askep dm lansia

16
A. Kons ep Dasar Pen yaki t 1. Definisi Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000). Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002). Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009) 2. Ep id emio lo gi Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang  berusia lebih dari 65 ta hun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada panti lansia. 3. Etiologi Pa da lansia cenderun g te rj adi pe ni ng katan be rat ba dan, bu ka n ka re na mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan  penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar: Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik). Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.) 1

Upload: prima-wati

Post on 10-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 1/16

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi

insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah

(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma

klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin

secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,

2002).

Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang

dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)

2. Epidemiologi

Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang

 berusia lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup

15% populasi pada panti lansia.

3. Etiologi

Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena

mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan

 penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi

terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum

dapat digolongkan ke dalam dua besar:

• Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,

penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga

insulin tidak berfungsi dengan baik).

• Gaya hidup(life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,

minum alkohol, dll.)

1

Page 2: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 2/16

Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi

 penyebab terjadinya diabetes mellitus.

Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat

menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari

 bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air 

kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin

tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka

 percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

4. Klasifikasi

• Diabetes melitus tipe I: 

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik 

melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes

Melitus tipe I:

• Mudah terjadi ketoasidosis

• Pengobatan harus dengan insulin

•Onset akut

• Biasanya kurus

• Biasanya terjadi pada umur yang masih muda

• Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4

• Didapatkan antibodi sel islet

• 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

• Diabetes melitus tipe II:

Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi

insulin. Karakteristik DM tipe II:

• Sukar terjadi ketoasidosis

2

Page 3: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 3/16

• Pengobatan tidak harus dengan insulin

• Onset lambat

• Gemuk atau tidak gemuk 

• Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun

• Tidak berhubungan dengan HLA

• Tidak ada antibodi sel islet

• 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

• ± 100% kembar identik terkena

5. Manifestasi Klinis

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia

umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan

ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan

tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia

kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.

Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi

degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.

Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,

sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus

dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya

gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta

kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh

dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering

ditemukan adalah :

a. Katarak  b. Glaukoma

3

Page 4: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 4/16

c. Retinopati

d. Gatal seluruh badan

e. Pruritus Vulvae

f. Infeksi bakteri kulit

g. Infeksi jamur di kulit

h. Dermatopati

i. Neuropati perifer 

 j. Neuropati viseral

k. Amiotropi

l. Ulkus Neurotropik 

m. Penyakit ginjal

n. Penyakit pembuluh darah perifer 

o. Penyakit koroner 

 p. Penyakit pembuluh darah otak 

q. Hipertensi

6. Patofisiologi

Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu

memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin

adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila

insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan

tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah

meningkat.

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta

 pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan

 predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun

dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap

insulin itu sendiri.

Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin

normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang

kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam

darah menjadi meningkat.

7. Pathway4

Page 5: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 5/16

Terlampir 

8. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan

aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi

komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes

adalah mencapai kadar glukosa darah normal.

Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :

a. Diet

Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%

Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes.

Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah

arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.

 b. Latihan

Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan

sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia

secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada

tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu

menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau

 berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang

sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat

secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar 

glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan

meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.

c. Pemantauan

Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa

secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau

untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM

 pada lansia.

d. Terapi (jika diperlukan)

Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif 

hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan

untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah

ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.5

Page 6: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 6/16

e. Pendidikan

• Diet yang harus dikomsumsi

• Latihan

• Penggunaan insulin

9. Pemeriksaan Diagnostik 

• Glukosa darah sewaktu

• Kadar glukosa darah puasa

• Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali

 pemeriksaan:

- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

- Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

10. Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis.

Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis

(DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang

termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic,

neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.

• Komplikasi akut

a. Diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang

 berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut

termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat

dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)

• Komplikasi kronis:

a. Retinopati diabetic

Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.

Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran

6

Page 7: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 7/16

darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan

 pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh

sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous.

Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang

mengakibatkan kebutaan permanen.

 b. Nefropati diabetic

Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis

yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom

Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan

 proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson

ditemukan hanya pada DM.

c. Neuropati

 Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic

yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.

d. Displidemia

Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.

e. Hipertensi

Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,

mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2,

hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat

mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati,

nepropati, dan penyakit makrovaskular.

f. Kaki diabetic

Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,

iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya

sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus.

Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan

iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa

menyebabkan gangrene dan amputasi.

g. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60

mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat

hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima

 pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.7

Page 8: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 8/16

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

 b. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi

insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa

saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

c. Aktivitas/ Istirahat :

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

d. Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada

ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan

tekanan darah

e. Integritas Ego

Stress, ansietas

f. Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

g. Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,

 penggunaan diuretik.

h. Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,

gangguan penglihatan.

i. Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

 j. Pernapasan

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

k. Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. Diagnosa Keperawatan

8

Page 9: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 9/16

a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

 peningkatan metabolisme protein, lemak.

 b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai

dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik 

(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.

d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.

e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.

f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

3. Perencanaan Keperawatan

a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

 peningkatan metabolisme protein, lemak.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi

 pasien dapat terpenuhi.

Dengan Kriteria Hasil :

Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat

Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

9

Page 10: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 10/16

10

Tindakan / intervensi Rasional

Mandiri

1. Timbang berat badan sesuai indikasi. Mengkaji pemasukan makanan yang

adekuat.

2. Tentukan program diet, pola makan,

dan bandingkan dengan makanan

yang dapat dihabiskan klien.

Mengidentifikasikan kekurangan dan

 penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.

3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri

abdomen atau perut kembung, mual,

muntah dan pertahankan keadaan

 puasa sesuai inndikasi.

Hiperglikemi, gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit menurunkan

motilitas atau fungsi lambung (distensi

atau ileus paralitik).

4. Berikan makanan cair yang

mengandung nutrisi dan elektrolit.

Selanjutnya memberikan makanan

yang lebih padat.

Pemberian makanan melalui oral lebih

 baik diberikan pada klien sadar dan

fungsi gastrointestinal baik.

5. Identifikasi makanan yang disukai. Kerja sama dalam perencanaan makanan.

6. Libatkan keluarga dalam perencanaanmakan.

Meningkatkan rasa keterlibatannya,memberi informasi pada keluarga untuk 

memahami kebutuhan nutrisi klien.

7. Observasi tanda hipoglikemia

(perubahan tingkat kesadaran, kulit

lembap atau dingin, denyut nadi cepat,

lapar, peka rangsang, cemas, sakit

kepala, pusing).

Pada metabolism kaborhidrat (gula darah

akan berkurang dan sementara tetap

diberikan tetap diberikan insulin, maka

terjadi hipoglikemia terjadi tanpa

memperlihatkan perubahan tingkat

kesadaran.

Kolaborasi

8. Lakukan pemeriksaan gula darah

dengan finger stick.

Analisa di tempat tidur terhadap gula

darah lebih akurat daripada memantau

gula dalam urine.

9. Pantau pemeriksaan laboratorium

(glukosa darah, aseton, pH, HCO3)

Gula darah menurun perlahan dengan

 penggunaan cairan dan terapi insulin

terkontrol sehingga glukosa dapat masuk 

ke dalam sel dan digunakan untuk sumber 

kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun

dan asidosis dapat dikoreksi.

10. Berikan pengobatan insulin secara

teratur melalui iv

Insulin regular memiliki awitan cepat dan

dengan cepat pula membantu

memindahkan glukosa ke dalam sel.

Pemberian melalui IV karena absorpsi

dari jaringan subkutan sangat lambat.11. Berikan larutan glukosa ( destroksa,

setengah salin normal).

Larutan glukosa ditambahkan setelah

insulin dan cairan membawa gula darah

sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism

karbohidrat mendekati normal, perawatan

diberikan untuk menghindari

Page 11: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 11/16

 b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai

dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan

atau hidrasi pasien terpenuhi

Dengan kriteria Hasil :

Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital

stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,

haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas

normal.

Tindakan / Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji riwayat klien sehubungan dengan

lamanya atau intensitas dari gejala

seperti muntah dan pengeluaran urine

yang berlebihan.

Membantu memperkirakan kekurangan

volume total. Adanya proses infeksi

mengakibatkan demam dan keadaan

hipermetabolik yang meningkatkan

kehilangan air.

2. Pantau tanda – tanda vital, catat adanya

 perubahan tekanan darah ortostatik.

Hipovolemi dimanifestasikan oleh

hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat

ringannya hipovolemi saat tekanan darah

sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi

 berbaring ke duduk atau berdiri.

3. Pantau pola napas seperti adanya

 pernapasan Kussmaul atau pernapasan

yang berbau keton.

