asi, hukum radha dan saudara sepersusuan

22
HUKUM RADHA’ DAN ASI EKSKLUSIF SERTA MANFAATNYA Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Kesehatan Anggota Kelompok Fatikhatul Mabruroh 1113101000020 Riska Ayu Handayani 1113101000023 Chairunnisa Nurlaili 1113101000027 Pengajar Prof. DR. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN 1

Upload: fatih

Post on 29-Sep-2015

12 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penjelasan mengenai ASI, saudara sepersusuan atau radha dengan perkawinan serta kacaunya nasab (garis keturunan karena saudara sepersusuan.

TRANSCRIPT

HUKUM RADHA DAN ASI EKSKLUSIF SERTA MANFAATNYA

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Fiqih Kesehatan

Anggota KelompokFatikhatul Mabruroh1113101000020

Riska Ayu Handayani1113101000023

Chairunnisa Nurlaili1113101000027PengajarProf. DR. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA

KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

20141. Pendahuluan

ASI atau air susu ibu adalah kebutuhan yang pokok bagi bayi khususnya bayi yang baru lahir. Karena fisiologi dan anatomi organ tubuh yang belum siap menghadapi lingkungan luar sehingga diperlukan makanan khusus yang hampir hanya bisa didapat dari payudara ibu. ASI yang diberikan oleh ibu kepada bayinya akan menjadi perisai bagi mikroba patogen. Ketika dilahirkan bayi tidak cukup dibekali cadangan vitamin ataupun mineral lain bahkan imunoglobulin. Organ neonatus masih steril dari flora normal tubuh, ketika ASI sudah memasuki organ khususnya usus neonatus akan tumbuh flora normal yang mampu mensintesis berbagai macam vitamin seperti vitamin B-kompleks dan vitamin K.

Seiring berkembangnya teknologi, semakin maju suatu negara semakin menurun penggunaan ASI. Seperti yang terjadi di Amerika, pada permulaan abad ke-20, kira-kira 71% bayi mendapat air susu ibu sampai usia kurang lebih 6 bulan, sedangkan tahun 1971 angka menurun menjadi 25 % pada ibu-ibu dengan sosio-ekonomi sedang dan 5 % pada ibu-ibu sosio-ekonomi baik. Di Singapura pada tahun 1951 ibu-ibu dengan sosio-ekonomi sedang dan baik, 48 % bayi yang mendapat air susu ibu, sedangkan pada golongan sosio-ekonomi rendah 71 % . Pada tahun 1961, angka tersebut merosot menjadi masing-masing 8 % dan 42 %.

Fakta tersebut menjadi faktor timbulnya bank ASI yang berakibat pada rancunya nasab atau hubungan mahram antara satu manusia dengan yang lain. Karena adanya ketidaktahuan antara mahram, sesama saudara sepersusuan menikah yang mana pernikahan tersebut berhukum haram dan berdampak pada keturunannya.2. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung berbagai zat gizi dan antibodi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan. Bagi bayi, khusunya dalam rentang usia 0-6 bulan dan inilah yang disebut sebagai ASi eksklusif dimana bayi belum mendapatkan makanan selain ASI walaupun hanya sekedar air putih, sangat penting bagi kesehatan terutama dalam hal nutisi dan imun tubuh. ASI adalah makanan utama sekaligus makanan paling sempurna. Komposisi gizinya sangat pas untuk mendukung proses tumbuh kembang bayi.

Kebaikan air susu ibu dibandingkan dengan susu kaleng tidak perlu disangsikan lagi, selain karena kehiegienisan, air susu ibu juga memiliki suhu yang tepat untuk si bayi. Kebaikan yang lainnya antara lain: 1. steril, aman dari pencemaran kuman

2. produksi sesuai dengan kebutuhan bayi3. mengandung antibodi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dan virus

4. bahaya alergi tidak ada.

