askep integumen
DESCRIPTION
askepTRANSCRIPT
ASKEP INTEGUMEN
BAB IPENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAHSistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti "penutup". Secara ilmiah kulit adalah lapisan terluar yang terdapat diluar jaringan yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh, kulit merupakan organ yang paling luas permukaan yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia.Cahaya matahari mengandung sinar ultra violet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh. misanya menjadi pucat, kekuning-kunigan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat.Ganguan psikis juga dapat mengakibatkan kelainan atau perubahan pada kulit misanya karna stres, ketakutan, dan keadaan marah akan mengakibatkan perubahan pada kulit wajah.
1.2 RUMUSAN MASALAH 1). Apa yang dimaksud dengan sistem integumen?2). Apa fungsi dari sistem integumen?
1.3 TUJUAN1). Untuk mengetahui tentang sistem integumen2). Untuk mengetahui fungsi sistem integumen
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem IntegumenKata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti "penutup". Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir). Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang.Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan
lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari.Sifat-sifat anatomis dan fisiologis kulit di berbagai daerah tubuh sangat berbeda. Sifat-sifat anatomis yang khas, berhubungan erat dengan tuntutan -tuntutan faali yang berbeda di masing-masing daerah tubuh, seperti halnya kulit di telapak tangan, telapak kaki, kelopak mata, ketiak dan bagian lainnya merupakan pencerminan penyesuaiannya kepada fungsinya masing - masing. Kulit di daerah -daerah tersebut berbeda ketebalannya, keeratan hubungannya dengan lapisan bagian dalam, dan berbeda pula dalam jenis serta banyaknya andeksa yang ada di dalam lapisan kulitnya.Pada permukaan kulit terlihat adanya alur-alur atau garis-garis halus yang membentuk pola yang berbeda di berbagai daerah tubuh serta bersifat khas bagi setiap orang, seperti yang ada pada jari-jari tangan, telapak tangan dan telapak kaki atau dikenal dengan pola sidik jari (dermatoglifi).
2.1.1 Kulit Kulit adalah lapisan terluar pada tubuh manusia. Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu epidermis (lapisan luar/kulit ari), dermis (lapisandalam/kulit jangat). Dan hipodermis (jaringan ikat bawah kulit). 1) EpidermisEpidermis yang merupakan lapisan terluar terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum. stratum granulosum, dan stratum germinativum. Stratum korneum tersusun dari sel-sel mati dan selalu mengelupas. Stratum lusidum tersusun atas sel-sel yang tidak berinti danberfungsi mengganti stratum korneum. Stratum granulosum tersusun atas sel-sel yang berintidan mengandung pigmen melanin. Stratum germinativum tersusun atas sel-sel yang selalum embentuk sel-sel baru ke arah luar. • Stratum korneum, merupakan lapisan zat tanduk, mati dan selalu mengelupas.• Stratum lusidium, merupakan lapisan zat tanduk • Stratum granulosum, mengandung pigmen• Stratum germonativum, selalu membentuk sel-sel baru ke arah luar
2) DermisLapisan ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung syaraf, kelenjar keringat, dan kelenjar minyak. Kelenjar keringat menghasilkan keringat. Banyaknya keringat yang dikeluarkan dapat mencapai 2.000 ml setiap hai, tergantung pada kebutuhan tubuh dan pengaturan suhu. Keringat mengandung air, garam, dan urea. Fungsi lain sebagai alat ekskresi adalah sebagai organ penerima rangsangan, pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran, dan bibit penyakit, serta untuk pengaturan suhu tubuh. Pada suhu lingkunga tinggi (panas), kelenjar keringat menjadi aktif dan pembuluh kapiler di kulit melebar. Melebarnya pembuluh kapiler akan memudahkan proses pembuangan air dan sisa metabolisme. Aktifnya kelenjar keringat mengakibatkan keluarnya keringat ke permukaan kulit dengan cara penguapan. Penguapan mengakibatkan suhu dipermukaan kulit turun sehingga kita tidak merasakan panas lagi. Sebaliknya, saat suhu lingkungan rendah, kelenjar keringat tidak aktid dan pembuluh kapiler di kulit menyempit. Pada keadaan ini darah tidak membuang sisa metabolisme dan air, akibatnya penguapan sangat berkurang, sehingga suhu tubuh tetap dan tubuh tidak mengalami kendinginan. Keluarnya keringat dikontrol oleh hipotamulus. Dermis terletak di bawah epidermis. Lapisan ini mengandung akar rambut, pembuluh darah, kelenjar, dan saraf. Kelenjar yang terdapat dalam
lapisan ini adalah kelenjar keringat (glandula sudorifera) dan kelenjar minyak ( glandula sebasea). Kelenjar keringat menghasilkan keringat yang di dalamnya terlarut berbagai macam garam. terutama garam dapur. Keringat dialirkan melalui saluran kelenjar keringat dan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui poripori. Di dalam kantong rambut terdapat akar rambut dan batang rambut. Kelenjar minyak berfungsi menghasilkan minyak yang berfungsi meminyaki rambut agar tidak kering. Rambut dapat tumbuh terus karena mendapat sari-sari makanan pembuluh kapiler di bawah kantong rambut. Di dekat akar rambut terdapat otot penegak rambut.
3) Hipodermis Hipodermis terletak di bawah dermis. Lapisan ini banyak mengandung lemak. Lemak berfungsi sebagai cadangan makanan, pelindung tubuh terhadap benturan, dan menahanpanas tubuh. kulit dapat dibedakan yaitu; a. Kulit Tebal Tebal 0,8 mm ± 1,4 mm. Terdiri dari 5 lapisan. Dari bawah yaitu : Stratum Basale (Germinativum), Stratum Spinosum, Stratum Granulosum, Stratum Lucidium, dan Stratum Corneum. b. Kulit TipisTebal 0,07 mm ± 0,12 mm. Memiliki 4 lapisan, tanpa Stratum Lucidium (Guton, Arthur C.), terdapat pada bagian yang kekurangan rambut (telapak kaki dan telapak tangan). Fungsi KulitKulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu:1. Fungsi proteksi (melindungi). Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning (pengobatan dengan asam asetil).2. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5-6,5. Ini merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan sel-sel kulit yang telah mati melepaskan diri secara teratur.3. Fungsi absorbsi (menyerap). Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan metabolisme. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus sel-sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel-sel epidermis.4. Fungsi kulit sebagai pengatur panas (regulasi) Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur panas, medula oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu viseral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik dari arterial
kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas suhu tubuh tidak dikeluarkan).Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat, kontraksi otot, dan pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna sehingga terjadi ekstra cairan karena itu kulit bayi tampak lebih edema karena lebih banyak mengandung air dan natrium.5. Fungsi ekskresi. Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman pada kulit.6. Fungsi persepsi. Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan diperankan oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis. Serabut saraf sensorik lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.7. Fungsi pembentukan pigmen. Set pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal-tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.8. Fungsi keratinisasi. Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratonosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup. Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira-kira 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis-fisiologik.9. Fungsi pembentukan vitamin D. Dengan mengubah dehidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan vitamin D tidak cukup dengan hanya dari proses tersebut. Pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.
2.1.2 Rambut Rambut adalah organ seperti benang yang tumbuh di kulit manusia. Rambut muncul dari epidermis (kulit luar), walaupun berasal dari folikel rambut yang berada jauh di bawah dermis. Struktur mirip rambut, yang disebut trikoma.Fungsi rambut:a) Isolator , pengatur suhu tubuh b) Organ indera misalnya pada vibrissae atau rambut sinus.
2.1.3 Kuku Kuku adalah bagian tubuh yang terdapat atau tumbuh di ujung jari. Kuku tumbuh dari sel mirip
gel lembut yang mati, mengeras, dan kemudian terbentuk saat mulai tumbuh dari ujung jari. Pertumbuhan kuku 1 minggu ± 0,5 mm, kuku jari tangan tumbuh lebih cepat dibandingkakn kuku jari kaki. Pertumbuhan kuku juga dipengaruhi oleh panas tubuh. Nutrisi yang baik sangat penting bagi pertumbuhan kuku. Sebaliknya, kalau kekurangan gizi atau menderita anoreksia nervosa, pertumbuhan kuku sangat lamban dan rapuh. Fungsi utama kuku adalah melindungi ujung jari yang lembut dan penuh urat saraf, serta mempertinggi daya sentuh. Secara kimia, kuku sama dengan rambut yang antara lain terbentuk dari keratin protein yang kaya akan sulfur. Pada kulit di bawah kuku terdapat banyak pembuluh kapiler yang memiliki suplai darah kuat sehingga menimbulkan warna kemerah-merahan. Seperti tulang dan gigi, kuku merupakan bagian terkeras dari tubuh karena kandungan airnya sangat sedikit.
2.1.4 Kelenjar Kelenjar adalah alat tubuh yang menghasilkan getah atau sekret tertentu.a). Kelenjar keringat Kelenjar keringat berupa saluran melingkar dan bermuara pada kulit ari dan berbentuk pori-pori halus. Produksi keringat dimulai dari kapiler darah, kelenjar keringat menyerap air dengan larutan NaCl dan sedikit urea. air beserta larutannya di keluarkan melalui pori-pori kulit, yaitu tempat air dikeluarkan dan merupakan penyerapan panas tubuh. Kegiatan kelenjar keringat di bawah pengaruh pesat pengatur suhu badan sistem saraf pusat, kecuali pengeluaran keringat yang tidak rutin. Sekresi kelenjar keringat disebut keringat atau sudor. Secara histologis kelenjar keringat termasuk tipe tubuler bergelung dan mirokrin. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengeluaran keringat, antara lain :1. Pancaran terik matahari 2. Pada waktu berolah raga 3. Rangsangan saraf yang kuat, dan lain sebagainya. Fungsi kelenjar keringat selain sebagai alat sekeresi juga berperan sebagai alat pengatur suhu (thermoregulasi).b). Kelenjar lemak atau kelenjar sebaceous Kelenjar keringat menghasilkan minyak unuk mencegah kekeringan. pada kelenjar lemak terdapat butir sekresi yang disebut sebolina. Secara histologi tergolong dalam tipe alveolar / achiner bergelung dan holokrin, serta mempunyai fungsi sebagai proteksi.
2.2 Fungsi Sistem Integumena. Pelindung dari kekeringan, invasi mikroorganisme, sinar ultraviolet dan mekanik, kimia, atau suhu.b. Penerima sensasi, sentuhan, tekanan, nyeri, dan suhuc. Pengatur suhu, menurunkan kehilangan panas saat suhu dingin dan meningkatkan kehilangan panas saat suhu panasd. Fungsi metabolic, menyimpan energi melelui cadangan lemak, sintesis vitamin D.e. Ekskresi dan absorpsi.
2.3 Kelainan sistem integumenAda beberapa kelainan sistem integumen diantaranya yaitu:a. Varisela Varisela merupakan suatu infeksiyang disebabkan oleh virus varisela zoester yang menyerang
kulit dan mukosa dengan kelainan berbentuk vasikula yang tersebar. Biasanya menyerang pada anak- anak ddan bersifat mudah menular.b. Herpes zoesterHerpes zoester (shingles, cacar monyet ) merupakan kelainan inflamatorik viral dimana virus penyebabnya menyebabakan erupsi vesikular yang terasa nyeri disepanjang distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior. Infeksi ini disebabkan oleh virus varisela, yang dikenal sebagai virus varisela- zoester. Virus ini merupakan anggota kelompok virus DNA. Virus cacar air dan herpes zoester tidak dapat dibedakan sehingga diberi nama virus varisela- zoester.c. ImpetigoImpetigo merupakan penyakit infeksi piogenik pada kulit yang bersifat superfisial, mudah menular yang disebabkan oleh Staphilococcus dan streptococcus. d. Folikulitis Folikulitis adalah respon peradangan pada folikel rambut akibat infeksi folikel rambut atau satu folikel rambut. e. Selulitis Selulitis merupakan implamasi jaringan subkutan dimana proses implamasi, yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri s. Aureus dan atau streptococcus.f. Akne vulgaris ( jerawat )Akne vulgaris merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel pilosebasea (folikel rambut) yang rentan dan paling sering ditemukan didaerah muka, leher, serta badan bagian atas. g. Tinea korporisTinea korforis adalah infeksi dermatofit pada kulit tubuh tidak berambut yaitu selangkangan, telapak tangan, dan telapak kaki.
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGANGANGGUAN SISTEM INTEGUMEN
1.1 PROSES KEPERAWATAN PASIEN HERPES ZOESTER3.1.1 PengertianHerpes zoester (shingles, cacar monyet ) merupakan kelainan inflamatorik viral dimana virus penyebabnya menyebabakan erupsi vesikular yang terasa nyeri disepanjang distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior. Infeksi ini disebabkan oleh virus varisela, yang dikenal sebagai virus varisela- zoester. Virus ini merupakan anggota kelompok virus DNA. Virus cacar air dan herpes zoester tidak dapat dibedakan sehingga diberi nama virus varisela- zoester.Patogenesis herpes zoeser belum seluruhnya dapat diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela zoester berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut sarf sensori ke ganglion sensori. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoester pada umumnya terjadi dermatom sesuia dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoester laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresidan imunitas selular yang merupakan faktro penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoester dapat terjadi pada 10- 15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia pasca- herpatik yaitu berupa ras nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia diatas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoester generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.3.1.2 EtiologiHerpes zoester disebabkan oleh infeksi vorus varisela zoester (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA. Virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamily alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik, dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta, dan gama. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebakan infeksi primer pada sel efitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten di dalam neuron dari gangglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang reatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek, serta mempunyai enjim yang penting untuk reflikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxipidine (thinidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.3.1.3 PatofisiologiSesudah seseorang menderita cacar air, virus varisela zoester yang diyakini sebagai penyebab terjadinya penyakit ini hidup secara inaktif (dormant) di dalam sel-sel saraf di dekat otak dan medula spinalis. Kemudian hari ketika virus yang laten ini mengalami reaktifasi, virus tersebut berjalan lewat saraf perifer ke kulit. Virus virasela yang yang dorman diaktifkan dan timbul vesikel-vesikel meradang unirateral disepanjang satu dermatom. Kulit disekitarnya mengalami edema dan pendarahan. Keadaan ini biasanya didahului atau disertai nyeri hebat dan atau rasa terbakar.Meskipun setiap saraf terkena, tetapi saraf torakal, lumbal, atau kranial agaknya paling terserang. Herpes zoester dapat berlangsung selama kurang lebih 3 minggu.
Adanya keterlibatan saraf perifer secara lokal memberikan respon nyeri, kerusakan intregitas jaringan terjadi akibat adanya vesikula. Respon sistemik memberikan manipestasi peningkatan suhu tubuh, perasaan tidak enak badan, dan gangguan gastrointestinal. Respon psikologis pada kondisi adanya lesi pada kulit memberikan respon kecemasan dan gangguan gambaran diri.3.1.4 Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang didapat biasanya sesuai dengan fase dari Herpes zoester, yang terdiri atas fase prodromal dan fase erupsi kulit.A. Fase Prodromal1. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodromal yang berlangsung selama 1-4 hari.2. Gejala yang memengaruhi tubuh: demam, sakit kepala, fatigue, malaise, nausea, kemerahan, nyeri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan.3. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus-menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bias terjadi selama erupsi kulit.4. Gejala yang mempengaruhi mata: berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata, kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan, dan lain-lain.
B. Fase Erupsi Kulit1. Kadang terjadi limfa denopati regional.2. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.3. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul-papul dalam waktu 12-24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7-10 hari. Krusta dapat bertahan 2-3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang.4. Lesi baru dapat muncul sampai hari ke 4 dan kadang-kadang sampai hari ke-7.5. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar)6. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.
3.1.5 Pengkajian DiagnostikTujuan dari pengkajian diagnostic adalah dilakukan untuk membedakan dari Impetigo, kontakdermatitis, dan herpes simpleks. Pengkajian diagnostic yang bias dilakukan, meliputi hal-hal berikut ini.1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus tetapi tidak dapat membedakan herpes zoester dan herpes simpleks.2. Kultur dari cairan vesikel dan tesantibody : digunakan untuk membedakan diagnosis herves virus.3. Immuno fluorocestent : mengidentifikasi varisella di sel kulit.4. Pemeriksaan histopatologik.5. Pemeriksaan mikroskop electron.6. Kultur virus.7. Identifikasi antigen/ asamnukleat VVZ.8. Deteksi antibody terhadapinfeksi virus.
3.1.6 Pengkajian Penatalaksanaan MedisTujuan tatalaksana herpes zoester adalah untuk meredakan rasa nyeri dapat mengurangi atau menghindari komplikasi. Rasa nyeri dikendalikan dengan pemberian analgesic karena pengendalian nyeri yang adekuat selama fase akut akan membantu mencegah terbentuknya pola
nyeri yang persisten.Bila saraf oftalmikus cabang dari saraf trigeminus terkena, maka harus dirujuk pada seorang dokter ahli penyakit mata karena dapat terjadi perforasi kornea akibat infeksi tersebut. Pemberian kortikosteroid sistemik dini dapat membantu mencegah timbulnya neuralgia post-herpetika. Asiklovir oral 800 mg 5 kali sehari selama 10 hari dapat mempersingkat lama infeksi herpes zoester.3.1.7 Diagnosis keperawatan 1. Nyeri b.d respons inflamasi lokal sekunder dari keusakan saraf perifer kulit2. Ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi tidak adekuat, respons sekunder dari mual, muntah, dan anoreksia 3. Hipertermi b.d respons inflamasi sistemik4. Gangguan gambaran diri b.d perubahan struktur kulit5. Kebutuhan pemenuhan informasi b.d tidak adekuatnya sumber informasi ketidaktahuan program perawatan dan pengobatan3.1.8 Rencana keperawatan
Ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi tidak adekuat sekunder dari mual,muntah,anoreksia.Tujuan: dalam waktu 3x 24 jam setelah diberikan asupan nutrisi pasien terpenuhiKriteria evaluasi:• Pasien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat• Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya• Tidak terjadi penurunan berat badan lebih dari ½ kg dalam 3 hariIntervensi Rasional Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan, dan derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare. Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepatFasilitas pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi) Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki memperbaiki asupan nutrisi.Pantau intake dan output, timbang berat badan secara periodik (sekali seminggu) Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairanLakukan dan ajarkan perawatan mulut dan sesudah makan,serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan per oral Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan,sisa sputum atau obat untuk pengobatan sistem respirasi yang dapat merangsang pusat muntahFasilitas pemberian diet TKTP berikan dalam porsi kecil tapi sering. Memaksimalkan asupan nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar serta menurunkan iritasi saluran cerna.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik pasien.Kolaborasi untuk pemberian multivitamin Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi respons sekunder dari peningkatan laju metabolisme umum.
