asma brongkial 2 - copy

Upload: fa-anthony

Post on 29-Feb-2016

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

XFCDF

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANAsma adalah penyakit saluran nafas kronis dan merupakan masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia dengan kekerapan yang bervariasi. Hal tersebut sesuai dengan hasil Pertemuan Asma Dunia di Bangkok, Thailand, pada 29 November 2006, yang menyatakan bahwa asma merupakan penyakit jangka panjang yang paling sering terjadi di dunia. Setiap orang di seluruh dunia dapat terkena gangguan saluran nafas kronis ini. Asma menimbulkan gangguan kualitas hidup karena gejala yang ditimbulkannya baik berupa sesak napas, batuk, maupun mengi, mengakibatkan aktivitas sehari-hari pasien menjadi terganggu. Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan pun tidak sedikit. Asma juga dapat memicu kematian. Oleh karena itu, asma dapat menjadi beban kesehatan yang serius. Asma berasal dari bahasa Yunani asthma yang berarti sengal-sengal. Asma dalam pengertian klinik diartikan sebagai batuk yang disertai sesak nafas berulang dengan atau tanpa disertai mengi. Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan yang sangat kompleks dan melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan, sel radang, mediator inflamasi, molekul adhesi serta interaksi berbagai sel. Gangguan saluran nafas kronis ini merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang umum dijumpai pada 5-7% penduduk daerah perkotaan di Indonesia.

Prevalensi asma di dunia diperkirakan 4-8%, pria atau wanita memiliki risiko yang sama untuk terkena asma.Asma merupakan penyakit yang diturunkan (herediter), hal ini terbukti bahwa pada keluarga yang mempunyai riwayat asma terdapat kecenderungan adanya anggota keluarga yang mengidap asma. Faktor genetika (keturunan) memegang peranan cukup penting sebagai faktor risiko kemungkinan timbulnya asma pada seseorang walaupun hingga saat ini belum ada data pasti atas dasar penelitian.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A.DEFINISIAsma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

B.ETIOLOGIAda beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronchial yaitu.

1. GenetikDimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.2. AlergenDimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi2. Ingestan, yang masuk melalui mulut ,ex: makanan dan obat-obatan3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. ex: perhiasan, logam dan jam tangan3. Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

C.EPIDEMIOLOGI Kira-kira 2-20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia , namun diperkirakan berkisar antara 5-10%. D.PATOFISIOLOGI Asma brongkial ditandai tiga kelain utama pada brongkus yaitu brongkokonstriksi otot brongkus, inflamasi mukosa dan bertambahnya secret yang berada jalan nafas. Pada stadium permulaan terlihat mukosa jalan nafas pucat, terdapat edema dan secret lender bertambah. Lumen brongkus dan brongkiolus menyempit akibat spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil bahkan juga dalam secret didalam lumen saluran nafas. Bila serangan terjadi sering dan lama atau dalam stadium lanjut, akan terlihat deskuamasi epitel, penebalan membrane hialin basal, hiperplasi serat elastin, hiperplasi dan hipertropi otot brongkus dan jumlah sel goblet bertambah. Kadang kadang pada asma menahun atau pada serangan yang berat terdapat penyumbatan brongkus oleh mucus yang kental yang mengandung eosinofil.Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin. 1.Inflamasi Akut Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe lambat. a. Reaksi Asma Tipe Cepat Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi. b. Reaksi Fase Lambat Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.2.Inflamasi Kronik Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.

a. Limfosit T Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. b. Epitel Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin. Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel. c. Eosinofil Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas. d. Sel Mast Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking reseptor IgE dengan factors pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF.

e. Makrofag Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi growth-promoting factors untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF.

E.FAKTOR RESIKOa.Faktor risiko terjadinya asma Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.

Interaksi faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan : pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan genetik asma, baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma.

