bab ii tinjauan pustaka a. konsep gangguan jiwa 1. …repository.ump.ac.id/9155/3/siska febriyana...

36
7 Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Gangguan Jiwa 1. Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa adalah pada fungsi mental yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik diri dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat (Nasir & munith, 2011). Gangguan jiwa menurut Kusumawati & Hartono (2010), adalah perilaku atau pola psikologis yang ditujukan individu yang menyebabkan distress, gangguan fungsi dan penurunan kualitas hidup. Salah satu gangguan jiwa yang umum terjadi adalah skizofrenia. Menurut Yosep (2011) gangguan jiwa adalah sekumpulan gejala patologik dominan yang berasal dari umur jiwa. Meskipun begitu hal tersebut bukan berarti bahwa unsur yang lain tidak mengalami gangguan sebab sesungguhnya yang sakit dan menderita ialah manusia secara utuh bukan hanya beban, jiwa atau lingkungannya. Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial (Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni 2012).

Upload: others

Post on 26-Oct-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gangguan Jiwa

1. Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah pada fungsi mental yang meliputi emosi,

pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik

diri dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di

masyarakat (Nasir & munith, 2011). Gangguan jiwa menurut

Kusumawati & Hartono (2010), adalah perilaku atau pola psikologis

yang ditujukan individu yang menyebabkan distress, gangguan fungsi

dan penurunan kualitas hidup. Salah satu gangguan jiwa yang umum

terjadi adalah skizofrenia.

Menurut Yosep (2011) gangguan jiwa adalah sekumpulan gejala

patologik dominan yang berasal dari umur jiwa. Meskipun begitu hal

tersebut bukan berarti bahwa unsur yang lain tidak mengalami

gangguan sebab sesungguhnya yang sakit dan menderita ialah manusia

secara utuh bukan hanya beban, jiwa atau lingkungannya. Gangguan

jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan

adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan

pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial

(Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni 2012).

8

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

2. Etiologi Gangguan Jiwa

Ada banyak teori dan pendapat ahli mengenai penyebab gangguan

jiwa. Menurut Yosep (2011) penyebab gangguan jiwa dipengaruhi

oleh beberapa faktor yang secara terus menerus saling terkait dan

saling mempengaruhi, yaitu :

a. Faktor-faktor somatik atau organobiologis, seperti neroanatomi,

nerofisologi, nerokimia, tingkat kematangan dan perkembangan

organik, dan faktor-faktor pre dan post natal.

b. Faktor-faktor psikologik atau psikoedukatif, seperti interaksi ibu

dan anak, persaingan yang terjadi antara saudara kandung,

hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari, kehilangan yang

menyebabkan depresi atau malu/rasa bersalah, pola adaptasi dan

pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya dan tingkat

perkembangan emosi.

c. Faktor-faktor sosial-budaya atau sosiokultural, seperti kestabilan

keluarga, tingkat ekonomi, masalah kelompok minoritas yang

meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan

kesejahteraan yang tidak memadai, pengaruh rasial dan

keagamaan.

Sementara untuk faktor presipitasi (faktor yang bersumber dari

individu itu sendiri), antara lain kondisi lingkungan yang kurang baik,

interaksi dengan orang lain, kondisi fisik pasien, putus asa, dan

9

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

percaya diri yang kurang, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan

pekerjaan dan kritikan yang mengarah pada penghinaan.

3. Tanda dan gejala

Tanda- tanda umum yang sering dijumpai pada penderita dengan

gejala gangguan jiwa menurut Yoseph (2011), yaitu :

a. Gangguan kognisi

b. Gangguan perhatian

c. Gangguan ingatan

d. Gangguan pikiran

e. Gangguan kesadaran

f. Gangguan kemauan

g. Gangguan emosi dan afek

4. Jenis-jenis Gangguan Jiwa

Menurut International Classification of Diseases (ICD) seperti yang

tercantum dalam Depkes (2003) menggolongkan gangguan jiwa

menjadi beberapa jenis, yaitu:

a. Gangguan mental organik

b. Gangguan mental dan perilaku akibat gangguan mental

simptomatik yang merupakan komponen psikologi yang diikuti

gangguan fungsi secara badaniah.