Kebutuhan pemenuhan informasi b.d tidak adekuatnya sumber informasi, ketidaktahuan program perawatan dan pengobatanTujuan : terpenuhinya pengetahuan pasien tentang kondisi penyakit
Kriteria evaluasi : • Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi, tindakan yang dibutuhkan dengan kemungkinan komplikasi• Mengenal perubahan gaya hidup / tingkah laku untuk mencegah terjadinya komplikasiIntervensi Rasional Beritahukan pasien / orang terdekat mengenai dosis,aturan, dan efek pengobatan, diet yang dianjurkan serta pembatasan aktivitas yang dapat dilakukan. Informasi dibutuhkan untuk meningkatkan perawatan diri, untuk menambah kejelasan efektivitas pengobatan dan mencegah komplikasiJelaskan tentang pentingnya pengobatan antivirus Pemberian antivirus dirumah dibutuhkan untuk mengurangi invasi virus pada kulitMeningkatkan cara hidup sehat seperti intake makanan yang baik keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, monitor status kesehatan dan adanya infeksi Meningkatkan sistem imun dan pertahanan terhadap infeksi.Beritahu pasien bahwa mereka dapat menulari orang lain Dengan mengetahui kondisi ini, maka perlu diperhatikan tindakan higienis rutin sepeti pemakaian alat pribadi.Identifikasi sumber- sumber pendukung yang memungkinkan untuk mempertahankan perawatan dirumah yang dibutuhkan Keterbatasan aktivitas dapat dapat mengganggu kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hariAjarkan cara menggunakan obat Pada stadium vesikel diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok khusus untuk kelamin bertujuan mencegah vesikel pecah. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan NaCl 3 kali sehari selama 20 menit. Apabila lesi berkusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin/polysporin) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 kali sehari.
3.1.9 Evaluasi1. Terjadi penurunan respons nyeri2. Asupan nutrisi terpenuhi3. Terjadi penurunan suhu tubuh dalam batas normal4. Peningkatan gambaran diri ( citra diri )5. Terpenuhnya informasi kesehatan
BAB IVPENUTUP
4.1 KesimpulanSistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir).Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata 2 meter persegi dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 16 % dari berat badan seseorang. Kulit memiliki fungsi melindungi bagian tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel kulit ari yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat serta pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultra violet matahari.
4.2. SaranDengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa terutama bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Baik J.S.,Kim W.C.,Heo J.H,.dan Zheng H.Y.”Recurrent Herpes Zoester Myelitis”.J Korean Med Sci.12 (4):36-3/Agustus 1997. Centers For Disease Control and Prevention (CDC). “ Advisory Committee on Immunization Practices ( ACIP ). Update: Recommendations from The Advisory on Committee on Immunization Practies ( ACIP ) regarding administration of Combination MMRV Vaccine “.
MMWR Morb Mortal Wkly Rep.57(10):258-60/14 Mar 2008. Gohen J.I.” Varicella-zoester Virus. The virus” Infect Dis Clin North Am. 10(3):457-68/September 1996. Galil K., Choo P.W.,Donahue J.G., dan Platt R.” The Sequelae of Harpes Zoester.” Arch Intern Med.157 (11):1209-13/9 jun 1997. Liang M.G., Heidelberg K.A., Jacobson R.M., dan McEvoy M.T.” Herpes Zoester after Varicella Immunization”.J AM Acad Dermatol. 38(5 Pt I ) : 761-3/Mei 1998. Morgan R dan King D.” Characteristic of Patiens With Shingles Admitted to a District General Hospital”. Poatgrad Med J.74 (868):101-3/Februari 1998.
Asuhan Keperawatan Dermatitis
TUGAS SISTEM INTEGUMENASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
DERMATITIS
Program Studi S1- Keperawatan
STIKes PATRIA HUSADA BLITAR
2010/2011BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mekanisme dari dermatis hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada
membran lipid keratisonit. Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi
hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang
menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke
dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen
akan timbul reaksi alergi.
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya
bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang
terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu
bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama
kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih
permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut
berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan
ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah
umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis
kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah
atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, mekanisme klinis,komplikasi, pemeriksaan
penunjang serta penatalaksanaan pada klien dermatitis
1.2.2 Mengetahui kemungkinan diagnosis penyakit pada klien dengan dermatitis
1.2.3 Mengetahui bagaimana mengkaji klien dengan dermatitis
1.2.4 Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan dermatitis
1.3 Manfaat
1.3.1 Membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik
1.3.2 Mahasiswa mengerti dengan baik apa itu dermatitis.
1.3.3 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme penyakit pada sistem integumen
1.3.4 Menambah pengetahuan mahasiswa tentang terapi dan konsep asuhan keperawatan pada klien
dengan dermatitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Dermatitis adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan
eksternal yang mengenai kulit.
Dermatitis iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis,
dengan respon peradangan pada dermis.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis adalah reaksi hipersensitifitas yang diperantarai sel,
akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan
mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada
pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya:
2.2.1 bahan pelarut
2.2.2 detergen
2.2.3 minyak pelumas
2.2.4 asam
2.2.5 alkali
2.2.6 serbuk kayu
2.2.7 Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu:
lama kontak
kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel
demikian juga gesekan dan trauma fisis
Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya: perbedaan ketebalan
kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas dan usia.
2.3
PATOFISIOLOGI
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis
yaitu:
2.3.1 Fase Akut
terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.
ruam kulit
eritema
edema
sedang pada yang berat dapat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi
dan eksudasi
keluhan subyektif berupa gatal.
2.4.2 Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses akut akan
menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta
dan pembentukan papul-papul.
2.4.3 Fase Kronis
Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi
atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan.
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dapat dilakukan dengan uji tempel.
Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu:
2.5.1 Tes Tempel Terbuka
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena
daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi
uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
2.5.2 Tes Tempel Tertutup
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada
bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai
ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya
dievaluasi.
2.5.3 Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu
bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru
akan bersifat sebagai alergen. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah satu baris dibuka dan
disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya.
2.6 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis jenisnya adalah:
2.6.1 Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel
penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji
antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses
dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik.
2.6.2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem
imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan
menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat
mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul
permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji
antigennya.
2.6.3 Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada
marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan
oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
2.6.4 Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus
dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
2.6.5 Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM
981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan
mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis
yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya.
Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah
kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan
pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan,
hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan
sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca
mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor
psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan
vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul
pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena
beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka
predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu
kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa
dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah
pada tempat kontak.
4.Rasa gatal
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu
seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita
dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan
memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang
merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan
kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi
berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan
dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit bersifat
polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka
terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau
sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.
B. Diagnosa yang mungkin muncul
No Diagnosa Keperawatan
1 Nyeri berhubungan dengan infeksi yang terjadi di kulit
2 Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak
bagus.
4 Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat
informasi
a. Intervensi Keperawatan
Nodx Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya
pruritus, ditandai dengan
berkurangnya lecet akibat garukan,
klien tidur nyenyak tanpa
terganggu rasa gatal, klien
mengungkapkan adanya
peningkatan rasa nyaman.
1.Jelaskan gejala gatal
berhubungan dengan
penyebabnya (misal keringnya
kulit) dan prinsip terapinya
(misal hidrasi) dan siklus
gatal-garuk-gatal-garuk.
2.Cuci semua pakaian sebelum
digunakan untuk
menghilangkan formaldehid
dan bahan kimia lain serta
hindari menggunakan
pelembut pakaian buatan
pabrik.
3.Gunakan deterjen ringan dan
1.Dengan mengetahui proses
fisiologis dan psikologis dan
prinsip gatal serta penangannya
akan meningkatkan rasa
kooperatif.
2.Pruritus sering disebabkan oleh
dampak iritan atau allergen dari
bahan kimia atau komponen
pelembut pakaian.
3. Bahan yang tertinggal
bilas pakaian untuk
memastikan sudah tidak ada
sabun yang tertinggal.
(deterjen) pada pencucian
pakaian dapat menyebabkan
iritas
2 Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit
klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan
integritas kulit, ditandai dengan
menghindari alergen
1.Ajari klien menghindari atau
menurunkan paparan terhadap
alergen yang telah diketahui.
2.Baca label makanan kaleng
agar terhindar dari bahan
makan yang mengandung
alergen. Hindari binatang
peliharaan.
3.Gunakan penyejuk ruangan
(AC) di rumah atau di tempat
kerja, bila memungkinkan.
1.Menghindari alergen akan
menurunkan respon alergi.
2.Jika alergi terhadap bulu
binatang sebaiknya hindari
memelihara binatang atau
batasi keberadaan binatang di
sekitar area rumah.
3.AC membantu menurunkan
paparan terhadap beberapa
alergen yang ada di
lingkungan.
3 Tujuan :
Pengembangan peningkatan
penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1.Mengembangkan peningkatan
kemauan untuk menerima keadaan
diri.
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi
dalam tindakan perawatan diri.
3.Melaporkan perasaan dalam
pengendalian situasi.
4.Menguatkan kembali dukungan
positif dari diri sendiri.
1.Kaji adanya gangguan citra
diri (menghindari kontak
mata,ucapan merendahkan diri
sendiri).
2.Identifikasi stadium
psikososial terhadap
perkembangan.
3.Berikan kesempatan
pengungkapan perasaan.
4.Bantu klien mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri
dan mengenali masalahnya.
5.Dukung upaya klien untuk
1.Bagi klien, kesan orang
terhadap dirinya berpengaruh
terhadap konsep diri.
2.Terdapat hubungan antara
stadium perkembangan, citra
diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap
kondisi kulitnya.
3.Klien membutuhkan
pengalaman didengarkan dan
dipahami.
4.M memulihkan realitas situasi,
ketakutan merusak adaptasi
klien.
memperbaiki citra diri , spt
merias, merapikan.
6.Mendorong sosialisasi dengan
orang lain.
5.Membantu meningkatkan
penerimaan diri dan sosialisasi.
6.Membantu meningkatkan
penerimaan diri dan sosialisasi.
4 Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan
dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap
perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat
menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi,
pembersihan dan balutan basah
sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal
dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi
untuk kesehatan kulit.
1.Meminimalkan kekhawatiran,
ketakutan, berprasangka atau
gelisah yand dikaitkan dengan
sumber bahaya.
2.Kaji dan dokumentasi tingkat
kecemasan px.
3. Sediakan informasi faktual
menyangkut diagnosis,
perawatan dan prognosis.
4. Jelaskan semua prosedur,
termasuk sensasi yang
biasanya dirasakan selama
prosedur.
5.Beri dorongan kepada px
untuk mengungkapkan pikiran
dan perasaan untuk
mengurangi ansietas.
6.Yakinkan kembali dengan
menyentuh, saling memberi
empatik secara nonverbal.
1. Untuk mengurangi rasa
khawatir dan takut pada px.
2.Untuk mengetahui tingkat
kecemasan px.
3.Agar px mendapatkan
informasi yang akurat.
4.Agar px tidak merasa
khawatir atau takut saat
dilakukan prosedur.
5.Agar px mampu
mengeluarkan dan
mengungkapkan perasaan,
pikirannya.
6.Agar px merasa lebih yakin
dan merasa lebih tenang.
BAB IV
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Dermatitis adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan
eksternal yang mengenai kulit. Dermatitis adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan
pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis.
1.2 SARAN
Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan
proses keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan dermatitis dilakukan berdasarkan kriteria
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan dikatakan berhasil apabila
dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan perawatan yang diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn.E.2001.Rencana Keperawatan. Jakarta: EGC
Scott, R James, dkk. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Widya Medica: Jakarta
Sperof, Leon. 2005. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. Lippincot Williams & Wilkins :
Philadelphia. )
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN INTEGUMEN
Asuhan keperawatan (askep) pada klien gangguan integumen, seperti kusta,
skabies, tinea (jamur) umumnya belum ada rencana asuhan keperawatan khusus dan
belum banyak ditemukan pada buku ajar. Beberapa askep integumen yang sudah baku
dan dapat kita temukan pada beberapa literatur antara lain adalah askep luka baker dan
askep psoriasis. Sehingga askep kulit abnormal dapat digunakan sebagai acuan dalam
menyusun rencana keperawatan pada klien yang mengalami gangguan integumen,
tentunya disesuaikan dengan data yang ditemukan pada pengkajian.
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan dan observasi langsungsg memberikan infomasi mengenai
persepsi klien terhadap dermatosis, bagaimana kelainan kulit dimulai?, apa pemicu?, apa
yang meredakan atau mengurangi gejala?, termasuk masalah fisik/emosional yang dialami
klien?. Pengkajian fisik harus dilakukan secara lengkap.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
b. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
e. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi.
3. Masalah Kolaboratif/Komplikasi
Masalah kolaboratif/komplikasi yang dapat terjadi pada klien dermatosis adalah
infeksi.
4. Tujuan Intervensi/Implementasi
Tujuan askep dermatosis adalah terpeliharanya integritas kulit, meredakan
gangguan rasa nyaman: nyeri, tercapainya tidur yang nyenyak, berkembangnya sikap
penerimaan terhadap diri, diperolehnya pengetahuan tentang perawatan kulit dan tidak
adanya komplikasi.
a. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.
1. Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum yg
berlebihan) ketika memasang balutan basah.
Rasional: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan
perluasan kelainan primer.
2. Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.
Rasional: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses
terjadinya sebagian penyakit kulit.
3. Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan
suhu terllalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan pemanas,
radiator).
Rasional: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap
panas.
4. Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Rasional: Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas
kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
Kriteria keberhasilan implementasi.
1. Mempertahakan integritas kulit.
2. Tidak ada maserasi.
3. Tidak ada tanda-tanda cidera termal.
4. Tidak ada infeksi.
5. Memberikan obat topikal yang diprogramkan.
6. Menggunakan obat yang diresepkan sesuai jadual.
b. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
1. Temukan penyebab nyeri/gatal
Rasional: Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan
kenyamanan.
2. Catat hasil observasi secara rinci.
Rasional: Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis
dan pengobatan.
3. Antisipasi reaksi alergi (dapatkan riwayat obat).
Rasional: Ruam menyeluruh terutama dengan awaitan yang mendadak dapat
menunjukkan reaksi alergi obat.
4. Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.
Rasional: Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
5. Pertahankan lingkungan dingin.
Rasional: Kesejukan mengurangi gatal.
6. Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitif
Rasional: Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.
7. Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur
Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk.
8. Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun.
Rasional: Sabun yang "keras" dapat menimbulkan iritasi.
9. Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih dan pelarut.
Rasional: Setiap subtansi yang menghilangkan air, lipid, protein dari epidermis
akan mengubah fungsi barier kulit
10. Kompres hangat/dingin.
Rasional: Pengisatan air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan
meredakan pruritus.
11. Mengatasi kekeringan (serosis).
Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis: redish, gatal.lepuh, eksudat.
12. Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.
Rasional: Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan
barier kulit.
13. Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional: Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan
14. Menggunakan terapi topikal.
Rasional: Membantu meredakan gejala.
15. Membantu klien menerima terapi yang lama.
Rasional: Koping biasanya meningkatkan kenyamanan.
16. Nasihati klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa resep
Dokter.
Rasional: Masalah klien dapat disebabkan oleh iritasi/sensitif karena pengobatan
sendiri
Kriteria keberhasilan implementasi.
1. Mencapai peredaan gangguan rasa nyaman: nyeri/gatal.
2. Mengutarakan dengan kata-kata bahwa gatal telah reda.
3. Memperllihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.
4. Mematuhi terapi yang diprogramkan.
5. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
6. Menunjukkan kulit utuh dan penampilan kulit yang sehat .
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
1. Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan
kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
2. Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal
biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
3. Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim setelah mandi.
Rasional: memelihara kelembaban kulit
4. Menjaga jadual tidur yg teratur.
5. Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
6. Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
7. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Mencapai tidur yang nyenyak.
2. Melaporkan gatal mereda.
3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4. Menghindari konsumsi kafein.
5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan
diri sendiri.
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang
tampak nyata bagi klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap
konsep diri.
2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi
serta pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas
mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan
yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak
adaptasi klien .
5. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan
e. Kurang pengetahuan tentang program terapi
1. Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2. Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat,
kebanyakan klien merasakan manfaat.
3. Peragakan penerapan terapi seperti, kompres basah, obat topikal.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan
terapi.
4. Nasihati klien agar kulit teap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan
pengolesan krim serta losion kulit.
Rasional: stratum korneum memerlukan air agar tetap fleksibel. Pengolesan
krim/lotion akan melembabkan kulit dan mencegah kulit tidak kering, kasar, retak
dan bersisik.
5. Dorong klien untuk mendapatkan nutrisi yang sehat.
Rasional: penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang,
perubahan pada kulit menandakan status nutrisi yang abnormal.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3 Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4. Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
f. Mencegah Infeksi
1. Miliki indeks kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada klien yang sistem
kekebalannya terganggu.
Rasional: setiap keadaan yg mengganggu imun akan memperbesar risiko infeksi
kulit.
2. Berikan petunjuk yang jelas dan rinci kepada klien mengenai program terapi.
Rasional: Pendidikan klien yang efektif bergantung pada keterampilan
interpesonal profesional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas.
3. Laksanakan kompres basah sesuai program untuk mengurangi intensitas inflamasi.
Rasional: vasokonstriksi pembuluh darah kulit dapat mengurangi eritema dan
membantu debridemen vesikel dan krusta serta mengendalikan inflamasi.
4. Sediakan terapi rendaman sesuai program.
Rasional: melepas eksudat dan krusta.
5. Berikan antibiotik sesuai order.
Rasional: membunuh dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
6. Gunakan obat topikal yang mengandung kortikosteroid sesuai order.
Rasional: memiliki kerja antiinflamasi, sehingga mampu menimbulkan
vasokonstriksi pd pembuluh darah kecil dalam dermis lapisan atas.
7. Nasihati klien untuk menghentikan pemakaian setiap obat kulit yang
memperburuk masalah.
Rasional: dermatitis kontan atau reaksi alergi dapat terjadi akibat setiap unsur
yang ada dalam obat tersebut.
Kriteria Keberhasilan Implementasi
1. Tetap bebas dari infeksi.
2. Mengungkapkan tindakan perawatan kulit yang meningkatkan kebersihan dan
mencegah kerusakan kulit.
3. Mengidentifkasi tanda dan gejala infeksi.
4. Mengidentifikasi efek kerugian obat
5. Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulti: ganti balutan, mandi.
GANGGUAN DERMATOLOGIK
PRURITUS
Pruritus adalah gatal atau kegatalan. (Ahmad Ramali, 2005)
Pruritus adalah gatal-gatal. (Sue Hincliff, 1999)
ETIOLOGI
Pruritus dapat juga menjadi petunjuk pertama yang mengindikasikan kelainan
sistemik internal seperti diabetes melitus, kelainan darah atau kanker. Rasa gatal dapat
juga menyertai penyakit ginjal, hepar dan tyroid. Beberapa preperat oral yang sering
dipakai seperti aspirin , terapi antibiotic, hormone (esterogen, testosterone atau
kontrasepsi oral) dan apoid (morfin atau kokain) dapat menimbulkan pruritus pula (Sher,
1992).
PATOFISIOLOGI
Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering dijumpai
pada gangguan dermatologic yang menimbulkan gangguan dermatologic yang
menimbulkan gangguan rasa nyaman dan perubahan integritas kulit jika pasien
meresponnya dengan garukan.
Reseptor rasa gatal tidak bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat (peniciate) yang
hanya ditemukan dalam kuit, membrane mukosa dan kornea (Sher, 1992).
Garukan menyebabkan terjadinya inflamasi sel dan pelepasan histamine oleh ujung
saraf yang memperberat gejala pruritus yang selanjutnya menghasilkan lingkaran setan
rasa gatal dan menggaruk. Meskipun pruritus biasanya disebabkan oleh penyakit kulit
yang primer dengan terjadinya ruam atau lesi sebagai akibatnya, namun keadaan ini bisa
timbul tanpa manifestasi kulit apapun. Keadaan ini disebut sebagai esensial yang
umumnya memiliki awitan yang cepat, bias berat dan menganggu aktivitas hidup sehari-
hari yang normal.
Pruritus perianal
Pruritus di daerah anus dan genital dapat terjadi akibat partikel kecil feces yang
terjepit dalam lipatan perianal atau yang melekat pada rambut anus, atau akibat
kerusakan kulit perianal karena garukan, keadaan basah dan penurunan sesistensi kulit
yang disebabkan oleh terapi kortikosteroid atau antibiotic. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan gatal-gatal di daerah sekitar anus (Pruritis Perianal) adalah iritan local
seperti scabies serta tuma, lesi local seperti hemoroid, infeksi jamur atau kandida, dan
infestasi cacing kerawit. Keadaan seperti DM, Anemia, Hipertiroidisme, dan kehamilan
dapat pula menyebabkan pruritus perianal.
GANGGUAN SKLEROTIK
Dermatosis Seborea
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum,
kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak,
bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada
kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah
presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya
50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis
seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis
seboroik sama dengan ketombe.
Akne Vulgaris
Acne Vulgaris (jerawat) merupakan kelainan folikuler umum yang mengenai folikel
polisebasea (folikel rambut) yang rentan dan penting sering ditemukan di daerah muka,
leher serta badan bagian atas. Acne ditandai dengan komedo tertutup (whitehead),
komedo terbuka (blackhead), papula, pustula, nodul dan kista.
Acne merupakan kelainan kulit yang paling sering ditemukan pada remaja dan
dewasa muda di antara 12 – 35 tahun. Laki-laki dan perempuan terkena sama banyaknya,
dengan insidensi tertinggi antara usia 14 – 17 tahun untuk anak perempuan serta antara
usia 16 – 19 tahun untuk anak laki-laki. Kelainan kulit ini semakin nyata pada pubertas
dan usia remaja, dan kenyataan tersebut mungkin terjadi karena kelenjar endokrin
tertentu yang mempengaruhi sekresi kelenjar sebasea mencapai aktivitas puncaknya pada
usia ini.
INFEKSI DAN INFESTASI PADA KULIT
Infeksi bakteri (pioderma)
Bisul / Pioderma
Bisul terjadi karena infeksi kulit. Bukan penyakit yang serius tetapi terasa sakit dan
nyeri. pioderma disebabkan oleh bakteri gram positif staphyllococcus, terutama S. aureus
dan streptococcus atau keduanya. Faktor predisposisinya yaitu higiene yang kurang,
menurunnya daya tahan tubuh mengidap penyakit menahun, kurang gizi, keganasan atau
kanker dan sebagainya atau adanya penyakit lain di kulit yang menyebabkan fungsi
perlindungan kulit terganggu.
Terdapat beberapa jenis pioderma, yaitu:
- Impetigo
impetigo merupakan infeksi kulit yang disebabkan oleh stafilokokus aurea atau kadang-
kadang oleh streptokokus dan hanya terjadi pada lapisan kulit jangat. Biasanya tak
disertai gejala konstitusi gejala infeksi pada tubuh manusia seperti demam, nyeri, lesu,dan
lainnya. Pada kulit penderita terlihat lepuh dan gelembung yang berisi cairan. Penyakit ini
mudah menular pada anak lain atau dirinya sendiri.
- Folikulitis, furunkel, dan karbunkel
Folikulitis
Folikulitis adalah peradangan pada selubung akar rambut (folikel).
Penyebabnya adalah infeksi oleh bakteri stafilokokus. Folikulitis bisa terjadi di bagian
kulit manapun, biasanya merupakan akibat dari kerusakan folikel rambut karena:
o bergesekan dengan pakaian
o penyumbatan folikel rambut
o pencukuran.
Pada kulit yang terkena akan timbul ruam, kemerahan dan rasa gatal.
Di sekitar folikel rambut tampak beruntus-beruntus kecil berisi cairan yang bisa pecah
lalu mengering dan membentuk keropeng.
Bisul (furunkel)
adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan subkutaneus di
sekitarnya. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus, tetapi bisa juga disebabkan oleh
bakteri lainnya atau jamur. Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan
bokong. Akan terasa sangat nyeri jika timbul di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-
jari tangan.
Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah.
Lalu benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning
(membentuk pustula). Bisul bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan
nanahnya, kadang mengandung sedikit darah. Bisa disertai nyeri yang sifatnya ringan
sampai sedang. Kulit di sekitarnya tampak kemerahan atau meradang. Kadang disertai
demam, lelah dan tidak enak badan. Jika furunkel sering kambuhan maka keadaannya
disebut furunkulosis.
Karbunkel
Karbunkel adalah sekumpulan bisul yang menyebabkan pengelupasan kulit yang luas
serta pembentukan jaringan parut. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus.
Pembentukan dan penyembuhan karbunkel terjadi lebih lambat dibandingkan bisul
tunggal dan bisa menyebabkan demam serta lelah karena merupakan infeksi yang lebih
serius. Lebih sering terjadi pada pria dan paling banyak ditemukan di leher bagian
belakang. Karbunkel juga cenderung mudah diderita oleh penderita diabetes, gangguan
sistem kekebalan dan dermatitis.
Beberapa bisul bersatu membentuk massa yang lebih besar, yang memiliki beberapa
titik pengaliran nanah. Massa ini letaknya bisa lebih dalam di bawah kulit dibandingkan
dengan bisul biasa. Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya dan bisa
ditularkan ke orang lain. Tidak jarang beberapa orang dalam sebuah rumah menderita
karbunkel pada saat yang sama.
Faktor resiko terjadinya karbunkel adalah:
o tingkat kebersihan yang buruk
o keadaan fisik yang menurun
o gesekan dengan pakaian
o pencukuran.
Pada kulit yang terkena ditemukan beberapa bisul yang bersatu disertai nyeri yang
sifatnya ringan atau sedang. Kulit tampak merah dan membengkak. Karbunkel yang
pecah akan mengeluarkan nanah lalu mengering dan membentuk keropeng.
Infeksi Virus
- Herpes zoster
Herpes zoster (Shingles) adalah suatu penyakit yang membuat sangat nyeri (rasa sakit
yang amat sangat). Penyakit ini juga disebabkan oleh virus herpes yang juga
mengakibatkan cacar air (virus varisela zoster). Seperti virus herpes yang lain, virus
varisela zoster mempunyai tahapan penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh suatu
tahapan tidak aktif. Kemudian, tanpa alasan virus ini jadi aktif kembali, menjadikan
penyakit yang disebut sebagai herpes zoster.
Infeksi Mikotik (fungus)
Fungus (jamur), yang merupakan anggot dunia tanaman yang berukuran kecil dan
makan dari bahan organic, merupakan penyebab berbagai jenis infeksi kulit yang sering
ditemukan. Pada sebagian kasus, jamur hanya mengenai kulit dan organ-organ
pelengkapnya (yaitu, rambut serta kuku), tetapi pada sebagian lainnya organ internal
dapat turut terkena. Infeksi sekunder dengan bakteri atau candida atau keduanya dapat
terjadi.
Kelainan jamur kulit yang paling sering ditemukan dikenal sebagai tinea atau
ringworm, infeksi tinea dapat mengenai kepala, badan, lipat paha, kaki, dan kuku.
- Tinea pedis (penyakit jamur kaki, athlete’s foot ; kutu air)
Kutu air atau dalam bahasa latin dikenal sebagai TInea Pedis merupakan penyakit
akibat jamur yang paling banyak ditemui, Kutu air mempunyai beberapa sinomin, antara
lain Tinea Pedis, Athlete’s foot. Kutu air merupakan penyakit akibat jamur golongan
Tricophyton yang mengenai sela-sela jari kaki.
Tanda dan Gejala Kutu air menimbulkan rasa gatal pada penderitanya. Pada jari
kaki yang terkena, kulit akan menebal dan berwarna lebih putih, serta mudah terkelupas.
Kutu air ini juga akan menimbulkan bau tidak sedap pada kaki.
- Tinea korposis (penyakit jamur badan)
Tinea corporis atau kadas (kurap) timbul di leher atau badan, ditandai dengan
munculnya bercak bulat atau lonjong, berbatas tegas antara yang kemerahan, bersisik,
dan berbintil. Daerah tengahnya biasanya lebih "tenang", tak berbintil. Bila dibiarkan,
bisa menjadi penyakit menahun, keluhannya pun jadi samar-samar hingga menimbulkan
infeksi bakteri.
- Tinea kapitis (penyakit jamur kulit kepala)
Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata dan bulu mata
yang disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan Trichophyton
Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur superfisial pada
kulit kepala, bulu mata dengan kecenderungan menyerang tangkai rambut dan folikel –
folikel rambut. Penyakit ini termasuk kepada mikosis superfisialis atau dermatofitosis.
Beberapa sinonim yang digunakan termasuk ringworm of the scalp dan tinea tonsurans.
- Tinea kruris(penyakit jamur lipat paha)
Penyakit yang satu ini kerap dianggap enteng, karena lebih enak digaruk ketimbang
diobati. Penyakit infeksi jamur ini terjadi di lipatan paha, daerah bawah perut, kelamin
luar, selangkangan, dan sekitar anus. Tak jarang jamur selangkangan ini wujudnya
menjadi tak karuan. Kulit selangkangan menjadi legam, meradang dan basah bergetah,
terutama jika jamur sudah ditunggangi infeksi oleh kuman lain. Gejala yang timbul, Gatal
di sekitar lipatan paha, daerah bawah perut, kelamin luar, selangkangan, dan sekitar anus.
- Tinea unguium (onikomikisis)
Kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita. Jamur kuku, yang
mempunyai nama latin onychomycosis atau Tinea Unguium, paling sering menyerang kuku
kaki. Biasanya mulai dari tepi atau bagian bawah kuku. Tanda-tanda serangan antara lain
kuku mengalami perubahan warna menjadi agak kekuningan atau keputihan.
Selanjutnya, kuku akan menjadi rapuh, mudah mengelupas, berbau, dan biasanya
warnanya menjadi lebih kusam atau bahkan kehitaman. Kadang-kadang terjadi infeksi,
tandanya timbul nyeri, bengkak, dan nanah.
PENYAKIT KULIT PARASITIK
PEDIKULOSIS
Pedikulosis ialah infeksi kulit atau rambut padamanusia yang disebabkan oleh
pedikulus (termasuk family pediculidae), selain menyerang manusia, penyakit ini juga
menyerang binatang, oleh karena itu dibedakan pediculus humanus dengan pediculus
animalis. Pediculus ini merupakan parasit obligat artinya harus menghisap darah manusia
untuk dapat mempertahankan hidup.
Pengertian
Infeksi kutu yang mengenai kepala, badan, dan pubis (mengenai daerah-darah yang
berambut) Infeksi kulit atau rambut pada manusia yang disebabkan parasit obligat
pediculus humanis (Arif Mansjoer, 2002)
Klasifikasi
1. Pediculosis Kapitis
Infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh pediculus humanus var capitis
(Ronny P Handoko)
Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala atau tuma yang disebut pediculus
humanus capitis pada kulit kepala. (Brunner & Suddarth)
Tuma betina akan meletakkan telurnya (nits) di dekat kulit kepala. Telur ini akan
melekat erat pada batang rambut dengan suatu substansi yang liat. Telur ini akan menetas
menjadi tuma muda dalam waktu sekitar 10 hari dan mencapai maturitasnya dalam
tempo 2 minggu.
Etiologi
Infeksi kulit ini disebabkan oleh pediculus humanus var capitis. Penyakit ini terutama
menyerang anak-anak usia muda dan cepat meluas dalam lingkungan hidup yang padat,
misalnya di asrama dan panti asuhan.
Kondisi hygiene yang tidak baik, misalnya jarang membersihkan rambut atau rambut
yang relative susah dibersihkan (rambut yang sangat panjang pada wanita).
2. Pedikulosis Korporis
Infestasi kutu pedikulosis humanus korporis pada badan (Ronny P Handoko)
Etiologi
Pediculus humanus var corporis mempunyai jenis kelamin, yakni jantan dan betina,
yang betina berukuran panjang 1,2-4,2 mm dan lebar kira-kira setengah panjangnya,
sedangkan yang jantan lebih kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang
ditremukan pada kepala.
3. Pedikulosis pubis
Pediculosis pubis adalah infeksi rambut di daerrah pubis dan di sekitarnya karena
phthirus pubis. Pediculosis pubis dulu dianggap phthirus pubis secara morfologis sama
dengan pediculus, maka itu dinamakan pediculus pubis. Ternyata morfologi keduanya
berbeda, phthirus pubis lebih kecil dan pipih.
Etiologi
Kutu ini juga mempunyai jenis kelamin, yang betina lebih besar daripada yang jantan.
Panjang sama dengan lebar 1-2 mm.
SKABIES
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinnim dari penyakit ini adalah kudis,
the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Penyakit scabies ini merupakan penyakit menular oleh kutu tuma gatal sarcoptes
scabei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum korneum, membentuk kanalikuli
atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6 sampai 1,2 centimeter.
Etiologi
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian hominis.
Sarcoptes scabieiini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu
terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan
tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau
ini transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata.
Patofisiologi Skabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan
sehingga terjadi kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul pada pergelangan
tangan. Gatal yang terjadi disebabkan leh sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau
yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat it kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang
terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.
DERMATITIS KONTAK
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap
paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis
kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan
dermatitis kontak alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak
alergik yang diakibatkan meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada
sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering
terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi
bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit
tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit
diketahui, tapi sudah jelas terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas
tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan
epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis,
dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen
akan timbul reaksi alergi.
Etiologi
1. Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.
Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi,
kohikulum, serta suhu bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor
yang dimaksud yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya
oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu
dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas;
usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari
pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada
wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap
bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopic
2. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu,
misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten
merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll.
Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da.
Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan
luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra membagi jenis -jenis hapten berdasarkan
fungsinya yaitu:
1. Asam, misalnya asam maleat.
2. Aldehida, misalnya formaldehida.
3. Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.
4. Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.
5. Ester, misalnya Benzokain
6. Eter, misalnya benzil eter
7. Epoksida, misalnya epoksi resin
8. Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.
9. Quinon, misalnya primin, hidroquinon.
10. Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.
11. Komponen tak larut, misalnya terpentin.
DERMATITIS INFLAMATORIK NONINFEKSIOSA
1. PSORIASIS
Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif,
ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.
Psoriasis juga disebut psoriasis vulgaris berarti psoriasis yang biasa, karena ada psoriasis
lain, misalnya psoriasis pustulosa.
Patofisiologi
Psoriasis merupakan penyakit kronik yang dapat terjadi pada setiap usia.
Perjalanan alamiah penyakit ini sangat berfluktuasi. Pada psoriasis ditunjukan adanya
penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah
dermis bagian atas. Jumlah sel-sel basal yang bermitosis jelas meningkat. Sel-sel yang
membelah dengan cepat itu bergerak dengan cepat ke bagian permukaan epidermis yang
menebal. Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini menyebabkan epidermis
menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal ( sisik yang berwarna seperti perak ).
Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini agaknya antara lain disebabkan oleh
kadar nukleotida siklik yang abnormal , terutama adenosin monofosfat(AMP)siklik dan
guanosin monofosfat (GMP) siklik. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada
penyakit ini. Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi plak psoriatik belum
dapat dimengerti secara jelas.