Manifestasi Klinis Asma(Perubahan ireversibel padastruktur dan fungsi jalan napas)Asimptomatik atauAsma diniPengaruh lingkungan : Alergen Infeksi pernapasan Asap rokok / polusi udara Diet Status sosioekonomiBakat yang diturunkan: Asma Atopi/ Alergik Hipereaktiviti bronkus Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

b.Faktor pejamu Asma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian. Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat/ kecenderungan untuk terjadinya asma. Fenotip yang berkaitan dengan asma, dikaitkan dengan ukuran subjektif (gejala) dan objektif (hipereaktiviti bronkus, kadar IgE serum) dan atau keduanya. Karena kompleksnya gambaran klinis asma, maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara yang dapat diukur secara objektif seperti hipereaktiviti bronkus, alergik/ atopi, walau disadari kondisi tersebut tidak khusus untuk asma. Banyak gen terlibat dalam patogenesis asma, dan beberapa kromosom telah diidentifikasi berpotensi menimbulkan asma, antara`lain CD28, IGPB5, CCR4, CD22, IL9R,NOS1, reseptor agonis beta2, GSTP1; dan gen-gen yang terlibat dalam menimbulkan asma dan atopi yaitu IRF2, IL-3,Il-4, IL-5, IL-13, IL-9, CSF2 GRL1, ADRB2, CD14, HLAD, TNFA, TCRG, IL-6, TCRB, TMOD dan sebagainya. 1. Genetik mengontrol respons imun Gen-gen yang berlokasi pada kompleks HLA (human leucocyte antigen) mempunyai ciri dalam memberikan respons imun terhadap aeroalergen. Kompleks gen HLA berlokasi pada kromosom 6p dan terdiri atas gen kelas I, II dan III dan lainnya seperti gen TNF-. Banyak studi populasi mengamati hubungan antara respons IgE terhadap alergen spesifik dan gen HLA kelas II dan reseptor sel T, didapatkan hubungan kuat antara HLA alel DRB1*15 dengan respons terhadap alergen. 2. Genetik mengontrol sitokin proinflamasi Kromosom 11,12,13 memiliki berbagai gen yang penting dalam berkembangnya atopi dan asma. Fenotip alergik dikaitkan dengan kromosom 11, kromosom 12 mengandung gen yang mengkode IFN, mast cell growth factor, insulin-like growth factor dan nictric oxide synthase. Studi berkesinambungan menunjukkan ada ikatan positif antara petanda-petanda pada lokus 12q, asma dan IgE, demikian pula kromosom 14 dan 19. Mutasi pada kluster-kluster gen sitokin pada kromosom 5 dihipotesiskan sebagai predisposisi terjadinya asma. Berbagai gen pada kromosom 5q berperan dalam progresiviti inflamasi baik pada asma maupun atopi, yaitu gen yang mengkode sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-12, IL-13, dan GMCSF. Interleukin-4 sangat penting dalam respons imun atopi, baik dalam menimbulkan diferensiasi sel Th2 maupun merangsang produksi IgE oleh sel B. Gen IL-4 dan gen-gen lain yang mengatur regulasi ekspresi IL-4 adalah gen yang berpredisposisi untuk terjadi asma dan atopi.

c.faktor lingkungan Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan kerja dipertimbangkan adalah penyebab utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan mencetuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.F. MANIFESTASI KLINIS DAN KLASIFIKASISerangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun. Secara klinis asama dibagi dalam 3 stadium,yaitu:Asma Ringan: Waktu terjadinya edema dinding brongkus, batuk paroksimal karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dan mengumpal merupakan benda asing yang merangsang batuk.Asma Sedang: Sekresi brongkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai sesak nafas dan berusaha bernafas lebih dalam. Ekspirium memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot nafas tambahan turut berkerja. Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang duduk dan mengbungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. gelisah, pucat dan sianosis sekitar mulut. Thoraks membungkuk kedepan dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernafasan. Pada anak yang lebih kecil, cendrung pernafasan abdominal, retraksi suprasternal dan interkostal.Asma Berat :Obstruksi / spasme brongkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara nafas hamper tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernafasan dangkal, ireguler dan frekuensi nafas meninggi.G. DIAGNOSISStudi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia, disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.1. Riwayat penyakit / gejala : Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respons terhadap pemberian bronkodilator Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam riwayat penyakit : Riwayat keluarga (atopi) Riwayat alergi / atopi Penyakit lain yang memberatkan Perkembangan penyakit dan pengobatan2. Pemeriksaan FisikHasil yang didapat tergantung pada stadium serangan serta lamanya serangan serta jenis asmanya. Pada asma yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik diluar serangan. Pada infeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk pada paroksimal, kadang-kadang terdapat suara wheezing (mengi), ekspirium memanjang, pada inspirasi terlihat retraksi supraclavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma kronik terlihat bentuk thoraks emfisematus, bongkong kedepan, sela iga melebar, diameter anteroposterior thoraks bertambah. Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh thoraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil.Pada auskultasi mula-mula bunyi nafas kasar / mengeras, tapi pada stadium lanjut suara nafas melemah atau hamper btidak terdengar karena aliran udara sangat lemah. Dalam keadaan normal fase ekspirasi 1/3 dari fase inspirasi, pada waktu serangan fase ekspirasi memanjang. Terdengar juga rongki kering dan rongki basah serta suara lender bila banyak sekresi bronkus.Tinggi dan berat badan perlu diperhatikan dan bila mungkin juga hubungannya dengan tinggi badan kedua orang tua. Asma sendiri merupakan penyakit yang dapat menghambat perkembangan anak. Gangguan pertumbuhan biasanya dapat pada asma yang sangat berat. Anak perlu diukur tinggi dan berat badannya pada tiap kali kunjungan, karena perbaikan akibat pengobatan sering dapat dari perbaikan pertumbuhannya.

