skenario b blok 19 2013 (learning issues)
DESCRIPTION
Skenario BTRANSCRIPT
Anatomi dan Histologi Epidermis
Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia, bersifat elastis dan melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan. Beratnya 15% dari berat tubuh dengan luas1,50-1,75 m. Tebal kulit
bervariasi antara 0,5 mm – 6 mm. Paling tipis adalah kulit penis dan yang paling tebal di telapak
tangan dan kaki. Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok yaitu epidermis, dermis dan jaringan
subkutis.
Vaskularisai Kulit
Epidermis merupakan jaringan epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis tidak
memiliki pembuluh darah maupun pembuluh limfe. Nutrisi didapat dari pembuluh kapiler di
lapisan dermis yang berdifusi melalui cairan jaringan serta membran basal.
Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu :
1. Lapisan Basal / Stratum Basale
- Terdiri dari sel-sel kuboid atau silindris basofilik
- Lapisan ini disebut pula stratum germinavitum karena paling banyak tampak adanya
mitosis sel-sel.
- Terdapat melanosit yang membentuk melanin untuk melindungi kulit dari sinar UV2.
2. Lapisan Malphigi / Stratum Spinosum
- Lapisan paling tebal
- Semua mitosis hanya terbatas pada lapisan ini
- Terdiri dari sel-sel kuboid
- Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen.
3. Lapisan Granular / Stratum Granulosum
- Terdiri atas 3-5 lapis sel polygonal
- Sitoplasma mengandung granula basofilik granula keratohialin
Dengan mikroskop elektron ternyata bukan keratin maupun hialin, tetapi merupakan
partikel amorf tanpa membran, dikelilingi ribosom, yang pada granula tersebut melekat
mikrofilamen.
4. Stratum Lusidum
- Tampak lebih jelas pada kulit tebal
- Terdiri atas 1-2 lapis sel yang tembus cahaya dan agak agak eosinofilik tampak
kemerahan
- Selnya tidak berinti dan tidak mempunyai organel
- Ikatan antar sel kurang erat
5. Stratum Korneum
- Lapisan paling luar
- Berlapis-lapis sel pipih/gepeng tak berinti
- Sitoplasmanya digantikan oleh zat tanduk/keratin
- Lapisan paling atas merupakan zat tanduk yang kering dan selalu mengelupas
Selain itu, lapisan epidermis juga memiliki beberapa sel – sel yang memiliki fungsi
tertentuseperti :
1. Keratinosit
- Sel terbanyak (85% - 95%)
- Berasal dari lapis embrional ektoderm permukaan
- Mengalami keratinisasi menghasilkan lapisan yg kedap air
- Proses keratinisasi berlangsung selama 2 – 3 minggu, mulai dari proliferasi, diferensiasi,
kematian sel, dan deskuamasi.
2. Melanosit
- Meliputi 7 – 10% sel epidermis
- Berasal dari lapisan neuroektoderm (krista neuralis)
- Sel kecil, bercabang denritik panjang dan tipis
- Jumlah terbanyak pada kulit muka dan genitalia eksterna
- Jumlah melanosit relatif sama pada tiap individu yang berbeda pada ras yang berbeda
- Perbedaan warna kulit terutama ditentukan oleh aktifitas pembentukan melanin
3. Sel Langerhans
- Merupakan sel dendritik yang berbentuk bintang (stelata)
- Ditemukan di antara keratinosit pada daerah atas stratum spinosum
- Permukaan selnya mempunyai reseptor permukaan penanda imunologis yang mirip
makrofag.
- Berfungsi mengikat antigen dan merupakan sel pembawa antigen sehingga limfosit T
bereaksi terhadap antigen yang dibawanya
- Peran penting dalam respon alergi kontak (dermatitis kontak) dan respon imunselular
lsinnya pada kulit
- Semula diduga berasal dari krista neuralis, tetapi ternyata berasal dari sel prekursor dalam
sumsum tulang, jadi berasal dari mesoderm.
4. Sel Merkel
- Jumlah paling sedikit
- Berasal dari krista neuralis
- Terdapat pada stratum basal kulit tebal terutama pada ujung jari
- Terdapat juga pada folikel rambut dan mukosa mulut
- Sel besar, sitoplasma bercabang pendek
- Serat saraf tak bermielin tampak menembus membran basalnya, melebar seperti cakram
dan menempel pada bagian basal sel.
