askep pneumonia
DESCRIPTION
okTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN KEGAWATDARURATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
NAMA : AFRIL YANTI
NIM : 1111121335
RUANGAN : HCU KENANGA
DIAGNOSA : PNEUMONIA
a. Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan radang
dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli dan
rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia lobaris maupun
lobularis / bronchopneumonia.
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang
terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh
dunia. Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 yang
dilakukan Departemen Kesehatan, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi akut
saluran nafas, merupakan penyakit yang banyak dijumpai.
b. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pneumonia :
Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu :
1. Mekanisme pertahanan paru
Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai organisme yang terhirup seperti
partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa
bentuk mekanisme ini antara lain: bentuk anatomis saluran pernafasan, reflek
batuk, system mukosilier, juga system fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel
tertentu dengan memakan partikel-partikel yang mencapai permukaan alveoli.
Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat
dikeluarkan dare saluran nafas, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi
infeksi serius. Infeksi saluran nafas berulang terjadi aakibat berbagai komponen
system pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.
2. Kolonisasi bakteri di saluran nafas
Di dalam saluran nafas atas banyak bakteri yang bersifat kosal. Bila jumlah
mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman
ini kemudian masuk ke saluran nafas bawah dan paru, dan akibat kegagalan
mekanisme pembersihan saluran nafas keadaan ini akan bermanifestasi sebagai
penyakit.
Mikroorganisme yang tidak dapat menempel pada permukaan mukosa saluran
nafas akan ikut dengan sekresi saluran nafas dan terbawa bersama mekanisme
pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi. Proses penempelan organisme
pada permukaan mukosa saluran nafas tergantung dare system pangemalan
mikroorganisme tersebut oleh sel eputel.
3. Pembersihan saluran nafas terhadap bahan infeksius
Saluran nafas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai
mikroorganisme dare saluran nafas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini
meninjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga
dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan
menimbulkan penyakit.
Pertahanan paru terhadap hal-hal yang berbahaya dan infeksius berupa reflek
batuk, penyempitan saluran nafas dengan kontraksi otot polos bronkus pada
awal terjadinya proses peradangan, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.
c. Etiologinya
Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, akan tetapi dapat juga oleh
bahan-bahan lain, sehingga dikenal:
1. Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral
2. Chemical pneumonitis : inhalasi bahan-bahan organic atau uap kimia seperti
berilium
3. Extrinsik Allergik Alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung
allergen, seperti debu dare parik-pabrik gula yang mengandung spora dare
actynomicetes thermofilik.
4. Drug Reaction Pneumonitis : nitrofurantion, busulfan, methotrexate
5. Pneumonia karena radiasi sinar rontgen
6. Pneumonia yang sebabnya tidak jelas : desquamative interstitial pneumonia,
eosinofilik pneumonia
7. Microorganisma
d. Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya didahului olek infeksi saluran nafas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, suhu tubuh kadang-kadang
melebihi 40 derajat C, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk,
dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian sakit tertinggal waktu bernafas
dengan suara nafas bronchial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah
halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
1. Community Acquired Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapatkan di
masyarakat, terjadinya infeksi di luar rumah sakit.
2. Hospital Acquirted Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapat selama penderita
dirawat di rumah sakit. Hampir 1 % dare penderita yang dirawat di rumah sakit
mendapatkan pneumonia selama dalam perawatan dan 1/3nya mungkin akan
meninggal. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU lebih
dare 60 % menderita pneumonia.
3. Pneumonia in the immunocompromised host yaitu, yang terjadi akibat
terganggunya system kekebalan tubuh. Macula ini semakin meningkat dengan
penggunaan obat-obatan sitotoksik dan imunosupresif, hal ini akibat dare
merningkatnya kemajuan di bidang pengobatan penyakit keganasan dan
transplantasi organ.
e. Gambaran Patogenesis
Dalam keadaan sehat, paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadan ini disebabkan oleh adanya mekanismer pertahanan paru. Terdapatnya
bakteri di dalam paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya than tubuh,
mikroorganisme, dan lingkuingan sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak
dan berakibat timbulnya sakit.
Masuknya mikroorganisme ke saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, yaitu :
- Inhalsi langsung dari udara
- Aspirasi dare bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orfaring
- Perluasan langsung dare tempat-tempat lain
- Penyebaran secara hematogen
f. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leucosit, biasanya
> 10.000/µl kadang mencapai 30.000 jika disebabkan virus atau mikoplasma jumlah
leucosit dapat normal, atau menurun dan pada hitung jenis leucosit terdapat
pergeseran kekiri juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20
– 25 pada penderita yang tidak diobatai. Kadang didapatkan peningkatan ureum
darah, akan tetapi kteatinin masih dalah batas normal. Analisis gas darah
menunjukan hypoksemia dan hypercardia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
g. Gambaran Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air
bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh streptococcus
pneumonia. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan clebsibella
sering menunjukan adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan, kadang
dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainya dapat berupa bercak daan cavitas.
Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (bulging) fisura inter lobar.
Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering memperlihatkan adanya
infiltrasi bilateral atau gambaran bronchopneumonia. Firus dan mycoplasma sering
menyebabkan pneumonia interstisial terutama radang sptum alveola. Pada
pemeriksaan radiologis terlihat gambaran retikuler yang difus.
h. Penatalaksanaan
1 Koreksi kelainan yang mendasari.
2 Tirah baring.
3 Obat-obat simptomatis seperti: parasetamol (pada
hipereksia), morfin (pada nyeri hebat).
4 Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan batuan
infus, dekstrose 5%,normal salin atau RL.
5 Pemilihan obat-obat anti infeksi: tergantung kuman
penyebab.
6 Pertahankan jalan nafas
7 Oksigenasi
i. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah,
ganggguan pengiriman oksigen.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses
inflamasi dalam alveoli.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia
yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen
atau gas.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi
oksigen untuk aktifitas sehari-hari.
FOKUS INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,
pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
Tujuan :
- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas
- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
Hasil yang diharapkan :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
- Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels
dan ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan
dengan adanya bunyi nafas adventisius
b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut.
Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas
d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dipsnea dan menurunkan jebakan udara
e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan
upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada
posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah
pengeluaran.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus
kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman
oksigen.
Tujuan :
- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang
normal dan tidak ada distres pernafasan.
Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi :
a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan
paru dan status kesehatan umum
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.
c. Kaji status mental
Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan
hipoksemia.
d. Awsi frekuensi jantung/ irama
Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan
menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan
kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk
efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.
g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi
Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan
paru jelas/ bersih
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan
kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi
kecil.
c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.
Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya
kelainan.
e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.
Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.
f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.
Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
g. Berikan humidifikasi tambahan
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret
dari segmen paru ke dalam bronkus.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan
cairan berlebih, penurunan masukan oral.
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi :
a. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.
Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan
c. Catat lapporan mual/ muntah.
Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
d. Pantau masukan dan haluaran urine.
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.
Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi
abdomen.
Tujuan :
- Menunjukkan peningkatan nafsu makan
- Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
Intervensi :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.
Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu
kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat
menurunkan mual
c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini
d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.
Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi
abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan
pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan
yang menarik untuk pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan
mungkin lambat untuk kembali
f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya
tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup
sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Intervensi :
a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbamgan aktivitas dan istirahat.
Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik
d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
PATHWAYS
Bakteri Stafilokokus aureus
Bakteri Haemofilus influezae
Penderita akit berat yang dirawat di RS Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
Kontaminasi peralatan RS
Saluran Pernafasan Atas
Kuman berlebih di
bronkus
Proses peradangan
Akumulasi sekret
di bronkus
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
Mukus bronkus
meningkat
Bau mulut tidak
sedap
Anoreksia
Intake kurang
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
Kuman terbawa di
saluran pencernaan
Infeksi saluran
pencernaan
Peningkatan flora
normal dalam usus
Peningkatan
peristaltik usus
Malabsorbrsi
Diare
Gangguan
keseimbangan
cairan dan eletrolit
Infeksi Saluran Pernafasan Bawah
Dilatasi
pembuluh darah
Eksudat plasma
masuk alveoli
Gangguan difusi
dalam plasma
Gangguan
pertukaran gas
Peningkatan suhu
Septikimia
Peningkatan
metabolisme
Evaporasi
meningkat
Edema antara
kaplier dan
alveoli
Iritasi PMN
eritrosit pecah
Edema paru
Pengerasan
dinding paru
Penurunan
compliance paru
Suplai O2
menurun
Hipoksia
Metabolisme
anaeraob meningkat
Akumulasi asam
laktat
Fatigue
Intoleransi
aktivitas
Hiperventilasi
Dispneu
Retraksi dada /
nafas cuping
hidung
Gangguan pola
nafas
DAFTAR PUSTAKA
Barbara Engram (2006), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Barbara C. Long (2009), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.
Hudak & Gallo (2008), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Jan Tambayonmg (2008), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.
Sylvia A. Price (2007), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta
Guyton & Hall (2009), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta