komunitas ekonomi asean: upaya integrasi ekonomi-ekonomi asean the asean … · 2020. 5. 13. ·...

24
Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 55 KOMUNITAS EKONOMI ASEAN: UPAYA INTEGRASI EKONOMI-EKONOMI ASEAN 1 THE ASEAN ECONOMIC COMMUNITY: THE EFFORT OF ASEAN ECONOMIC INTEGRATION C.P.F. Luhulima 2 Pusat Penelitian Politik LIPI ([email protected]) Abstrak – Komunitas Ekonomi ASEAN mulai berlaku pada 1 Januari 2016. Mekanisme untuk menjalankan KEA sudah tersusun. Kegiatan-kegiatan pun meningkat untuk memberhasilkannya. Pengukuran keberhasilan dilakukan dalam bentuk ASEAN Economic Community Scorecard, yang masih dipersoalkan kesahihannya. Pada tingkat nasional, Presiden RI telah mengeluarkan INPRES No 5/2008 dan INPRES No 11/2011 untuk memacu pemerintah Indonesia untuk menggiatkan persiapan ke arah perwujudan KEA. Masih banyak yang masih harus dikerjakan untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing, juga di bidang tenaga kerja terdidik dan terlatih. Demikian pula peningkatan kesadaran umum masyarakat Indonesia akan pemberlakuan KEA, yang memang belum melebar ke tingkat UKM. Masalah yang muncul ialah bagaimana perwujudan KEA berpadu dengan Indonesia Vision 2025 dengan pembangunan koridor ekonominya. Kata kunci: ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA), INPRES, Indonesia Vision 2025 Abstract – ASEAN’s Economic Community will start on January 1, 2016. The mechanism to administer the AEC is in place. Activities are intensifying to make the endeavour successful. Its successes are measured by the ASEAN Economic Community Scorecard, the validity of which is questioned by researchers and practitioners. At the national level, Indonesia’s president has issued two presidential instructions, No 5/2008 and No 11/2011, to the bureaucracy to speed up socialisation of the programme. A great number of actions will still have to accomplished, also in the field of mutually recognised trained manpower and professionals. The same also applies to socialisation of the concept to broad sections of society, particularly small and medium-scale enterprises. Another problem is the harmonisation of AEC with Indonesia Vision 2025 with the construction of its economic corridors. Keywords: ASEAN, ASEAN Economic Community, INPRES, Indonesia Vision 2025 1 Artikel ini pernah disampaikan dalam Policy Brief untuk Eselon 1, Lembaga Administrasi Negara tentang “Kesiapan Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Jakarta, 15 Agustus 2015. 2 Penulis adalah Peneliti Ahli di Pusat Penelitian Politik, LIPI.

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 55

    KOMUNITAS EKONOMI ASEAN: UPAYA INTEGRASI EKONOMI-EKONOMI ASEAN1

    THE ASEAN ECONOMIC COMMUNITY:

    THE EFFORT OF ASEAN ECONOMIC INTEGRATION

    C.P.F. Luhulima2

    Pusat Penelitian Politik LIPI ([email protected])

    Abstrak – Komunitas Ekonomi ASEAN mulai berlaku pada 1 Januari 2016. Mekanisme untuk menjalankan KEA sudah tersusun. Kegiatan-kegiatan pun meningkat untuk memberhasilkannya. Pengukuran keberhasilan dilakukan dalam bentuk ASEAN Economic Community Scorecard, yang masih dipersoalkan kesahihannya. Pada tingkat nasional, Presiden RI telah mengeluarkan INPRES No 5/2008 dan INPRES No 11/2011 untuk memacu pemerintah Indonesia untuk menggiatkan persiapan ke arah perwujudan KEA. Masih banyak yang masih harus dikerjakan untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing, juga di bidang tenaga kerja terdidik dan terlatih. Demikian pula peningkatan kesadaran umum masyarakat Indonesia akan pemberlakuan KEA, yang memang belum melebar ke tingkat UKM. Masalah yang muncul ialah bagaimana perwujudan KEA berpadu dengan Indonesia Vision 2025 dengan pembangunan koridor ekonominya. Kata kunci: ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA), INPRES, Indonesia Vision 2025 Abstract – ASEAN’s Economic Community will start on January 1, 2016. The mechanism to administer the AEC is in place. Activities are intensifying to make the endeavour successful. Its successes are measured by the ASEAN Economic Community Scorecard, the validity of which is questioned by researchers and practitioners. At the national level, Indonesia’s president has issued two presidential instructions, No 5/2008 and No 11/2011, to the bureaucracy to speed up socialisation of the programme. A great number of actions will still have to accomplished, also in the field of mutually recognised trained manpower and professionals. The same also applies to socialisation of the concept to broad sections of society, particularly small and medium-scale enterprises. Another problem is the harmonisation of AEC with Indonesia Vision 2025 with the construction of its economic corridors. Keywords: ASEAN, ASEAN Economic Community, INPRES, Indonesia Vision 2025

    1 Artikel ini pernah disampaikan dalam Policy Brief untuk Eselon 1, Lembaga Administrasi Negara tentang “Kesiapan Indonesia memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Jakarta, 15 Agustus 2015. 2 Penulis adalah Peneliti Ahli di Pusat Penelitian Politik, LIPI.

  • 56 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    Pendahuluan

    Pada KTT 2003 di Bali para pemimpin ASEAN setuju untuk mengintegrasikan ekonomi-

    ekonomi mereka dan membentuk Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) di tahun 2020. KEA

    merupakan salah satu dari tiga komunitas, Komunitas Keamanan ASEAN dan Komunitas

    Sosial-Budaya ASEAN, yang membentuk Komunitas ASEAN sebagaimana dideklarasikan

    para pemimpin ASEAN dalam ASEAN Concord II (lebih dikenal sebagai Bali Concord II).

    Pada KTT ASEAN yang diadakan di Cebu, Filipina pada Januari 2007, batas waktu

    perwujudan AEC, bersama-sama dengan dua Komunitas lainnya, dimajukan menjadi 2015.

