askep fraktur

7
  BAB II PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan pada pasien Tn. M dengan kasus fraktur femur di Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah , penulis akan membahas  permasalahan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,  perencanaan, implementasi dan evaluasi. Data yang penulis kumpulkan melalui wawancara langsung dengan pasien dan keluarga, observasi dan dokumentasi dan keperawatan. A. Pengkajian Hasil pengkajian langsung dengan pasien didapatkan data sebagai berikut, pasien  bernama Tn. M, umur 55 tahun, suku , agama Islam, pendidikan SMP, pekerjaan tani, alamat,  Nomor Cm.095388, masuk tanggal 18 Oktober 2011 dengan diagnosa medic Fraktur Femur tertutup, di Ruang Rawat Inap Bedah Umum Daerah . Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh (Mardhiya, 2009). Secara teoritis kebanyakan fraktur terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kenderaan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami trouma multipel yang menyertainya (Smeltzer, 2002). Berdasarkan pengkajian yang dilakukan terhadap pasie n Tn.M didapatkan keluhan nyeri, akibat patah tertutup pada daerah femur sebelah kanan. Secara tioritis nyeri dikarenakan kerusakan jaringan lunak dan plasma otot berperan terhadap terjadinya ketidak nyamanan: nyeri bersifat subjektif dan dapat dievaluasi melalui  penggambaran sifat dan lokasinya, yaitu penting untuk menentukan penyebab ketidak nyamanan dan untuk mengusulkan intervensi, nyeri yang berkelanjutan dan menunjukan  berkembangnya masalah neorovaskules (Smeltzer, 2002). Pasien dibawa oleh keluarga ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah pada tanggal 18 Oktober 2011 jam 09.30 wib pasien mengalami kecelakaan lalu lintas adanya luka lecet, pada lengan dan siku yang mengakibatkan patah dengan keluhan nyeri pada femur sebelah kanan dan adanya luka lecet, pada lengan dan siku. Pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya, akibat kecelakaan sepeda motor tersebut pasien juga mengalami luka lecet, sehingga tidak dapat beristirahat dan beraktivitas. Pasien di tangani oleh dokter dan di berikan tindakan berupa, pemasangan cairan infus dan di lakukan pembidaian pada

Upload: muhammadimronrosadi

Post on 08-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

askep

TRANSCRIPT

BAB IIPEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas asuhan keperawatan pada pasien Tn.Mdengan kasus frakturfemurdi Ruang Bedah Rumah Sakit Umum Daerah , penulis akan membahas permasalahan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Data yang penulis kumpulkan melalui wawancara langsung dengan pasien dan keluarga, observasi dan dokumentasi dan keperawatan.