Selain itu air susu ibu juga baik untuk anak maupun ibu yaitu untuk perkembangan hubungan ibu dan bayi yaitu:

1. dengan menyusui terjalin hubungan yang lebih erat antara bayi dan ibunya karena secara alami dengan adanya kontak kulit, bayi merasa aman. Hal ini penting demi perkembangan psikis dan emosi bayi

2. dengan menyusui menyebabkan uterus berkontraksi sehingga pengembalian uterus ke keadaan fidiologis semula lebih cepat

3. perdarahan setelah melahirkan tipe lambat berkurang

4. dengan menyusui akan mengurangi kemungkinan menderita kanker payudara pada masa mendatang

5. dengan menyusui kesuburan ibu akan berkurang untuk beberapa bulan sehingga membantu keluarga berencana. 3. Kandungan Air Susu Ibu

Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara. Kolostrum memiliki kandungan gizi yang sangat baik bagi tubuh. Bahkan kandung an zat gizi kolostrum lebih besar dari ASI matur (ASI setelah hari ke-10). Kandungan zat gizi lain dari ASI antara lain:

a. Protein dalam ASI

ASI mengandung asam amino esensiil taurin yang tinggi, sangat penting untuk pertumbuhan retina dan konjugasi bilirubin. Protein mengandung sistin yang berperan penting dalam pertumbuhan otak bayi.

b. Karbohidrat dalam ASI

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Laktosa diubah menjadi asam laktat yang berperan untuk memberikan suasana asam pada usus bayi. Suasana asam tersebut berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri, memacu pertumbuhan mikroorganisme untuk produksi asam organik dan sintesis protein, mempermudah absorpsi mineral.

c. Lemak dalam ASI

Lemak merupakan sumber kalori utama bagi bayi dan sumber vitamn larut lemak (vitamin A, D, E, K) dan sumber asam lemak esensiil. Asam lemak berperan dalam perkembangan sel otak.

d. Mineral dan Vitamin dalam ASI

ASI memiliki mineral dan vitamin yang lengkap. Zat besi dan kalsium stabil. Mineral seperti tembaga, besi, mangan, berperan sebagai bahan pembuat darah. Mineral seperti kalsium dan fosfor yang berperan sebagai bahan pembentuk tulang.

e. Air dalam ASI

ASI mengandung 88% air, yang berguna untuk melarutkan zat yang ada di dalam tubuh dan dapat meredakan rangsangan haus pada bayi.Bandingkan dengan pemakaian susu formula dalam botol yang banyak terjadi di daerah perkotaan, banyak ibu yang memberikan susu botol atau susu formula kepada bayinya. Berbagai faktor mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI pada bayi. Bayi yang dilahirkan dirumah sakit pun terkadang diberi susu formula pengganti ASI, sehingga daerah perkotaan menganggap susu formula tidak berbahaya untuk bayinya.

Faktanya di daerah pedesaan yang memiliki pengadaan air yang kurang steril bahkan buruk, telah meningkatkan angka penyakit diare pada bayi. Tidak hanya itu, pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat pedesaan yang mayoritasnya adalah kurang, menyebabkan terjadinya banyak kesalahan dalam penakaran susu formula yang dapat mengakibatkan bayi terkena penyakit marasmus. Selain itu, penggunaan botol susu dapat menjadi sumber penyakit bagi bayi apabila kurang steril, dan apabila bayi sering meminum susu botol maka akan mengakibatkan obesitas.

4. Radhaah dan hukumnyaDalam islam setiap masalah diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada setitik pun yang tertinggal, walaupun pada faktanya sampai sekarang terdapat banyak perbedaan pendapat di antara para ulama yang masing-masing memiliki dalil naqli yang dikutip dari Al-quran dan hadits. Dalam islam perbedaan ini merupakan rahmat sebagai kekayaan ilmu pengetahuan yang menyebabkan setiap orang masih harus berpikir tanpa adanya tunduk patuh tidak disertai dasar.

Begitu pula masalah menyusui dalam islam bukanlah hal kecil yang bisa luput dari penglihatan. Menyusui dalam islam adalah radhaah baik menyusu pada manusia maupun hewan, akan tetapi dalam masalah fikih hanya dipakai pada manusia. Ulama fikih mendefinisikan radhaah sebagai masuknya air susu ibu ke dalam perut anak yang usianya kurang dari dua tahun. Ketika anak masih di bawah dua tahun, anak tersebut sangat membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan otak, tulang dan organ lainnya. ASI ini merupakan makanan kompleks yang dapat mencukupi sebagian besar kebutuhan tersebut. Dan anak yang menyusu pada seorang ibu atau wanita lain, maka telah mengalir dalam tubuh anak tersebut bagian tubuh dari ibu atau wanita lain tersebut. Pada zaman Rasulullah SAW lahir, bunda aminah menyerahkan Rasulullah kepada Halimah Sadiyah seorang wanita Badui untuk disusukan. Hal ini menunjukkan bahwa menyusukan kepada wanita lain bukanlah hal yang dilarang. Jauh sebelum Rasulullah SAW lahir pada masa Firaun memerintahkan untuk membunuh semua bayi yang lahir khususnya bayi laki-laki, maka bunda Musa mengahanyutkan bayi mungilnya ke sungai Nil dan atas izin Allah SWT istri Firaun menemukannya dan mengambilnya. Maka sejak itulah bunda Musa berpisah dan tidak dapat mengasuh bayi musa secara langsung. Dan bunda Musa memiliki ide atas izin Allah agar ikatan darah tersebut tidak terlupakan begitu saja, maka bunda Musa mengajukan diri sebagai ibu susuan bagi Musa.