    Tujuan akhir KEA adalah pembentukan pasar dan pangkalan produksi tunggal

    dengan arus bebas barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terlatih. Walaupun

    pendekatan untuk meraih tujuan akhir ini tidak dinyatakan dalam Bali Concord II, yang

    jelas adalah kebutuhan untuk meraih derajat integrasi ekonomi regional dan

    pengembangan kelembagaan untuk meraih integrasi itu.

    Kerjasama ekonomi ASEAN tidaklah mulai dengan KEA. Sejak pembentukan

    ASEAN, kerjasama ekonomi merupakan dasar pembentukan ASEAN seperti dapat kita

    lihat pada gambar di bawah:3

    3 Dr. Jean-Pierre Verbiest, “ASEAN 2030: Aspirations, Enjeux et Politique”, Colloque CERI, Paris, 16 Novembre 2015, hlm. 5

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 57

    Gambar 1

    Sumber: Dr. Jean-Pierre Verbiest, “ASEAN 2030: Aspirations, Enjeux et Politique”, Colloque CERI, Paris, 16 November 2015, hlm. 5.

    ASEAN Free Trade Agreement (AFTA), ASEAN Framework Agreement of Service

    (AFAS), ASEAN Investment Agreement (AIA) sudah mendahului KomunitasEkonomi itu

    dan merupakan komponen-komponen utamanya. Di samping itu, ASEAN sudah pula

    mempunyai FTA’s dengan berbagai mitra dagangnya, seperti dapat dilihat dari tabel

    berikut:4

    4 Arsenio M. Balisacan, “ASEAN Economic Integration 2015: A Window to Global Competitivesness”, Republic of the Philippines, National Economic and Development Authority, dalam http: web.pism.org/wp-content/uploads/201/4/04 AEC-2015-A-Window-to-Global-Competitiveness-27 Maret 2014 – TSIS-draft_MD_PRD.pdf.

  • 58 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    Tabel 1

    Sumber: Sanjay Kalra, ASEAN Economic Community: Progress and Global Perspective, University of Economics and Business, (Vietnam: Vietnam National University), 11 Oktober2013, hlm. 23

    Lalu, mengapa membentuk Komunitas Ekonomi ASEAN? Dan, bagaimana

    hubungan wilayah-wilayah perdagangan bebas ini dengan Komunitas ASEAN? Kehilangan

    daya saing ekonomi dibandingkan dengan pasar-pasar baru seperti RRT merupakan

    kekuatan dorong utama menuju upaya ASEAN untuk mempercepat integrasi ekonomi.

    Pada KTT ASEAN di Phnom Penh di bulan November 2002, Perdana Menteri Goh

    Chok Tong mengusulkan supaya ASEAN mencanangkan suatu ekonomi yang terintegrasi,

    yaitu Komunitas Ekonomi ASEAN. Usul Goh Chock Tong dimotivasi oleh dua hal: pertama,

    meyakinkan sektor bisnis internasional dan masyarakat umum bahwa ASEAN sungguh-

    sungguh berniat untuk mengintegrasikan ekonomi regional dalam bentuk yang lebih

    dalam dari pada wilayah perdagangan bebas. Istilah ini mengikuti Komunitas Ekonomi

    Eropa, suatu tatanan yang paling mendalam dan paling maju – dan intrusive – dari semua

    skema semacam ini. Kedua, adalah untuk menyampaikan bahwa pengertian

    pembangunan komunitas di ASEAN mencakup pula dimensi keamanan dan kemudian

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 59

    politik serta sosial-budaya dan membangkitkan pengertian tentang identitas Asia

    Tenggara.5

    Memang ada motivasi ekonomi yang kuat bagi ASEAN untuk meningkatkan

    peringkatnya dengan membentuk Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN, Komunitas

    Sosial-Budaya ASEAN dan Komunitas Ekonomi ASEAN, yang akan merupakan ketiga pilar

    dari Komunitas ASEAN pada 2015.

    Pada 2003, prinsip dasar dari menurunkan tarif atas barang yang diperdagangkan

    antarnegara ASEAN dikembangkan lebih lanjut dalam konsep KEA, yang bertujuan

    menciptakan suatu pasar dan landasan produksi tunggal, suatu wilayah ekonomi yang

    sangat kompetitif, suatu wilayah dengan pembangunan ekonomi yangequitable dan suatu

    wilayah yang sepenuhnya diintegrasikan ke dalam ekonomi global.

    Komunitas Ekonomi ASEAN

    Gambar 2

    Sumber: Arsenio M. Balisacan, “ASEAN Economic Integration 2015: A Window to Global Competitivesness”, Republic of the Philippines, National Economic and Development Authority, dalam http: web.pism.org/wp-content/uploads/201/4/04 AEC-2015-A-Window-to-Global-Competitiveness-27 March 2014 – TSIS-draft_MD_PRD.pdf .

    5 Sanchita Basu Das, et. al., The ASEAN Economic Community: A Work in Progress, (Singapore: Asian Development Bank & Institute of Southeast Asian Studies, 2013).

  • 60 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    Secara spesifik, masing-masing pilar dari Komunitas Ekonomi ASEAN berisikan:

    Pilar 1: Pasar Tunggal dan Landasan Produksi, yang berisikan

    Arus bebas barang

    Arus bebas jasa

    Arus modal yang lebih bebas

    Arus bebas tenaga kerja terlatih

    Sektor Integrasi Prioritas (Priority Integration Sectors)

    Pangan, Pertanian dan Kehutanan

    Sektor Integrasi Prioritas (SIP) dengan negara anggota yang mengkoordinasinya

    dapat dilihat dalam tabel di bawah:

    Tabel 2. Sektor Integrasi Prioritas

    Sumber: Arsenio M. Balisacan, “ASEAN Economic Integration 2015: A Window to Global Competitivesness”, Republic of the Philippines, National Economic and Development Authority, dalam http: web.pism.org/wp-content/uploads/201/4/04 AEC-2015-A-Window-to-Global-Competitiveness-27 Maret 2014 – TSIS-draft_MD_PRD.pdf.