A.PengkajianHasil pengkajian langsung dengan pasien didapatkan data sebagai berikut, pasien bernama Tn.M, umur 55 tahun, suku , agama Islam, pendidikan SMP, pekerjaan tani, alamat, Nomor Cm.095388, masuk tanggal18Oktober2011 dengan diagnosa medic FrakturFemurtertutup, di Ruang Rawat Inap Bedah Umum Daerah .Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh(Mardhiya, 2009).Secara teoritiskebanyakanfrakturterjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kenderaan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami trouma multipel yang menyertainya(Smeltzer, 2002).Berdasarkan pengkajian yang dilakukan terhadap pasien Tn.Mdidapatkan keluhan nyeri, akibat patah tertutup pada daerahfemur sebelah kanan.Secara tioritis nyeri dikarenakan kerusakan jaringan lunak dan plasma otot berperan terhadap terjadinya ketidak nyamanan: nyeri bersifat subjektif dan dapat dievaluasi melalui penggambaran sifat dan lokasinya, yaitu penting untuk menentukan penyebab ketidak nyamanan dan untuk mengusulkan intervensi, nyeri yang berkelanjutan dan menunjukan berkembangnya masalah neorovaskules(Smeltzer, 2002).Pasien dibawa oleh keluarga ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerahpada tanggal18 Oktober 2011jam 09.30 wib pasien mengalami kecelakaan lalu lintasadanya luka lecet, pada lengan dan sikuyang mengakibatkan patah dengan keluhan nyeri padafemursebelah kanandan adanya luka lecet, pada lengan dan siku. Pasien dalam keadaan sadar sepenuhnya, akibat kecelakaan sepeda motor tersebut pasien juga mengalami luka lecet, sehingga tidak dapat beristirahat dan beraktivitas. Pasien di tangani oleh dokter dan di berikan tindakan berupa, pemasangan cairan infus dan di lakukan pembidaian pada daerahfemursebelah kanan,pada tanggal21Oktober2011saat penulis melakukan pengkajian pasien mengatakan masih terasa nyeri khususnya saat mengerakan kaki dengan skala nyeri 9.Secara teori nyeri disebabkan kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang (Dake. 2012)Pada riwayat dahulu, pasienmengatakan belum pernah mengalami fraktur atau trauma fisik seperti yang di deritanya sekarang dan belum pernah mengalami penyakit yang memerlukanperawatan di rumah sakit. Pasien kadang-kadang mengalami pilek, sakit kepala dan sembuh dengan hanya berobat ke Puskesmas.Secara teoritis,Kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang(Mardhiya, 2009).Riwayat penyakit keluarga menurut keterangan pasien dan keluarga bahwa dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang di alami pasien sekarang dan tidak ada dalam keluarga pasien yang menderita penyakit menular seperti TB paru, dan penyakit keturunan lainnya seperti diabetes mellitus.Secara tioriPenyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik(Mardhiya, 2009).Pada nutrisi, sebelum sakit pasien makan secara teratur 3 kali sehari dengan menu berupa nasi dan lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan dan sesekali makan mie. Selama sakit pola makan pasien terganggu, pasien mampu menghabiskan dari porsi yang disediakan, karena sering timbul nyeri.Secara teoritis, pasien frakturfemurmengalami ganguan pada pola nutrisi, karena keinginan pasien untuk makan terganggu dengan adanya nyeri yang berat pada daerah fraktur (Mardhiya, 2009)..Pola eliminasi, sebelum Sakit pasien mengatakan BAB 1 kali sehari dengan konsistensi setengah padat, warna kuning. BAK lebih kurang 5-6 kali sehari berwarna kuning dan lancar. Selama sakit pola eliminasi pasien tidak terganggu. Pasien BAB dengan frekuensi BAB 1 kali sehari dengan konsistensi setengah padat, dan di BAB dibantu dengan menggunakan pispot karena pasien tidak bisa beranjak dari tempat tidur. BAK lebih kurang 5-6 kali sehari berwarna kuning dan lancarSecara teoritis pasien frakturfemurmengalami ganguan pada pola nutrisi, karena keinginan pasien untuk makan terganggu dengan adanya nyeri yang berat pada daerah fraktur(Mardhiya, 2009)..Pola istirahat,Sebelum sakit, kebutuhan istirahat pasien terpenuhi, pasien tidur sehari semalam 7-8 jam. Selama sakit pola istirahat pasien mengalami gangguan,pasienhanya bisa tidur malam 4-5 jam dan tidur siang lebih kurang 1 jam karena nyeri dan tidak bisa bergerak.Secara teoritis,Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur(Mardhiya, 2009).Pola aktivitas, sebelum sakit pasien dapat beraktivitas melakukan kegiatannya sehari-hari sebagai petani. Selama sakit aktifitas dan kegiatan pasien terganggu sehingga harus di bantu oleh keluarga dan perawat seperti membantu pasien menyediakan tempat untuk BAB dan BAK, menyeka danmemberi makan.Secara teoritis pasien kehilangan fungsi pada bagian yang terkena, mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri (Ilham, 2008).Personal hygiene, sebelum sakit pasien dapat merawat dirinya sendiri dalam sehari pasien mandi 2 kali, menyikat gigi 2 kali, menyuci rambut 1 kali dan mengganti baju