asean issues

16
Peluang, Tantangan, dan Risiko Bagi Indonesia Dengan Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN PELUANG, TANTANGAN, DAN RISIKO BAGI INDONESIA DENGAN ADANYA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN Ditulis oleh: Arya Baskoro (Associate Researcher) Siapkah anda menghadapi persaingan di tahun 2015? Sudah seharusnya kita bersiap menghadapi ketatnya persaingan di tahun 2015 mendatang. Indonesia dan negara-negara di wilayah Asia Tenggara akan membentuk sebuah kawasan yang terintegrasi yang dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA merupakan bentuk realisasi dari tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik untuk Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil; terdapat perlindungan berupa sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online. Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi. Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.

Upload: anisa-listya

Post on 10-Dec-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

important

TRANSCRIPT

Page 1: Asean Issues

Peluang, Tantangan, dan Risiko Bagi Indonesia Dengan Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN

PELUANG, TANTANGAN, DAN RISIKO BAGI INDONESIA DENGAN ADANYA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Ditulis oleh: Arya Baskoro (Associate Researcher)

 

 

Siapkah anda menghadapi persaingan di tahun 2015? Sudah seharusnya kita bersiap menghadapi ketatnya persaingan

di tahun 2015 mendatang. Indonesia dan negara-negara di wilayah Asia Tenggara akan membentuk sebuah kawasan

yang terintegrasi yang dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA  merupakan bentuk realisasi dari

tujuan akhir integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara.

 

Terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang baik

untuk Indonesia. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar

dan basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa,

investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara

lainnya di kawasan Asia Tenggara.

 

Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu

kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-

Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim persaingan yang adil;  terdapat perlindungan berupa sistem jaringan

dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan

transportasi yang efisien, aman, dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double Taxation, dan; meningkatkan

perdagangan dengan media elektronik berbasis online.

 

Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan

memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing dan dinamisme UKM akan ditingkatkan

dengan memfasilitasi akses mereka terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia

dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi. 

 

Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan membangun sebuah

sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi

negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan teknis

kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan

kemampuan industri dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala

regional namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.

 

Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint, MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara

negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota

didalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok

perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-ASEAN.

 

Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan cenderung

berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan

meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas

Page 2: Asean Issues

komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan barang

elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang impor yang akan

mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam bersaing dengan produk-

produk luar negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi

Negara Indonesia sendiri.

 

Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI)

yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja,

pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Meskipun

begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk. Indonesia masih memiliki tingkat regulasi yang kurang

mengikat sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya

alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya alam

melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan

perusahaan asing dapat merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di Indonesia belum

cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang terkandung.

 

Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja karena dapat banyak

tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi

keluar negeri dalam rangka mencari pekerjaan menjadi  lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu.

MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan

kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi Indonesia. Dilihat dari sisi

pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia,

Singapura, dan Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada peringkat

keempat di ASEAN (Republika Online, 2013). 

 

Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi dalam

negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan

risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan

dapat lebih peka terhadap fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul dengan tepat.

Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara fisik

dan sosial(hukum dan kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya saing tenaga

kerja dan perusahaan di Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di negara sendiri di tahun 2015

mendatang.

 

 

Referensi:

 

N.n. (2013). Indonesia Hanya Menduduki Peringkat Empat di ASEAN. 

 

Association of Southeast ASIAN Nations (2008). ASEAN ECONOMIC COMMUNITY BLUEPRINT. Jakarta: Asean

Secretariat.

 

Fernandez, R. A. (2014, Januari). YEARENDER: Asean Economic Community to play major role in SEA food security.

 

Plummer, M, G., &Yue, C, S. (2009). Realizing the ASEAN Economic Community: A Comprehensive Assessment.

Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

 

Santoso, W. et.al (2008). Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012: Integrasi ekonomi ASEAN dan prospek

perekonomian nasional. Jakarta: Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter.

Page 3: Asean Issues

Setting up the role Entrepreneur Global Competition

To Langkawi, Vice President Discusses Implementation of MEA

0

LANGKAWI, KOMPAS.com - Vice President Jusuf Kalla said the implementation of the ASEAN Economic Community (AEC) by 2016 can benefit Indonesia.

"First, our market area, has resources (natural resources) better. We also have a more competitive workforce," Kalla said after attending the closing of the Summit (Summit) 26th ASEAN in Kuala Lumpur and Langkawi, Malaysia , Monday (04/27/2015) night.

