askep bph

43
MAKALAH BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA Oleh kelompok 5 NamaKelompok : 1. NinglindaRohania (10213008) 2. Kiki Okta Firizka (10213013) 3. Yosep P (10213017) 4. SintaFatmala S (10213029) 5. RizkiSetio Budi. A (10213030) 6. Bogas Muhammad Fadhilah F (10213032) PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN 1

Upload: sinta-fatmala-sari

Post on 30-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar atau jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).

TRANSCRIPT

Page 1: ASKEP BPH

MAKALAH

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

Oleh kelompok 5

NamaKelompok :

1. NinglindaRohania (10213008)

2. Kiki Okta Firizka (10213013)

3. Yosep P (10213017)

4. SintaFatmala S (10213029)

5. RizkiSetio Budi. A (10213030)

6. Bogas Muhammad Fadhilah F (10213032)

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN

KEDIRI

2015

1

Page 2: ASKEP BPH

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................. 1

DAFTAR ISI.......................................................................................... 2

KATA PENGANTAR .......................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ............................................................... 4

1.2 Rumusan masalah ............................................................... 4

1.3 Tujuan ............................................................... 5

1.4 Manfaat ............................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ............................................................... 6

2.2 Etiologi ............................................................... 6

2.3 Anatomi fisiologi prostat....................................................... 7

2.4 Patofisiologi ............................................................... 8

2.5 Pathway ............................................................... 9

2.6 Manifestasi klinis ............................................................... 11

2.7 Komplikasi ............................................................... 13

2.8 Penatalaksanaan medis.......................................................... 13

2.9 Pemeriksaan penunjang......................................................... 16

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 29

2

Page 3: ASKEP BPH

KATA PENGANTAR

Assallamuallaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada

Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusunan mampu menyelesaikan

tugas makalah ini guna memenuhi tugas Sistem Perkemihan.

Dalam penyusunan tugas dan materi, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.

Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain

berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang

penulis hadapi teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Benigna Prostat

Hyperplasia, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi.

Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Namun dengan penuh

kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat

terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi

sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa IIK Bhakti Wiyata

Kediri S1 – Keperawatan. Penyusun sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari sempurna. Untuk itu kepada dosen pembimbing penyusun meminta

masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan

mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Wassallamuallaikum Wr. Wb.

Kediri, November 2015

Penyusun

3

Page 4: ASKEP BPH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia

kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi

kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).

Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di

inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan

uretra posterior + 2,5 cm.

Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah

inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus

ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra

prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada

saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya

pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta

otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase

penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka

destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi

untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan

hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karena itu penting bagi perawat

untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan

keperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) beserta

keluarganya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian BPH ?

2. Etiologi BPH ?

3. Pathofisiologi ?

4. Pathway ?

5. Manifestasi Klinik Komplikasi ?

6. Komplikasi ?

7. Penatalaksanaan medis ?

4

Page 5: ASKEP BPH

8. Pemeriksaan penunjang ?

9. Asuhan keperawatan BPH ?

1.3 Tujuan Masalah

1.3.1 Tujuan Umum

Menambah pengetahuan dan informasi tentang asuhan keperawatan pada kasus

Benigna Prostat Hiperlasi (BPH).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tentang pengertian, etiologi, anatomi fisiologi, patofisiologi dari

Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)

2. Mengetahui tanda dangejala diagnose banding, komplokasi, penatalaksanaan

dari Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)

3. Mengetahui pemeriksaan p[enunjang, asuhan keperawatan dari pengkajian,

diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan dari Benigna

Prostat Hiperlasi (BPH)

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi penyusun

Menambah pengetahuan dan wawasan keperawatan, tinjauan pustaka dari

Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)

1.4.2 Bagi pembaca

Menambah pengetahuan dan informasi secara singkat tentang Tinjauan Pustaka

dan Asuhan Keperawatan

1.4.3 Bagi pendidikan

Menambah referensi dan sumber bacaan secara singkat tentang BPH.

