ascites
DESCRIPTION
ascitesTRANSCRIPT
ASCITES
A. PENDAHULUAN
Asites (Ascites) adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites
dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga
peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni transudasi dan eksudasi. Asites
yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh
penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi. Cairan
asites secara umum digolongkan memiliki gradien albumin serum asites (serum-ascites
albumin gradient /SAAG) yang tinggi atau rendah.
Asites merupakan tanda prognosis yang kurang baik pada beberapa penyakit. Asites juga
menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin kompleks. Infeksi pada cairan
asites akan lebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya oleh karena itu asites harus
dikelola dengan baik
B. DEFINISI
Asites merupakan penumpukan cairan yang dapat ditemukan dalam cavum peritoneal.
Cairan asites umumnya berasal dari kompartemen yang mendukung visera hepatosplanik.
Dua faktor yang penting dalam pembentukan asites meliputi : peningkatan total sodium
dalam cairan tubuh, serta peningkatan tekanan sinusoid portal.
C. PATOFISIOLOGI
Pertukaran cairan antara darah dan cairan interstitial dikontrol oleh keseimbangan antara
tekanan darah kapiler yang mendorong cairan masuk ke dalam jaringan interstitial dan
tekanan osmotik dari plasma protein yang menarik cairan tetap tinggal dalam kapiler.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites:
1. Tekanan koloid osmotik plasma
Biasanya tergantung pada kadar albumin plasma. Pada keadaan normal albumin
dibentuk di hati, bila fungsi hati terganggu maka pembentukan albumin juga terganggu
sehingga tekanan koloid osmotik plasma ikut menurun.
2. Tekanan vena porta
Lebih banyak cairan yang masuk ke dalam kavum peritoneal daripada yang
meninggalkan kavum peritoneal menyebabkan terjadinya asites
3. Perubahan elektrolit
Penumpukan cairan di kavum peritoneal akan mengakibatkan pengurangan cairan
dalam badan, yang akan menyebabkan terjadinya retensi natrium dan air pada ginjal
Cairan yang tertimbun dalam jaringan atau ruangan karena bertambahnya
permeabelitas pembuluh darah terhadap protein, maka penimbunan ini disebut dengan
eksudat. Jadi, edema akibat proses peradangan merupakan eksudat. Jika cairan tertimbun
dalam jaringan atau ruangan karena alasan-alasan lain dan bukan akibat dari perubahan
permeabelitas pembuluh darah, maka penimbunan ini disebut transudat. Kegagalan
jantung merupakan penyebab utama pembentukan transudat. Kadang secara klinis
penting untuk menentukan apakah penimbunan cairan tertentu ini merupakan eksudat
atau transudat. Eksudat sifatnya mengandung banyak protein daripada transudat,
sehingga mempunyai berat jenis yang lebih besar. Selain itu, protein eksudat sering
mengandung fibrinogen, yang akan mengendap sebagai fibrin, sehingga dapat
menyebabkan pembekuan cairan eksudat. Eksudat biasanya juga mengandung leukosit
sebagai bagian dari proses peradangan, sedangkan transudat cenderung tidak banyak
mengandung sel.
D. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
Manifestasi klinis dari asites dapat bervariasi mulai dari asimptomatik hingga pada
keluhan yang berat. Asites dapat diklasifikasikan dalam tiga tingkatan :
1. Grade 1 : ringan, hanya dapat dilihat pada ultrasound
2. Grade 2 : terdeteksi dengan flank bulging dan shifting dullness pada pemeriksaan
fisik
3. Grade 3 : dapat terlihat secara langsung, dikonfirmasi dengan fluid thrill
Analisa Cairan Asites
Guna penegakan diagnosa atau jenis cairan asites, maka dapat dilakukan analisa untuk
melihat
1. Gradien albumin serum-ascites (SAAG) dihitung dengan pengurangan albumin
konsentrasi cairan asites dari konsentrasi albumin dari suatu spesimen serum yang
diperoleh pada hari yang sama.
