askep leukimia.docx

31
askep leukimia 1. KONSEP DASAR MEDIS 1.1 Pengertian (1) Leukemia adalah proliferasi patologin dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir dengan fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik pembuatan sel darah yaitu pada sum-sum tulang (Ngastiyah, 1997 : 381) (2) Leukemia : proliferlasi sel darah putih yang masih teratur dalam jaringan pembentuk darah (Suriadi, 2001 : 175) 1.2 Etiologi Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu : (1) Faktor genetik (2) Radiasi (3) Obat-obat imunosupresif, obat-obata karsinogenik (4) Faktor heredifer (5) Kelainan kromososm 1.3 Patofisiologi Adanya proliferasi sel kanker sehingga sel kanker bersaing dengan sel normal untuk mendapatkan nutrisi dengan cara infiltrasi sel normal digantikan dengan sel kanker. Dengan adanya sel kanker akan terjadi depresi sumsum tulang yang akan mempengaruhi eritrosit, leukosit, faktor pembekuan dan jaringan meningkat karena adanya depresi dari sumsum tulang maka produksi eritrosit menurun dan terjadi anemia, produksi leukosit juga menurun sehingga sistem retikoloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi yang manifestasinya berupa demam. Faktor pembekuan juga mengalami penurunan sehingga terjadi perdarahan yang akan

Upload: ardi-yanto

Post on 26-Nov-2015

48 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

askep leukimia

1. KONSEP DASAR MEDIS 1.1 Pengertian (1) Leukemia adalah proliferasi patologin dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya berakhir dengan fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik pembuatan sel darah yaitu pada sum-sum tulang (Ngastiyah, 1997 : 381)(2) Leukemia : proliferlasi sel darah putih yang masih teratur dalam jaringan pembentuk darah (Suriadi, 2001 : 175)

1.2 EtiologiPenyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :(1) Faktor genetik(2) Radiasi(3) Obat-obat imunosupresif, obat-obata karsinogenik(4) Faktor heredifer(5) Kelainan kromososm

1.3 PatofisiologiAdanya proliferasi sel kanker sehingga sel kanker bersaing dengan sel normal untuk mendapatkan nutrisi dengan cara infiltrasi sel normal digantikan dengan sel kanker. Dengan adanya sel kanker akan terjadi depresi sumsum tulang yang akan mempengaruhi eritrosit, leukosit, faktor pembekuan dan jaringan meningkat karena adanya depresi dari sumsum tulang maka produksi eritrosit menurun dan terjadi anemia, produksi leukosit juga menurun sehingga sistem retikoloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi yang manifestasinya berupa demam. Faktor pembekuan juga mengalami penurunan sehingga terjadi perdarahan yang akan menimbulkan trombositopenia. Dengan adanya pergantian sel normal oleh sel kanker terjadi infiltrasi ekstra medular sehingga terjadi pembesaran limpa, lifer, nodus limfe dan tulang sehingga bisa menimbulkan nyeri tulang dan persendian. Hal tersebut juga akan mempengaruhi SSP (sistem saraf pusat) yakni adanya infiltrasi SSP sehingga timbullah meningitis leukemia, hal tersebut juga akan mempengaruhi metabolisme sehingga sel akan kekurangan makanan Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :

1.4 KlasifikasiBerdasarkan morfologi sel terdapat 5 golongan besar leukemia sesuai dengan lima macam sistem dalam sumsum tulang yaitu : 1. Leukemia sistem eritropoitik : mielosis, eritremika.2. Leukemia sistem granulopoitik : leukemia granulosit.3. Leukemia sistem trombopoitik : leukemia megakarlosit.4. Leukemia sistem limfopoitik : leukemia megakarlosit.5. Leukemia RES : retikulo endoteliosis / retikolosis.