5

Page 6: ASKEP BPH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Benigne Prostat Hyperplasia

Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh

karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar atau

jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF

Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).

BPH  adalah  pembesaran    progresif   dari  kelenjar  prostat  ( secara  umum  pada 

pria  lebih  tua  dari  50  tahun  )  menyebabkan   berbagai   derajat  obstruksi  uretral   dan 

pembatasan    aliran  urinarius   ( Marilynn,  E.D,  2000 : 671 ).

2.2 Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai sekarang

belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne

Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.

Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga

timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain :

1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan

stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.

2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron

Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan

penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya

hyperplasia stroma

.

6

Page 7: ASKEP BPH

3. Interaksi stroma - epitel

Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan

transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.

4. Penurunan sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari

kelenjar prostat.

5. Teori stem cell

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit. (Roger Kirby, 1994 :

38).

2.3 Anatomi Dan Fisiologi Prostat

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra

posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian

distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut

sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah

kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya

kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.

Prostat terdiri dari :

1. Jaringan Kelenjar 50 - 70 %

2. Jaringan Stroma (penyangga) (30 – 50 %)

3. Kapsul/Musculer (30 – 50 %)

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi

untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis

yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar

prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma

yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan

meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses

7

Page 8: ASKEP BPH

reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang

abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses

reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang

disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.

2.4 Patofisiologi

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika

prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra

prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan

intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor

dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang

terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan

struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah

atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor

berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah.

Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan

kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,

kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga

tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia

menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal

(mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari

kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya

retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase

Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi

kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat

dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak

sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak

mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine yang

kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)

8

Page 9: ASKEP BPH

2.5 Pathway

Peningkatan DHT, ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron,

Interaksi stroma – epitel, Penurunan sel yang mati, Teori stem cell

Pembesaran kelenjar prostat

Penyempitan uretra

BPH

Tekanan intavesikal

Hipertropi otot detrusor dan buli-buli

Gangguan miksi

Prostatektomi kateterisasi, drainase, IVFD

Terputusnya kontinuitas jaringan pembatasan aktivitas

Merangsang serabut-serabut saraf sensorik tirah baring

Rangsangan dihantar ke talamus

Impuls disebarkan ke korteks sensorik didalam talamus

9

Retensi urine

Nyeri akut

Gangguan mobilitas fisik

Page 10: ASKEP BPH

Up membuka, sp.Eks masih menutup

BPHH P up meningkat

Kontraksi Detrusor meningkat

hipertropi

P Ves > P up P Ves > P up

Fase kompensata Kualitas miksi masih baik

Fase decompensateRetensio urine

Isi bladder 200 – 300 ml.Mulai terangsang ingin kencing

Reseptor Strecth

Saraf otonom PS S2 - 4

Tonus bladder 60 -120 cm H2O (ingin kencing)

Proses Miksi

Fase pengisian

Pves : < 20 cm H2O

Pup : 60 - 100 cm H2O

Fase Ekspulsi :

10

Page 11: ASKEP BPH

2.6 Manifestasi klinik

Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi

dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama

dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,

kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing

terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi

retensio urin dan inkontinen karena overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat

akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh

atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain:

sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan

ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :

a) Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.

b) Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak

sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan

menjadi nocturia.

c) Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

d) Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara periodik

(over flow inkontinen).

11

Page 12: ASKEP BPH

Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :

Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin

berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus

mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah

berkemih), retensi urine akut.

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :

a. Rectal Gradding

Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :

- Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.

- Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.

- Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.

- Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.

- Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.

b. Clinical Gradding

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing dahulu

kemudian dipasang kateter.

- Normal : Tidak ada sisa

- Grade I : sisa 0-50 cc

- Grade II : sisa 50-150 cc

- Grade III : sisa > 150 cc

- Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

12

Page 13: ASKEP BPH

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin

beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati

prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat

mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan

penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan

intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko

urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria.

Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan

mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan

pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

2.8 Penatalaksanaan medis

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung

pada stadium-stadium dari gambaran klinis

Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan

konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin.

Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak

mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak

dianjurkan untuk pemakaian lama.

Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan

reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)

Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat

sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan

13

Page 14: ASKEP BPH

pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika,

retropubik dan perineal.

Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin

total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau

pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan

dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat

adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti

androgen yang menekan produksi LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat

dilakukan dengan:

a. Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari

alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.

b. Medikamentosa

1. Penghambat alfa (alpha blocker)

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat

memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam

mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor α1a.

Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan

objektif terhadap gejala dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa pasien.

Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu

paruhnya

2. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)

14

Page 15: ASKEP BPH

Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan testosteron

menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang

menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan

pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat

(reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala

3. Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase

memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya

ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi

tambahan sedang berlangsung

4. Fitoterapi

Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk

tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa

tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi

belum banyak diuji

c. Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal,

infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis

jenis pembedahan:

1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi

atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.

2) Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.

3) Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah

melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.

4) Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum

dan rektum.

5) Prostatektomi retropubis radikal

15

Page 16: ASKEP BPH

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan

jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra

dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.

d. Terapi Invasif Minimal

1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar

prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.

2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)

3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

2.9 Pemeriksaan penunjang

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien

dengan BPH adalah :

a. Laboratorium

1). Sedimen Urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.

2). Kultur Urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas

kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

b. Pencitraan

1). Foto polos abdomen

Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang

menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi

urin.

16

Page 17: ASKEP BPH

2). IVP (Intra Vena Pielografi)

Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,

memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.

3). Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)

Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan

keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.

4). Systocopy

Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat

penonjolan prostat ke dalam rektum.

17

Page 18: ASKEP BPH

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

A. Identitas

1). Klien

Nama : Tn. Y. W

Umur : 68 Tahun

Tempat/Tanggal lahir : Lemoh, 20 Januari 1940

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Lemoh, Kec. Tombariri

Pendidikan terakhir : SMP

Pekerjaan : Tani

Suku bangsa : Minahasa/ Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Status perkawinan : Kawin

Tgl M R S : 26 Juni 2008

Tgl Operasi : 30 Juni 2008/ jam 18.00 – 20.00 wita

Tgl Pengkajian : 01 Juli 2008/ jam 10.00 wita

Sumber data : Klien dan istri klien serta dari status klien di ruangan

Diagnosa Medis : Post Op. Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

2). Penanggung Jawab

Nama : Ny. A. B

Umur : 42 Tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Lemoh, Kec. Tombariri

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Kristen Protestan

Hubungan dengan klien: Istri Klien

18

Page 19: ASKEP BPH

B. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama/ Alasan Masuk Rumah Sakit

Nyeri saat BAK

2. Riwayat penyakit sekarang

Klien mengatakan sudah menderita nyeri BAK dan susah BAK sejak ± 1 tahun,

namun baru diketahui pada bulan April saat klien memeriksakan diri ke rumah sakit

Bethesda. Dokter mendiagnosa klien, BPH dan harus dioperasi, namun kerena belum

memiliki biaya, akhirnya klien belum dioperasi. Selama di rumah (sejak bulan April

samapi bulan juni), klien menggunakan kateter sebagai alat untuk BAK. Klien

mengeluh nyeri saat BAK dan sulit BAK. Setelah memiliki biaya yang cukup, klien

datang kerumah sakit untuk dioperasi. Klien masuk ke rumah sakit tanggal 26 juni

2008, dan dokter merencanakan untuk dioperasi pada tanggal 30 juni 2008.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Saat pengkajian (tanggal 1 juli 2008), klien sudah dioperasi (tanggal 30 juni 2008,

jam 18.00-20.00 wita). Klien mengatakan nyeri daerah perut bagian bawah/ pada daerah

luka operasi prostatektomi. Klien tampak terbaring diatas tempat tidur, terpasang IVFD