Ulama fikih menetapkan rukun radhaah ada tiga, yaitu anak yang menyusu, ibu yang menyusui dan kadar ASI. 1. Anak yang berhak menyusu adalah usia maksimal dua tahun menurut kesepakan ulama fikih. Karena pada usia ini ASI sangat berpengaruh dalam membangun tumbuh kembang anak khususnya pembentukan tulang dan jaringan. Alasannya adalah surat Al-Baqarah (2) ayat 233 Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna...

hadits Rasulullah SAW mengatakan yang artinya Tidak ada penyusuan kecuali dalam batas usia dua tahun (HR. Ad-daruquthni dari Abbas)

Walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa anak di atas dua tahun masih menyusu baik kepada ibu kandung sendiri ataupun wanita selain ibu kandunganya. menurut para ulama anak yang menyusu di atas usia dua tahun tidak berpengaruh pada pertumbuhan tulang dan jaringan, sehingga tidak menyebabkan haram menikah dengan wanita tempat anak tersebut menyusu. Dasarnya adalah surat Al-baqarah ayat 233 di atas yang menyatakan kesempurnaan dalam menyusui. Kemudian dalam suatu riwayat Ibnu Masud bahwa Rasulullah mengatakan susuan yang mengharamkan nikah dengan antara anak yang disusui dengan wanita yang menyusui adalah susuan yang dapat menguatkan tulang dan daging (HR. Abu Dawud). Berbeda dengan pendapat jumhur ulama sebelumnya, mazhab az-Zahiri berpendapat bahwa anak yang sudah berusia di atas dua tahun, apabila masih menyusu kepada seorang wanita, maka anak itu haram menikah dengan wanita tersebut. Alasannya adalah surat an-Nisa (4) ayat 23, Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.Menurut mereka ayat ini tidak menyebutkan usia anak, maka menurut mereka pula anak usia di bawah ataupun di atas dua tahun haram menikah dengan wanita tempat menyusu.

2. Wanita yang menyusui

Wanita yang menyusui ini adalah ibu kandung ataupun wanita lain bukan ibu kandung. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama. Mazhab Maliki berpendapat bahwa hakim berhak memaksa seorang ibu untuk menyusui anaknya, apabila ibu tersebut masih memiliki suami atau dalam masa talak ar-raji, apabila dalam kondisi tersebut maka hakim berhak untuk memaksanya. Berbeda dengan pendapat jumhur ulama bahwa ibu hanya dianjurkan untuk menyusui anaknya, oleh karena itu dalam kasus yang sama hakim tidak berhak untuk memaksanya. Perbedaan bermula dalam memahami surat al-Baqarah ayat 233 yang artinya Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain ,maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut Ulama mazhab Maliki memahami ayat ini sebagai perintah bagi para ibu untuk menyusui anaknya. Pendapat ini mereka dukung dengan potongan dari surat al-Baqarah (2) ayat 233 yang menyatakan Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya Ulama mazhab Maliki memahami ayat ini dengan ibu tidak boleh enggan menyusui anaknya dan membuat ayah bekerja lebih keras untuk menafkahi anaknya, membelikan susu formula yang rata-rata tidak murah. Di samping itu menurut mereka ayah pun tidak boleh melarang istrinya untuk menyusui anaknya. Nafkah yang telah diterima dari suami baik pada ibu yang masih berstatus istri ataupun yang telah ditalak rajI harus dikembalikan dengan cara menyusui anaknya. Sedangkan jumhur ulama memahami ayat tersebut merupakan mandub (anjuran) bukan perkara yang wajib. Selain itu ayat ini merupakan petunjuk bagi suami istri dalam masalah pemyusuhan anak. Pendapat ini mereka dukung dengan firman Allah surat at-Talaq (65) ayat 6, ...... Dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untukm Dianjurkan ibu untuk meyusui anaknya karena susu ibu lebih baik bagi anaknya dan kasih sayang ibu dalam menyusukan anak lebih dalam. Di samping itu menyusukan anak itu merupakan hak bagi ibu dan hak bagi anak pula. Tetapi jika ditinjau lebih lanjut seorang anak mempunyai hak untuk mendapatkan susuan, akan tetapi berbeda bagi ibu. Ibu menyusui anaknya merupakan hak atau bahkan merupakan kewajiban. Untuk lebih lanjut pakar-pakar tafsir dan hukum islam menyatakan sebagai berikut,