    Pilar 2: Wilayah Ekonomi yang kompetitif

    Kebijakan Persaingan

    Perlindungan Konsumen

    Intellectual Property Rights

    Pengembangan Infrastruktur

    Perpajakan

    E-commerce

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 61

    Pilar 3: Equitable Economic Development

    Pengembangan UKM

    Inisiatif bagi Integrasi ASEAN

    Pilar 4: Integrasi dengan Ekonomi Global

    Pendekatan Terpadu menuju Hubungan Ekonomi Eksternal

    Partisipasi yang lebih besar dalam jejaring suplai global

    Mekanisme yang menata dan menjalankan Komunitas Ekonomi ASEAN dapat

    dilihat pada gambar di bawah ini. Dewan AEC membawahi Menteri-menteri Ekonomi

    ASEAN, menteri-menteri keuangan, energi dan mineral, kehutanan dan ilmu pengetahuan

    dan teknologi, telekomunikasi dan teknologi informasi, transportasi, pariwisata, dan

    Mekong Basin Development Cooperation. Sekretariat ASEAN menghadiri masing-masing

    sidang menteri dan sidang pejabat senior kementeriannya sebagai pelapor hasil sidang-

    sidang mereka.

    Fungsi Sekretariat ASEAN adalah “to provide for greater efficiency in the

    coordination of ASEAN organs and for more effective implementation of ASEAN projects and

    activities.” “initiate, facilitate and coordinate ASEAN stakeholder collaboration in realising

    the purposes and principles of ASEAN as reflected in the ASEAN Charter.6 Tetapi, seberapa

    jauh tingkat koordinasi itu dilakukan bergantung kepada sidang-sidang menterinya. Di

    dalam lingkungan kerja menteri-menteri ekonomi, peran koordinasi Sekretariat ASEAN

    lebih besar dibandingkan dengan di lingkungan kerja menteri-menteri luar negeri.

    6ASEAN Secretariat Website, http://www.asean.org/asean/asean-secretariat.

  • 62 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    Gambar 3

    Banyak kemajuan sudah dibuat dalam penurunan tarif karena ASEANsudah

    meniadakan semua tarif pada 2010, kecuali untuk mata-mata dagang di dalam daftar

    highly sensitive dan general exception. Negara-negara anggota lain, Kamboja, Laos,

    Myanmar, dan Vietnam (KLMV) diharapakan akan menghapus semua tarif pada

    permulaan 2015.

    Kemajuan ini antara lain menyebabkan bahwa pada 2013, investasi asing langsung

    (Foreign Direct Investment) ke Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand

    (ASEAN 5) melampaui RRT untuk pertama kali sejak 2007.7 Sebagian besar dari investasi

    itu justru datang dari RRT, yang kini merupakan investor nomor tiga terbesar di dunia.

    Pada 2013 itu ASEAN 5 menerima US$128,4 milyar dalam bentuk investasi asing, suatu

    kenaikan sebesar 7 persen, dari US$120 milyar pada 2012.8

    7 Data Bank of America Merrill Lynch. 8 Sophie Song, “Southeast Asia Receives More Foreign Direct Investment (FDI) Than China, Which Is Now The World's Third-Largest Foreign Investor”, 5 Maret 2014, dalam http://www.ibtimes.com/southeast-asia-receives-more-foreign-direct-investment-fdi-china-which-now-worlds-third-largest, diunduh pada 5 Agustus 2014.

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 63

    Bank Amerika menunjuk kepada tiga kecenderungan bagi perubahan ini: pertama,

    demografi ASEAN yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan RRT yang

    penduduknya menua (dengan angkatan kerja yang menyusut); kedua, perbedaan upah

    yang meningkat (pertumbuhan upah yang lebih tinggi yang disebabkan oleh mata uang

    RMB yang lebih kuat); ketiga, pasar domestik ASEAN yang tumbuh dengan cepat. RRT

    juga muncul sebagai investor ke luar negeri sebagai akibat dari tabungan dan kekayaan

    yang terus bertumbuh.9

    Daya saing negara-negara ASEAN secara global dan regional dapat dikategorikan

    sebagai berikut: Menurut Global Competitiveness Report (CGR) pada 2013-2014 Indonesia

    berada pada urutan ke-38 dari 139 negara dan urutan ke-5 di ASEAN (sesudah Singapura

    (2), Malaysia (24), Brunei Darussalam (26), Thailand (37), dan Filipina (59). Daya saing

    Indonesia ini meningkat cukup tinggi dari urutan 50 pada 2012. Pada lain pihak, Human

    Development Index (HDI) Indonesia berurut 108, di bawah Singapura (27), Brunei (37),

    Malaysia (57), Thailand (92), and Filipina (97).10

    Apabila kita tinjau AEC Commitment Realization Scorecard negara-negara anggota,

    maka daftar di bawah ini memperlihatkan tingkat komitmen mereka. Dari 2008 sampai

    dengan 2013, tingkat komitmen rata-rata ialah77,54. Indonesia sendiri berada pada

    tingkat 83,2, di bawah ASEAN 5, bahkan di bawah Myanmar dan Vietnam, negara-negara

    anggota baru. Masih banyak yang harus dilakukan Indonesia untuk memenuhi tuntutan

    pelaksanaan KEA.

    9 “ASEAN Finally Surpasses China In Foreign Direct Investment”, 5 Maret 2014, dalam

    http://www.cfoinnovation.com/story/7951/asean-finally-surpasses-china-foreign-direct-investment, diunduh pada 5 Agustus 2014. 10 Wempi Saputra and Ari Cahyo Trilaksana, “Toward ASEAN Economic Community: Revitalising Indonesia’s Position in Financial and Customs Cooperation, Center for Policy Analysis and Harmonization”, Ministry of Finance, Republic of Indonesia, dalam https://www.conftool.com/irsa2014/index.php/Saputra-Towards_ASEAN_Economic_Community190.pdf?page=downloadPaper&filename=Saputra-Towards_ASEAN_Economic_Community 190.pdf&form_id=190&form_version=final, diunduh pada 5 Agustus 2014.

