askep bph
DESCRIPTION
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar atau jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).TRANSCRIPT
MAKALAH
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
Oleh kelompok 5
NamaKelompok :
1. NinglindaRohania (10213008)
2. Kiki Okta Firizka (10213013)
3. Yosep P (10213017)
4. SintaFatmala S (10213029)
5. RizkiSetio Budi. A (10213030)
6. Bogas Muhammad Fadhilah F (10213032)
PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN
KEDIRI
2015
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................. 1
DAFTAR ISI.......................................................................................... 2
KATA PENGANTAR .......................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ............................................................... 4
1.2 Rumusan masalah ............................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................... 5
1.4 Manfaat ............................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ............................................................... 6
2.2 Etiologi ............................................................... 6
2.3 Anatomi fisiologi prostat....................................................... 7
2.4 Patofisiologi ............................................................... 8
2.5 Pathway ............................................................... 9
2.6 Manifestasi klinis ............................................................... 11
2.7 Komplikasi ............................................................... 13
2.8 Penatalaksanaan medis.......................................................... 13
2.9 Pemeriksaan penunjang......................................................... 16
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 29
2
KATA PENGANTAR
Assallamuallaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusunan mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas Sistem Perkemihan.
Dalam penyusunan tugas dan materi, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang
penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Benigna Prostat
Hyperplasia, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi.
Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa IIK Bhakti Wiyata
Kediri S1 – Keperawatan. Penyusun sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu kepada dosen pembimbing penyusun meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Wassallamuallaikum Wr. Wb.
Kediri, November 2015
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia
kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi
kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di
inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan
uretra posterior + 2,5 cm.
Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah
inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus
ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra
prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya
pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta
otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase
penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka
destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. Oleh karena itu penting bagi perawat
untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan
keperawatan yang komprehensif pada klien Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) beserta
keluarganya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian BPH ?
2. Etiologi BPH ?
3. Pathofisiologi ?
4. Pathway ?
5. Manifestasi Klinik Komplikasi ?
6. Komplikasi ?
7. Penatalaksanaan medis ?
4
8. Pemeriksaan penunjang ?
9. Asuhan keperawatan BPH ?
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Tujuan Umum
Menambah pengetahuan dan informasi tentang asuhan keperawatan pada kasus
Benigna Prostat Hiperlasi (BPH).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tentang pengertian, etiologi, anatomi fisiologi, patofisiologi dari
Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)
2. Mengetahui tanda dangejala diagnose banding, komplokasi, penatalaksanaan
dari Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)
3. Mengetahui pemeriksaan p[enunjang, asuhan keperawatan dari pengkajian,
diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan dari Benigna
Prostat Hiperlasi (BPH)
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi penyusun
Menambah pengetahuan dan wawasan keperawatan, tinjauan pustaka dari
Benigna Prostat Hiperlasi (BPH)
1.4.2 Bagi pembaca
Menambah pengetahuan dan informasi secara singkat tentang Tinjauan Pustaka
dan Asuhan Keperawatan
1.4.3 Bagi pendidikan
Menambah referensi dan sumber bacaan secara singkat tentang BPH.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Benigne Prostat Hyperplasia
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh
karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar atau
jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF
Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
2.2 Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai sekarang
belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne
Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain :
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan
penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya
hyperplasia stroma
.
6
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan
transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
5. Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit. (Roger Kirby, 1994 :
38).
2.3 Anatomi Dan Fisiologi Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra
posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian
distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut
sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah
kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya
kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari :
1. Jaringan Kelenjar 50 - 70 %
2. Jaringan Stroma (penyangga) (30 – 50 %)
3. Kapsul/Musculer (30 – 50 %)
Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi
untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis
yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar
prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma
yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan
meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses
7
reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang
abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses
reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang
disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.
2.4 Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika
prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra
prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan
intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor
dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang
terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan
struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah
atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor
berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah.
Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan
kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,
kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga
tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia
menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal
(mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari
kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya
retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase
Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi
kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat
dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak
sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak
mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine yang
kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)
8
2.5 Pathway
Peningkatan DHT, ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron,
Interaksi stroma – epitel, Penurunan sel yang mati, Teori stem cell
Pembesaran kelenjar prostat
Penyempitan uretra
BPH
Tekanan intavesikal
Hipertropi otot detrusor dan buli-buli
Gangguan miksi
Prostatektomi kateterisasi, drainase, IVFD
Terputusnya kontinuitas jaringan pembatasan aktivitas
Merangsang serabut-serabut saraf sensorik tirah baring
Rangsangan dihantar ke talamus
Impuls disebarkan ke korteks sensorik didalam talamus
9
Retensi urine
Nyeri akut
Gangguan mobilitas fisik
Up membuka, sp.Eks masih menutup
BPHH P up meningkat
Kontraksi Detrusor meningkat
hipertropi
P Ves > P up P Ves > P up
Fase kompensata Kualitas miksi masih baik
Fase decompensateRetensio urine
Isi bladder 200 – 300 ml.Mulai terangsang ingin kencing
Reseptor Strecth
Saraf otonom PS S2 - 4
Tonus bladder 60 -120 cm H2O (ingin kencing)
Proses Miksi
Fase pengisian
Pves : < 20 cm H2O
Pup : 60 - 100 cm H2O
Fase Ekspulsi :
10
2.6 Manifestasi klinik
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi
dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama
dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing
terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi
retensio urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat
akan merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh
atau dikatakan sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain:
sering miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan
ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :
a) Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.
b) Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak
sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan
menjadi nocturia.
c) Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
d) Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara periodik
(over flow inkontinen).
11
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :
Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin
berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus
mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah
berkemih), retensi urine akut.
Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
a. Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
- Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
- Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
- Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
- Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
- Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
b. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing dahulu
kemudian dipasang kateter.
- Normal : Tidak ada sisa
- Grade I : sisa 0-50 cc
- Grade II : sisa 50-150 cc
- Grade III : sisa > 150 cc
- Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.
12
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin
beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati
prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat
mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000)
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko
urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria.
Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
2.8 Penatalaksanaan medis
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung
pada stadium-stadium dari gambaran klinis
Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan
konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin.
Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak
mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak
dianjurkan untuk pemakaian lama.
Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan
reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat
sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan
13
pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika,
retropubik dan perineal.
Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin
total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau
pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan
dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat
adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti
androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat
dilakukan dengan:
a. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari
alkohol, tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
b. Medikamentosa
1. Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat
memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam
mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor α1a.
Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan
objektif terhadap gejala dan tanda (sing and symptom) BPH pada beberapa pasien.
Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu
paruhnya
2. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)
14
Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan testosteron
menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang
menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan
pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat
(reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala
3. Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase
memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya
ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi
tambahan sedang berlangsung
4. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk
tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa
tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi
belum banyak diuji
c. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal,
infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis
jenis pembedahan:
1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi
atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
2) Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
3) Prostatektomi retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah
melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4) Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum
dan rektum.
5) Prostatektomi retropubis radikal
15
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra
dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.
d. Terapi Invasif Minimal
1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar
prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2) Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
2.9 Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien
dengan BPH adalah :
a. Laboratorium
1). Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
2). Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
b. Pencitraan
1). Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang
menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi
urin.
16
2). IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,
memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
3). Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan
keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
4). Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat
penonjolan prostat ke dalam rektum.