Pertama, bahwa ayat 233 surat al-Baqarah yang artinya, Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya meskipun menggunakan redaksi kalimat berita, namun memiliki arti perintah. Ayat tersebut seakan-akan berarti ibu hendaklah menyusui anaknya karena ketentuan Allah yang mewajibkannya

((

Kedua, jika ayat tersebut bermakna perintah maka para pakar tafsir ini berbeda pendapat dalam menentukan bentuk perintah ynag seperti apa. Bentuk mengikat (wajib) atau anjuran yang tidak mengikat. Al-Zamakhsyari, ar-Razi dan al-Alusi menilai bahwa perintah tersebut adalah anjuran (an-nadb). Ibnu al-Arabi dan al-Qurthubi mengatakan bahwa menyusui adalah kewajiban bagi ibu yang masih berstatus istri dari ayah sang anak. Sementara Rasyid Rida menyakan bahwa perintah menyusui dalam ayat tersebut bersifat wajib bagi para ibu tanpa melihat status istri ataupun sudah bukan istri.

Terlepas dari itu semua mayoritas ulama sepakat bahwa para ibu berkewajiban dan karenanya hakim diperbolehkan untuk memaksa ibu untuk menyusui bayinya dalam tiga hal,

a. anak tersebut menolak ASI selain dari ibu

b. tidak ada wanita lain yang bisa menyusui

c. ayah dari anak tersebut tidak memilki biaya sebagai upah untuk wanita lain yang menyusui anaknya.

Khusus untuk mazhab Syafii selain dari ketiga hal di atas ada hal lain yang memperbolehkan hakim untuk memaksa seorang ibu untuk menyusui anaknya adalah betapa penting dan berharganya tetesan pertama ASI atau kolostrum bagi bayi yang keluar beberapa hari pasca persalinan. Di samping itu menyusui adalah hak ibu sehingga para suami tidak berhak untuk melarang istrinya menyusui anaknya. Perihal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam penggalan surat al-Baqarah 233,

Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah menderita karena anaknya (al-Baqarah 2:233)

3. Kadar ASI

Menyusui yang menyebabkan haramnya pernikahan adalah ketika kadar ASI yang diberikan kepada anak oleh ibu memiliki kadar sekian. Ulama banyak berbeda pendapat mengenai banyaknya kadar ASI.

Menurut Daud az-Zahiri menyusui yang mengharamkan pernikahan adalah minimal tiga isapan. Pendapat ini berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa: satu atau dua kali isap tidak mengharamkan (pernikahan) (HR. Ahmad bin Hanbal, Muslim, an-Nasai, at-Tirmizi, dan Ibnu Majah dari Aisyah binti Abu Bakar). Dan hadits lainnya melalui jalur Abdullah bin Zubair, dari Ummu Fadl.

Ulama mazhab Syafii dan Hanbali persusuan yang mengharamkan nikah adalah paling sedikit lima kali isapan, dan dilakukan secara terpisah. Alasan mereka adalah sebuah riwayat dari Aisyah binti Abu Bakar yang menyatakan: Ayat al-Quran pernah turun dalam mengharamkan wanita tempat menyusu itu jika susuan itu mencapai sepuluh kali susuan, kemudian hukum itu dinasakhkan (dibatalkan) menjadi lima kali susuan. Lalu Rasulullah SAW wafat dan hukum lima kali ini tetap berlaku (HR. Muslim, Abu Dawud dan an-Nasai). Dalam haits lain dari Aisyah dikatakan: Susuilah ia (anak kecil) sebanyak lima kali susuan, maka ia akan menjadi anak karena susuan(HR. Malik dan Ahmad bin Hanbal). Sedangkan menurut ulama mazhab Hanafi dan Maliki, kadar susuan yang menajdikan haram pernikahan seorang laki-laki dan perempuan tidak memiliki batasan yang tegas. Alasannya adalah ayat 23 surat an-Nisa.Menurut mereka yang terpenting adalah susu tersebut sampai pada ke perut dan memberikan energi dan pertumbuhan anak.

