askep dm lansia
TRANSCRIPT
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 1/16
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi
insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma
klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin
secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang
dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)
2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang
berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup
15% populasi pada panti lansia.
3. Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum
dapat digolongkan ke dalam dua besar:
• Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga
insulin tidak berfungsi dengan baik).
• Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dll.)
1
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 2/16
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi
penyebab terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat
menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari
bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air
kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin
tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka
percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
4. Klasifikasi
• Diabetes melitus tipe I:
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik
melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes
Melitus tipe I:
• Mudah terjadi ketoasidosis
• Pengobatan harus dengan insulin
•Onset akut
• Biasanya kurus
• Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
• Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
• Didapatkan antibodi sel islet
• 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
• Diabetes melitus tipe II:
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Karakteristik DM tipe II:
• Sukar terjadi ketoasidosis
2
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 3/16
• Pengobatan tidak harus dengan insulin
• Onset lambat
• Gemuk atau tidak gemuk
• Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
• Tidak berhubungan dengan HLA
• Tidak ada antibodi sel islet
• 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
• ± 100% kembar identik terkena
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan
ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan
tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia
kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
a. Katarak b. Glaukoma
3
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 4/16
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila
insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan
tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah
meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap
insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat.
7. Pathway4
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 5/16
Terlampir
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes.
Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah
arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia
secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang
sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat
secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar
glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan
meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau
untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM
pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan
untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.5
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 6/16
e. Pendidikan
• Diet yang harus dikomsumsi
• Latihan
• Penggunaan insulin
9. Pemeriksaan Diagnostik
• Glukosa darah sewaktu
• Kadar glukosa darah puasa
• Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
- Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
10. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis.
Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis
(DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang
termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,
neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
• Komplikasi akut
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang
berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut
termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat
dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
• Komplikasi kronis:
a. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran
6
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 7/16
darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan
pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh
sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous.
Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang
mengakibatkan kebutaan permanen.
b. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis
yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom
Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan
proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.
c. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic
yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
d. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
e. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2,
hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat
mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati,
nepropati, dan penyakit makrovaskular.
f. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya
sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.
Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan
iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa
menyebabkan gangrene dan amputasi.
g. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60
mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat
hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima
pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.7
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 8/16
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah
e. Integritas Ego
Stress, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
h. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
i. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Diagnosa Keperawatan
8
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 9/16
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai
dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
pasien dapat terpenuhi.
Dengan Kriteria Hasil :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
9
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 10/16
10
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
1. Timbang berat badan sesuai indikasi. Mengkaji pemasukan makanan yang
adekuat.
2. Tentukan program diet, pola makan,
dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan klien.
Mengidentifikasikan kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri
abdomen atau perut kembung, mual,
muntah dan pertahankan keadaan
puasa sesuai inndikasi.
Hiperglikemi, gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit menurunkan
motilitas atau fungsi lambung (distensi
atau ileus paralitik).
4. Berikan makanan cair yang
mengandung nutrisi dan elektrolit.
Selanjutnya memberikan makanan
yang lebih padat.
Pemberian makanan melalui oral lebih
baik diberikan pada klien sadar dan
fungsi gastrointestinal baik.
5. Identifikasi makanan yang disukai. Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6. Libatkan keluarga dalam perencanaanmakan.
Meningkatkan rasa keterlibatannya,memberi informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia
(perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembap atau dingin, denyut nadi cepat,
lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala, pusing).
Pada metabolism kaborhidrat (gula darah
akan berkurang dan sementara tetap
diberikan tetap diberikan insulin, maka
terjadi hipoglikemia terjadi tanpa
memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran.
Kolaborasi
8. Lakukan pemeriksaan gula darah
dengan finger stick.
Analisa di tempat tidur terhadap gula
darah lebih akurat daripada memantau
gula dalam urine.
9. Pantau pemeriksaan laboratorium
(glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
Gula darah menurun perlahan dengan
penggunaan cairan dan terapi insulin
terkontrol sehingga glukosa dapat masuk
ke dalam sel dan digunakan untuk sumber
kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun
dan asidosis dapat dikoreksi.
10. Berikan pengobatan insulin secara
teratur melalui iv
Insulin regular memiliki awitan cepat dan
dengan cepat pula membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel.