2. DERMATITIS EKSFOLIATIF
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya disertai skuama ( Arief
Mansjoer , 2000 : 121 ).
Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa eritema yang terdapat hampir
atau di seluruh tubuh ( www. medicastore . com ).
Dermatitis eksfoliata generalisata adalah suatu kelainan peradangan yang ditandai
dengan eritema dan skuam yang hampir mengenai seluruh tubuh ( Marwali Harahap ,
2000 : 28 )
Dermatitis eksfoliata merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang
progesif dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang kurang
lebih menyeluruh ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 ).
ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya , penyakit ini dapat dibagikan dalam 2 kelompok :
1. Eritrodarma eksfoliativa primer
Penyebabnya tidak diketahui. Termasuk dalam golongan ini eritroderma iksioformis
konginetalis dan eritroderma eksfoliativa neonatorum(5–0 % ).
2. Eritroderma eksfoliativa sekunder
- Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya , sulfonamide ,
analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
- Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus , psoriasis ,
pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik dan dermatitis atopik.
- Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma. ( Arief Mansjoer , 2000 : 121 : Rusepno Hasan
2005 : 239 )
PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan kulit yang
paling luar ) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler , hipoproteinemia dan
keseimbangan nitrogen yang negatif . Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas ,
sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata
pada keseluruh tubuh.
Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan lapisan tanduk dari
permukaan kult sel – sel dalam lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan sel – sel
yang baru terbentuk bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai
sisik / plak jaringan epidermis yang profus.
Mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi secara non imunologik dan
imunologik (alergik) , tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Pada
mekanismee imunologik, alergi obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang
sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya
berperan sebagai antigen yang tidak lengkap ( hapten ). Obat / metaboliknya yang berupa
hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan protein misalnya jaringan , serum / protein
dari membran sel untuk membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat
berfungsi langsung sebagai antigen lengkap. ( Brunner & Suddarth vol 3 , 2002 : 1878 )
3. PEMFIGUS VULGARIS
Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan
kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi
berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa bulan
(Dorland, 1998)
Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai dengan
timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada kulit yang
tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina) (Brunner, 2002)
Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan
membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau lepuh biasanya terjadi di
mulut, idung, tenggorokan, dan genital (www.pemfigus.org.com)
Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari epidermis klit
dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune disorder” yaitu system
imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik pada protein kulit dan membrane
mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang menimbulkan pemisahan pada lapisan sel
epidermis (akantolisis) satu sama lain karena kerusakan atau abnormalitas substansi
intrasel. Tepatnya perkembangan antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody)
belum diketahui.
ETIOLOGI
Penyebab dari pemfigus vulgaris dan factor potensial yang dapat didefinisikan antara lain:
a. Faktor genetic
b. Umur
Insiden terjadinya pemfigus vulgaris ini meningkat pada usia 50-60 tahun. Pada neonatal
yang mengidap pemfigus vulgaris karena terinfeksi dari antibody sang ibu.
c. Disease association
Pemfigus terjadi pada pasien dengan penyakit autoimun yang lain, biasanya myasthenia
gravis dan thymoma
4. NEKROLISIS EPIDERMIS TOKSIK
Alan Lyell* mendeskripsikan nekrolisis epidermal toksik sebagai suatu erupsi yang
menyerupai luka bakar pada kulit.18,19 Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit
yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan.
Meskipun begitu, etiologi lainnya, termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa
menyebabkan penyakit ini.
Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa
seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut
memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan
wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya
bahwa fenomena immun kompleks yang bertanggung jawab. Salah satu teori menyatakan
akumulasi metabolit obat pada epidermis secara genetik dipengaruhi oleh proses
imunologi setiap individu.
Limfosit T CD8+ dan makrofag mengaktifkan proses inflamasi yang menyebabkan
apoptosis sel epidermis.
(ULKUS, TUMOR BENIGNA DAN KEGANASAN
PADA KULIT)
1. Ulserasi
Kehilangan superficial jaringan permukaan akibat kematian sel dinamakan ulserasi.
Sebuah ulkus yang sederhana seperti jenis ulkus yang ditemukan pada lukabakar dengan
superficial derajat dua yang kecil cenderung sembuh dengan granulasi (granul jaringan
yang baru) jika luka tersebut dijaga kebersihannya dan dilindungi terhadap cedera.
Bilamana terkena udara, serum yang mengalir keluar akan mongering dan
membentuk krusta. Dibawah krusta, sel-sel epitel akan tumbuh dan menutupi seluruh
permukaan luka. Penyakit tertentu menyebabkan ulkus yang khas, missal ulkus
tuberculosis dan ulkus sifilis.
Ulkus yang disebabkan defisiensi sirkulasi arterial. Ulkus yang berhubungan dengan
masalah sirkulasi arterial terlihat pada pasien-pasien dengan penyakit vaskuler periver,
arteriosklerosis, penyakit Raynaud dan frostbite. Pada pasien-pasien ini, terapi ulserasi
harus dilaksanakan bersama terapi penyakit arterial. Bahayanya berasal dari infeksi
sekunder
Kerapkali amputasi bagian tersebut merupakan satu-satunya terapi yang efektif.
Ulkus karena tekanan (Dekubitus). Dekubitus terjadi akibat tekanan yang terus-menerus
pada daerah tertentu kulit.
2. TUMOR KULIT
a. KISTA
Kista pada kulit merupakan rongga berdinding epitel yang berisikan bahan cair atau
padat.
1) Kista epidermis (epidermoid)
Kerapkali terjadi dan dapat dideskripsikan sebagai tumor yang menonjol, kenyal serta
tumbuh lambat dan paling sering ditemukan di daerah wajah, leher, dada bagian atas
serta punggung. Pengangkatan kista tersebut akan menghasilkan kesembuhan.
2) Kista pilaris (kista trichilemmal)
Yang mula-mula dinamakan kista sebasea, paling sering ditemukan pada kulit kepala.
Kista ini tampaknya berasal dari folikel rambut bagian tengah dan dari sel-sel selubung
luar akar rambut. Terapinya adalah pengangkatan dengan pembedahan.
3. TUMOR BENIGNA
1) Keratosis seborea.
Tumor ini merupakan lesi benigna yang menyerupai veruka dengan berbagai ukuran dan
warna yang bervariasi dari warna cokelat cerah hingga hitam. Kista seboreika biasanya
terdapat pada muka, bahu, dada serta punggung, dan merupakan tumor kulit yang paling
sering terlihat pada orang-orang usia baya dan lansia. Kista tersebut mungkin secara
kosmetik tidak dapat ditoleransi oleh pasien, dan keratosis yang berwarna hitam dapat
didiagnosis secara keliru sebagai melanoma maligna. Terapinya adalah pengangkatan
jaringan tumor dengan cara eksisi, elektrokauter dan kuretase, atau dengan menggunakan
karbondioksida atau nitrogen cair.
2) Keratosos aktinika
Merupakan lesi kulit pramalignan yang tumbuh pada daerah tubuh yang terkena sinar
matahari terus-menerus. Keratosis ini tampak sebagai bercak-bercak yang kasar, bersisik
dengan eritema di baliknya. Lesi ini secara berangsur-angsur dapat berubah bentuk
menjadi karsinoma sel skuamosa kulit.
3) Veruka (kutil, Wart).
Veruka merupakan tumor kulit benigna yang sering ditemukan dan disebabkan oleh
infeksi virus human papilloma yang tergolong ke dalam kelompok virus DNA. Semua
kelompok usia dapat terkena, kendati keadaan ini paling sering ditemukan di antara usia
12 dan 16 tahun. Ada banyak tipe veruka.
Biasanya veruka merupakan kelainan yang asimtomatik, kecuali kalau terjadi pada
daerah yang menahan beban tubuh seperti telapak kaki. Veruka dapat diterapi dengan
sinar laser yang diarahkan secara local, nitrogen cair, plester asam salisilat, elektrokauter
atau dengan larutan cantharidin.
4) Veruka venereal.
Veruka yang terjadi di daerah genital dan perianal ini dikenal dengan condyloma
acuminate dan ternyata ditularkan lewat hubungan seks. Jenis veruka ini dapat diterapi
dengan larutan posofilin dalam tingtura benzoin.yang dioleskan pada veruka dan
kemudian dibasuh. Bentuk terapi lainnya mencakup nitrogen cair, bedah beku, bedah
elektro dan kuretase.
5) Angioma (tanda lahir).
Tanda lahir merupakan tumor vaskuler benigna yang melibatkan kulit dan jaringan
subkutan. Tumor ini dapat ditemukan sebagai bercak yang datar dan berwarna merah-
ungu (angioma portwine) atau lesi noduler yang menonjol dan berwarna merah terang
(angioma strawberi). Angioma yang disebutkan terakhir ini memiliki kecenderungan
untuk mengalami involusi yang spontan. Sebaliknya, angioma portwine biasanya akan
bertahan tanpa batas waktu.sebagian pasien menggunakan kosmetika penutup (covermark
atau dermablend) untuk menyamarkan cacat tersebut. Sinar laser argon kini digunakan
untuk menghilangkan berbagai angioma dengan keberhasilan tertentu.
6) Nevus pigmentosus (mola).
Mola merupakan tumor kulit yang sering ditemukan dengan berbagai ukuran dan warna
yang berkisar dari cokelat kekuningan hingga hitam. Tumor ini dapat berupa lesi
berbentuk macula yang datar atau nodul atau popula yang menonjol dan kadang-kadang
berisi rambut. Sebagian besar nevus pigmentosus merupakan lesi yang tidak berbahaya.
Kendati demikian, pada kasus-kasus yang jarang dijumpai dapat terjadi perubahan tumor
maligna dan pada lokasi nevus tumbuh melanoma. Sebagian pakar merasa bahwa semua
mola congenital harus diangkat karena insidensi perubahan malignanya yang tinggi.
Nevus yang memperlihatkan perubahan warna atau ukuran, atau yang menjadi nevus
yang simtomatik (gatal) atau yang tepinya ireguler harus diangkat untuk menentukan
apakah sudah terjadi perubahan malignan. Mola yang terjadi pada tempat-tempat yang
tidak lazim harus diperiksa dengan cermat untuk menentukan iregularitas serta cekungan
pada bagian tepi mola dan variasi warnanya. (melanoma dini kerapkali memperlihatkan
kemerahan serta iritasi dan daerah-daerah pigmentasi kebiruan dimana sel-sel yang
mengandung pigmen terletak lebih dalam di dalam kulit).nevus yang lebih besardaripada
1 cm harus diperiksa dengan cermat. Nevus yang dieksisi harus diperiksa secara histologis.
7) Keloid.
Keloid merupakan pertumbuhan benigna jaringan fibrosa yang berlebihan pada lokasi
sikatriks atau trauma. Keloid lebih sering dijumpai di antara orang-orang yang berkulit
gelap. Keadaan ini bersifat asimtomatik kendati dapat menyebabkan masalah kosmetika
dan cacat fisik. Terapinya yang tidak selalu berhasil memuaskan terdiri atas eksisi keloid,
penyuntikan kortikosteroid intralesi dan radiasi.
8) Dermatofibroma.
Dermatofibroma merupakan tumor benigna jaringan ikat yang sering dijumpai yang
terutama terjadi pada ekstremitas. Tumor ini berupa papula atau nodul berbentuk kubah
yang dapat berwarna seperti warna kulit atau berwarna cokelat kemerahan. Biopsy
eksisional dermatofibroma merupakan metode terapi yang dianjurkan.
9) Neurofibromatosis ( Penyakit von Recklinghausen).
Neurofibromatosis merupakan kelainan herediter yang bermanifestasi dalam bentuk
bercak-bercak berpigmen (macula caféau- lait), bercak cokelat di daerah aksila dan
neurofibroma kutaneus yang ukurannya bervariasi. Perubahan pertumbuhan dapat pula
terjadi pada system saraf, otot dan tulang. Degeneras malignan neurofibroma dapat
dijumpai pada sebagian pasien.
KEGANANSAN PADA KULIT
1. KANKER KULIT
Kanker kuit merupakan bentuk penyakit kanker yang paling sering ditemukan di
Amerika Serikat. Jika angka insidensinya tetap berlanjut seperti sekarang, diperkirakan
seperdelapan penduduk Amerika yang berkulitcerah akan menderita kanker kulit,
khususnya karsinoma sel basal. Karena kulit mudah diinspeksi, kanker kulit akan tampak
serta terdeteksi dengan mudah dan merupakan tipe kanker yang pengobatannya paling
berhasil.
Penyebab dan Pencegahan
Pajanan sinar matahari merupakan penyebab utama kanker kulit, insidensinya
berhubungan dengan total pajanan sinar matahari. Kerusakan akibat sinar matahari
bersifat kumulatif, dan efek yang berbahaya dapat mencapai taraf yang berat pada usia 20
tahun. Peningkatan insidensi kanker kulit kemungkinan disebabkan oleh perubahan gaya
hidup, dan kebiasaan orang untuk berjemur serta melakukan aktivitas di bawah sinar
matahari.tindakan protektif harus dilaukan sepanjang hidup.
Orang yang tidak memproduksi (pigmen) melanin dengan jumlah yang cukup di
dalam kulit untuk melindungi jaringan di bawahnya sangat rentan terhadap kerusakan
akibat sinar matahari. Orang yang paling berisiko itu adalah orang yang berkulit cerah,
bernata biru, berambut merah yang nenek moyangnya berdarah Celtic, atau orang dengan
warna kulit yang merah muda atau cerah disamping orang yang sudah lama terkena sinar
matahari tanpa terjadi perubahan warna kulit menjadi cokelat kekuningan.
Populasi lain yang berisiko adalah para pekerja di luar rumah (seperti petani, pelaut,
nelayan) dan orang-orang yang terpajan sinar matahari untuk suatu periode waktu.
Orang yang berusia lanjut dengan kulit yang rusak karena sinar mataharijuga merupakan
kelompok lainnya yang menghadapi risiko seperti halnya mereka yang pernah mendapat
terapi sinar-x untuk pengobatan akne atau lesi benigna kulit.
Para pekerja yang mengalami kontak dengan zat-zat kimia tertentu (senyawa arsen,
nitrat, batubara, ter serta aspal, dan parafin) juga termasuk dalam kelompok yang
berisiko. Orang yang menderita sikatriks akibat luka bakar yang berat dapat mengalami
kanker kulit setelah 20 hingga 40 tahun kemudian. Kanker sel skuamosa dapat dijumpai
pada daerah osteomielitis yang mengeluarkan secret secara kronik karena perubahan
neoplastikbisa terjadi di dalam fistulanya.
Ulkus yang lama pada ekstremitas bawah juga dapat menjadi lokasiasal kanker kulit.
Dalam kenyataannya, setiap keadaan yang menyebabkan pembentukan sikatriks atau
iritasi kronik dapat menimbulkan penyakit kanker. Pasien yang system kekebalannya
terganggu juga dapat memperlihatkan insidensi tumor malignan kulit yang meningkat.
Factor-faktor genetic juga dapat terlibat. Factor-faktor lingkungan. Perubahan
dalam lapisan ozon akibat polusi udara global oleh industry, sepertipolusi
klorofluorokarbon, telah memperbesar keprihatinan terhadap peningkatan insidensi
kanker kulit, khususnya melanoma melanoma maligna. Ozon merupakan lapisan tipis gas
eksplosif berwarna kebiruan yang bervariasi dalam stratosfer yang terbentuk oleh radiasi
sinar ultraviolet matahari terhadap bentuk alotropik oksigen.
Lapisan ozon diketahui memiliki ketebalan yang bervariasi menurut musimnya
dengan lapisan yang paling tebal pada kawasan Kutub Utara serta Selatan dan yang paling
tipis di daerah ekuator. Diyakini bahwa lapisan ozon ini membantu melindungi bumi
terhadap efek radiasi sinar ultraviolet matahari. Para pakar yang mengemukakan teori ini
memprediksikan peningkatan insidensi kanker kulit sebagai konsekuensi dari perubahan
pada lapisan ozon. Riset lebih lanjut harus mengungkapkan apakah destruksi ozon
merupakan keprihatinan yang layak dan ancaman kesehatan yang potensial.
TIPE-TIPE KANKER KULIT
Tipe kanker kulit yang paling sering ditemukan adalah karsinoma skuamosa
(epidermoid) dan melanoma maligna.
Manifestasi Klinis
1. Karsinoma sel basal
tumbuh dari lapisan sel basal pada epidermis atau folikel rambut. Penyakit kanker ini
merupakan tipe kanker yang palimh sering ditemukan. Umumnya karsinoma sel basal
timbul di daerah tubuh yang terpajan sinar matahari dan lebih prevalen pada kawasan
tempat populasi penduduk mengalami pajanan sinar matahari yang intensif serta
ekstensif. Insidensi tersebut berbanding lurus dengan usia pasien (usia rata-rata 60 tahun)
serta jumlah total pajanan sinar matahari, dan berbanding terbalik dengan jumlah
pigmen melanin dalam kulit.
Pencegahan Kanker kulit
Karena insidensi kanker kulit terus bertambah, upaya pencegahan seperti yang
diuraikan secara garis besar di bawah ini dapat membantu klien untuk menghindari
peningkatan risiko terkena kanker kulit.
Jangan mencoba berjemur untuk membuat kulit berwarna cokelat kekuningan jika kulit
anda mudah terbakar, tidak pernah atau sulit berubah warna menjadi cokelat
kekuningan.
Hindari pajanan sinar matahari yang tidak diperlukan, khususnya pada saat-saat ketika
radiasi ultraviolet (sinar matahari) terjadi paling intensif (antara pukul 10.00 pagi hingga
3.00 siang).
Jangan sekali-kali membiarkan kulit terbakar karena sinar matahari.
Oleskan preparat tabir-surya pelindung kulit jika anda harus berjemur di bawah terik
matahari. Preparat ini akan menghalangi pancaran sinar matahari yang berbahaya.