Bentuk thoraks perlu diperhatikan untuk melihat adanya dada burung atau sulkus Harrison sebagai tanda obstruksi jalan nafas yang lama. Tanda ini hanya ditemukan pada asma yang berat dan menahun dengan pengololaan asma yang tidak adekuat sebelumnya.Tanda-tanda yang berhubungan dengan tingkat obstruksi jalan nafas pada waktu pemeriksaan umunya tidak atau kurang dapat dipercaya dan sangat tergantung pada kemampuan pengamat. Hal yang lebih baik adalah mencari tanda-tanda yang berhubungan dengan hiperinflasi dada.

3. Faal Paru Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya , demikian pula dokter tidak selalu akurat dalam menilai dispnea dan mengi; sehingga dibutuhkan pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita, dan parameter objektif menilai berat asma.Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai: obstruksi jalan napas reversibiliti kelainan faal paru variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan napas Banyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah diterima secara luas (standar) dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan arus puncak ekspirasi (APE).4. Spirometri Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma : Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi. Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma Menilai derajat berat asma

5. Uji Provokasi Bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus . Pemeriksaan uji provokasi bronkus mempunyai sensitiviti yang tinggi tetapi spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berartibahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis kistik.

6. Pengukuran Status Alergi Komponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut mempunyai nilai kecil untuk mendiagnosis asma, tetapi membantu mengidentifikasi faktor risiko/ pencetus sehingga dapat dilaksanakan kontrol lingkungan dalam penatalaksanaan. Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan dengan prick test. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk diagnosis atopi, tetapi juga dapat menghasilkan positif maupun negatif palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang relevan dan hubungannya dengan gejala harus selalu dilakukan. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi.

7. Foto rontgen toraksPemeriksaan ini perlu dilakukan dan pada foto akan tampak corakkan paru yang meningkat. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Ateletaksis juga sering ditemukan, setiap anak penderita asma yang berkujung pertama kalinya perlu dibuat foto rongent parunya. Foto ini dibuat terutama untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain. Foto perlu diulang bila ada indikasi misalnya adanya dugaan adanya pneumonia atau pneumothoraks. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit terkontrol.

H.DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding asma antara lain sbb : Benda asing di saluran napas Tumor Laringotrakeomalasia Stenosis trakea Pembesaran kelenjar limfe Bronkiolitis

I. PENATALAKSANAANTujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-haria. Serangan Asma Ringana. Jika dengan sekali nebulasi pasien menunjukan respons yang baik ( complete response ), berarti derajat seranganya ringanb. Pasien di observasi selama 1-2 jam, jika respons tersebut bertahan, pasien dapat di pulangkan. Pasien dibekali obat b-agonis yang harus diberikan tiap 4-6 jamc. Jika pencetus seranganya adalah infeksi virus, dapat ditambahakan steroid oral jangka pendek (3-5 hari)d. Pasien kemudian dianjurkan control ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48 jam untuk evaluasi ulang tatalaksanae. Jika sebelum serangan pasien sudah dapat obat pengendali , obat tersebut di teruskan sehingga evaluasi yang dilakukan di klinik rawat jalan , namun jika setelah di observasi 2 jam gejala timbul kembali , pasien diperlakukan sebagai serangan asma sedang