17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Identitas
1). Klien
Nama : Tn. Y. W
Umur : 68 Tahun
Tempat/Tanggal lahir : Lemoh, 20 Januari 1940
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Lemoh, Kec. Tombariri
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Tani
Suku bangsa : Minahasa/ Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Status perkawinan : Kawin
Tgl M R S : 26 Juni 2008
Tgl Operasi : 30 Juni 2008/ jam 18.00 – 20.00 wita
Tgl Pengkajian : 01 Juli 2008/ jam 10.00 wita
Sumber data : Klien dan istri klien serta dari status klien di ruangan
Diagnosa Medis : Post Op. Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)
2). Penanggung Jawab
Nama : Ny. A. B
Umur : 42 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Lemoh, Kec. Tombariri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen Protestan
Hubungan dengan klien: Istri Klien
18
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama/ Alasan Masuk Rumah Sakit
Nyeri saat BAK
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan sudah menderita nyeri BAK dan susah BAK sejak ± 1 tahun,
namun baru diketahui pada bulan April saat klien memeriksakan diri ke rumah sakit
Bethesda. Dokter mendiagnosa klien, BPH dan harus dioperasi, namun kerena belum
memiliki biaya, akhirnya klien belum dioperasi. Selama di rumah (sejak bulan April
samapi bulan juni), klien menggunakan kateter sebagai alat untuk BAK. Klien
mengeluh nyeri saat BAK dan sulit BAK. Setelah memiliki biaya yang cukup, klien
datang kerumah sakit untuk dioperasi. Klien masuk ke rumah sakit tanggal 26 juni
2008, dan dokter merencanakan untuk dioperasi pada tanggal 30 juni 2008.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat pengkajian (tanggal 1 juli 2008), klien sudah dioperasi (tanggal 30 juni 2008,
jam 18.00-20.00 wita). Klien mengatakan nyeri daerah perut bagian bawah/ pada daerah
luka operasi prostatektomi. Klien tampak terbaring diatas tempat tidur, terpasang IVFD
NaCl 0, 9 %, 20 tts/ menit, terpasang pada ektremitas bagian atas kiri, terpasang kateter
urine (volume urine 10 jam: 1200 cc), keadaan umum, klien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis (GCS 15), ada keterbatasan mobilitas karena terpasang
drainase dan kateter. Klien mengatakan tidak ada yang dirasakan oleh klien selain nyeri
pada luka operasi.
4. Riwayat Operasi (prostatektomi)
Klien dioperasi tanggal 30 juni 2008, dengan tindakan operasi protatektomi, jenis
anatesi; regional, operasi dipimpin oleh Dr. Sumanti, berlangsung selama 2 jam. Pada
jam 20.00 wita, selesai operasi, klien dipindahkan keruangan Lukas untuk pemulihan
dan mendapat perawatan lanjutan.
5. Riwayat Kesehatan Lalu
Klien mengatakan, selain penyakit yang saat ini diderita oleh klien, klien tidak
menderita penyakit lain. Klien pernah masuk rumah sakit sebelumnya karena penyakit
cacing tambang, dan dirawat di RSU Bethesda Tomohon, namun klien lupa, waktunya,
karena menurut klien itu sudah lama terjadinya.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
19
Klien mengatakan, diantara keluarga klien (orang tua dan saudara-saudara klien),
tidak ada yang menderita penyakit yang seperti klien derita saat ini. Klien juga
mengatakan diantara keluarga tidak ada yang menderita penyakit kronis/ menahun
seperti penyakit jantung, paru-paru, hipertensi, atau diabetes mellitus.
C. Riwayat Psiko-Sosial
1. Psikososial
Klien tampak tenang, klien mengatakan tidak takut lagi, karena sudah dioperasi.
Klien mengatakan sebelum operasi, klien meras takut karena baru kali pertama
dioperasi, namun setelah operasi, klien sudah tidak takut lagi, klien sangat kooperatif,
menerima perawat dengan baik, dan menjawab pertanyaan sesuai dengan yang
ditanyakan.
2. Sosial
Tampak, klien mempunyai hubungan yang baik dengan istri dan anak-anaknya.
Klien mengatakan selama sakit, istri klien selalu menemani dan anak-anaknya juga
selalu mengunjungi dan menjaga klien. Hubungan dengan orang disekitar tempat
tinggal klien, baik. Klien mengatakan saat dirumah sakit, tetangga dan kerabatnya
sering datang mengunjungi klien.