Syarat-syarat susuan yang mengharamkan nikah:

a. Air susu itu berasal dari susu wanita tertentu, jelas identitasnya baik telah atau sedang bersuami.

b. Air susu tersebut masuk ke dalam kerongkongan anak, baik secara langsung melalui putting payudara maupun botolc. Penyusuan tersebut melalui mulut atau hidung anak (infus). Mazhab Hanbali mengatakan apabila susu dialirkan selain melalui mulut atau hidung maka tidak menyebabkan haramnya nikah. Sedangkan mazhab Maliki dengan cara apapun tetap hukumnya haram untuk menikah.d. Menurut mazhab Hanafi dan Maliki air susu harus murni dan tidak bercampur dengan yang lain. Dan apabila bercampur dengan yang lain harus diteliti terlebih dahulu mana yang lebih dominan, jika yang lebih dominan adalah susu maka dapat mengharamkan pernikahan. Berbeda dengan mazhab Syafii dan Hanbali yang menganggap susu yang dicampur dengan cairan lainnya sama saja hukumnya dengan air susu murni. Sedangkan dalam kasus pencampuran air susu dua orang wanita atau lebih menurut Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf yang haram dinikahi adalah air susu wanita yang mendominasi dalam cairan tersebut. Akan tetapi jumhur ulama berpendapat seluruh pemilik susu yang dicampur tersebut haram untuk dinikahi.

e. Menurut mazhab fikih yang empat menyusu harus dalam usia dua tahun ke bawah sedangkan Daud az-Zahiri mengatakan bahwa susuan anak yang telah besarpun (di atas dua tahun) mengaharamkan pernikahan.

5. Bank ASIBank ASI muncul kali pertama di Eropa dan Amerika Serikat akibat gerakan emansipasi wanita yang menuntut kesamaan hak antara pria dan wanita. Sehingga banyak wanita yang berkarir dan banyak berada di luar rumah. Di sisi lain para ibu yang memiliki anak kecil khususnya menyadari bahwa ASI jauh lebih baik bila dibandingkan dengan susu formula. Oleh karena itu muncullah inisiatif untuk menampung ASI dengan suatu alat. Dalam masalah ini ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, jumhur ulama wanita boleh menampung dan menjualnya kepada ibu-ibu yang membutuhkan dengan alasan dalil al-Quran surat al-Baqarah ayat 275,

Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan ribaAkan tetapi masalah ini juga harus mengetahui identitas masing-masing wanita.

Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan memperjualbelikan air susu hukumnya makruh sekalipun identitas pemiliknya diketahui. Alasannya adalah ketika Rasulullah SAW ditanya persoalan memperjualbelikan air susu seorang wanita. Ketika itu Rasulullah SAW menjawab: saya membencinya (HR. Ahmad bin Hanbal). Iman Abu Yusuf berpendapat air susu yang boleh diperjualbelikan adalah air susu hamba sahaya karena hamba sahaya bermakna barang yang dapat diperjualbelikan. Walaupun begitu identitas hamba sahaya tersebut harus jelas. Imam Abu Hanifah, Muhammad bin Hanbali dan sebagian ulama mazhab Maliki. Mereka tidak boleh memperjualbelikan air susu yang telah dipisahkan dari asalnya (payudara), karena menurut mereka air susu tersebut hukumnya sama seperti bangkai. Dan dalam islam melarang memperjualbelikan dan memanfaatkan bangkai.

