artikel 1 - coment

13
Evaluasi Protokol Penatalaksanaan Nyeri berdasarkan Pedoman WHO pada Kasus Kanker Serviks Shilu Goel 1 , Uma Singh 1 , Sabuhi Qureshi 1 , Anita Malik 2 , Nisha Singh 1 , Pushpalata L Sankhwar 1 1 Department of Obstetrics and Gynecology, King George's Medical University, Lucknow, Uttar Pradesh, India 2 Department of Anaesthesiology, King George's Medical University, Lucknow, Uttar Pradesh, India Diterbitkan 1 Desember 2014 Abstrak Pendahuluan dan Tujuan : Nyeri pada kanker serviks merupakan gejala yang sering membebani penderitanya. Gejala ini terjadi pada 25-50% pasien kanker serviks yang baru terdiagnosis dan lebih dari 75% pada pasien kanker serviks stadium lanjut. Sebelumnya, nyeri ini merupakan masalah yang paling sering diabaikan. Oleh sebab itu, penelitian ini dirancang untuk menilai nyeri dan mengevaluasi respon nyeri terhadap penatalaksanaan nyeri menurut protokol WHO pada kasus kanker serviks. Data dan Metode penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif dengan subjek pasien kanker serviks dengan nyeri. Kriteria eksklusi pada penilitian ini meliputi pasien kanker serviks dengan penyakit sistemik berat, pasien kanker serviks yang telah menjalani operasi mayor dalam waktu 2 minggu. Derajat nyeri dinilai dengan menggunakan skala analog visual. Nyeri ditatalaksana sesuai dengan protokol penanganan nyeri menurut WHO. Hasil : Terdapat 61,5% pasien kanker serviks dengan nyeri. Tingkat keberhasilan penatalaksanaan nyeri dengan protokol WHO adalah 95,3%. Kesimpulan : Penatalaksanaan nyeri dengan

Upload: hanif-nugra-p

Post on 29-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Artikel 1 - Coment

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel 1 - Coment

Evaluasi Protokol Penatalaksanaan Nyeri berdasarkan Pedoman WHO pada Kasus Kanker Serviks

Shilu Goel1, Uma Singh1, Sabuhi Qureshi1, Anita Malik2, Nisha Singh1, Pushpalata L Sankhwar1

1 Department of Obstetrics and Gynecology, King George's Medical University, Lucknow, Uttar Pradesh, India2 Department of Anaesthesiology, King George's Medical University, Lucknow, Uttar Pradesh, India

Diterbitkan 1 Desember 2014

Abstrak

Pendahuluan dan Tujuan : Nyeri pada kanker serviks merupakan gejala yang sering

membebani penderitanya. Gejala ini terjadi pada 25-50% pasien kanker serviks yang baru

terdiagnosis dan lebih dari 75% pada pasien kanker serviks stadium lanjut. Sebelumnya, nyeri ini

merupakan masalah yang paling sering diabaikan. Oleh sebab itu, penelitian ini dirancang untuk

menilai nyeri dan mengevaluasi respon nyeri terhadap penatalaksanaan nyeri menurut protokol

WHO pada kasus kanker serviks. Data dan Metode penelitian : Penelitian ini merupakan

penelitian kohort prospektif dengan subjek pasien kanker serviks dengan nyeri. Kriteria eksklusi

pada penilitian ini meliputi pasien kanker serviks dengan penyakit sistemik berat, pasien kanker

serviks yang telah menjalani operasi mayor dalam waktu 2 minggu. Derajat nyeri dinilai dengan

menggunakan skala analog visual. Nyeri ditatalaksana sesuai dengan protokol penanganan nyeri

menurut WHO. Hasil : Terdapat 61,5% pasien kanker serviks dengan nyeri. Tingkat

keberhasilan penatalaksanaan nyeri dengan protokol WHO adalah 95,3%. Kesimpulan :

Penatalaksanaan nyeri dengan menggunakan protokol WHO 95,3% efektif dari semua kasus.

Morfin per oral merupakan obat yang efektif dalam manajemen nyeri pada kasus ini. Obat

tersebut dapat dengan mudah dititrasi dan mempunyai keuntungan lebih dibanding risikonya.