10

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

c. Skizofrenia

Skizofrenia adalah penyakit mental yang menyerang banyak orang,

disertai gejala yang dapat mengganggu banyak aspek kehidupan

masyarakat terutama pekerjaan dan kehidupan social.

d. Gangguan suasana perasaan (Depresi)

e. Ansietas atau kecemasan

f. Gangguan makan, gangguan tidur, dan disfungsi seksual

g. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa

h. Retardasi mental

i. Gangguan bervaza, gangguan membaca, gangguan berhitung dan

autisme

j. Gangguan hiperkinetik dan gangguan tingkah laku

11

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

5. Pohon Masalah

B. Halusinasi

1. Definisi

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Klien

memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek

atau rangsangan yang nyata (Direja, 2011). Halusinasi merupakan

gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan

suatu yang sebenarnya tidak terjadi ( Prabowo, 2014). Pasien yang

mengalami halusinasi biasanya merasakan stimulus yang sebetulnya

tidak ada.

Defisit perawatan diri

Resiko mencederai diri

sendiri, Orang lain atau

lingkungan

Perubahan persepsi sensori:

Halusinasi dengar Intoleransi aktivitas

Isolasi sosial: menarik diri

Gangguan konsep diri:

Harga diri rendah

Koping individu inefektif

Respons pascatrauma

12

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

Halusinasi menurut Jaya (2015) merupakan gejala positif dan

utama yang paling mudah dikenali dan menjadi alasan keluarga

membawa klien berobat kerumah sakit. Halusinasi adalah salah satu

gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami sensori persepsi,

merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,

perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya

tidak ada (Fitria, 2012).

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa

adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi

seluruh panca indera. Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan

jiwa yang seorang mengalami perubahan sensori persepsi, serta

merupakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan

penciuman. Seseorang merasakan stimulus yang sebelumnya tidak ada

(Yusuf, Rizki & Hanik, 2015).

Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

membedakan antara rangsangan yang timbul dari sumber internal

(pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal (Darmawan dan Rusdi,

2013). Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau stimulus yang

datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan atau distorsi

terhadap stimulus tersebut (Nanda-1, 2012).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Klien

memberi pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau

13

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

rangsangan yang nyata, misalnya klien mengatakan mendengar suara

padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).

Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan

faktor presipitasi. Faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah

halusinasi yaitu; faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah

halusinasi yaitu; faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosial budaya

(Dermawan & Rusdi, 2013).

2. Etiologi

a. Faktor predisposisi menurut Yosep (2011).

1) Faktor Perkembangan

Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya

mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan

klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi dan

hilang percaya diri.

2) Faktor Sosiologi

Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak

bayi akan membekas diingatannya sampai dewasa ia akan

merasa disingkirkan kesepian dan tidak percaya pada

lingkungannya.

3) Faktor biokimia

Adanya stress yang berlebihan yang di alami oleh seseorang

muka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat

bersifat halusinogenik neurokimia buffofenom dan

14

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

dimetytranfenase sehingga terjadi keseimbangan acetrycolin &

Dofamine.

4) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab

akan mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif, klien

lebih memilih kesenangan sesaat & lari dari alam nyata menuju

alam khayal.

5) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart, (2006) yang termasuk faktor-faktor penyebab dari

halusinasi adalah sebagai berikut:

1) Biologis

Gangguan dalam berkomunikasi dan putaran baik otak yang

mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme

pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan

untuk secara selektif menanggapi stimulus.

2) Stress Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap

stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan

perilaku

15

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

3) Sumber Koping

Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman

tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku.

3. Tanda dan Gejala

Menurut Yosep (2011) yaitu:

a. Halusinasi pendengaran

Data subjektif

1) Mendengar sesuatu, menyuruh melakukan sesuatu yang

berbahaya

2) Mendengar suara atau bunyi

3) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

4) Mendengar seseorang yang sudah meninggal

5) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau

yang membahayakan

Data objektif .

