asfiksia neonatorum - laptut

11

Click here to load reader

Upload: vicky-mbeng

Post on 18-Jun-2015

1.156 views

Category:

Documents


51 download

DESCRIPTION

Laporan kelompok tutorial blok Pediatrik

TRANSCRIPT

Page 1: Asfiksia Neonatorum - Laptut

LAPORAN KELOMPOK

BLOK PEDIATRI

SKENARIO 1

ASFIKSIA NEONATORUM

oleh

Kelompok 4

1. Anggie Ariandhita (G0007035) 7. Tri Astuti D. K. (G0007163)2. Anindyo Pradipta (G0007037) 8. Trida Ermawati (G0007167)3. Anistyaning W. Adhie (G0007039) 9. Vicky Kurniawan B. (G0007169)4. Arini Rahmawati (G0007043) 10. Wahyu Agung S. (G0007171)5. Bety N. Jalanita (G0007045) 11. Yessi Perlitasari (G0007173)6. Carko Budiyanto (G0007049)

Tutor : Marwoto, dr., Msc., Sp.MK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Page 2: Asfiksia Neonatorum - Laptut

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Badan Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa angka persalinan dengan bedah

caesar (Sectio Caesaria / SC) adalah sekitar 10% sampai 15% dari semua proses

persalinan di negara-negara berkembang dibandingkan dengan 20% di Britania Raya

dan 23% di Amerika Serikat. Kanada pada 2003 memiliki angka 21%.

Data statistik dari 1990-an menyebutkan bahwa kurang dari 1 kematian dari

2.500 yang menjalani bedah caesar, dibandingkan dengan 1 dari 10.000 untuk

persalinan normal [1]. Akan tetapi angka kematian untuk kedua proses persalinan

tersebut terus menurun sekarang ini. Badan kesehatan Britania Raya menyebutkan

risiko kematian ibu yang menjalani bedah caesar adalah tiga kali risiko kematian

ketika menjalani persalinan normal [2]. Akan tetapi, adalah tidak mungkin untuk

membandingkan secara langsung tingkat kematian proses persalinan normal dan

proses persalinan dengan bedah caesar karena ibu yang menjalani pembedahan adalah

mereka yang memang sudah berisiko dalam kehamilan.

Namun berbagai pertimbangan mengemuka akhir-akhir ini mengingat proses

bedah caesar yang seringkali dilakukan bukan karena alasan medis. Berbagai kritik

pula mengemuka karena bedah caesar yang disebut-sebut lebih menguntungkan

rumah sakit atau karena bedah caesar lebih mudah dan lebih singkat waktu prosesnya

oleh dokter spesialis kandungan. Kritik lainnya diberikan terhadap mereka yang

meminta proser bedah caesar karena tidak ingin mengalami nyeri waktu persalinan

normal.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah prosedur ante natal care dan post natal care?

2. Bagaimanakah aspek fisiologi dar neonatus?

3. Apa sajakah pemeriksaan fisik bagi neonatus?

4. Bagaimanakah klasifikasi berat badan dan panjang badan neonatus?

5. Apakah perbedaan antara bayi yang lahir melalui jalan lahir dengan yang melalui

SC?

6. Apa sajakah indikasi dari dilakukannya SC?

7. Apa sajakah indikasi pemeriksaan TORCH, HbsAg, HIV, dan gula darah?

Page 3: Asfiksia Neonatorum - Laptut

8. Apa sajakah penyakit infeksi yang dapat menyerang janin dan neonatus?

9. Apakah indikasi rawat gabung dan NICU?

10. Apa saja yang dapat menyebabkan denyut jantung janin melemah?

11. Apa saja indikasi pemberian anestesia?

12. Apakah pengaruh pemberian anestesia terhadap neonatus dan bayi?

13. Apa indikasi dan prosedur dari dilakukannya resusitasi terhadap neonatus?

14. Bagaimanakah perawatan lebih lanjut untuk pasien SC?

15. Bagaimanakah perawatan lebih lanjut untuk neonatus dalam NICU?

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Dengan skenario 1 blok pediatri, diharapkan mahasiswa dapat :

1. Mengetahui indikasi persalinan normal dan sectio caessaria, komplikasi dan

kontraindikasinya

2. Mengenali kasus-kasus pediatri, dengan pertimbangan kondisi kesehatan ibu dan

riwayat kehamilan

3. Mengetahui pre dan post natal care serta menilai keadaaan neonatus

Page 4: Asfiksia Neonatorum - Laptut

BAB IIPEMBAHASAN

Kasus pertama merupakan contoh bayi baru lahir dengan kondisi dalam batas normal.