Kata kunci : Kanker serviks, diklofenak, morfin, nyeri, tramadol, protokol WHO

Pendahuluan

Kanker serviks merupakan penyakit keganasan terbanyak pada wanita semua usia di

negara berkembang, diperkirakan terdapat 370.000 kasus baru dan 160.000 kematian setiap

tahunnya. Di India, pasien kanker serviks sebanyak ± 100.000 setiap tahunnya. (1) Nyeri

merupakan gejala yang paling sering terjadi pada kanker serviks. Gejala ini terjadi pada 25-50%

pasien yang baru terdiagnosis keganasan, lebih dari 75% pada stadium tingkat lanjut, dan 33%

ismail - [2010], 29/07/15,
Judul Penelitian sudah cukup jelas karena dapat menggambarkan isi dari penelitian. Namun judul penelitian belum memuat unsur where dan when, ada baiknya terdapat keterangan waktu dan lokasi penelitian agar judul lebih informatif. Namun hal ini juga harus mempertimbangkan agar judul tetap jelas dan tidak terlalu panjang.
ismail - [2010], 29/07/15,
Pada pendahuluan telah dipaparkan prevalensi kanker serviks di dunia dan di India. Dipaparkan pula pentingnya penanganan nyeri pada pasien kanker serviks. Namun pada pernyataan di bawah tidak terdapat sumber referensi yang jelas yang memungkinkan ini hanya suatu opini. Hal ini menyebabkan alasan untuk melakukan penelitian tidak jelas.
ismail - [2010], 29/07/15,
Abstrak sudah sesuai dengan kaidah yaitu mengandung masalah dan tujuan, metode, hasil dan kesimpulan dari penelitian serta diakhiri dengan keyword untuk penelitian tersebut. Namun di sini masih tidak dijelaskan tempat dan waktu penelitian sehingga abstrak kurang informatif.
ismail - [2010], 29/07/15,
Pada jurnal ini sudah cukup jelas penulisnya serta instansi asal penulis walaupun tidak semuanya. Tanggal penerbitan juga telah dicantumkan yaitu 1 Desember 2014. Namun di sini tidak dicantumkan penerbit jurnal.
Page 2: Artikel 1 - Coment

pasien yang sedang dalam pengobatan.(2) Nyeri mempunyai pengaruh terhadap status fungsional

dan kualitas hidup. Sebelumnya, nyeri ini merupakan masalah yang paling sering diabaikan dan

tidak terpecahkan pada pasien kanker. Pada tahun 1986 WHO menetapkan algoritma (step lader

pattern) sebagai pedoman dalam manajemen nyeri. Akan tetapi, meskipun pedoman WHO telah

ada, sebagian besar pasien hidup dengan kualitas yang buruk sehingga meningkatkan derajat

nyeri mereka. Oleh sebab itu, penelitian ini dirancang untuk menilai nyeri dan mengevaluasi

respon nyeri terhadap penatalaksanaan nyeri menurut protokol WHO pada kasus kanker serviks.

Data dan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif, yang dilaksanakan di Departemen

Obstetri dan Ginekologi pelayanan kesehatan tertier di India utara, dalam waktu 1 tahun.

Penelitian ini melibatkan pasien kanker serviks stadium I, II, III, dan IV menurut klasifikasi

FIGO yang mengeluh nyeri di perut, perineum, ekstremitas bawah, dan punggung. Kriteria

eksklusi penelitian ini meliputi pasien dengan riwayat operasi mayor 2 minggu sebelumnya atau

dengan penyakit sistemik berat seperti gagal ginjal akut dan kronik, HIV, penyakit pernapasan,

penyakit hepatobilier, atau dengan penyakit diatesis perdarahan (bleeding diathesis),

trombositopenia, atau dengan epilepsi atau riwayat kejang.

Setelah mendapat persetujuan komite etik institusi terkait, semua pasien yang ikut dalam

penelitian diminta persetujuannya (informed consent). Anamnesis riwayat penyakit lengkap,

pemeriksaan fisik, dan investigasi yang relevan termasuk pemeriksaan histopatologi untuk

kanker serviks dilakukan pada setiap pasien.

Peneliaan awal nyeri dilakukan dengan menggali riwayat nyeri termasuk lokasi nyeri,

karakteristik, durasi, intensitas, pola, serta faktor-faktor yang memperberat dan memperingan

nyeri. Intensitas nyeri diukur dengan skala analog visual (visual analogue scale) [gambar 1] .

Setelah menilai skor dasar nyeri, nyeri ditatalaksana menurut protokol WHO [gambar 2].