1) Mengarahkan telinga pada sumber suara

2) Bicara atau tertawa sendiri

3) Marah marah tanpa sebab

4) Menutup telinga mulut komat kamit

5) Ada gerakan tangan

b. Halusinasi penglihatan

Data subjektif

1) Melihat orang yang sudah meninggal

16

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

2) Melihat makhluk tertentu

3) Melihat bayangan

4) Melihat sesuatu yang menakutkan

5) Melihat cahaya yang sangat terang

Data objektif

1) Tatapan mata pada tempat tertentu

2) Menunjuk kearah tertentu

3) Ketakutan pada objek yang dilihat

c. Halusinasi penghidu

Data subjektif

1) Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah bayi, fase, bau

masakan, dan parfum yang menyengat

2) Klien mengatakan sering mencium bau sesuatu

Data objektif

1) Ekspresi wajah seperti sedang mencium

2) Adanya gerakan cuping hidung

3) Mengarahkan hidung pada arah tertntu

d. Halusinasi peraba

Data subjektif

1) Klien mengatakan seperti ada sesuatu ditubuhnya

2) Merasakan ada sesuatu ditubuhnya

3) Merasakan ada sesuatu dibawah kulit

4) Merasakan sangat panass atau dingin

17

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

5) Merasakan tersengat aliran listrik

Data objektif

1) Mengusap atau menggaruk kulit

2) Meraba permukaan kulit

3) Menggerak gerakan badannya

4) Memegangi terus area tertentu

e. Halusinasi pengecap

Data subjektif

1) Merasakan seperti sedang makan sesuatu

2) Merasakan ada yang dikunyag dimulutnya

Data objektif

1) Seperti mengecap sesuatu

2) Mulutnya seperti mengunyah

3) Meludah atau muntah

f. Halusinasi Chenesthetic dan kinestetik

Data subjektif

1) Klien mengatakan tubuh nya tidak ada fungsinya

2) Merasakan tidak ada denyut jantung

3) Perasaan tubuhnya melayang laying

Data objektif

1) Klien menatap dan melihat tubuhnya sendiri

2) Klien memegangi tubuhnya sendiri

18

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

4. Jenis Halusinasi

Menurut Yusuf (2015) jenis halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu:

a. Halusinasi pendengaran (audiktif, akustik)

Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau bising

yang tidak mempuanyai arti, tetapi lebih sering mendengar sebuah

kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut di

tunjukan oleh penderita sehingga penderita tidak jarang bertengkar

dan berdebat dengan suara-suara tersebut.

Suara tersebut dapat di rasakan dari jauh dekat, bahkan mungkin

datang dari tiap tubuh nya sendiri. Suara bisa menyenangkan,

menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa ancaman,

mengejek, memaki atau bahkan menakutkan dan kadang-kadang

mendesak atau memerintah untuk berbuat sesuatu seperti

membunuh atau merusak.

b. Halusinasi penglihatan (visual, optik)

Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).

Biasanya muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,

menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang

mengerikan atau tidak menyenangkan.

c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)

Halusinasi ini biasanya mencium sesuatu bau tertentu dan

merasakan tidak enak, melambungkan rasa bersalah pada

19

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

penderita. Bau ditambah dilambungkan sebagai pengalaman yang

dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.

d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)

Walaupun jarang terjadi biasanya bersamaan dengan halusinasi

penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi

gustorik lebih jarang timbang halusinasi gustatorik.

e. Halusinasi raba (taktil)

Merasa diraba, disentuh, ditiup atau merasa ada sesuatu yang

bergerak di bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis

dan skizofrenia.

5. Tahapan halusinasi

Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), tahapan halusinasi terdiri

dari 4 fase yaitu :

a. Fase 1 (Comforting)

Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini

masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini

klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, perasaan rasa

bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di selesaikan.

Pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak

sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,

respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya

dan suka menyendiri.