1.4.1 LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT1. PenyebabLLA lebih sering dijumpai pada anak usia 3-5 tahun, dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan. Sampai sekarang penyebabnya belum diketahui, diduga karena virus (virus onkogenik). Faktor lain yang berperan : 1.1 Faktor eksogen:sinar X, sinar radio aktif, hormon, bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri)1.2 Faktor endogen:ras (orang Yahudi mudah menderita LLA), faktor konstitusi seperti kelainan kromosom (sindrom down), herediter (kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kembar satu telur) 2. Gejala Klinis2.1 Gejala khas : pucat, panas, perdarahan, splenomegali, hepatomegali, limfadenopati.2.2 Gejala tidak khas : sakit sendi / sakit tulang. 2.3 Gejala lain : lesi purpura pada kulit. 3. Pemeriksaan Laboratorium3.1 Darah tepi:Adanya pensitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton terdapat sel blast, yang merupakan gejala patogonomik untuk leukemia 3.2 Sum-sum tulang:Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (apabila sekunder). (Ilmu Kesehatan Anak :145)4. Pemeriksaan lain4.1 Biopsi limpa4.2 Kimia darah4.3 Cairan cerebrospinal4.4 Sitogenik 5. Pengobatan 5.1 Transfusi darah bila Hb kurang dari 6 g/dl5.2 Kortikosteroid5.3 Sistostatika 5.4 Imunoterapi 5.5 Infeksi sekunder dihindarkan (isolasi)1.4.2 LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIK (LLK) 1. InsidenLebih sering pada laki-laki dan ditemukan pada umur kurang dari 40 tahun. Pada usia 60 tahun ke atas insiden tinggi.2. Gejala klinis Limfodenopati, splenomegali, hepatomegali, anemia hemolitik, trombositopenia. 3. Pemeriksaan Lab3.1 Darah tepi : limfositosis 50.000/mm.3.2 Sum-sum tulang : adanya infiltrasi merata. 4. Pengobatan Clorambucil dan kortikosteroid.

1.4.3 LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT (LMA)1. Insiden Lebih sering ditemukan pada usia dewasa (85 persen) daripada anak-anak (15 per sen) dan lebih sering pada laki-laki. 2. Gejala klinisRasa lelah, pucat, nafsu makan menuurn, nyeri tulang, pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar mediastrium, anemia ptekie, perdarahan, infeksi.

1.4.4 LEUKEMIA GRANULOSITIK KRONIK (LGK)1. PengertianSuatu penyakit mielopoliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan dari sel granulosit yang relatif matang. 2. Gejala KlinisRasa lelah, penurunan berat badan, rasa penuh di perut, splenomegali. 3. Pemeriksaan Lab3.1 Leukosit lebih dari 50.000/mm3.2 Trombositopenia3.3 Kadar fosfatose alkali leukosit rendah3.4 Kenaikan kadar vitamin B16 dalam darah3.5 Sumsum tulang : hiper seluler dengan peningkatan jumlah megalicitiosil dan aktivitas granulopolsis.1.5 Manifestasi KlinikPilek, pucat, lesu, mudah terstimulasi, demam, anoreksia, BB menurun, ptechiae, nyeri tulang dan persendian, nyeri abdomen, limfadenopati, hepatoslenomegali.

1.6 Pemeriksaan Diagnostik(1) Pemeriksaan darah tepiBerdasarkan pada kelainan sumsum tulang gejala yang terlihat pada darah tepi berupa adanya ponsitopenia, limfositosis yang menyebabkan darah tepi monoton dan terdapat sel blast. (2) Kimia darahAsam urat meningkat hipogamaglobinemia(3) Sumsum tulang(4) Biopsi limpaMemperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfe yang terdesa seperti : limfosit normal, RES. (5) Cairan serebrospinalisTerdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein(6) SitogenikMenunjukkan kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Phi)

1.7 Penatalaksanaan (1) Medik(1) Tranfusi darahBiasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 gram %(2) Kartikosteroid(3) Sitostatika Diberikan metotreksat atau MTX 2 minggu / kg BB secara intrafekal 3x seminggu 6-Merkaptopurin atau 6-MP setiap hari dengan dosis 65 mg/m2 luas permukaan badan.(4) Infeksi sekunder dihindarkan(5) Imunoterapi (2) Keperawatan Masalah pasien yang perlu diperhatikan umunya sama dengan pasien lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena prognosis pasien pada umumnya kurang menggembirakan (sama sepeti kanker lainnya) maka pendekatan psikososial harus diutamakan. Yang perlu diusahakan ialah ruangan yang aseptik dan cara bekerja yang aseptik pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika mengetahui anaknya.

