukan sehingga sejauh mana kenyamanan kerja ABK di atas
kapal belum diketahui.
Salah satu jenis kapal yang memiliki aktivitas yang terkonsentrasi di atas
dek adalah kapal penangkap tuna. Kapal tersebut memiliki waktu operasional
lama (2 – 7 bulan), ritme kerja cepat (terutama pada saat setting dan hauling),
area kerja terbatas (± 30% dari keseluruhan dek kapal) dan melibatkan mesin-
mesin yang berbahaya (seperti line hauler, line thrower dan branch line ace).
Sementara itu, ABK dituntut untuk memiliki produktivitas kerja yang tinggi.
Berdasarkan alasan tersebut, penulis bermaksud melakukan penelitian tentang
2
ergonomi kapal penangkap tuna berdasarkan aktivitas yang dilakukan di atas
kapal berikut peralatan yang digunakan. Harapannya, penelitian ini dapat
memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kenyamanan kerja di atas kapal.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1) Mendeskripsikan aktivitas ABK penangkap tuna; dan
2) Menganalisis aspek ergonomi pada aktivitas penangkapan tuna.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu bahan masukan bagi
pihak terkait seperti pemilik kapal sehubungan dengan peningkatan kenyamanan
dan keselamatan kerja di atas kapal penangkap tuna.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
2.1.1 Pengertian ergonomi
Ergonomi adalah ilmu interdisipliner yang mempelajari interaksi antara
manusia dan objek yang digunakan serta kondisi lingkungan. Ergonomi juga
mempelajari penyesuaian antara desain peralatan dan pekerjaan dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia (Institute of Production Engineering Work
Science, 2005). Menurut Manuaba (1998), ergonomi adalah ilmu, teknologi dan
seni untuk menserasikan alat-alat, cara kerja dan lingkungan, pada kemampuan,
kebolehan dan batasan manusia, sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan
yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang
setinggi-tingginya.
Ergonomi atau ergonomics (dalam bahasa Inggris) sebenarnya berasal dari
kata Yunani yaitu ergo yang berarti kerja dan nomos yang berarti aturan atau
hukum. Ergonomi mempunyai berbagai batasan arti, di Indonesia disepakati
bahwa ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha untuk
menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan
tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan manusia seoptimal-optimalnya (Nurmianto, 1996). Pendekatan
khusus dalam disiplin ergonomi ialah aplikasi sistematis dari segala informasi
yang relevan yang berkaitan dengan karakteristik dan perilaku manusia dalam
perancangan peralatan, fasilitas dan lingkungan kerja yang dipakai. Analisis dan
penelitian ergonomi meliputi hal-hal yang berkaitan menurut Suhadri (2008),
yaitu:
1) Anatomi (struktur), fisiologi (bekerja), dan antropometri (ukuran) tubuh
manusia;
2) Psikologi yang fisiologis mengenai berfungsinya otak dan sistem syaraf yang
berperan dalam tingkah laku manusia; dan
3) Kondisi-kondisi kerja yang dapat mencederai baik dalam waktu yang pendek
maupun panjang ataupun membuat celaka manusia dan sebaliknya kondisi-
kondisi kerja yang membuat nyaman kerja manusia.
4
Menurut Suhadri (2008), dalam lapangan kerja, ergonomi ini juga
mempunyai peranan yang cukup besar. Semua bidang pekerjaan selalu
menggunakan ergonomi. Ergonomi ini diterapkan pada dunia kerja supaya
pekerja merasa nyaman dalam melakukan pekerjaannya. Dengan adanya rasa
nyaman tersebut maka produktivitas kerja diharapkan menjadi meningkat. Secara
garis besar ergonomi dalam dunia kerja akan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Bagaimana orang mengerjakan pekerjaannya;
2) Bagaimana posisi dan gerakan tubuh yang digunakan ketika bekerja;
3) Peralatan apa yang mereka gunakan; dan
4) Apa efek dari faktor-faktor di atas bagi kesehatan dan kenyamanan pekerja.
Menurut Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI, perkembangan
teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan sudah menjadi kebutuhan
pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya peralatan dan teknologi
merupakan penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan produktivitas
untuk berbagai jenis pekerjaan. Namun di sisi lain, apabila pekerja kurang
waspada, akan timbul dampak negatif berupa bahaya potensial. Hal ini tidak akan
terjadi jika dapat diantisipasi berbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para
pekerja. Berbagai risiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya penyakit akibat
kerja, penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja
yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Antisipasi ini harus dilakukan
oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses kerja dan
lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomi.
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI lebih lanjut menyatakan
bahwa sasaran penelitian ergonomi ialah manusia pada saat bekerja dalam
lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi ialah penyesuaian
tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia untuk menurunkan stress yang
akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa penyesuaian ukuran tempat kerja
dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan dan pengaturan suhu, cahaya serta
kelembaban agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada beberapa definisi
menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”.
Sementara itu ILO antara lain menyatakan,
5
“sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi
pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan kepuasan kerja yang
maksimal selain meningkatkan produktivitasnya”.
2.1.2 Tujuan ergonomi
Sebagai ilmu yang bersifat multidisipliner, mengintegrasikan berbagai
elemen keilmuan, seperti misalnya fisiologi, anatomi, kesehatan, teknologi, desain
dan ilmu lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan. Tujuan ergonomi adalah
(Manuaba, 1998):
1) Meningkatkan kesejahtetaan fisik dan mental;
2) Meningkatkan kesejahteraan sosial; dan
3) Keseimbangan rasional antara sistem manusia atau manusia dan mesin dengan
aspek teknis, ekonomi, antropologi, budaya.
Pengimplementasian tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh satu aspek
saja, melainkan harus mengintegrasikan ketiga aspek tersebut.
Pengimplementasian tujuan yang ingin dicapai perlu berpijak kepada kemampuan,
kebolehan dan keterbatasan manusia. Tujuan yang ideal adalah mengatur
pekerjaan tersebut berada dalam batas-batas di mana manusia bisa mentolerirnya,
tanpa menimbulkan kelainan (Manuaba, 1998). Di sisi lain perlu pula
diperhatikan aspek task, organisasi dan lingkungan, serta pengaruh yang
ditimbulkan terhadap tubuh. Akibat pengaruh dari ketiga aspek tersebut, dari
masing-masing aspek atau secara bersamaan dapat menimbulkan beban tambahan
di luar beban dari pekerjaan yang sesungguhnya.
The Joy Institute (1998) mengungkapkan tujuan akhir dari ergonomi adalah
meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan kualitas hidup.
Chavalitsakulchai dan Shahnavaz (1993) mengemukakan bahwa, ergonomi dapat
menurunkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Manuaba (1998), lebih
terperinci mengatakan manfaat penerapan ergonomi antara lain pekerjaan lebih
cepat selesai; resiko penyakit akibat kerja kecil; kelelahan berkurang; rasa sakit
berkurang atau tidak ada.
Ergonomi juga diperlukan karena adanya berbagai dampak pembangunan
seperti adanya kecelakaan; adanya penyakit akibat kerja; adanya polusi; adanya
ketidak puasan kerja, dan banjir dan bencana lainnya. Ergonomi dikatakan
6
sebagai management itu sendiri, karena keberhasilan ergonomi, jika dimanfaatkan
sejak perencanaan dan memperhatikan bagaimana memilih dan mengalihkan
teknologi, menyusun organisasi kerja yang tepat sehingga pada akhirnya akan
terjadi hubungan dan kepuasan kerja yang baik.
Lebih jauh Manuaba (2001) mengungkapkan dari aspek definisi, ergonomi
dan Total Quality Management (TQM) punya tujuan yang sama yaitu berorientasi
kepada dipenuhinya keinginan atau kebutuhan para pelanggan. Dalam rangka
kompetisi globalisasi, setiap produk yang dihasilkan hendaknya benar-benar harus
kompetitif, dengan kata lain harus memiliki nilai tambah. Serta produk yang
sudah diproses melalui pendekatan ergonomi akan memiliki berbagai kelebihan,
misalnya lebih aman dioperasikan, lebih nyaman digunakan, lebih sehat karena
tidak memiliki sumber penyakit, lebih produktif, karena tidak cepat menimbulkan
kelelahan. Walaupun tujuannya sudah jelas terkadang ergonomi masih diragukan
dalam operasionalnya, yang disebabkan oleh karena tidak adanya pencatatan yang
baik serta tidak proaktifnya mempresentasikan keberhasilan yang telah dicapai
(Hendrick, 1997).
Grob dan Dong (2006) melaporkan sebagian besar penelitian yang
mengungkapkan ekonomi di dalam ergonomi hanya mengungkapkan intervensi
ergonomi hanya menguntungkan dalam meningkatkan keselamatan dan
produktivitas atau keduannya, dan tidak melaksanakan pencatatan lain dari
intervensi ergonomi yang dilaksanakan. Ada delapan aspek yang perlu
diperhatikan dalam memecahkan masalah dalam ergonomi yaitu nutrisi,
pemanfaatan tenaga otot, sikap kerja, kondisi lingkungan, kondisi waktu, kondisi
sosial, kondisi informasi, interaksi manusia mesin (Manuaba, 2003).
2.1.3 Ruang lingkup ergonomi
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya. Hal ini meliputi teknik,
fisik, pengalaman psikis, anatomi (utamanya yang berhubungan dengan kekuatan
dan gerakan otot dan persendian), anthropometri, sosiologi, fisiologi (terutama
berhubungan dengan temperatur tubuh, oxygen up take, pols, dan aktivitas otot),
dan desain (Suhadri, 2008).
7
2.1.4 Ergonomi partisipatori
Nagamachi (1993) mengungkapkan ergonomi partisipasi adalah pekerja
berpartisipasi aktif dengan semua pihak termasuk manajer untuk menerapkan
prinsip-prinsip dan pengetahuan ergonomi di tempat kerja untuk meningkatkan
kondisi kerja. Michele (2006) menjelaskan ergonomi partisipasi adalah
keterlibatan pengguna dan penyelenggara dalam mengidentifikasi dan
menganalisis permasalahan. Ergonomi partisipasi merupakan salah satu dari
komponen pendekatan ergonomi makro yang mampu meningkatkan keselamatan
dan kesehatan kerja (Imada, 1993).
Menurut Manuaba (1999; 2001) ergonomi partisipasi adalah keterlibatan
mental dan emosi setiap orang dari suatu kelompok yang mendorong mereka
untuk berkontribusi dan bertanggung-jawab untuk mencapai tujuan bersama. Ada
tiga ide penting dalam hal ini yaitu: keterlibatan (involvement), kontribusi
(contribution) dan tanggung jawab (resposibility).
Menurut Well (2002) ergonomi partisipasi adalah suatu proses dan sistem
yang melibatkan semua pihak dalam perencanaan dan kontrol dengan seluruh
kemampuan kerja, dan pengetahuan untuk meningkatkan tujuan yang ingin
dicapai. Tujuan yang ingin dicapai memiliki beberapa keuntungan yaitu:
meningkatkan efektivitas, gampang dalam penerapan, meningkatkan komunikasi
antar pekerja, menurunkan resiko faktor psikis.
Menurut pemahaman total quality management yang dimaksud dengan
partisipasi total adalah mengusahakan partisipasi total dari seluruh pimpinan
puncak, staf dan karyawan pada semua tingkat hirarki perusahaan dan seluruh
kemampuan dari setiap karyawan perusahaan harus dimanfaatkan secara optimal
apabila menghendaki perbaikan terus menerus untuk memenuhi kepuasan
konsumen (Ibrahim,1997).
Kegiatan operasi penangkapan ikan adalah kegiatan yang memerlukan
persiapan yang matang dalam waktu relatif lama. Jika tidak dipersiapkan dan
dilakukan dengan baik sering menimbulkan berbagai masalah seperti:
ketidakefektifan waktu kerja, kebosanan, stres akibat kerja dan kelelahan.
Ergonomi partisipatori menjadi suatu kajian yang menarik dan banyak
didiskusikan dalam mengelola suatu aktivitas di tempat kerja (Manuaba, 2001).
8
Ergonomi partisipatori dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas produk
melalui perbaikan kondisi kerja terkait dengan pemanfaatan dan penggunaan alat-
alat kerja. Partisipasi adalah pelibatan fisik, mental, emosi, pikiran dan perilaku
seseorang di dalam situasi kegiatan kelompok dan mengupayakan agar setiap
orang berkonstribusi sama dalam menentukan hasil kelompok dan dalam
menyampaikan tanggapannya (Manuaba, 2001). Ergonomi partisipatori
merupakan partisipasi aktif seseorang dengan menempatkan ergonomi sebagai
acuannya. Pertimbangan pendekatan secara holistik dan mengupayakan agar
seseorang dalam aktivitasnya selalu sehat, aman, nyaman, efektif dan efisien,
sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya.
Absensi karena sakit dapat diturunkan dan kesehatan secara psikologis dapat
ditingkatkan jika dilakukan pelatihan dan pendekatan organisasi dengan jalan
meningkatkan partisipasi seseorang dalam mengambil kebijakan dan pemecahan
masalah. Operasi penangkapan ikan yang dilakukan dalam waktu yang relatif
panjang dengan aktivitas yang sangat padat, maka sangat tepat menerapkan
ergonomi partisipatori agar pekerjaan bisa dilakukan secara efektif dan efisien
serta para pelaku kegiatan tetap dalam keadaan nyaman, sehat dan produktif
(Artayasa, 2010).
Oleh karena itu, partisipasi dari semua pihak sangat menentukan dalam
pemecahan masalah, serta pembentukan tim untuk mendukung pelaksanaannya
sangat diperlukan. Jika dipandang dari sudut manajemen mutu terpadu tugas tim
ini adalah membuat rencana (plan), mengerjakan atau melaksanakan (do),
mengevaluasi (check), serta menindaklanjuti hasil dari evaluasi yang dilaksanakan
(act) (Ibrahim,1997).
2.1.5 Aplikasi ergonomi
Penerapan ergonomi di tempat kerja bertujuan agar pekerja saat bekerja
selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Perlu
kemauan dan kerjasama yang baik dari semua pihak untuk dapat mencapai tujuan
tersebut. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga
yang bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat, membuat berbagai
peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di tempat kerja serta menjalin
9
kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaannya
(DEPKES RI, 2010).
Penerapan ergonomi di segala sektor selalu mengikuti perkembangan jaman.
Partisipasi pemakai produk ergonomi, yang dalam hal ini biasanya tenaga kerja, di
dalam setiap keputusan mutlak harus didengarkan. Pendekatan semacam ini
dikenal dengan sebutan pendekatan ergonomi partisipasi, pendekatan ini akan
lebih berhasil jika dilakukan dengan cara bersistem (systemic), menyeluruh
(holistic), interdisipliner (interdisciplinary) (Manuaba, 1999).