20

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

b. Fase II (Condeming)

Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam

psikotik ringan. Karakteristik klien pada fase ini menjadi

pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan, kecemasan

meningkat, melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan, mulai

merasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang

lain tau dank lien ingin mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini

biasanya meningkatkan tanda tanda sistem syaraf otonom seperti

peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, klien asyik dengan

halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realita.

c. Fase III (Controling)

Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori

menjadi berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara,

bayangan, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan

mengontrol klien. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor,

dan tidak mampu memenuhi perintah.

d. Fase IV (Conquering)

Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan

halusinasinya termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yang

muncul pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi

mengancam, memerinta dan memarahi klien. Klien menjadi takut,

tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara

nyata dengan orang lain dan lingkungan.

21

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

6. Psikopatologi

Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang

menderita halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal

dari lingkungan atau stimulus eksternal (Yosef, 2011). Pada fase awal

masalah itu menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus dan

sistem pendukung yang kurang akan menghambat atau membuat

persepsi untuk membedakan antara apa yang dipikirkan dengan

perasaan sendiri menurun.

Meningkatnya pada fase Comforting, klien mengalami emosi yang

berlanjut seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya

dapat dikontrol bila kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien

cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya. Pada fase

conderming klien menarik diri. Pada fase controlling klien dapat

merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering

klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam

dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya.

22

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

Gambar II.1 Psikopatologis, Neurobiologi

Faktor Predisposisi

Biologi Psikologi Sosial budaya

Stresor Presipitasi

Sifat Asal waktu Jumlah

Penilaian Terhadap Stresor

Kognitif Afektif Fisiologis perilaku sosial

Sumber-sumber Koping

Kemampuan Personal Dukungan Sosial Aset Materi Keyakinan positif

Mekanisme Koping

Construtive Destructive

Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptive

23

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

7. Rentang Respon

Prabowo ( 2014) menjelaskan persepsi mengacu pada identifikasi

dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang

diterima melalui panca indera. Respon neurobiologis sepanjang

rentang sehat sakit berkisar dari adaptif fikiran logis, persepsi akurat,

emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon

maladaptive meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi social. Rentang

respon dapat digambarkan sebagai berikut:

Rentang respon neurobiologi

Adaptif Mal Adaptif

Skema 1.1 rentang respon neurobiologis

Sumber : Prabowo (2014)

Pikiran logis

Persepsi akurat

Emosi konsisten

Perilaku social

Hubungan sosial

Pikiran kadang

menyimpang

Reaksi

emosional

berlebihan

Perilaku tidak

lazim

Menarik diri

Kelainan pikiran

Halusinasi

Ketidakmampuan

emosi

24

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan halusinasi menurut Prabowo (2014) adalah sebagai

berikut:

a. Farmakoterapi

Neuroleptikan dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita

skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi

dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis tinggi

bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.

b. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan yang menimbulkan kejang

secara spontan dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode

yang dipasang pada satu atau dua temple, terapi kejang listring

dapat diberikan pada pasien skizofrenia yang tidak mempan

dengan teori neuroleptika oral atau injeksi. Dosis terapi kejang

listrik 4-5 joule/detik.

c. Psikoterapi dan Rehabilitasi

Psikoterapi suportif individu atau kelompok sangat membantu

karena berhubungan dengan mempersiapkan pasien kembali ke

masyarakat. Selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong

paien bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat maupun

dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena

dapat membentuk kebiasaan yang tidak baik. Dianjurkan untuk

25

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

mengadakan permainan atau latihan bersama seperti terapi

modalitas yang terdiri dari :

1) Terapi musik yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang

disukai pasien.

Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi.

2) Terapi seni

Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai

pekerjaan seni.

3) Terapi menari

Focus pada ekspresi perasaan melalui gerakkan tubuh.

4) Terapi relaksasi

Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok

Rasional : untuk koping atau perilaku mal’adaptif/deskriptif,

meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam

kehidupan.

5) Terapi sosial

Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.