2. KONSEP DASAR ASKEP2.1 Pengertian 1) Biodata Terutama menyerang usia 3-4 tahun. 2) Riwayat penyakit(1) Keluhan utama Pucat, panas(2) RPSPucat mendadak disertai panas dan perdarahan.(3) RPD- Antenatal : ibu menderita leukemia- Natal : -- Post natal : -3) Activity Daily Life (1) NutrisiNafsu makan hilang, penurunan BB(2) EliminiasiTerjadi konstipasi dan diare(3) IstirahatSering tidur (4) Aktivitas Lemas, lelah, nyeri sendi(5) Personal hygieneTerganggu

2.2 Pemeriksaan 1) Umum(1) Kesadaran :composmentis sampai koma(2) Tekanan darah :hipotensi(3) Nadi :takikardi dan filiformis(4) Suhu :demam sampai dengan hiperpireksia(5) Pernafasan :takipnea sesak nafas 2) Fisik(1) Kepala - Wajah:pucat- Mata : conjungtiva pucat, perdarahan retina, pupil odema- Hidung : epitaksis- Mulut : gusi berdarah, bibir pucat, hipertropi gusi, stomatitis- Leher : pembesaran kelenjar gejah bening, faringitis- Dada : nyeri tekan pada tulang dada, terdapat efusi pleura

- Abdomen :hepatomegali, spenomefali, limfodenopati- Skeletal:nyeri tulang dan sendi- Integumen:purpura, ekimosis, ptekie, mudah memar3) Penunjang (1) Pemeriksaan darah tepiBerdasarkan pada kelainan sumsum tulang gejala yang terlihat pada darah tepi berupa adanya ponsitopenia, limfositosis yang menyebabkan darah tepi monoton dan terdapat sel blast. (2) Kimia darahKolesterol mungkin rendah, Asam urat meningkat, hipogamaglobinemia(3) Pemeriksaan Sumsum tulangPemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesa (aplasia sekunder)(4) Biopsi limpaMemperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal dari jaringan limfe yang terdesa. (5) Cairan serebrospinalisTerdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein(6) SitogenikMenunjukkan kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Phi)2.3 Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Muncul 1) Resiko infeksi sehubungan dengan ketidakefektifan sistem imun2) Intoleran aktivitas sehubungan dengan gangguan transpor oksigen skunder terhadap berkurangnya jumlah sel darah merah. 3) Resiko injury sehubungan dengan ketidakadekuatan faktor pembeku (platelet).4) Kecemasan sehubungan dengan ketidakadekuatan dengan diagnosa baru dan rencana perawatan.

2.4 Rencana Keperawatan 1) Diagnosa 1Tujuan : mencegah terjadinya infeksi (1) Kriteria hasil Menunjukkan tidak ada tanda-tanda infeksi. Suhu 365o 374oC Kultur darah (-) Tidak ada tanda infeksi dalam pemeriksaan fisik.(2) Intervensi Monitor TTV tiap 4 jam, jangan memakai termometer rectal.R/ deteksi dini terhadap infeksi dan menjaga keadaan mukos rectal. Cegah konstipasi da prosedur invasi jaringan, melakukan injeksi IM, SC, IV.R/ mencegah perdarahan. Ambil darah melalui ibu jari tidak dengan jarum suntik.R/ mencegah perdarahan. Inspeksi kulit setiap hari pada daerah yang rusak. R/ kulit yang sempurna sebagai pertahanan pertama melawan serangan organisme. Inspeksi rongga mulut apakah ada candida dan kerusakan pada lapisan mukosa oral.R/ kesehatan mukosa oral adalah sebagai pertahanan melawan serangan organisme. Instruksi keluarga tentang tanda infeksi dan langkah yang diambil jika ada dugaan infeksi.R/ keluarga kooperatif dan mampu melakukan tindakan terhadap pencegahan infeksi. Beri semangat untuk hggiene oral. R/ kebersihan oral yang buruk merupakan medium utama untuk pertumbuhan organisme.