2. Konsentrasi amylasemeningkat pada asites pankreatik
3. Konsentrasi trigliserida meningkat pada asites chylous.
4. Jumlah sel darah putih jika lebih besar dari 350/mikroliter dapat dicurigai suatu infeksi.
Kebanyakan sel merupakan merupakan polimorfonuklear, harus dicurigai sebagai infeksi
bakteri. Ketika sel didominasi oleh sel mononuklear, biasanya merupakan infeksi
tuberculosis atau jamur.
5. Jumlah sel darah merah lebih dari 50.000/mikroliter menandakan asites hemoragik,
biasanya berkaitan dengan malignansi, tuberkulosis atau trauma.
6. Gram stain dan kultur dapat mengkonfirmasi diagnosis dari infeksi bakteri.
7. pH ketika kurang dari 7 menunjukkan adanya infeksi bakterial.
8. Sitologi dapat positif pada malignansi.
Tipe-Tipe Dari Asites Bergantung Pada Kadar Dari Gradien Albumin Serum-Asites
Gradien Tinggi ( ≥1,1 g/dL ) Gradien Rendah (< 1,1 g/dL)
Sirosis Karsinoma peritoneal
Hepatitis alkoholik Asites pankreatik
Gagal jantung Asites biliaris
Gagal hepar fulminan Tuberkulosis peritoneal
Trombosis vena porta Sindroma nefrotik
Serositis
Bowel Obstruction or Infarction
Gradien albumin serum-asites berkolerasi secara langsung dengan tekanan portal, dimana
pasien dengan gradien lebih besar dari atau sama dengan 1,1 g/dL dapat memiliki suatu
hipertensi portal (asites transudatif) dan pasien dengan gradien kurang dari 1,1 g/dL (asites
eksudatif). Konsentrasi protein total dari cairan asites dan aktivitas LDH secara umum
digunakan untuk mengklasifikasi cairan asites apakah eksudat atau transudat. Lihat tabel di
atas dengan klasifikasi dari tipe asites bergantung pada kadar dari gradien albumin serum-
asites.
Asites dapat dibedakan berdasar berbagai kondisi penyakit yang mendasarinya, hal tersebut
dapat diperhatikan pada tabel di bawah ini :
Kondisi Penampakan
kasar
Protein
g/dL
Gradien
Albumin
Serum-
Asites
Jumlah sel
Tes Lainnya Sel darah
merah >
10.000 /
μL
Sel darah
putih, per
μL
Sirosis
Straw-colored
atau bile-
stained
< 25
(95%) >1,1 1%
<250 (90%);
predominan
mesothelial
Neoplasma
Straw-
colored,
hemoragik,
musinosis
atau chylous
>25
(75%) <1,1 20%
>1000 (50%)
tipe sel
bervariasi
Sitologi, cell
block, biopsy
peritoneal
Peritonitis
Tuberculosa
Jernih, turbid,
hemoragik,
chylous
>25
(50%) <1,1 7%
>1000 (70%)
; biasanya
70% limfosit
Biopsy
peritoneal,
stain dan
kultur untuk
basil tahan
asam
Peritonitis
Pyogenik
Turbid atau
purulen
Bila
purulen
, >25
<1,1 Tidak biasa
Didominasi
limfosit
polimorfonu
klear
Stain gram
positif, kultur
Gagal
jantung
kongestif
Straw-colored
Bervari
asi, 15-
23
>1,1 10%
< 100 (90%)
; biasanya
mesothelial,
mononuclear
Nefrosis Straw-colored
atau Chylous
<25
(100%)
<1,1 Tidak biasa
<250;
mesothelial,
mononuclear
Bila chylous,
ether
ekstraksi,
staining
Sudan
Asites
pankreatik
(pankreatitis,
pseudocyst)
Turbid,
hemoragik,
atau chylous
Bervari
asi,
biasany
a >25
<1,1
Bervariasi,
mungkin
blood
stained
bervariasi
Peningkatan
amylase
dalam cairan
asites dan
serum
E. PENATALAKSANAAN
Terapi asites bergantung pada penyebabnya. Pada hipertensi portal penggunaan diuretik
dan restriksi garam biasanya efektif. Sementara itu, asites yang berkaitan dengan inflamasi
peritoneal atau malignansi tidak respon terhadap restriksi garam dan diuretik.