However, continued Jusuf Kalla, the implementation of the MEA is also a negative impact on the Indonesian economy. He emphasized that Indonesia should improve weak sector to face the MEA 2016 and also implement efficiency.

"MEA lead to tighter competition. Well, here it is located the problem of efficiency. We need to talk of efficiency," said the Vice President.

He said the implementation of the MEA is not going to make the ASEAN countries have the same movement as there is inefficient.

"MEA preparations are 10 years and this will open the market to be competitive," said Jusuf Kalla, who came to replace President Joko Widodo in this ASEAN summit.

Related to differences in economic growth between ASEAN member countries are still high, Jusuf Kalla said that it will not easily be resolved simultaneously.

"(Implementation MEA) it occurs competitive or 'advantage' which will arise later," Kalla said.

The Vice President also revealed that the retreat of the ASEAN Summit has been discussed about the economic growth of ASEAN is declining due to the global economy and has almost the same commodities.

Jusuf Kalla said the ASEAN summit also proposed the establishment of joint teams to provide assistance to earthquake victims in Nepal.

The Vice President also revealed that nine heads of state meeting of ASEAN members have also discussed efforts to confront radicalism and terrorism.

26th ASEAN Summit held on April 26 to 29 has been closed by the Malaysian Prime Minister Najib Razak in Langkawi Convention Centre.

In his closing speech, Najib Razak said that the 26th summit have agreed on a declaration strengthening ASEAN cooperation and efforts to strengthen the implementation of the MEA in 2016.

Page 4: Asean Issues

Apa yang harus Anda ketahui tentang Masyarakat Ekonomi Asean

27 Agustus 2014Kirim

Pekerja di Indonesia akan menghadapi persaingan dari pekerja-pekerja lain di Asia Tenggara.

Persaingan di bursa tenaga kerja akan semakin meningkat menjelang pemberlakuan pasar bebas Asean pada akhir 2015 mendatang.

Ini akan mempengaruhi banyak orang, terutama pekerja yang berkecimpung pada sektor keahlian khusus.

Berikut lima hal yang perlu Anda ketahui dan antisipasi dalam menghadapi pasar bebas Asia Tenggara yang dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Apa itu Masyarakat Ekonomi Asean?

Lebih dari satu dekade lalu, para pemimpin Asean sepakat membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang.

Ini dilakukan agar daya saing Asean meningkat serta bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan.

Pembentukan pasar tunggal yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.

Page 5: Asean Issues

Bagaimana itu mempengaruhi Anda?

Berbagai profesi seperti tenaga medis boleh diisi oleh tenaga kerja asing pada 2015 mendatang.

Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya.

Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menjelaskan bahwa MEA mensyaratkan adanya penghapusan aturan-aturan yang sebelumnya menghalangi perekrutan tenaga kerja asing.

"Pembatasan, terutama dalam sektor tenaga kerja profesional, didorong untuk dihapuskan," katanya.

"Sehingga pada intinya, MEA akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga asingnya."

Apakah tenaga kerja Indonesia bisa bersaing dengan negara Asia Tenggara lain?

Sejumlah pimpinan asosiasi profesi mengaku cukup optimistis bahwa tenaga kerja ahli di Indonesia cukup mampu bersaing.

Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan, misalnya mengatakan bahwa tren penggunaan pengacara asing di Indonesia malah semakin menurun.Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas.Dita Indah Sari

"Pengacara-pengacara kita, apalagi yang muda-muda, sudah cukup unggul. Selama ini kendala kita kan cuma bahasa. Tetapi sekarang banyak anggota-anggota kita yang sekolah di luar negeri," katanya.

Di sektor akuntansi, Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia, Tarko Sunaryo, mengakui ada kekhawatiran karena banyak pekerja muda yang belum menyadari adanya kompetisi yang semakin ketat.

Page 6: Asean Issues

"Selain kemampuan Bahasa Inggris yang kurang, kesiapan mereka juga sangat tergantung pada mental. Banyak yang belum siap kalau mereka bersaing dengan akuntan luar negeri."

Bagaimana Indonesia mengantisipasi arus tenaga kerja asing?

Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari, menyatakan tidak ingin "kecolongan" dan mengaku telah menyiapkan strategi dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja.

"Oke jabatan dibuka, sektor diperluas, tetapi syarat diperketat. Jadi buka tidak asal buka, bebas tidak asal bebas," katanya.

"Kita tidak mau tenaga kerja lokal yang sebetulnya berkualitas dan mampu, tetapi karena ada tenaga kerja asing jadi tergeser.

