bab ii tinjauan pustaka a. konsep gangguan jiwa 1. …repository.ump.ac.id/9155/3/siska febriyana...
TRANSCRIPT
7
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Gangguan Jiwa
1. Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah pada fungsi mental yang meliputi emosi,
pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tarik
diri dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di
masyarakat (Nasir & munith, 2011). Gangguan jiwa menurut
Kusumawati & Hartono (2010), adalah perilaku atau pola psikologis
yang ditujukan individu yang menyebabkan distress, gangguan fungsi
dan penurunan kualitas hidup. Salah satu gangguan jiwa yang umum
terjadi adalah skizofrenia.
Menurut Yosep (2011) gangguan jiwa adalah sekumpulan gejala
patologik dominan yang berasal dari umur jiwa. Meskipun begitu hal
tersebut bukan berarti bahwa unsur yang lain tidak mengalami
gangguan sebab sesungguhnya yang sakit dan menderita ialah manusia
secara utuh bukan hanya beban, jiwa atau lingkungannya. Gangguan
jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang menyebabkan
adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial
(Keliat, Akemat, Helena & Nurhaeni 2012).
8
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2. Etiologi Gangguan Jiwa
Ada banyak teori dan pendapat ahli mengenai penyebab gangguan
jiwa. Menurut Yosep (2011) penyebab gangguan jiwa dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang secara terus menerus saling terkait dan
saling mempengaruhi, yaitu :
a. Faktor-faktor somatik atau organobiologis, seperti neroanatomi,
nerofisologi, nerokimia, tingkat kematangan dan perkembangan
organik, dan faktor-faktor pre dan post natal.
b. Faktor-faktor psikologik atau psikoedukatif, seperti interaksi ibu
dan anak, persaingan yang terjadi antara saudara kandung,
hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari, kehilangan yang
menyebabkan depresi atau malu/rasa bersalah, pola adaptasi dan
pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya dan tingkat
perkembangan emosi.
c. Faktor-faktor sosial-budaya atau sosiokultural, seperti kestabilan
keluarga, tingkat ekonomi, masalah kelompok minoritas yang
meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan yang tidak memadai, pengaruh rasial dan
keagamaan.
Sementara untuk faktor presipitasi (faktor yang bersumber dari
individu itu sendiri), antara lain kondisi lingkungan yang kurang baik,
interaksi dengan orang lain, kondisi fisik pasien, putus asa, dan
9
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
percaya diri yang kurang, kehilangan orang yang dicintai, kehilangan
pekerjaan dan kritikan yang mengarah pada penghinaan.
3. Tanda dan gejala
Tanda- tanda umum yang sering dijumpai pada penderita dengan
gejala gangguan jiwa menurut Yoseph (2011), yaitu :
a. Gangguan kognisi
b. Gangguan perhatian
c. Gangguan ingatan
d. Gangguan pikiran
e. Gangguan kesadaran
f. Gangguan kemauan
g. Gangguan emosi dan afek
4. Jenis-jenis Gangguan Jiwa
Menurut International Classification of Diseases (ICD) seperti yang
tercantum dalam Depkes (2003) menggolongkan gangguan jiwa
menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Gangguan mental organik
b. Gangguan mental dan perilaku akibat gangguan mental
simptomatik yang merupakan komponen psikologi yang diikuti
gangguan fungsi secara badaniah.
10
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
c. Skizofrenia
Skizofrenia adalah penyakit mental yang menyerang banyak orang,
disertai gejala yang dapat mengganggu banyak aspek kehidupan
masyarakat terutama pekerjaan dan kehidupan social.
d. Gangguan suasana perasaan (Depresi)
e. Ansietas atau kecemasan
f. Gangguan makan, gangguan tidur, dan disfungsi seksual
g. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
h. Retardasi mental
i. Gangguan bervaza, gangguan membaca, gangguan berhitung dan
autisme
j. Gangguan hiperkinetik dan gangguan tingkah laku
11
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
5. Pohon Masalah
B. Halusinasi
1. Definisi
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek
atau rangsangan yang nyata (Direja, 2011). Halusinasi merupakan
gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan
suatu yang sebenarnya tidak terjadi ( Prabowo, 2014). Pasien yang
mengalami halusinasi biasanya merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada.
