artikel pend.pancasila

7
Nama : Yudik Yuliyanto Nim : 12501241039 “Banyak yang cinta damai, tapi perang semakin ramai” Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang lahir karena kemajemukan dan perbedaan yang dipersatukan oleh kesadaran kolektif untuk hidup sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Perjuangan panjang bangsa untuk bersatu, diwarnai oleh kepahitan dan perjuangan fisik yang panjang dari generasi pendahulu bangsa untuk merdeka. Bukan merupakan hal yang mudah bagi para pendiri Negara menyepakati Pancasila, yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, dan menetapkannya sebagai dasar negara. Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan ideologi, pandanagn dan falsafah hidup yang harus dipedomani bangsa Indonesia dalam penyelengaraan kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara dalam mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Nilai- nilai luhur yang terkandung didalam nya merupakan nilai-nilai luhur yang digali dari budaya bangsa

Upload: yudik3y

Post on 22-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

gdh

TRANSCRIPT

Nama: Yudik YuliyantoNim: 12501241039Banyak yang cinta damai, tapi perang semakin ramai

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang lahir karena kemajemukan dan perbedaan yang dipersatukan oleh kesadaran kolektif untuk hidup sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Perjuangan panjang bangsa untuk bersatu, diwarnai oleh kepahitan dan perjuangan fisik yang panjang dari generasi pendahulu bangsa untuk merdeka. Bukan merupakan hal yang mudah bagi para pendiri Negara menyepakati Pancasila, yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, dan menetapkannyasebagai dasar negara.Sebagai dasar Negara, Pancasila merupakan ideologi, pandanagn dan falsafah hidup yang harus dipedomani bangsa Indonesia dalam penyelengaraan kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara dalam mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Nilai-nilai luhur yang terkandung didalam nya merupakan nilai-nilai luhur yang digali dari budaya bangsa Indonesia dan memiliki nilai dasar yang diakui secara universal dan tidak akan berubah oleh perjalanan waktu.Seiring dengan perjalanan waktu dan sejarah bangsa, kini apa yang telah diperjuangkan para pendiri dan pendahulu bangsa tengah menghadapi ujian keberlangsungannya. Globalisasi dan euphoria reformasi yang sarat dengan semangat perubahan telah mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan generasi penerus bangsa ini dalam menyikai berbagai permasalahan aktual bangsa. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila semakin terkikis dan terdegradasi oleh derasnya nilai-niali baru yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa.Munculnya berbagai kasus kerusuhan di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa potensi konflik tak segera selesai dengan terbukanya keran demokratisasi yang juga memberikan peluang bagi meluasnya potensi konflik. Belum lama ini konflik besar kembali terjadi. Kali ini menimpa Lampung Selatan, tepatnya di wilayah Kalianda. Dalam kasus ini, soal pelecehan seksual yang diduga sebagai pemicu konflik, yang telah menelan belasan korban jiwa ini, sebenarnya hanyalah puncak dari gunung es.Dilihat dari akar penyebabnya, kasus Lampung dalam batas-batas tertentu dapat dikatakan bersifat klasik yang melibatkan beberapa etnis tertentu. Hal ini mengingat secara kasat mata pihak-pihak yang berkonflik memiliki keterkaitan kuat dengan kedua etnis yang terlibat, yakni etnis Lampung dan Bali. Sejak kehadirannya, etnis Bali dipandang membawa persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat Lampung. Gugus persoalan ini mencakup legitimasi kehadiran masyarakat Bali yang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum sepenuhnya diizinkan ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama. Hal ini terjadi terutama di Lampung Selatan dan Lampung Utara. Meski secara kultural sebenarnya kedua etnis itu memiliki kearifan lokal yang dapat diandalkan untuk menciptakan kerukunan dan mencegah konflik, tetapi dalam berbagai kasus konflik terlihat bahwa kearifan lokal itu seolah sirna.Situasi di Lampung ini cerminan bahwa nilai-nilai pancasila makin terpinggirkan. Alih-alih dikaitkan keharusan kedewasaan berperilaku, masalah kehormatan diri justru jadi alasan pembenaran untuk menempuh cara apa pun sejauh itu dianggap dapat menjaga harga diri. Sementara respons dari kalangan Bali menunjukkan bahwa nilai-nilai kedamaian dan toleransi yang dianut juga tidak mampu bekerja dengan sempurna. Di sini, persoalan klasik kecemburuan sosial antara pribumi dengan pendatang telah cukup membutakan akal sehat dan menjadi rumput kering yang berpotensi membara manakala menemukan pemantiknya.