Beberapa ciri bayi baru lahir normal antara lain: (1) berat badan 2500-4000 gram, (2)

panjang badan 48-52 cm, (3) lingkar badan 30-38 cm, (4) lingkar kepala 33-35 cm, (5) bunyi

jantung dalam menit pertama kira-kira 180 x/menit kemudian menurun sampai 120-160

x/menit, (6) pernafasan pada menit pertama kira-kira 80 x/menit kemudian turun sampai 40

x/menit, (7) kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan terbentuk dan diliputi

verniks caeseosa, (8) rambut lanugo tidak terlihat, rambut tampak sempurna, (9) kuku agak

panjang dan lemas, (10) testis sudah turun (pada anak laki-laki), genitalia labio mayora telah

menutupi labia minora (pada anak perempuan), (11) refleks hisap dan menelan sudah

terbentuk dengan baik, (12) refleks moro sudah baik, bayi dikagetkan akan memperlihatkan

gerakan tangan seperti memeluk, (13) gerak refleks sudah baik, bila diletakkan suatu benda

ke telapak tangan maka akan menggenggam, dan (14) eliminasi, urin dan mekonium akan

keluar dalam 24 jam, pertama mekonium berwarna kecoklatan. (Saifuddin, 2006)

Namun, menggunakan kriteria di atas untuk menilai keadaan bayi di ruang persalinan

sangatlah tidak efektif. Oleh karena itu dibuatlah suatu kriteria untuk menilai keadaan bayi

baru lahir dengan cepat, salah satunya adalah dengan penilaian APGAR, yaitu :

Tanda-tanda 0 1 2

A : Apperience (warna

kulit)

Pucat atau biru Tubuh merah Seluruh tubuh merah

P : Puls Tidak ada Dibawah 100 Diatas 100, detak (frekuensi

jantung) detak jantung lemah dan

lamban jantung kuat

G : Grimace (reaksi

terhadap rangsangan)

Tidak ada

respon

Menyeringi atau

kecut

Menangis

A : Activity (tonus

otot)

Tidak ada

gerakan

Ada sedikit Seluruh ekstremitas bergerak aktif

R : Respiration

(pernapasan)

Tidak ada Pernapasan

perlahan, bayi

terdengar merintih

Menangis kuat

Page 5: Asfiksia Neonatorum - Laptut

Skor APGAR ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi setelah bayi lahir lengkap, yaitu

pada saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir

dengan sempurna. Skor APGAR 1 menit menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan

baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor APGAR perlu juga

dinilai 5 menit setelah bayi lahir, karena hal ini merupakan korelasi yang erat dengan

morbiditas dan mortalitas neonatal. Berikut ini adalah klasifikasi jumlah skor APGAR: (a)

skor 7-10 menunjukkan bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa, (b)

skor 4-6 menunjukkan bayi mengalami asfiksi sedang, dan (c) skor 0-3 menunjukkan bayi

mengalami asfiksia berat (Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2007).

Bayi baru lahir dapat dirawat dalam satu ruang dengan ibunya selama 24 jam penuh,

atau disebut rawat gabung. Dengan adanya rawat gabung didapatkan beberapa keuntungan

seperti memperkuat ikatan bayi dan ibu, mudah memberikan ASI eksklusif, dan ibu dapat

selalu memantau perubahan pada bayi. Indikasi dilakukannya rawat gabung yaitu: (1) usia

kehamilan lebih dari 34 minggu dan berat lahir lebih dari 1800 gram, (2) nilai APGAR 5

menit lebih dari atau sama dengan 7, (3) tidak ada kelainan kongenital yang memerlukan

perawatan khusus, (4) tidak ada trauma lahir atau morbiditas lain yang berat, (5) ibu dalam

keadaan sehat, dan (6) bayi lahir dengan sectio caesaria yang menggunakan pembiusan

umum. Rawat gabung dilakukan 4-6 jam setelah operasi. Sedangkan kontraindikasi rawat

gabung adalah: (1) ibu dengan kelainan jantung, eklamsia atau preeklamsia berat, penyakit

akut yang berat, karsinoma payudara, psikosis, dan (2) bayi dengan berat lahir sangat rendah,

kelainan kongenital yang berat, dan masih memerlukan observasi atau terapi khusus

(Wiknjosastro, 2005).