Responden yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pasien dengan perubahan skor nyeri dari

ringan (1-4) atau sedang (5-6) atau berat (≥ 7) menjadi tidak nyeri (0) atau ringan (1-4). Jika skor

nyeri masih sama atau justru meningkat, maka pasien tersebut tidak dimasukkan sebagai

responden. Penatalaksanaan tahap 1, analgesik oral diklofenak dengan dosis 2 x 50 mg hingga 3

x 50 mg diberikan pada pasien dengan skor nyeri 1-6 (nyeri ringan hinga sedang). Penilaian

ismail - [2010], 29/07/15,
Apabila penelitian ini memakai kohort yang merupakan penelitian analitik maka harus disertai dengan pembanding atau kelompok kontrol. Selain itu juga diperlukan hipotesis yang jelas dari penelitian ini apabila menggunakan kohort. Akan tetapi dalam penjelasannya penelitian ini lebih mengarah pada penelitian deskriptif karena hanya berusaha menjelaskan efek penatalaksanaan nyeri pada responden yang sama tanpa adanya pembanding.Selain itu di sini juga tidak disebutkan tentang teknik sampling yang dipakai serta penentuan jumlah sampel. Yang dijelaskan hanyalah kriteria inklusi dan eksklusi responden. Apabila semua responden yang cocok menjadi sampel maka sampling menjadi non probability sampling dan metode penelitian yang lebih cocok adalah deskriptif.
ismail - [2010], 29/07/15,
Tidak disebutkan sumber yang jelas.
Page 3: Artikel 1 - Coment

nyeri berikutnya dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas obat setelah 48 jam pemberian terapi.

Pasien yang tidak respon dengan terapi lini pertama diberikan terapi lini kedua, dan pasien

dengan skor awal nyeri berat (>7) juga diberikan analgesik tahap 2 sebagai terapi lini pertama.

Analgesik tahap 2 terdiri dari opioid atipikal ringan; tramadol oral 50 mg, 50 mg per 8 jam, dan

per 3 jam. Skor nyeri dinilai setelah 48 jam pemberian terapi. Pasien yang tidak respon dengan

terapi lini kedua diberikan terapi oral lini ketiga opioid-morfin kuat 2 x 10-30 mg. Terapi

adjuvant seperti amitriptilin (10-25 mg sampai 75 mg) dan prednisolon (2 x 5 mg – 2 x 10 mg)

ditambahkan selama pemberian analgesik tahap 2 dan 3 apabila diperlukan. Evaluasi efek

samping obat dilakukan terhadap semua pasien dan ditatalaksana dengan tepat. Pasien yang

berhasil mencapai skor nyeri 0 (tidak nyeri) akan ditindaklanjuti 2 minggu kemudian.

Gambar 1. Penatalaksanaan nyeri menurut WHO (WHO step ladder pattern)

Gambar 2. VISUAL ANALOGUE SCALE untuk menilai menilai derajat nyeri

Page 4: Artikel 1 - Coment

Analisis statistik penelitian ini menggunakan software analisis statistik SPSS versi 15.0. Variabel

penelitian terdiri dari usia, tempat tinggal (pedesaan atau perkotaan), paritas, stadium penyakit,

skor nyeri pre- dan post-terapi dinilai dengan skala analog visual, tingkat respon individual

terhadap setiap obat dan efek samping obat yang timbul.

Hasil

Penilitian ini menggunakan sampel sebanyak 149 wanita dengan kanker serviks.

Sebanyak 36,9% pasien berada dalam kelompok usia 41-50 tahun. Secara keseluruhan, sebanyak

69,5% pasien adalah Para 5 atau lebih; 82,3% berstatus sosioekonomi rendah,; 85,1% pasien

adalah buta huruf.