Perlu mengeluarkan asam karbonat

melalui pernapasan yang menghasilkan

kompensasi alkalosis respiratoris terhadap

keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton

disebabkan pemecahan asam asetoasetat

dan harus berkurang bila ketosis

terkoreksi.

4. Pantau frekuensi dan kualitas

 pernapasan, penggunaan otot bantu

napas, adanya periode apnea dan

sianosi.

Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan

 pola dan frekuensi pernapasan normal.

Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan,

 pernapasan dangkal dan cepat serta

sianosis merupakan indikasi dari kelelahan

11

Page 12: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 12/16

 pernapasan atau kehilangan kemampuan

melalui kompensasi pada asidosis.`

5. Pantau suhu, warna kulit, atau

kelembapannya.

Demam, menggigil, dan diaphoresis

adalah hal umum terjadi pada proses

infeksi, demam dengan kulit kemerahan,

kering merupakan tanda dehidrasi.

6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,

turgor kulit, dan membrane mukosa.

Merupakan indicator tingkat dehidrasi

atau volume sirkulasi yang adekuat.

7. Pantau masukan dan pengeluaran. Memperkirakan kebutuhan cairan

 pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan

terapi yang diberikan.

8. Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian terbaik dari

status cairan yang sedang berlangsung dan

selanjutnya dalam memberikan cairan

 pengganti.

9. Pertahankan pemberian cairan minimal

2500 ml/hari.

Mempertahankan hidrasi atau volume

sirkulasi.

10. Tingkatkan lingkungan yang

menimbulkan rasa nyaman. Selimuti

klien dengan kain yang tipis.

Menghindari pemanasan yang berlebihan

terhadap klien lebih lanjut dapat

menimbulkan kehilangan cairan.

11. Kaji adanya perubahan mental atau

sensori.

Perubahan mental berhubungan dengan

hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit

abnormal, asidosis, penurunan perfusi

serebral, dan hipoksia. Penyebab yang

tidak tertangani, gangguan kesadaran

menjadi predisposisi aspirasi pada klien.

12. Observasi mual, nyeri abdomen,

muntah, dan distensi lambung.

Kekurangan cairan dan elektrolit

mengubah motilitas lambung sehinnga

sering menimbulkan muntah dan secara

 potensial menimbulkan kekurangan cairan

dan elektrolit.

13. Observasi adanya perasaan kelelahan

yang meningkat, edema, peningkatan

 berat badan, nadi tidak teratur, dan

distensi vaskuler.

Pemberian cairan untuk perbaikan yang

cepat berpotensi menimbulkan kelebihan

cairan dan gagal jantung kronis.

Kolaborasi14. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:

12

Page 13: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 13/16

11. Normal salin atau setengah normal

salin dengan atau tanpa dekstrosa.

12. Albumin, plasma, atau dekstran.

Tipe dan jumlah cairan tergantung pada

derajat kekurangan cairan dan respon klien

secara individual.

Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan

 jika mengancam jiwa atau tekanan darah

sudah tidak dapat kembali normal dengan

usaha rehidrasi yang telah dilakukan.

15. Pasang kateter urine. Memberikan pengukuran yang tepat

terhadap pengeluaran urine terutama jika

neuropati otonom menimbulkan retensi

atau inkontinensia.

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik 

(neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi

komplikasi.

Dengan Kriteria Hasil : - menunjukan peningkatan integritas kulit

Menghindari cidera kulit

Tindakan / intervensi Rasional

Mandiri

1. Inspeksi kulit terhadap perubahan

warna,turgor,vaskuler,perhatikan

kemerahan.

Menandakan aliran sirkulasi buruk yang

dapat menimbulkan infeksi

 

2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang

Menurunkan tekanan pada edema danmenurunkan iskemia

3. Pertahankan alas kering dan bebas

lipatan

Menurunkan iritasi dermal

4. Beri perawatan kulit seperti

 penggunaan lotion

Menghilangkan kekeringan pada kulit dan

robekan pada kulit

5. Lakukan perawatan luka dengan teknik 

aseptik 

Mencegah terjadinya infeksi

6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar 

kuku tetap pendek 

Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh

karena garukan

13

Page 14: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 14/16

7. Motivasi klien untuk makan makanan

TKTP

Makanan TKTP dapat membantu

 penyembuhan jaringan kulit yang rusak 

d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat

teratasi.

Kriteria hasil klien dapat:

• Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.

• Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang

mempengaruhi toleransi aktivitas.

•Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.

• Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas

yang diinginkan.