  • 64 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    Tabel 3. AEC Commitment Realization Scorecard

    Gambar 4

    Sumber: Sanchita Basu Das, “A Critical Look at the ASEAN Economic Community Scorecard”,1 Juni 2012, East Asia Forum, dalam http://www.eastasiaforum.org/2012/06/01/a-critical-look-at-the-asean-economic-communit y-scorecard/.

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 65

    Tetapi, bagi Sanchita Basu Das, AEC Scorecard ini, kendatipun ia menunjukkan

    bahwa ia penting bagi dukungan perwujudan cetak biru KEA, “ia tidak memuaskan.”

    Scorecard ini harus dilengkapi dengan tindakan-tindakan lain yang dapat melacak

    keadaan, kinerja dan dampak liberalisasi perdagangan dan investasi di ASEAN.

    The AEC Scorecard needs to be transparent, detailed and readily available for private

    sector use. It should be able to clearly translate an agreement’s benefits, such as those

    relating to reduced costs and prices in the region. These issues need more awareness and

    require the active participation of all those concerned in the process, including the region’s

    business community.11

    CIMB ASEAN Research Institute dalam findingsnya berpendapat bahwa kendatipun

    KEA dan sebagian besar persetujuan untuk memfasilitasi arus barang dan jasa yang

    bebas, investasi intra-ASEAN, harmonisasi bea cukai, dukungan bagi UKM, “there is ample

    evidence to suggest that actual implementation lags significantly behind the timelines of

    stated objectives.”12

    INPRES Nomor 5 Tahun 2008 dan INPRES Nomor 11 Tahun 2011

    Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2008, tanggal 22 Mei 2008 tentang

    Fokus Program Ekonomi Tahun 2008–2009 merupakan instruksi Presiden pertama yang

    menentukan untuk “mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan

    kewenangan masing-masing [Kementerian dan Lembaga], dalam rangka pelaksanaan

    Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 guna melaksanakan berbagai komitmen

    Masyarakat Ekonomi Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).”

    Pada bulan Juni 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan instruksi

    Presiden RI Nomor 11 Tahun 2011yang lebih lengkap tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak

    Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN yang menyatakan pertama, mengambil langkah-langkah

    untuk melaksanakan komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN “sebagaimana

    11 Sanchita Basu Das,“A Critical Look at the ASEAN Economic Community Scorecard”,1 Juni 2012, East Asia Forum http://www.eastasiaforum.org/2012/06/01/a-critical-look-at-the-asean-economic-communit y-scorecard/, diunduh pada 5 Agustus 2014. 12 “The ASEAN Economic Community: The Status of Implementation, Challenges and Bottlenecks”, CIMB ASEAN Research Institute, Juni 2013. Penekanan oleh pemakalah.

    http://www.eastasiaforum.org/2012/06/01/a-critical-look-at-the-asean-economic-communit%20y-scorecard/http://www.eastasiaforum.org/2012/06/01/a-critical-look-at-the-asean-economic-communit%20y-scorecard/

  • 66 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Instruksi Presiden ini.” Langkah-

    langkah yang harus diambil berpedoman pada program yang meliputi:

    1. Menuju Pasar Tunggal dan Basis Produksi, yang fokus kepada:

    a. Peningkatan Daya Saing dan Pemanfaatan Komitmen AEC;

    b. Komitmen AEC untuk Arus Barang Secara Bebas;

    c. Komitmen AEC untuk Arus Jasa Secara Bebas;

    d. Komitmen AEC untuk Arus Investasi Secara Bebas;

    e. Komitmen AEC untuk Arus Modal yang lebih bebas;

    f. Priority Integration Sectors; dan

    g. Komitmen AEC untuk Perdagangan Makanan, Pertanian, dan Kehutanan.

    2. Menuju Wilayah Ekonomi yang Berdaya Saing Tinggi, yang fokus kepada:

    a. Kebijakan Persaingan;

    b. Hak atas Kekayaan Intelektual;

    c. Pengembangan Infrastruktur;

    d. Perpajakan; dan

    e. Perdagangan secara elektronik (e-commerce).

    3. Menuju Kawasan dengan Pembangunan Ekonomi yang Seimbang, yang fokus

    kepada Pengembangan Sektor Usaha Kecil dan Menengah.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang mengoordinasikan pelaksanaan

    Instruksi Presiden ini dan melaporkan secara berkala kepada Presiden.

    Lampiran Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2011 ini berisikan program :

    • Menuju Pasar Tunggal dan Basis Produksi:

    – Peningkatan Daya Saing dan Pemanfaatan Komitmen AEC

    – Komitmen AEC untuk Arus Barang Secara Bebas

    – Komitmen AEC untuk Arus Jasa Secara Bebas

    – Komitmen AEC untuk Arus Investasi Secara Bebas

    – Komitmen AEC untuk Arus Modal yang Lebih Bebas

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 67

    – Priority Integration Sectors

    – Komitmen AEC untuk Perdagangan Makanan, Pertanian dan Kehutanan

    • Menuju Wilayah Ekonomi yang Berdaya Saing Tinggi

    – Program

    – Kebijakan Persaingan

    – Hak atas Kekayaan Intelektual

    – Pengembangan Infrastruktur

    – Perpajakan

    – Perdagangan secara Elektronik (e-commerce)

    • Menuju Kawasan dengan Pembangunan Ekonomi yang Seimbang

    – Pengembangan sektor Usaha Kecil dan Menengah

    INPRES 11/2011 ditujukan kepada 21 Menteri/Sekretaris Kabinet dan 6 Kepala

    Badan. Kepala-kepala Badan itu ialah Sekretaris Kabinet; Kepala Badan Koordinasi

    Penanaman Modal; Kepala Badan Standarisasi Nasional; Kepala Badan Pengawas Obat

    dan Makanan; Kepala Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional; Ketua Badan

    Nasional Sertifikasi Profesi. INPRES 11/2011 belum banyak berpengaruh atas pelaksanaan

    di lapangan.