2) Diagnosa 2Tujuan : Aktifitas anak menjadi meningkat (1) Kriteria hasil HR, keseimbangan cairan sesuai unsur Keluarga atau anak mengerti tanda-tanda anemia dan penyebab Membentuk ADL yang tepat tanpa bantuan(2) Intervensi Kaji HAR dan urine tiap 4 jamR/ memonitor transpor oksigen dalam toleransi kegiatan. Diskusikan dengan orang tua / anak tanda anemia dan tindakan pilihan.R/ orang tua kooperatif dan mampu melakukan tindakan pilihan. Berikan transfusi RBCR/ menormalkan jumlah sel darah merah dan kapasitas oksigen. Susunlah periode istirahat R/ memberikan energi untuk penyembuhan dan regenerasi sel. 3) Diagnosa 3Tujuan : Mencegah injury yang berkelanjutan (1) Kriteria hasil Menunjukkan tidak ada tanda-tanda perdarahan dalam prosedur RS. Mempunyai pergerakan perubahan sehari. Bebas injury dan lingkungan yang bebas. Orang tua / anak secara verbal mengenal tindakan yang diperlukan ketika jumlah platelet turun. (2) Intervensi Monitor jumlah platelet.R/ mencegah terjadinya perdarahan. Inspeksi faeces, gusi, emesis, sputum, sekret nasal.R/ mengetahui adanya persarahan sebagai tanda-tanda tromvositopenia. Minimalkan / hindari prosedur invasi.R/ mengurangi kerusakan integritas mulut yang memungkinkan terjadinya infeksi. Cegah konstipasiR/ mencegah kerusakan mukosa anus sehingga mengurangi resiko infeksi. Sediakan lingkungan yang amanR/ lingkungan yang aman akan menurunkan resiko spontan perdarahan bila anak mengalami trombositopenia. Instruksikan pada klien untuk memodifikasi kegiatan yang tepat untuk meminimalkan resiko trauma. R/ diagnosa keperawatan tidak bosan dan terhindar dari injury.

4) Diagnosa Keperawatan 5Tujuan : Mengurangi terjadinya kecemasan (1) Kriteria hasil Orang tua mengungkapkan secara verbal tentang diagnosa Orang tua ikut serta dalam rencana pelaksanaan. Orang tua memikirkan spesifik untuk pelaksanaan perawatan. (2) Intervensi Buatkan orang tua diagnosa dan tindakan dengan teratur. R/ orang tua mengerti dan kooperatif dalam tindakan. Perkenalkan keluarga kepada keluarga lain di mana anak mereka mempunyai diagnosa sama dan terapi yang sama. R/ antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain bisa saling tukar menukar informasi tentang penyakit yang diderita anaknya. Perkuat secara verbal rencana setiap hari.R/ keluarga kooperatif dalam tindakan keperawatan. Berikan tulisan dan verbal tentang instruksi tindakan yang dilakukan di rumah. R/ melanjutkan intervensi.

Asuhan Keperawatan Thalasemia

2.1 Thalasemia2.1.1 PengertianThalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah laut tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah laut tengah. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau erittroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya (weatheral, 1965 dalam Ganie, 2005). Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin (Suriadi 2010). Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Ketidakseimbangan rantai globin pada thalassemia akan mempengaruhi kegagalan eritropoeisis dan mempercepat pengrusakan eritrosit. Kelainan ini diderita sepanjang hidup dan diklasifikasikan sebagai thalasemia alpha dan beta tergantung dari rantai globin yang mengalami kerusakan pada sintesis hemoglobin. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait, hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor.Secara klinis, thalassemia dibagi menjadi 3 grup. Klasifikasi ini memilikiimplikasi klinis diagnosis dan penatalaksanaan.(1) Thalassemia mayor.(2) Thalassemia minor.(3) Thalassemia intermedia.

2.1.2 EtiologiThalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Orang normal mempunyai dua gen yang normal untuk pembentukan haemoglobin. Pembawa-sifat yang sehat (Carrier) dari -thalassaemiatrait (trait=ciri) mempunyai satu gen normal untuk haemoglobin dan satu gen yang berubah, mereka sehat karena satu gen-nya bekerja dengan baik. Oleh karena satu gen diwariskan dari setiap orang tua, sekurangnya satu dari orang tua mereka haruslah pembawa-sifat. Orang dengan b-thalassaemia-mayor mempunyai dua gen yang berubah, satu diwariskan dari masing-masing orang tuanya, jadi kedua orang tuanya pastilah pembawa sifat. Apabila kedua orang tua merupakan pembawa sifat thalasemia, dimana dari kedua orang tua tersebut diperkirakan akan lahir 25% lahir normal, 50% pembawa sifat thalasemia dan 25% penderita thalasemia beta mayor.