NaCl 0, 9 %, 20 tts/ menit, terpasang pada ektremitas bagian atas kiri, terpasang kateter

urine (volume urine 10 jam: 1200 cc), keadaan umum, klien tampak sakit sedang,

kesadaran compos mentis (GCS 15), ada keterbatasan mobilitas karena terpasang

drainase dan kateter. Klien mengatakan tidak ada yang dirasakan oleh klien selain nyeri

pada luka operasi.

4. Riwayat Operasi (prostatektomi)

Klien dioperasi tanggal 30 juni 2008, dengan tindakan operasi protatektomi, jenis

anatesi; regional, operasi dipimpin oleh Dr. Sumanti, berlangsung selama 2 jam. Pada

jam 20.00 wita, selesai operasi, klien dipindahkan keruangan Lukas untuk pemulihan

dan mendapat perawatan lanjutan.

5. Riwayat Kesehatan Lalu

Klien mengatakan, selain penyakit yang saat ini diderita oleh klien, klien tidak

menderita penyakit lain. Klien pernah masuk rumah sakit sebelumnya karena penyakit

cacing tambang, dan dirawat di RSU Bethesda Tomohon, namun klien lupa, waktunya,

karena menurut klien itu sudah lama terjadinya.

6. Riwayat Kesehatan Keluarga

19

Page 20: ASKEP BPH

Klien mengatakan, diantara keluarga klien (orang tua dan saudara-saudara klien),

tidak ada yang menderita penyakit yang seperti klien derita saat ini. Klien juga

mengatakan diantara keluarga tidak ada yang menderita penyakit kronis/ menahun

seperti penyakit jantung, paru-paru, hipertensi, atau diabetes mellitus.

C. Riwayat Psiko-Sosial

1. Psikososial

Klien tampak tenang, klien mengatakan tidak takut lagi, karena sudah dioperasi.

Klien mengatakan sebelum operasi, klien meras takut karena baru kali pertama

dioperasi, namun setelah operasi, klien sudah tidak takut lagi, klien sangat kooperatif,

menerima perawat dengan baik, dan menjawab pertanyaan sesuai dengan yang

ditanyakan.

2. Sosial

Tampak, klien mempunyai hubungan yang baik dengan istri dan anak-anaknya.

Klien mengatakan selama sakit, istri klien selalu menemani dan anak-anaknya juga

selalu mengunjungi dan menjaga klien. Hubungan dengan orang disekitar tempat

tinggal klien, baik. Klien mengatakan saat dirumah sakit, tetangga dan kerabatnya

sering datang mengunjungi klien.

D. Riwayat Spiritual

Klien menganut agama Kristen protestan. Klien yakin dengan agama dan

kepercayaan yang dianutnya. Klien mengatakan rajin ke ibadah, baik hari minggu atau

ibadah-ibadah kolom di jemaat. Klien juga percaya akan kesembuhan penyakitnya.

E. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum Klien

Klien terbaring diatas tempat tidur, pergerakan terbatas, ekspresi wajah meringis

menahan sakit. Kesadaran compos mentis (GCS 15), penampilan klien sesuai usia klien

(68 tahun), wajah sedikit keriput, kebersihan cukup, terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20

tts/ m di ekstremitas kiri atas, terpasang kateter urine, terpasang drainase pada luka

operasi, pernapasan spontan tanpa kanule O2. Klien bersikap kooperatif, menjawab

pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan.