Kesimpulan makalah yang disampaikan dalam seminar Nasional Ergonomi
di Surabaya tahun 1999, oleh pakar ergonomi Manuaba, pendekatan dalam
ergonomi yang mengandung unsur: bersistem (systemic), menyeluruh (holistic),
interdisipliner (interdisciplinary) serta partisipasi (participation) dikemas dalam
suatu bentuk yang disebut dengan sebutan SHIP.
1) Sistemik diartikan sebagai pendekatan bersistem, dimana semua usaha
perbaikan atau pemecahan masalah yang ada akan mempengaruhi pekerja,
pekerjaan, tempat, waktu pelaksanaan pekerjaan serta akan mempengaruhi
sektor pembiayaan. Segala sesuatu yang berkaitan harus diperhitungkan
dengan seksama. Hal ini dapat diupayakan dengan cara mempertimbangkan
prinsip-prinsip ergonomi, dalam penggalian, proses, pemecahan, serta dalam
pelaksanaan dari pemecahan masalah yang ada;
2) Holistik adalah intervensi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah
harus dikaji lagi dari beberapa sistem yang punya hubungan signifikan dan
relevan. Intervensi yang dilakukan harus dipertimbangkan secara teknis,
ekonomis, ergonomi dan sosiobudaya bisa dipertanggungjawabkan, hemat
energi dan tidak merusak lingkungan, serta intervensi yang diterapkan tidak
sampai menimbulkan masalah baru setelah program dilaksanakan;
3) Interdisipliner berarti dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh para
pekerja memanfaatkan secara maksimal analisis dari disiplin yang terkait.
Penelitian ini akan dibentuk tim kerja yang terdiri atas: pekerja sebagai
pemakai teknologi yang akan digunakan, ergonom, desainer serta disiplin lain
yang terkait dengan permasalahan yang ada. Tugas dari tim kerja adalah
10
menggali permasalahan yang ada, merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi serta melaksanakan hasil evaluasi yang dihasilkan; dan
4) Partisipasi artinya keterlibatan setiap individu atau tim, diharapkan tidak
hanya fisik saja tetapi juga pikiran dan perasaan. Selanjutnya didapatkan
suatu hasil pemecahan masalah yang optimal, sistem kerja dan produk yang
manusiawi, berkualitas, kompetitif dan lestari sesuai dengan keinginan semua
pihak. Pekerja dilibatkan secara aktif dalam memecahkan masalah serta
mendiskusikan waktu, jenis, cara terbaik dalam penerapan, jumlah serta biaya
intervensi yang dilaksanakan.
2.1.6 Pelatihan ergonomi
Menurut Suhadri (2008) pelatihan bidang ergonomi sangat penting. Ahli
ergonomi umumnya berlatar belakang pendidikan teknik, psikologi, fisiologi atau
dokter, meskipun ada juga yang dasar keilmuannya tentang desain dan manajer.
Akan tetapi semuanya ditujukan pada aspek proses kerja dan lingkungan kerja.
Metode ergonomi yang dijabarkan oleh Suhadri (2008), antara lain:
1) Diagnosis, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pekerja, inspeksi
tempat kerja penilaian fisik pekerja, uji pencahayaan, ergonomi checklist dan
pengukuran lingkungan kerja lainnya. Variasinya akan sangat luas mulai dari
yang sederhana sampai kompleks;
2) Treatment, pemecahan masalah ergonomi akan tergantung data dasar pada saat
diagnosis. Kadang sangat sederhana seperti merubah posisi meubel, letak
pencahayaan atau jendela yang sesuai. Membeli furniture sesuai dengan
demensi fisik pekerja; dan
3) Follow-up, dengan evaluasi yang subyektif atau obyektif, subyektif misalnya
dengan menanyakan kenyamanan, bagian badan yang sakit, nyeri bahu dan
siku, keletihan dan sakit kepala. Secara obyektif misalnya dengan parameter
produk yang ditolak, absensi sakit, dan angka kecelakaan.
Aplikasi/penerapan Ergonomi menurut Suhadri (2008) dibagi menjadi
beberapa jenis, antara lain:
1) Posisi kerja, terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana
kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja.
11
Posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu
secara seimbang pada dua kaki;
2) Proses kerja, para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan
posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran anthropometrinya. Hal ini
dilakukan dengan membedakan ukuran anthropometri barat dan timur;
3) Tata letak tempat kerja, display harus jelas terlihat pada waktu melakukan
aktivitas kerja. Simbol yang berlaku secara internasional lebih banyak
digunakan daripada kata-kata; dan
4) Mengangkat beban, bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni,
dengan kepala, bahu, tangan, dan punggung. Beban yang terlalu berat dapat
menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian akibat
gerakan yang berlebihan.
(1) Menjinjing beban, beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang
ditetapkan ILO adalah sebagai berikut:
- Laki-laki dewasa 40 kg;
- Wanita dewasa 15-20 kg;
- Laki-laki (16-18 th) 15-20 kg; dan
- Wanita (16-18 th) 12-15 kg.
(2) Organisasi kerja, pekerjaan harus di atur dengan berbagai cara :
- Alat bantu mekanik diperlukan kapan pun;
- Frekuensi pergerakan diminimalisasi;
- Jarak mengangkat beban dikurangi;
- Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan
mengangkat tidak terlalu tinggi; dan
- Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.
(3) Metode mengangkat beban, semua pekerja harus diajarkan mengangkat
beban. Metode kinetik dari pedoman penanganan harus dipakai yang
didasarkan pada dua prinsip :
- Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung;
- Memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum berat badan.
12
Metode ini termasuk 5 faktor dasar, yaitu: posisi kaki yang benar;
punggung kuat dan kekar; posisi lengan dekat dengan tubuh; mengangkat
dengan benar; menggunakan berat badan.
(4) Supervisi medis, Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi
medis teratur.
- Pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan beban
kerjanya;
- Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan
pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan; dan
- Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya pada
wanita muda dan yang sudah berumur.
Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya terjadi
kelelahan/fatique. Hal ini kita harus waspada dan harus kita bedakan jenis
kelelahannya. Beberapa ahli membedakan/membaginya sebagai berikut :
1) Kelelahan fisik
Kelelahan fisik akibat kerja yang berlebihan, dimana masih dapat
dikompensasi dan diperbaiki performanya seperti semula. Kalau tidak terlalu
berat kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat dan tidur yang cukup.
2) Kelelahan yang patologis
Kelelahan ini tergabung dengan penyakit yang diderita, biasanya muncul tiba-
tiba dan berat gejalanya.
3) Psikologis dan emotional fatique
Kelelahan ini adalah bentuk yang umum. Kemungkinan merupakan sejenis
“mekanisme melarikan diri dari kenyataan” pada penderita psikosomatik.
Semangat yang baik dan motivasi kerja akan mengurangi angka kejadiannya di
tempat kerja.
Upaya kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahan, meskipun seseorang
mempunyai batas ketahanan, akan tetapi beberapa hal di bawah ini akan
mengurangi kelelahan yang tidak seharusnya terjadi :
1) Lingkungan harus bersih dari zat-zat kimia, pencahayaan dan ventilasi harus
memadai dan tidak ada gangguan bising;
13
2) Jam kerja sehari diberikan waktu istirahat sejenak dan istirahat yang cukup
saat makan siang;
3) Kesehatan pekerja harus tetap dimonitor;
4) Tempo kegiatan tidak harus terus menerus;
5) Waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja harus sesingkat mungkin, kalau
memungkinkan;
6) Secara aktif mengidentifikasi sejumlah pekerja dalam peningkatan semangat
kerja;
7) Fasilitas rekreasi dan istirahat harus disediakan di tempat kerja; dan
8) Waktu untuk liburan harus diberikan pada semua pekerja.
Kelompok pekerja yang rentan harus lebih diawasi misalnya: pekerja
remaja, wanita hamil dan menyusui, pekerja yang telah berumur, pekerja shift,
migran. Para pekerja yang mempunyai kebiasaan pada alkohol dan zat stimulan
atau zat adiktif lainnya perlu diawasi.
Pemeriksaan kelelahan merupakan tes kelelahan tidak sederhana, biasanya
tes yang dilakukan seperti tes pada kelopak mata dan kecepatan reflek jari dan
mata serta kecepatan mendeteksi sinyal atau pemeriksaan pada serabut otot secara
elektrik. Persoalan yang terpenting adalah kelelahan yang terjadi apakah ada
hubungannya dengan masalah ergonomi, karena mungkin saja masalah ergonomi
akan mempercepat terjadinya kelelahan.
2.2 Panduan Keselamatan (Safety Guide)
Tujuan dari pedoman keselamatan adalah untuk memberikan petunjuk
dalam perhitungan sederhana demi memastikan bahwa kapal-kapal yang tersebut
memenuhi kesepakatan pedoman keselamatan dengan standar internasional
(www.doa.state.wi.us). Kelompok target yang harus bekerjasama untuk
meninimalisir kecelakaan terdiri atas:
1) Pendesain kapal
Pembuatan grand design kapal.
2) Pembuat kapal
Kualitas yang baik untuk konstruksi dan peralatannya.
3) Pemilik kapal
14
Kepedulian pada keamanan ABK dan perawatan kapal dan peralatannya.
4) Anak buah kapal (ABK)
Operasi penangkapan ikan yang aman dan pemeliharaan yang baik.
5) Petugas pemerintah
Bertanggung jawab merancang peraturan baru tentang keamanan untuk
peraturan pengawasan termasuk juga pelaksanaan peraturan.
Kapal penangkap ikan adalah kapal yang memiliki resiko kecelakaan di laut
yang cukup tinggi. Kecelakaan di laut dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain:
1) Kapal terbalik
Aktivitas detail di atas kapal penangkap tuna rendahnya stabilitas, muatan
yang terlalu berat di atas dek, dan air yang tertampung di dek.
2) Tenggelam
Konstruksi dan perawatan yang buruk.
3) Hanyut
Pemasangan dan perawatan mesin yang buruk, kurang bahan bakar dan
kurangnya pengalaman menangani masalah.
4) Tubrukan
Buruknya lampu navigasi dan ABK yang lelah.
5) Kebakaran
Buruknya pemasangan mesin dan kompor.
6) Kecelakaan kerja
Dek licin atau mesin yang tidak dilindungi dan ABK yang lelah.
Tidak ada satupun yang ingin mengalami kecelakaan kerja. ABK dan
seluruh staf berusaha untuk meminimalisir resiko/ kecelakaan. Analisis yang
seharusnya dilakukan oleh pihak pemilik kapal:
1) Dipilih pekerjaan dengan resiko tinggi untuk cedera di tempat kerja atau sakit;
2) Dipilih karyawan yang berpengalaman yang bersedia untuk diamati yang
melibatkan karyawan dan atasan langsung pada proses analisis;
3) Mengidentifikasi dan merekam setiap langkah yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas. Digunakan kata kerja tindakan (yaitu pick up, nyalakan)
untuk menggambarkan setiap langkah;
15
4) Semua bahaya aktual atau potensial keselamatan dan kesehatan yang
berhubungan dengan tugas masing-masing diidentifikasi; dan
5) Menentukan dan mencatat tindakan yang disarankan atau prosedur untuk
melakukan setiap langkah yang akan menghilangkan atau mengurangi bahaya.
Ditinjau dari Job Safety Analysis (JSA), hasil yang didapatkan adalah suatu
metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mencatat
antara lain (www.doa.state.wi.us):
1) Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan pekerjaan tertentu;
2) Kemungkinan/ potensial keamanan dan bahaya kesehatan yang berkaitan
dengan setiap langkah; dan
3) Tindakan/ prosedur yang disarankan yang akan menghilangkan/ mengurangi
bahaya dan resiko cedera di tempat kerja.
Kegiatan penangkapan ikan adalah kegiatan yang sangat berbahaya dengan
resiko kecelakaan yang sangat tinggi. Data menunjukkan bahwa sering kali kapal
sederhana menangkap ikan jauh ke laut lepas.
2.3 Kapal Penangkap Tuna
2.3.1 Deskripsi kapal penangkap tuna
Kapal penangkap tuna (longliner) adalah kapal yang memiliki alat tangkap
rawai (longline) dan alat bantu line hauler yang digunakan untuk menangkap ikan
tuna di laut bebas (Djaka et al, 1989). Fyson (1985) menyatakan kapal penangkap
tuna dibangun dengan konstruksi yang disesuaikan dengan bentuk, cara
penggunaan alat tangkap dan daerah penangkapannya.
Kapal penangkap tuna mudah dikenali karena bentuknya, yang ditandai
dengan gudang tempat alat penangkap di bagian buritan, mempunyai dek bawah
di bagian depan dengan bridge di bagian tengah (Simorangkir, 1982). Bagian
kanan depan terdapat line hauler dan jembatan bertangga untuk memudahkan
pengangkatan ikan ke atas. Setelah penarikan, gulungan tali ditempatkan pada
dek bagian muka bersama pelampung. Meja ikan hasil tangkapan diletakkan pada
bagian buritan tempat tali dipasang.
Menurut Fyson (1985), pada saat merencanakan dek kapal, pengaturan dan
penempatan deckhouse dan alat penangkap ikan sangat perlu diperhatikan.
16
Berdasarkan distribusi kerja di atas dek kapal maka kapal dapat dibedakan
menjadi 5 area utama, yaitu:
1) Aft atau stern deck;
2) Dek samping;
3) Deck house;
4) Ruang kerja utama; dan
5) Fore deck.
Hal utama yang perlu diperhatikan dari penempatan area utama kapal adalah
pengoperasian alat tangkap, penyeleksian dan pembersihan ikan serta
penyimpanan hasil tangkapan. Harus dipertimbangkan mengenai kemampuan
olah gerak dari kapal dan alat tangkap, tipe dan lokasi alat bantu penangkap ikan.
Dalam mendesain kapasitas kapal diusahakan agar membuatnya memiliki
kemungkinan berat (ton displacement) dan panjang yang relatif kecil karena hal
itu akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap biaya produksi kapal dan
operasi kapal itu sendiri. Sangat penting untuk mempertimbangkan agar ruang
kapal cukup untuk palka, ruang mesin, tangki bahan bakar, tangki air tawar, ruang
ABK yang meliputi ruang provisi, perahu dan klinik kesehatan (Fyson, 1985).