Gambar 2.1. Thalasemia Diturunkan Berdasarkan Hukum Mendel

Sumber : mirbrokers.com/data/NewsletterEdisi64Thalasemia dalam Mariani, 2011

2.1.3 PatofisiologiSelama kehamilan, thalasemia mayor tidak mempengaruhi si janin. Hal ini terjadi karena janin mempunyai susunan haemoglobin yang khusus, disebut haemoglobin-janin (feotal haemoglobin, disingkat HbF). Anak-anak dan orang dewasa mempunyai susunan haemoglobin yang lain disebut haemoglobin dewasa (adult haemoglobin, disingkat HbA). Ketika si bayi lahir, sebagian besar haemoglobinnya masih berbentuk Hb-janin (HbF), tetapi selama enam bulan pertama kehidupannya, Hb jenis itu secara berangsur digantikan posisinya oleh haemoglobindewasa (HbA). Masalah pada thalasemia adalah si anak tak dapat membuat haemoglobin-dewasa yang cukup. Oleh karena itu anak dengan thalasemia mayor berada dalam kondisi baik saat kelahiran, umumnya menjadi sakit sebelum mereka berumur 2 tahun.Masing-masing Hb A yang normal terdiri dari empat rantai globin sebagai rantai polipeptida, di mana rantai tersebut terdiri dari dua rantai polipeptida alpa dan dua rantai polipeptida beta. Empat rantai tersebut bergabung dengan empat komplek heme untuk membentuk molekul hemoglobin, pada thalasemia beta sisntesis rantai globin beta mengalami kerusakan. Eritropoesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil eritrosit yang mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia. Anemia berat yang berhubungan dengan thalasemia beta mayor menyebabkan ginjal melepaskan erythropoietin yaitu hormon yang menstimulasi bone marrow untuk menghasilkan lebih banyak sel darah merah, sehingga hematopoesis menjadi tidak efektif. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan ekspansi sumsum tulang, sehingga timbul deformitas pada tulang. Eritropoietin juga merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler di hati dan limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia adalah meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan penumpukan besiberkisar 2-5 gram pertahun.

Gambar 2.2.Patofisiologi Thalasemia Thalasemia menstimulasi sritropoesis

Hiperplasia Sel darah Hemopoesis sumsum tulang merah rusak ekstramedula

Perubahan skeletal Hemolisis Splenomegali, Limfadenopati Anemia Hemosiderosis Hemakromatosis

Maturasi seksual dan Kulit kecoklatan Fibrosis pertumbuhan lambat

Jantung Liver Kandung Pankreas Limpa empedu

Gagal jantung Sirosis Kolelitiasis Diabetes splenomegaliSumber : Suriadi ( 2010 : 31)

2.1.4 Manifestasi KlinisAnemia terjadi pada usia 3-6 bulan ketika terjadi pergnatian sintesis rantai menjadi rantai yaitu HbF menjadi HbA secara normal kasus yang lebih ringan terjadi di atas usia tersebut (sampai usia 4 tahun). Thalasemia minor umumnya hanya menyebabkan anemia ringan sampai sedang, dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak terditeksi. Sedangkan thalasemia mayor umumnya menampakan manifestasi klinis yang jelas.Tanada awal sebelum diagnosis ditegakan, awitan mendadak, anemia demam yang penyebabnya tidak bisa dijelaskan, pola makan memburuk dan pembesaran limpa yang khas. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel resultan yang mengakibatkan splenomegali (biasanya memerlukan splenoktomi). Komplikasi skeletal, seperti penebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, yang akan nampak facies talasemik atau facies cooley, dan rentan terhadap fraktur sepontan. Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF, dan dan fibrosis serat otot jantung. Penyakit kantung empedu, termasuk batu kandung empedu ( dapat memerlukan kolesistektomi). Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis. Perubahan kulit, seperti ikterus dan pigmentasi coklat akibat deposit zat besi. Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin (kemungkinan disebabkan oleh kelenjar endokrin sensitif terhadap zat besi), seperti keterlambatan kematanag seksual dan diabetes melitus.