Defisit perawatan diri
Resiko mencederai diri
sendiri, Orang lain atau
lingkungan
Perubahan persepsi sensori:
Halusinasi dengar Intoleransi aktivitas
Isolasi sosial: menarik diri
Gangguan konsep diri:
Harga diri rendah
Koping individu inefektif
Respons pascatrauma
12
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Halusinasi menurut Jaya (2015) merupakan gejala positif dan
utama yang paling mudah dikenali dan menjadi alasan keluarga
membawa klien berobat kerumah sakit. Halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami sensori persepsi,
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebenarnya
tidak ada (Fitria, 2012).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi
seluruh panca indera. Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan
jiwa yang seorang mengalami perubahan sensori persepsi, serta
merupakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan dan
penciuman. Seseorang merasakan stimulus yang sebelumnya tidak ada
(Yusuf, Rizki & Hanik, 2015).
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam
membedakan antara rangsangan yang timbul dari sumber internal
(pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal (Darmawan dan Rusdi,
2013). Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan atau distorsi
terhadap stimulus tersebut (Nanda-1, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Klien
memberi pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
13
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
rangsangan yang nyata, misalnya klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan
faktor presipitasi. Faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah
halusinasi yaitu; faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah
halusinasi yaitu; faktor biologis, faktor psikologis, faktor sosial budaya
(Dermawan & Rusdi, 2013).
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi menurut Yosep (2011).
1) Faktor Perkembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya
mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan
klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi dan
hilang percaya diri.
2) Faktor Sosiologi
Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak
bayi akan membekas diingatannya sampai dewasa ia akan
merasa disingkirkan kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor biokimia
Adanya stress yang berlebihan yang di alami oleh seseorang
muka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia buffofenom dan
14
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
dimetytranfenase sehingga terjadi keseimbangan acetrycolin &
Dofamine.
4) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab
akan mudah terjerumus pada penyalah gunaan zat adiktif, klien
lebih memilih kesenangan sesaat & lari dari alam nyata menuju
alam khayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart, (2006) yang termasuk faktor-faktor penyebab dari
halusinasi adalah sebagai berikut:
1) Biologis
Gangguan dalam berkomunikasi dan putaran baik otak yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku
15
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3) Sumber Koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman
tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Yosep (2011) yaitu:
a. Halusinasi pendengaran
Data subjektif
1) Mendengar sesuatu, menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
2) Mendengar suara atau bunyi
3) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
4) Mendengar seseorang yang sudah meninggal
5) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain atau
yang membahayakan
Data objektif .
1) Mengarahkan telinga pada sumber suara
2) Bicara atau tertawa sendiri
3) Marah marah tanpa sebab
4) Menutup telinga mulut komat kamit
5) Ada gerakan tangan
b. Halusinasi penglihatan
Data subjektif
1) Melihat orang yang sudah meninggal
16
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2) Melihat makhluk tertentu
3) Melihat bayangan
4) Melihat sesuatu yang menakutkan
5) Melihat cahaya yang sangat terang
Data objektif
1) Tatapan mata pada tempat tertentu
2) Menunjuk kearah tertentu
3) Ketakutan pada objek yang dilihat
c. Halusinasi penghidu
Data subjektif
1) Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah bayi, fase, bau
masakan, dan parfum yang menyengat
2) Klien mengatakan sering mencium bau sesuatu
Data objektif
1) Ekspresi wajah seperti sedang mencium
2) Adanya gerakan cuping hidung
3) Mengarahkan hidung pada arah tertntu
d. Halusinasi peraba
Data subjektif
1) Klien mengatakan seperti ada sesuatu ditubuhnya
2) Merasakan ada sesuatu ditubuhnya
3) Merasakan ada sesuatu dibawah kulit
4) Merasakan sangat panass atau dingin
17
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
5) Merasakan tersengat aliran listrik
Data objektif
1) Mengusap atau menggaruk kulit
2) Meraba permukaan kulit
3) Menggerak gerakan badannya
4) Memegangi terus area tertentu
e. Halusinasi pengecap
Data subjektif
1) Merasakan seperti sedang makan sesuatu
2) Merasakan ada yang dikunyag dimulutnya
Data objektif
1) Seperti mengecap sesuatu
2) Mulutnya seperti mengunyah
3) Meludah atau muntah
f. Halusinasi Chenesthetic dan kinestetik
Data subjektif
1) Klien mengatakan tubuh nya tidak ada fungsinya
2) Merasakan tidak ada denyut jantung
3) Perasaan tubuhnya melayang laying
Data objektif
1) Klien menatap dan melihat tubuhnya sendiri
2) Klien memegangi tubuhnya sendiri
18
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
4. Jenis Halusinasi
Menurut Yusuf (2015) jenis halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu:
a. Halusinasi pendengaran (audiktif, akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau bising
yang tidak mempuanyai arti, tetapi lebih sering mendengar sebuah
kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut di
tunjukan oleh penderita sehingga penderita tidak jarang bertengkar
dan berdebat dengan suara-suara tersebut.