D. Riwayat Spiritual
Klien menganut agama Kristen protestan. Klien yakin dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya. Klien mengatakan rajin ke ibadah, baik hari minggu atau
ibadah-ibadah kolom di jemaat. Klien juga percaya akan kesembuhan penyakitnya.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Klien
Klien terbaring diatas tempat tidur, pergerakan terbatas, ekspresi wajah meringis
menahan sakit. Kesadaran compos mentis (GCS 15), penampilan klien sesuai usia klien
(68 tahun), wajah sedikit keriput, kebersihan cukup, terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20
tts/ m di ekstremitas kiri atas, terpasang kateter urine, terpasang drainase pada luka
operasi, pernapasan spontan tanpa kanule O2. Klien bersikap kooperatif, menjawab
pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan.
2. Tanda-tanda Vital
Suhu badan : 37, 2 ºC Pernapasan : spontan, 20 x/ menit
20
Nadi : 74 x/ menit Tekanan darah : 120/ 80 mmHg
3. Sistem Perkemihan
a. Tidak ada odema palpebra
b. Tidak ada moon face
c. Tidak ada odema anasarka
d. Klien menggunakan kateter urine (volume urine 10 jam; 1200 cc)
F. Pola kebiasaan sehari-hari.
1. Nutrisi/ cairan
a. sebelum sakit : - Makan 3x/ hari, jenis; nasi, ikan, sayur, klien tidak terlalu suka
makan buah.
- Minum 7-8 gelas/ hari. Jenis; air putih, teh, kopi.
b. saat pengkajian :- Nafsu makan baik, klien makan bubur, sayur, dan ikan. Saat dikaji,
pada jam 08.00, klien makan bubur ± 100 cc dan air minum ± 200
cc. pada jam 12.00 klien makan bubur, ikan, sayur. Porsi makan
tidak dihabiskan. Makan dibantu oleh keluarga/ istri dan perawat.
- Minum: sejak pagi jam 06.00, klien minum ± 800 cc
2. Istirahat dan Tidur
a. sebelum sakit : - Malam 7-8 jam/ hari.
- Siang, ± 1 jam (tidak setiap hari)
b. saat pengakajian :- Malam ± 7-8/ hari
- Siang ± 2-3 jam/ hari
3. Eliminasi
a. sebelum sakit : BAB; klien biasa BAB ± 2 hari sekali, konsistensi padat, warna
kuning.
BAK; klien mengatakan sulit BAK, dan jika BAK, hanya sedikit-
sedikit. Saat memeriksakan diri pada bulan April, klien
didiagnosa oleh dokter, menderita BPH.
b. saat pengakjian : BAB; sudah 2 hari belum BAB
BAK; menggunakan kateter urine,(volume urine 10 jam: 1200cc).
4. Personal Hygiene
a. sebelum sakit : Mandi 1-2 x/ hari, cuci rambut, sikat gigi, ganti baju sesuai
kebutuhan.
21
b. saat pengkajian : Klien dibersihkan tubuhnya setiap hari 2 x (pagi dan sore). Tubuh
dibersihkan menggunakan kain basah.
5. Aktifitas dan Olahraga
a. sebelum sakit :Klien melakukan pekerjaannya sebagai petani. Olahraga kadang-
kadang.
b. saat pengkajian : Klien tampak terbaring diatas tempat tidur, aktifitas terbatas
karena nyeri dan terpasangnya alat-alat invasif, aktifitas dibantu
oleh keluarga dan perawat.
6. Ketergantungan
a. rokok : klien mengatakan sudah ± 2 tahun berhenti merokok
b. alkohol : klien mengatakan sudah ± 2 tahun, berhenti minum alcohol.
c. obat : tidak ada.