6) Terapi kelompok

(a) Terapi grup (kelompok terapeutk)

(b) Terapi aktivitas kelompok (TAK)

(c) TAK stimulus persepsi : Halusinasi

7) Terapi lingkungan

Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga

26

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

9. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :

a. Isi Halusinasi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang

didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi

audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika

halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi

penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi

pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika

halusinasi perabaan.

b. Waktu dan Frekuensi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan

pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu,

atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini

sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan

menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami

halusinasi.

c. Situasi Pencetus Halusinasi.

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum

halusinasi muncul. Selain itu Perawat juga bias mengobservasi

apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk

memvalidasi pernyataan klien.

d. Respon Klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah

mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan

oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah

klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah

tidak berdaya terhadap halusinasinya.

27

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Kegiatan perawatan dalam melakukan pengkajian

keperawatan ini adalah dengan mengkaji klien dan keluarga klien

tentang tanda dan gejala serta faktor penyebab, memfalidasi data dari

klien (Kusumawati & Hartono, 2010).

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dalam proses

keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan

perumusan masalah atas permasalahan klien. Pengkajian yang

dilakukan pada pasien halusinasi meliputi data :

a. Faktor predisposisi (Stuart, 2007).

Faktor predisposisi yang mempengaruhi paada pasien halusinasi

dapat mencakup :

1) Dimensi biologis

Meliputi abnormalitas perkembangan system syaraf, yang

berhubungan dengan respon neurobiology maladaptive yang

ditunjukan melalui hasil penelitian pencitraan, otak, zat kimia

dan penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan

anak yang diadopsi yang menunjukan peran genetic pada

skizofrenia.

28

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

2) Psikologis

Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis

yang maladaptive belum didukung oleh penelitian.

3) Sosial budaya

Stress yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia

dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai

penyebab utama gangguan.

b. Faktor presitipasi

Stressor yang mencetuskan halusinasi bagi setiap individu bersifat

unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam.

Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangn fisik,

kematian dan lain-lain. Sedangkan stressor yang berasal dari dalam

antara lain putus hubungan dengan orang yang berat, kehilangan

rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, dan lain-lain. Selain

itu lingkungan yang terlalu rebut, padat,kritikan yang mengarah

pada penghinaan tindakan kekerasan dapat memicu perilaku

kekerasan.

c. Persepsi (Keliat, 2012)

1) Mengkaji jenis da isi halusinasi

2) Mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi

3) Respons terhadap halusinasi

29

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

2. Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan Effect

(diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)

Care problem

Isolasi Sosial Causa

Gambar 2.4 Pohon Masalah, Damaiyanti dan Iskandar (2014)

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari

individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan

merubah (Dermawan & Rusdi, 2013).

Perumusan diagnosa keperawatan :

a. Aktual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data

klinik yang ditemukan.

b. Resiko : menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika

tidak di lakukan intervensi.

c. Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan

untuk memastikan maslah keperawatan kemungkinan.

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

30

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

d. Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga atau

masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera yang lebih tinggi.

e. Sindrom: diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnose

keperawatan aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan

muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.

Menurut Yosep, (2011) diagnosa keperawatan halusinasi adalah

sebagai berikut :

a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

b. Isolasi sosial : menarik diri

c. Resiko perilaku kekerasan

4. Intervensi

Setelah dilakukan pengkajian dan penegakan diagnosa maka

langkah selanjutnya adalah merencanakan tindakan keperawatan atau

yang disebut dengan intervensi keperawatan. Intervensi keperawatan

dibuat perawat untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan

kesehatan lain (Muhith, 2015).