Suara tersebut dapat di rasakan dari jauh dekat, bahkan mungkin
datang dari tiap tubuh nya sendiri. Suara bisa menyenangkan,
menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa ancaman,
mengejek, memaki atau bahkan menakutkan dan kadang-kadang
mendesak atau memerintah untuk berbuat sesuatu seperti
membunuh atau merusak.
b. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang
mengerikan atau tidak menyenangkan.
c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya mencium sesuatu bau tertentu dan
merasakan tidak enak, melambungkan rasa bersalah pada
19
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
penderita. Bau ditambah dilambungkan sebagai pengalaman yang
dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi
gustorik lebih jarang timbang halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau merasa ada sesuatu yang
bergerak di bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis
dan skizofrenia.
5. Tahapan halusinasi
Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), tahapan halusinasi terdiri
dari 4 fase yaitu :
a. Fase 1 (Comforting)
Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini
masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini
klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, perasaan rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di selesaikan.
Pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,
respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya
dan suka menyendiri.
20
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
b. Fase II (Condeming)
Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk dalam
psikotik ringan. Karakteristik klien pada fase ini menjadi
pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan, mulai
merasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tau dank lien ingin mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini
biasanya meningkatkan tanda tanda sistem syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realita.
c. Fase III (Controling)
Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan, suara,
bayangan, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor,
dan tidak mampu memenuhi perintah.
d. Fase IV (Conquering)
Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yang
muncul pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi
mengancam, memerinta dan memarahi klien. Klien menjadi takut,
tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara
nyata dengan orang lain dan lingkungan.
21
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
6. Psikopatologi
Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang
menderita halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal
dari lingkungan atau stimulus eksternal (Yosef, 2011). Pada fase awal
masalah itu menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus dan
sistem pendukung yang kurang akan menghambat atau membuat
persepsi untuk membedakan antara apa yang dipikirkan dengan
perasaan sendiri menurun.
Meningkatnya pada fase Comforting, klien mengalami emosi yang
berlanjut seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya
dapat dikontrol bila kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien
cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya. Pada fase
conderming klien menarik diri. Pada fase controlling klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering
klien lama kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam
dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya.
22
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Gambar II.1 Psikopatologis, Neurobiologi
Faktor Predisposisi
Biologi Psikologi Sosial budaya
Stresor Presipitasi
Sifat Asal waktu Jumlah
Penilaian Terhadap Stresor
Kognitif Afektif Fisiologis perilaku sosial
Sumber-sumber Koping
Kemampuan Personal Dukungan Sosial Aset Materi Keyakinan positif
Mekanisme Koping
Construtive Destructive
Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptive
23
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
7. Rentang Respon
Prabowo ( 2014) menjelaskan persepsi mengacu pada identifikasi
dan interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera. Respon neurobiologis sepanjang
rentang sehat sakit berkisar dari adaptif fikiran logis, persepsi akurat,
emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptive meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi social. Rentang
respon dapat digambarkan sebagai berikut:
Rentang respon neurobiologi
Adaptif Mal Adaptif
Skema 1.1 rentang respon neurobiologis
Sumber : Prabowo (2014)
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten
Perilaku social
Hubungan sosial
Pikiran kadang
menyimpang
Reaksi
emosional
berlebihan
Perilaku tidak
lazim
Menarik diri
Kelainan pikiran
Halusinasi
Ketidakmampuan
emosi
24
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan halusinasi menurut Prabowo (2014) adalah sebagai
berikut:
a. Farmakoterapi
Neuroleptikan dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizofrenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis tinggi
bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan yang menimbulkan kejang
secara spontan dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang pada satu atau dua temple, terapi kejang listring
dapat diberikan pada pasien skizofrenia yang tidak mempan
dengan teori neuroleptika oral atau injeksi. Dosis terapi kejang
listrik 4-5 joule/detik.
c. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individu atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan mempersiapkan pasien kembali ke
masyarakat. Selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong
paien bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat maupun
dokter. Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena
dapat membentuk kebiasaan yang tidak baik. Dianjurkan untuk
25
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
mengadakan permainan atau latihan bersama seperti terapi
modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi musik yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang
disukai pasien.
Fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi.
2) Terapi seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni.
3) Terapi menari
Focus pada ekspresi perasaan melalui gerakkan tubuh.
4) Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping atau perilaku mal’adaptif/deskriptif,
meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam
kehidupan.
5) Terapi sosial
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain.
6) Terapi kelompok
(a) Terapi grup (kelompok terapeutk)
(b) Terapi aktivitas kelompok (TAK)
(c) TAK stimulus persepsi : Halusinasi
7) Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga
26
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
9. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi :
a. Isi Halusinasi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang
didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi
audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika
halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi
penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika
halusinasi perabaan.
b. Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu,
atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami
halusinasi.
c. Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Selain itu Perawat juga bias mengobservasi
apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah
mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan
oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah
klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah
tidak berdaya terhadap halusinasinya.
27
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Kegiatan perawatan dalam melakukan pengkajian
keperawatan ini adalah dengan mengkaji klien dan keluarga klien
tentang tanda dan gejala serta faktor penyebab, memfalidasi data dari
klien (Kusumawati & Hartono, 2010).
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dalam proses
keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan masalah atas permasalahan klien. Pengkajian yang
dilakukan pada pasien halusinasi meliputi data :
a. Faktor predisposisi (Stuart, 2007).
Faktor predisposisi yang mempengaruhi paada pasien halusinasi
dapat mencakup :
1) Dimensi biologis
Meliputi abnormalitas perkembangan system syaraf, yang
berhubungan dengan respon neurobiology maladaptive yang
ditunjukan melalui hasil penelitian pencitraan, otak, zat kimia
dan penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan
anak yang diadopsi yang menunjukan peran genetic pada
skizofrenia.
28
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2) Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis
yang maladaptive belum didukung oleh penelitian.
3) Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia
dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai
penyebab utama gangguan.
b. Faktor presitipasi
Stressor yang mencetuskan halusinasi bagi setiap individu bersifat
unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam.
Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangn fisik,
kematian dan lain-lain. Sedangkan stressor yang berasal dari dalam
antara lain putus hubungan dengan orang yang berat, kehilangan
rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik, dan lain-lain. Selain
itu lingkungan yang terlalu rebut, padat,kritikan yang mengarah
pada penghinaan tindakan kekerasan dapat memicu perilaku
kekerasan.
c. Persepsi (Keliat, 2012)
1) Mengkaji jenis da isi halusinasi
2) Mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi
3) Respons terhadap halusinasi
29
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan Effect
(diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
Care problem
Isolasi Sosial Causa
Gambar 2.4 Pohon Masalah, Damaiyanti dan Iskandar (2014)
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan
merubah (Dermawan & Rusdi, 2013).
Perumusan diagnosa keperawatan :
a. Aktual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data
klinik yang ditemukan.
b. Resiko : menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika
tidak di lakukan intervensi.
c. Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan
untuk memastikan maslah keperawatan kemungkinan.
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
30
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
d. Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera yang lebih tinggi.
e. Sindrom: diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnose
keperawatan aktual dan resiko tinggi yang diperkirakan
muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
Menurut Yosep, (2011) diagnosa keperawatan halusinasi adalah
sebagai berikut :
a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Resiko perilaku kekerasan
4. Intervensi
Setelah dilakukan pengkajian dan penegakan diagnosa maka
langkah selanjutnya adalah merencanakan tindakan keperawatan atau
yang disebut dengan intervensi keperawatan. Intervensi keperawatan
dibuat perawat untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan
kesehatan lain (Muhith, 2015).