sehabis mandi, selama sakit personal hygiene semuanya harus di bantu oleh perawat dan keluarga seperti dalam hal mandi, menyikat gigi dan mengganti baju.Riwayat psikologis,pasien mampu menerima kondisinya yang sekarang dengan tabah dan harapan pasien penyakitnya cepat sembuh dan dapat berkumpul denga keluarga.Menurut tioritisrespons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat(Mardhiya, 2009).Riwayat spiritual Selama dalam perawatan pasien mampu dapat berinteraksi sosial dengan baik terhadap keluarga maupun keluarga pasien yang lain dan selama di rawat banyak sanak famili yang mengunjungi pasien.Menurut teoritis untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien(Mardhiya, 2009)Pada pemeriksaan umum didapatkan keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, berat badan sebelum sakit 55 kg, tinggi badan 165 kg, skala nyeri9 (berat)Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan data: tekanan darah 120/110 mmHg,suhu 37,5C, RR20x/m, dan nadi 80 x/m. Pada pemeriksaan Inspeksi didapatkan; kepala bentuk oval,benjolan tidak ada,kebersihan kulit kepala terjaga, bentuk mata agak sipit konjungtiva merah, lingkaran mata hitam, tidak ada sekret, penglihatan jelas, pergerakan mata normal, telinga bentuk simetris, serumen tidak ada, pendengaran baik, hidung: bentuk simetris, tidak ada sekret, tidak ada benjolan, kebersihan terjaga,Kebersihan mulut terjaga, mukosa mulut kering, gigi tidak lengkap. ekspresi wajah meringis, wajah tampak cemas dan tidak bersemangat, gelisah dan wajah pasien tampak pucat, leher bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, lesi tidak ada, pergerakan normal, dada bentuk simetris, pergerakan dada teratur, abdomen, bentuk simetris, tidak di jumpai lesi, Integumen kulit kering, warna kulitagak hitamdan tidak ada lesi, Ekstremitas bawah: sebelah kanan tidakbisa digerakkan karena pasien mengalami frakturfemur. Ekstremitas atas,Pergerakan normal, bisa di gerakkan kesegala arah, terpasang IVFDDextrose 5 %dengan 20 tts/menit di tangan sebelah kanan, Genetalia menurut keterangan dari pasien tidak ada kelainan dengan alat genetalianya, Palpasi: turgor kulit jelek,adanya nyeri tekan pada daerah femur sebelah kanan (skala nyeri 9). Perkusi reflek patella sebelah kiri normal. Distensi abdomen tidak ada. Aukultasi, bunyi peristaltik usus menurun, bunyi tetak jantung lub-lub.Secara teoritis, pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian neuromaskuler dari fraktur anggota gerak menyatakan nyeri pada lokasi fraktur terutama pada saat digerakkan, pembengkakan, pemendekan ekstremitas yang sakit, paralisis (hilangnya daya gerak), angulasi ekstremitas yang sakit, krepitasi (sensi keripik yang ditemukan bila mempalpasi patahan-patahan tulang), spasme otot, parestesia (penurunan sensasi), pucat dan tidak adanya denyut nadi padabagian distal pada lokasi fraktur bila alirah darah arteri terganggu oleh fraktur (Mardhiya, 2009).B.Diagnosa KeperawatanBerdasarkan pengkajian dan analisa data yang penulis lakukan pada tanggal 03 sampai 05 Maret 2011 didapatkan.Diagnosa keperawatan yang muncul padaTn M denganfrakturfemuradalah nyeri berhubungan dengantrauma jaringan dan reflek spasma otot sekunder akibat fraktur,Perubahan pola tidur berhubungan dengankesulitan menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri.Intoleransi aktifitas behubungan denganpeningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri.Secara teoritis, diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur adalah nyeri yang berhubungan dengan fraktur, resiko terhadap cidera yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kurang perawatan diri yangberhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari (Smeltzer, 2002).Dari diagnosa keperawatan diatas dapat di lihat bahwa ada diagnosa keperawatan yang muncul pada tiori tapi tidak ada dikasus yaituresiko terhadap cidera yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, diagnosa ini tidak muncul karena semua keperluan pasien dibantu oleh keluarga dan perawatMasalah berikutnya yaitukurang perawatan diri yangberhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari, diagnosa ini tidak muncul pada pasien karena semua kebutuhan perawatan diri pasien dibantu keluarga dan perawat.Selanjutnya penulis akan membahas diagnosa yang muncul pada kasus yaitu nyeri berhubungan troauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder akibat fraktur,Secara tioriris nyeri disebabkan kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur dalam tulang (Dake, 2012)Diagnosa kedua perubahan pola tidur berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri.Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. (Marthia, 2009)..Diagnosa ketiga intoleransi aktifitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeriKarena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. (Marthia, 2009).