Fyson (1985) juga menjelaskan bahwa penghitungan ruang untuk palka
tergantung pada tipe dan ukuran ikan, metode penyimpanan, suhu toleransi ikan
saat diangkut dalam kapal, periode penyimpanan dan perbandingan jumlah es dan
ikan yang dikehendaki. Ukuran ruang mesin tergantung dari tenaga yang
dihasilkan dan tipe mesin utama (main engine) dan mesin bantu (auxilary engine).
Kapasitas tangki bahan bakar ditentukan dari kebutuhan harian bahan bakar
dan jumlah hari melaut. Kapasitas tangki air tawar dapat diperkirakan dengan
menganggap konsumsi harian per awak kapal sekitar 10 – 14 liter, tergantung dari
lama trip dan kebiasaan. Ruang akomodasi ABK yang disediakan untuk tempat
kerja atau tempat tinggal dari ABK yang merupakan area yang cukup untuk
tempat tidur, meja dan bangku. Metode yang digunakan untuk penghitungan
tidaklah sederhana. Hasil penghitungan kemudian digunakan untuk
mempertimbangkan kapasitas dan pengaturan letak awak dan akomodasi kapal.
Perlu dipertimbangkan juga peletakan yang disesuaikan dengan bentuk kapal
sehingga trim dan stabilitas kapal dapat terjaga dengan baik (Fyson, 1985).
17
2.3.2 Alat tangkap tuna longline
Longline berarti tali yang panjang, sesuai dengan konstruksi alat yang
berbentuk rangkaian tali-temali yang disambungkan sehingga merupakan tali
panjang dengan tali cabang yang berjumlah ratusan bahkan ribuan. Longline
dalam bahasa Indonesia biasa disebut rawai yang berasal dari bahasa Jawa,
“rawe” yang berarti sesuatu yang ujungnya bergerak bebas (Sadhori, 1985).
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1997) rawai tuna merupakan rawai
yang khusus untuk menangkap ikan tuna . Pada saat pengoperasian, rawai tuna
dibiarkan hanyut dan terapung dekat permukaan perairan dalam jangka waktu
tertentu.
Longline merupakan alat tangkap yang efisien bahan bakar dan ramah
lingkungan serta dapat digunakan untuk menangkap ikan demersal maupun
pelagis (Sainsbury, 1996). Longline digolongkan Brandt (1984) ke dalam
kelompok alat tangkap line fishing. Tuna longline merupakan pengembangan
tehnik pada perikanan pancing (line fishing). Satu unit alat penangkapan ikan
Longline terdiri dari pelampung (float), tali pelampung (float line), tali utama
(main line) dengan sejumlah tali cabang yang berpancing (branch line). Tuna
longline adalah alat tangkap yang merupakan pengambangan teknik pada
perikanan pancing yang konstruksinya berbentuk rangkaian tali-temali yang
disambung-sambung sehingga merupakan tali yang panjang dengan ratusan
sampai ribuan tali cabang.
Dalam perikanan tuna longline dikenal istilah basket. Awalnya alat ini
merupakan satu kelompok alat yang berhubungan digabungkan menjadi satu dan
ditempatkan terpisah di dalam keranjang bambu. Bagian kelompok ini
dihubungkan satu sama lain sehingga membentuk suatu rangkaian yang
panjangnya tergantung dari jumlah basket yang dipakai.
Perlengkapan penangkapan ikan (fishing equipment) adalah suatu alat yang
dipergunakan untuk menunjang keberhasilan dalam operasi penangkapan.
Mengenal fungsi alat bantu dengan baik diharapkan dapat menurunkan risiko
ketidak berhasilan usaha penangkapan ikan dan memperkecil nilai dari kegagalan.
Kondisi yang produktif untuk setiap perlengkapan berbeda satu dengan yang
18
lainnya dan bersifat saling mendukung dalam perolehan hasil tangkapan. Alat
bantu dalam operasi penangkapan ikan tuna, antara lain:
1) Line hauler : penarik tali utama;
2) Line thrower : pelempar tali utama secara otomatis;
3) Conveyor belt : pemindahkan hasil tangkapan;
4) Branch line ace : penggulung dan penarik tali cabang;
5) Line arranger : penarik tali utama untuk masuk dan ditata;
6) Hoist : pengangkat dan menarik ikan-ikan besar keluar palka;
7) Radio buoy : pendeteksian rawai tuna yang pada waktu hauling;
8) Side roller : pengurang gesekan tali utama dengan dinding kapal;
9) Radio direction finder: pendeteksi posisi radio buoy pada rawai tuna;
10) Sekiyama stretcher : pelurus wire leader atau sekiyama;
11) Light buoy : pendeteksi rawai tuna pada saat cuaca buruk dan
gelap;
12) Takal atau block : pembantu menaikkan ikan-ikan besar yang
tertangkap;
13) Search light : penerangan mencari pelampung pada malam hari; dan
14) Ganco : pengangkat ikan dari suatu tempat ke tempat lain.
Line hauler merupakan alat bantu yang paling utama pada kapal penangkap
tuna. Penempatan alat ini adalah untuk keperluan hauling yang terletak pada
bagian haluan di lambung sebelah kanan kapal (Fyson, 1985).
Side roller berfungsi sebagai alat bantu line hauler dalam proses penarikan
pada saat hauling. Letaknya pada dinding kapal dan terletak di muka line hauler
dari arah hauling. Side roller digunakan untuk memudahkan line hauler dalam
menarik main line.
Branch line ace diletakkan pada sisi kanan dek utama kapal. Hal ini
dimaksudkan agar ketika branch line yang tidak terdapat hasil tangkapan dapat
dipisahkan dari main line dan digulung menggunakan branch line ace.
Penggunaan conveyor belt utamanya disebabkan karena lantai dek kapal
yang tidak rata. Alat bantu ini sangat penting diletakkan pada area hauling untuk
mengantarakan alat tangkap ke tempat penyimpanan alat tangkap. Posisinya
memanjang dari lambung kiri kapal ke lambung kanan kapal.
19
Posisi line arranger terletak di sepanjang dinding kapal menuju line tank
(tangki tali utama atau blong) yang terletak pada bagian atas bangunan di atas dek.
Pada bagian belakang line tank terdapat line thrower yang menggunakan tenaga
hidraulik sebagai penggerak.
2.3.3 Metode penangkapan tuna longline
Pengoperasian alat tangkap tuna longline dilakukan dalam beberapa tahap.
Dimulai dari persiapan operasi penangkapan ikan, dilanjutkan dengan operasi
penangkapan ikan yang terdiri dari setting, drifting dan hauling sampai dengan
penanganan hasil tangkapan.
Sebelum berangkat ke fishing ground, dilakukan persiapan, yaitu
pemeriksaan mesin perahu, persiapan peralatan dan alat-alat bantu, persiapan
perbekalan dan persiapan surat-surat kapal. Setelah kapal tiba di fishing ground,
semua peralatan dipersiapkan di bagian buritan kapal dan masing-masing ABK
sudah siap di posisinya sesuai dengan tugas yang akan dilakukan.
1) Setting
Setting adalah penaburan tali utama yang diikuti dengan penebaran pancing
berumpan yang telah digantungkan pada tali utama secara berantai. Pada saat
setting, pelampung tanda yang dilengkapi dengan radio buoy diturunkan
terlebih dahulu, kemudian dilakukan penurunan main line dan branch line.
2) Drifting
Pada proses drifting, rawai yang telah diturunkan dibiarkan hanyut dalam
beberapa waktu, umumnya berlagsung kurang lebih 4 jam. Proses drifting
umumnya sering disebut dengan soaking period. Pada proses drifting ini, tuna
longline akan hanyut terbawa oleh arus, angin dan gelombang. Oleh karena
itu posisi tuna longline harus selalu diawasi dan pengawasan dilakukan secara
bergilir, sehingga sebagian ABK dapat beristirahat (Ayodhyoa, 1978).
3) Hauling
Hauling adalah penarikan kembali rawai dari rangkaian tali-temali setelah
proses drifting. Hauling dilakukan dari haluan kapal sebelah kanan dengan
tahap-tahap penaikan pelampung tanda yang dilengkapi radio buoy, kemudian
dilanjutkan dengan penaikan main line dan branch line sampai semua
terangkat ke atas kapal.
20
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April – Mei 2011. Penelitian dilakukan di
Dermaga Timur, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru,
Jakarta Utara.
3.2 Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah:
1) Kuesioner
2) Alat ukur
3) Alat tulis
Objek penelitian adalah kapal penangkap tuna KM Satelit milik PT. Carli
Wijaya Tuna di Dermaga Timur, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman, Jakarta Utara.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kerja
dan aktivitas (Job and Activity analysis). Metode ini ditujukan untuk menyelidiki
secara terperinci aktivitas, peralatan yang digunakan, cara kerja dan tata letak di
atas kapal. Metode ini termasuk dalam metode deskriptif yang digunakan untuk
meneliti sekelompok manusia, obyek, kondisi dan suatu sistem pemikiran (Nazir,
1988). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi yang sistematis
mengenai aktivitas dan aspek ergonomi pada aktivitas penangkapan tuna.
3.3.1 Jenis data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer terdiri atas aktivitas detail di atas
kapal, ukuran, cara kerja dan posisi peralatan yang digunakan, pendapat anak
buah kapal (ABK) mengenai kenyamanan kerja di atas kapal, kejadian yang
mengancam jiwa dalam operasi penangkapan ikan. Sebagai nara sumber utama
adalah para ABK dengan rincian seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1.
21
Sementara itu, data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa general
arrangement kapal penangkap tuna tersebut.
Tabel 1 Daftar narasumber utama
No Posisi narasumber Tugas
1 Kapten/ Nahkoda Mengemudikan kapal
2 Wakil kapten Mengemudikan kapal dan membantu
bosmen
3 Juru lapangan/ Bossmen Mengatur kerja di atas kapal
4 Juru mesin/ KKM/ Enginer Menjaga mesin tetap bekerja
5 Juru masak/ Koki Memasak makanan untuk ABK
6 Juru palka/ Kamar dingin Mengatur keseluruhan di palka
7 Anak buah kapal (ABK) Melempar dan menggulung branch
line dan main line
3.3.2 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian lapang yang dilakukan dengan observasi, wawancara,
pengukuran langsung dan dokumentasi pada objek yang diteliti. Data akan
dikumpulkan dengan menggunakan daftar pertanyaan yaitu kuesioner sebagai
pedoman wawancara kepada ABK tentang aktivitas di atas kapal, peralatan yang
mereka gunakan dan kenyamanan kerja selama operasi penangkapan ikan. Selain
itu, data juga akan diperoleh dengan mengukur dimensi alat dan antrophometri.
Dokumentasi dalam bentuk foto dan gambar dikumpulkan untuk memberikan
gambaran mengenai kondisi di lapangan. Sementara itu, general arrangement
digunakan sebagai alat bantu untuk mempermudah pemetaan alat dan aktivitas di
atas kapal. Rincian metode pengumpulan data, sumber dan jenis data
disampaikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Metode pengumpulan data, sumber dan jenis data
No Metode Sumber Jenis data
1 Observasi
- Kapal
- ABK
- Alat
- General arrangement
Data mengenai aktivitas detail,
ergonomi dan informasi tentang
kenyamanan kerja dari ABK.
2 Wawancara - ABK
Data mengenai aktivitas detail,
ergonomi dan informasi tentang
kenyamanan kerja dari ABK.
22
Tabel 2 Metode pengumpulan data, sumber dan jenis data (lanjutan)
3 Pengukuran
langsung
- Kapal
- ABK
- Alat
- Posisi alat bantu yang berada
di kapal
- Posisi dan ukuran alat bantu
terhadap ABK (antrophometri)
- Dimensi alat
4 Dokumentasi
- Kapal
- ABK
- Alat
Gambar/ foto kapal, ABK dan
alat yang diperlukan
3.3.3 Metode pengolahan dan analisis data
Data yang diperoleh dari lapangan selanjutnya diolah dan dianalisis
berdasarkan metode deskriptif dengan analisis kerja dan aktivitas. Pengolahan
data dilakukan dengan tabulasi dan pembuatan gambar-gambar yang dibutuhkan
untuk analisis ergonomi.
Analisis data dilakukan dengan mengkaji jawaban dari narasumber terhadap
pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan jawaban tersebut, dianalisis aktivitas di
atas kapal penangkap tuna. Deskripsi mengenai aktivitas di atas kapal diperkuat
dengan hasil observasi yang sudah dilakukan dan dokumentasi berupa foto.
Data mengenai ergonomi diperoleh dari pengukuran alat dan antropometri.
Data tersebut dianalisis dengan membandingkan standar ergonomi yang ada.
Berdasarkan pengkajian tersebut, dapat diketahui apakah kapal tersebut sudah
ergonomis atau belum dengan menggunakan metode ergonomi dengan tahap
diagnosis, yaitu melalui wawancara, observasi, pengukuran langsung dan
dokumentasi.
Hasil wawancara juga digunakan untuk menganalisis tingkat kenyamanan
ABK. Pada tahap ini dapat diketahui bagaimana tingkat kenyamanan ABK ketika
bekerja di atas kapal. Selain itu, digunakan JSA untuk menganalisis bagaimana
mencegah kecelakaan dengan antisipasi dan eliminasi serta mengontrol bahaya
yang ada. Hasil analisis data tersebut selanjutnya dibahas. Pembahasan
dilakukan dengan mengacu pada standar ergonomi yang sudah diatur sebelumnya.
23
3.4 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian disampaikan pada Gambar 1. Gambar ini merupakan
urutan penelitian dimulai dari penetapan tujuan sampai dengan penelitian hingga
mendapatkan kesimpulan.
Gambar 1 Tahapan penelitian.
24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Obyek Penelitian
4.1.1 Gambaran umum kapal penangkap tuna di PPSNZJ
Berdasarkan Buku Statistik Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman Jakarta Tahun 2010, armada kapal perikanan yang masuk di Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) berjumlah 3.276. Angka
ini mengalami penurunan sebesar 7% dari tahun sebelumnya karena faktor
kenaikan biaya produksi yang tidak seimbang dengan jumlah hasil tangkapan
yang diperoleh menurut survey dari pihak UPT PPSNZJ. Jenis alat tangkap yang
mendominasi di pelabuhan tersebut adalah alat tangkap tuna longline yaitu
berjumlah 792 unit atau 24% dari jumlah kapal keseluruhan yang masuk di
pelabuhan tersebut. Ditinjau dari GT (Gross Tonnage)-nya, kapal yang
mengoperasikan alat tangkap tuna longline tersebut memiliki ukuran GT yang
bervariasi yaitu antara 26 – 594 GT. Jumlah kapal penangkap tuna yang masuk
pada tahun 2010 didominasi kapal yang berukuran 21 – 30 GT sebanyak 33%,
101 – 200 GT sebanyak 31%, 51 – 100 GT sebanyak 23% dan 31 – 50 GT
sebanyak 7%. Objek penelitian ini adalah kapal tuna longline ukuran 50 – 70 GT.