    Kinerja Indonesia

    Hasil kajian Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI atas beberapa sektor dalam Priority

    Integration Sectorsmenunjukkan bahwa secara umum pemerintah pusat dan daerah

    masih menghadapi banyak persoalan dalam menghadapi KEA 2015. Dari 12 sektor prioritas

    aliran bebas barang, Indonesia hanya mempunyai keunggulan komparatif di enam sektor

    (pertanian, elektronik, perikanan, produk karet, produk berbasis karet, tekstil dan produk

    tekstil/TPT) dibandingkan beberapa negara anggota ASEAN lainnya. Di sektor jasa, seperti

    logistik dan pariwisata, Indonesia masih berada di bawah ASEAN 5, empat negara

    anggota ASEAN pertama dan Brunei Darussalam. Padahal, Indonesia merupakan negara

    koordinator bagi sektor otomotif dan wood-based products.

  • 68 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    Banyak pelaku usaha, khususnya UKM, di 12 PIS, memang masih tertinggal dalam

    menghadapi AEC 2015.Mereka masih belum memahami substansi pasar bebas ASEAN.

    Perusahaan otomotif umumnya merupakan bengkel-bengkel kecil yang non-authorised,

    yang tidak punya pengetahuan dan pengertian tentang KEA dan mereka tidak melihat

    kemungkinan untuk me-redesign mata rantai suplai. Industri pakaian jadi lebih sadar akan

    keuntungan dan kerugian yang mungkin akan terjadi dengan pemberlakuan KEA dan

    sudah mulai mempersiapkan diri bagi pemberlakuannya.Kedua industri ini menekankan

    keharusan bagi pemerintah untuk mengidentifikasi kemungkinan keadaan yang akan

    berkembang untuk membantu mereka mempersiapkan diri bagi implementasi KEA.

    Sampai kini tidak ada publikasi tentang kemajuan dalam implementasi cetak biru

    KEA. Sebagian besar dari studi tertujukan pada persiapan umum Indonesia bagi KEA

    menuju kompetisi global. Tidak ada studi yang meneliti kesiapan dan persiapan untuk

    suatu industri tertentu bagi perwujudan KEA, khususnya mata rantai suplai industri

    (supply chain), yang mencakup masalah lokasi, peran fasilitas dan penggunaan

    outsourcing. “It is important to assess to what extent the players in the industry

    understands the potential benefits andloss of AEC implementation.”13

    KADIN sebenarnya sudah memiliki program pendampingan untuk dua sektor, yaitu

    SMEs dan start-ups, yaitu Business Support Desk (BSD) yang diperuntukkan untuk anggota

    dan dirasa perlu semakin digencarkan.Pemerintah juga punya program-program yang

    mendukung perkembangan SMEs. Hanya saja, pemerintah juga perlu berbenah demi

    menunjang persiapan seluruh elemen masyarakat terutama permasalahan klasik, yaitu

    infrastruktur, yang sejak dulu selalu menghantui. Apabila pembangunan infrastruktur

    semakin merata maka hambatan bagi industri-industri lain untuk berkembang akan

    dikurangi, seperti industi perkapalan demi menunjang kemaritiman Indonesia.

    Tiga aspek mendasar dari kelambanan Indonesia adalah pertama, sosialisasi

    INPRES Pelaksanaan Kebijakan Komitmen Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN Nomor

    11/2011 dengan berbagai Program dan Komitmen Pemerintah RI; kedua, dukungan atas

    13 Mahendrawathi ER, Anisah Herdiyanti dan Hanim Maria Astuti, “Readiness of Indonesian Companies for ASEAN Economic Community (AEC) - Preliminary Findings from Automotive and Garment Industry”, Proceedings of the 2014 International Conference on Industrial Engineering and Operations Management,Bali, Indonesia, 7 – 9Januari 2014, dalam http://iieom.org/ieom2014/pdfs/460.pdf, diunduh 4 Agustus 2014.

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 69

    tindakan-tindakan Pelaksanaan Program dalam INPRES 11/2011; dan ketiga, permasalahan

    klasik, yaitu dukungan infrastruktur.

    Di bidang tenaga kerja, cetak biru AEC telah menyepakati kebebasan mobilitas

    tenaga kerja terampil di ASEAN melalui serangkaian tahapan yang disepakati dalam

    ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) 1995. Tahapan-tahapan itu dibicarakan

    dua tahun sekali dalam forum koordinasi dan persiapan liberalisasi jasa di ASEAN.

    Liberalisasi jasa di empat sektor prioritas, yakni perhubungan udara, e-ASEAN, kesehatan,

    dan pariwisata, dijadwalkan untuk 2010 dan jasa logistik untuk 2013. Liberalisasi bidang

    jasa secara keseluruhan diupayakan selesai pada 2015.

    Komitmen Indonesia bagi liberalisasi jasa tercantum dalam Schedule of Specific

    Commitment pada pertemuan AFAS paket ke-6 tahun 2007 yang mencakup jasa bisnis

    (jasa profesi seperti insinyur, akuntan, jasa legal, arsitek, konsultan manajemen, dan jasa

    penyewaan), jasa komunikasi, jasa konstruksi, jasa pendidikan, jasa lingkungan, jasa

    distribusi, jasa kesehatan, jasa pariwisata dan perhotelan, jasa teknologi dan informasi,

    jasa energi, dan jasa periklanan. Untuk memfasilitasi liberalisasi jasa dan mempermudah

    mobilisasi tenaga kerja profesional lintas negara ASEAN, maka perlu ada kesepakatan

    pengakuan tenaga profesional di bidang jasa dalam nota saling pengakuan (Mutual

    Recognition Arrangements/MRAs). Sejauh ini nota saling pengakuan sudah dilakukan

    untuk jasa arsitektur, jasa akuntansi, kualifikasi survei, praktisi medis pada 2008, dan

    praktisi gigi pada 2009.