C.Perencanaandan pelaksanaanRencana tindakan yang ada pada tinjauan kasus tidak jauh berbeda dengan apa yang tergambar dengan tinjauan teoritis, tetapi keadaan pasien, fasilitas dan prasarana rumah sakit akan mempengaruhi dalam penyusunan-penyusunan rencana keperawatan.Prioritas masalah pertama yaitu nyeriakutberhubungan dengantrauma jaringan dan reflek spasma otot sekunder akibat fraktur, tujuan yang ingin dicapai yaitu nyeri berkurang dengan kriteria hasil pasien tidak lagi mengeluh nyeri, pasien tampak tenang. maka disusunlah rencana tindakan yang meliputi monitor dan kaji keadaannyeripasien,beri kompreshangatpada daerah yang nyeri sesuai dengan yang dibutuhkan,maka implemantasi yang diberikan adalah mengkaji tingkat nyeri dengan mengunakan skala nyeri, memberikan kompres hangat pada daerah nyeri.Secara tioritis mengkaji tingkat nyeri untuk dapat mengetahui penyebab timbulnya nyeri.memberikan kompres hangat pada daerah nyeri dengan memberikan konpres hangat akan terjadi fase pembersihan sehingga menguranggi rasa nyeri (Dake, 2012)Prioritas masalah kedua yaituPerubahan pola tidur berhubungan dengankesulitan menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri tujuan yang ingin dicapai yaitu kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil keadaan umum membaik, pasien dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman, maka disusunlah rencana tindakan yang meliputi atur posisi tidur yang nyaman, ciptakan suasana yang tenang dan nyaman,maka implementasi yang diberikan mengatur posisi tidur semi folwer atau foler berganti arah sesuai keinginan pasien, mengajurkan pada keluarga agar tidak ribut dalam ruangan.Secara tioritis dengan mengatur posisi tidur mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, menganjurkan pada keluarga agar tidak ribut dalam ruangan agar meningkatkan kenyamanan pasien beristirahat (Sarono, 2007)Prioritas masalah ketiga yaituIntoleransi aktifitas behubungan denganpeningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri dengan kriteria hasil keadaan umum membaik dan pasien sudah dapat melakukan aktivitas sendiri, maka disusunlah rencana tindakan yang meliputi berikan bantuan pada aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kebutuhan dan rencanakan istirahat selama siang hari, bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan,danimplementasi yang diberikan adalah membantu pasien dalam melakukan aktifitas perawatan diri dan menganjurkan keluarga untuk membantu perawatan pasien.Secara teoritis dengan membantu aktivitas pasien dapat mengurangi pengunaan energi pasien, meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring dipertahankan selama pasien takut untuk menurunkan kebutuhan metabolik (Dake, 2012).E.EvaluasiEvaluasi atau penilaian dilakukan secara terus-menerus dan kesinambungan dengan cara mengamati langsung perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien, pada prinsipnya tidak semua masalah dapat teratasi dengan sempurna sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, adanya kerjasama yang baik antara tim kesehatan dan keluarga dalam asuhan keperawatan yang efektif, serta tersedianya fasilitas yang diperlukan sangat membantu dalam perawatan pasien Adapun hasil evaluasi asuhan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan masalah yang timbul pada Tn.Madalah nyeri berhubungan dengantrauma jaringan dan reflek spasma otot sekunder akibat frakturtidak semua masalah yang timbul dapat teratasi. Tujuan yang ingin dicapai yaitu nyeri berkurang, pasien tampak tenang, skala nyeri3masalah teratasi sebagian sampai hari terakhir perawatan.Diagnosa keduaPerubahan pola tidur berhubungan dengankesulitan menjalani posisi yang biasa sekunder akibat nyeri, Tujuan yang ingin dicapai yaitu kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil keadaan umum yang baik, pasien dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman. Masalah teratasi sampai hari terakhir perawatan, dimana pasien sudah mulai tidur 7 jam.Diagnosa ketigaIntoleransi aktifitas behubungan denganpeningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri. Tujuan yang diharapkan adalah aktifitas pasien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil keadaan umum membaik, pasien mampu melakukan aktifitas, masalah belum dapat diatasi sampai hari terakhir perawatandimana pasien mengatakan tidak dapat beraktifitas.