Alat tangkap tuna longline sendiri terdiri dari main line yang terangkai
dengan pelampung, radio buoy dan branch line yang merupakan tali cabang dari
main line. Branch line terangkai dengan hook yang dilengkapi dengan kail,
umpan dan kili-kili. Jumlah hook dapat mencapai ± 2.000 mata kail dengan
panjang branch line mencapai ±50 meter dan total panjang rawai dapat mencapai
± 200 kilometer bergantung pada ukuran kapal. Pada saat pengoperasian alat
tangkap tuna longline dilengkapi dengan radio buoy yang berfungsi untuk
mendeteksi keberadaaan rangkaian alat tangkap tuna longline.
Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efektivitas, idealnya kegiatan
operasi penangkapan tuna memerlukan alat bantu seperti line hauler, line thrower,
belt conveyor, branch line ace, line arranger, hoist, radio buoy, side roller, radio
direction finder, sekiyama stretcher, light buoy, takal atau block, search light dan
ganco. Namun, beberapa kapal penangkap tuna yang di PPNZJ ini tidak
menggunakan alat bantu yang disebutkan di atas. Kapal ini hanya memiliki line
25
hauler atau penarik tali utama, side roller, light buoy, takal ganco, radio buoy dan
radio direction finder saja.
Pengoperasian alat tangkap yang bersifat pasif ini terdiri atas 3 tahap, yaitu,
setting, drifting dan hauling. Setting merupakan kegiatan penurunan pelampung
tanda, tali pelampung dan tali utama kemudian tali cabang dan mata pancing yang
diberi umpan, begitu seterusnya sampai rangkaian habis. Drifting merupakan
perendaman rangkaian tuna longline dengan membiarkannya hanyut selama 4 – 5
jam. Hauling dilakukan dengan menaikkan pelampung tanda, tali pelampung
kemudian pancing sampai semua rangkaian habis terangkat ke atas dek. Kegiatan
tersebut dilakukan 1 kali dalam sehari oleh ABK kapal yang umumnya berjumlah
14 – 20 orang. Keseluruhan trip penangkapan dapat berlangsung antara 2 – 8
bulan, tergantung ukuran kapalnya.
Alat tangkap seperti alat tangkap tuna longline ini tergolong pasif, yaitu
dengan menunggu umpan dimakan oleh mangsanya. Oleh karena itu sebaiknya
digunakanlah umpan yang tergolong atraktif yang memiliki sisik ikan yang
mengkilat dan tulang punggung yang kuat. Umpan yang biasa digunakan bukan
umpan buatan melainkan umpan sungguhan, antara lain: ikan lemuru (Sardinella
sp.), ikan layang (Decapterus sp.), ikan kembung (Rastreliger sp.) atau ikan
bandeng (Chanos chanos).
Ukuran kapal menentukan jumlah hari dilakukannya trip penangkapan.
Satu trip penangkapan berkisar selama 2 – 8 bulan dengan 1 – 6 bulan efektif
operasi. Waktu yang diperlukan untuk perjalanan dan pencarian fishing ground
masing-masing adalah ± 3 hari. Tiap harinya dilakukan trip sebanyak 1 kali
setiap harinya dengan rata-rata setting, drifting dan hauling masing-masing
dilakukan selama 6 jam. Trip dilakukan setiap hari kecuali pada hari jumat.
Musim puncak terjadi pada bulan September – Desember, musim sedang pada
bulan Mei – Agustus dan musim paceklik pada bulan Januari – April.
Daerah penangkapan tuna bergantung pada penyebaran ikan tuna.
Penyebaran ikan tuna di Indonesia berada di laut lepas sampai ke perairan
samudera seperti di timur Samudera Hindia (barat Pulau Sumatera dan selatan
Pulau Jawa), perairan Sulawesi, perairan Flores, dan utara Papua. Penentuan
daerah penangkapan ikan dilakukan dengan cara lama yaitu dengan
26
mengandalkan pengalaman yang ada ataupun langsung menuju ke lokasi yang
sudah dipasang rumpon. Kapal sudah dilengkapi dengan sistem autopilot untuk
mencapai daerah penangkapan. Kapten kapal hanya perlu memasukkan koordinat
atau lokasi penangkapan ikan dan kapal akan bergerak dengan sendirinya menuju
posisi tersebut. Teknologi dalam penentuan daerah penangkapan ikan saat ini
masih kalah dengan kapal-kapal asing yang telah menggunakan fish finder dengan
jangkauan radar yang luas.
Hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan yang didaratkan di PPSNZJ
adalah madidihang, tuna mata besar, albakora, ikan pedang, cakalang dan gindara.
Sebagian besar hasil tangkapan tersebut diekspor ke Jepang, Cina, Singapura,
Taiwan dan Korea. Hasil produksi ikan di PPSNZ menurut jenis alat tangkap tuna
longline pada bulan Januari – Maret 2011 disampaikan pada Lampiran 1.
Mutu hasil tangkapan sangat menentukan nilai jual ikan khusus untuk ikan
ekspor. Oleh karena itu, penanganan hasil tangkapan yang benar menjadi faktor
penentunya. Penanganan hasil tangkapan dilakukan di atas kapal sesaat setelah
ikan tertangkap. Berdasarkan hasil wawancara dengan kapten KM Satelit,
penanganan hasil tangkapan tuna kapal tuna longline di PPSNZJ sudah
memenuhi standar penanganan mutu ikan ekspor yang diingikan oleh para
eksportir.
Tuna yang tertangkap harus segera dibunuh untuk mengurangi tingkat stres
pada tuna. Hal ini dilakukan dengan cara merusak syaraf pusat. Pembunuhan
ikan melibatkan 2 orang ABK atau yang khusus menangani masalah penanganan
ikan. Pembunuhan dilakukan dengan menahan dan memegang kepala ikan dan
badan ikan. Paku pembunuh ditancapkan ke kepala ikan dengan sasaran
sepanjang pusat syaraf otak di belakang mata sedalam 5 – 10 cm dan paku
diputar-putar untuk merusak otak ikan tersebut sehingga ikan lebih cepat mati
kemudian didinginkan sehingga kesegaran dapat dipertahankan. Insang, isi perut
dan kotoran dibuang. Pembersihan dilakukan dengan mengguyur ikan dan
menyikatnya dengan sikat. Lendir yang menempel di kulit juga harus dibersihkan
mengunakan sikat yang lebih lunak yang digosokkan dengan gerakan satu arah
dari kepala ke ekor untuk meminimalisir terlepasnya sisik ikan. Setelah ikan
bersih, ikan tersebut dimasukkan ke dalam palka.
27
4.1.2 Kondisi umum KM Satelit
Penelitian dilakukan pada kapal penangkap tuna KM Satelit milik Apong
dari PT. Carli Wijaya Tuna. Kapal longline berbahan dasar kayu ini melakukan
bongkar hasil tangkapan di dermaga timur, transit 24 sebagai tempat penyetoran
ikan, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta.
Spesifikasi kapal disampaikan pada Tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3 Spesifikasi KM Satelit
No Spesifikasi Ukuran Satuan Keterangan
1 Panjang (LOA) 26,25 Meter -
2 Lebar (B) 6 Meter -
3 Draft (d) 4 Meter -
4 Kecepatan 8 – 10 Knot -
5 ABK 16 Orang -
6 Gross tonnage 60 GT -
7 Mesin 180 PK Nissan RE
8 Mesin bantu 22 / 2 x 75 PK / KVA Mitsubisi
9 Waktu operasi 7 Bulan -
10 Palka 3 x 3 x 4
3 x 3 x 2 Meter
4 buah
1 buah
Kapal penangkap tuna ini memiliki area dek untuk kegiatan hauling yang
cukup luas yaitu 7,5 m x 6 m. Luas area setting kapal penangkap tuna ini adalah
2,5 m x 6 m untuk memungkinkan pengoperasian tuna longline pada saat setting.
GA KM Satelit disampaikan pada Lampiran 2. Kapal dengan spesifikasi ini
merupakan kapal penangkap tuna yang paling banyak digunakan oleh perusahaan
penangkapan ikan di PPSNZ Jakarta.
Berdasarkan bentuk kasko kapalnya, lambung kapal pada bagian haluan
berbentuk V. Semakin ke tengah, cenderung membentuk round dan semakin ke
belakang membentuk U. Bentuk kasko kapal yang dimiliki kapal jenis ini
memungkinkan kapal bergerak dengan bebas dan leluasa.
Pembagian ruangan di bawah dan atas dek relatif sama pada beberapa kapal
yang lain. Ruangan di bawah dek terdiri atas cold storage atau palka ikan yang
dilengkapi dengan refrigerator, palka umpan, ruang simpan bahan makanan,
ruang mesin (mesin utama dan mesin bantu), genset, tangki bahan bakar, dan
tangki air tawar. Mesin bantu ini digunakan untuk keperluan penggunaan freezer,
dinamo, lampu dan alat-alat elektronik lainnya. Susunan posisi disampaikan pada
28
Gambar 4. Ruangan di atas dek terdiri atas ruang kemudi, ruang tidur kapten,
ruang tidur ABK dan gudang alat tangkap serta tempat melakukan setting dan
hauling.
Kapal berukuran 60 GT ini melakukan trip penangkapan selama 7 bulan
dengan 5 bulan efektif operasi. Waktu yang diperlukan untuk perjalanan menuju
dan berpindah ke fishing ground lain masing-masing selama ±3 hari. Tiap
harinya dilakukan setting pada pukul 6.00 – 12.00, drifting pada pukul 12.00 –
18.00 dan hauling pada pukul 18.00 – 02.00. Sama halnya kapal penangkap tuna
yang lain, operasi penangkapan dilakukan setiap hari kecuali pada hari jumat.
Musim puncak terjadi pada bulan Agustus – Desember, musim sedang pada bulan
Mei – Juli dan musim paceklik pada bulan Januari – April.
Komponen alat penangkap tuna dari kapal ini dibagi menjadi beberapa
bagian seperti disampaikan pada Tabel 4 berikut dengan ukuran dan bahannya.
Tabel 4 Bagian alat tangkap
No Bagian Ukuran Bahan
1 Main line 1.200 mm Nylon
2 Branch line 800 mm Nylon
3 Pelampung (buoy) 20 buah Plastik
4 Radio buoy 9 buoy Sterofoam
5 Kili-kili 2 x 1.500 buah Besi
6 Kail 1.500 buah Besi
Alat bantu yang ada di kapal penangkap tuna ini terdiri atas line hauler atau
penarik tali utama, side roller, light buoy, ganco, radio buoy dan radio direction
finder. Peralatan bantu navigasi terkonsentrasi di ruang kemudi. Peralatan bantu
tersebut antara lain kompas, Autopilot Marol tipe CB-18 GPS, hand GPS dan
beberapa peralatan navigasi konvensional seperti peta, penggaris, busur dan alat
tulis yang terlihat seperti tidak pernah digunakan lagi dalam waktu yang cukup
lama. Pembagian fasilitas yang diperlukan dalam penangkapan tuna dibagi
menjadi 2, antara lain fasilitas setting dan fasilitas hauling. Adapun penjelasan
dari fasilitas tersebut sebagai berikut:
29
1. Fasilitas setting
(1) Meja setting berfungsi untuk meletakkan umpan yang akan dipakai
(2) Bak branch line berfungsi sebagai wadah tempat menaruh/ mengambil
branch line
(3) Blong berfungsi sebagai bak penggulung main line
(4) Snap berfungsi untuk mengaitkan branch line dan main line
2. Fasilitas hauling:
(1) Line hauler berfungsi sebagai alat bantu penarik main line
(2) Side roller berfungsi untuk mengurangi gesekan main line dan dinding
kapal
(3) Ganco berfungsi untuk mengangkat ikan hasil tangkapan
(4) Cakram berfungsi untuk mengangkat ikan berukuran besar
(5) Sikat berfungsi untuk membersihkan lendir ikan
Kapal penangkap tuna ini melakukan operasi penangkapan ikan tuna di
Indonesia bagian barat yaitu di timur Samudera Hindia (barat Pulau Sumatera dan
selatan Pulau Jawa). Dibutuhkan 3-5 hari dari pelabuhan terdekat untuk menuju
ke fishing ground.
4.2 Aktivitas di Atas Kapal Penangkap Tuna
4.2.1 Gambaran aktivitas di atas kapal
Operasi penangkapan ikan tuna menggunakan alat tangkap tuna longline
dibagi menjadi beberapa kegiatan yaitu persiapan, operasi yang meliputi setting,
drifting dan hauling, pasca operasi dan istirahat. Kegiatan tersebut terkonsentrasi
di beberapa bagian ruang kerja seperti:
1) Wheel house sebagai tempat istirahat dan juga lokasi ruang kemudi;
2) Buritan sebagai tempat pembuangan pancing (setting), tempat radio buoy,
tempat penyimpanan blong branch line, tali pelampung dan pelampung; dan
3) Haluan sebagai tempat penarikan pancing (hauling), tempat penyimpanan
blong main line dan radio buoy.
Gambar pemetaan posisi alat tangkap di dek atas, alat bantu dan pembagian
area tampak atas, disampaikan pada Lampiran 3. Pembagian tugas dalam kapal
penangkap tuna KM Satelit disampaikan pada Tabel 5 di bawah ini:
30
Tabel 5 Pembagian tugas di kapal penangkap tuna KM Satelit
No Posisi Jumlah Tugas
1 Kapten/ Nahkoda 1 Mengemudikan kapal
2 Wakil kapten 1 Mengemudikan kapal dan
membantu bosmen
3 Juru lapangan/ Bossmen 2 Mengatur kerja di atas kapal
4 Juru mesin/ KKM/ Enginer 3 Menjaga mesin tetap bekerja
dengan baik
5 Juru masak/ Koki 2 Memasak makanan untuk ABK
6 Juru palka/ Kamar dingin 3 Mengatur keseluruhan di palka
7 ABK 6 Melempar dan menggulung
branch line dan main line
4.2.2 Persiapan
Kapten membagi seluruh jumlah ABK menjadi dua shift dalam pengerjaan
tugas dan keseluruhan kegiatan di atas kapal kecuali KKM bertugas menjaga
mesin tetap berkerja dengan baik, koki bertugas memasak makanan untuk ABK
dan kapten bertugas mengemudikan kapal untuk menjaga agar main line tetap
berada pada jalur yang diinginkan. Setiap shift pekerjaan dilakukan secara
bergantian. Pergantian dilakukan setiap ± 3 jam pada saat setting dan hauling.