Menurut Yosep (2011) yaitu :
a. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
1) Tujuan Umum
Klien dapat mengontrol halusinasi
2) Tujuan Khusus
(a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
31
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
(b) Klien dapat mengenal halusinasi
(c) Klien dapat mengontrol halusinasi
(d) Klien memilih cara mengatasi seperti yang telah
didiskusikan
(e) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasi
(f) Klien dapat memanfaatkan obat secara teratur
3) Intervensi
(a) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan
prinsip komunikasi terapeutik
(b) Sapa klien dengan sopan
(c) Perkenalan diri dengan sopan
(d) Tanyakan nama klien dengan lengkap
(e) Jelaskan tujuan pertemuan
(f) Tunjukan sikap empati
(g) Beri perhatian pada klien
(h) Obesrvasi tingkah laku klien tertarik dengan halusinasi
(i) Bantu klien mengenal halusinasi
(j) Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan
halusinasi
(k) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan
jika halusinasi muncul
32
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
(l) Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian
pada klien
(m) Diskusikan cara klien untuk memutus mengontrol
halusinasi
(n) Bantu klien cara memutus halusinasi
(o) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dilatih
(p) Ajarkan klien untuk memberi tahu keluarga jika
mengalami halusinasi
(q) Diskusikan pada keluarga saat berkunjung tentang gejala
halusinasi yang dialami
(r) Cara yang dapt dilakukan klien untuk memutuskan
halusinasi
(s) Cara merawat haluasinasi dirumah, beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri
(t) Beri reinforcement karena sudah berinteraksi
(u) Diskusikan dengan klien keluarga tentang dosis, frekuensi,
dan manfaat obat
(v) Anjurkan klien minta obat sendiri pada perawat dan
merasakan manfaat
(w) Anjurkan klien bicara minta pada dokter tentang manfaat,
efek samping obat
(x) Bantu klien minum obat
33
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
b. Isolasi sosial
1) Tujuan Umum
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
2) Tujuan khusus
(a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
(b) Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian
berhubungan dengan orang lain
(c) Klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi social
(d) Klien dapat berkenalan
(e) Klien dapat menemukan topik pembicaraan
3) Intervensi
(a) Beri salam dan panggil nama klien
(b) Sebutkan nama perawat dan berjabat tangan
(c) Jelaskan tujuan interaksi
(d) Jelaskan kontrak yang dibuat
(e) Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati
(f) Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
(g) Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan
berinteraksi dengan orang lain
(h) Beri kesempatan klien menerapkan teknik berkenalan
(i) Latih berhubungan sosial secara berharap
(j) Masukan dalam jadwal harian klien
34
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
c. Resiko perilaku kekerasan
1) Tujuan umum
Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan
baik secara fisik, sosial, verbal, spiritual
2) Tujuan Khusus
(a) Bina hubungan saling percaya
(b) Klien dapat mengidentifikasi
(c) Klien dapat mengidentifikasikan tanda-tanda perilaku
kekerasan
(d) Klien dapat mengontrol perilaku ekerasan
3) Intervensi
(a) Bina hubungan salinh percaya
(b) Bantu klien mengungkapkan perasaan
(c) Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku
kekerasan
(d) Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian
perilaku kekerasan
(e) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku
kekerasan
(f) Ajarkan klien mempraktekan klien
35
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
5. Implementasi
Tindakan keperawatan (implementasi) dilakukan berdasarkan
rencana yang telah dibuat. Tindakan keperawatan dibuat dan dilakukan
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi klien saat ini. Perawat bekerja
sama dengan klien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan
tindakan keperawatan (Stuart, 2013).
6. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses penilaian berkesinambungan tentang
pengaruh intervensi keperawatan dan program pengobatan terhadap
status kesehatan klien dan hasil kesehatan yang diharapkan (Stuart,
2013).
