artikel pelanggaran ham

7
Tema : HAK ASASI MANUSIA Nama : Ilham E-mail (Penulis) : [email protected] Mahasiswa : Pendidikan Kimia A Pada Fakultas TArbiyah dan Keguruan UIN SGD Bandung Topik : Pelanggaran HAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA PADA KASUS MESUJI Manusia, pada hakikatnya, secara kodrati dinugerahi hak- hak pokok yang sama oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak pokok ini disebut hak asasi manusia (HAM). Hak asasi manusia adalah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. Pada gilirannya, hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, di mana hak-hak asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain. Umumnya, kita, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam (sebagai akibat dari pola pendidikan ala Barat yang dikembangkan semenjak jaman penjajahan Belanda dan diteruskan di era republik pasca proklamasi kemerdekaan hingga kini) mengenal konsepsi HAM yang berasal dari Barat. Kita mengenal konsepsi HAM itu bermula dari sebuah naskah Magna Charta, tahun 1215, di Inggeris, dan yang kini berlaku secara universal mengacu pada Deklarasi Universal HAM (DUHAM), yang diproklamasikan PBB, 10 Desember 1948. Padahal, kalau kita mau bicara jujur serta mengaca pada sejarah, sesungguhnya semenjak Nabi Muhammad S.A.W. memperoleh

Upload: ilham-wie

Post on 28-Nov-2014

39.771 views

Category:

Education


1 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel pelanggaran ham

Tema : HAK ASASI MANUSIA

Nama : Ilham

E-mail (Penulis) : [email protected]

Mahasiswa : Pendidikan Kimia A Pada Fakultas TArbiyah dan Keguruan UIN SGD

Bandung

Topik : Pelanggaran HAM

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA PADA KASUS MESUJI

Manusia, pada hakikatnya, secara kodrati dinugerahi hak-hak pokok yang sama oleh

Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak pokok ini disebut hak asasi manusia (HAM). Hak asasi

manusia adalah sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia,

bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. Pada

gilirannya, hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai

anugerah Tuhan Yang Maha Esa, di mana hak-hak asasi ini menjadi dasar daripada hak-hak

dan kewajiban-kewajiban yang lain.

Umumnya, kita, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam (sebagai

akibat dari pola pendidikan ala Barat yang dikembangkan semenjak jaman penjajahan

Belanda dan diteruskan di era republik pasca proklamasi kemerdekaan hingga kini) mengenal

konsepsi HAM yang berasal dari Barat. Kita mengenal konsepsi HAM itu bermula dari

sebuah naskah Magna Charta, tahun 1215, di Inggeris, dan yang kini berlaku secara universal

mengacu pada Deklarasi Universal HAM (DUHAM), yang diproklamasikan PBB, 10

Desember 1948.

Padahal, kalau kita mau bicara jujur serta mengaca pada sejarah, sesungguhnya

semenjak Nabi Muhammad S.A.W. memperoleh kenabiannya (abad ke-7 Masehi, atau sekira

lima ratus tahun/lima abad sebelum Magna Charta lahir), sudah dikenalkan HAM serta

dilaksanakan dan ditegakkannya HAM dalam Islam. Atas dasar ini, tidaklah berlebihan

kiranya bila sesungguhnya konsepsi HAM dalam Islam telah lebih dahulu lahir tinimbang

konsepsi HAM versi Barat. Bahkan secara formulatif, konsepsi HAM dalam Islam relatif

lebih lengkap daripada konsepsi HAM universal.

Hak-hak dasar yang terdapat dalam HAM menurut Islam ialah : (1) Hak Hidup; (2)

Hak-hak Milik; (3) Hak Perlindungan Kehormatan; (4) Hak Keamanan dan Kesucian

Kehidupan Pribadi; (5) Hak Keamanan Kemerdekaan Pribadi; (6) Hak Perlindungan dari

Hukuman Penjara yang Sewenang-wenang; (7) Hak untuk Memprotes Kelaliman (Tirani); (8)

Hak Kebebasan Ekspresi; (9) Hak Kebebasan Hati Nurani dan Keyakinan; (10) Hak

Page 2: Artikel pelanggaran ham

Kebebasan Berserikat; (11) Hak Kebebasan Berpindah; (12) Hak Persamaan Hak dalam

Hukum; (13) Hak Mendapatkan Keadilan; (14) Hak Mendapatkan Kebutuhan Dasar Hidup

Manusia; dan (15) Hak Mendapatkan Pendidikan.1

Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok

orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang

secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi

Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak

mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan

benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999

tentang HAM).

Salah satu contoh pelanggaran HAM berat yang sekarang ini banyak di bicarakan oleh

khalayak umum yaitu dugaan adanya pembantaian di Mesuji Sumatera Selatan. Dari tahun

ketahun Mesuji selalu bersimbah darah meski dalam pembukaan UUD 1945 telah

diamanatkan bahwa pemerintah negara Indonesia wajib melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam kenyataannya pemerintah belum

mampu melindungi tumpah darah Indonesia. Hal ini bisa kita lihat sekurangnya dalam kasus

yang menimpa warga Desa Sodong Kec. Mesuji Propinsi Sumatera Selatan, Desa Sritanjung,

Kagungan Dalam dan Nipah Kuning Kabupaten Mesuji dan Desa Talang Batu Kab. Mesuji

Propinsi Lampung. Warga di ketiga lokasi ini telah menjadi korban perampasan Hak Atas

Tanah dan ketidakadilan perlakuan oleh korporasi dan  aparat penegak hukum. Bahkan

tindakan tak beradab dan keji menimpa warga desa.

Kasus yang mencuat saat ini di Mesuji terdapat tiga kasus, walau sesungguhnya masih

ada kasus yang tinggal menunggu bom waktu. Ketiga kasus tersebut, pertama adalah kasus

pengelolaan lahan milik adat di areal kawasan Hutan Tanaman Industri Register 45 Way

Buaya tepatnya di  Talang Pelita Jaya Desa Gunung Batu telah mencuat pada februari 2006

dan puncaknya berujung kematian Made Asta pada 6 Nopember 2010. Kedua, kasus sengketa

tanah lahan sawit seluas 1533 ha antara warga Desa Sei Sodong dengan PT. Sumber Wangi

Alam yang berakhir dengan tragedi pembantaian terhadap dua orang petani tak bersenjata

ditengah kebun sawit pada 21 April 2011. Dan ketiga kasus tanah lahan sawit seluas 17 ribu

ha antara warga Desa Sritanjung, Kagungan Dalam dan Nipah kuning dengan PT. Barat

Selatan Makmur Investindo yang puncaknya berujung kematian Zaini pada 10 Nopember

2011.

1 Arief Achmad Mangkoesapoetra

Page 3: Artikel pelanggaran ham

Tindakan biadab dan keji ini tidak pernah oleh negara disebut sebagai pelanggaran

HAM Berat. Malah ditengah situasi duka, aparat masih menjalankan upaya kriminalisasi

kepada warga yang menjadi korban walau masyarakat sejak awal telah mengadu kepada

Polisi dan pemerintah setempat. Demikian pula terhadap Komnas HAM, warga Desa

Sritanjung melapor kepada Komnas HAM sejak Baharudin Lopa masih menjabat hingga

menjelang satu hari sebelum terjadi penembakan oleh Brimob. Kasus di Desa Sodong telah

pula di koordinasikan sejak Mei 2011 kepada Komnas HAM.

Dari ketiga kasus ini kami melihat bahwa pemicu konflik terkait perkebunan sawit

adalah karena pihak perkebunan sawit telah merampas dan menguasai tanah warga dalam

waktu yang lama mulai 10 – 17 tahun. Dan warga tidak satu rupiah-pun mendapatkan

manfaat dari hasil kebun sawit itu.

Tindakan sewenang-wenang perusahaan ini selalu berlindung atas UU perkebunan

Nomor 18 tahun 2004. Dimana UU ini telah memberikan legalitas yang sangat kuat kepada

perusahaan-perusahaan perkebunan untuk mengambil tanah-tanah yang dikuasai rakyat.

Pasal-pasal dalam UU ini dengan jelas memberikan ruang yang besar kepada perusahaan

perkebunan baik swasta maupun pemerintah untuk terus melakukan tindakan kekerasan dan

kriminalisasi terhadap petani2.

Sedangkan pemicu konflik diareal HTI Reg 45 Way Buaya adalah karena pemerintah

telah memperluas luas kawasan hutan dimana sebagian lahan merupakan tanah adat/ulayat.

Tuntutan warga Desa Gunung Batu atas lahan seluas 7 ribu ha, hanya dikabulkan 2300 ha

untuk kemudian di enclave dari kawasan HTI. Dan ketika warga adat memberikan lahan

untuk dikelola kepada warga lokal pihak perusahaan dan aparat telah  menstigma pengelola

sebagai perambah hutan.