Kegiatan yang dilakukan pada saat persiapan adalah menyiapkan alat yang
mencakup:
1) Kail dan snap untuk cadangan jika ada kail atau snap yang rusak ataupun
terlepas dari branch line;
2) Branch line yang terangkai dengan kail, kili-kili dan snap;
3) Main line dalam sebuah blong besar;
4) Umpan pada wadah (biasanya ember) yang sudah dipersiapkan yang
jumlahnya lebih dari atau sama dengan jumlah mata pancing; dan
5) Radio buoy dan pelampung yang diambil dari haluan tengah.
Kapten/nahkoda di ruang kemudi mempersiapkan kapal untuk menuju
fishing ground dimana pernah dilakukan operasi penangkapan ikan sebelumnya.
GPS dengan auto pilot digunakan untuk memudahkan perjalanan menuju fishing
ground. Sementara ABK lain yang tidak bertugas dalam shift ini dapat
beristirahat di wheel house sampai nanti giliran untuk melakukan setting tiba.
31
4.2.3 Operasi Penangkapan Ikan Tuna
1) Kegiatan Setting
ABK berada pada posisi yang sudah disepakati sesuai dengan tugas dan
shift-nya. Kapal berada pada kecepatan yang cukup rendah untuk mengurangi
ketegangan tali sehingga tali tidak terpelintir dan tidak terbelit pada main line,
yaitu pada kecepatan 2 – 5 knot, bergantung pada keadaan angin yang ada di
perairan tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar branch line tetap
berada diposisinya dan tidak merapat ke main line. Pertama-tama pelampung
dan pelampung tanda (pelampung dengan tiang dan bendera) diturunkan
beserta dengan tali pelampung. Kemudian diikuti dengan tali utama dan tali
cabang beserta mata pancing yang sudah dikaitkan dengan umpannya. Begitu
seterusnya sampai tali utama dalam satu blong habis yang ditandai dengan
pelampung tanda, kemudian disambungkan dengan tali utama berikutnya dari
blong kedua menggunakan tali penyambung.
Setting dilakukan oleh 5 orang, dengan rincian tugas sebagai berikut:
ABK ke-1: Pemasang umpan dan pelempar branch line.
ABK ke-2: Pemasang snap atau penjepit dari tali cabang dan tali pelampung
ke main line sekaligus melempar pelampung.
ABK ke-3: Penaruh umpan dan mata kail, menyiapkan umpan dan kebutuhan
teman lainnya.
ABK ke-4: Penyusun tali cabang dan tali pelampung, menyiapkan
pelampung.
ABK ke-5: Pemasang dan penyambung pelampung radio buoy dan light buoy
pada main line sekaligus melempar.
Setting dapat dimulai setelah seluruh peralatan yang diperlukan dalam
kegiatan setting berada ditempatnya seperti bak umpan, bak branch line dan
blong main line. Pembagian kerja setting dilakukan sebagai berikut, dimulai
dari ABK ke-1 melakukan pekerjaannya dan melempar branch line ke arah
barat daya (untuk haluan ke arah utara) atau arah 180o
– 270o terhadap haluan
kapal dan pekerjaan ABK ke-2 dilakukan pada saat yang sama, begitu pula
dengan kegiatan ABK ke-5. ABK ke-2 bertugas pula untuk menghitung jarak
dalam depa antar branch line sepanjang 30 depa. Begitu seterusnya sampai 11
32
branch line terpasang, kemudian setelah 20 pelampung atau 4 blong, dipasang
1 buah buoy. Pada pemasangan radio buoy yang terakhir atau yang ke-7
dipasang lampu (light bouy). ABK ke-3 dan ke-4 bertugas untuk melakukan
tugasnya untuk mempersiapkan beberapa keperluan setting pada saat ABK ke-
1, 2 dan 5 bekerja.
ABK yang lain menunggu gilirannya atau yang biasa mereka sebut
dengan a-plus atau melayani kebutuhan temannya yang sedang melakukan
setting. Pergantian pekerja dalam melakukan setting biasanya dilakukan
setiap pergantian 2 blong (gulungan main line) yang dilakukan dalam selang
waktu sekitar 3 jam tergantung pada ada atau tidaknya masalah yang terjadi
pada saat setting seperti kusutnya main line atau branch line.
Setelah dilakukan proses setting, ABK menyusun kembali peralatan
yang digunakan untuk setting. Hal ini dilakukan agar ABK dapat segera
beristirahat, sehingga pada proses hauling nanti tidak ada peralatan yang
masih berantakan dan mengganggu proses kerja (hauling). Seluruh ABK
diharapkan beristirahat sehingga kembali memiliki tenaga yang cukup untuk
melakukan hauling. Beberapa ABK diharuskan berjaga untuk menjaga
longline yang sedang dioperasikan menggunakan Radio Direction Finder
(RDF). Pada saat proses setting berlangsung, KKM yang bertugas jaga hanya
bertanggung jawab atas pengoperasian mesin kapal dan tidak mengikuti
kegiatan setting. Seluruh kegiatan setting dilakukan di buritan kapal.
2) Kegiatan Drifting
Setelah setting selesai, dilanjutkan dengan proses drifting selama 4 – 6
jam dengan harapan umpan yang telah dipasang pada kail dimakan oleh ikan
sasaran tangkap. Setelah menyelesaikan seluruh kegiatan dan aktivitas
setting, ABK langsung membersihkan dan merapikan dek kapal dan area yang
digunakan pada saat setting. ABK bersiap untuk melakukan hauling atau
penarikan pancing. ABK yang mendapat giliran setting terakhir dapat
beristirahat.
Kegiatan ABK pada saat drifting adalah istirahat yang terkonsentrasi di
ruang tidur. Istirahat diperlukan untuk mempersiapkan diri dan
33
mengumpulkan tenaga untuk hauling. ABK diberikan tugas jaga
menggunakan Radio Direction Finder (2-3 orang).
Beberapa ABK terkonsentrasi di buritan kapal untuk pemasangan meja
setting, mempersiapkan umpan dan alat tangkap. Mereka juga melakukan
perbaikan pada branch line yang kusut, rusak ataupun putus. Selain itu, juga
dilakukan beberapa pemindahan alat dan keperluan setting guna kebutuhan di
atas kapal saat setting berikutnya berlangsung.
3) Kegiatan Hauling
Setelah dilakukan proses drifting selama 4-6 jam, longline kemudian
ditarik. Proses hauling diawali dengan menaikkan pelampung tanda
berbendera, radio buoy, tali pelampung dan pemberat ke atas dek kapal.
Kemudian berturut-turut dan berulang dilakukan penarikan branch line dan
mata pancing sampai seluruh mata pancing habis dalam satu blong kemudian
dilakukan pergantian shift. Mata pancing yang termakan oleh ikan akan
digiring ke tepian kapal dan di sana terdapat pintu untuk memudahkan
memasukan ikan ke atas. Penanganan ikan dilakukan oleh 3 orang atau lebih
tergantung ukuran ikan yang tertangkap. Sementara itu, branch line yang
tidak termakan oleh ikan langsung digulung dan disusun ke dalam bak bak
branch line.
Hauling dilakukan oleh 5 orang dengan pembagian tugas sebagai berikut:
ABK ke-1: Atau yang disebut bossmen bertugas menjaga handle keran hidraulik
line hauler dan melepaskan snap dari tali utama.
ABK ke-2: Menjaga main line pada blong agar tergulung sempurna, mengawasi
bila main line putus atau kusut.
ABK ke-3: Menggulung tali cabang dan menyusunnya di bak branch line.
ABK ke-4: Mengambil dan merapihkan pelampung, kemudian menaruh ke
tempat penyimpanan dan membantu penanganan hasil.
ABK ke-5: Membantu memperbaiki kekusutan main line atau branch line.
Hauling diawali dengan pendeteksian radio buoy yang pada saat setting
diturunkan terakhir kali. Setelah ditemukan, radio buoy diangkat oleh ABK,
kemudian main line dihubungkan ke line hauler yang selanjutnya penarikan
dipegang kendalinya oleh ABK ke-1 sebagai bossmen. Penarikan dilakukan
di dek haluan sebelah kanan. Selama penarikan main line menggunakan line
34
hauler, ABK ke-2 bertugas untuk menjaga agar main line agar tergulung
sempurna. Snap dilepas dari main line kemudian branch line digulung dan
disusun dalam bak oleh ABK ke-3. Kesulitan dalam penggulungan
diserahkan pada ABK ke-5 yang tidak berada di sekitar untuk menghindari
penumpukan karena line hauler tetap terus berputar. ABK ke-4 bertugas
mengangkat pelampung dan radio buoy, ABK ini selalu sedia untuk
membantu mengatasi kekusutan juga.
ABK yang tidak mendapat giliran tugas biasanya membantu
memperbaiki branch line yang kusut karena kegiatan tersebut agak sulit
dilakukan dan memakan waktu. Sementara itu, line hauler terus bekerja
menggulung main line. ABK yang bertugas pada shift ini adalah petugas yang
melakukan setting pertama kali. Pergantian giliran kerja dilakukan setelah 12
blong atau 10 pelampung dan 4 radio buoy diangkat yaitu selama 3 jam.
Seluruh awak kapal turun dalam melakukan hauling tidak terkecuali KKM
dan juru masak untuk membantu penanganan.
Setelah seluruh rangkaian setting, drifting dan hauling dilakukan,
kegiatan selanjutnya adalah penanganan hasil tangkapan. Penanganan harus
langsung dilakukan setelah ikan ditarik ke atas kapal. Hal ini sangat
menentukan mutu hasil tangkapan. Jikalau mutu ikan jelek atau di bawah
standar ekspor, harga akan sangat turun. Tertangkapnya ikan pada branch line
dapat dideteksi dari ketegangan branch line. Bila dirasa tegang dan ada ikan
yang tertangkap, branch line dikaitkan dengan tali lain yang sudah
dipersiapkan. Kemudian digeser sedikit dan ditarik perlahan ke belakang
menggunakan tangan. Hal ini dilakukan untuk perlahan menghindari ikan
lepas kembali. Empat meter ke belakang dari line hauler terdapat pintu kecil
berukuran 0,5 meter untuk memudahkan pengangkatan ikan ke dalam kapal.
Setelah dekat dengan kapal, ikan diganco dan diangkat ke atas kapal dan
kemudian ditangani oleh ABK yang bertugas untuk melakukan penanganan.
35
4.2.4 Pasca operasi penangkapan ikan tuna
Tuna yang tertangkap harus segera dibunuh untuk mengurangi tingkat stres
pada tuna. Hal ini dilakukan dengan cara merusak syaraf pusat. Pembunuhan
melibatkan 2 orang ABK atau yang khusus menangani masalah penanganan ikan.
ABK 1 menahan ikan menggunakan kedua kakinya untuk menjepit kepala ikan.
ABK 2 memegang badan ikan. ABK 1 menancapkan sebuah paku pembunuh
sepanjang ± 15 cm ke pusat syaraf otak di belakang mata sedalam 5 – 10 cm dan
paku diputar-putar untuk merusak otak ikan, sehingga ikan lebih cepat mati dan
dapat dibersihkan kemudian didinginkan untuk menjaga kesegarannya.
Sebelum didinginkan, insang, isi perut dan kotoran dibuang kemudian ikan
diguyur dan disikat dengan sikat lembut. Lendir yang menempel di kulit juga
harus dibersihkan mengunakan sikat yang lebih lunak yang digosokkan dengan
gerakan satu arah dari kepala ke ekor untuk meminimalisir terlepasnya sisik ikan,
yang kemudian ikan tersebut dimasukkan ke dalam palka.
4.2.5 Istirahat
Setelah keseluruhan rangkaian kegiatan operasi penangkapan ikan yang
dimulai dari persiapan, operasi dan pasca operasi, seluruh ABK diberikan waktu
istirahat. Waktu istirahat ini digunakan untuk memulihkan tenaga setelah
melakukan hauling. Kelompok yang menjadi shift pertama dalam melakukan
hauling mendapatkan giliran istirahat terlebih dahulu, karena mereka harus
mempersiapkan diri untuk melakukan setting shift pertama esok paginya.
Ruangan istirahat tersebut tidak memiliki kasur ataupun matras. Hanya
terdapat karpet plastik tipis setebal 5 mm. Beberapa dari mereka memiliki bantal
untuk alas kepala dan sebagian mengganjal kepala mereka menggunakan pakaian.
Waktu untuk istirahat sendiri cukup untuk memulihkan tenaga yaitu berkisar
9 jam untuk kelompok yang melakukan hauling shift pertama dan 6 jam untuk
kelompok yang melakukan hauling shift kedua. Selesai hauling selesai sekitar
pukul 24.00 sampai 02.00 mereka dapat istirahat kembali tergantung dengan hasil
tangkapan. Jika hasil tangkapan sedang banyak, mereka bahkan tidak tidur
sampai saatnya setting kembali dan dapat tidur pada saat drifting. Total waktu
istirahat rata-rata ABK adalah minimum 6 jam yang dirasa cukup untuk
memulihkan tenaga.
36
4.3 Aspek Ergonomi pada Aktivitas Penangkapan Tuna
Kajian ergonomi menekankan pada pengkajian desain kapal (khususnya
General Arrangement/GA) dan alat bantu yang disesuaikan dengan aktivitas yang
terjadi di atas kapal. Penerapan ergonomi di atas kapal ditujukan untuk
tercapainya kenyamanan dalam bekerja sehingga tercipta suasana yang
mendukung produktivitas operasi penangkapan ikan. Pihak-pihak yang terlibat
dalam aplikasi ergonomi di atas kapal adalah:
1) Pengrajin kapal, bertanggung jawab dalam pembuatan konstruksi kapal dan
peralatan bantu lainnya. Kualitas yang baik bertujuan untuk menjamin kapal
berfungsi baik selama operasi penangkapan. Pembuatan kapal yang memiliki
kualitas baik juga ditujukan untuk terciptanya sebuah kapal penangkap ikan
yang dapat melakukan usaha penangkapan yang produktif.
2) Pemilik kapal, bertanggung jawab pada keamanan ABK dan perawatan kapal
dan peralatan bantunya. Selain itu, perlu juga memperhatikan kebutuhan
ABK dalam operasional untuk mendapatkan produktivitas maksimal yang
merupakan tujuan utama dari operasi penangkapan ikan.