Menurut Yosep (2011) yaitu :

a. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

1) Tujuan Umum

Klien dapat mengontrol halusinasi

2) Tujuan Khusus

(a) Klien dapat membina hubungan saling percaya

31

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

(b) Klien dapat mengenal halusinasi

(c) Klien dapat mengontrol halusinasi

(d) Klien memilih cara mengatasi seperti yang telah

didiskusikan

(e) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol

halusinasi

(f) Klien dapat memanfaatkan obat secara teratur

3) Intervensi

(a) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan

prinsip komunikasi terapeutik

(b) Sapa klien dengan sopan

(c) Perkenalan diri dengan sopan

(d) Tanyakan nama klien dengan lengkap

(e) Jelaskan tujuan pertemuan

(f) Tunjukan sikap empati

(g) Beri perhatian pada klien

(h) Obesrvasi tingkah laku klien tertarik dengan halusinasi

(i) Bantu klien mengenal halusinasi

(j) Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan

halusinasi

(k) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan

jika halusinasi muncul

32

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

(l) Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian

pada klien

(m) Diskusikan cara klien untuk memutus mengontrol

halusinasi

(n) Bantu klien cara memutus halusinasi

(o) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih

(p) Ajarkan klien untuk memberi tahu keluarga jika

mengalami halusinasi

(q) Diskusikan pada keluarga saat berkunjung tentang gejala

halusinasi yang dialami

(r) Cara yang dapt dilakukan klien untuk memutuskan

halusinasi

(s) Cara merawat haluasinasi dirumah, beri kegiatan, jangan

biarkan sendiri

(t) Beri reinforcement karena sudah berinteraksi

(u) Diskusikan dengan klien keluarga tentang dosis, frekuensi,

dan manfaat obat

(v) Anjurkan klien minta obat sendiri pada perawat dan

merasakan manfaat

(w) Anjurkan klien bicara minta pada dokter tentang manfaat,

efek samping obat

(x) Bantu klien minum obat

33

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

b. Isolasi sosial

1) Tujuan Umum

Klien dapat berinteraksi dengan orang lain

2) Tujuan khusus

(a) Klien dapat membina hubungan saling percaya

(b) Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian

berhubungan dengan orang lain

(c) Klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi social

(d) Klien dapat berkenalan

(e) Klien dapat menemukan topik pembicaraan

3) Intervensi

(a) Beri salam dan panggil nama klien

(b) Sebutkan nama perawat dan berjabat tangan

(c) Jelaskan tujuan interaksi

(d) Jelaskan kontrak yang dibuat

(e) Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati

(f) Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya

(g) Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan

berinteraksi dengan orang lain

(h) Beri kesempatan klien menerapkan teknik berkenalan

(i) Latih berhubungan sosial secara berharap

(j) Masukan dalam jadwal harian klien

34

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

c. Resiko perilaku kekerasan

1) Tujuan umum

Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan

baik secara fisik, sosial, verbal, spiritual

2) Tujuan Khusus

(a) Bina hubungan saling percaya

(b) Klien dapat mengidentifikasi

(c) Klien dapat mengidentifikasikan tanda-tanda perilaku

kekerasan

(d) Klien dapat mengontrol perilaku ekerasan

3) Intervensi

(a) Bina hubungan salinh percaya

(b) Bantu klien mengungkapkan perasaan

(c) Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku

kekerasan

(d) Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian

perilaku kekerasan

(e) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku

kekerasan

(f) Ajarkan klien mempraktekan klien

35

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

5. Implementasi

Tindakan keperawatan (implementasi) dilakukan berdasarkan

rencana yang telah dibuat. Tindakan keperawatan dibuat dan dilakukan

sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klien saat ini. Perawat bekerja

sama dengan klien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan

tindakan keperawatan (Stuart, 2013).

6. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses penilaian berkesinambungan tentang

pengaruh intervensi keperawatan dan program pengobatan terhadap

status kesehatan klien dan hasil kesehatan yang diharapkan (Stuart,

2013).

D. Tought Stopping

1. Definisi

Menurut Videbeck (2008), tought stopping therapy merupakan

salah satu dari terapi perilaku yang digunakan untuk membantu

individu mengubah proses berpikir. Kebiasaan berpikir dapat

membentuk perubahan perilaku, dengan satu pikiran otomatis saja

dapat memberi petunjuk kepada pikiran-pikiran lain yang mengancam.