2. Tanda-tanda Vital

Suhu badan : 37, 2 ºC Pernapasan : spontan, 20 x/ menit

20

Page 21: ASKEP BPH

Nadi : 74 x/ menit Tekanan darah : 120/ 80 mmHg

3. Sistem Perkemihan

a. Tidak ada odema palpebra

b. Tidak ada moon face

c. Tidak ada odema anasarka

d. Klien menggunakan kateter urine (volume urine 10 jam; 1200 cc)

F. Pola kebiasaan sehari-hari.

1. Nutrisi/ cairan

a. sebelum sakit : - Makan 3x/ hari, jenis; nasi, ikan, sayur, klien tidak terlalu suka

makan buah.

- Minum 7-8 gelas/ hari. Jenis; air putih, teh, kopi.

b. saat pengkajian :- Nafsu makan baik, klien makan bubur, sayur, dan ikan. Saat dikaji,

pada jam 08.00, klien makan bubur ± 100 cc dan air minum ± 200

cc. pada jam 12.00 klien makan bubur, ikan, sayur. Porsi makan

tidak dihabiskan. Makan dibantu oleh keluarga/ istri dan perawat.

- Minum: sejak pagi jam 06.00, klien minum ± 800 cc

2. Istirahat dan Tidur

a. sebelum sakit : - Malam 7-8 jam/ hari.

- Siang, ± 1 jam (tidak setiap hari)

b. saat pengakajian :- Malam ± 7-8/ hari

- Siang ± 2-3 jam/ hari

3. Eliminasi

a. sebelum sakit : BAB; klien biasa BAB ± 2 hari sekali, konsistensi padat, warna

kuning.

BAK; klien mengatakan sulit BAK, dan jika BAK, hanya sedikit-

sedikit. Saat memeriksakan diri pada bulan April, klien

didiagnosa oleh dokter, menderita BPH.

b. saat pengakjian : BAB; sudah 2 hari belum BAB

BAK; menggunakan kateter urine,(volume urine 10 jam: 1200cc).

4. Personal Hygiene

a. sebelum sakit : Mandi 1-2 x/ hari, cuci rambut, sikat gigi, ganti baju sesuai

kebutuhan.

21

Page 22: ASKEP BPH

b. saat pengkajian : Klien dibersihkan tubuhnya setiap hari 2 x (pagi dan sore). Tubuh

dibersihkan menggunakan kain basah.

5. Aktifitas dan Olahraga

a. sebelum sakit :Klien melakukan pekerjaannya sebagai petani. Olahraga kadang-

kadang.

b. saat pengkajian : Klien tampak terbaring diatas tempat tidur, aktifitas terbatas

karena nyeri dan terpasangnya alat-alat invasif, aktifitas dibantu

oleh keluarga dan perawat.

6. Ketergantungan

a. rokok : klien mengatakan sudah ± 2 tahun berhenti merokok

b. alkohol : klien mengatakan sudah ± 2 tahun, berhenti minum alcohol.

c. obat : tidak ada.

G. Pemeriksaan Penunjang.

1. Tanda Vital

Suhu badan : 37, 2 ºC Pernapasan : spontan, 20 x/ menit

Nadi : 74 x/ menit Tekanan darah: 120/80 mmHg

2. Pemerikasaan Penunjang

a. Laboratorium tanggal 26/ 6 – 2008

- ureum : 18, 9 mg/dl (normal: 10 0 50 mg/ dl)

- Creatinin: 1,3 mg/ dl (normal: 0,5 – 1,1 mg/dl)

- HGB : 12, 7 g/dl (normal: 14 – 18 g/100 ml)

- HCT : 34,4 L % (normal: 42 % - 51%)

- MCV : 79, 1 L fl (normal: 80 – 95 fl)

- MCH : 29, 2 Pg (normal: 27 – 31 Pg)

- McHc : 36, 9 H g/dl (normal: 32 % - 36 % atau g/100ml)

- Hematologi Lengkap;

> LED : 50

> Hb : 12, 7

> HT : 34, 4

> Leuko : 11.000

> Hitung jenis leuko : - N. segmen : 66

- Limfosit : 31

- monosit : 3

22

Page 23: ASKEP BPH

b. Pemeriksaan EKG, tanggal 26/ 6 – 2008

- irama : regular

- HR : 60 – 80 (sinus ritme)