3) Anak buah kapal (ABK), operasi penangkapan ikan diharapkan dapat berjalan
dengan baik. Operasi yang berjalan dengan lancar dan aman menjadi harapan
bagi seluruh ABK. ABK juga harus melakukan pemeliharaan peralatan
dengan baik agar selalu siap digunakan. ABK diharapkan dapat memberikan
masukan kepada pemilik untuk meningkatkan kenyamanan kerja.
Berikut ini akan dijabarkan kajian ergonomi kapal penangkap tuna
bedasarkan pembagian ruangannya. Kajian ergonomi tersebut akan disesuaikan
dengan kajian aktivitas dan alat bantu yang digunakan. Pembagian ruangan dalam
kajian ergonomi ini dibagi menjadi: ruang kemudi, ruang istirahat, ruang mesin,
area setting, area hauling, area penanganan dan area dapur.
4.3.1 Ruang kemudi
Sebelum melakukan operasi penangkapan ikan, dibutuhkan beberapa
persiapan. Persiapan tersebut ditujukan untuk memaksimalkan kegiatan operasi
penangkapan ikan. Kerjasama pekerja dan lingkungan kerja dalam persiapan
dapat meningkatkan kepuasan kerja. Salah satu persiapan dalam operasi
penangkapan ikan menggunakan kapal penangkap tuna adalah persiapan menuju
37
daerah penangkapan ikan. Berikut dapat dijabarkan aplikasi dari ergonomi yang
diterapkan dalam persiapan yang meliputi posisi kerja, proses kerja dan tata letak
tempat kerja. Gambar fasilitas pada ruang kemudi disampaikan pada Lampiran 4.
Persiapan menuju daerah penangkapan dilakukan oleh kapten dalam ruang
kemudi dengan luas area 3 m x 1,2 m. Ruang kemudi terdapat kemudi (jantra),
kursi kemudi, gas dan perseneling, kompas, GPS dan alat-alat navigasi manual.
Peta tata letak ruang kemudi berdasarkan GA disampaikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Peta tata letak ruang kemudi (gambar non skala).
Keterangan:
1. Kemudi (jantra)
2. Kursi kemudi
3. Perseneling dan gas
4. Kompas 5. GPS
1) Kemudi (jantra)
Kemudi berdiameter 40 cm ini berbahan dasar kayu yang diberi
pernis/cat berwarna coklat tua. Jarak dari kemudi dan kursi adalah 30 cm.
Kemudi ini memiliki pegangan berukuran 10 cm (satu genggaman tangan)
yang mengarah pada kapten atau 90o terhadap kemudi untuk mempermudah
pegangan. Kursi dan kemudi yang berjarak 30 cm menyebabkan kapten tidak
perlu membungkuk untuk mencapai kemudi. Posisi tangan adalah arm bellow
shoulder yang merupakan posisi yang baik.
2) Kursi kemudi
Kursi kemudi terletak tepat di belakang kemudi. Kursi berbahan kayu
yang dapat dipindah-pindahkan ini memiliki dimensi 100 cm x 20 cm x 80
cm. Kapten yang memiliki tinggi badan 167 cm, kursi dirasa tinggi dan
sempit. Material yang terbuat dari kayu kurang nyaman dan membuat mudah
lelah ketika harus duduk dalam waktu yang cukup lama. Posisi nahkoda
hanya duduk tanpa sandaran dibelakang sering kali dikeluhan nahkoda merasa
1
2
4 3 5
38
sakit pinggang. Belakang kursi kemudi terdapat pintu masuk ke ruang
istirahat kapten yang terhalang kursi kemudi. Hal tersebut tidak terlalu
menjadi masalah bagi kegiatan dalam ruang kemudi karena hanya kapten yang
akan masuk ke ruangan tersebut.
Landasan kursi kemudi yang letaknya terlalu tinggi dapat menyebabkan
paha tertekan dan peredaran darah terhambat. Telapak kaki tidak dapat
menapak dengan baik di atas permukaan lantai dek dapat mengakibatkan
melemahnya stabilitas tubuh. Kursi kemudi yang sempit akan mengakibatkan
kapten terjatuh atau terjungkal dari kursi, karena kursi kemudi yang terlalu
sempit akan menyebabkan berkurangnya penopangan pada bagian bawah
paha.
3) Perseneling dan gas
Terletak di sebelah kanan kapten atau 30 cm sebelah kanan kompas.
Perseneling dan gas ini dilengkapi dengan lubang kunci untuk menyalakan
dan mematikan mesin kapal. Pegangan perseneling dan gas berbahan besi,
panjangnya masing-masing 25 cm yang memiliki pegangan berbahan plastik.
Kapten dengan mudah mencapai pegangan perseneling dan gas hanya dengan
menggerakan tangan tanpa memindahkan posisi tubuh dengan posisi arm by
side elbow at 90o yang merupakan posisi lengan terhadap siku yang paling
baik karena memiliki beban statik minimal. Sangat jarang dilakukan
perubahan perseneling dan gas karena kecepatan kapal yang digunakan untuk
bermanuver cukup stabil.
4) Kompas
Kompas yang berbentuk lingkaran itu memiliki wadah berbentuk
persegi ukuran 28 cm x 28 cm. Diameter kompas adalah 24 cm. Kompas
tersebut berada tepat depan kemudi yang berjarak 40 cm dari kursi kemudi.
Jarak tersebut memungkinkan kapten untuk melihat kompas dengan mudah
dari tempat duduk tanpa harus berpindah maupun berdiri. Melihat kompas
dilakukan dengan cara menundukkan leher melebihi sudut 30o. Hal ini
diperbolehkan asal tidak dilakukan melebihi 2 jam atau akan mengakibatkan
sakit pada leher dan tulang belakang.
39
5) GPS
Kapal ini menggunakan Autopilot Marol tipe CB-18 GPS. GPS yang
digunakan memiliki dimensi 23 cm x 15 cm x 10 cm. Posisi GPS berada tepat
di kiri atas kompas dengan tinggi 165 cm dari lantai kapal. Posisinya yang
berada di atas mengharuskan kapten berdiri untuk menjangkaunya. GPS tidak
terlalu sering digunakan kerena GPS ini menggunakan sistem autopilot yang
memudahkan kapten dalam menuju fishing ground, sehingga posisinya yang
membutuhkan perpindahan saat digunakan tidak terlalu mempengaruhi kerja
kapten. Sikap tubuh arm above shoulder merupakan posisi yang buruk karena
tangan dipaksa untuk menjangkau benda yang berada di ketinggian. Posisi
kerja mendongak ini juga bisa mengakibatkan rasa sakit pada bagian leher,
tangan dan bahu.
4.3.2 Ruang istirahat
Kelelahan dalam operasi penangkapan ikan dapat diminimalkan karena
dalam operasi penangkapan ikan diterapkan istirahat pendek dan istirahat aktif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa operasi penangkapan ikan dapat
meningkatkan efisiensi waktu kerja serta mengurangi kelelahan ABK. Gambar
fasilitas pada ruang istirahat disampaikan pada Lampiran 5.
Istirahat pendek didapatkan pada pergantian shift, yaitu pada setting dan
hauling masing-masing ± 3 jam. Istirahat ini juga pada saat kapal sedang tidak
perlu bermanuver yaitu pada saat sedang drifting atau istirahat.
Istirahat aktif merupakan istirahat pada saat menunggu saat setting
berikutnya. Lama istirahat ini ± 6 jam bergantung pada lama hauling. Peta tata
letak ruang istirahat berdasarkan GA kapal disampaikan pada Gambar 3.
40
Gambar 3 Peta tata letak ruang istirahat (gambar non skala).
Keterangan:
1. Tempat tidur kapten
2. Meja dan rak
3. Tempat tidur ABK
4. Loker ABK
1) Ruang istirahat kapten
Kapten beristirahat di ruangan pribadinya dengan luas area 3 m x 2 m.
Ruangan tersebut dilengkapi dengan tempat tidur berbahan kayu berukuran
180 cm x 80 cm dan tinggi 55 cm. Matras terbuat dari busa setebal 6 cm.
Dibandingkan dengan seluruh area istirahat, milik kapten adalah yang paling
layak.
Setiap sisi atas dan bawah tempat tidur terdapat meja panjang terbuat
dari kayu dengan dimensi 55 cm x 150 cm dan tinggi 75 cm. Salah satu dari
meja tersebut digunakan untuk menyimpan bahan makanan. Bawah meja
tersebut dibuat lemari untuk penyimpanan. Terdapat beberapa barang seperti
pakaian dan buku di atas meja.
Meja lainnya dengan dimensi yang sama digunakan untuk meletakkan
beberapa keperluan hiburan, seperti televisi 14 inch dan 21 inch, DVD player,
beberapa keping DVD dan sound system.
1
2
2
4
3
41
2) Ruang istirahat ABK
Istirahat dilokasikan di dek atas. Terdapat satu ruangan yang berukuran
6 m x 2 m berlapis 2 dengan ketinggian masing-masing ruangan adalah 1 m.
ABK tidak dapat berdiri di dalam ruangan tersebut karena tinggi ABK kapal
minimal 160 cm. Tiap lapis digunakan untuk 6-7 orang. Sepanjang 0,5 meter
dari lebarnya dibuat loker-loker yang digunakan untuk menyimpan beberapa
barang milik pribadi. Loker tersebut berukuran 50 cm x 50 cm x 30 cm.
4.3.3 Ruang mesin
Akses menuju ruang mesin hanya dapat melalui tangga yang terletak
diantara ruang istirahat kapten dan ruang istirahat ABK. Tangga yang menuju ke
ruang mesin memiliki lebar 50 cm dan tinggi 160 cm. Ukurannya yang sempit
membuat ABK khususnya KKM harus menunduk ketika memasuki kamar mesin.
Gambar alat dan pemetaan posisi ruang mesin disampaikan pada Lampiran 6.
Ruang mesin memiliki luas 7 m x 6 m. KKM yang bertugas di dalam kamar
mesin adalah 3 orang dengan 2 orang menjaga mesin utama dan mesin bantu,
sedangkan 1 orang lainnya menjaga instalasi refrigerator. Penjagaan dapat
dilakukan bergantian. Sambil menunggu giliran jaga, KKM dapat beristirahat di
tempat yang sudah tersedia.
Kebisingan akibat suara mesin kapal dan asap yang dikeluarkan sangat tidak
ergonomi. KKM seharusnya dilengkapi dengan ear plug, masker dan wear pack
demi keamanan di dalam kamar mesin untuk meminimalisir kemungkinan
rusaknya fungsi pendengaran, keracunan gas karbon dan bahaya kebakaran dalam
kamar mesin.
Ruang mesin tidak berpengaruh dalam proses operasi penangkapan ikan,
namun berpengaruh terhadap jalannya proses penangkapan ikan dengan
memastikan agar mesin dan pendingin berjalan dengan baik. Selain memastikan
agar mesin dan pendingin berjalan dengan baik, KKM juga betugas untuk
membersihkan dan merawat mesin dan bagian kapal lain. Peta tata letak ruang
mesin berdasarkan GA kapal disampaikan pada Gambar 4.
42
Gambar 4 Peta tata letak ruang mesin (gambar non skala).
Keterangan:
1. Tangga
2. Mesin utama
3. Mesin bantu
4. Tempat istirahat KKM
5. Genset
6. Instalasi refrigerator
4.3.4 Area setting
Setting dilakukan di buritan dengan luas area 6 m x 2 m. Setting dapat
dilaksanakan setelah berada di lokasi yang dituju. Setting melibatkan 5 orang
dalam pengerjaannya. Setting dilakukan setelah seluruh persiapan dilakukan yaitu
persiapan umpan, branch line, main line, pelampung dan radio buoy. Gambar
fasilitas pada area setting disampaikan pada Lampiran 7. Berikut dapat dijabarkan
aplikasi dari ergonomi yang diterapkan dalam persiapan yang meliputi posisi
kerja, proses kerja dan tata letak tempat kerja. Peta tata letak area setting
berdasarkan GA kapal disampaikan pada Gambar 5.
1 2
3
3
4
4 5
6
5
43
Gambar 5 Peta tata letak area setting (gambar non skala).
Keterangan:
1. Meja setting
2. Bak branch line
3. Bak
4. Blong main line
5. Radio buoy dan pelampung
6. Petugas setting
1) Meja setting
Meja setting yang biasa disebut juga dengan meja umpan berfungsi
untuk meletakkan umpan yang akan dipakai. Ukuran dari meja setting yang
berbahan kayu tersebut adalah 20 cm x 60 cm x 15 cm. Meja ini memiliki
ketinggian 40 cm dari dek dan jarak 10 cm terhadap ABK, jarak tersebut
memungkinkan pelempar branch line tidak perlu membungkuk ketika
mengambil umpan. Meja setting dengan umpan yang hampir habis diisi
kembali oleh ABK yang sudah ditugaskan untuk mengambil umpan.
Pemasangan umpan pada branch line dan pelemparan branch line
dilakukan oleh bossmen. Tinggi ABK yang bertugas adalah 165 cm.
Bossmen tidak perlu menunduk untuk mengambil umpan, sehingga efisiensi
kerja meningkat dan tidak ada tenaga terbuang untuk menunduk. Bossmen
hanya perlu menunduk untuk mengambil branch line yang berada tepat di
sebelah kanan, tidak ada keluhan berarti dalam pengerjaan ini. Bagian lengan
terkadang terasa lelah karena ABK yang berdiri menghadap 180o terhadap
1
2
3
4
5
44
haluan kapal tersebut diharuskan menghentakan tangan untuk melempar
branch line ke arah 180o – 270
o terhadap haluan kapal.
2) Bak branch line
Bak ini berfungsi sebagai wadah tempat branch line. Bak berbahan
plastik dengan warna hitam ini berdiameter 50 cm dan tinggi 30 cm. Bak
branch line terletak tepat di sebelah kiri bossmen. ABK yang bertugas
mengambil branch line dari gudang penyimpanan akan segera melakukan
tugasnya pada saat branch line pada bak hampir habis. Frekuensi
pengambilan (pengisian ulang) branch line adalah setelah 1 blong selesai
dioperasikan.
3) Snap atau penjepit
Snap berfungsi untuk mengaitkan branch line pada main line. Snap juga
berfungsi mengaitkan tali pelampung ke main line. ABK yang bertugas
mengaitkan branch line pada main line memiliki tinggi badan 178 cm. ABK
tersebut harus melakukan pengambilan snap yang berada dalam bak tepat
dibawahnya. Kegiatan ini tidak dilakukan dengan terburu-buru dikarenakan
jarak antar branch line adalah 50 depa. ABK terkadang mengeluhkan sakit
pinggang dikarenakan membungkuk dan berdiri berulang kali.