- Kemungkinan berfungsi mekanoreseptor
IMPETIGO KRUSTOSA
DEFINISI
Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi piogenik oleh bakteri Gram positif.
Impetigo lebih sering terjadi pada usia anak-anak walaupun pada orang dewasa dapat terjadi. Penularan
impetigo tergolong tinggi, terutama melalui kontak langsung. Individu yang terinfeksi dapat menginfeksi
dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat di
sekolah, tempat penitipan anak atau pada tempat dengan hygiene buruk atau juga tempat tinggal yang
padat penduduk1,2,3
Impetigo krustosa merupakan jenis infeksi piogenik yang paling banyak ditemukan di dunia (70% dari
kasus impetigo).2,3,4 Impetigo krustosa harus diobati secara cepat dan tepat karena dapat menyebabkan
beberapa komplikasi terutama glomerulonefritis akut.5 Terapi antibiotik topikal merupakan pilihan
pertama impetigo terutama bila lesi yang terbatas, tanpa gejala sistemik atau komplikasi sementara
terapi sistemik dipertimbangkan bila diperlukan.1,5
ETIOLOGI
Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, Streptococcus group A beta-hemolitikus (GABHS), atau kombinasi keduanya dan
digambarkan dengan perubahan vesikel berdinding tipis, diskret, menjadi pustul dan ruptur serta
mengering membentuk krusta Honey-colored. dengan tepi yang mudah dilepaskan.1,5
Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan sedikit oleh
Streptococcus group A beta-hemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak penelitian yang menemukan
50-60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-45% kasus
merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus pyogenes. Namun di negara
berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo krustosa adalah Streptococcus pyogenes.4,5,6
Staphylococcus aureus banyak terdapat pada faring, hidung, aksila dan perineal merupakan tempat
berkembangnya penyakit impetigo krustosa.2
EPIDEMIOLOGI
Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering. Penyakit ini banyak
terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama antara laki-laki dan
perempuan.1,3,4,6 Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti
Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak insiden di akhir
musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki
sama banyak dibanding perempuan.2 Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung
terjadinya impetigo krustosa seperti:
- hunian padat
- higiene buruk
- hewan peliharaan
- keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga, herpes
simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar.1,4,5
PATOGENESIS
Gambar 1. Struktur Stretoccocus Pyogenes dan substansinya
Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai portal of entry yang
terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau dengan seseorang yang menjadi
carrier. Kuman tersebut berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan terbentuknya lesi dalam satu
sampai dua minggu.6
Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder.
Infeksi Primer
Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar dari hidung ke kulit normal
(kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah
(terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.4
Infeksi sekunder
Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi) seperti dermatitis
atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks,
varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka
goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur2,7.
Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan robekan pada epidermis, akibatnya
kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein yang mengakibatkan bakteri dapat
melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa2. Keluhan biasanya gatal dan nyeri4
Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung dari orang ke
orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada anak-anak sumber
infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah
rumah kumuh, sedangkan pada dewasa sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang,
dan dari anak-anak yang telah terinfeksi5.
HISTOPATOLOGI
Terjadinya inflamasi superfisialis pada folikel pilosebaseus bagian atas. Terdapat vesikopustul di
subkorneum yang berisi coccus serta debris berupa leukosit dan sel epidermis. Pada dermis terjadi
inflamasi ringan yang ditandai dengan dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear. 5 Seringkali terjadi spongiosis yang mendasari pustula. Pada lesi terdapat kokus Gram
positif.2
MANIFESTASI KLINIS
Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian tubuh yang sering
terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya
eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul
berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat
seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat
meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada
kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada
akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.1,4,5,8
Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa minggu apabila tidak
diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 2-3 minggu atau lebih lama terutama bila
terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke
dermis membentuk ulkus (ektima).1,4
Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa pengobatan (terutama
pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam. Membran mukosa jarang terlibat. 1,4,5
Gambar 2. impetigo krustosa di ekstremitas superior pada anak-anak1.
Gambar 3. impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak4.