Gunakan preparat tabir-surya dengan SPF 15 ata lebih. Preparat tabir-surya dapat
diklasifikasikan kekuatannya dengan angka, yaitu dari angka 4 (yang paling lemah)
hingga di atas 15 (proteksi terhadap sinar ultraviolet matahari). Pengklasifikasian dengan
angka ini dinamakan SPF ( solar protection factor) dan ini dicetak pada botol
kemasannya.
Oleskan lagi preparat tabir-surya yang kedap pada saat sesudah berenang atau sesudah
terkena terik terik matahari dalam watu yang lama.
Hindari minyak. Jika dioleskan sebelum atau selama terkena sinar matahari, minyak tidak
memberikan perlindungan terhadap luka bakar atau kerusakan kulit akibat sinar
matahari.
Gunakan pelembab bibir atau lipgloss yang mengandung preparat tabir-surya dengan
angka SPF tertinggi.
Kenakan pakaian pelindung yang tepat (misalnya topi yang pinggirnya lebar, kemeja
tangan panjang). Namun demikian, pakaian tidak memberikan perlindungan yang penuh
karena hingga 50% dari pancaran sinar matahari yang merusak kulit dapat menembus
pakaian. Pancaran sinar ultraviolet juga dapat menembus awan.
Jangan menggunakan lampu pemanas untuk membuat kulit berwarna cokelat kekuningan,
hindari pemakaian preparat untuk mencokelatkan kulit yang dijual di pasaran.
Ingatkan anak-anak, khususnya yang memiliki kulit yang cerah, untuk menghindari
pajanan sinar matahari dan menggunakan krim tabir-surya guna mencegah kanker kulit.
Karsinoma sel basal biasanya dimulai sebagai nodul kecil seperti malam (lilin)
dengan tepi yang tergulung, translusen dan mengkilap. Pembuluh darah yang mengalami
trelangiektasia dapat dijumpai. Dengan tumbuhnya karsinoma sel basal akan terjadi
ulserasi pada bagian tengahnya dan kadang-kadang pembentukan krusta. Tumor paling
sering muncul di daerah muka. Karsinoma sel basal ditandai oleh invasi dan erosi jaringan
yang bersambung (yang saling menyatu). Karsinoma ini jarang bermetastase tetapi
rekurensi sering terjadi.
Namun demikian, lesi yang diabaikan dapat menyebabkan hilangnya hidung,
telinga atau bibir. Lesi lain akibat penyakit ini dapat timbul sebagai pihak yang
mengkilap, datar,berwarna kelabu atau kekuningan.
2. Karsinoma sel skuamosa
Merupakan poliferasi malignan yang timbul dari dalam epidermis. Meskipun
biasanya muncul pada kulit yang rusak karena sinar matahari, karsinoma ini dapat pula
timbul dari kulit yang sudah ada sebelumnya. Penyakit kanker ini merupakan
permasalahan yang lebih gawat daripada karsinoma sel basal karena sifatnya sungguh-
sungguh invasive dengan mengadakan metastase lewat system limfatik atau darah.
Metastase menyebabkan 75% kematian karena karsinoma sel skuamosa. Lesinya
dapat bersifat primer karena timbul pada kulit maupun membrane mukosa, atau bisa
terjadi sekunder dari suatu keadaan precancerous seperti keratosis aktinika (lesi pada
bagian kulit yang terpajan sinar matahari), leukoplakia (lesi permalignan pada membrane
mukosa) atau lesi dengan pembentukan sikatriks atau ulkus. Karsinoma sel dan bersisik
tanpa memberikan gejala (asimtomatik) tetapi bisa menimbulkan pendarahan. Tepi
lesinya dapat lebih lebar, lebih terinfiltrasi dan lebih memperlihatkan reaksi inflamasi bila
dibandingkan dengan karsinoma sel basal. Infeksi sekunder dapat terjadi. Daerah-daerah
yang terbuka, khususnya ekstremitas atas, muka, bibir bawah, telinga, hidung dan dahi,
merupakan lokasi kulit yang sering terkena kanker ini. Kanker kulit dapat didiagnosis
dari pemeriksaan biopsy dan hasil evaluasi hislologik.
Metastase
Insidensi metastase berhubungan dengan tipe histologik dan tingkat kedalaman
invasinya. Biasanya karsinoma sel skuamosa yang tumbuh di daerah kulit yang rusak
karena sinar matahari tidak begitu invasive danjarang menimbulkan kematian, sementara
yang tumbuh tanpa riwayat pajanan matahari atau arsen atau tanpa pembentukan
sikatriks memiliki frekuensi yang lebih tinggi untuk mengadakan penyebaran metastatic.
Selanjutnya pasien harus dievaluasi untuk mendeteksi metastase pada kelenjar limfe
regional.
LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
A. Definisi
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak langsung
atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat kimia
(chemycal), atau radiasi (radiation) .
B. Etiologi
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
1. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam
atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang
terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi
misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,
pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan
luka bakar kimia.
3. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik
yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri
ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber
radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
C. Efek Patofisiologi Luka Bakar
1. Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar tergantung
pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil (smaller burns), respon
tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka
bakar yang lebih luas misalnya 25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body
surface area) atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik
dan sesuai dengan luasnya injuri. Injuri luka bakar yang luas dapat mempengaruhi semua
sistem utama dari tubuh, seperti :
2. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif (catecholamine,
histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari jaringan yang mengalmi injuri.
Substansi-substansi ini menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
plasma merembes (to seep) kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung
mengenai pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung
mengenai memberan sel menyebabkan sodium masuk dan potassium keluar dari sel.
Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik yang menyebabkan
meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut
menyebabkan kekurangan volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas
menyebabkan edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun
jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah
intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan
catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya kardiac
output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari
pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi
melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang
normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml. (lihat tabel
1)
Tabel 1 : Rata-rata output cairan perhari untuk orang dewasa
Rute Jumlah (ml) pada suhu normal
Urin
Insensible losses:
· Paru
· Kulit
Keringat
Feces
1400
350
350
100
100
Total : 2300
Sumber : Adapted form A.C. Guyton, Textbook of medical physiology, 7th ed.
(Philadelphia: WB. Saunder Co., 1986) p. 383
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang
intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik dan
ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas dapat terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi
tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac outuput
kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik
tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi
sebelum kadar volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi
kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari
setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada
waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3
minggu berikutnya.
3. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan menurunnya
GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus
juga berkurang, yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi
gastrointestia pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
4. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu
penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko
terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
5. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan kadar
oksigen arteri dan “lung compliance”.
a. Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali berhubungan
dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini diperkirakan lebih dari 30 %
untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya LB yang
mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada oropharynx atau nasopharynx,
rambut hidung yang gosong, agitasi atau kecemasan, tachipnoe, kemerahan pada selaput
hidung, stridor, wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan
batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan dengan
berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.
b. Keracunan Carbon Monoxide.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi organik terbakar.
Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat
hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen. Dengan terhirupnya CO, maka molekul
oksigen digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan hemoglobin sehingga
membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat
penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah.
Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum darah. Manifestasi
dari keracunan CO adalah sbb (lihat tabel 2) :
Tabel 2 : Manifestasi klinik keracunan CO (Carbon Monoxida)
Kadar CO (%) Manifestasi Klinik
5 – 10 Gangguan tajam penglihatan
11 – 20
21 – 30
31 – 40
41 – 50
> 50
Nyeri kepala
Mual, gangguan ketangkasan
Muntah, dizines, sincope
Tachypnea, tachicardia
Coma, mati
Diambil dari Cioffi W.G., Rue L.W. (1991). Diagnosis and treatment of inhalation
injuries. Critical Care Clinics of North America, 3(2), 195.
D. Klasifikasi Beratnya Luka Bakar
1. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya injuri luka bakar antara lain
kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka bakar, kesehatan umum, mekanisme
injuri dan usia
Berikut ini akan dijelaskan sekilas tentang faktor-faktor tersebut di atas:
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang
didasarkan pada elemen kulit yang rusak.
1) Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sbb:
Hanya mengenai lapisan epidermis.
Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
Kulit memucat bila ditekan.
Edema minimal.
Tidak ada blister
Kulit hangat/kering
Nyeri / hyperethetic
Nyeri berkurang dengan pendinginan.
Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.
2) Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:
Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness.
Mengenai epidermis dan dermis.
Luka tampak merah sampai pink
Terbentuk blister
Edema
Nyeri
Sensitif terhadap udara dingin
Penyembuhan luka :
Superficial partial thickness : 14 – 21 hari
Deep partial thickness : 21 – 28 hari
(Namun demikian penyembuhannya bervariasi tergantung dari kedalaman dan ada
tidaknya infeksi).
3) Full thickness (derajat III)
Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot,
dan persarafan dan pembuluh darah.
Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.
Tanpa ada blister.
Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
Edema.
Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
Memerlukan skin graft.
Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.
4) Fourth degree (derajat IV)
Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.
b. Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi (1) rule of
nine, (2) Lund and Browder, dan (3) hand palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan
dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan
dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam
menentukan luas luka bakar.
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu alat
pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari
metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap
bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 %
Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian
tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas
luka bakar
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya yaitu
mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau persentasi
luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari
permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.
c. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang
mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka
bakar yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang
mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan
dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau
ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah
perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai
daerah torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya
insufisiensi pulmoner.
d. Kesehatan umum
Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan penyakit-penyakit
ginjal, khususnya diabetes, insufisiensi kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal,
harus diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien terhadap injuri dan
penanganannya.
Angka kematian pada klien yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 – 4 kali lebih
tinggi dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit jantung. Demikian
pula klien luka bakar yang juga alkolism 3 kali lebih tinggi angka kematiannya
dibandingkan klien luka bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga klien alkoholism
yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih lama berada di rumah sakit, artinya
penderita luka bakar yang juga alkoholism akan lebih lama hari rawatnya di rumah sakit.
e. Mekanisme injuri
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk menentukan berat
ringannya luka bakar. Secra umum luka bakar yang juga mengalami injuri inhalasi
memerlukan perhatian khusus.
Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan
kerusakan jaringan internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi
kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury
elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating),
tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan
diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi.
Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct current (DC). Ini seringkali
berhubungan dengan terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel,
kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra.
Pada luka bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat
terjadi.
f. Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya (Mortality
rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok
usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar
merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya
bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup
sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan
terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada
bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat
menyebabkan terjadinya luka bakar.
2. Management
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar
menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk
mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang
merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang
dianggap penting.
Diagnosa keperawatan, tujuan dan intervensinya dapat dilihat pada rencana perawatan
di halaman lainnya. Secara klinis klien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu : 1)
Fase emergent dan resusitasi 2) Fase acut dan 3) Fase Rehabilitasi. Berikut ini akan
diuraikan sekilas tentang fase tsb.:
a. Fase Emergent (Resusitasi)
Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injury dan diakhiri dengan membaiknya
permeabilitas kapiler, yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injury. Tujuan utama
pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah shock hipovolemik dan memelihara
fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah (1) perawatan
sebelum di rumah sakit, (2) penanganan di bagian emergensi dan (3) periode resusitasi.
Hal tersebut akan dibahas berikut ini :
1) Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)
Perawatan sebelum klien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka
bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care
dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber penyebab LB dan atau
menghilangkan sumber panas (lihat tabel).
Tabel 5 : Petunjuk perawatan klien luka bakar sebelum di rumah sakit
a) Jauhkan penderita dari sumber LB
Padamkan pakaian yang terbakar
Hilangkan zat kimia penyebab LB
Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia
Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek yang kering dan
tidak menghantarkan arus (nonconductive)
b) Kaji ABC (airway, breathing, circulation):
Perhatikan jalan nafas (airway)
Pastikan pernafasan (breathibg) adekwat
Kaji sirkulasi
c) Kaji trauma yang lain
d) Pertahankan panas tubuh
e) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena
f) Transportasi (segera kirim klien ka rumah sakit)
Diambil dari Trunkey, D.D. (1983). Transporting the critically burned patient. In T.L.
Wachtel, et al. (Eds): Current Topics In Burn Care, Rockville, MD: Aspen Publications.
2) Penanganan dibagian emergensi
Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah
diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan
tidak adekuat, maka pre hospital care di berikan di bagian emergensi. Penanganan luka
(debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang
mengancam kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan
Penanganan Luka Bakar Ringan
Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan.
Dalam membuat keputusan apakah klien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan
memperhatiakn antara lain 1) kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti
intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri (self
care), 2) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri
serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka klien dapat
dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi : menagemen
nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.
a) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau
meperidine dibagian emergensi. Sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh
pasien rawat jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita LB baik yang
ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus
tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk
klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus
diberikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan
tetanus toxoid.
c) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka (cleansing) yaitu
debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan
pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan secara steril.
Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan
luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar klien dapat segera mencari
pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan
latihan ROM (range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar
tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan
terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga harus
dibicarakan dengan klien pada waktu itu.
d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan
Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan komplikasi, diet,
berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yang dapat di kunjungi jika
memmerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat
menolong dirinya sendiri.
Penanganan Luka Bakar Berat.
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan
meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang
mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang); pemasangan kateter
urine; pemasangan nasogastric tube (NGT); pemeriksaan vital signs dan laboratorium;
management nyeri; propilaksis tetanus; pengumpulan data; dan perawatan luka. Berikut
adalah penjelasan dari tiap-tiap penanganan tersebut, yakni sebagai berikut.
a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang mungkin terjadi.
Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk lebih
memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini.
Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka
bakar seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat
dengan segera diketahui dan ditangani.
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena
umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang
tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk
klien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada klien dimana tempat-tempat
untuk pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul
(cannulation) pada vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau
femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.
Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan
resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah
dikembangkan seperti pada tabel 6 tentang formula resusitasi cairan berikut.
Tabel 6 : Formula resusitasi cairan yang digunakan dalam perawatan luka bakar
24 jam pertama 24 jam kedua
Formula Elektrolit Koloid Dextros Elektrolit Koloid Dextros
Evans Normal
saline
1
ml/kg/%
1
ml/kg/%
2000 ml 0,5
kebutuhan
24 jam I
0,5
kebutuhan
24 jam I
2000
ml
Brooke RL
1,5
ml/kg/%
0,5
ml/kg/%
2000 ml 0,5-0,75
kebutuh-an
24 jam I
0,5-0,75
kebutuh-
an 24 jam I
2000
ml
Modifi-
kasi
Brooke
RL
2
ml/kg/%
0,3-0,5
ml/kg/%
Parkland RL
4
ml/kg/%
0,3-0,5
ml/kg/%
2000
ml
Diambil dari Rue, L.W. & Cioffi, W.G. (1991). Resuscitation of thermally injured patients.
Critical Care Nursing Clinics of North America, 3(2),185; and Wachtel & Fortune (1983),
Fluid resuscitation for burn shock. In T.L. Wachtel et al (Eds.), Current topic in burn care
(p. 44). Rockville,MD: Aspen Publisher, Inc.
Periode resuscitasi dimulai dengan tindakan resusitasi cairan dan diakhiri bila
integritas kapiler kembali mendekati keadaan normal dan perpindahan cairan yang
banyak mengalami penurunan.
Resusitasi cairan dimulai untuk meminimalkan efek yang merusak dari perpindahan
cairan. Tujuan resuscitasi cairan adalah untuk mempertahankan ferfusi organ vital serta
menghindari komlikasi terapi yang tidak adekuat atau berlebihan. Terdapat beberapa
formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan seperti tampak dalam tabel
diatas.
Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan klien dan luasnya
injury luka bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan meliputi adalah adanya
inhalasi injuri, keterlambatan resusitasi awal, atau kerusakan jaringan yang lebih dalam.
Faktor-faktor ini cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang
dibutuhkan untuk resusitasi adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan
pengecualian pada formula Evan dan Brooke, cairan yang mengandung colloid tidak
diberikan selama periode ini karena perubahan-perubahan pada permeabilitas kapiler
yang menyebabkan kebocoran cairan yang banyak mengandung protein kedalam ruang
interstitial, sehingga meningkatkan pembentukan edema. Selama 24 jam kedua setelah
luka bakar, larutan yang mengandung colloid dapat diberikan, dengan dextrose 5% dan
air dalam jumlah yang bervariasi.
Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang ada hanyalah
sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon fisiologis klien. Keberhasilan atau
keadekuatan resusitasi cairan pada orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs,
adekuatnya output urine, dan nadi perifer yang dapat diraba.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam.
Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari
resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk
mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal
akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar. Oleh
karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan untuk
menentukan adekuat tidaknya resuscitasi.
Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood
ures nitrogen), creatini, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri
(analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi.
Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur
atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus
menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB berat, khususnya jika
disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada klien yang mempunyai
riwayat iskemia jantung atau dysrhythmia.
f) Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti
morphine. Pemberian melalui intramuskuler atai subcutan tidak dianjurkan karena
absorbsi dari jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan
perpindhan cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan
untuk mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial
g) Propilaksis tetanus
Propilaksis tetanus pada klien LB adalah sama, baik pada luka bakar berat maupun
luka bakar yang ringan.
h) Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat penting bagi team yang
berada di ruang emergensi. Kepada klien atau yang lainnya perlu ditanyakan tentang
kejadian kecelakaan LB tersebut. Informasi yang diperlukan meliputi waktu injuri,
tingkat kesadaran pada waktu kejadian, apakah ketika injuri terjadi klien berada di ruang
tertutup atau terbuka, adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika
klien terbakar karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang menjadi penyebabnya,
konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah dilakuak irigari segera setelah injuri.
Sedangkan jika klien menderita LB karena elektrik, maka perlu ditanyakan tentang
sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang dapat digunakan untuk menentukan luasnya
injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan klien masa lalu
seperti kesehatan umum klien. Informasi yang lebih khusus adalah berkaitan dengan
penyakit-penyakit jantung, pulmoner, endokrin dan penyakit ginjal karena itu semua
mempunyai implikasi terhadap treatment. Disamping itu perlu pula diketahui tentang
riwayat alergi klien, baik terhadap obat maupun yang lainnya.
i) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat mengganggu sirkulasi dan
respirasi, oleh karena itu harus mendapat perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi
selama resusitasi, bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada
puncaknya. Pada LB yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka meninggikan bagian
ekstremitas diatas jantung akan membantu menurunkan edema dependen; walaupun
demikian gangguan sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering
terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah penting untuk dilakukan.