Townsend (2009), menjelaskan tought stopping merupakan sebuah

teknik yang dipelajari sendiri oleh seseorang yang dapat digunakan

setiap kali individu ingin menghilangkan pikiran yang mengganggu

atau pikiran negatif dari kesadaran

36

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

Contoh penghentian pikiran :

a. Membayangkan tanda stop lampu lalu lintas, atau tanda berhenti

b. Membayangkan mendengar kata “STOP” dengan kuat

c. Membayangkan sensasi rasa dari bersandar pada pintu yang

tertutup

d. Membayangkan batu bata dinding untuk menghentikan pikiran

disfungsional yang sedang berlangsung

e. Penghentian pikiran dapat dilakukan ketika pikiran negatif atau

maladaptif terjadi

2. Tujuan

a. Membantu klien mengatasi kecemaan yang mengganggu

b. Membantu klien mengatasi pikiran negative atau maladaptive yang

sering muncul

c. Membantu klien mengatasi pikiran obsesif dan fobia.

1. Prosedur pelaksanaan

Pelaksanaan dilakukan dalam tiga sesi. Untuk keberhasilan

penguasaan, penghentian pikiran harus diperaktekkan secara teliti

sepanjang hari sampai satu minggu.

a. Sesi 1

Tujuan

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat

2) Klien dapat mengidentifikasi pikiran yang menegangkan

37

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

3) Klien dapat mengenal penghentian pikiran, manfaat dan cara

yang dapat dilakukan

4) Klien dapat mempraktekkan/ berlatih teknik pemutusan pikiran

dengan menggunakkan alarm

Langkah-langkah kegiatan :

1) Ucapkan salam

2) Perkenalkan diri peneliti dengan menyebutkan nama lengkap

dan panggilan yang disukai

3) Tanyakan nama klien dan panggilan yang disukai

4) Jelaskan tujuan pertemuan dan tindakan yang akan dilakukan

5) Buat kontrak dan kesepakatan untuk tiga kali pertemuan

6) Kaji dan buat daftar pikiran yang menegangkan. Kolom satu

adalah nilai pikiran yang tidak menyenangkan. Kolom dua

adalah nilai gangguan untuk mengetahui seberapa jauh

mengganggu kehidupan (lampiran)

7) Bantu klien mengenal tentang pikiran menegangkan yang telah

ditandai : alasan pikiran muncul, apakah pikiran tersebut

realistis atau tidak, produktif atau tidak, mudah atau sulit

dikendalikan, bersifat netral atau mengalahkan diri klien sendiri

8) Minta klien memutuskan kesungguhan untuk mengurangi

pikiran yang menimbulkan stress yang telah dicatat

9) Anjurkan klien memilih satu pikiran yang sangat ingin

dilenyapkan

38

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

10) Minta klien memejamkan mata dan bayangkan situasi saat

pikiran yang menegangkan seolah akan terjadi (konsentrasi

hanya pada satu pikiran perprosedur). Anjurkan klien berpikir

baik secara normal, dengan cara ini klien dapat memutus

pikiran yang menegangkan sambil meneruskan arus berpikir

yang sehat

11) Latih klien menggunakan teknik pengaget :

(e) Setel jam alarm untuk tiga menit

(f) Minta klien memandang jauh, memejamkan mata,

merenungkan pikiran pada keadaan yang menimbulkan

stress

(g) Ketika mendengar dering alarm anjurkan klien berteriak

STOP! Barkan benak kosong kecuali pikiran yang netral

dan tidak mencemaskan

(h) Minta klien menyusun tujuan dalam waktu 30 detik

setelah stop pada saat yang bersamaan benak tetap kosong.

Bila bisikan halusinasi muncul teriak STOP lagi

(i) Minta klien melakukan latihan ini dirumah

b. Sesi 2

Tujuan

1) Klien dapat mempraktekkan/ berlatih teknik pemutusan pikiran

dengan menggunakan rekaman

39

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

2) Klien dapat mempraktekkan teknik pemutusan pikiran tanpa

menggunakan alarm

Langkah-langkah kegiatan

1) Lakukan evaluasi apakah klien telah melatih diri dengan

menggunakan alarm, beri pujian atas usaha yang dilakukan

klien bila hal ini dilakukan

2) Jelaskan rencana kegiatan dan tujuan pada sesi ini

3) Rekam suara klien ketika mengucapkan STOP dengan interval

selang-seling (tiga menit, dua menit, satu menit). Lakukan juga

dengan interval tiap lima detik. Rekaman tersebut akan

membentuk dan menguatkan pengendalian pikiran.