D. Tought Stopping
1. Definisi
Menurut Videbeck (2008), tought stopping therapy merupakan
salah satu dari terapi perilaku yang digunakan untuk membantu
individu mengubah proses berpikir. Kebiasaan berpikir dapat
membentuk perubahan perilaku, dengan satu pikiran otomatis saja
dapat memberi petunjuk kepada pikiran-pikiran lain yang mengancam.
Townsend (2009), menjelaskan tought stopping merupakan sebuah
teknik yang dipelajari sendiri oleh seseorang yang dapat digunakan
setiap kali individu ingin menghilangkan pikiran yang mengganggu
atau pikiran negatif dari kesadaran
36
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
Contoh penghentian pikiran :
a. Membayangkan tanda stop lampu lalu lintas, atau tanda berhenti
b. Membayangkan mendengar kata “STOP” dengan kuat
c. Membayangkan sensasi rasa dari bersandar pada pintu yang
tertutup
d. Membayangkan batu bata dinding untuk menghentikan pikiran
disfungsional yang sedang berlangsung
e. Penghentian pikiran dapat dilakukan ketika pikiran negatif atau
maladaptif terjadi
2. Tujuan
a. Membantu klien mengatasi kecemaan yang mengganggu
b. Membantu klien mengatasi pikiran negative atau maladaptive yang
sering muncul
c. Membantu klien mengatasi pikiran obsesif dan fobia.
1. Prosedur pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan dalam tiga sesi. Untuk keberhasilan
penguasaan, penghentian pikiran harus diperaktekkan secara teliti
sepanjang hari sampai satu minggu.
a. Sesi 1
Tujuan
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Klien dapat mengidentifikasi pikiran yang menegangkan
37
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
3) Klien dapat mengenal penghentian pikiran, manfaat dan cara
yang dapat dilakukan
4) Klien dapat mempraktekkan/ berlatih teknik pemutusan pikiran
dengan menggunakkan alarm
Langkah-langkah kegiatan :
1) Ucapkan salam
2) Perkenalkan diri peneliti dengan menyebutkan nama lengkap
dan panggilan yang disukai
3) Tanyakan nama klien dan panggilan yang disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan dan tindakan yang akan dilakukan
5) Buat kontrak dan kesepakatan untuk tiga kali pertemuan
6) Kaji dan buat daftar pikiran yang menegangkan. Kolom satu
adalah nilai pikiran yang tidak menyenangkan. Kolom dua
adalah nilai gangguan untuk mengetahui seberapa jauh
mengganggu kehidupan (lampiran)
7) Bantu klien mengenal tentang pikiran menegangkan yang telah
ditandai : alasan pikiran muncul, apakah pikiran tersebut
realistis atau tidak, produktif atau tidak, mudah atau sulit
dikendalikan, bersifat netral atau mengalahkan diri klien sendiri
8) Minta klien memutuskan kesungguhan untuk mengurangi
pikiran yang menimbulkan stress yang telah dicatat
9) Anjurkan klien memilih satu pikiran yang sangat ingin
dilenyapkan
38
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
10) Minta klien memejamkan mata dan bayangkan situasi saat
pikiran yang menegangkan seolah akan terjadi (konsentrasi
hanya pada satu pikiran perprosedur). Anjurkan klien berpikir
baik secara normal, dengan cara ini klien dapat memutus
pikiran yang menegangkan sambil meneruskan arus berpikir
yang sehat
11) Latih klien menggunakan teknik pengaget :
(e) Setel jam alarm untuk tiga menit
(f) Minta klien memandang jauh, memejamkan mata,
merenungkan pikiran pada keadaan yang menimbulkan
stress
(g) Ketika mendengar dering alarm anjurkan klien berteriak
STOP! Barkan benak kosong kecuali pikiran yang netral
dan tidak mencemaskan
(h) Minta klien menyusun tujuan dalam waktu 30 detik
setelah stop pada saat yang bersamaan benak tetap kosong.
