askep polio
DESCRIPTION
askepTRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Poliomielitis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus polio
dan biasanya menyerang anak-anak dengan gejala lumpuh layuh akut
(AFP=Acute Flaccid Paralysis). Program eradikasi polio global telah
dicanangkan oleh WHO dengan target dunia bebas polio tahun 2008,
sedangkan Indonesia bebas polio ditargetkan pada tahun 2005.
Saat ini Indonesia sebenarnya sudah dapat dikatakan bebas polio karena sejak
tahun 1996 tidak diketemukan lagi virus polio liar dari kasus kasus AFP yang
diambil spesimen fesesnya. Akan tetapi mengingat kinerja surveilans AFP
yang jelek pada tahun 2000 dan 2001 (AFP rate <1/10.000) (1)dan cakupan
imunisasi polio yang juga rendah (<80%) di beberapa daerah seperti Gorontalo,
Maluku, Maluku Utara dan Papua, WHO menyatakan bahwa Indonesia harus
melaksanakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) yang ke IV.
2. TUJUAN
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami
tentang penyakit poliomilitis.
3. MANFAAT
a. Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang penyakit poliomilitis.
b. Diharapkan mahasiswa mampu mengerti tentang asuhan keperawatan untuk
pasien poliomilitis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR TEORI
1. DEFINISI
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti
motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan
terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran
usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir kesistem saraf pusat
menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).
a. Klasifikasi virus
Golongan: Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia: Picornaviridae
Genus: Enterovirus
Spesies: Poliovirus
b. Anatomi fisiologi
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong
(neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan
dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai
satu unit.
Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi.
Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi
3
terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron
sistem saraf autonom (viseral). Otak dibagi menjadi telensefalon,
diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan mielensefalon.
Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang
memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke
bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2.
Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal
dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah pada sistem saraf pusat dijamin
oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna,
yang cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus
arteriosus serebri Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan
kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005,
Budianto. 2005, Guyton. 1997)
Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabel
yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini, tetapi
menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak
terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma menuju cairan jaringan
melalui membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+ jauh
lebih besar daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar
(efluks) pasif ion K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+.
Keadaan ini memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80mV
yang dapat diukur di sepanjang membran plasma karena bagian dalam
membran lebih negatif daripada bagian luar. Potensial ini dikenal sebagai
potensial istirahat (resting potential). (Snell. 2007)
Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi
perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan
ion Na+ berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke sitoplasma.
Keadaan tersebut menyebabkan membran mengalami depolarisasi. Influks
cepat ion Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi,
besarnya sekitar +40mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya
berlangsung selama sekitar 5msec.
4
Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera menghilang
dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion
K+ mulai mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area
sel setempat ke potensial istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan
dihantarkan sebagai impuls saraf. Begitu impuls menyebar di daerah
plasma membran tertentu potensial aksi lain tidak dapat segera
dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang ini disebut
periode refrakter. Stimulus inhibisi diperkirakan menimbulkan efek
dengan menyebabkan influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam
neuron sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel.
c. Etiologi
Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3
yaitu :
1. Brunhilde
2. Lansing
3. Leon : Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan
pengeringan /oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari
d. Gejala Klinis
Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :
1. Poliomielitis asimtomatis : Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak
terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak
terdapat gejala klinik sama sekali.
2. Poliomielitis abortif : Timbul mendadak langsung beberapa jam
sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise,
anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi
dan nyeri abdomen.
3. Poliomielitis non paralitik : Gejala klinik hamper sama dengan
poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih
5
hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan
sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase
ke2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia,
mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan
kolumna posterior.
4. Poliomielitis paralitik : Gejala sama pada poliomyelitis non
paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau
cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan paralysis fesika
urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain
:
Bentuk spinal. Gejala kelemahan / paralysis atau paresis
otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak
ekstremitas.
Bentuk bulbar. Gangguan motorik satu atau lebih syaraf
otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan
dan sirkulasi.
Bentuk bulbospinal. Didapatkan gejala campuran antara
bentuk spinal dan bentuk bulbar.
Kadang ensepalitik. Dapat disertai gejala delirium,
kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.
e. Patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak
semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila
ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu
sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior,
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial
serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital,
3. Sereblum terutama inti-inti virmis,
4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan
kadang-kadang nucleus rubra,
6
5. Talamus dan hipotalamus,
6. Palidum dan
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.
`
f. Pathway
Virus Polio
Sel daerah susunan saraf tertentu
Sebagian saraf rusak
Kerusakan ringan menimbulkan gejala
Penyembuhan fungsi neuron 3-4 minggu
Mengenai daerah
Medspin batang inti saraf serebelum hipotalamus korteks serebri
Malaise, demam, kelelahan, muntah dll
7
g. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan
muntah
2. Hipertermi b/d proses infeksi
3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas
b/d paralysis otot
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
h. Penatalaksanaan Medis
1. Poliomielitis aboratif
Diberikan analgetk dan sedative
Diet adekuat
Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya
dicegah aktifitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian
diperiksa neurskeletal secara teliti.
2. Poliomielitis non paralitik
Sama seperti aborif
Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan
kompres hangat selama 15 – 30 menit,setiap 2 – 4 jam.
3. Poliomielitis paralitik
Perawatan dirumah sakit
Istirahat total
Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
Fisioterafi
Akupuntur
Interferon
Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan.Poliomielitis abortif
diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas
dapat dimulai lagi.Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan
istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan yang teliti
karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan.