Sejumlah syarat yang ditentukan antara lain kewajiban berbahasa Indonesia dan sertifikasi lembaga profesi terkait di dalam negeri.

Permintaan tenaga kerja jelang MEA akan semakin tinggi, kata ILO.

Apa keuntungan MEA bagi negara-negara Asia Tenggara?

Riset terbaru dari Organisasi Perburuhan Dunia atau ILO menyebutkan pembukaan pasar tenaga kerja mendatangkan manfaat yang besar.

Selain dapat menciptakan jutaan lapangan kerja baru, skema ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan 600 juta orang yang hidup di Asia Tenggara.

Pada 2015 mendatang, ILO merinci bahwa permintaan tenaga kerja profesional akan naik 41% atau sekitar 14 juta.

Sementara permintaan akan tenaga kerja kelas menengah akan naik 22% atau 38 juta, sementara tenaga kerja level rendah meningkat 24% atau 12 juta.

Page 7: Asean Issues

Namun laporan ini memprediksi bahwa banyak perusahaan yang akan menemukan pegawainya kurang terampil atau bahkan salah penempatan kerja karena kurangnya pelatihan dan pendidikan profesi.

Berbagi berita ini Tentang   berbagi

Page 8: Asean Issues

RABU, 13 MEI 2015 | 12:53 WIB

Ditolak 2 Negara ASEAN, Nasib Rohingya Terkatung-katung

Page 9: Asean Issues
Page 10: Asean Issues

Para pengungsi etnis Rohingya tidur di tempat penampungan di Lhoksukon, Aceh, 11 Mei 2015. Sekitar 500 migran terdampar di pantai Aceh setelah terapung-apung di laut selama sebulan karena perahu mereka kehabisan bahan bakar. REUTERS/Roni Bintang

TEMPO.CO, Jakarta - Ribuan migran dan pencari suaka terpaksa tinggal di dalam kapal yang terombang-

ambing di tengah laut setelah Indonesia dan Malaysia menolak mereka masuk dan berlindung di dua

negara ASEAN ini.

Malaysia secara terang-terangan menolak kehadiran etnis muslim Rohingya dari Myanmar itu. Selama

beberapa tahun ini mereka memasuki Malaysia secara diam-diam. "Kami tidak akan membiarkan kapal

asing masuk," kata Tan Kok Kwee, laksamana pertama lembaga penegak maritim Malaysia, seperti dikutip

dari Sydney Morning Herald, 13 Mei 2015. "Kecuali kapal rusak dan tenggelam. Angkatan laut akan

menyediakan keperluan dan (kembali) menyuruh mereka pergi."

Sikap Malaysia tersebut datang beberapa jam setelah Indonesia menarik kembali ke laut sebuah kapal

yang mengangkut ratusan Rohingya, imigran, dan pencari suaka dari Bangladesh, termasuk perempuan

dan anak-anak. Otoritas Indonesia melakukannya setelah menyediakan bahan bakar, makanan, dan air.

"Mereka seharusnya tidak memasuki perairan Indonesia tanpa izin kami," kata Fuad Basya, juru bicara

Angkatan Darat Indonesia.

Para imigran yang ditinggalkan di laut oleh para penyelundup manusia tersebut diyakini memiliki sedikit

makanan, air, dan obat-obatan. Badan pengungsi PBB telah meminta negara-negara yang berada di

sekitar perairan tempat kapal para imigran berlayar untuk membuka akses bagi mereka dan memulai

operasi pencarian dan penyelamatan untuk menemukan kapal.

Lebih dari 1.500 imigran mendarat di Indonesia dan Malaysia pada Minggu dan Senin lalu, Adrian

Edwards, juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), mengimbau kepada pemerintah

untuk melanjutkan operasi penyelamatan untuk menemukan dan menyelamatkan para penumpang.

"Banyak di antara mereka diyakini dalam keadaan semakin lemah dengan sedikit makanan dan air selama

berhari-hari atau berminggu-minggu," kata Edwards.

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengatakan operasi pencarian dan penyelamatan sangat

dibutuhkan. "Perlu upaya regional. Kita tidak memiliki kapasitas untuk mencari mereka, tapi pemerintah

dapat melakukannya," kata Joe Lowry, juru bicara IOM.

Ia mengkhawatirkan para imigran berada dalam kondisi yang sangat buruk dan apabila tidak segera

ditemukan banyak dari antara mereka yang mungkin telah meninggal.

Chris Lewa, dari Arakan Project, yang selama bertahun-tahun telah melacak kapal yang melakukan

penyeberangan berbahaya melalui Teluk Benggala, memperkirakan antara 6-20 ribu orang hidup dalam

bahaya di laut. 