    Tetapi, rendahnya tingkat pendidikan dari 72% tenaga kerja Indonesia

    mengakibatkan sulitnya bagi kelompok masyarakat itu untuk mendapatkan pekerjaan

    formal dengan tingkat keterjaminan yang lebih baik. Hanya sebagian kecil (8%) dari

    komposisi tenaga kerja Indonesia yang mempunyai daya saing, 3% di antaranya

    merupakan tenaga profesional dengan tingkat pendidikan minimal sarjana, sedangkan 5%

    di antaranya merupakan tenaga kerja setengah terampildengan pendidikan diploma dan

    kejuruan. Gambaran ini tentunya cukup mengganggu dalam menyongsong pasar tunggal

    ASEAN ketika liberalisasi jasa, termasuk jasa profesi baik skilled labourersmaupun semi-

    skilled labourersakan semakin deras menjelang 2015. Tugas pemerintah dan para

    pemangku kepentingan ialah mempersiapkan sumber daya manusia terlatih dan berdaya

    saing dengan memastikan pembangunan ekonomi linear dengan pembangunan manusia.

  • 70 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    Akses ke pendidikan, kesehatan, pekerjaan, gizi, dan fasilitas publik lainnya akan

    menentukan kualitas manusia dan tenaga kerja Indonesia.14

    Dalam Logistics Performance Index (LPI) Bank Dunia tahun 2014, Indonesia tercatat

    sebagai urutan 53 dengan score 3,08, sedangkan Singapura di urutan (5) dengan score

    (4,00), Malaysia (25) dengan (3,59), Thailand (35) dengan (3,43), Vietnam (48) dengan

    (3,15) dan Filipina (57) dengan (3,00). Dalam infrastruktur Indonesia berada pada tingkat

    2,92, Filipina 2,60, Singapura 4,28, Malaysia 3,56, Thailand 3,40 dan Vietnam 3,11.

    Dalam Travel and Tourism Competitive Index 2013 yang dikeluarkan World Economic

    Forum, Indonesia bertingkat 70 dengan score 4,03, sedangkan Singapura bertingkat 10

    dengan score 5,23, Malaysia 34 dan 4,70, Thailand 43 dan 4,47, Filipina 82 dan 3,93,

    sedangkan Vietnam dengan 80 dan 3,95.15 Dalam kedua indeks ini Indonesia masih berada

    dibawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan bahkan Vietnam.

    Kesadaran Umum akan KEA

    Pada umumnya, pengetahuan dan persepsi tentang keuntungan suatu FTA berkaitan erat

    dengan besarnya suatu perusahaan. Perusahaan-perusahaan cenderung mempunyai

    pengetahuan yang lebih baik tentang FTA yang ada, dan pada umumnya lebih optimis

    daripada perusahaan-perusahaan yang lebih kecil. Hal ini juga berlaku bagi KEA. 16

    Perusahaan-perusahaan yang lebih besar melihat perwujudan KEA sebagai suatu

    kesempatan untuk memperluas pasar mereka. “In contrast, small and medium scale

    enterprises tend to be less efficient and less competitive than the larger companies.”

    Penemuan JETRO (Japan External Trade Organization) pada 2010 menyatakan bahwa “lack

    of awareness of FTAs is the most common reason for non utilization of FTAs among small

    and medium enterprises.” 17

    14 “ASEAN Economic Community 2015: Peluang Atau Tantangan Bagi Tenaga Kerja Indonesia”, dalam http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/pdf/berita-aec.pdf, diunduh pada 2 Agustus 2014. 15 Lihat http://www.weforum.org/issues/travel-and-tourism-competitiveness, diunduh pada 4 Juli 2014. 16 Widdi Mugijayani and Pratiwi Kartika, “Perspective of the Indonesian Business Sector on the Regional Integration Process,” dalam Sanchita Basu Das, (ed.), Achieving ASEAN Economic Community 2015. Challenges for Member Countries & Business, (Singapore: Institute of South East Asian Studies, 2012), hlm.210. 17 Ibid.

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 71

    Studi JETRO ini juga mencatat bahwa pada umumnya perusahaan-perusahaan di

    bidang teknologi informasi tidak memanfaatkan tarif preferensial FTAs, karena tarif impor

    ditiadakan melalui skema-skema lain. Demikian pula halnya dengan perusahaan-

    perusahaan dalam industri peralatan listrik karena pada umumnya tarif pada destinasi

    ekspor mereka tidak diberlakukan. Pada lain pihak, sejumlah perusahaan di bidang mobil,

    peralatan mobil dan “transportation machinery” mengatakan bahwa mereka mengalami

    kesulitan dalam memenuhi persyaratan “rules of origin.”18

    Kesadaran sektor swasta akan berbagai wilayah perdagangan bebas dan

    perjanjian dapat dilihat di tabel di bawah ini:19

    Tabel 4

    Sumber: Widdi Mugijayani and Pratiwi Kartika, “Perspective of the Indonesian Business Sector on the Regional Integration Process,” dalam Sanchita Basu Das, (ed.), Achieving ASEAN Economic Community 2015. Challenges for Member Countries & Business, (Singapore: Institute of South East Asian Studies, 2012), hlm.211.

    Kesadaran sektor swasta akan Wilayah Perdagangan Bebas ASEAN dan RRT serta

    KEA dan AFTA adalah 100 persen. Untuk WPB yang lain pengetahuan mereka bervariasi.