G. Pemeriksaan Penunjang.
1. Tanda Vital
Suhu badan : 37, 2 ºC Pernapasan : spontan, 20 x/ menit
Nadi : 74 x/ menit Tekanan darah: 120/80 mmHg
2. Pemerikasaan Penunjang
a. Laboratorium tanggal 26/ 6 – 2008
- ureum : 18, 9 mg/dl (normal: 10 0 50 mg/ dl)
- Creatinin: 1,3 mg/ dl (normal: 0,5 – 1,1 mg/dl)
- HGB : 12, 7 g/dl (normal: 14 – 18 g/100 ml)
- HCT : 34,4 L % (normal: 42 % - 51%)
- MCV : 79, 1 L fl (normal: 80 – 95 fl)
- MCH : 29, 2 Pg (normal: 27 – 31 Pg)
- McHc : 36, 9 H g/dl (normal: 32 % - 36 % atau g/100ml)
- Hematologi Lengkap;
> LED : 50
> Hb : 12, 7
> HT : 34, 4
> Leuko : 11.000
> Hitung jenis leuko : - N. segmen : 66
- Limfosit : 31
- monosit : 3
22
b. Pemeriksaan EKG, tanggal 26/ 6 – 2008
- irama : regular
- HR : 60 – 80 (sinus ritme)
- PR Interval : 0, 10
- QRS Complex : 0, 06
- ST segmen : ST elevasi II, III, AVF (inferior)
- AXIS : 55 – 60 º
c. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 27/ 6 – 2008
- GOT-AST :13, 3 u/l
- GPT : 9 u/l
H. Terapi Medis.
1. tradyl/ Rolac : drips/ 8 jam (13.30 - 21.30 – 05.30)
2. Actacef : 2 x 1 gr / IV (10.30 – 22.30)
3. Kalnex : 3 x 1 am/ IV (13.30 – 21.30 – 05.30)
II. Analis Data Askep BPH:
No. Data Etiologi Masalah
1 DS:
- Klien mengatakan
nyeri daerah luka
operasi.
- Klien mengatakan
nyeri pada skala
sedang (skala 1 – 5)
- Klien mengatakan
takut menggerakan
badan karena nyeri
DO:
- klien tampak sedikit
meringis karena
nyeri pada luka
operasi
- skala nyeri 3 (nyeri
Prostatektomi
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Merangsang serabut-serabut
saraf sensorik
Rangsangan dihantar ke
talamus
Impuls disebarkan ke korteks
sensorik didalam talamus
Nyeri akut
Nyeri akut
23
sedang)
- tampak luka operasi
terbungkus perban,
panjang luka kira-
kira 16 cm
- perban pembungus
luka, tampak basah
2. DS:
- Klien mengeluh nyeri
saat BAK dan sulit BAK
DO:
- BAK klien hanya
sedikit-sedikit.
- terpasang kateter urine 9
vol; 10 jam adalah 1200
cc)
Tekanan intavesikal
Hipertropi otot detrusor dan
buli-buli
Gangguan miksi
Retensi urine
Retensi urine
3. DS:
- klien mengatakan
takut menggerakan
badan karena nyeri
- klien mengatakan
tidak dapat makan
tanpa dibantu
keluarga atau
perawat
- klien mengatakan
membersihkan badan
dibantu oleh perawat
DO:
- klien tampak sedikit
meringis karena nyeri
pada luka operasi
- terpasang kateter
Prostatektomi
kateterisasi, drainase, IVFD
pembatasan aktivitas
tirah baring
gangguan mobilitas fisik
Gangguan mobilitas
fisik
24
urine 9 vol; 10 jam
adalah 1200 cc)
- terpasang drainase
pada luka operasi
- terpasang IVFD
NaCl 0,9 %, 20 tts/
menit, di tangan kiri
- klien tampak
terbaring di atas
tempat tidur
- aktifitas sehari-hari
dibantu oleh perawat
dan keluarga
- pergerakan terbatas.
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka operasi prostatektomi.
2. Retensi urine berhubungan dengan peningkatan tekanan intravesikal.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan terpasangnya alat-alat
invasive.
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Dx
Tujuan Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam nyeri
pasien terkontrol
1. Observasi
keadaan umum
(nyeri dan TTV).
2. Ajarkan
teknik distraksi
dan relaksasi.
3. Beri edukasi
tentang
penyebab nyeri
1. Mengetahui
keadaan umum
pasien dan yingkat
nyeri pasien.
2. Tehnik distraksi
relaksasi berfungsi
dalam mengalikan
fokus nyeri pasien.