4) Blong
Blong tempat main line berbahan dasar plastik fiber dengan diamater 80
cm dan tinggi 1 meter. Kesulitan yang terjadi adalah kesulitan dalam
pengangkatan. Ukuran yang besar dan beban yang cukup berat dalam
pengangkatan memerlukan 2 orang dalam pengangkatan.
5) Radio buoy, light buoy dan pelampung
Semua radio buoy, light buoy dan pelampung yang dibutuhkan sudah
dipersiapkan terlebih dahulu pada tahap persiapan. ABK yang bertugas untuk
mengaitkan radio buoy, light buoy dan pelampung pada main line sekaligus
melemparkannya memiliki tinggi 175 cm. Hal tersebut mengakibatkan
diperlukannya banyak usaha untuk menunduk dan melempar. Bobot radio
buoy, light buoy dan pelampung masing-masing adalah 10 kg, 12 kg dan 2 kg.
Semua peralatan tersebut diletakkan di belakang ABK yang bertugas agar
tidak menghalangi aktivitas penurunan main line. Pekerjaan tidak dilakukan
45
terlalu sering mengingat jumlah keseluruhan pelampung dan radio buoy yang
tidak banyak.
4.3.5 Area hauling
Hauling dilakukan di haluan dengan luas area hauling 7 m x 6 m. Hauling
dilakukan setelah dilakukan drifting selama 4 – 6 jam. Pengerjaan hauling
melibatkan 5 orang. Gambar fasilitas pada area hauling disampaikan pada
Lampiran 8. Peta tata letak area hauling berdasarkan GA kapal disampaikan pada
Gambar 6.
Gambar 6 Peta tata letak area hauling (gambar non skala).
Keterangan:
1. Line hauler
2. Side roller
3. Frame blong 4. Bak branch line
5. Pintu masuk ikan
6. Area penanganan
7. Pintu palka 8. Tempat air bersih
9. Frame radio buoy
10. Area dapur dan toilet
1
2
3
5
7 7 7
9 8
6
10
4
46
1) Line hauler
Line hauler sebagai alat bantu penarik main line. Line hauler memiliki
tinggi 80 cm dengan diameter 40 cm dan panjang 65 cm. Line hauler
dioperasikan dengan membuka atau menutup tuas keran hidrauliknya yang
berada di 40 cm di atas dek. Penjaga tuas keran hidraulik line hauler
dilakukan oleh bossmen. Posisinya yang masih dapat dijangkau bossmen,
memungkinkannya tidak perlu menunduk sehingga menggurangi tenaga yang
digunakan untuk mengoperasikan line hauler.
Pelampung tanda pertama diangkat, kemudian main line dihubungkan ke
line hauler. Pelampung tersebut merupakan pelampung yang terakhir kali
diturunkan pada saat setting. Terdapat side roller yang digunakan untuk
mengurangi gesekan main line dan dinding kapal. Gesekan pada dinding
kapal oleh main line dapat mengikis dan merusak dinding kapal. Side roller
berhubungan langsung dengan line hauler yang akan membawa main line
untuk digulung kembali ke dalam blong.
2) Blong dalam frame blong
ABK bertugas untuk menjaga main line pada blong agar tergulung
sempurna. Penggulungan sempurna mengurangi kemungkinan kesulitan
dalam kegiatan setting berikutnya. Penggulungan dilakukan oleh ABK
dengan berdiri menghadap ke line hauler. Frame blong dengan diameter 85
cm tepat di sebelah kanan dari line hauler untuk mengurangi pergeseran blong
agar blong tetap berada posisi yang memungkinkan main line langsung masuk
ke dalam blong.
3) Bak branch line
Bak yang terletak tidak jauh dari blong digunakan untuk meletakkan
branch line yang sudah tergulung sempurna. Peletakan branch line oleh ABK
yang bertugas adalah langsung dilemparkan kedalamnya tanpa perlu
menunduk maupun belutut. Hal ini dapat menghemat waktu dan tenaga dalam
penggulungan karena jaraknya yang sangat dekat dengan ABK yang bertugas.
Penggulungan ini harus dilakukan dengan cepat dan rapi agar mengurangi
kesulitan ataupun kekusutan dalam pengerjaan setting.
47
ABK yang bertugas membenahi kekusutan main line atau branch line
hanya bertugas untuk membantu jika ada kesulitan. Petugas ini sangat
dibutuhkan ketika hasil tangkapan sedang banyak. Kejadian ini terkadang
dapat menyulitkan karena padatnya area hauling di sekitar line hauler.
4) Frame radio buoy
ABK yang bertugas mengambil dan merapihkan pelampung menaruh
radio buoy dan pelampung pada tempat yang tersedia. Radio bouy diletakkan
pada frame yang terbuat dari kayu di sebelah kiri haluan kapal. Jarak antara
frame dan line hauler adalah 3 m, jarak ini tidak membuat ABK melakukan
dengan terburu-buru karena selang waktu antar pelampung dan radio buoy
cukup jauh yaitu setelah terpasangnya 11 branch line untuk pelampung dan 6
pelampung untuk radio buoy.
4.3.6 Area penanganan dan dapur
Petugas penanganan hasil tangkapan berjaga dekat pintu masuk ikan. Pintu
masuk ini berukuran 50 cm x 40 cm. Petugas yang berjumlah 2 orang ini
diharuskan memiliki stamina yang cukup karena harus mempersiapkan diri untuk
melakukan penanganan yang cukup berat dilakukan. Beberapa petugas lain tetap
berjaga pula kalau hasil tangkapan sedang banyak.
Palka berjumlah 5 buah, 4 buah palka berukuran 3 m x 3 m x 4 m dan 1
buah palka berukuran 3 m x 3 m x 2 m. Ikan hasil tangkapan memiliki bobot
berkisar antara 30 – 100 kg. Mulut penutup palka berjumlah 3 buah, masing-
masing berukuran 80 cm x 60 cm sehingga memungkinkan untuk memasukkan
ikan yang sudah dibersihkan dengan mudah. Hal ini juga memudahkan juru palka
untuk keluar masuk palka dengan mudah untuk merapihkan ikan yang disimpan
dalam palka.
Area dapur dan toilet berada di haluan paling depan yang berbentuk
segitiga. Tidak banyak kegiatan dilakukan di sini selain buang air dan memasak.
Area ini juga tidak memberikan pengaruh apapun terhadap operasi penangkapan
ikan. Luas area seluas 3 m x 2 m untuk dapur dan 2 buah toilet masing-masing 80
cm x 100 cm. Gambar fasilitas pada area penanganan dan dapur disampaikan
pada Lampiran 9.
48
4.4 Kenyamanan Kerja ABK di Atas Kapal
4.4.1 Job Safety Analysis
Setiap melakukan kegiatan ataupun pekerjaan selalu ada resikonya. Resiko
kegiatan penangkapan ikan sangatlah tinggi karena medan yang sangat berbahaya,
yaitu di laut yang sangat tidak dapat diprediksi keadaannya. Job Safety Analysis
(JSA) dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan dalam bekerja di atas kapal.
Tabel Job Safety Analysis disampaikan pada Lampiran 10. Jenis bahaya berikut
harus dipertimbangkan ketika menyelesaikan JSA agar dapat dilakukan tindakan
untuk mengurangi resiko/bahaya:
1) Dampak dari barang jatuh/terbang.
Radio buoy, blong, ember maupun pelampung yang diletakkan di tempat
yang tidak stabil atau licin sangat memungkinkan benda tersebut berpindah
tempat atau bergeser bahkan jatuh. Jatuhnya benda tersebut disebabkan oleh
posisinya yang kurang stabil, untuk itu perlu dilakukan pengikatan untuk
membuat benda tidak terlalu banyak bergerak yang kemudian dapat
menimbulkan bahaya. Resiko juga dapat diminimalisir dengan penggunaan
helm pelindung kepala. Sayangnya kapal tidak menyediakan helm untuk
ABK.
2) Tusukan benda tajam.
Tusukan seperti pisau untuk penanganan, kail dan ganco dapat melukai
tangan ABK. Ketidak hati-hatian yang mengaibatkan bahaya ini terjadi.
Resiko dapat dikurangi dengan menggunakan wear pack dan pelindung tangan
seperti sarung tangan berbahan plastik maupun wool. Wear pack dan sarung
tangan tidak digunakan dalam operasi penangkapan ikan ini karena mereka
merasa tidak perlu.
3) Jatuh atau terpeleset dari tangga dan dek kapal.
Kondisi kapal sangat mudah basah oleh air hujan maupun air laut. Hal
ini dapat menyebabkan tumbuhnya jamur. Jamur yang tumbuh memiliki
lendir yang dapat membuat ABK terpeleset dan dapat pula menimbulkan
infeksi. Tangga menuju kamar mesin juga sangat mudah licin karena
tumpahan oli. Pengurangan resiko terpeleset dilakukan dengan membersihkan
tangga/dek dan berhati-hati dalam melangkah. Selain itu dapat pula
49
digunakan sepatu boot dengan sol yang kasar. Kapal ini sudah menyediakan
sepatu boot untuk keperluan operasi.
4) Mengangkat mendorong, menarik atau mencapai berlebihan.
Radio buoy, blong, ember, pelampung maupun hasil tangkapan
merupakan beberapa benda yang paling sering dipindahtempatkan.
Pemindahan alat bantu tersebut masih dilakukan dengan cara manual. Beban
yang berat seringkali menimbulkan resiko kecelakaan maupun kesehatan
seperti terjatuh, terkilir dan keseleo. Tidak ada alat bantu untuk mengangkat
benda-benda berat tersebut.
5) Merasakan getaran alat-alat listrik, kebisingan berlebihan, dingin atau panas,
atau gas berbahaya, uap, cairan, asap, atau debu.
Hal tersebut paling sering dirasakan dalam kamar mesin. Kebisingan
berlebihan yang berasal dari mesin bisa menimbulkan gangguan telinga, gas
berbahaya bisa menimbulkan keracunan, asap dan debu dapat menimbulkan
iritasi pada mata dan hidung. Seluruh bahaya tersebut dapat diminimumkan
dengan menggunakan ear plug, masker dan goggle. Sayangnya di kapal
tersebut tidak disediakan.
6) Gerakan berulang
Gerakan yang dilakukan berulang dapat menimbulkan bahaya kesehatan.
Kegiatan tersebut antara lain mengulur main line, melempar branch line dan
menggulung branch line. Alat bantu seperti line thrower dan branch line ace
sangat diperlukan untuk membantu operasi penangkapan tuna. Harga alat
yang tinggi membuat pemilik mengurungkan niat untuk menggunakan alat
bantu tersebut.
7) Kemungkinan untuk tenggelam.
Kemungkinan untuk tenggelam setiap kapal pasti ada. Kemungkinan ini
dapat dihindari dengan memberikan pelatihan yang matang kepada kapten
dalam melakukan olah gerak dan berusaha bertahan dalam kondisi cuaca
buruk. Namun, kapten hanya mengandalkan pengalaman dalam melaut.
Pelatihan tersebut pastinya juga akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit,
sehingga kapten lebih memilih mengandalkan pengalamannya saja. Pemilik
tidak menyediakan life jacket untuk keamanan. ABK juga tidak terlalu
50
memperdulikan hal itu karena mereka cenderung pasrah kalau ada kecelakaan
yang terjadi.
Terdapat 3 jenis kelelahan dalam penyimpangan dalam ergonomi, antara
lain kelelahan fisik, kelelahan patologis dan kelelahan psikologis. Dalam kasus di
atas kapal ini hanya terdapat kelelahan fisik dan kelelahan psikologis. Berikut ini
uraian dari jenis kelelahan yang alami di atas kapal:
1) Kelelelahan fisik
Kelelahan fisik diakibatkan oleh kerja yang berlebihan. Hal ini dapat
dipulihkan dalam dengan istirahat yang cukup. Tingkat kelelahan yang
dikeluhkan setiap ABK relatif sama. ABK sudah terbiasa dengan kondisi
yang kurang nyaman dalam bekerja di atas kapal. Kelelahan yang dirasakan
didominasi di daeran lengan/ tangan, pinggang dan kaki.
2) Psikologis dan emotinal fatigue
Kelelahan ini terjadi karena tekanan dan emosional yang terlalu tinggi.
Tekanan psikologis mengakibatkan meningkatnya kelelahan ini. Kondisi
kerja dan lokasi yang monoton dapat memberikan tekanan yang
memungkinkan terjadinya kelelahan ini. ABK memerlukan semangat dan
motivasi untuk mengurangi kelelahan ini.
4.4.2 Tingkat kenyamanan ABK
Informasi tingkat kenyamanan dapat diperoleh melalui wawancara dan
pengamatan langsung. Penilaian tingkat kenyamanan sangat bersifat subjektif.
Seluruh ABK atau 100% dari jumlah ABK sudah merasa nyaman karena mereka
mengakui bahwa sudah merasa terbiasa dengan kondisi tersebut.
Perbaikan oleh pihak pemilik kapal diharapkan untuk meningkatkan
kenyamanan kerja yang nantinya akan berpengaruh pada produktivitas ABK.
Namun demikian, dari sudut pandang ergonomis beberapa aktivitas tidak, bahkan
jauh dari ergonomis seperti:
1) Ruang kemudi, kursi yang teralu tinggi dan sempit yang terbuat dari kayu
dapat mengakibatkan paha tertekan, peredaran darah lambat, melemahnya
stabilitas tubuh dan terjatuh atau terjungkal dari kursi. GPS yang berada di
atas mengharuskan kapten untuk berdiri dan arm above shoulder untuk
menjangkaunya dapat mengakibatkan rasa sakit pada leher, tangan dan bahu.
51
2) Ruang istirahat ABK, material yang terbuat hanya dari kayu menyebabkan
gesekan yang cukup besar antara tulang punggung dan lantai tidur. Hal ini
dapat berakibat fatal dalam jangka panjang, yaitu kelainan tulang belakang.
Ruangan yang tingginya hanya 1 m tidak memungkinkan ABK untuk berdiri
atau bebas bergerak.
3) Ruang mesin, kebisingan akibat suara mesin kapal dan asap yang dikeluarkan
sangat tidak ergonomi. KKM tidak diperlengkapi dengan ear plug, masker
dan wear pack di dalam kamar mesin untuk meminimalisir kemungkinan
rusaknya fungsi pendengaran, keracunan gas karbon dan bahaya kebakaran
dalam kamar mesin.
4) Setting dilakukan dengan cara manual oleh bossmen. Cara membungkuk dan
tegak yang dilakukan berulang dan tidak sesuai dengan aturan yaitu jongkok
dan mengambil alat yang diperlukan dapat mengakibatkan sakit pada
pinggang dan lutut. Alat bantu seperti line thrower diperlukan dalam
membantu operasi penangkapan tuna.