Sebanyak 61,5% pasien dengan kanker serviks menderita nyeri. Nyeri yang paling sering

adalah nyeri pada perut bagian bawah (73,2%) diikuti dengan nyeri punggung (51%) dan regio

perineal (33,6%). Sebagian besar pasien menggambarkan nyeri seperti kaku/kram (42,3%),

seperti ditekan (43,6%) atau panas seperti terbakar (14,1%). Sebanyak 71,1% pasien menderita

nyeri kurang dari 6 bulan sementara 28,9% sisanya menderita nyeri lebih dari 6 bulan. Nyeri

yang hilang timbul sebanyak 52,3% dan yang berlangsung terus menerus sebanyak 47,7%. Skala

analog visual (VAS) digunakan untuk menilai nyeri; 18 pasien (12,1%) memiliki skor 1-4 (nyeri

ringan); 73 pasien (49%) memiliki skor 5-6 (nyeri sedang) dan 58 pasien (38,9%) memiliki skor

≥ 7 (nyeri berat). Derajat nyeri meningkat seiring dengan meningkatnya stadium kanker. Pada

stadium I, 70,8% pasien tidak merasakan nyeri sedangkan stadium IV, 100% pasien merasakan

nyeri berat.

Pasien dengan nyeri di atas ditatalaksana menggunakan protokol WHO (tabel 1); 91

pasien dengan nyeri ringan sampai sedang diberikan diklofenak oral (tahap I). Sebanyak 67

pasien (73,6%) respon terhadap terapi tahap I dan 24 pasien (26,4%) tidak respon.. Tramadol

oral diberikan kepada 62 pasien dengan nyeri berat dan 24 pasien dengan nyeri ringan-sedang

yang tidak respon dengan pemberian diklofenak. Dari 62 pasien dengan nyeri berat, hanya 19

yang respon dan 43 tidak respon. Sedangkan dari 24 pasien (nonrespon terhadap diklofenak), 19

respon, dan 5 tidak respon. Kemudian morfin diberikan kepada 43 pasien (nonrespon terhadap

tramadol), 41 orang respon dan 2 orang tidak respon. Sebanyak 9 pasien diberikan tramadol atau

morfin dengan pemberian terapi adjuvan. Dari 9 pasien, 7 orang respon dan 2 orang tidak respon.

ismail - [2010], 29/07/15,
Rentang usia yang lain tidak disebutkan.
ismail - [2010], 29/07/15,
Hasil dari penelitian ini tidak disajikan dengan jelas dan membingungkan.Metode tes statistik tidak disebutkan
Page 5: Artikel 1 - Coment

Dua pasien tersebut kemudian dirujuk ke klinik nyeri guna memperoleh penanganan lebih lanjut.

Secara keseluruhan, analgesik yang diberikan berhasil terhadap semua pasien kecuali pada 2 dari

149 pasien yang terlibat dalam studi ini.

Tabel 1. Respon terhadap obat yang diberikan dalam bentuk step ladder pattern

Hubungan antara skor awal nyeri dengan respon terhadap terapi yang diberikan telah

diteliti,; sebanyak 100% pasien dengan nyeri ringan respon dan tidak merasakan nyeri setelah

pemberian terapi; 95,8% pasien dengan nyeri sedang respon, dan hanya 4,2% tidak respon;

93,1% pasien dengan nyeri berat respon, dan 6,9% pasien tidak respon.

Dalam perbandingan penggunaan analgesik pada beberapa stadium kanker serviks,

terdapat korelasi positif antara respon lengkap pada kanker stadium awal terhadap kanker

stadium akhir (100% pada stadium I dan II, 33,3% pada stadium IV).

Efek samping analgesik juga diteliti. Pada kelompok pasien yang memperoleh pemberian

diklofenak, sebanyak 10,9% mengalami mual dan muntah, dan 16,5% mengalami nyeri

epigastrik. Pada kelompok pasien yang memperoleh pemberian tramadol, mual dan muntah

terjadi lebih banyak (25%), sedangkan 8,5% mengalami konstipasi. Sebanyak 30,2% pasien

ismail - [2010], 29/07/15,
Tabel membingungkan, kedua perlakuan tidak dipisah.
Page 6: Artikel 1 - Coment

dengan morfin mengalami mual; sedangkan 25,6% mengalami muntah dan konstipasi. Semua

efek samping respon terhadap terapi simptomatik.

Diskusi

Nyeri merupakan pengalaman multi-dimensional subjektif yang unik pada setiap individu

dan mempengaruhi semua aspek kehidupan. Nyeri juga merupakan gejala yang sering timbul

pada pasien kanker serviks. Sebelumnya, nyeri merupakan masalah yang paling sering tidak

terpecahkan untuk pasien kanker. Nyeri pada kanker serviks adalah proses yang kompleks dan

terjadi akibat dari invasi tumor serta dialami oleh hampir 90% pasien. Beberapa pasien menderita

nyeri karena menjalani radioterapi dan kemoterapi; 10% nyeri tersebut dapat terjadi karena

penyakit lain yang tidak berhubungan.