3. Pemberian
25
dan antisipasi.
4. Kolaborasi
dalam
pemberian
analgetik.
edukasi pada pasien
berfungsi untuk
mengurangi
kecemasan pasien
terhadap
kondisinya.
4. Analgetik dapat
mengurangi nyeri
pada dislokasi.
2. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1
x 24 jam retensi urine
pasien teratasi.
Kriteria hasil:
- Pasien
mempertahankan
kaseimbangan
intake dan output.
- Menghindari
distensi kandung
kemih.
- Tidak ada spasmae
bladder
1. Pantau intake
dan output
pasien.
2. Instruksikan
pada pasien
dan keluarga
untuk mencatat
output.
3. Kateterisasi jika
perlu.
4. Dorong intake
cairan yang
banyak
(2500cc/hari)
kecuali jika ada
kontraindikasi
5. Bila mengalami
implikasi fekal,
atasi implikasi
dan lakukan
redimen
defekasi.
1. Pengukuran intake dan
output yang akurat
sangat penting untuk
terapi pengganti cairan
secara benar.
2. Pencatatan output untuk
mengetahui
keseimbangan antara
input dan output.
3. Pemasangan kateter
membantu proses
pengosongan kandung
kemih.
4. Pemberian cairan
2500cc/hari untuk
melembabkan membran
mukosa.
5. Tindakan ini
meningkatkan
kenyamanan dan
mencegah hilangnya
tonus otot rektal akubat
distensi yang lama.
3. Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Menunjukkan
26
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam
gangguan mobilitas fisik
teratasi.
Kriteria hasil:
- Klien mngatakan
dapat melakukan
pergerakan
dengan bebas.
- Gerakan pasien
terkoordinir.
- Klien dapat
melakukan
aktivitas secara
mandiri.
keadaan umum
(tingkat
mobilitas dan
kekuatan otot).
2. Ajarkan
ROM exercise.
3. Pengaturan
posisi.
4. Berikan
bantuan
perawatan diri:
berpindah.
5. Berikan HE
tentang latihan
fisik.
6. Kolaborasi
dengan ahli
fisioterapi dalam
memberikan
terapi yang
tepat.
tingkat mobilisasi
pasien dan
menentukan
intervensi
selanjutnya.
2. Mempertahanka
n atau
meningkatkan
kekuatan dan
ketahanan otot.
3. Meningkatkan
kesejahteraan
fisiologis dan
psikologis.
4. Membantu
individu mengubah
posisi tubuhnya.
5. Mengubah
persepsi pasien
terhadap latihan
fisik.
6. Mengembalikan
posisi tubuh
autonom dan
volunter selama
pengobatan dan
pemulihan dari
posisi sakit atau
cedera.
27
BAB IV
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari makalah di atas kami dapat menyimpulkan bahwa :
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar
prostate membesar, memanjang ke depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydrouretes. Etiologi BPH belum
diketahui secara pasti. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien BPH sebagai
berikut: retensi urine, kurangnya atau lemahnya pancaran kencing, frekuensi kencing
bertambah terutama malam hari dan terasa panas, nyeri saat miksi. Pengobatan yang
dilakukan seperti pengobatan konservatif dan operatif.
3.2. Saran
1. Setelah pasien pulang dari rumah sakit disarankan latihan berat, mengangkat berat dan
seksual intercourse dihindari selama 3 minggu setelah di rumah
2. Menganjurkan banyak minum untuk mencegah statis dan infeksi
3. Menganjurkan memakan makanan yang berserat agar feces lembek
28
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J., 2000, Buku Saku Pathofisiologi, Editor Endah P., EGC, Jakarta.
Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., 1999, Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Edisi 3, AlihBahasa I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati, EGC, Jakarta.
Engram, B, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita SelektaKedokteran, Edisi Jilid 2, Media Aesculapius,
Jakarta.
Purnomo, B. B., 2000, Dasar-dasar Urologi, CV Info Medika, Jakarta
Sjamsuhidajat, R., & de Jong, W., 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta
29