askep jiwa gangguan mental perilaku napza

Upload: frenky-azuandi

Post on 10-Oct-2015

39 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

askep jiwa

TRANSCRIPT

Kumpulan Kuliah SMT III

Makalah

ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN MENTAL

PERILAKU KEKERASAN AKIBAT

PEMAKAIAN PSIKOTROPIKA

DI RUANG JIWA C RUMAH SAKIT

DR. SUTOMO SURABAYA

(Difocuskan untuk mempersiapkan klien pulang)

Oleh :

S U M A R N O

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2002

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku kekerasan seperti memukul orang, memukul anggota keluarga, membuang alat-alat rumah tangga bahkan merusakannya, merupakan alasan utama keluarga membawa klien untuk datang mencari pertolongan di bagian psikiatri. Keluarga merasa tidak mampu menangani dan klien dirasakan menjadi beban keluarga dan ancaman bagi lingkungan.

Keadaan putus zat merupakan salah satu diantara faktor penyebab timbulnya perilaku kekerasan. Asuhan perilaku kekerasan terdiri dari manajemen krisis yaitu asuhan keperawatan saat terjadi kekerasan, manajemen perilaku kekerasan yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang manajemen perilaku kekerasan pada keluarga.

Marah dan amuk akibat penggunaan zat psikoaktif atau putus zat psikoaktif merupakan salah satu diantara perilaku kekerasan yang dalam PPDGJ III digolongkan sebagai gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Tidak jarang Klien yang sudah diobati dan dinyatakan sembuh, beberapa waktu kemudian datang kembali dirawat dengan masalah yang sama.

Dalam makalah ini asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan (amuk) akan difokuskan pada persiapan klien pulang, dengan harapan setelah klien kembali kerumah atau lingkungannya, klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya, menghindari penggunaan psikotropika serta mendapat dukungan keluarga dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien.

1.2 Tujuan

1) Tujuan Umum.

Agar klien mampu menggunakan cara yang sehat dalam menyalurkan emosinya serta tidak lagi menggunakan zat psikotropika.

2) Tujuan Khusus

a Klien tidak melakukan kekerasan.

b Klien menggunakan obat dengan benar

c Klien mampu melakukan kegiatan sehari-hari

d Klien dapat membina hubungan yang harmonis dengan orang lain (teman sekerja, masyaarakat sekitarnya)

e Keluarga mampu memberi dukungan dan menciptakan suasana yang harmonis

f Keluarga mengetahui cara pemberian obat dengan benar

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Amuk

Merupakan respon kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan (keliat, 1991)

Marah merupakan langkah awal dari suatu perilaku kekerasan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 1995). Sebenarnya perasaan marah normal bagi setiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikanoleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif.

Berikut ini adalah gambaran rentang respon marah:

Respon adaptif

Respon maladaptif

Asertif

Frustrasi

Pasif

Agresif Kekerasan

2.2 Faktor-faktor yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan.

1) Faktor Predisposisi

Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor presisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut ini dialami oleh individu:

(1) Psikologis;

Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustrasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak0kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.

(2) Perilaku;

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimuli individu mengadopsi perilaku kekerasan.

(3) Sosial budaya;

Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dn kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive)

(4) Bioneurologis;

Kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter berperaan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

2) Faktor Presipitasi

Faktor ini dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Stimulasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang bersifat penghinaan, kehilangan orang yang dicintai / pekerjaan merupakan fartor lain dari penyebab kekerasan. Selain itu interaksi sosial yang profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

2.3 Proses terjadinya amuk

Konsep terjaadinya amuk bermula dari kemarahan yang timbul sebagai akibat adanya ancaman terhadap integritas diri atau kebutuhan. Konsep ini secara sistematis (konsep marah, Beck, Rawlins, Williams, 1986 dikutip oleh Kelit, 1991) dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:

Ancaman atau kebutuhan

Cemas

Marah

Merasa kuat Mengungkapkan secara verbal merasa tidak kuat

Menantang

menjaga keutuhan orang lain

Melarikan diri

Masalah tidak selesai

lega

Menginkari marah

Marah berkepanjangan

Ketegangan menurun

marah tidak terungkap

Rasa marah teratasi

Muncul rasa bermusuhan

Rasa bermusuhan menahun

Marah pada diri

Marah pada lingkungan

Depresi psikosomatik

Agresif / amuk

2.4 Tanda dan Gejala

Selain alasan utama klien dirawat, dari observasi dapat ditemukan muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, memaksakan kehendak, merampas makanan, membuang barang-barang serta memukul jika tidak senang.