2.1.5 Dampak Thalasemia Terhadap Kondisi Psikososial AnakPenyakit thalasemia selain berdampak pada kondisi fisik juga terhadap kondisi psikososial, anak dengan kondisi penyakit kronis mudah mengalami emosi dan masalah prilaku. Lamanya perjalanan penyakit, pengobatan dan perawatan yang terjadwal secara pasti serta seringnya tidak masuk sekolah menuntut kebutuhan emosional yang lebih besar. Anak penderita thalasemia mengalami perasaan berbeda dengan orang lain dan mengalami hargadiri yang rendah (Mariani 2011).

2.1.6 Dampak Thalasemia Terhadap KeluargaPenyakit thalasemia pada anak selain berdampak pada kondisi anak itu sendiri juga berdampak pada keluarga. Dampak terhadap keluarga yang dijumpai anatara lain yaitu: Permasalahan perawatan di rumah, permasalahan keuangan, dampak psikis keluarga dimana kelaurga takut anaknya meninggal dan adanya tekanan yang relatif pada keluarga (Wong, 2009; Potts & Mandleco, 2007).Berdasarkan penelitian yang terkait dengan dampak pada keluarga dilakukan oleh Hobdell (2004) bahwa adanya chronic sorrow atau perasaan berduka pada orang tua dengan anak dengan kondisi kronik. Di lain pihak keluarga mempunyai peranan penting dalam memberikan dukungan terhadap anak penderita thalasemia, dukungan yang diberikan menurut Friedman (1998) meliputi empat fungsi yaitu dukungan informasional, dukungan penelitian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Keberadaan dukungan sosial terbukti berhubungan dengan menurunya mortalitas dan lebih mudah sembuh dari sakit (dalam Mariani, 2011)

2.1.7 DiagnosaDiagnosis thalasemia beta ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium dan gambaran klinis. Pemeriksa hematologi mengungkapkan perubahan yang khas pada sel darah merah (yaitu, mikrositosis, hipokromia, anisositosis, poikilositosis, sel-sel target dan basophilic stipling [bercak-bercak berbentuk batang] pada berbagai stadium). Kadar Hb dan hematocrit (Ht) yang rendah terlihat pada anemia berat, walaupun kedua angka tersebut secara khas lebih rendah dibandingkan angka penurunan jumlah eritrosis karena proliferasis eritrosis yang imatur. Hasil pemeriksa elektroforesis Hb akan memastikan diagnosis, dan foto ronsen/radiograf tulang yang terkait akan mengungkapkan gambaran yang khas.Klasifikasi secara klinis dibagi menjadi lima kategori sebagai berikut:(1) Silent carrier thalasemia: pasien biasanya tidak memiliki gejala.(2) thalasemia trait: pasien mengalami anemia ringan, sel darah merah abnormal, Hb abnormal, pada pemeriksaan darah perifer biasanya ditemukan hipochrom dan microcytosis.(3) Thalasemia intermedia: kondisi ini biasanya berhubungan dengan keadaan heterozygote yang menghasilkan anemia tetapi tidak mengalami ketergantungan transfusi darah.(4) thalasemia berhubungan dengan variasi struktur dari rantai .(5) Thalasssemia mayor (Cooley anemia): pada kondisi ini memerlukan transfusi darah yang terus menerus, splenomegali yang berat, deformitas dari tulang dan keterlambatan pertumbuhan. Hasil pemeriksaan darah tepi pada pasien ditemukan hypocromic macrocytes, polychromasia, leukostes yang immatur.Diagnosis pranatal tersedia dengan menggunakaan DNA (vili korionik atau cairan amnion) maupun darah janin. DNA fetal biasanya diamplifikasi dengan menggunakan reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction, PRC) dan mutasi DNA deteksi. Jika janin terkena dengan parah, pasangan tersebut harus melakukan konsultasi, dan terminasi kehamilan, jika perlu, bisa ditawarkan.