- PR Interval : 0, 10

- QRS Complex : 0, 06

- ST segmen : ST elevasi II, III, AVF (inferior)

- AXIS : 55 – 60 º

c. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 27/ 6 – 2008

- GOT-AST :13, 3 u/l

- GPT : 9 u/l

H. Terapi Medis.

1. tradyl/ Rolac : drips/ 8 jam (13.30 - 21.30 – 05.30)

2. Actacef : 2 x 1 gr / IV (10.30 – 22.30)

3. Kalnex : 3 x 1 am/ IV (13.30 – 21.30 – 05.30)

II. Analis Data Askep BPH:

No. Data Etiologi Masalah

1 DS:

- Klien mengatakan

nyeri daerah luka

operasi.

- Klien mengatakan

nyeri pada skala

sedang (skala 1 – 5)

- Klien mengatakan

takut menggerakan

badan karena nyeri

DO:

- klien tampak sedikit

meringis karena

nyeri pada luka

operasi

- skala nyeri 3 (nyeri

Prostatektomi

Terputusnya kontinuitas

jaringan

Merangsang serabut-serabut

saraf sensorik

Rangsangan dihantar ke

talamus

Impuls disebarkan ke korteks

sensorik didalam talamus

Nyeri akut

Nyeri akut

23

Page 24: ASKEP BPH

sedang)

- tampak luka operasi

terbungkus perban,

panjang luka kira-

kira 16 cm

- perban pembungus

luka, tampak basah

2. DS:

- Klien mengeluh nyeri

saat BAK dan sulit BAK

DO:

- BAK klien hanya

sedikit-sedikit.

- terpasang kateter urine 9

vol; 10 jam adalah 1200

cc)

Tekanan intavesikal

Hipertropi otot detrusor dan

buli-buli

Gangguan miksi

Retensi urine

Retensi urine

3. DS:

- klien mengatakan

takut menggerakan

badan karena nyeri

- klien mengatakan

tidak dapat makan

tanpa dibantu

keluarga atau

perawat

- klien mengatakan

membersihkan badan

dibantu oleh perawat

DO:

- klien tampak sedikit

meringis karena nyeri

pada luka operasi

- terpasang kateter

Prostatektomi

kateterisasi, drainase, IVFD

pembatasan aktivitas

tirah baring

gangguan mobilitas fisik

Gangguan mobilitas

fisik

24

Page 25: ASKEP BPH

urine 9 vol; 10 jam

adalah 1200 cc)

- terpasang drainase

pada luka operasi

- terpasang IVFD

NaCl 0,9 %, 20 tts/

menit, di tangan kiri

- klien tampak

terbaring di atas

tempat tidur

- aktifitas sehari-hari

dibantu oleh perawat

dan keluarga

- pergerakan terbatas.

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan luka operasi prostatektomi.

2. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan intravesikal.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terpasangnya alat-alat

invasive.

IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

No.

Dx

Tujuan Intervensi Rasional

1. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 2 x 24 jam nyeri

pasien terkontrol

1. Observasi

keadaan umum

(nyeri dan TTV).

2. Ajarkan

teknik distraksi

dan relaksasi.

3. Beri edukasi

tentang

penyebab nyeri

1. Mengetahui

keadaan umum

pasien dan yingkat

nyeri pasien.

2. Tehnik distraksi

relaksasi berfungsi

dalam mengalikan

fokus nyeri pasien.

3. Pemberian

25

Page 26: ASKEP BPH

dan antisipasi.

4. Kolaborasi

dalam

pemberian

analgetik.

edukasi pada pasien

berfungsi untuk

mengurangi

kecemasan pasien

terhadap

kondisinya.

4. Analgetik dapat

mengurangi nyeri

pada dislokasi.

2. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan 1

x 24 jam retensi urine

pasien teratasi.

Kriteria hasil:

- Pasien

mempertahankan

kaseimbangan

intake dan output.