DIAGNOSIS
Diagnosis impetigo krustosa ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
mengidentifikasi tanda dan gejala yang ada dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang seperti
pewarnaan Gram, biakan kuman, dan tes serologi serta histopatologi.2,8
Pada pulasan gram, ditemukan coccus Gram positif yang lebih terlihat bila pemeriksaan dilakukan saat
lesi masih berupa vesikel. Biasanya diperlukan pemeriksaan biakan kuman dan sensitivitas bila terapi
tidak menghasilkan respon baik yang menunjukkan sudah terjadi resistensi kuman. Pada pemeriksaan
serologi didapatkan ASO titer positif lemah pada pioderma streptococcus. Leukositosis ditemukan pada
sebagian penderita impetigo krustosa. 2,8
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding Impetigo krustosa terdiri dari:
a. Ektima
Lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus yang menetap selama beberapa minggu dan sembuh
dengan jaringan parut bila menginfeksi dermis. 3
b. Varisela
Terdapat gejala prodomal seperti demam, malaise, anoreksia. Vesikel dinding tipis dengan dasar
eritema (bermula di trunkus dan menyebar ke wajah dan ekstremitas) yang kemudian ruptur
membentuk krusta (lesi berbagai stadium).3
c. Dermatitis Atopik
Terdapat riwayat atopik seperti asma, rhinitis alergika. Lesi pruritus kronik dan kulit kering
abnormal dapat disertai likenifikasi.3,9
d. Dermatitis Kontak
Gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan bahan iritan. 3
e. Herpes Simpleks
Vesikel dengan dasar eritema yang ruptur menjadi erosi ditutupi krusta. Umumnya terdapat
demam, malaise, disertai limfadenopati. 3,9
f. Kandidiasis
Kandidiasis (infeksi jamur candida): papul eritem, basah, umumnya di daerah selaput lendir atau
daerah lipatan. 3
g. Diskoid lupus eritematous
Ditemukan (plak), batas tegas yang mengenai sampai folikel rambut. 3
h. Gigitan serangga
Terdapat papul pada daerah gigitan, dapat nyeri. 3
i. Skabies
Papul yang kecil dan menyebar, terdapat terowongan pada sela-sela jari, gatal pada malam
hari.3
KOMPLIKASI
1. Ektima
Impetigo yang tidak diobati dapat meluas lebih dalam dan penetrasi ke epidermis menjadi
ektima. Ektima merupakan pioderma pada jaringan kutan yang ditandai dengan adanya ulkus
dan krusta tebal.4,5
2. Selulitis dan Erisepelas
Impetigo krustosa dapat menjadi infeksi invasif menyebabkan terjadinya selulitis dan erisepelas,
meskipun jarang terjadi. Selulitis merupakan peradangan akut kulit yang mengenai jaringan
subkutan (jaringan ikat longgar) yang ditandai dengan eritema setempat, ketegangan kulit
disertai malaise, menggigil dan demam. Sedangkan erisepelas merupakan peradangan kulit yang
melibatkan pembuluh limfe superfisial ditandai dengan eritema dan tepi meninggi, panas,
bengkak, dan biasanya disertai gejala prodromal.1,4,5
3. Glomerulonefritis Post Streptococcal
Komplikasi utama dan serius dari impetigo krustosa yang umumnya disebabkan oleh
Streptococcus group A beta-hemolitikus ini yaitu glomerulonefritis akut (2%-5%). Penyakit ini
lebih sering terjadi pada anak-anak usia kurang dari 6 tahun. Tidak ada bukti yang menyatakan
glomerulonefritis terjadi pada impetigo yang disebabkan oleh Staphylococcus. Insiden
glomerulonefritis (GNA) berbeda pada setiap individu, tergantung dari strain potensial yang
menginfeksi nefritogenik. Faktor yang berperan penting atas terjadinya GNAPS yaitu serotipe
Streptococcus strain 49, 55, 57,dan 60 serta strain M-tipe 2. Periode laten berkembangnya
nefritis setelah pioderma streptococcal sekitar 18-21 hari. Kriteria diagnosis GNAPS ini terdiri
dari hematuria makroskopik atau mikroskopik, edema yang diawali dari regio wajah, dan
hipertensi.1,5
4. Rheumatic Fever 1,13
Sebuah kelainan inflamasi yang dapat terjadi karena komplikasi infeksi streptokokus yang tidak
diobati strep throat atau scarlet fever. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi otak, kulit,
jantung,dan sendi tulang.
5. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit ynag banyak ditemui setiap tahun. Penyakit ini biasa terjadi
pada perokok dan seseorang yang menggunakan obat yang menekan sistem imunitas.13
6. Infeksi Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA)
MRSA adalah sebuah strain bakteri stafilokokus yang resisten terhadap sejumlah antibiotik.
MRSA dapat menyebabkan infeksi serius pada kulit yang sangat sulit diobati. Infeksi kulit dapat
dimulai dengan sebuah eritem, papul, atau abses yang mengeluarkan pus. MRSA juga dapat
menyebabkan pneumonia dan bakterimia.12
7. Osteomielitis
Sebuah inflamasi pada tulang disebabkan bakteri. Inflamasi biasanya berasal dari bagian tubuh
yang lain yang berpindah ke tulang melalui darah.14
8. Meningitis
Sebuah inflamasi pada membran dan cairan serebrospinal yang melingkupi otak dan medula
spinalis. Meningitis merupakan sebuah penyakit serius yang dapat mempengaruhi kehidupan
dan menghasilkan komplikasi permanen seperti koma, syok, dan kematian.15
PENATALAKSANAAN
A. Umum
Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit.9
Menindaklanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena untuk
mencegah infeksi. 9
Mengurangi kontak dekat dengan penderita 9
Bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat melakukan
beberapa tindakan pencegahan berupa: 9
- Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air mengalir serta
membalut lesi.
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan
peralatan harian bersama-sama.
- Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu mencuci
tangan sampai bersih.
- Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.
- Memotivasi penderita untuk sering mencuci tangan.
B. Khusus
Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan
perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan kekambuhan.3
1. Terapi Sistemik
Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang luas atau
berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.1
a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam)
Golongan Penicilin (bakterisid)
o Amoksisilin+ Asam klavulanat
Dosis 2x 250-500 mg/hari (25 mg/kgBB) selama 10 hari.3
Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid)
o Sefaleksin
Dosis 4x 250-500 mg/hari (40-50 mg/kgBB/hari) selama 10 hari.3
o Kloksasilin
Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari.3
b. Pilihan Kedua
Golongan Makrolida (bakteriostatik)
o Eritromisin
Dosis 30-50mg/kgBB/hari. 4
o Azitromisin
Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2 sampai
hari ke-4.4
2. Terapi Topikal
Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan penderita
sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis terhadap penularan
infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal
diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.5,6
o Mupirocin
Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari Pseudomonas
fluorescent .Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis protein (asam
amino) dengan mengikat isoleusil-tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus
Gram positif seperti Staphylococcus dan sebagian besar Streptococcus. Salap mupirocin
2% diindikasikan untuk pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan
Streptococcus pyogenes.10
o Asam Fusidat
Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum. Mekanisme
kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim asam fusidat 2%
aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin
topikal.11
o Bacitracin
Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain Bacillus
Subtilis. Mekanisme kerja bacitracin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri
dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat sehingga aktif
melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Bacitracin
topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial kulit seperti impetigo.10
o Retapamulin
Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan subunit
50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap Retapamulin 1%
telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi
impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya
melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin,
asam fusidat, mupirosin, azitromisin.6
PROGNOSIS
Pada beberapa individu, bila tidak ada penyakit lain sebelumnya, impetigo krustosa dapat membaik
spontan dalam 2-3 minggu. Namun, bila tidak diobati impetigo krustosa dapat bertahan dan
menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat menjadi
erisepelas, selulitis, atau bakteriemi.4,7 Dapat pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
pada bayi dan dewasa yang mengalami immunocompromised atau gangguan fungsi ginjal. Bila terjadi
komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik daripada dewasa.5
RINGKASAN
Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi kulit terbatas pada lapisan epidermis (superfisial) yang
umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus group A beta-hemolitikus di negara
maju dan Streptococcus group A beta-hemolitikus di negara berkembang. Penyakit ini lebih sering terjadi
pada anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Predileksi impetigo krusta terdiri dari wajah, leher,
atau ekstremitas. Gambaran klinis yang dapat ditemukan berupa vesikel yang menjadi pustul dan ruptur
membentuk krusta khas berwarna kuning keemasan (honey-colored). Lesi biasanya berkelompok dan
konfluen dan dapat meluas melibatkan lokasi baru. Penyakit impetigo krustosa yang lama tidak diobati
kadang dapat menyebabkan komplikasi, diantaranya yang berat adalah glomerulonefritis akut,
meningitis akut. Selain itu, penyakit impetigo krustosa dapat menginfeksi jantung, tulang dan paru. Pada
pasien impetigo yang diobati dengan antibiotik tidak secara tuntas dapat menimbulkan suatu Infeksi
Methicilin- resistant staphylococcus aureus (MRSA) dimana strain bakteri stafilokokus menjadi resisten
terhadap sejumlah antibiotik sehingga menyebabkan infeksi serius pada kulit yang sangat sulit diobati.