Terapi dapat diberikan dengan bentuk rawat jalan, namun rawat nginap dibutuhkan pada tiga
kondisi :
1. Untuk investigasi penyebab dari kelainan hepar
2. Edukasi intensif pasien dalam persiapan diet yang pembatasan sodium(Na) hingga 88
mmol setiap hari;
3. Monitoring konsentrasi elektrolit serum dan urin terhadap kadar nitrogen urea dan
kreatinin.
Restriksi cairan hanya perlu dilakukan bila konsentrasi serum sodium jatuh di bawah 120
mmol per liter. Juga penting untuk memperkirakan keseimbangan sodium dimana dapat
diperkirakan dengan monitor intake (diet, medikasi yang mengandung sodium dan cairan
intravena) serta ekskresi urin, hal ini karena : keseimbangan sodium negatif merupakan suatu
prediktor penurunan berat badan.
1. Obat-obatan
Kebanyakan pasien dengan asites sirosis respon terhadap diet restriksi sodium dan
diuretik. Kombinasi spironolakton dan furosemid merupakan rejimen yang paling efektif
untuk diminusi asites secara tepat. Dosis permulaan 100 mg sironolakton dan 40 mg
furosemid bersamaan setiap pagi. Bila tidak terdapat penurunan berat badan atau
peningkatan ekskresi sodium dalam urin setelah dua sampai tiga hari, dosis kedua obat
tersebut harus dinaikkan. Dosis kedua obat tersebut harus dinaikkan. Dosis pengobatan
harus ditingkatkan hingga 400 mg spironolakton per hari dan 160 mg furosemid tiap hari.
Hanya 10% pasien tidak respon terhadap pendekatan medis ini (diuretik dan diet restriksi
sodium)
2. Asites Resisten Diuretik
Bila pengobatan dengan diuretik di atas tidak memberikan kemajuan terhadap penurunan
jumlah asites, maka dapat digunakan terapi :
a. Parasentesis terapetik
b. Shunt LeVeen atau Denver (peritoneovenous)
c. Transplantasi hati
d. Ekstrakorporal ultrafiltrasi dari cairan asites dengan reinfusi
e. Transjugular intrahepatic portosystemic stent shunt
3. Parasentesis Terapetik
Parasentesis hingga 1 liter cairan dapat membantu penyembuhan gangguan nafas akut
sekunder terhadap asites. Pemindahan volume dan parasintesis total (paling besar
dilaporkan sebanyak 22,5 L) merupakan subjek diskusi sejak beberapa penulis
menganjurkan pergantian 10 gr albumin secara intravena untuk setiap 1 L cairan asites
yang dipindahkan dalam upaya untuk mencegah reduksi volume plasma, abnormalitas
elektrolit dan kreatinin. Bagaimanapun tidak jelas bila penggunaan albumin atau volume
expander lainnya seperti Dextran dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pho, Kevin. Ascites. www.nlm.nih.gov. 2004
2. Shah, Rahil. Ascites. www.emedicine.com. 2006
3. Wong F. And Blendis L. Ascites, First Principles of Gastroenterology, Chapter 14.
www.gastroresource.com. 2003
4. Price SA dan Wilson LM. Patofisiologi: Konsep-konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta. 2013
5. Kasper, et.al. Harrison’s: Principles of Internal Medicine, Edition 16, Volume 1. 2005.