Pemberian melalui IV karena absorpsi
dari jaringan subkutan sangat lambat.11. Berikan larutan glukosa ( destroksa,
setengah salin normal).
Larutan glukosa ditambahkan setelah
insulin dan cairan membawa gula darah
sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism
karbohidrat mendekati normal, perawatan
diberikan untuk menghindari
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 11/16
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai
dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan
atau hidrasi pasien terpenuhi
Dengan kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Tindakan / Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji riwayat klien sehubungan dengan
lamanya atau intensitas dari gejala
seperti muntah dan pengeluaran urine
yang berlebihan.
Membantu memperkirakan kekurangan
volume total. Adanya proses infeksi
mengakibatkan demam dan keadaan
hipermetabolik yang meningkatkan
kehilangan air.
2. Pantau tanda – tanda vital, catat adanya
perubahan tekanan darah ortostatik.
Hipovolemi dimanifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat
ringannya hipovolemi saat tekanan darah
sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi
berbaring ke duduk atau berdiri.
3. Pantau pola napas seperti adanya
pernapasan Kussmaul atau pernapasan
yang berbau keton.
Perlu mengeluarkan asam karbonat
melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton
disebabkan pemecahan asam asetoasetat
dan harus berkurang bila ketosis
terkoreksi.
4. Pantau frekuensi dan kualitas
pernapasan, penggunaan otot bantu
napas, adanya periode apnea dan
sianosi.
Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan
pola dan frekuensi pernapasan normal.
Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan,
pernapasan dangkal dan cepat serta
sianosis merupakan indikasi dari kelelahan
11
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 12/16
pernapasan atau kehilangan kemampuan
melalui kompensasi pada asidosis.`
5. Pantau suhu, warna kulit, atau
kelembapannya.
Demam, menggigil, dan diaphoresis
adalah hal umum terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit kemerahan,
kering merupakan tanda dehidrasi.
6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,
turgor kulit, dan membrane mukosa.
Merupakan indicator tingkat dehidrasi
atau volume sirkulasi yang adekuat.
7. Pantau masukan dan pengeluaran. Memperkirakan kebutuhan cairan
pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan
terapi yang diberikan.
8. Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian terbaik dari
status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
9. Pertahankan pemberian cairan minimal
2500 ml/hari.
Mempertahankan hidrasi atau volume
sirkulasi.
10. Tingkatkan lingkungan yang
menimbulkan rasa nyaman. Selimuti
klien dengan kain yang tipis.
Menghindari pemanasan yang berlebihan
terhadap klien lebih lanjut dapat
menimbulkan kehilangan cairan.
11. Kaji adanya perubahan mental atau
sensori.
Perubahan mental berhubungan dengan
hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit
abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan hipoksia. Penyebab yang
tidak tertangani, gangguan kesadaran
menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
12. Observasi mual, nyeri abdomen,
muntah, dan distensi lambung.
Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung sehinnga
sering menimbulkan muntah dan secara
potensial menimbulkan kekurangan cairan
dan elektrolit.
13. Observasi adanya perasaan kelelahan
yang meningkat, edema, peningkatan
berat badan, nadi tidak teratur, dan
distensi vaskuler.
Pemberian cairan untuk perbaikan yang
cepat berpotensi menimbulkan kelebihan
cairan dan gagal jantung kronis.
Kolaborasi14. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
12
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 13/16
11. Normal salin atau setengah normal
salin dengan atau tanpa dekstrosa.
12. Albumin, plasma, atau dekstran.
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada
derajat kekurangan cairan dan respon klien
secara individual.
Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan
jika mengancam jiwa atau tekanan darah
sudah tidak dapat kembali normal dengan
usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
15. Pasang kateter urine. Memberikan pengukuran yang tepat
terhadap pengeluaran urine terutama jika
neuropati otonom menimbulkan retensi
atau inkontinensia.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik
(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi
komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil : - menunjukan peningkatan integritas kulit
•
Menghindari cidera kulit
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan
warna,turgor,vaskuler,perhatikan
kemerahan.