2.5 Pohon Masalah

Resiko mencederai;

Orang lain/lingkungan

Alasan Masuk rumah sakit

(Amuk)

Perilaku kekerasan

Gangguan harga diri; harga diri rendah

2.6 Masalah Keperawatan

1. Perilaku kekerasan

2. Resiko mencederai

3. Gangguan harga diri; harga diri rendah

4. Resiko pemakaian kembali zat psikotropika

BAB 3

TINJAUAN KASUS

Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan mental perilaku (amuk) dilaksanakan mulai tanggal 4 April sampai 8 April 2002 dengan menggunakan tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang difokuskan pada persiapan pulang

3.1 Pengkajian

1) Identitas Klien

Nama

: Tn. S

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 19 tahun

Agama

: Islam

Alamat : Sidodadi , Surabaya

Suku /bangsa

: Jawa / Indonesia

Bahasa yang dipakai: Bahasa Jawa

Status perkawinan: Belum kawin

Pekerjaan

: sudah bekerja selama 3 bulan sebagai salesmen.

Pendidikan

: SMU Tamat

Ruang rawat

: Ruang Jiwa C

Rekam Medik

: 17783288

Tanggal masuk: 31 03 2002

Tanggal pengkajian: 04 04 2002

2) Alasan Masuk

Klien marah-marah tanpa alasan dan mengamuk serta membuang barang-barang yang ada dirumah sertaa bicara ngelantur sejak 25 maret 2002

3) Faktor Predisposisi.

Menurut orang tua klien, klien dan keluarga tidak ada yang mempunyai gangguan jiwa pada masa lalu. Klien pernah dirawat tahun 2001 dengan gangguan mental perilaku akibat penggunaan napza (sabu-sabu). Dirawat di RSUD Dr. Soetomo, ruang jiwaa C, pengobatan yang diberikan berhasil. Sejak saat itu klien tidak lagi menggunakan napza.

Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, kurang mendapat perhatian dari orang tua, karena kedua orang tua bercerai ketika klien berumur 5 tahun.

4) Fisik

Tanda Vital : TD: 120/70mmHg N: 92x/mnt S: 37 C P: 16x/mnt

Ukur : TB : 161 BB: 47

Keluhan Fisik: Badan terasa lemas.

5) Psikososial

Genogram :

Klien

Konsep diri

1. Gambaran diri

Klien menerima diri sendiri apa adanya.

2. Identitas

Klien bekerja sebagai salesmen salah perusahaan tiga sejak 3 bulan yang lalu

3. Peran Diri

Klien adalah anak ke 4 dari 6 bersaudara yang tinggal dengan ibunya.

4. Ideal Diri

Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang, klien akan kembali bekerja sebagai salesmen

5. Harga diri

Klien merasa rendah diri berhadapan dengan konsumen dan sesama teman salesmen.

Hubungan Sosial

Menurut klien orang yang paling berarti dalam hidupnya adalah ibunya. Klien kurang perduli dengan lingkungan, klien sering diam, agak tertutup.

Spiritual

Klien adalah penganut agama Islam yang tidak terlalu taat, klien jarang shalat selama dan belum sakit. Selama sakit, klien tidak melakukan kewajiban agamanya yaitu shalat 5 waktu.

6) Status Mental

Penampilan :

Tampak rapi , mandi dan berpakaian sendiri, senang menggunakan celana pendek, rambut disisir rapi

a Pembicaraan :

Klie mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan berupa penjelasan, cukup komunikatif, namun agak tertutup, cukup kontak mata waktu berbicara.

b Aktivitas Motorik:

Sering jalan-jalan di luar ruangan, tidak agitasi, tidur setelah mendapat obat

c Alam Perasaan:

Tampak cukup ceria, hanya sedikit kelihatan kuatir untuk mendapat pekerjaan (diungkapkan)

d Afek:

Dalam batas normal

e Interaksi selama wawancara:

Kontak mata baik, klien mau memandang lawan bicara saat berkomunikasi.

f Persepsi :

Tidak ada halusinasi baik akustik, maupun visual.

g Proses pikir:

Dalam batas normal.

h Arus Pikir:

Dalam batas normal

i Isi pikir:

Tidak terjadi waham.

j Tingkat kesadaran

Kesadaran normal baik kualitatif maupun kuantitatif.

k Memori

Tidak ada gangguan memori.

l Tingkat konsentrasi dan berhitung

Mampu berkonsentrasi dengan baik dan dapat berhitung dengan baik

m Kemampuan penilaian

Tidak ditemukan gangguan kemampuan penilaian diri, klien mampu menentukan keinginannya.