b. Serangan Asma Sedang Jika dengan pemberian nebulasi dua atau tiga kali pasienya hanya menunjukan respon parsial, kemungkinan derajat seranganya sedang. Untuk itu harus dinilai ulang sesuai pedoman Jika seranganya memang termasuk serangan sedang, pasien perlu di observasu dan di tangani di ruang rawat sehari. Pada serangan asma sedang di berikan kortikosteroid oral dengan dosis 0,5-1 mg/KGBB/hari selama 3-5 hari Walaupun belum tentu diperlukan untuk persiapan keadaan darurat, pasien yang akan di observasi di RRS langsung dipasang jalur parenteral sejak di UGDc. Serangan Asma Berat Bila dengan 3 kali nebulasi berturut turut pasien tidak menunjukan respon, yaitu gejala dan tanda serangan masih ada , pasien harus dirawat di ruang inap Oksigen 2-4 L/Menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulasi Kemudian dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks Bila pasien menunjukan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus langsung dirawat di ruang rawat intensif. Pada pasien dengan serangan berat dan anacaman henti napas Jika ada dehidrasi dan asidosis , diatasi dengan pemberian cairan dan koreksi terhadap asidosis Steroid IV diberikan bolus setiap 6-8 jam Dosis steroid IV 0,5-1 mg/KgBB /hari Nebulasi b-agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam; jika dengan 4-6 kali pemberian terjadi perbaikan klinik, jarak pemberian dapat dilebarkan menjadi 4-6 jam Aminofilin diberikan sevara IV Steroid dan aminofilin diganti dengan pemberian peroral Jika dalam 24 jam pasien stabil dapat di pulanhkan dengan sekali pemberian b-agonis tiap4-6 jam selama 24-48 jam Pada ancaman henti nafas diperlukan ventilasi mekanik

J. KOMPLIKASIBila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsunglam, makan akan terjadi emfisema makan akan mengakibatkan perubahan bentuk thoraks yaitu thoraks membungkuk kedepan dan memanjang. Pada foto rontgen thoraks terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, corak hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sullcu Harrison.Bila secret banyak dan kental, salah satu brongkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektaksis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik kea rah atelektaksis, dan bila ada infeksi akan terjadi brongko pneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat yang bisa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan pernafasan dan kegagalan jantung.K . PROGNOSIS Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodek jarang sudah menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 50% yang menjadi asma kronik pada umur 21 tahun. Dua puluh persen asma episodic sering sudah tidak timbul pada masa aqil-baliq, 60%tetap sebagai asma episodic sering dan sisanya sebagai asma episodic jarang. Hanya 5% dari asma kronik/persisten yang dapat menghilang pada umur 21 tahun.Faktor yang mempengaruhi prognosis asma anak adalah: Umur ketika serangan pertama timbul, seringnya serangan asma, berat ringanya serangan asma, terutama pada 2 tahun sejak mendapatkan serangan asma. Banyak-sedikitnya faktor atopi pada diri anak dan keluarganya. Menderita atau pernah menderita eksema infantile yang sulit diatasi. Usaha pengobatan dan penanggulangan. Lamanya minum asi. Apakah ibu/bapak atau teman sekamar/serumah merokok. Polusi udara yang lain dirumah atau diluar rumah juga dapat mempengaruhi. Penghindari allergen yang dimakan sejak hamil dan pada waktu meneteki.

BAB IIITINJAUAN KASUSA. Identitas PasienNo.mr : 81.52.79Nama : ny.Z Umur : 9 tahun Jenis Kelamin : prAlamat : meurebo Tanggal masuk : 8-6-2015B. AnamnesaKeluhan utama : sesak nafas Riwayat penyakit sekarang : sesak nafas di alami sudah 1 hari yang lalu sesak dirasakan sesudah melakukan aktivitas fisik dan pasien juga mengeluh batuk kering sudah 3 hri yang lalu ,sebelumnya os minum es dan makan coklat,setelah itu pasien batuk dan merasa sesak nafas,os juga mengeluh pilek dan demam 3 hari yang lalu.Riwayat penyakit dahulu : pernah mengalami sesak nafas karena batuk setelah minum es dan makan coklat 2 bulan yang lalu.Riwayat prnyakit keluarga : abang kandung os juga mengeluhkan sesak nafas.Riwayat penggunaan obat : (-)Riwat kelahiran : persalinan normalRiwayat imunisasi : lengkap