- Menghindari

distensi kandung

kemih.

- Tidak ada spasmae

bladder

1. Pantau intake

dan output

pasien.

2. Instruksikan

pada pasien

dan keluarga

untuk mencatat

output.

3. Kateterisasi jika

perlu.

4. Dorong intake

cairan yang

banyak

(2500cc/hari)

kecuali jika ada

kontraindikasi

5. Bila mengalami

implikasi fekal,

atasi implikasi

dan lakukan

redimen

defekasi.

1. Pengukuran intake dan

output yang akurat

sangat penting untuk

terapi pengganti cairan

secara benar.

2. Pencatatan output untuk

mengetahui

keseimbangan antara

input dan output.

3. Pemasangan kateter

membantu proses

pengosongan kandung

kemih.

4. Pemberian cairan

2500cc/hari untuk

melembabkan membran

mukosa.

5. Tindakan ini

meningkatkan

kenyamanan dan

mencegah hilangnya

tonus otot rektal akubat

distensi yang lama.

3. Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Menunjukkan

26

Page 27: ASKEP BPH

tindakan keperawatan

selama 2 x 24 jam

gangguan mobilitas fisik

teratasi.

Kriteria hasil:

- Klien mngatakan

dapat melakukan

pergerakan

dengan bebas.

- Gerakan pasien

terkoordinir.

- Klien dapat

melakukan

aktivitas secara

mandiri.

keadaan umum

(tingkat

mobilitas dan

kekuatan otot).

2. Ajarkan

ROM exercise.

3. Pengaturan

posisi.

4. Berikan

bantuan

perawatan diri:

berpindah.

5. Berikan HE

tentang latihan

fisik.

6. Kolaborasi

dengan ahli

fisioterapi dalam

memberikan

terapi yang

tepat.

tingkat mobilisasi

pasien dan

menentukan

intervensi

selanjutnya.

2. Mempertahanka

n atau

meningkatkan

kekuatan dan

ketahanan otot.

3. Meningkatkan

kesejahteraan

fisiologis dan

psikologis.

4. Membantu

individu mengubah

posisi tubuhnya.

5. Mengubah

persepsi pasien

terhadap latihan

fisik.

6. Mengembalikan

posisi tubuh

autonom dan

volunter selama

pengobatan dan

pemulihan dari

posisi sakit atau

cedera.

27

Page 28: ASKEP BPH

BAB IV

PENUTUP

3.1.    Kesimpulan

Dari makalah di atas kami dapat menyimpulkan bahwa :

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar

prostate membesar, memanjang ke depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran

keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydrouretes. Etiologi BPH belum

diketahui secara pasti. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien BPH sebagai

berikut: retensi urine, kurangnya atau lemahnya pancaran kencing, frekuensi kencing

bertambah terutama malam hari dan terasa panas, nyeri saat miksi. Pengobatan yang

dilakukan seperti pengobatan konservatif dan operatif.

3.2.    Saran

1. Setelah pasien pulang dari rumah sakit disarankan latihan berat, mengangkat berat dan

seksual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah di rumah

2. Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi

3. Menganjurkan memakan makanan yang berserat agar feces lembek

28

Page 29: ASKEP BPH

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. J., 2000, Buku Saku Pathofisiologi, Editor Endah P., EGC, Jakarta.

Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., 1999, Rencana Asuhan

Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,

Edisi 3, AlihBahasa I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati, EGC, Jakarta.

Engram, B, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Lab / UPF  Ilmu  Bedah, 1994.  Pedoman  Diagnosis  Dan  Terapi. Surabaya, Fakultas 

Kedokteran  Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita SelektaKedokteran, Edisi Jilid 2, Media Aesculapius,

Jakarta.

Purnomo, B. B., 2000, Dasar-dasar Urologi, CV Info Medika, Jakarta

Sjamsuhidajat, R., & de Jong, W., 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

29