Bila bisikan halusinasi muncul teriak STOP lagi
(i) Minta klien melakukan latihan ini dirumah
b. Sesi 2
Tujuan
1) Klien dapat mempraktekkan/ berlatih teknik pemutusan pikiran
dengan menggunakan rekaman
39
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
2) Klien dapat mempraktekkan teknik pemutusan pikiran tanpa
menggunakan alarm
Langkah-langkah kegiatan
1) Lakukan evaluasi apakah klien telah melatih diri dengan
menggunakan alarm, beri pujian atas usaha yang dilakukan
klien bila hal ini dilakukan
2) Jelaskan rencana kegiatan dan tujuan pada sesi ini
3) Rekam suara klien ketika mengucapkan STOP dengan interval
selang-seling (tiga menit, dua menit, satu menit). Lakukan juga
dengan interval tiap lima detik. Rekaman tersebut akan
membentuk dan menguatkan pengendalian pikiran.
4) Latih mengendalikan pikiran tanpa menggunakan alarm atau
rekaman :
(a) Minta klien merenungkan pikiran yang tidak diinginkan
(sesuai pilihan klien pada sesi pertama) dan segera berteriak
STOP! Ikuti ini dengan relaksasi otot yang tenang dan
pikiran yang menyenangkan
(b) Ulangi prosedur. Camkan dengan urutan STOP – tenang –
relaksasi otot – pikiran yang menyenangkan
(c) Lakukan beberapa kali dengan teriakan STOP! Hingga
melenyapkan pikiran tersebut
(d) Jika telah berhasil menghentikan pikiran yang tidak
diinginkan dengan teriakan lanjutkan dengan melatih
40
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
pemutusan pikiran dengan mengucapkan STOP! Dengan
nada normal
(e) Bilaberhasil menghentikan pikiran dengan menggunakan
suara normal, mulai pemutusan pikiran dengan bisikan
STOP!
(f) Jika bisikan berhasil memutuskan pikiran yang
menimbulkan stress, gunakan perintah sub-vokal STOP!
Minta klien membayangkan bahwa ia mendengar teriakan
STOP! Dibenaknya
(g) Bila klien berhasil menghentikan pikiran yang
menimbulkan stress dengan tanpa bersuara muka klien
dapat melakukan hal ini saat bersama orang lain/ orang
banyak tanpa menarik perhatian orang lain
(h) Bila klien tidak berhasil menghentikan pikiran yang
menimbulkan stress dengan tanpa bersuara muka klien
dapat menggunakan dengan salah satu teknik berikut :
pasang karet gelang pada pergelangan tangan, jika pikiran
yang tidak diinginkan muncul, Tarik karet gelang tersebut,
cubit diri sendiri saat timbul pikiran tersebut, tekan kuku
jari pada telapak tangan, gigit jari, atau ketik/ selentik lutut
untukmenghentikan pikiran yang tidak diinginkan.
(i) Minta klien melakukan latihan ini dirumah dan
mempraktekannya setiap pikiran negative atau pikiran yang
41
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
menimbulkan strees atau pikiran yang tidak diinginkan
timbul.
c. Sesi 3
Tujuan
1) Klien dapat mengubah pikiran negative menjadi pikiran positif
2) Klien mengakhiri sesi dengan merasakan manfaat dari terapi
yang telah diberikan dan akan menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari
Langkah-langkah kegiatan :
1) Lakukan evaluasi apakah klien telah melakukan latihan ini
dirumah dengan mempraktekkannya setiap pikiran negative aau
pikiran yang menimbulkan stress timbul. Tanyakan hal yang
dicapai. Beri pujian atas usaha klien
2) Jelaskan tujuan kegiatan dan tindakan pada sesi 3
3) Anjurkan klien membuat daftar pernyataan asertif dan positif
sesuai situasi sebagai pengganti pikiran yang obsesif misal: jika
klien dibisikan suara halusinasi anjurkan untuk berkata pada
diri sendiri itu suara palsu suara tidak nyata dan katakan STOP!
4) Anjurkan klien melakukan prosedur yang sama secara mandiri
untuk setiap hal negative yang ingin dihilangkan (seusuai daftar
yang telah dibuat pada sesi 1)
42
Asuhan Keperawatan Pada..., Siska Febriyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2019
5) Terminasi akhir :
(a) Tanyakan perasaan dan manfaat yang diperoleh klien
setelah mengikuti 3 sesi pertemuan
(b) Evaluasi kembali tindakan yang telah dilakukan
(c) Beri pujian atas kemampuan tindakan yang dicapai klien
(d) Anjurkan klien menggunakan teknik ini dalam situasi
kehidupan yang nyata