Dia telah melakukan kontak melalui ponsel dengan penumpang di satu kapal yang mengaku telah tiga hari

menderita kehabisan makanan. "Mereka bisa melihat daratan tapi tidak tahu di mana mereka berada. Anda

tidak bisa membiarkan orang-orang ini mati di laut," kata Chris Lewa.

UNHCR mengatakan sebanyak 920 orang melarikan diri dari Myanmar. Mereka tewas saat melintasi Teluk

Benggala karena kelaparan, dehidrasi, dan pemukulan oleh awak perahu di tengah lonjakan perdagangan

Page 11: Asean Issues

manusia di Asia Tenggara. Sebanyak 53 ribu orang meninggalkan Myanmar dan Bangladesh tahun lalu. Ini

dianggap eksodus terbesar di wilayah tersebut sejak Perang Vietnam.

SMH.COM.AU | MECHOS DE LAROCHA

Ikuti SIGI #reshufflekabinet TEMPO disini

Page 12: Asean Issues

ASEAN dan Pemberantasan Korupsi

 Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, Asisten peneliti di ASEAN Studies Center, UNiversitas Gadjah Mada Artikel ini dimuat di Harian Kompas (Siang), 2 Mei 2014 Bisakah ASEAN mendorong pemberantasan korupsi? Seiring dengan semakin dekatnya Komunitas ASEAN, pertanyaan ini lambat laun mulai mengemuka. Apalagi, menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang tahun ini akan digelar di bawah kepemimpinan Myanmar.Data Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis oleh Transparency International pada tahun 2013 menunjukkan bahwa lima negara anggota ASEAN berada di bawah peringkat 110 dari semua negara yang masuk dalam riset TI. Artinya, perlu upaya pemberantasan korupsi yang lebih komprehensif dan multisektoral dari negara-negara ASEAN.Selama ini, korupsi dipandang sebagai sesuatu yang bersifat ‘lokal’. Akan tetapi, di tahun 2013, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh satu kasus korupsi baru: upaya suap di SKKK Migas oleh salah satu perusahaan multinasional yang, tidak tanggung-tanggung, melibatkan Wakil Menteri ESDM.Kasus Suap di SKKK Migas memberikan sebuah insight baru: korupsi tidak melulu bersifat lokal. Kajian Patrick Glynn, Stephen J. Korbin, dan Moises Naim (1997) menyebutkan bahwa melumernya batas-batas negara memungkinkan siapapun untuk melakukan suap dan kongkalikong dengan pemegang otoritas publik di suatu negara, menjadikan korupsi sebagai sebuah isu global.Fenomena ‘globalisasi korupsi’ tidak hanya tercermin dari suap SKKK Migas. Sejak lama, proses pemberantasan korupsi di Indonesia juga menghadapi masalah pencucian uang. Dana hasil korupsi, saat ini, tidak hanya disirkulasi di dalam negeri, tetapi juga ‘dicuci’ dengan dibawa ke luar negeri –baik hanya plesiran atau disimpan di Bank negara lain.