Escharotomy merupakan tindakan yang tepat untuk masalah gangguan sirkulasi
karena LB yang melingkari bagian tubuh. Seorang dokter melaukan insisi terhadap eschar
yang akan mengurangi/menghilangkan konstriksi sirkulasi. Umumnya dilakukan ditempat
tidur klien dan tanpa menggunakan anaetesi karena eschar tidak berdarah dan tidak
nyeri. Namun jaringan yang masih hidup dibawah luka dapat berdarah. Jika perfusi
jaringan adekuat tidak berhasil, maka dapat dilakukan fasciotomy. Prosedur ini adalah
menginsisi fascia, yang dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi
Demikian juga, escharotomy dapat dilakukan pada luka bakar yang mengenai torak
untuk memperbaiki ventilasi. Setelah dilakukan tindakan escharotomy, maka perawat
perlu melakukan monitoring terhadap perbaikan ventilasi.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan sprei kering,
bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang
mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas
yang terbakar dengan menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung. Tindakan
ini dapat membantu menurunkan pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan
kompres dingin dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas
kesehatan.
b. Fase Akut
Fase akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil, permeabilitas
kapiler membaik dan diuresis telah mulai. Fase ini umumnya dianggap terjadi pada 48-72
jam setelah injuri.
Fokus management bagi klien pada fase akut adalah sebagai berikut : mengatasi
infeksi, perawatan luka, penutupan luka, nutrisi, managemen nyeri, dan terapi fisik.
1. Mengatasi infeksi
Sumber-sumber infeksi pada klien dengan luka bakar meliputi autocontaminasi dari:
Oropharynx
Fecal flora
Kulit yg tidak terbakar dan
Kontaminasi silang dari staf
Kontaminasi silang dari pengunjung
Kontaminasi silang dari udara
Kegiatan khusus untuk mengatasi infeksi dan tehnik isolasi harus dilakukan pada
semua pusat-pusat perawatan LB. Kegiatan ini berbeda dan meliputi penggunaan sarung
tangan, tutp kepala, masker, penutup kaki, dan pakaian plastik. Membersihkan tangan
yang baik harus ditekankan untuk menurunkan insiden kontaminasi silang diantara klien.
Staf dan pengunjung umumnya dicegah kontak dengan klien jika ia menderita infeksi baik
pada kulit, gastrointestinal atau infeksi saluran nafas.
2. Perawatan luka
Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Perawatan luka
sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan pembalutan luka.
a. Hidroterapi
Membersihkan luka dapat dilakukan dengan cara hidroterapi. Hidroterapi initerdiri
dari merendam (immersion) dandenganshower (spray).
Tindakan ini dilakukan selama 30 menit atau kurang untuk klien dengan LB acut.
Jika terlalu lama dapat meningkatkan pengeluaran sodium (karena air adalah hipotonik)
melalui luka, pengeluaran panas, nyeri dan stress. Selama hidroterapi, luka dibersihkan
secara perlahan dan atau hati-hati dengan menggunakan berbagai macam larutan seperti
sodium hipochloride, providon iodine dan chlorohexidine. Perawatan haruslah
mempertahankan agar seminimal mungkin terjadinya pendarahan dan untuk
mempertahankan temperatur selama prosedur ini dilakukan. Klien yang tidak dianjurkan
untuk dilakukan hidroterapi umumnya adalah mereka yang secara hemodinamik tidak
stabil dan yang baru dilakukan skin graft. Jika hidroterapi tidak dilakukan, maka luka
dapat dibersihkan dan dibilas di atas tempat tidur klien dan ditambahkan dengan
penggunaan zat antimikroba.
b. Debridemen
Debridemen luka meliputi pengangkatan eschar. Tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkan penyembuhan luka melalui pencegahan proliferasi bakteri di bagian bawah
eschar. Debridemen luka pada LB meliputi debridemen secara mekanik, debridemen
enzymatic, dan dengan tindakan pembedahan.
1) Debridemen mekanik
Debridemen mekanik yaitu dilakukan secara hati-hati dengan menggunakan gunting
dan forcep untuk memotong dan mengangkat eschar. Penggantian balutan merupakan
cara lain yang juga efektif dari tindakan debridemen mekanik. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan cara menggunakan balutan basah ke kering (wet-to-dry) dan
pembalutan kering kepada balutan kering (wet-to-wet). Debridemen mekanik pada LB
dapat menimbulkan rasa nyeri yang hebat, oleh karena itu perlu terlebih dahulu
dilakukan tindakan untuk mengatasi nyeri yang lebih efektif.
2) Debridemen enzymatic
Debridemen enzymatik merupakan debridemen dengan menggunakan preparat
enzym topical proteolitik dan fibrinolitik. Produk-produk ini secara selektif mencerna
jaringan yang necrotik, dan mempermudah pengangkatan eschar. Produk-prduk ini
memerlukan lingkungan yang basah agar menjadi lebih efektif dan digunakan secara
langsung terhadap luka. Nyeri dan perdarahan merupakan masalah utama dengan
penanganan ini dan harus dikaji secara terus-menerus selama treatment dilakukan.
3) Debridemen pembedahan
Debridemen pembedahan luka meliputi eksisi jaringan devitalis (mati). Terdapat 2
tehnik yang dapat digunakan : Tangential Excision dan Fascial Excision. Pada tangential
exccision adalah dengan mencukur atau menyayat lapisan eschar yang sangat tipis sampai
terlihat jaringan yang masih hidup. sedangkan fascial excision adlaah mengangkat
jaringan luka dan lemak sampai fascia. Tehnik ini seringkali digunakan untuk LB yang
sangat dalam
c. Balutan
a) Penggunaan penutup luka khusus
Luka bakar yang dalam atau full thickness pada awalnya dilakukan dengan
menggunakan zat/obat antimikroba topikal. Obat ini digunakan 1 – 2 kali setelah
pembersihan, debridemen dan inspeksi luka. Perawat perlu melakukan kajian terhadap
adanya eschar, granulasi jaringan atau adanya reepitelisasi dan adanya tanda-tanda
infeksi. Umumnya obat-obat antimikroba yang sering digunakan tampak pada tabel
dibawah. Tidak ada satu obat yang digunakan secara umum, oleh karena itu dibeberapa
pusat pelayanan luka bakar ada yang memilih krim silfer sulfadiazine sebagai pengobatan
topikal awal untuk luka bakar.
Tabel Obat-Obatan Antimokroba Topical Yang Digunakan Pada Luka Bakar
(Luckmann, Sorensen, 1993:2004)
Obat Spektrum
Antimikroba
Penggunaan Efek Samping Perawatan
Krim
Silver
Sulfadia-
zine 1%
Mafenide
Spektrum luas,
termasuk
jamur
Spektrum luas,
Mempunyai
aktivitas
terhadap jamur
meskipun
sedikit.
2x/hari,tebal 1/16
inci.
Tak usah dibalut.
2x/hari,1/16 inci.
Tdk usah dibalut.
Balutan tipis
Leukopenia
setelah 2-3 hari
pamakaian.
Ruam pada otot
Hyperchloremic
Kaji efek
samping.
Kaji keadekuatan
managemen
nyeri. Jika nyeri
dan rasa tak
nyaman
berlanjut, maka
perlu
dipertimbangkan
penggunaan
topikal lainnya.
acetate
Larutan
Mafenide
acetate 5%
Silver
nitrate 5%
Spektrum luas
Spektrum luas
diperlukan dan
dibasahi dengan-
larutan untuk
luka
Balutan yang
tebal diperlukan
dan dibasahi dg
larutan untuk
luka
metabolisme
acidosis dari
diuresis
bicarbonat
karena hambatan
anhydrase
carbonic.
Menimbulkan
rasa nyeri.
Pruritus.
Ruam pada kulit
Kolonisasi jamur.
Hyponatremia
Hypochloremia
Hypokalemia
Hypocalcemia
Gunakan secara
hati-hati pada
klien dengan
gagal ginjal.
Kaji efek
samping
Kaji keadekuatan
managemen
nyeri.
Cek serum
elektrolit setiap
hari.
Penetrasi
terhadap eschar
buruk.
b) Metode terbuka dan tertutup
Luka pada LB dapat ditreatmen dengan menggunakan metode/tehnik belutan baik
terbuka maupun tertutup. Untuk metode terbuka digunakan/dioleskan cream antimikroba
secara merata dan dibiarkan terbuka terhadap udara tanpa dibalut. Cream tersebut dapat
diulang penggunaannya sesuai kebutuhan, yaitu setiap 12 jam sesuai dengan aktivitas obat
tersebut. kelebihan dari metode ini adalah bahwa luka dapat lebih mudah diobservasi,
memudahkan mobilitas dan ROM sendi, dan perawatan luka menjadi lebih
sederhana/mudah. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah meningkatnya
kemungkinan terjadinya hipotermia, dan efeknya psikologis pada klien karena seringnya
dilihat
Pada perawatan luka dengan metode tertutup, memerlukan bermacam-macam tipe
balutan yang digunakan. Balutan disiapkan untuk digunakan sebagai penutup pada cream
yang digunakan. Dalam menggunakan balutan hendaknya hati-hati dimulai dari bagian
distal kearah proximal untuk menjamin agar sirkulasi tidak terganggu. Keuntungan dari
metode ini adalah mengurangi evavorasi cairan dan kehilangan panas dari permukaan
luka , balutan juga membantu dalam debridemen. Sedangkan kerugiannya adalah
membatasi mobilitas menurunkan kemungkinan efektifitas exercise ROM. Pemeriksaan
luka juga menjadi terbatas, karena hanya dapat dilakukan jika sedang mengganti balutan
saja.
c) Penutupan luka
Penutupan Luka Sementara
Penutupan luka sementara sering digunakan sebagai pembalut luka. Pada tabel
dibawah diperlihatkan berbagai macam penutup luka baik yang biologis, biosintetis, dan
sintetis yang telah tersedia. Setiap produk penutup luka tersebut mempunyai indikasi
khusus. Karakteristik luka (kedalamannya, banyaknya eksudat, lokasi luka pada tubuh
dan fase penyembuhan/pemulihan) serta tujuan tindakan/pengobatan perlu
dipertimbangkan bila akan memilih penutup luka yang lebih tepat.
Tabel : Penutup Luka Sementara yang digunakan pada Luka Bakar
Categori/
Contoh
Penjelasan Indikasi Perhatian Perawatan
Biologic
Amnion
Membran
amnion yang
dibuat dari
placenta
Untuk melindungi
luka bakar partial
thickness
Untuk melindungi
Penutup luka diganti
setiap 48 jam dengan
amnion.
Observasi eksudat luka
Allograft
homograft
Xenograft
heterograft
manusia
Diambil dari
kulit manusia
yang telah
meninggal
dunia dalam
24 jam setelah
kematiannya.
granulasi
jaringan.
Untuk
membersihkan
exudat luka
Untuk menutupi
eksisi luka dan
untuk menguji
daya penerimaan
terhadap
penggunaan
aoutograft
Untuk
meningkatkan
penyembuhan
luka bersih dan
luka superficial-
partial thickness
dan tanda-tanda infeksi
yang mungkin
menunjukan adanya
infeksi pada
allograft/xenograft
Xenograft diatas
jaringan granulasi
diganti setiap 2-5 hari.
Untuk luka superficial,
pastikan luka selalu
bersih.
Categori/
Contoh
Penjelasan Indikasi Perhatian Perawatan
Biosintetis
Biobrane
(Winthrop
Pharmaceutical
, New York
City)
Benang nylon
samapai
membran
karet silikon
yang
mengandung
colagen
Balutan tempat
donor
Meningkatkan
penyembuhan
luka superficial-
partial thiskness
Keamanan sekitar kulit
yang menggunakan
sutura, staples, dan
sutura dan kemudian
dibungkus dengan
pembalut. Pembalut
bagia luar ini dapat
Integra
(Marion-Merrel
Dow, Inc.,
Kansas City)
bersih.
Untuk digunakan
terhadap eksisi
luka.
diangkat/diganti dalam
48 jam untuk mengecek/
mengetahui
menempelnya Biobrane.
Bila telah
menempel/menyambung
maka sutura, staples
dapat diangkat. Dan
biarkan biobrane
terekpose dengan udara
Tempat donor baru dan
penyembuhan tempat
donor pada kaki
memerlukan penyokong
selama ambulasi
Kaji tanda-tanda infeksi
dan bagian perifer luka.
Pencangkokan kulit
Pencangkokan kulit yang berasal dari bagian kulit yang utuh dari penderita itu sendiri
(autografting) adalah pembedahan dengan mengangkat lapisan kulit tipis yang masih utuh
dan kemudian digunakan pada luka bakar yang telah dieksisi. Prosedur ini dilakukan di
ruang operasi dengan pemberian anaetesi.
Perawatan post operasi autograft meliputi: mengkaji perdarahan dari tempat donor;
memperbaiki posisi dan immobilisasi tempat donor; perawatan tempat donor; perawatan
khusus autograft (seperti : cultur epitel autograft)
a) Menkaji Perdarahan
Perdarahan pada autograft dapat menghalangi / mencegah / mengganggu keberhasilan
menempelnya kulit yang dicangkok (graft) pada eksisi luka dan dapat mengakibatkan
lepasnya graft. Bila terdapat sedikit darah atau serum dapat dibersihkan dengan cara
memutar ( dg menggunakan cotton swab steril) dari arah tengah graft menuju keperifer.
Jika jumlahnya cukup banyak , maka dapat dilakukan aspirasi darah/serum dengan
menggunakan spuit dan jarum yang kecil.
b) Pengaturan Posisi dan Immobilisasi
Autograft harus immobilisasi setelah pembedahan, umumnya selama 3-7 hari.
Periode waktu immobilisasi tersebut memungkinakan waktu autogratt menempel dan
tertanam pada dasar luka. Immobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cama.
Mengatur posisi yang tepat, traksi, splint, dapat digunakan untuk mencegah pergerakan
yang tidak diinginkan dan lepasnya graft. Perawat juga harus melakukan berbagai macam
tindakan untuk mengurangi bahaya immobilisasi.
c) Perawatan Tempat Donor
Berbagai macam tipe balutan dapat diguakan untuk menutup tempat donor, dan ini
tergantung pada ukuran , lokasi dan kondisi batas kulit atau jaringan. Tindakan
perawatan juga tergantung pada tipe balutan yang digunakan. Jika balutan dilakukan
dengan menggunakan sutura dan staples maka dapat diangkat pada 3-4 hari setelah
pembedahan.
Meskipun terdapat perbedaan dalam tindakan perawatan , namun luka pada
tempat donor memerlukan tindakannya memerlukan ketelitian yang sama untuk
penyembuhan dan mencegah infeksi. Jika tempat donor mengalami infeksi, maka balutan
harus diangkat secara hati-hati dan dibersihkan. Kemudian luka harus selalu dibersihkan
dan digunakan obat antibakteri. Bila tempat donor membai/sembuh maka losion lubrikasi
dapat digunakan untuk melunakan dan menghilangkan rasa gatal. Tempat donor tersebut
dapat digunakan kembali bila telah terjadi penyembuhan secara lengkap.
d) Nutrisi
Mempertahankan intake nutrisi yang adekuat selama fase akut sangatlah penting
untuk meningkatkan penyembuhan luka dan pencegahan infeksi. BMR (basal metabolik
rate) mungkin 40-100% lebih tinggi dari keadaan normal, tergantung pada luasnya luka
bakar. Respon ini diperkirakan berakibat pada hypotatamus dan adrenal yang
menyebebkan peningkatan produksi panas. Metabolik rate menurun bila luka telah
ditutup. Selain itu metabolisme glukosa berubah setelah mengalami luka bakar,
mengakibatkan hiperglikemia . Rendahnya kadar insulin selama fase emergent
menghambat aktifitas insulin dengan meningkatkan sirkuasi catecholamine, dan
meningkatkan glukoneogenesis selama fase akut yang semuanya mempunyai implikasi
terhadap terjadinya hiperglikemia pada klien luka bakar.
Dukungan nutrisi yang agresif diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang
meningkat guna meningkatkan penyembuhan dan mencegah efek katabolisme yang tidak
diharapkan.
Formula yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi, dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu berat badan, jenis kelamin, usia, luasnya luka bakar dan aktifitas atau
injuri. Formulasinya adalah sebagai berikut:
(25 kcal x berat badan (kg) + (40 kcal x % luka bakar) = kcal/hari.
Dukungan nutrisi yang agresif umumnya diindikasikan untuk klien luka bakar
dengan 30 % atau lebih, secara klinis memerlukan tindakan operasi multiple, perlunya
penggunaan ventilator mekanik, status mental dan status nutrisi yang buruk pada saat
belum mengalami luka bakar.
Adapun metod e pemberian nutrisi dapat meliputi diet melalui oral, enteral tube
feeding, periperal parenteral nutrition, total parenteral nutrisi, atau kombinasi.
e) Managemen nyeri
Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri meliputi kedalaman injuri,
luasnya dan tahapan penyembuhan luka. Untuk tipe luka bakar partial thickness dan pada
tempat donor akan terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada ujung-ujung saraf.
Berlawanan halnya dengan luka bakar full thickness yang tidak mengalami rasa nyeri
karena ujung-ujung superficial telah rusak. namun demikian ujung-ujung saraf pada yang
terletak pada bagian tepi dari luka akan sangat sensitif. Faktor-faktor psikologis yang
dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri adalah kecemasan, ketakutan dan
kemampuan klien untuk menggunakan kopingnya. Sedangkan faktor-faktor sosial
meliputi pengalaman masa lalu tentang nyeri, kepribadian, latar belakang keluarga, dan
perpisahan dengan keluarga dan rumah. Dan perlu diingat bahwa persepsi nyeri dan
respon terhadap stimuli nyeri bersifat individual oleh karena itu maka rencana
penanganan perawatan dilakukan secara individual juga.