8
Fase akut :
Analgetik untuk rasa nyeri otot.Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya
dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak
pada sudut yang sesuai terhadap tungkai..Pada poliomielitis tipe bulbar
kadang-kadang reflek menelan tergaggu sehingga dapat timbul bahaya
pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah
dan dimiringkan kesalah satu sisi.
Sesudah fase akut :
Kontraktur.atropi,dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy. Tindakan
ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang.
B. KONSEP DASAR ASKEP
1. Pengkajian
1) Riwayat kesehatan
Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas
2) Pemeriksaan fisik
a. Nyeri kepala
b. Paralisis
c. Refleks tendon berkurang
d. Kaku kuduk
e. Brudzinky
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual
dan muntah
2. Hipertermi b/d proses infeksi
9
3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan
nafas b/d paralysis otot
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.
C. Intervensi
diagnosa intervensi rasional
Dx 1 Pantau pola makan Mengetehui intake dan aout put.
Berikan makanan yang adekuat Untuk mencakupi sehingga intake
dan output seimbang
Timbang berat badan Untuk mengetahui perkembangan
anak.
Berikan makanan kesukaan anak Menambah dan merangsang anak
untuk makan lebih banyak
Berikan makanan sedikit tapi
serng
Mempermudah proses pencernaan
Dx 2 Pantau suhu tubuh Mencegah hipotermia
Jangan menggunakan usapan
alcohol atau kompres
Bisa menyebabkan neurotoksi
Kompres mandi hangat durasi
20 sampai 30 menit
Membantu mengurangi demam
Dx 3 Evaluasi pernafasan dan
kedalaman
Pengenalan dini dan pengobatan
ventilasi dapat mencegah
komplikasi
Auskultasi bunyi nafas Mengetahui bunyi tambahan
Tinggikan kepala tempat tidur,
atau posisikan semi fowler
Merangsang fungsi pernafasan dan
ekspansi paru
Berikan tambahan oksigen Meningkatkan pengiriman oksigen
ke paru
Dx 4 Lakukan strategi non Teknik-teknik seperti relaksasi,
10
farmakologis untuk membantu
anak mengatasi nyeri
pernafasan berirama, dan distraksi
dapat membuat nyeri dan dapat
lebih di toleransi
Ajarkan anak untuk
menggunakan strategi non
farmakologis khusus sebelum
nyeri.
Pendekatan ini tampak paling
efektif pada nyeri ringan
Berikan analgesic sesuai
indikasi.
Mengurangi rasa nyeri
Dx 5 Tentukan aktivitas atau keadaan
fisik anak
Memberikan informasi untuk
mengembangkan rencana
perawatan bagi program
rehabilitasi.
Catat dan terima keadaan
kelemahan (kelelahan yang ada)
Kelelahan yang dialami dapat
mengindikasikan keadaan anak
Indetifikasi factor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan
untuk aktif sepertipemasukan
makanan yang tidak adekuat.
Memberikan kesempatan untuk
memecahkan masalah untuk
mempertahankan atau
meningkatkan mobilitas
Evaluasi kemampuan untuk
melakukan mobilisasi secara
aman
Latihan berjalan dapat
meningkatkan keamanan dan
efektifan anak untuk berjalan.
Dx 6 Pantau tingkat realita bahaya
bagi anak dan keluarga tingkat
ansietas(mis.renda,sedang,parah
).
Respon keluarga bervariasi
tergantung pada pola kultural yang
dipelajari.
Nyatakan retalita dan situasi
seperti apa yang dilihat keluarga
tanpa menayakan apayang
Pasien mugkin perlu menolak
realita sampai siap
menghadapinya.
11
dipercaya.
Sediakan informasi yang akurat
sesuai kebutuhan jika diminta
oleh keluarga.
Informasi yang menimbulkan
ansietas dapat diberikan dalam
jumlah yang dapatdibatasi setelah
periode yang diperpanjang.
Hindari harapan –harapan
kosong mis ; pertanyaan seperti
“ semua akan berjalan lancar”.
Harapan palsu akan diintervesikan
sebagai kurangnya pemahaman
ataukejujuran.
BAB III
PENUTUP
12
A. Kesimpulan
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh
virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang
belakang dan inti motorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian
susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot.
B. Saran
1. Waspadai virus polio dengan melakukan imunisasi polio untuk
mencegah terjangkitnya virus polio.
2. Mencegah lebih baik daripada mengobati.
DAFTAR PUSTAKA
13
WHO-SEARO. Poliomyelitis surveillance : weekly report 2001. SEAR
Polio Bulletin.
Dit.Jen P2M & PLP, Dep.Kes. RI. Pekan Imunisasi Nasional 2002.
Materi Informasi dan Advokasi.Dep.Kes.R.I.2002.
Gendrowahyuhono dkk.
Laporan akhir peneltian serologis poliomyelitis
setelah PIN II di daerah terpencil. 1998.
WHO-SEARO. Polio Laboratory Manual. Department of Vaccines and
Biologicals.2001.
Gendrowahyuhono. Pengaruh sanitasi lingkungan terhadap pembentukan
antibody anak setelah pemberian vaksinasi oral. Maj. Kes. Masy. Indon.
No.4/2000: 214- 8.
An alliance with a powerful man is never safe
Cermin Dunia Kedokteran No. 148, 2005
by:defka