    18 Ibid. 19 Ibid., hlm. 211.

  • 72 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    Perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Jakarta dan sekitarnya cenderung mempunyai

    pengetahuan yang baik tentang KEA. Tetapi jumlah mereka sangatlah kecil, kurang dari 1

    persen dari keseluruhan jumlah perusahaan di Indonesia. Lagi pula, secara umum,

    keterangan tentang KEA tidak sampai kepada sebagian besar dari komuniti bisnis karena

    baik pemerintah dan ASEAN Secretariat tidak mempunyai mekanism untuk

    mendesiminasi informasi secara sistematis dan berkelanjutan.20

    Indonesia Vision 2025

    Pertanyaan yang harus dikemukakan di sini ialah bagaimana perwujudan Komunitas

    Ekonomi ASEAN ini yang mulai berjalan pada 1 Januari 2016 berpadu dengan Indonesia

    Vision 2025 dan Pembangunan Economic Corridors Indonesia Vision 2025.

    Gambar 5

    Sumber: Masterplan for Acceleration and Expansion of Indonesia’s Economic Development, Jakarta: BAPPENAS.

    Bagian penting dari MP3EI adalah pembangunan koridor ekonomi yang didasarkan

    pada potensi dan keuntungan setiap wilayah di Indonesia. Dengan memperhatikan

    20 Ibid., hlm. 212.

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 73

    potensi dan peran strategis dari setiap pulau utama, enam koridor ekonomi diidentifikasi:

    Sumatra - Center for production and processing of natural resources and the nation’s

    energy reserves;

    • Java - Driver for national industry and service provision;

    • Kalimantan - Center for production and processing of national mining and energy

    reserves;

    • Sulawesi - Center for production and processing of national agricultural, plantation,

    fishery, oil & gas, and mining;

    • Bali-NusaTenggara - Gateway for tourism and national food support

    • Papua-Moluccas - Center for development of food, fisheries, energy, and national

    mining.

    Apakah perwujudan KEA di Indonesia harus berorientasi pada Indonesia Vision2025

    ini ataukah sebaliknya, bahwa Indonesia Vision 2025 harus berorientasi pada KEA? Tidak

    ada catatan pada INPRES Nomor 11 Tahun 2011 tentang hal ini. Di sinilah terletak masalah

    klasik dalam kerja sama ASEAN: keputusan-keputusan yang diambil pada tingkat regional

    tidak diintegrasikan dengan keputusan-keputusan pembangunan ekonomi dalam negeri.

    Regional Comprehensive Economic Partnership dan Trans-Pacific Partnership

    Bagi sebagian ahli ekonomi, Komunitas Ekonomi ASEAN merupakan ajang latihan bagi

    Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lain untuk menghadapi persaingan ekonomi

    yang lebih ketat dalam bingkai “new regional trading architecture.” Dua arsitektur

    perdagangan regional itu adalah Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)

    dan Trans-Pacific Partnership (TPP).

    RCEP merupakan suatu persetujuan perdagangan bebas (FTA) (“an ASEAN-centred

    proposal for a regional free trade area”)antara sepuluh negara anggota ASEAN dan enam

    negara yang mempunyai FTA dengan ASEAN, yaitu Australia, India, Jepang, Korea, RRT

    dan Selandia Baru. RECP secara resmi diluncurkan pada KTT ASEAN di Kamboja pada

    November 2012. Sasaran negosiasi RCEP adalah meraih suatu perjanjian kemitraan

    ekonomi yang “berkualitas tinggi dan saling menguntungkan,” yang mencakup

  • 74 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    perdagangan barang, jasa, investasi, kerjasama ekonomi dan teknik, hak pemilikan

    intelektual, persaingan, penyelesaian sengketa dan masalah-masalah lain. 21 Putaran

    negosiasi ke lima diadakan di Singapura 21-27 Juni 2014. Negosiasi ke enam akan diadakan

    di New Delhi, 1-5 Desember 2014.

    Pada lain pihak Trans-Pacific Partnership (TPP) bukan suatu inisiatif ASEAN. Ia

    merupakan perjanjian perdagangan bebas yang dirundingkan oleh duabelas negara di

    Asia-Pasifik (Amerika Serikat, Australia, Brunei Darussalam, Chili, Jepang, Kanada,

    Malaysia, Mexico, Peru, Selandia Baru, Singapura dan Vietnam). Persetujuan ini mulai

    pada 2005 sebagai Trans-Pacific Strategic Partnership Agreement (TPSEP atau P4). Para

    negara anggota berencana untuk selesaikan negosiasi pada 2012, tetapi masalah-masalah

    seperti pertanian, hak kepemilikan intelektual, jasa dan investasi menyebabkan negosiasi

    berlanjut sampai sekarang. Putaran terakhir direncanakan untuk 3–12 Juli 2014. TPP ini

    adalah sasaran utama agenda perdagangan pemerintahan Presiden Obama. TPP

    bertujuan untuk meningkatkan perdagangan dan investasi di antara anggota TPP,

    mendorong inovasi, pertumbuhan ekonomi dan mendukung penciptaan kesempatan

    kerja dan mempertahankannya. Hal ini terlihat jelas dari pernyataan ini:

    TPP will provide new market access for Made-in-American goods and services, strong

    and enforceable labor standards and environmental commitments, groundbreaking new

    rules on state-owned enterprises, a robust and balanced intellectual property rights

    framework, and a thriving digital economy. It will also include commitments that will

    improve the transparency and consistency of the regulatory environment to make it easier

    for small- and medium-sized business to operate across the region. By opening these new

    markets to American products, TPP will help insure that we are not left behind by our

    competitors in a vital region of the world.22

    Sikap yang menganggap bahwa KEA merupakan ajang latihan bagi menghadapi

    persaingan yang lebih ketat di masa depan terletak dalam sifat dan bentuk KEA itu

    21“Regional Comprehensive Economic Partnership Negotiations”, http://www.dfat.gov.au/fta/rcep/, diunduh pada 10 Juli 2014. 22“Office of the United States Trade Representative”, Executive Office of the President, http://www.ustr.gov/tpp, diunduh pada 10 Juli 2014.