Pendekatan yang lebih sering digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah dengan
menggunakan zat-zat farmakologik. Morphine, codein, meperidine adalah nanalgetik
narkotik yang sering digunakan untuk mengatasi nyeri yang berkaitan dengan LB dan
treatmennya. Obat-obat farmakologik lainnya yang dapat digunakan meliputi analgesik
inhalasi seperti nitrous oxide, dll. Obat antiinflamasi nonsteroid juga dianjurkan untuk
mengatasi nyeri ringan sampai sedang.
Sedangkan tindakan Nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri
yang berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis, guided imagery, terapi bermain,
tehnik relaksasi, distraksi, dan terapi musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan
kecemasan dan menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali digunakan
bersamaan dengan penggunaan obat-obat farmakologik.
f) Terapi fisik
Mempertahankan fungsi fisik yang optimal pada klien dengan injuri LB merupakan
tantangan bagi team yang melakukan perawatan LB. Perawat harus bekerja secara teliti
dengan fisioterapist dan occupational terapist untuk mengidentifikasi kebutuhan-
kebutuhan rehabilitasi klien LB. Program-program exercise, ambulasi, aktifitas sehari-
hari harus diimplementasikan secara dini pada pemulihan fase acutsampai perbaikan
fungsi secara maksimal dan perbaikan kosmetik.
Kontraktur luka dan pembentukan scar (parut) merupakan dua masalah utama
pada klien LB. Kontraktur akibat luka dapat terjadi pada luka yang luas. Lokasi yang
lebih mudah terjadinya kontraktur adalah tangan, kepala, leher, dan axila.
Tindakan-tindakan yang digunakan untuk mencegah dan menangani kontraktur
meliputi terapi posisi, ROM exercise, dan pendidikan pada klien dan keluarga.
1) Posisi Terapeutik
Tabael dibawah ini merupakan daftar tehnik-tehnik posisi koreksi dan terapeutik
untuk klien dengan LB yang mengenai bagian tubuh tertentu selama periode tidak ada
aktifitas (inactivity periode) atau immobilisasi. Tehnik-tehnik posisi tersebut
mempengaruhi bagian tubuh tertentu dengan tepat untuk mengantisipasi terjadinya
kontraktur atau deformitas.
Tabel : Posisi terapeutik Pada Klien Luka Bakar
Lokasi LB Posisi Terapeutik Tehnik Posisi
Leher
Anterior
Keliling
Posterior/tdk
simetris
Bahu/axila
Siku
Lengan
pergelangan tangan
metacrpal
sendi
interpalangeal
(MCP)
Sendi proximal dan
distal
interpalangeal
(PIP/DIP)
Ekstensi
Netral ke ekstensi
Netral
Abduksi lengan 90-
110 derajat
Ekstensi lengan
Ekstensi
pergelangan tangan
MCP pleksi 90
derajat
Ekstensi PIP/DIP
Abduksi ibu jari
Abduksi jari-jari
Ekstensi paha
Ekstensi lutu
Netral
Tanpa bantal
Bantal kecil/gulungan sprei
kecil dibawah cervical untuk
meningkatkan ekstensi leher.
Lakukan splinting
(dibelat/dibidai)
Hand splint
Hand splint
Hand splint
hand splint dengan abduksi
ibu jari
Supine dengan kepala datar
dengan tempat tidur dan kaki
ekstensi
Posisi prone
Supine dengan lutut ekstensi
Ibu jari
ruang antar jari-
jari
Paha
Lutut
Pergelangan kaki
2) Exercise
Latihan ROM aktif dianjurkan segera dalam pemulihan pada fase akut untuk
mengurangi edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi. Disamping itu
melakukan kegiatan/aktivitas sehari-hari (ADL) sangat efektif dalam mempertahankan
fungsi dan ROM. Ambulasi dapat juga mempertahankan kekuatan dan ROM pada
ekstremitas bawah dan harus dimulai bila secara fisiologis klien telah stabil. ROM pasif
termasuk bagian dari rencana tindakan pada klien yang tidak mampu melakukan latihan
ROM aktif
3) Pembidaian (Splinting)
Splint digunakan untuk mempertahankan posisi sendi dan mencegah atau
memperbaiki kontraktur. Terdapat dua tipe splint yang seringkali digunakan, yaitu statis
dan dinamis. Statis splint merupakan immobilisasi sendi. Dilakukan pada saat
immobilisasi, selama tidur, dan pada klien yang tidak kooperatif yang tidak dapat
mempertahankan posisi dengan baik. Berlainan halnya dengan dinamic splint. Dinamic
splint dapat melatih persendian yang terkena.
4) Pendidikan
Pendidikan pada klien dan keluarga tentang posisi yang benar dan perlunya
melakukan latihan secara kontinue. Petunjuk tertulis tentang berbagai posisi yang benar,
tentang splinting/pembidaian dan latihan rutin dapat mempermudah proses belajar klien
dan dapat menjadi lebih kooperatif.
Mengatasi Scar
Hipertropi scar sebagai akibat dari deposit kolagen pada luka bakar yang
menyembuh. Beratnya hipertropi scar tergantung pada beberapa faktor antara lain
kedalaman LB, ras, usia, dan tipe autograft. Metode nonoperasi untuk meminimalkan
hipertropi scar adalah dengan terapi tekanan (pressure therapy). Yaitu dengan
menggunakan pembungkus dan perban/pembalut elastik (elastic wraps and bandages).
Sedangkan tindakan pembedahan untuk mengatasi kontraktur dan hipertropi scar
meliputi :
1. Split-thickness dan full-thickness skin graft
2. Skin flaps
3. Z-plasties
4. Tissue expansion.
c. Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari perawatan
luka bakar. Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka bakar adalah untuk
peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakan-
tindakan untuk meningkatkan penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan
deformitas dan hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan
support emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses rehabilitasi.
Perhatian khusus aspek psikososial
Rehabilitasi psikologis adalah sama pentingnya dengan rehabilitasi fisik dalam
keseluruhan proses pemulihan. Banyak sekali respon psikologis dan emosional terhadap
injuri luka bakar yang dapat diidentifikasi, mulai dari “ketakutan sampai dengan
psikosis” . Respon penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality), latar
belakang budaya dan etnic, luas dan lokasi injuri, dan akibatnya pada body image.
Disamping itu, berpisah dari keluarga dan teman-teman, perubahan pada peran normal
klien dan tanggungjawabnya mempengaruhi reaksi terhadap trauma LB.
Fokus perawatan adalah pada upaya memaksimalkan pemulihan psikososial klien
melalui intervensi yang tepat. (lihat Rencana Perawatan).Terdapat 4 tahap respon
psikososial akibat trauma LB yang ditandai oleh Lee sebagai berikut: impact; retreat or
withdrawal (kemunduran atau menarik diri);acknowledgement (menerima)
dan reconstructive (membangun kembali).
1. Impact.
Periode impact terjadi segera setelah injuri yang ditandai oleh shock, tidak percaya
(disbelieve), perasaan overwhelmed. Klien dan keluarga mungkin menyadari apa yang
terjadi tetapi kopingnya pada waktu itu buruk. Pada penelitian yang telah dilakukan
mengindikasikan bahwa keluarga dengan klien yang sakit kritis mempunyai kebutuhan
untuk kepastian (assurance), kebutuhan untuk dekat dengan anggota keluarga yang lain
dan kebutuhan akan informasi. Lebih spesifik lagi keluarga ingin mengetahui kapan
anggota keluarganya dapat ditangani, apa yang akan dilakukan terhadap klien/anggota
keluarganya, fakta-fakta tentang perkembangan/kemajuan klien, dan mengapa
tindakan/prosedur dilakukan terhadap klien.
2. Retreat or withdrawal (kemunduran atau menarik diri)
Kemunduran (retreat) ditandai oleh represi, menarik diri (withdrawal),
pengingkaran/penolakan (denial) dan supresi.
3. Acknowledgement (menerima)
Fase ketiga adalah menerima, dimulai bila klien menerima injuri dan perubahan
gambaran tubuh (body image). Selama fase ini klien dapat mengambil manfaat dari
pertemuanya dengan klien luka bakar lainnya, baik dalam kontak perorangan maupun
dengan kelompok.
4. Reconstructive (membangun kembali)
Fase terakhir adalah fase rekonstruksi, dimulai bila klien dan keluarga menerima
keterbatasan yang ada akibat injuri dan mulai membuat perencanaan masa datang.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
(terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan
Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC
Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 3. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 3. Jakarta: Media
Aesculapius
http//www.google.com.
ASKEP DERMATITIS ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengertian
Dermatitis kontak ( dermatitis venenata ) merupakan reaksi inflamasi kulit terhadap unsure – unsur fisik, kimia atau biologi. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosoa dan disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik. Dermatitis kontak
adalah peradangan oleh kontak dengan suatu zat tertentu, ruamnya terbatas pada daerah tertentu dan seringkali memiliki batas yang tegas.
B. Etiologi
Zat – zat yang dapat menyebabkan dermatitis kontak melelui 2 cara yaitu :
Iritasi ( dermatitis iritan )
Reaksi alergi ( dermatitis kontak alergika )
· Sabun detergen dan logam – logam tertentu bisa mengiritasi kulit setelah beberapa kali digunakan.· Penyebab dermatitis kontak alergika
Kosmetika : Cat kuku, penghapus cat kuku, deodorant, pelemban lotion sehabis bercukur, parfum, tabir surya.
· Senyawa kimia ( dalam perhiasan ) : nikel
Tanaman : Racun IVY ( tanaman merambat ) racun pohon ek, sejenis rumput liar, primros.
· Obat – obat yang terkandung dalam kritim kulit : antibiotic ( penisilin, sulfonagnid, neomisin ), autihistamin ( defenhidramin )
· Zat kimia yang digunakan dalam pengelolaan pakaian.
C. Manifestasi Klinik
Gejala dermatitis kontak mencakup keluhan :
Gatal – gatal Rasa terbakar Lesi kulit ( vesikel ) Edema yang diikuti oleh pengeluaran secret Pembentukan krusta serta akhirnya mengering dan mengelupas kulit.
Reaksi yang berulang – ulang dapat disertai penebalan kulit dan perubahan pigmentasi. Invasi sekunder oleh bakteri dapat terjadi pada kulit yang mengalami ekskoriasis karena digosok atau digaruk. Biasanya tidak terdapat gejala sistemik kecuali jika erupsinya tersebar luas.D. Patofisiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit
maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein.
Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu :
Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, Iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang.
Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Dermatitis Kontak Alergi Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
1. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
2. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.
1.
Penyimpangan KDM
Bahan iritan
merusak lapisan tanduk
lisosom, mitokondria dan
komponen-komponen inti sel
mengalami kerusakan
rusaknya membran lipid keratinosit
pengaktifan fosfolipase
pembebasan asam arakidonik
Pembebasan histamin,
prostaglandin dan leukotrin.
Pruritus
Perubahan pola tidur
vasodilatasi dan
permeabilitas yang meningkat.
Timbul eritema, edema dan vesikula
Perubahan status kesehatan
Tidak mengenal sumber informasi
Kurang pengetahuan
Kerusakan integritas kulit
Penampakan kulit yang tidak baik
Koping tidak efektif
Perubahan citra tubuh
Merangsang pusat saraf
Ditrasmisikan ke korteks serebri melalui thalamus
Nyeri dan gatal
E. Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:
v Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
v Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak dengan bahan pembersih.
v Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis gangguan integument yaitu :
ü Biopsi kulit
Biopsi kulit adalah pemeriksaan dengan cara mengambil cintih jaringan dari kulit yang terdapat lesi.
Biopsi kulit digunakan untuk menentukan apakah ada keganasan atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.
ü Uji kultur dan sensitivitas
Uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui adanya virus, bakteri, dan jamur pada kulit.
Kegunaan lain adalah untuk mengetahui apakah mikroorganisme tersebut resisten pada obat – obat tertentu.
Cara pengambilan bahan untuk uji kultur adalah dengan mengambil eksudat pada lesi kulit.
ü Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus
Pemeriksaan kulit perlu mempersiapkam pencahayaan khusus sesuai kasus. Factor pencahayaan memegang peranan penting.
ü Uji temple
Uji ini dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi.
Untuk mengetahui apakah lesi tersebut ada kaitannya dengan factor imunologis.
Untuk mengidentifikasi respon alergi
Uji ini menggunakan bahan kimia yang ditempelkan pada kulit, selanjutnya dilihat bagaimana reaksi local yang ditimbulkan.
Apabila ditemukan kelainan pada kulit, maka hasil nya positif.
ü
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
A. Biodata
Biodara terdiri dari nama, jenis kelamin. Umur, agama, suku bangsa, pendidkan pendapatan pekerjaan,nomor akses, alamat dan lain- lain
Dermatitis kontak dapat terjadi pada semua orang di semua umur sering terjadi pada remaja dan dewasa muda dapat terjadi pada pria dan wanita.
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik terjadi pada 3-4% dari populasi penduduk. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi namun dermatitis kontak alergik lebih jarang dijumpai pada anak-anak. Lebih sering timbul pada usia dewasa tapi dapat mengenai segala usia. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dari pada laki-laki.
Bangsa kaukasian lebih sering terkena dari pada ras bangsa lain. Nampaknya banyak juga timbul pada bangsa Afrika-Amerika namun lebih sulit dideteksi. Jenis pekerjaan merupakan hal penting terhadap tingginya insiden dermatitis kontak.
B. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Keluhan Utama
Pada kasus dermatitis kontak biasanya klien mengeluh kulitnya terasa gatal serta nyeri.Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
2. Riwayat keluhan utama
Provoking Inciden, yang menjadi faktor presipitasi dari keluhan utama. Pada beberapa kasus dematitis kontak timbul Lesi kulit ( vesikel ),terasa panas pada kulit dan kulit akan berwarna merah, edema yang diikuti oleh pengeluaran secret. Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien
Ø Provocative/palliative
· Apa penyebab keluhan,
Apakah sebelumnya klien melakukan kontak dengan bahan-bahan tertentu yang menyebabkan kerusakan pada kulit
· Apa yang membuat keluhan bertambah baik/ringan atau bertambah berat. Dengan menjauhi sumber dermatitis kontak maka keluhan yang dirasakan akan berkurang
Ø Quality/quantity
· Bagaimana keluhan dirasakan, dilihat, didengar
Pada beberapa kasus dermatitis kontak biasanya klien akan merasakan gatal dan nyeri pada daerah yang terkena bahan tertentu yang dapat menyebabkan keluhan
· Sejauh mana sakit dirasakan
Rasa sakit yang dirasakan mulai dari tingkat ringan sampai berat. Tergantung dari lama kontak zat dengan kulit, konsentrasi zat serta tingkat sensitifitas kulit
Ø Region/radiation
· Dimana letak sakit
Tergantung dari daerah yang kontak dengan penyebab
· Area penyebarannya
Area penyebarannya misalnya kaki, luka pada tungkai, jari manis, tempat cedera, dibalik perhiasan.
Ø Severitty scale
· Apakah mempengaruhi aktifitas
Terganggunya aktifitas tergantung dari letak,tingkat keparahan penyakit
· Seberapa jauh skala ringan/berat
Tergantung dari tingkat keparahan penyakitnya
Ø Timing
· Kapan mulai terjadi
· Kapan sering terjadi
· Apakah terjadinya mendadak atau perlahan-lahan
b) Riwayat Kesehatan masa Lalu
Seperti apakah klien pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, apakah pernah menderita alergi serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya selain itu perlu juga dikaji kebiasaan klien.
c) Riwayat Kesehatan keluarga
Apakah ada salah seorang anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang sama, tapi tidak pernah ditanggulangi dengan tim medis. Dermatitis pada sanak saudara khususnya pada masa kanak-kanak dapat berarti penderita tersebut juga mudah menderita dermatitis atopik
C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Ringan, sedang, berat.
2. Tingkat Kesadaran
§ Kompos mentis
§ Apatis
§ Samnolen, letergi/hypersomnia
§ Delirium
§ Stupor atau semi koma
§ Koma
Tingkat Kesadaran dermatitis kontak biasanya tidak terganggu Dermatitis kontak termasuk tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.
3. Tanda-tanda vital
· Tekanan darah
· Denyut nadi
· Suhu tubuh
· Pernafasan
4. Berat Badan
5. Tinggi Badan
6. Kulit
Inspeksi
· radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).
· kemerahan (rubor),
· gangguan fungsi kulit (function laisa).
· biasanya batas kelainan tidak tegas an terdapat lesi polimorfi yang dapat timbul secara serentak atau beturut-turut.
· terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian membesar.
· Terdapat bula atau pustule,
· ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika.
· terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat
· hiperpigmentai tau hipopigmentasi.
Palpasi
· Nyeri tekan
· edema atau pembengkakan
· Kulit bersisik
7. Keadaan Kepala
· Inspeksi
tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor.