Infeksi kulit dapat dimulai dengan sebuah eritem, papul, atau abses yang mengeluarkan pus. MRSA juga
dapat menyebabkan pneumonia dan bakterimia yang tentu saja akan mengganggu aktivitas hidup
penderita. Terapi impetigo krustosa terdiri dari pembersihan krusta dengan kompres basah, antibiotik
topikal serta antibiotik sistemik bila diperlukan.
Hipotesis
Otoy, 4 tahun dibawa kepoliklinik IKKK RSMH dengan keluhan bercak merah sebagian ditutupi keropeng
kekuningan ditungkai kanan dan kiri disertai gatal sejak 4 hari yang lalu diduga menderita Impetigo
Krustosa.
Daftar Pustaka:
1. Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C (eds).
Rook’s Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell. 2004. p.27.13-15.
2. Heyman W.R, Halpern V. Bacterial Infection. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP (eds).
Dermatology. 2nd ed. Spain: Mosby Elsevier. 2008. p.1075-77.
3. Cole C, Gazewood J. Diagnosis and Treatment of Impetigo. American Academy of Family
Physician. Vol.75. No.6. 2007. p.859-864. Diunduh dari:
http://www.sepeap.org/archivos/pdf/10524.pdf
4. Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial Cutaneous Infection and
Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed.
New York: McGraw Hill. 2008. p.1695-1705.
5. Arnold, Odom, James. Bacterial Infection. In: James W.D, Berger T.G, Elston D.M (eds). Andrew’s
Disease of the Skin Clinical Dermatology. 10th Ed. Canada: Saunders Elsevier. 2006. p.255-6.
6. Amini Sadegh. Impetigo. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1109204-
treatment. Last update: May 20, 2010.
7. Norrby A, Teglund, Kotb M. Host Microbe Interactions in The Pathogenesis of Invasive Group A
Streptococcal Infections. Journal Medical Microbiology. Vol.49. 2000. p.849-52.
8. Trozak D.J, Tennenhouse D.J, Russel D.J. Impetigo (Impetigo Crustosa). In: Skolnik N.S (eds).
Dermatology Skills For Primary Care: An Ilustrated Guide. New Jersey: Humana Press. 2006.
p.317-23.
9. Wolff K, Richard Allen Johnson. Color Atlas and Sypnosis Of Clinical Dermatology. Part 3rdrd. 9th Ed.
New york: McGraw Hill. 2009. p.597-604.
10. Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill. 2008. p.2113-15.
11. Koning S at all. Fusidic Acid Cream in The Treatment of Impetigo in General Practice: Double
Blind Randomised Placebo Controlled Trial. British Medical Journal. 2002. Vol.324. p.203.
Diunduh dari:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/324/7331/203
12. Mayo clinic staff. Impetigo. Diunduh dari:
http://www.mayoclinic.com/health/impetigo/DS00464/DSECTION=complications.
13. Wrong Diagnosis. Rheumatic fever. Diunduh dari:
http://www.wrongdiagnosis.com/r/rheumatic_fever/intro.htm
14. Wrong Diagnosis. Osteomielitis . Diunduh dari:
http://www.wrongdiagnosis.com/o/osteomyelitis/intro.htm
15. Wrong Diagnosis. Meningitis . Diunduh dari:
http://www.wrongdiagnosis.com/m/meningitis/intro.htm