Berbeda dengan kasus pertama, pada kasus kedua janin mengalami penurunan detak

jantung janin, yang merupakasn salah satu indikasi untuk segera dilakukan penghentian

kehamilan, oleh karena itu, dokter segera melakukan sectio caesaria. Indikasi lain

dilakukannya SC, yaitu: (1) terjadi gawat janin atau fetal asfiksia pada kala I, (2) ketuban

pecah dini, (3) kala II lama dan ibu kejang, (4) panggul sempit, (5) plasenta previa, (6)

hambatan jalan lahir, (7) disproporsi sefalo pelvic, (8) rupture uteri, (9) sungsang, (10) ibu

sakit tertentu, (11) BBL > 4,2 kg, dan (12) primi muda atau tua. Namun, SC juga memiliki

kerugian bagi janin, seperti: (1) risiko kematian 2-3x lebih dari lahir normal, (2) cenderung

sesak nafas karena cairan dalam paru tidak keluar karena saat persalinan normal cairan akan

keluar saat terjadi penekanan, dan (3) sering mengantuk pengaruh anestesi (Wiknjosastro,

2005).

Page 6: Asfiksia Neonatorum - Laptut

Setelah bayi lahir, didapati bahwa bayi baru tersebut mengalami gangguan, yaitu tidak

menangis, apneu, dan bewarna kebiruan. Hal ini merupakan tanda nilai APGAR yang

rendah, atau menunjukkan adanya asfiksia. Penyebab kegagalan pernafasan / asfiksia yang

dapat terjadi pada bayi antara lain:

1. Faktor ibu:

- Hipoksia ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ini dapat timbul

pada saat kehamilan maupun persalinan.

- Gangguan aliran darah uterus, berkurangnya aliran darah pada uterus akan

menyebabkan berkurangnya pengaliran O2 ke plasenta dan ke janin.

2. Faktor plasenta: solusio plasenta dan perdarahan plasenta.

3. Faktor fetus: lilitan tali pusat atau kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir.

4. Faktor neonatus (Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2007).

Anestesi pada section caessaria (SC) juga dapat mempengaruhi aliran darah uterus

dengan mengubah tekanan perfusi atau resistensi vaskuler uterus baik secara langsung

melalui tonus vaskuler atau tidak langsung akibat kontraksi uterus atau tonus otot uterus. Hal

ini akan menyebabkan hipoksia pada janin.

Pada skenario, nilai APGAR bayi pada kasus kedua adalah 3, yang termasuk ke dalam

kegawatdaruratan pediatric. Oleh karena itu segera dilakukan resusitasi. Resusitasi sendiri

adalah usaha untuk pemberian ventilasi O2 yang adekuat untuk jantung otak, dan organ vital

lainnya. Resusitasi ini dilakukan terutama jika skor APGAR kurang dari sama dengan 3.

Yang perlu diperhatikan dalam resusitasi adalah pertahankan suhu dan kelembaban, perbaiki

keadaan saluran nafas, berikan O2, dan kalau perlu dilakukan intubasi.

BAB IIIKESIMPULAN

Page 7: Asfiksia Neonatorum - Laptut

Pada skenario kali ini, terdiri atas dua buah kasus yang berbeda. Pada kasus pertama didapatkan seorang bayi lahir yang memiliki kriteria, yaitu skor APGAR dan hasil pemeriksaan fisik, yang normal. Hal ini juga diikuti dengan pengecekan riwayat kehamilan dan persalinan ibu yang normal pula. Oleh karena itu, bayi tersebut dapat dirawat bersamaan dengan ibunya atau disebut dengan istilah rawat gabung.

Pada kasus kedua, berbeda dengan kasus pertama yang didapati riwayat kehamilan, persalinan, dan keadaan bayi yang normal. Pada kasus kedua ini terdapat beberapa masalah yang memerlukan perhatian khusus. Masalah pertama adalah menurunnya detak jantung janin yang merupakan indikasi untuk dihentikannya kehamilan, oleh karena itu dokter memutuskan untuk dilakukan sectio caesaria. Masalah kedua adalah keadaan bayi setelah lahir dengan APGAR skor yang rendah yang perlu dilakukan resusitasi. Meskipun dengan resusitasi, APGAR skor hanya meningkat sedikit, oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan lebih lanjut di NICU.

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: Asfiksia Neonatorum - Laptut

Saiffudin. 2006. Ciri-ciri Bayi Normal. Dalam: Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir. Karimah, D., dkk. http://www.docstoc.com/docs/24819311/Bayi-Baru-Lahir-Normal-file[14 Februari 2010]

Wiknjosastro, H., Saifuddin A.B., Rachimhadhi, T. editors. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 2007. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta: Percetakan

Infomedika