· Palpasi
Periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan atau adanya massa. Bi
8. Keadaan mata
· Inspeksi
a. Palpebrae : tidak edema, tidak radang
b. Sclera : Tidak ictertus
c. Conjuctiva : Tidak terjadi peradangan
d. Pupil : Isokor
e. Posisi mata
Simetris/tidak : simertis
Gerakan bola mata : Normal
Penutupan kelopak mata : Tidak mengalam
gangguan
Keadaan visus : Normal
Penglihatan : Normal (tidak kabur )
· Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Tekanan Intra Okuler ( TIO ) tidak ada
A. Keadaan hidung
· inspeksi
- simetris kiri dan kanan
- Tidak ada pembengkakan dan sekresi
- Tidak ada kemerahan pada selaput lendir
· Palpasi
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada benjolan/tumor
10. Keadaan telinga
· inspeksi
- telinga bagian luar simetris
- tidak ada serumen/cairan, nanah
11. Mulut
Inspeksi
a. Gigi
- Keadaan gigi : bersih
- Ada karang gigi/karies
- Tidak ada pemakaian gigi palsu
b. Gusi
Tidak ada merah radang pada gusi
c. Lidah
Lidah bersih
d. Bibir
- Tampak pucat
- Kering pecah
- Mulut tidak berbau
- Kemampuan bicara normal
12. Tenggorokan
a. Warna mukosa : Kemerahan
b. Nyeri tekan tidak ada
c. Nyeri menelan tidak ada
13. Leher
· mInspeksi
a. Kelenjar Thyroid : Tidak membesar
b. Tidak ada pembengkakan atau benjolan
c. Tidak ada distensi vena jugularis
· Palpasi
a. Kelenjar Thyroid : Tidak terabah
b. Kaku kuduk/tidak : -
c. Kelenjar limfe : tidak membesar
d. Tidak ada benjolan atau massa
e. Mobilisasi leher normal
14. Thorax dan pernafasan
@ Inspeksi
a. Bentuk dada : Pigion chest
b. Pernafasan : Inspirasi/ekspirasi, Frekuensi pernafasan, irama pernafasan
c. Pengembangan diwaktu bernafas normal
d. Dada simetris
e. Tidak ada retraksi
f. Tidak ada batuk
@ Palpasi
a. Tidak ada nyeri tekan, massa, adanya vocal premitus
b. Untuk mengetahui adanya massa
c. Inadekuat ekspansi dada
@ Perkusi
sonor : Suara perkusi jaringan paru yang normal
@ Askultasi
a. Mendengarkan suara pada dinding thoraks
b. Suara nafas :
* Vesikuler
c. Suara tambahan : -
d. Suara Ucapan
Ø Suara normal
15. Jantung
@ Inspeksi : Ictus Cordis : Denyutan dinding toraks oleh karena kontraksi ventrikel kiri à ditemukan pada ICS 5 linea medio clavicularis kiri.
@ Palpasi :
Normal
@ Perkusi
Jantung dalam keadaan normal
@ Auskultasi
Tidak ada murmur
16. Pengkajian payudara dan ketiak
· Inspeksi :
Ø Payudara melingkar dan agak simetris dan ukuran sedang
Ø Tidak terdapat udema, tidak terdapat kemerahan atau lesi serta vaskularisasi normal
Ø Areola mamma agak kecoklatan
Ø Tidak adanya penonjolan atau retraksi akibat adanya skar atau lesi.
Ø Tidak ada keluaran, ulkus , pergerakan atau pembengkakan. Posisi kedua puting susu mempunyai arah yang sama.
Ø ketiak dan klavikula tidak ada pembengkakan atau tanda kemerah-merahan.
· Palpasi
Ø Tidak adanya keluaran serta nyeri tekan.
17. Abdomen
· Inspeksi :
Ø umbilikus tidak menonjol
Ø Tidak ada pembendungan pembuluh darah vena
Ø Tidak ada benjolan
Ø warna kemerahan
· Palpasi :
Ø Tidak ada rasa nyeri
Ø Tidak ada benjolan/ massa
Ø Tidak ada pembesaran pada organ hepar
· Perkusi : Tympani
· Auskultasi : Peristaltik normal
18. Genetalia dan Anus
Ø Genetalia :
· Inspeksi :
Ø Tidak ada prolapsus uteri, benjolan kelenjar bartolini,
Ø sekret vagina jernih
· Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Ø Anus : Keadaan anus normal, tidak ada haemoroid, fissura, fistula.
19. Ekstremitas
Ekstremitas atas
a. Motorik
- Pergerakan kanan/kiri : lemah
- Pergerakan abnormal : seimbang antara kanan dan
kiri.
- Kekuatan otot kiri/kanan : kekuatan otot kanan dan kiri
lemah
- Koordinasi gerak : ada gangguan
b. Refleks
- Biceps kanan/kiri : Normal
- Triceps kana/kiri : Normal
c. Sensori
- Nyeri : +
- Rangsang suhu : +
- Rasa raba : +
Ekstremitas bawah
a. Motorik
- Gaya berjalan : Normal
- Kekuatan kanan/kiri : kekuatan kanan 5/kiri 5
- Tonus otot kanan/kiri : menurun
b. Refleks
- KPR kanan/kiri : -/-
- APR kanan/kiri : -/-
- Bebinski kanan/kiri : +/+
c. Sensori
- Nyeri : +
- Rangsang suhu : +
- Rasa raba : +
20 Status Neurologi
Saraf-saraf cranial
N I (Olfaktorius)
Klien mampu membedakan bau minyak kayu putih dan alcohol.
N II (Optikus)
Klien tidak dapat melihat tulisan atau objek dari jarak yang jauh.
N III,IV,VI (Okulomotorius, Cochlearis, Abdusen)
Mata dapat berkontraksi, pupil isokor, klien mampu menggerakkan bola mata kesegala arah.
N V (Trigeminus)
Fungsi sensorik : Klien mengedipkan matanya bila ada rangsangan.
Fungsi motorik : Klien dapat menahan tarikan pulpen dengan gigitannya.
N VII (Fasialis)
Klien dapat mengerutkan dahinya, tersenyum dan dapat mengangkat alis.
N VIII (Akustikus)
Klien dapat mendengar dan berkomunikasi dengan baik, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
N IX (Glosofaringeus)
Klien dapat merasakan rasa manis, pahit, pedas.
N X (Fagus)
Klien tidak ada kesulitan mengunyah, klien tidak ada kesulitan menelan.
N XI (Assessoris)
Klien dapat mengangkat kedua bahu, tidak ada atropi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
N XII (Hipoglosus)
Gerakan lidah simetris, dapat bergerak kesegala arah, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra pengecapan normal.
Tanda-tanda perangsangan selaput otak
I. Kaku kuduk : -
II. Kerning sign : -
III. Refleks Brudzinski : -
IV. Refleks Lasegu : -
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Biopsi kulit
b. Uji temple
c. Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus
d. Uji kultur dan sensitivitas
E. Pola Kegiatan Sehari-hari
1. Nutrisi
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan, frekwensi maka/hari, nafsu makan, makanan pantang, makanan yang disukai banyak minuman dlm sehari serta apakah ada perubahan Perubahan selama sakit
2. Eliminasi
Pada eliminasi yang perlu dikaji adalah Kebiasaan BAK dan BAB seperti frekuensi,warna dan konsistensi baik sebelum dan sesudah sakit
3. Aktivitas
Pada penderita penyakit dermatitis kontak biasanya akan mengalami gangguan dalam aktifitas karena adanya rasa gatal dan apabila mengalami infeksi maka akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari.
4. Istirahat
klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal serta adanya nyeri. Adanya gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.
F. Pola Interaksi social
Secara umum klien yang mengalami dermatitis kontak biasanya pola interaksi sosialnya terganggu biasanya akan merasa malu dengan penyakitnya.
G. Keadaan Psikologis
Biasanya klien mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain dan biasanya klien lebih suka menyendiri dan sering cemas dengan penyakit yang diderita. Pada keadaaan psikologis ada beberapa hal yang perlu dikaji seperti bagaimana persepsi klien terhadap penyakit yang diderita sekarang,
bagaimana harapan klien terhadap keadaan kesehatannyaserta bagaimana pola interaksi dengan tenaga kesehatan & lingkungan.
H. Kegiatan Keagamaan
Biasanya klien beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan cobaan untuknya dan pasti terdapat hikmah untuknya.yang perlu dikaji pada kegiatan keagamaan seperti klien menganut agama apa selama sakit klien sering berdoa.
I. Pengelompokan data
Data Subjektif Data Objektif
Ø Klien mengatakan lecet pada kulit jika digaruk
Ø Klien mengatakan nyeri pada kulit
Ø Kulit klien tampak kering
Ø Kulit klien tampak bersisik
Ø Tampak adanya peradangan
Ø Klien nampak sering menggaruk
Ø Kulit klien tampak lecet
Ø Klien tampak gelisah
B. Diagnosa keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
2. Nyeri dan gatal yang berhubungan dengan lesi kulit
3. perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus
4. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit
C. Rasional
DX I
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. pantau keadaan kulit pasien
2. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya cedera termal akibat penggunaan kompres hangat dengan suhu yang terlalu tinggi dan akibat cidera panas yang tidak terasa ( bantalan pemanasan, radiator )
3. Anjurkan pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.
Kolaborasi
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti histamine dan salep kulit
Mandiri
1. Mengetahui kondisi kulit untuk dilakukan pilihan intervensi yang tepat
2. Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap panas.
3. Banyak masalah kosmetika pada hakekatnya semua kelainan malignitas kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.
4. Penggunaan anti histamine dapat mengurangi respon gatal serta mempercepat proses pemulihan
DX 2
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Periksa daerah yang terlibat
2. Upaya untuk menemukan penyebab gangguan rasa nyaman
3. Mencatat hasil – hasil observasi secara rinci dengan memakai terminology deskriptif
Mandiri
1. Pemahaman tentang luas dan karakteristik kulit meliputi bantuan dalam menyusun rencana intervensi.
2. Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan kenyamanan.
3. Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosisi dan pengobatan. Banyak kondisi kulit tampak serupa tetapi mempunyai etiologi yang berbeda. Respons inflamasi kutan mungkin mati pada pasien lansia.
4. Ruam menyeluruh terutama dengan aeitan yang mendadak dapat mennjukkan reaksi
4. Mengantisipasi reaksi alergi yang mungkin terjadi ; mendapatkan riwayat pemakaian obat.
5. Kendalikan factor – factor iritan
6. Pertahankan kelembaban kira – kira 60 % ; gunakan alat pelembab.
7. Pertahankan lingkungan dingin
8. Gunakan sabun ringan ( Dove ) atau sabun yang dibuat untuk kulit sensitive ( Neutrogena, Avveno ).
9. Lepaskan kelebihan pakaian atau peralatan di tempat tidur.
10. Cuci linen tempat tidur dan pakaian dengan sabun ringan
11. Hentikan pemajanan berulang terhadap detergen, pembersih, dan pelarut.
12. Gunakan tindakan perawatan kulit untuk mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan kenyamanan pasien.
13. lakukan kompres penyejuk dengan air suam – suam kuku ataukompres dingin guna meredakan rasa gatal.
14. Atasi kekeringan ( serosis ) sebagaimana dipreskripsikan.
alergi terhadap obat.5. Rasa gatal diperburuk oleh panas, kimia,
dan fisik.6. Dengan kelembaban yang rendah, kulit
akan kehilangan air7. Kesejukan mengurangi gatal8. Upaya ini mencakup tidak adanya larutan
detegen, zat pewarna atau bahan pengeras.9. Meningkatkan lingkungan yang sejuk10. Sabun yang keras dapat menimbulkan iritasi
kulit.11. Setiap substansi yang mneghilangkan air,
lipid atau protein dari epidermis akan mengubah fungsi barier kulit.
12. Kulit merupakan barier yang penting yang harus dipertahankan keutuhannya agar dapat berfungsi dengan benar.
13. Penghisapan air yang bertahap dari kasa kompres akan menyejukkan kulit dan meredakan pruritus.
14. Kulit yang kering dapat menimbulkan daerah dermatitis dengan kemerahan, gatal, deskuamasi dan pada bentuk yang lebih berat, pembengkakan, pembentukan lepuh, keretakan dan eksudat.
Kolaborasi
15. Hidrasi yang efektif pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan barier pada kulit.
16. Tindakan ini membantu meredakan gejala17. Masalah pasien dapat disebabkan oleh
iritasi atau sensitisasi karena pengobatan sendiri.
18. Memotongan kuku akan mengurangi kerusakan kulit karena garukan.
Kolaborasi:
15. Oleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi
16. Gunakan terapi topical seperti yang dipreskripsikan.
17. Anjurkan pasien untuk menghindari pemakaian salep ayau lotion yang dibeli tanpa resep dokter.
18. Jaga agar kuku selalu terpangkas.
DX 3
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Bantu pasien melakukan gerak badan secara teratur
2. jaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
Kolaborasi:
3. Cegah dan obati kulit yang kering
4. Anjurkan kepada klien menjaga kulit selalu lembab
Mandiri :
1. Gerak badan memberikan efek yang menguntungkan untuk tidur jika dilaksanakan pada sore hari.
2. Udara yang kering membuat kulit terasa gatal. Lingkungan yang nyaman meningkatkan relaksasi.
3. Pruritus noeturnal mengganggu tidur yang normal.
4. Tindakan ini mencegah kehilangan air. Kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
5. Kafein memiliki efek puncak 2 – 4 jam sesudah dikonsumsi.
5. Anjurkan klien Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur di malam hari.
6. Anjurkan klien Mengerjakan hal – hal yang ritual dan rutin menjelang tidur.
6. Tindakan ini memudahkan peralihan dari keadaan terjaga menjadi keadaan tertidur.
DX 4
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien ( menghindari kontak mata, ucapan yang merendahkan diri sendiri, ekpresi keadaan muak terhadap kondisi kulitnya ).
2. Identifikasi stadium psikososial tahap perkembangan.
3. Berikan kesempatan untuk pengungkapan. Dengarkan ( dengan cara yang terbuka, tidak menghakimi ) untuk mengekspresikan berduka / ansietas tentang perubahan citra tubuh.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan pasien. Bantu pasien yang cemas dalam mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali serta mengatasi masalah.
Mandiri:
1. Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan yang tampak nyata bagi pasien. Kesan sesorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada konsep diri
2. Terhadap hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman pasien terhadap kondisi kulitnya
3. Pasien membutuhkan pengalaman yang harus didengarkan dan dipahami.
4. Tindakan ini memberikan kesempatan pada petugas kesehatan untuk menetralkan kecemasan
5. dorong sosialisasi dengan orang lain
yang tidak perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi. Ketakutan merupakan unsure yang merusak adaptasi pasien.
5. Meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
DX 5
Intervensi Rasional
1. Tentukan apakah pasien mnegetahui ( memahami dan salah mengerti ) tentang kondisi dirinya.
2. Jaga agar pasien mendapatkan informasi yang benar ; memperbaiki kesalahan konsepsi / informasi
3. Peragakan penerapan terapi yang diprogramkan ( kompres basah ; obat topical )
4. Berikan nasihat kepada pasien untuk menjaga agar kulit tetap lembab dan fleksibel dengan tindakan hidrasi dan pengolesan krim serta lotion kulit.
5. Dorong pasien untuk mendapatkan status nutrisi yang sehat
1. Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2. Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat mereka perbuat. Kebanyakan pasien merasakan manfaatnya.
3. Memungkinkan pasien memperoleh kesempatan untuk menunjukkan cara yang tepat unutk melakukan terapi.
4. Stratum korneum memerlukan air agar fleksibilitas kulit tetap terjaga. Pengolesan krim atau lotion untuk melembabkan kulit akan memcegah agar kulit tidak menjadi kering, kasar, retak, dan bersisik.
5. Penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang. Perubahan pada kulit dapat menandakan status nutrisi yang abnormal.
DX 6
Intervensi Rasional
1. Miliki indeksi kecurigaan yang tinggi terhadap suatu infeksi pada pasien yang system kekebalannya teganggu.
2. Berikan petunjuk yagn jelas dan rinci kepada pasien mengenai program terapi
3. Laksanakan pemakaian kompres basah seperti yang diprogramkan untuk mengurangi intensitas inflamasi
1. Setiap keadaan yang mneggangu status imun akan memperbesar resiko terjadinya infeksi kulit.
2. Pendidikan pasien yang efektif bergantung pada ketrampilan – ketrampilan interpersonal professional kesehatan dan pada pemberian instruksi yang jelas yang diperkuat dengan instruksi tertulis.
3. Kompres basah akan menghasilkan pendinginan lewat pengisatan yang menimbulkan vasokontriksi pembuluh drah kulit dan dengan demikian mengurangi eritema serta produksi serum.
D. Evaluasi
Ø Diagnosa I
1. Tidak adanya maserasi.
2. Tidak ada tanda – tanda cedara termal.
3. Tidak ada infeksi.
4. Memberikan obat topikal yang diprogramkan
Ø Diangnosa II
1. Mencapai peredaran gangguan rasa.
2. Mengutarakan dengan kata – kata bahwa gatal telah reda.
3. Memeperlihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.
4. Mematuhi terapi yang diprogramkan.
5. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
6. Menunjukan kulit utuh; kulit menunjukan kemajuan dalam penampilan yang sehat.
Ø Diagnosa III
1. Mencapai tidur yang nyenyak.
2. Melaporkan peredaran rasa gatal.
3. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4. Menghindari konsumsi kafein pada sore hari dan menjelang tidur malam hari.
5. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
Ø Diagnosa IV
1. Mengalami Mengembangkan peningkatan kemampuan untuk menerima diri sendiri.
2. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan mandiri.
3. Melaporkan perasaan dalam mengendalikan situasi.
4. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri
5. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang sehat.
6. Tampak tidak begitu memperhatikan kondisi.
7. Menggunakan tekhnik menyembunyikan kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan penampilan.
Ø Diagnosa V
1. pola tidur / istirahat yang memuaskan
2. Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik.
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
4. Mengikuti terapi seperti yang diprogramkan dan dapat mengungkapkan rasional tindakan yang dilakukan.
5. Menjalankan mandi, pencucian, barutan basah sesuai yang diprogramkan.
6. Gunakan obat tropikal dengan tepat.
7. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Ø Diagnosa VI
1. Tetap bebas dari infeksi.
2. Mengungkapkan tindakan perawatan kulit yang meningkatkan kebersihan dan mencegah kerusakan.
3. Mengidentifikasikan tanda dan gejala infeksi untuk dilaporkan.
4. Mengidentifikasi efek merugikan dari obat yang harus dilaporkan ke petugas perawatan kesehatan.
5. Berpartisipasi dalam tindakan perawatan kulit ( misalnya mandi, dan penggantian balut ).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Harahap, Marwali, dkk. 2000. Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit. Bandung: Alumni
—————————–.2006. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jil. 2. Jakarta: Media Aesculapius.
NANDA.2006.Pedoman Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 – 2006. Primamedika.