2.1.8 PenatalaksanaanTransfusi darah merupakan dasar penata pelaksanaan medis. Terapi suportif ini bertujuan mempertahankan kadar Hb yang cukup untuk mencegah ekspansi sumsum tulang dan deformitas tulang yang diakibatkannya, serta menyediakan eritrosis dengan jumlah cukup untuk mendukung pertumbuhan dan aktivitas fisik yang normal. Studi terbaru telah mengevaluasi manfaat mempertahankan kadar Hb di atas 10 g/dl, suatu tujuan yang memerlukan terapi transfusi setiap 3 minggu sekali. Keuntungan terapi ini meliputi:(1) Peningkatan kesehatan fisik dan psikologis karena anak mampu turut serta dalam aktivitas normal.(2) Penurunan kardiomegali dan hepatosplenomegali.(3) Perubahan pada tulang lebih sedikit.(4) Pertumbuhan dan perkembangan normal atau mendekati normal sampai usia pubertas.(5) Frekuensi infeksi lebih sedikit. Meskipun begitu, tindakan menaikkan kadar Hb hingga melebihi 15 gr/dL tidak dianjurkan. Keputusan untuk memulai program transfusi didasarkan pada kadar Hb < 6 gr/dL dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, yang berhubungan dengan pertumbuhan yang terganggu, pembesaran limpa, dan atau ekspansi sumsum tulang. Transfusi dengan dosis 15-20 mL/kgBB Packed Red Cells (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu.Salah satu komplikasi yang potensial terjadi pada seringnya terapi transfusi adalah kelebihan muatan zat besi. Karena tubuh tidak memiliki cara efektif untuk mengeleminasi zat besi yang berlebihan maka mineral tersebut akan ditimbun dalam jaringan tubuh. Untuk meminimalkan terjadinya hemosiderosis dapat diberikan deferoksamin (Desferal), suatu agens kelasi-zat besi-bersama dengan suplemen oral vitamin C dalam dosis kecil. Pemberian vitamin C 100-250 mg/hari bertujuan untuk meningkatkan ekskresi besi. Vitamin C hanya boleh diberikan pada pasien-pasien yang mengalami deplesi askorbat dan hanya pada saat deferoksamin diberikan. Ketika kadar ferritin turun mendekati nilai normal, peranan vitamin C dalam meningkatkan ekskresi zat besi akan menghilang (Benz dan Giardian, 1995). Deferoksamin diberikan melalui intravena atau subkutan, yang sering kali diberikan dirumah dengan menggunakan pompa infus portable, selama 8 hingga 24 jam (biasanya selama waktu tidur) selama 5 hingga 7 hari dalam seminggu. Deveroksamin juga diberikan secara intravena selama periode 4 jam pada saat dilakukan transfusi darah (Benz dan Giardian, 1995). Selain itu Asam folat 2-5 mg/hari diberikan untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat, dan vitamin E 200-400 IU/hari bertujuan untuk memperpanjang umur sel darah merah. Sebelum dilakukan transfusi pertama, status besi dan folat pasien harus diukur, vaksin hepatitis B diberikan, dan fenotip sel darah merah secara lengkap ditentukan, sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi. Pemeriksaan kadar feritin juga perlu dilakukan setiap 1-3 bulan untuk memantau kadar besi dalam darah.Pada sebagian anak dengan splenomegali berat yang menunjukan peningkatan kebutuhan transfusi, tindakan splenektomi mungkin diperlukan untuk mengurangi efek tekanan abdomen yang membuat anak tidak berdaya dan untuk memperpanjang usia sel darah merah yang ditambahkan lewat transfusi. Setelah melewati periode waktu tertentu, limpa dapat mempercepat laju destruksi sel darah merah sehingga meningkatkan kebutuhan transfusi. Setelah splenektomi, umumnya anak-anak tersebut lebih sedikit memerlukan transfusi darah, walaupun efek dasar pada sintesis Hb tetap tidak dipengaruhi. Komplikasi mayor pascasplenektomi adalah infeksi yang berat dan sangat banyak. Oleh karena itu, anak-anak yang menjamin splenektomi harus terus mendapat terapi antibiotic profilaksis dengan pengawasan medis yang ketat selama bertahun-tahun dan harus memperoleh vaksin pneumokokus dan meningokokus selain memperoleh imunisasi yang dijadwalkan secara rutin.Prognosis pada penyakit thalasemia yaitu sebagian anak mendapatkan transfusi darah dan terapi kelasi dini akan dapat hidup dengan baik sampai usia dewasa. Penyebab kematian yang palig sering terjadi adalah penyakit jantung yang diinduksi zat besi, dan kemudiandiikuti dengan infeksi, penyakit hati dan malignansi (Benz dan Giardian, 1995). Terapi yang menjanjikan bagi sebagian anak adalah transplantasi sumsum tulang. Pada sebuah studi, anak-anak berusia dibawah 16 tahun yang menjalani transplantasi sumsum tulang alogenik menunjukan angka keberhasilan hidup tanpa komplikasi sebesar 59% hingga 98% (Giardina, 1994; Walters dan Thomas, 1994).