7) Kebutuhan Persiapan Pulang

a Klien bisa menyiapkan makanan dan minuman sendiri. Klien senang membeli makanan tambahan dari luar rumah sakit.

b BAB / BAK teratur dan tak perlu bantuan.

c Mandi 2 X sehari sendiri, tak perlu bantuan. Klien terlihat bersih dan rapi.

d Klien senang memakai celana pendek

e Klien bisa tidur nyenyak baik siang maupun malam.

f Sistem pendukung yang ada; Ibu dan saudara kandungnya yang tinggal bersama dalam satu rumah.

g Klien paham dengan penggunaan obat yang dibawa pulang dan efek sampingnya.

h Kegiatan didalam rumah; klien membantu ibu membersihkan rumah.

i Kegiatan diluar rumah; klien mengatakan akan membantu ibu menjual ikan dipasan dan akan kembali bekerja sebagai salesmen. Klien mengaku tidak suka ikut kegiatan kelompok pemuda dimasyarakat.

8) Mekanisme Koping

Adaptif : Mau bicara dengan orang lain,mengikuti kegiatan olah raga dan terapi

aktivitas lainnya

Mal adaptif : agak menghindar.

9) Masalah Psikososial dan Lingkungan

Masalah dengan dukungan kelompok spesifik : klien tinggal dengan ibu dan saudaranya.

Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik : kurang berinteraksi dengan lingkungan , lebih suka menyendiri.

Masalah dengan pendidikan, spesifik : klien tamat SMU

Masalah dengan pekerjaan, spesifik : Berhenti bekerja setelah tiga bulan bekerja.

Masalah dengan perumahan: Rumah berukuran 4 X 9, dihuni oleh 5 anggota keluarga, privasi kurang

Masalah dengan ekonomi: ekonomi keluarga pas-pasan, ibu bekerja sebagai tukang jual ikan, hanya satu saudara yang ikut bekerja membantu keluarga.

Masalah dengan pelayanan kesehatan: ada fasilitas pelayanan kesehatan yang terjangkau.

Masalah lainnya: orang tua cerai ketika klien masih duduk di bangku SD

10) Pengetahuan kurang tentang :

Koping : keluarga tidak tahu bahwa perlu dan penting dukungan keluarga untuk proses penanganan klien amuk

Sistem Pendukung: kurangnya sistem pendukung klien agar tidak kembali menggunakan zat psikotropika.

.

11) Aspek Medik

Diagnosa Medik : gangguan Mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikotropika

Terapi Medik : Largactil 50 mg im

Promactil 2 X 100 mg

12) Pohon Masalah

Resiko mencederai;

Orang lain/lingkungan

Alasan Masuk rumah sakit

(Amuk)

Perilaku kekerasan

Pemakaian zat psikotropika

Gangguan harga diri; harga diri rendah

13) Masalah Keperawatan

1. Perilaku kekerasan

2. Resiko mencederai

3. Gangguan harga diri; harga diri rendah

4. Resiko pemakaian kembali zat psikotropika

14) Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi pemakaian kembali zat psikotropika berhubungan dengan harga diri rendah

15) Rencana Tindakan

1. Resiko tinggi pemakaian kembali zat psikotropika berhubungan dengan harga diri rendah

Tujuan Umum:Klien tidak kembali menggunakan zat psikotropika setelah kembali

ke rumah

Tujuan khusus:

a Membina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik

b Klien mengerti bahaya pemakaian zat psikotropika dan tidak menggunakannya

c Memperbaiki kualitas hidup dengan melakukan kegitan yang bersifat produktif

d Meningkatkan harga diri.

e Menggunakan obat yang diberikan dokter dengan benar

Intervensi:

Rencana TindakanRasional

Membina hubungan saling percaya

jelaskan tujuan pertemuan

jujur dan menepati janji

tunjukan sikap empati dan menerima klien dengan apa adanya.

Berika perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klienDengan membina hubungan saling percaya, maka klien mampu mengungkapkan perasaannya dan masalah yang dihadapi.

Mendiskusikan bahaya zat psikotropika:

Efek secara fisik

Efek secara psikologisDengan mengenal bahaya pengunaan zat psikotropika dapat menghindari penyalahguaan zat psikotropika.

Berkatifitas yang produktif:

lakukan pekerjaan sehari-hari

ikuti kegiatan sosial di masyarakat

Belajar meningkatkan kemampuan sesuai dengan bidang kerjanya.Dengan aktifitas produktis, klien dialihkan perhatiannya dari keinginan pemakaian zat psikotropika

Meningkatkan harga diri:

gali kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien

diskusi kemampuan yang ada dan dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan.

Bantu pasien dalam menentukan cara penyelesaian yang konstruktif.

Diskusi dengan keluarga tentang keadaan pasien.

Bantu keluarga dengan memberikan asuhan yang tepat

Bantu keluarga untuk merencanakan kegiatan yang sesuai dengan keadaan pasien.

Keluarga membantu menyiapkan lingkungan yang sehat dan kondusif.

Dengan meningkatkan harga diri, klien mempunyai rasa percaya diri dan tidak perlu menggunakan zat psikotropika.

Menggunakan obat dari dokter dengan benar

Diskusi dengan pasien mamfaat pemberian obat

Anjurkan pasien untuk kontrol dengan teratur sebelum obat habis.

Jelaskan pada klien tentang efek samping obat.

16) Implementasi dan Evluasi

Tgl/jamImplementasiEvaluasi

05-04-2001

10:00

Membina hubungan saling percaya

Menjelas tujuan pertemuan

menunjukan sikap empati dan menerima klien dengan apa adanya.

Memberikan perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien Klien dan ibunya mau mengungkapkan permasalahan yang dihadapi namun agak tertutup.

05-04-2001

12:00Mendiskusikan bahaya zat psikotropika:

Menjelaskan Efek secara fisik

Menjelaskan Efek secara psikologis Klien dapat menjelaskan kebali bahaya pengunaan zat psikotropika.

08-04-2002

09:30Berkatifitas yang produktif:

Menganjurkan melakukan pekerjaan sehari-hari

Menjelaskan pentingnya mengikuti kegiatan sosial di masyarakat

Menganjurkan klien untuk meningkatkan kemampuan dengan cara belajar dari buku-buku sesuai dengan bidang kerjanya. Klien mengatakan akan membantu ibu menjual ikan.

Klien belum berkeinginan untuk ikut kegiatan pemuda.

klien mengatakan akan kembali bekerja sebagai salesmen dan belajar lebih banyak.

10:00Meningkatkan harga diri:

membantu klien menggali kemampuan dari aspek positif yang dimilikinya.

Mendiskusikan kemampuan yang ada dan dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan.

Membantu pasien dalam menentukan cara penyelesaian yang konstruktif.

Mendiskusikan dengan keluarga tentang keadaan pasien.

Membantu keluarga dengan memberikan asuhan yang tepat

Membantu keluarga untuk merencanakan kegiatan yang sesuai dengan keadaan pasien.

Menganjurkan keluarga menyiapkan lingkungan yang sehat dan kondusif.

Klien mengenal aspek positif, bahwa dirinya punya kemampuan untuk bekerja

Klien mengerti perlunya pengendalian diri waktu marah

Ibu mengerti keadaan anaknya dan mau membantu memberikan asuhan dengan menciptakan lingkungan yang kondusif

Klien mau mencoba melakukan kegiatan sesuai kemampuan

Ibu mengerti dan mengatakan akan berusaha menciptakan lingkungan yang tidak membuat klien marah

12:00Menggunakan obat dari dokter dengan benar

Mendiskusikan dengan pasien mamfaat pemberian obat

Menganjurkan klien untuk kontrol dengan teratur sebelum obat habis.

menjelaskan pada klien tentang efek samping obat. klien mengerti bahwa obat yang diberikan akan menolong permasalahannya.

Klien mengatakan akan kembali kontrol sebelum obat habis.

Klien mengerti sebagian efek samping obat yang dimakan.