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 75

    sendiri. Pembentukan suatu pasar tunggal di ASEAN dilakukan tanpa melalui

    pembentukan uni pabean terlebih dahulu; ia bergerak dari wilayah perdagangan bebas

    langsung ke pasar tunggal. Kendatipun KEA mulai integrasinya melalui 12 sektor prioritas,

    tetapi kedaulatan nasional tetap dicoba untuk dipertahankan dalam upaya integrasi

    ekonomi negara-negara ASEAN.

    Dengan demikian, KEA lebih dimaksudkan untuk memperkuat ekonomi-ekonomi

    nasional, sehingga bentuk integrasi pasar regional lebih menekankan penguatan

    ekonomi-ekonomi nasional dan only by implication ekonomi regional, bukan sebaliknya

    seperti halnya di Uni Eropa. Itu sebabnya beberapa negara ASEAN ikut memprakarsai

    pembentukan TPP, tanpa membahasnya terlebih dahulu dalam forum ASEAN. RCEP

    merupakan suatu inisiatif ASEAN.

    Kesimpulan

    Tujuan akhir KEA adalah pembentukan pasar dan pangkalan produksi tunggal dengan

    arus bebas barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terlatih. Secara umum

    pemerintah pusat dan daerah masih menghadapi banyak persoalan dalam upaya ini,

    khususnya pembangunan infrastruktur. Demikian halnya dengan sosialisasi INPRES

    Pelaksanaan Kebijakan Komitmen Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN dengan

    berbagai program dan komitmen pemerintah. Pemerintah juga harus mempersiapkan

    sumber daya manusia terlatih dan berdaya saing dengan memastikan pembangunan

    ekonomi linier dengan pembangunan manusia. Permasalahan yang perlu dijawab

    pemerintah adalah bagaimana perwujudan Komunitas Ekonomi ASEAN ini diselaraskan

    dengan Indonesia Vision 2025 dengan pembangunan koridor ekonomi yang didasarkan

    pada potensi setiap wilayah di Indonesia.

  • 76 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3

    Daftar Pustaka

    Buku

    Das, Sanchita Basu et. al. 2013.The ASEAN Economic Community: A Work in Progress. Singapore: Asian Development Bank & Institute of Southeast Asian Studies.

    Mugijayani, Widdi & Pratiwi Kartika. 2012. “Perspective of the Indonesian Business Sector on the Regional Integration Process,” dalam Sanchita Basu Das, (ed.).Achieving ASEAN Economic Community 2015. Challenges for Member Countries & Business. Singapore: Institute of South East Asian Studies.

    Jurnal

    Verbiest, Dr. Jean-Pierre. 2015.“ASEAN 2030: Aspirations, Enjeux et Politique”. Colloque CERI, Paris. 16 November.

    Website

    “ASEAN Finally Surpasses China In Foreign Direct Investment”, 5 Maret 2014, dalam http://www.cfoinnovation.com/story/7951/asean-finally-surpasses-china-foreign-direct-investment, diunduh pada 5 Agustus 2014.

    “ASEAN Economic Community 2015: Peluang Atau Tantangan Bagi Tenaga Kerja Indonesia”, dalam http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/pdf/berita-aec.pdf, diunduh pada 5 Agustus 2014.

    ASEAN Secretariat, http://www.asean.org/asean/asean-secretariat.

    Balisacan, Arsenio M,“ASEAN Economic Integration 2015: A Window to Global Competitivesness”, Republic of the Philippines, National Economic and Development Authority, dalam http: web.pism.org/wp-content/uploads/201/4/04 AEC-2015-A-Window-to-Global-Competitiveness-27 Maret 2014 – TSIS-draft_MD_PRD.pdf, diunduh pada 5 Agustus 2014.

    Das, Sanchita Basu, “A critical look at the ASEAN Economic Community Scorecard”, 1 Juni 2012, East Asia Forum http://www.eastasiaforum.org/2012/06/01/a-critical-look-at-the-asean-economic-communit y-scorecard/, diunduh pada 5 Agustus 2014.

    http://web.pism.org/wp-content/uploads/201/4/04 AEC-2015-A-Window-to-Global-Competitiveness-27 March 2014 – TSIS-draft_MD_PRD.pdf .

    http://www.weforum.org/issues/travel-and-tourism-competitiveness.

    “Office of the United States Trade Representative”,Executive Office of the President, Juli 2014, http://www.ustr.gov/tpp.

    “Regional Comprehensive Economic Partnership Negotiations”, http://www.dfat.gov.au/fta/rcep/.

    Song, Sophie,“Southeast Asia Receives More Foreign Direct Investment (FDI) Than China, Which Is Now The World's Third-Largest Foreign Investor”, 5 Maret 2014, dalam http://www.ibtimes.com/southeast-asia-receives-more-foreign-direct-investment-fdi-china-which-now-worlds-third-largest, diunduh pada 5 Agustus 2014.

    Saputra, Wempi & Ari Cahyo Trilaksana, “Toward ASEAN Economic Community: Revitalising Indonesia’s Position in Financial and Customs Cooperation, Center for Policy Analysis and Harmonization”, Ministry of Finance, Republic of Indonesia, dalam https://www.conftool.com/irsa2014/index.php/Saputra-Towards_ASEAN_Economic_Community190.pdf?page=downloadPaper&filename=Saputra-

  • Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3 77

    Towards_ASEAN_Economic_Community 190.pdf&form_id=190&form_version=final, diunduh pada 5 Agustus 2014.

    “The ASEAN Economic Community: The Status of Implementation, Challenges and Bottlenecks”, CIMB ASEAN Research Institute, Juni 2013.

    Mahendrawathi ER, Anisah Herdiyanti dan Hanim Maria Astuti, “Readiness of Indonesian Companies for ASEAN Economic Community (AEC) - Preliminary Findings from Automotive and Garment Industry”, Proceedings of the 2014 International Conference on Industrial Engineering and Operations Management, Bali, Indonesia, 7 – 9 Januari 2014, dalam http://iieom.org/ieom2014/pdfs/460.pdf, diunduh pada 4 Agustus 2014.

  • 78 Jurnal Pertahanan Desember 2014, Volume 4, Nomor 3