Tindakan / intervensi Rasional

Mandiri

1. Diskusikan

kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal

 perencanaan dan identifikasi aktivitas

yang menimbulkan kelelahan.

Pendidikan dapat memberikan motivasi

untuk meningkatkan tingkat aktivitas

meskipun klien sangat lemah.

2. Diskusikan penyebab keletihan seperti

nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur,

 peningkatan upaya yang diperlukan

untuk ADL.

Dengan mengetahui penyebab keletihan,

dapat menyusun jadwal aktivitas.

3. Bantu mengidentivikasi pola energi

dan buat rentang keletihan. Skala 0-10

(0=tidak lelah, 10= sangat kelelahan)

Mengidentifikasi waktu puncak energi dan

kelelahan membantu dalam merencanakan

akivitas untuk memaksimalkan konserfasi

energi dan produktivitas.

4. Berikan aktivitas alternatif dengan

 periode istirahat yang cukup/ tanpa

diganggu.

Mencegah kelelahan yang berlebih.

5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta

tekanan darah sebelum dan seudah

melakukan aktivitas.

Mengindikasikan tingkat aktivitas yang

dapat ditoleransi secara fisiologis.

6. Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkan kepercayaan diri/ harga

14

Page 15: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 15/16

melakukan aktivitas sehari-hari sesuai

kebutuhan.

diri yang positif sesuai tingkat aktivitas

yang dapat ditoleransi.

7. Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda

dan gejala yang menunjukkan

 peningkatan aktivitas penyakit dan

mengurangi aktivitas, seperti demam,

 penurunan berat badan, keletihan

makin memburuk.

Membantu dalam mengantisipasi

terjadinya keletihan yang berlebihan.

e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi

tanda-tanda infeksi

Dengan Kriteria hasil :

• Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.

• Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.

Rencana / intervensi Rasional

Mandiri

1. Observasi tanda-tanda infeksi dan

 peradangan sperti demam, kemerahan,

adanya pus pada luka, sputum purulen,

urine warna keruh atau berkabut.

Pasien mungkin masuk dengan infeksi

yang biasanya telah mencetuskan keadaan

ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi

nosokomial.

2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan

melakukan cuci tangan yang baik pada

semua orang yang berhubungan dengan

 pasien termasuk pasiennya sendiri.

Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.

3. Pertahankan teknik aseptik pada

 prosedur invasif.

Kadar glukosa yang tinggi dalam darah

akan menjadi meddia terbaik dalam

 pertumbuhan kuman.

4. Berikan perawatan kulit dengan teratur 

dan sungguh-sungguh, masase daerah

tulang yang tertekan, jaga kulit tetap

kering, linen kering dan tetap kencang.

Sirkulasi perifer bisa terganggu dan

menempatkan pasien pada peningkatan

risiko terjadinya kerusakan pada kulit.

5. Berikan tisue dan tempat sputum padatempat yang mudah dijangkau untuk 

Mengurangi penyebaran infeksi.

15

Page 16: Askep Dm Lansia

7/22/2019 Askep Dm Lansia

http://slidepdf.com/reader/full/askep-dm-lansia 16/16

 penampungan sputum atau secret yang

lainnya.

Kolaborasi

6. Lakukan pemeriksaan kultur dan

sensitifitas sesuai dengan indikasi.

Untuk mengidentifikasi adanya organisme

sehingga dapat memilih atau memberikan

terapi antibiotik yang terbaik.

7. Berikan obat antibiotik yang sesuai Penanganan awal dapat mambantu

mencegah timbulnya sepsis.

f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri

Dengan Kriteria hasil :

• Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan

factor risiko dan untuk melindungi diri dari cidera.

• Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.

 

Rencana / Intervensi Rasional

Mandiri

1. Hindarkan lantai yang licin. Lantai licin dapat menyebabkan risiko

 jatuh pada pasien.

2. Gunakan bed yang rendah. Mempermudah pasien untuk naik dan

turun dari tempat tidur.

3. Orientasikan klien dengan ruangan. Lansia daya ingatnya sudah menurun,

sehingga diperlukan orientasi ruangan

agar lansia bisa menyesuaikan diri

terhadap ruangan.

4. Bantu klien dalam melakukan aktivitas

sehari-hari

Lansia sudah mengalami penurunan dalam

fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas

sehari diperlukan bantuan dari orang

lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi

5. Bantu pasien dalam ambulasi atau

 perubahan posisi

Keterbatasan aktivitas tergantung pada

kondisi lansia.

16