Jika pendapat tersebut dihubungkan dengan Bank ASI yang telah berkembang saat ini maka Abdus Salam Abdur Rahim as-Sakari (ahli fikih Mesir) adalah mensyaratkan adanya identitas wanita pemberi ASi secara jelas. Karena dengan adanya identitas yang jelas tersebut dapat menghindarkan dari pernikahan saudara sepersusuan yang hukumnya sama saja dengan menikahi saudara sekandung, dan hal ini tidak diperbolehkan. Apabila Bank ASI ini melakukan kontrol dengan tepat dan teliti maka hal ini dapat sejalan dengan pendapat jumhur ulama. Akan tetapi menurut as-Sakari Bank ASI yang ada saat ini tidak melakukan kontrol secara ketat sehingga identitas wanita pemberi ASI tersebut tidak diketahui dengan jelas yang nantinya dikhawatirkan dapat mengakibatkan pernikahan saudara sepersusuan. Oleh sebab itu menurut as-Sakari mudharat dari Bank ASI lebih banyak dari pada manfaatnya. Sesuai dengan kaidah fikih bahwa menolak suatu kemudharatan lebih didahulukan dari mengambil suatu manfaat. Selain itu jaminan bersihnya susu yang dikumpulkan dari berbagai macam wanita ini tidak ada.6. Kesimpulan ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan oleh ibu kepada anaknya yang baru lahir selama 0-6 bulan tanpa ada selingan makanan lain walaupun hanya air putih. Menurut jumhur ulama anak dihukumi sebagai saudara sepersusuan jika anak tersebut menyusu kepada wanita lain bukan ibunya di bawah usia dua tahun atau maksimal dua tahun. Manfaat ASI sangat banyak antara lain:

1. sesuai dengan kebutuhan anak serta dapat membangun sistem imun. 2. steril, aman dari pencemaran kuman

3. produksi sesuai dengan kebutuhan bayi

4. mengandung antibodi yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dan virus

5. bahaya alergi tidak ada.Sedangkan Bank ASI yang ramai saat ini adalah makruh dan kemudharatannya lebih banyak dari pada manfaatnya, sehingga jauh lebih baik untuk tidak memakainya. Sesuai dengan kaidah fikih bahwa menolak suatu kemudharatan lebih didahulukan dari mengambil suatu manfaat. Selain itu jaminan bersihnya susu yang dikumpulkan dari berbagai macam wanita ini tidak ada.

6. Daftar Pustaka

Arisman. (2004). Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.

Azis, Dahlan Abdul. (2003). Ensiklopedia hukum islam. Jakarta: Ikhtiar Baru Van HoeveNeilson, J. (1987). Perawatan Bayi Tahun Pertama. Jakarta: Arcan.

RI, Kementerian, Agama. (2012). Kesehatan dalam Perspektif Al-Quran. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia.

Sardjana, & Nisa, H. (2007). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Jakarta Press.

Soetjiningsih. (1997). ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.Makalah Agama Tentang ASI, diakses tanggal 12 September 2014 dari http://www.slideshare.net/mobile/setianraha/makalah-agama-tentang-asi-2. Achmad Djaeni Sediaoetama, Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan profesi, (Jakarta: Dian Rakyat). h 236

Soetjiningsih, ASI: petunjuk untuk tenaga kesehatan, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC), h 16

Makalah Agama Tentang ASI, diakses tanggal 12 September 2014 dari HYPERLINK "http://www.slideshare.net/mobile/setianraha/makalah-agama-tentang-asi-2" http://www.slideshare.net/mobile/setianraha/makalah-agama-tentang-asi-2.

Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. (Jakarta: EGC. 1997). h. 20

Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. (Jakarta: EGC. 1997). h. 21

Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. (Jakarta: EGC. 1997). h. 21

Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. (Jakarta: EGC. 1997). h. 22

Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. (Jakarta: EGC. 1997). h. 23

Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. (Jakarta: EGC. 1997). h.24

Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. (Jakarta: EGC. 1997). h.24

Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. (Jakarta: EGC. 1997).h. 25

Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. (Jakarta: EGC. 1997).h.25

John Neilson. Perawatan Bayi Tahun Pertama. (Jakarta: Arcan. 1987). h. 27

Soetjiningsih. ASI: Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. (Jakarta: EGC. 1997). h. 19

Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. (Jakarta: EGC. 2004). h. 43

Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1470

Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1470

Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1470

Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1470

Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia hukum islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1471

Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1471

Perceraian yang terjadi dan suami berhak untuk kembali kepada istrinya tanpa melalui akad yang baru dalam masa iddah yang belum habis.

Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1471

Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1471

Kementerian Agama RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-quran, (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 83

Kementerian Agama RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-quran, (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 84

Kementerian Agama RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-quran, (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 84

Kementerian Agama RI, Kesehatan dalam Perspektif Al-quran, (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 85

Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1473

Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1473

Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1473

Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1473

Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1473

Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1474

Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1475

Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1475

Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1475

Dahlan Abdul Azis,Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 1475

4