Di mana peran Negara?Lepas dari itu, kasus kerusuhan Lampung ini sebenarnya dapat segera tertanggulangi dengan baik jika aparat keamanan, dalam hal ini kepolisian, dapat memainkan peran yang lebih signifikan. Sebagai institusi yang menetapkan peran preventif (pencegahan) sebagai bagian tugas pokoknya, kepolisian seharusnya sejak dini dapat mendeteksi dan mengantisipasi potensi apa yang akan terjadi ke depan. Dengan sederet institusi pelengkap untuk mendeteksi segenap potensi negatif yang ada di masyarakat, kepolisian jelas salah satu institusi yang seharusnya dapat memimpin dalam soal-soal yang terkait dengan keresahan masyarakat. Apalagi kenyataan bahwa kasus Lampung terakhir ini bukanlah kasus yang benar-benar baru sebab memiliki preseden di awal tahun ini yang cukup terang benderang.Solusi jangka pendek adalah segera menyelesaikan persoalan itu secara tepat, dengan sesedikit mungkin menimbulkan resistensi dari kalangan yang terlibat. Di sini diperlukan kerja sama banyak pihak. Tidak saja dari kalangan masyarakat, tokoh-tokoh, ataupun ormas, tetapi juga aparat dan pemerintah, termasuk pengadilan. Kegagalan pada level ini kerap akan cenderung memberikan preseden negatif dan memperburuk situasi.Dalam konteks jangka menengah, solusi yang mungkin adalah memperbaiki kinerja dan profesionalisme aparat keamanan agar dapat lebih sensitif dan efektif mencegah serta menyelesaikan rangkaian konflik sejak dini.Dalam konteks jangka panjang, jelaslah bahwa persoalan segregasi primordial dan disparitas ekonomi yang selalu jadi biang keladi kemunculan konflik harus dapat direduksi semaksimal mungkin.Harus diakui secara jujur, era reformasi yang membawa semangat perubahan dan keterbukaan telah membawa banyak perubahan positif maupun negative bagi kehidupan nasional, Keterbukaan dan kebebasan individu yang merupakan cirri demokrasi barat semakin mendominasi pola pikir, sikap, dan tindak generasi penerus bangsa. Semangat gotong royong yang terkandung dalam pancasila semakin ketersampingkan. Tata nilai baru yang belum sepenuhnya dipahami dan diterima oleh bangsa Indonesia telah mengakibatkan disharmonisasi hubungan vertical maupun horizontal diantar masyarakat Indonesia yang majemuk. Berbagai permasalahan bangsa yang terjadi akhir - akhir ini, disebabkan semakin lunturnya toleransi atas perbedaan dan kemajemukan di antara komponen bangsa. Permasalahan ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena akan melemahkan sendi - sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, diperlukan kembali komunikasi politik yang didasarkan atas kesadaran kolektif bangsa untuk mempertahankan nilai - nilai pancasila

Sumber :http://theindonesianjournalist.com/pancasila-dasar-atau-pilar/http://infopublik.kominfo.go.id/index.php?page=news&newsid=35193http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/11/02/mcueey-mensos-konflik-lampung-butuh-pemulihan-jangka-panjanghttp://www.antaranews.com/berita/341818/peneliti-konflik-lampung-menyangkut-sejarah-sosiologis