4) Latih mengendalikan pikiran tanpa menggunakan alarm atau

rekaman :

(a) Minta klien merenungkan pikiran yang tidak diinginkan

(sesuai pilihan klien pada sesi pertama) dan segera berteriak

STOP! Ikuti ini dengan relaksasi otot yang tenang dan

pikiran yang menyenangkan

(b) Ulangi prosedur. Camkan dengan urutan STOP – tenang –

relaksasi otot – pikiran yang menyenangkan

(c) Lakukan beberapa kali dengan teriakan STOP! Hingga

melenyapkan pikiran tersebut

(d) Jika telah berhasil menghentikan pikiran yang tidak

diinginkan dengan teriakan lanjutkan dengan melatih

40

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

pemutusan pikiran dengan mengucapkan STOP! Dengan

nada normal

(e) Bilaberhasil menghentikan pikiran dengan menggunakan

suara normal, mulai pemutusan pikiran dengan bisikan

STOP!

(f) Jika bisikan berhasil memutuskan pikiran yang

menimbulkan stress, gunakan perintah sub-vokal STOP!

Minta klien membayangkan bahwa ia mendengar teriakan

STOP! Dibenaknya

(g) Bila klien berhasil menghentikan pikiran yang

menimbulkan stress dengan tanpa bersuara muka klien

dapat melakukan hal ini saat bersama orang lain/ orang

banyak tanpa menarik perhatian orang lain

(h) Bila klien tidak berhasil menghentikan pikiran yang

menimbulkan stress dengan tanpa bersuara muka klien

dapat menggunakan dengan salah satu teknik berikut :

pasang karet gelang pada pergelangan tangan, jika pikiran

yang tidak diinginkan muncul, Tarik karet gelang tersebut,

cubit diri sendiri saat timbul pikiran tersebut, tekan kuku

jari pada telapak tangan, gigit jari, atau ketik/ selentik lutut

untukmenghentikan pikiran yang tidak diinginkan.

(i) Minta klien melakukan latihan ini dirumah dan

mempraktekannya setiap pikiran negative atau pikiran yang

41

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

menimbulkan strees atau pikiran yang tidak diinginkan

timbul.

c. Sesi 3

Tujuan

1) Klien dapat mengubah pikiran negative menjadi pikiran positif

2) Klien mengakhiri sesi dengan merasakan manfaat dari terapi

yang telah diberikan dan akan menerapkan dalam kehidupan

sehari-hari

Langkah-langkah kegiatan :

1) Lakukan evaluasi apakah klien telah melakukan latihan ini

dirumah dengan mempraktekkannya setiap pikiran negative aau

pikiran yang menimbulkan stress timbul. Tanyakan hal yang

dicapai. Beri pujian atas usaha klien

2) Jelaskan tujuan kegiatan dan tindakan pada sesi 3

3) Anjurkan klien membuat daftar pernyataan asertif dan positif

sesuai situasi sebagai pengganti pikiran yang obsesif misal: jika

klien dibisikan suara halusinasi anjurkan untuk berkata pada

diri sendiri itu suara palsu suara tidak nyata dan katakan STOP!

4) Anjurkan klien melakukan prosedur yang sama secara mandiri

untuk setiap hal negative yang ingin dihilangkan (seusuai daftar

yang telah dibuat pada sesi 1)

42

Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019

5) Terminasi akhir :

(a) Tanyakan perasaan dan manfaat yang diperoleh klien

setelah mengikuti 3 sesi pertemuan

(b) Evaluasi kembali tindakan yang telah dilakukan

(c) Beri pujian atas kemampuan tindakan yang dicapai klien

(d) Anjurkan klien menggunakan teknik ini dalam situasi

kehidupan yang nyata