C. Pemeriksaan FisikKesadaran umum : lemas Kesadaran: composmentis Tanda Vital :HR : 100 X/Menit RR : 29 X/ Menit temp : 37,2 CStatus GeneralisataKepala : simetris, rambut warna hitam dan tidak mudah dicabut.Mata : pupil isokor (+),konjungtiva palpebra inferior hiperemis (+),sklera (-).Mulut : mukosa mulut kering.Telinga: Tidak ada kelainan Hidung : kongka nasalis hiperemis (+)Tenggorokan : plika anterior hiperemis (+).Leher : kelenjar parotis (DBN), Tiroid (DBN).Thoraks : bentuk normal, semetris,retraksi intercostal (+)supra jugular (+).Jantung : BJIdanBJ2 dalam batas normal, galopp (-), murmur(-)Paru : semetris, sonor, brongkovesikuler (+),whezzing (+), stridor (+).Abdomen : Nyeri tekan (-), Tympani (+), peristaltik (), palpasi hepar dan limfa (DBN).Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-).

D. Diagnosa Kerjaa. Asma Brongkial b. Brongkopneumonia c. Brongkiolitis E. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan Alergi b. Pemeriksaan faal paru c. Spirometri d. Foto rontgen

F. Penatalaksanaan Awala. Ampicilin 1gr/ kgBB setiap 8 jamb. Ventolin nebulezer 1A/ 12 jamc. Paracetamol 270 mg/kgBB d. Ambroxol 40 mg/kgBB e. Asupan cairan perhari (Holiday Segar)BB: 27 kg , BB>20 = 1500 + (7X20) = 1640 cc/har G. Follow UpTANGGAL SUBYEKTIF OBYEKTIF KET

9/6/2015 Sesak nafas Batuk berdahak pilek HR : 91X/M RR : 27X/M TEMP: 36,5 -

10/6/2015 Pilek HR : 82X/M RR : 20 X/M TEMP : 36,7 -

H. Diagnosa AkhirAsma Bronchial

I. Penatalaksanaan akhira. Ventolin nebulezer 1A/kgBB/12 jamb. Ambroxol 40mg/kgBB/hari c. Ampicilin 1gr/kgBB/8 jam

BAB IVKESIMPULANAsma pada anak-anak memiliki spesifikasi yang perlu ditangani secara berbeda pada tiap usia. Sehingga penting untuk mengenali kondisi mendetail pada tiap anak pengidap asma.Penyebab dasar asma belum diketahui. Walau demikian banyak faktor yang diperkirakan dapat meningkatkan risiko seseorang terkena asma. Gejala asma sudah dapat dikenali pada usia balita. Pada tiap anak di berbagai usia, gejalanya dapat sangat bervariasi. Sebagian anak dapat merasakan gejala ringan yang dirasakan hampir pada tiap hari. Gejala ini dapat memburuk ketika terpapar pemicu tertentu seperti udara dingin atau asap rokok. Sementara beberapa anak lain jarang merasakan gejala, namun dalam seketika bisa mengalami serangan yang berat. Asma dapat dikendalikan, tapi tidak dapat disembuhkan. Tujuan pengobatan asma pada anak-anak adalah agar anak tetap dapat hidup baik dan normal, meminimalisasi gejala dan kunjungan ke dokter, serta menemukan metode pengobatan yang tepat untuknya.

DAFTAR PUSTAKA Tim Editor IDAI 2009 Panduan Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia Hal : 269-273 diakses dari : http://idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf [ 2 Juli 2015] Perhimpunan dokter paru Indonesia. 2009 . Asma. Pedoman diagnostic dan penatalaksanaan diindonesia Staf pengajar ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas Indonesia.1985. Ilmu kesehatan anak jilid 3. Jakarta : Bagian ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran universitas Indonesia. Sudoyo,dkk 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi V. FKUI : Jakarta Mulia,M.I.J 2000 Perkembangan Patogenesis dan Pengobatan Asma Bronkial. J Kedokter Trisakti, September-Desember 2000-Vol.19, No.3 125

13