Page 13: Asean Issues

Konsekuensinya, proses pemberantasan korupsi menjadi terhambat karena hambatan-hambatan eksternal –untuk mengungkap aliran dana korupsi, aparat harus berhadapan dengan regulasi di luar negeri yang sangat menghargai privasi.Hal ini setidaknya punya dua implikasi: Pertama, korupsi bukan lagi sekadar persoalan dalam negeri, tetapi juga telah menjadi fenomena yang sifatnya global. Kedua, perlu kerangka kerjasama yang lebih kuat untuk memberantas korupsi di tingkat internasional atau regional.Di tingkat internasional, sudah ada United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang disahkan pada tahun 2003. Indonesia telah meratifikasi Konvensi ini pada tahun yang sama. Konvensi ini menjadi dokumen utama bagi pelaksanaan kerjasama internasional di isu anti-korupsi.Konvensi ini punya kontribusi dalam membawa isu korupsi sebagai global concern, namun masih belum cukup kuat sebagai international policy framework yang utuh dalam memberantas jejaring korupsi di tingkat global.UNCAC memang punya beberapa poin menarik, seperti Asset Recovery atau Technical Cooperation and Assistance yang memberi ruang bagi kerjasama-kerjasama teknis antar-negara. UNCAC juga memberikan beberapa norma, seperti efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas (Article 7) yang memberikan porsi besar pada masyarakat sipil untuk terlibat.Akan tetapi, Konvensi ini belum punya ‘taji’ yang cukup tajam untuk, misalnya, mengantisipasi pencucian uang dan simpanan ke Bank-Bank yang ada di luar negeri. Alasannya sederhana: regulasi tentang perbankan di masing-masing negara berbeda dan masuk dalam yurisdiksi kedaulatan negara.Hambatan ini juga terasa dengan adanya penekanan ‘protection of souvereignty’ yang menjadi prinsip dasar bagi UNCAC (Article 4). Meskipun tidak terhindarkan, karena norma kerjasama internasional yang sangat menekankan pada kedaulatan negara, hal ini kerap menimbulkan persoalan karena tidak jarang banyak negara yang memberikan perlindungan terhadap buron-buron korupsi di negara tersebut. Payung ASEANPertanyaannya, mampukah ASEAN, sebagai kerangka kerjasama regional di Asia Tenggara, menutupi kelemahan-kelemahan yang ada di UNCAC tersebut? Sebetulnya ASEAN sudah meng-address problem korupsi ini sebelum adanya UNCACN, melalui ASEAN Declaration on Transnational Crime yang ditandatangani di Cebu, Filipina (1997).Dalam deklarasi tersebut, persoalan korupsi dan suap memang dianggap sebagai salah satu transnational crime. Akan tetapi, tindak lanjut untuk mengatasinya baru sebatas rekomendasi kepada Expert Group Meeting dan dorongan kepada masing-masing negara untuk memperkuat tata pemerintahan yang baik.Hal ini membuat ASEAN Declaration on Transnational Crime tak lebih dari sekadar konsensus regional yang, lagi-lagi, membuat pelaksanaannya diserahkan pada masing-masing negara.Perkembangan berikutnya, muncul Southeast Asian Parliamentarians Against Corruption (SEAPAC) pada tahun 2002 yang menjadi dasar kerjasama anggota-anggota parlemen untuk memberantas korupsi. Perkembangan ini cukup menarik, tetapi lagi-lagi sangat state-centric.Konsekuensinya, adanya SEAPAC bahkan tidak berbanding lurus terhadap korupsi yang dilakukan oleh anggota-anggota parlemen, terutama Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karakter SEAPAC yang berbasis pada ‘kerjasama’ tanpa adanya kekuatan yang mampu mencegah korupsi secara struktural.

Page 14: Asean Issues

Sehingga kita bisa melihat problem paling mendasar dari kerjasama antikorupsi di tingkat ASEAN: tidak adanya basis kelembagaan yang cukup kuat untuk menjadi wadah kerjasama dalam memberantas korupsi secara serius.Kerjasama untuk memberantas korupsi di ASEAN berada pada wilayah ASEAN Political Security Community (APSC). Pemberantasan korupsi telah masuk menjadi salah satu agenda di Blueprint APSC, namun sejauh ini belum ada policy framework yang mewadahinya. Hal ini bisa mengakibatkan kerjasama yang sudah ada sebelumnya menjadi ‘jalan di tempat’.Sehingga, ada dua hal yang perlu dipertimbangkan untuk membangun desain kerjasama yang lebih efektif di wilayah pemberantasan korupsiPertama, perlunya sebuah regional policy framework di ASEAN yang sifatnya lebih komprehensif untuk mengatur format kerjasama yang tepat dalam memberantas korupsi. Regional Policy Framework tersebut setidaknya mampu memberikan kerangka kerja dan pemberantasan korupsi yang mengikat untuk bisa dimplementasikan di masing-masing negara anggota ASEAN.Kedua, ASEAN perlu membentuk semacam Commsision yang bekerja di wilayah pemberantasan korupsi. Komisi tersebut akan bekerja untuk menangani aktivitas-aktivitas korupsi yang bersifat transnasional dan mengembalikan pelaku serta kerugian yang diberikan pada masing-masing negara.Pembentukan komisi ini dimungkinkan mengingat sifat dari korupsi yang global dan extraordinary. Apalagi, ASEAN juga sudah punya komisi sektoral yang mewadahi kerjasama di bidang HAM (AICHR) dan perlindungan perempuan (ACWC). Sehingga, pelembagaan kerjasama di wilayah pemberantasan korupsi juga masih dimungkinkan.Dengan semakin dekatnya Komunitas ASEAN 2015, hal tersebut menjadi semakin mendesak. Setidaknya, format-format perundingan di ASEAN yang akan semakin kompleks ke depan harus memberikan kerangka kerjasama yang lebih baik dari sebelumnya. Mari dorong pemberantasan korupsi yang lebih progresif!