Menjadi pertanyaan besar karena keterlibatan aparat polisi dalam semua kasus justeru

bukan untuk meredam konflik melainkan melindungi perusahaan. Jangan heran jika

organisasi masyarakat sipil mengkatagorikannya sebagai Centeng Perusahaan. Mengapa

demikian karena polisi bukan menjadi pangayom atau sekurangnya hadir disaat ketengangan

terjadi, akan tetapi polisi memang telah bermarkas di areal kebun sawit seperti di dapati di

PT. BMSI. Kondisi inilah yang telah memperumit situasi. Dan polisi pun dengan mudah

memuntahkan peluru kearah masyarakat tanpa mengikuti SOP.

2 Ruslan Burhani.http://gurupkn.wordpress.com/2008/02/22/pengertian-pengertian-hak-asasi-manusia/ (diakses tanggal 20 Desember 2011 pukul 19:00)

Page 4: Artikel pelanggaran ham

Bukan hanya polisi, pihak Badan Pertanahan juga memiliki andil sangat besar dalam

kasus-kasus perkebunan sawit. Seharunya departemen ini ketika akan menerbitkan HGU

wajib berpegang kukuh pada prinsip clean dan clear. Tentu harus pula melakukan

pengawasan kelokasi terhadap areal HGU. Dan memberikan respon cepat ketika terdapat

pengaduan warga, bukan terus  sibuk menerbitkan HGU dan mengabaikan sengketa agraria.

Demikian pula Dinas Kehutanan. Seharusnya cepat mencabut izin perusahaan yang

dengan terang dan jelas telah menelantarkan lahan dan menyalahgunakan peruntukan lahan.

Seperti dilakukan oleh Silva Inhutani. Lahan yang seharusnya ditanami kayu, malah ditanami

singkong dan nenas. Semestinya pula lahan-lahan yang diterlantarkan tersebut bisa

diserahkan kepada warga untuk dikelola dengan mekanisme hutan desa atau mekanisme

lainya sehingga fungsi hutan tetap terjaga dan masyarakat mendapat manfaat.

Berdasarkan advokasi WALHI, WANACALA dan LBH Bandar Lampung pada tahun

2006 terhadap kasus Register 45, Penerimaan laporan dan investigasi kasus di Desa Sodong

oleh WALHI, YLBHI, Sawit Watch dan KpSHK pada Juli – Nopember 2011 dan investigasi

kasus Desa Sritanjung an Kagungan Dalamm Kabupaten Mesuji pada 11 Nopember

2011kami berkesimpulan bahwa wilayah Mesuji merupakan Ladang Pelanggaran Ham Berat

terhadap petani dimana kasus juga terjadi secara beruntun dari tahun ketahun dan telah pula

memakan korban jiwa yang cukup besar.

Pemerintah menginginkan penanganan kasus di Mesuji baik di Sumatera Selatan maupun

Lampung berlangsung secara menyeluruh dengan membentuk tim yang akan menyampaikan

rekomendasi agar tidak terjadi peristiwa serupa,kata Menko Polhukam.

Menko Polhukam Djoko Suyanto dalam keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta,

Jumat sore mengatakan tim yang dibentuk pemerintah diketuai oleh Wakil Menteri Hukum

dan Ham Denny Indrayana diisi oleh perwakilan dari sejumlah pemangku kepentingan, tokoh

masyarakat dan juga perwakilan perguruan tinggi.

"Ketua tim Denny Indrayana, melibatkan unsur terkait seperti Komnas HAM, karena

Komnas HAM memiliki gambaran yang tepat baik di Mesuji Sumsel dan Mesuji Lampung.

Berikutnya adalah kepolisian, miliki data bagaimana penanganan di Mesuji Sumsel, dan

Mesuji Lampung, dari Kantor Menko Polhukam juga, dan melibatkan masyarakat dan Pemda

Lampung dan Sumsel. Pak Denny juga diberi keleluasaan bila menginginkan ada dari

perguruan tinggi," katanya.

Djoko mengatakan penanganan kasus baik di Mesuji Lampung maupun Mesuji Sumsel

akan dibagi dalam dua langkah.

Page 5: Artikel pelanggaran ham

Langkah yang pertama, dilakukan penelaahan dan pemisahan antara peristiwa yang

terjadi di Mesuji Lampung dan Mesuji Sumatera Selatan termasuk masing-masing bagaimana

kejadiannya, latar belakang permasalahan dan korban serta pelakunya.

Langkah yang kedua adalah proses hukum atas masing-masing kasus sesuai dengan

kondisi yang ada.

Semoga kasus –kasus yang merenggut HAM dapat terselasaikan, sehingga masyarakat

Indonesia dapat hidup dengan tentaram, saling mencintai satu sama lain.