2.1.9 Asuhan Keperawatan A. Pengkajian(1) Pemeriksaan fisik(a) Riwayat keperawatan(b) Kaji adanya tanda anemia ( pucat, lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia kronik, nyeri tulang dan dada, menurunya aktivitas, anorexia), epistaksis berulang.(2) Pengkajian psikososial(a) Anak: Usia, tugas perkembangan psikososial (Erikson), kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang digunakan.(b) Keluarga: respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga, penyesuaiian keluarga terhadap stress.B. Diagnosa keperawatan(1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/ zat nutrisi ke sel.(2) Tidak toleransi terhadap aktifitas berhubungan dengan tidak seimbngnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.(3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnnya selera makan.(4) Tidak efektif koping keluaraga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga.C. Perencanaan(1) Anak akan menunjukan perfusi jaringan yang adekuat.(2) Anak akan toleran tehadap aktifitas.(3) Anak akan menunjukan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan nutrisi.(4) Keluarga akan dapat mengatasi dan mengendalikan stress.D. Implementasi(1) Perfusi jaringan adekuat(a) Memonitor tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit, membran mukosa.(b) Meninggikan posisi kepala di tempat tidur.(c) Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.(d) Observasi adanya keterlambatan respon verbal kebingunggan atau gelisah.(e) Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.(f) Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan. tubuh.(g) Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.(2) Mendukung anak tetap toleran terhadap aktifitas(a) Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.(b) Memonitor tanda-tanda vital selama dan setelah melakukan aktifitas dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktifitas (peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan).(c) Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuan anak.(d) Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinfocment terhadap partisipasi anak di rumah.(e) Membuat jadwal aktifitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain. (f) Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktifitas, memonitor kemampuan melakukan aktifitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah.(3) Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat(a) Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak menigkat.(b) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.(c) Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dalam pemilihan makanan.(d) Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.(e) Keluarga akan mengatasi dan dapat mengendalikan stress yang terjadi pada keluarga.(f) Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada.(g) Membantu ornag tua untuk mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang di derita anak.(h) Memberikan dukungan kepada keluarga untuk mengembangkan harapan realistis terhadap anak.(i) Menganalisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber di masyarakat (pengobatan, keuangan, sosial) untuk membantu proses penyesuaian keluarga terhadap penyakit anak.(4) Perencanaan pemulangan(a) Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak.(b) Jelaskan terapi yang diberikan; dosis, efek samping.(c) Jelaskan perawatan yang diperlukan dirumah.(d) Tekankan untuk melakukan kontrol ulang sesuai waktu yang ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGCBulan, S. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup anak thalasemia beta mayor. Melalui eprints.undip.ac.id/24717/1/Sandra_Bulan.pdf [31/01/13].Ganie, Ratna A. 2005. Thalasemia: permasalahan dan penangananya. Melalui repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../08E00109.pdf [29/03/12].

Mariani, Dini. 2011. Analisa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup anak thalasemia beta mayor di RSU kota Tasik Malaya dan Ciamis. Melalui www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-20280658.pdf [31/01/13].

Furqonita, Deswaty .2006. Seri IPA Biologi. Jkarta: Quadra

Mehta, Atul B. 2008 . At a Glance Hematologi Edisi 2. Jakatra : Erlangga

Suriadi, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Cv. Sagung Seto

Wahyuni, Masyitah S. 2010. Perbandingan kualitas hidup anak penderita thalasemia dengan saudara penderita thalasemia yang normal. Melalui repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../Appendix.pdf [03/01/13].

Wong, Dona L .2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Yunanda, Yuki. 2008. Thalasemia. Melalui repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../08E00848.pdf [29/03/12].