Menandakan aliran sirkulasi buruk yang
dapat menimbulkan infeksi
2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
Menurunkan tekanan pada edema danmenurunkan iskemia
3. Pertahankan alas kering dan bebas
lipatan
Menurunkan iritasi dermal
4. Beri perawatan kulit seperti
penggunaan lotion
Menghilangkan kekeringan pada kulit dan
robekan pada kulit
5. Lakukan perawatan luka dengan teknik
aseptik
Mencegah terjadinya infeksi
6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar
kuku tetap pendek
Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh
karena garukan
13
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 14/16
7. Motivasi klien untuk makan makanan
TKTP
Makanan TKTP dapat membantu
penyembuhan jaringan kulit yang rusak
d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat
teratasi.
Kriteria hasil klien dapat:
• Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
• Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang
mempengaruhi toleransi aktivitas.
•Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
• Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan.
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan
kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal
perencanaan dan identifikasi aktivitas
yang menimbulkan kelelahan.
Pendidikan dapat memberikan motivasi
untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun klien sangat lemah.
2. Diskusikan penyebab keletihan seperti
nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur,
peningkatan upaya yang diperlukan
untuk ADL.
Dengan mengetahui penyebab keletihan,
dapat menyusun jadwal aktivitas.
3. Bantu mengidentivikasi pola energi
dan buat rentang keletihan. Skala 0-10
(0=tidak lelah, 10= sangat kelelahan)
Mengidentifikasi waktu puncak energi dan
kelelahan membantu dalam merencanakan
akivitas untuk memaksimalkan konserfasi
energi dan produktivitas.
4. Berikan aktivitas alternatif dengan
periode istirahat yang cukup/ tanpa
diganggu.
Mencegah kelelahan yang berlebih.
5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta
tekanan darah sebelum dan seudah
melakukan aktivitas.
Mengindikasikan tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi secara fisiologis.
6. Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkan kepercayaan diri/ harga
14
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 15/16
melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
kebutuhan.
diri yang positif sesuai tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi.
7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda
dan gejala yang menunjukkan
peningkatan aktivitas penyakit dan
mengurangi aktivitas, seperti demam,
penurunan berat badan, keletihan
makin memburuk.
Membantu dalam mengantisipasi
terjadinya keletihan yang berlebihan.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi
tanda-tanda infeksi
Dengan Kriteria hasil :
• Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
• Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Rencana / intervensi Rasional
Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan
peradangan sperti demam, kemerahan,
adanya pus pada luka, sputum purulen,
urine warna keruh atau berkabut.
Pasien mungkin masuk dengan infeksi
yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial.
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan
melakukan cuci tangan yang baik pada
semua orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri.
Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3. Pertahankan teknik aseptik pada
prosedur invasif.
Kadar glukosa yang tinggi dalam darah
akan menjadi meddia terbaik dalam
pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan teratur
dan sungguh-sungguh, masase daerah
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap
kering, linen kering dan tetap kencang.
Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
menempatkan pasien pada peningkatan
risiko terjadinya kerusakan pada kulit.
5. Berikan tisue dan tempat sputum padatempat yang mudah dijangkau untuk
Mengurangi penyebaran infeksi.
15
7/22/2019 Askep Dm Lansia
http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 16/16
penampungan sputum atau secret yang
lainnya.
Kolaborasi
6. Lakukan pemeriksaan kultur dan
sensitifitas sesuai dengan indikasi.
Untuk mengidentifikasi adanya organisme
sehingga dapat memilih atau memberikan
terapi antibiotik yang terbaik.
7. Berikan obat antibiotik yang sesuai Penanganan awal dapat mambantu
mencegah timbulnya sepsis.
f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri
Dengan Kriteria hasil :
• Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan
factor risiko dan untuk melindungi diri dari cidera.
• Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Rencana / Intervensi Rasional
Mandiri
1. Hindarkan lantai yang licin. Lantai licin dapat menyebabkan risiko
jatuh pada pasien.
2. Gunakan bed yang rendah. Mempermudah pasien untuk naik dan
turun dari tempat tidur.
3. Orientasikan klien dengan ruangan. Lansia daya ingatnya sudah menurun,
sehingga diperlukan orientasi ruangan
agar lansia bisa menyesuaikan diri
terhadap ruangan.
4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari
Lansia sudah mengalami penurunan dalam
fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas
sehari diperlukan bantuan dari orang
lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
5. Bantu pasien dalam ambulasi atau
perubahan posisi
Keterbatasan aktivitas tergantung pada
kondisi lansia.
16