5) Hauling dilakukan dengan alat bantu yang penggunaannya sangat mudah yaitu
membuka dan menutup keran hidraulik. Branch line ace diperlukan untuk
memudahkan dalam penggulungan branch line dengan cepat. Gerakan
penggulungan branch line dengan cepat yang dilakukan ABK bisa berakibar
terkilirnya pergelangan tangan.
6) Penanganan melibatkan peralatan benda tajam berupa pisau, paku pembunuh
dan ganco. ABK yang bertugas tidak dilengkapi dengan sarung tangan
maupun wear pack. Hal tersebut sangat berbahaya mengingat ikan yang
sangat agreasif dan menyerang.
52
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1) Aktivitas di atas kapal penangkap tuna dibagi menjadi beberapa kegiatan yaitu
persiapan, operasi, pasca operasi dan istirahat. Kegiatan persiapan terdiri atas:
persiapan menuju fishing ground dan persiapan alat. Operasi penangkapan
yang dimulai dari setting, drifting dan hauling. Kegiatan pasca operasi
dilakukan penanganan ikan dengan membunuh ikan dan dibersihkan agar
dapat segera disimpan.
2) Dari sudut pandang ergonomi, desain peralatan dan alat bantu di atas kapal
penangkap tuna belum ergonomis. Desain peralatan dan alat bantu yang
belum sesuai dengan kaidah ergonomi adalah sebagai berikut:
(1) Kursi kemudi yang terlalu tinggi dan terlalu sempit;
(2) Posisi GPS yang terlalu tinggi menyulitkan untuk dilihat;
(3) Ruang istirahat ABK yang hanya beralaskan karpet tipis;
(4) Kebisingan dalam kamar mesin akibat suara mesin kapal dan asap;
(5) Peralatan setting dioperasikan dengan cara manual;
(6) Penggulungan branch line secara manual; dan
(7) ABK yang bertugas pada penanganan tidak dilengkapi dengan alat bantu.
3) Dari sisi ergonomi, tingkat kenyamanan kerja di atas kapal penangkap ikan
belum memenuhi kenyamanan sesuai kaidah ergonomi walaupun ABK
menyatakan sudah merasa nyaman dan terbiasa dengan kondisi tersebut.
5.2 Saran
Pemilik kapal diharapkan memperhatikan kondisi dan kelengkapan
peralatan, alat bantu dan alat keamanan agar kenyamanan, keselamatan dan
produktivitas operasi penangkapan tuna optimal. Perlu diadakan sosialisasi
kepada ABK kapal penangkap tuna melalui pendidikan dan pelatihan mengenai
ergonomi agar aktivitas di atas kapal dapat dilakukan dengan nyaman dan aman.
Selanjutnya diharapkan akan dilakukan evaluasi terhadap ergonomi kapal dan
pengaruhnya terhadap aktivitas dan kenyamanan ABK.
53
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2005. Institute of Production Engineering Work Science/ Ergonomics,
Work Science / Ergonomics – What Is It? [terhubung tidak berkala].
http://141.99.140.157/d/aws/index.htm. [25 Desember 2010].
[Anonim]. 2010. Ergonomi dengan Pendekatan Menyeluruh. [terhubung tidak
berkala]. http://blog.isi-dps.ac.id. [27 Desember 2010].
[Anomin]. 2010. Job safety Analysis. [terhubung tidak berkala].
www.doa.state.wi.us/docview.asp?docid=2579. [27 Desember 2010].
[Anonim]. 2010. The Joyce Institute. Workplace Ergonomics. [terhubung tidak
berkala]. http://www.ergonomi.com. [26 Desember 2010].
Artayasa I N. 2010. Ergonomi dengan Pendekatan Menyeluruh dari Awal
Sampai Kini. Bali: Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.
Ayodhyoa A U. 1972. Suatu Pengenalan Tentang Fishing Boat. Bogor:
Fakultas Perikanan, IPB Press.
Ayodhyoa A U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri.
Hal: 97.
Brandt A V. 1984. Fishing Catching Methods of The World. England: Fishing
News Books Ltd.
Chavalitsakulchai P dan Shahnavaz H. 1993. Ergonomics method for prevention
of the muskuloskeletal discomfort among female industrial workers:
Physical characteristics and work factor. Human Ergology Journal. Hal:
95-113.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2010. Ergonomi. [terhubung tidak berkala].
http://www.depkes.go.id. [26 Desember 2010].
[Dirjen Perikanan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Statistik Perikanan
Indonesia (Fisheries Statistic of Indonesia). Jakarta: Departemen Pertanian.
[DKP] Departemen Perikanan dan Kelautan. 2011. Produksi ikan di PPNZJ
menurut jenis alat tangkap dominan. Jakarta: DKP.
Djaka N, Sarepe S, Santoso H. 1989. Kapal dan Perlengkapannya. Majalah
Lokakarya Perikanan Tuna. Jakarta: Warta Mina. Hal: 26.
Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessel. England: Fishing New Book
Ldt. Hal: 69-78, 78-80, 110-116.
54
Grob H and Dong X. 2006. Ergonomics and the Economic Payoff in the
Construction Sector. [terhubung tidak berkala]. http://www.ergoweb.com/.
[27 Desember 2010].
Hanabe M. 1982. Squid Jigging from Small Boats. FAO: Fisheries Technology
Service. Hal: 73.
Hendrick H W. 1997. Good Ergonomics is good Economics: Proceeding Asean
Ergonomics 97. 5th SEAES Conference. Kuala Lumpur: IEA Press.
Ibrahim B. 1997. TQM. Panduan untuk menghadapi Persaingan Global. Jakarta:
Djambatan.
Imada A S. 1993. Macroergonomic Approaches for Improving Safety and Health
in Flexible, Self Organizing Systems. The Ergonomics of Manual Work,
Proceedings of the International Ergonomics Association World Conference
on Ergonomics of Materials Handling and Infomation Processing at Work;
Warsaw, Poland, 14-17 june 1993. Polandia. Hal: 477-480.
Iskandar B H dan Pujiati. 1995. Keragaan Teknis Kapal Perikanan di Beberapa
Wilayah Indonesia [Laporan Penelitian (tidak dipublikasikan)]. Bogor:
Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Lafi L dan Novita Y. 2005. Desain dan Sistem Penyimpanan Palka Ikan pada
Kapal Longline Jenis Taiwan dan Bagan Ukuran 50-100 GT di Pelabuhan
Samudra Jakarta. Buletin PSP (Volume XV. No 1. April 2005). Bogor:
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 2-7.
Nagamachi M. 1993. Participatory ergonomics: A unique technology science.
The Ergonomics of Manual Work, Proceedings of the International
Ergonomics Association World Conference on Ergonomics of Materials
Handling and Infomation Processing at Work. Warsaw, Poland, 14-17 Juni
1993. Polandia. Hal: 41-48.
Nazir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal: 63-71.
Nomura M dan Yamazaki T. 1977. Fishing Techniques (1). Tokyo: Japan
International Coorperation Agency.
Nomura M. 1985. Fishing Techniques 1, 2, 3. Tokyo: Japan International
Cooperation Agency. Hal: 206.
Nurmianto E. 1996. Ergonomi, Konsep Dasar Dan Aplikasinya, Edisi Pertama.
Jakarta: Guna Widya.
55
Manuaba A. 1998. Bunga Rampai Ergonomi: Vol I. Denpasar: Program
Pascasarjana Ergonomi – Fisiologi Kerja Universitas Udayana.
Manuaba A. 2001. Persamaan Tujuan Ergonomi dan Total Quality Management.
Tutorial Ergonomi. 9 – 10 Juli 2001. Denpasar: Bagian Faal, Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Manuaba A. 2003. Holistic Ergonomic Design as a Strategy To Integrate
Occupational Health – Safety System Managemant into The Enterprise
Management System. 2nd
NIEC (National Industrial Conference).
Surabaya.
Robertson M. 2006. Macroergonomics: A Work System Design Perspective.
[terhubung tidak berkala]. http://www.ergonomie-self.org. [27 Desember
2010]
Sadhori N. 1985. Teknologi Penangkapan Ikan. Jakarta: CV. Yasaguna.
Sainsbury J C. 1996. Commercial Fishing Methods: an Introduction to Vessel
and Gears, 3rd
Edition. London: Fishing News Books.
Simorangkir S. 1993. Zona Perikanan 200 mil. Denpasar: PT. BF. Hal: 161.
Suhadri B. 2008. Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi 1. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional.
Suhadri B. 2008. Perancangan Sistem Kerja Dan Ergonomi 2. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan
Nasional.
WASDI. 2000. Data Kapal-Kapal Perikanan yang Masuk di Pelabuhan
Perikanan Samudera Jakarta. Jakarta: Pelabuhan Perikanan Samudera
Jakarta.
Well R. 2002. Participatory Ergonomics Process Design Change. [terhubung
tidak berkala]. http://www.waterloo.ca/~well/exposure-consepts.htm. [16
Februari 2010].
56
Lampiran 1 Produksi ikan di PPNZJ menurut jenis alat tangkap dominan tuna
longline
No Jenis ikan Bulan
Jumlah Januari Februari Maret
1 Madidihang 318,048 523,929 244,659 1,086,636
2 Tuna mata besar 329,682 556,642 294,915 1,181,239
3 Albakora 242,354 368,753 211,382 822,489
4 Tuna sirip biru selatan 0 1,274 19,320 20,594
5 Cakalang 3,597 12,829 25,871 42,297
6 Ikan pedang 159,295 262,135 132,518 553,948
7 Setuhuk hitam 120,889 165,848 122,559 409,296
8 Ikan layaran/ Jangilus 19,502 6,283 22,913 48,698
9 Tenggiri 20,818 51,220 32,446 104,484
10 Cucut botol 50,150 51,381 86,894 188,425
11 Lemadang 4,309 5,353 5,409 15,071
12 Layang/ Benggol 0 888 888
13 Alu-alu/ Manggilala pucul 23 26 49
14 Tongkol abu-abu 0 8,070 253 8,323
15 Ikan campuran 30,686 65,889 10,381 106,956
16 Papan/ semar 424 370 828 1,622
17 Gindara 153,296 164,382 86,561 404,239
18 Kakap batu 39,570 80,370 57,281 177,221
19 Kempar pati 35 510 545
jumlah 1,492,678 2,325,642 1,354,700 5,173,020
Sumber: www.dkp.go.id
57
Lampiran 2 General arrangement
58
Lampiran 3 Pemetaan posisi alat tangkap di dek atas, alat bantu dan pembagian area tampak atas (gambar non skala)
Keterangan:
1. Area setting
a. Penjaga keran hidraulik b. Penjaga main line
c. Penggulung branch line
d. Pengangkat radio buoy
e. Petugas penanganan
2. Area penanganan
3. Ruang kemudi 4. Wheel house
f. Ruang istirahat kapten
g. Ruang istirahat ABK
5. Area hauling
h. Pelempar branch line i. Pengait snap ke main line
j. Penyusun tali pelampung dan main line
k. Penyambung pelampung dan radio buoy
l. Pengambil umpan dan branch lin
1
j 2
3
4
b
a
5
g i
h
e
d
c
l k
f
58
59
Lampiran 4 Fasilitas pada ruang kemudi
Ruang kemudi
Kompas GPS
60
Lampiran 5 Fasilitas pada ruang istirahat
Ruang istirahat kapten
Ruang istirahat ABK
61
Lampiran 6 Alat dan pemetaan posisi ruang mesin
Tangga menuju kamar mesin
Kamar mesin
62
Lampiran 6 Alat dan pemetaan posisi ruang mesin (gambar non skala) (lanjutan)
Keterangan:
1. Palkah
2. Instalasi referigerator
3. Kamar mesin
1
2
3
62
63
Lampiran 6 Alat dan pemetaan posisi ruang mesin (gambar non skala) (lanjutan)
Keterangan:
1. Palka
2. Genset
3. Mesin utama
4. Mesin bantu
5. Tangga
6. Tempat beristirahat
7. Wadah air bersih
1
2
4
4
5
6
6
7 3
63
64
Lampiran 7 Fasilitas pada area setting
Posisi setting Meja setting
Peralatan setting
Radio buoy Blong
65
Lampiran 8 Fasilitas pada area hauling
Side roller Posisi hauling
Line hauler
Penggulungan brach line Frame radio buoy
66
Lampiran 9 Fasilitas pada area penanganan dan dapur
Pintu ikan Palka
Palka Ikan hasil tangkapan
Toilet Dapur
67
Lampiran 10 Job Safety Analysis (JSA)
No Aktivitas Area Kerja Jumlah
ABK
Penanggung
jawab Potensi bahaya Resiko (kemungkinan) Teknik pengendalian
1 Persiapan
Ruang
kemudi 1 Kapten
kapal lain tubrukan
kandas
tabrakan
memasang lampu tanda
memasang lampu tanda
memasang lampu tanda karang
Buritan
4
Bossmen
Barang-barang berat terjatuh, tertimpa tali, conveyor belt, helm
Lantai yang licin lersandung, tergelincir,
terpeleset boot, pembersihan
Alat-alat yang tajam tertusuk, tersobek, tergores sarung tangan, pelindung
Pergerakan cepat terkilir, terjepit branch line ace, line thrower
Ruang mesin
3
KKM
Suara bising kerusakan telinga earplug, penutup telinga
Asap/gas berbahaya keracunan masker dan goggle
Percikan api kebakaran, panas wear pack, sarung tangan
2
Operasi
Setting
Buritan 5 Bossmen Main line terjepit, terlilit line arranger
Branch line tertusuk, tersobek, tergores branch line ace, line thrower
Pelampung, radio buoy,
light buoy terkilir, terjepit block/ takal
Drifting Buritan dan haluan
2 – 3 ABK Branch line tertusuk, tersobek, tergores hati-hati
Hauling Haluan 7 Bossmen
Main line terjepit, terlilit line arranger
Branch line tertusuk, tersobek, tergores branch line ace, line thrower
Pelampung, radio buoy,
light buoy terkilir, terjepit block/ takal
Line hauler terjepit, terlilit hati-hati
Ikan dan blong tertimpa, terjatuh, terpeleset conveyor belt, helm, boot, sarung
tangan
3
Penanganan
hasil
tangkapan
Haluan 5 ABK
penanganan
Pisau tertimpa, terjatuh, terpeleset,
terjepit, terkait, tertusuk
conveyor belt, helm, boot, sarung
tangan, wear pack Ganco
Paku pembunuh
Block/ takal tertimpa, terbelit helm
67