Kami meneliti secara kohort 149 wanita dengan kanker serviks pada stadium yang

berbeda. Prevalensi rata-rata nyeri adalah 61,5% pada semua stadium kanker serviks. Sebagian

besar pasien (76,8%) mengalami nyeri pada stadium lanjut (III dan IV) kemudian diikuti

sebanyak 53% pada stadium II dan 29,2% pada stadium I kanker serviks. Dengan meningkatnya

stadium kanker, prevalensi nyeri juga meningkat dan perbedaannya juga signifikan secara

statistik (P < 0.001). Van Den Beuken et al. (2007)(2) menemukan prevalensi nyeri rata-rata

adalah 50% pada semua stadium kanker, 64% pada pasien dengan metastasis atau kanker

stadium lanjut, 59% pada pasien dengan terapi antikanker dan 33% pada pasien yang telah

mendapat terapi kuratif. Bonica et al. (1995)(3) menemukan 50% prevalensi nyeri pada beberapa

stadium kanker dan 71% pada kanker stadium lanjut.

Pada kanker serviks, lokasi nyeri paling sering berada di punggung dan perut bagian

bawah oleh karena tekanan atau keterlibatan dari plexus lumboskral superior dan nyeri pada

pantat serta perineum oleh karena keterlibatan plexus lumbosakral inferior. Lokasi nyeri yang

paling banyak dirasakan adalah perut bagian bawah (73,2%), kemudian diikuti dengan nyeri

punggung (51%) dan nyeri perineum (33,6%).

Intesitas nyeri diukur dengan menggunakan Visual Analoge Scale (VAS). Sebanyak

12,1% menderita nyeri ringan, 49% menderita nyeri sedang, dan 38,9% menderita nyeri berat.

Sebanyak 149 pasien kanker serviks dengan nyeri ditatalaksana sesuai protokol penanganan

nyeri menurut WHO. Penanganan nyeri dalam hal ini dengan menggunakan terapi obat secara

ismail - [2010], 29/07/15,
Sumber?
ismail - [2010], 29/07/15,
Sumber?
ismail - [2010], 29/07/15,
masih banyak pernyataan yang dicantumkan tanpa sumber yang jelas.
Page 7: Artikel 1 - Coment

oral. Pada penelitian ini, sebanyak 95,3% pasien kanker serviks dengan nyeri respon terhadap

protokol penatalaksanaan nyeri menurut WHO. Diklofenak, tramadol, dan morfin digunakan

sebagai analgesik yang pokok dalam hal ini.

Telah diteliti bahwa diklofenak efektif bagi sebagian besar pasien (73,63%) dengan nyeri

ringan-sedang. Tramadol efektif pada 69,5% pasien dengan nyeri ringan-sedang yang tidak

respon dengan diklofenak, akan tetapi menjadi kurang efektif pada pasien dengan nyeri berat

(29,31%). Morfin efektif pada 95,3% pasien dengan nyeri berat. Morfin juga ditemukan sebagai

obat paling efektif pada penanganan nyeri kanker.

MC Nicol E et al.(2004)(4) menyatakan bahwa NSAIDS lebih dipilih sebagai obat nyeri

kanker yang ringan-sedang. Wilder Smith C et al.(1994)(5) meneliti bahwa morfin lebih efektif

dibanding tramadol sebagai obat nyeri kanker yang berat. Hanks G, Hawkins C et al.(2000) (6)

juga menyimpulkan bahwa morfin sebagai gold standard opioid kuat untuk nyeri berat yang

tidak respon dengan non opioid atau kombinasi non opiod-opioid lemah. Grond S et al.(1993)(7)

juga melaporkan analgesik yang adekuat pada 95% pasien dengan nyeri kanker.

Dahulu morfin kurang banyak dimanfaatkan karena beberapa alasan, termasuk

kesalahpahaman mengenai penggunaan dan efek samping nya. Penggunaannya atas indikasi dan

keperluan manajemen nyeri akibat kanker perlu diperlonggar. Penggunaan agen opioid dalam

jangka waktu yang lama berhubungan dengan ketergantungan fisik dan toleransi. Friedman

(1990) melaporkan adiksi (ketergantungan) terhadap morfin jarang terjadi pada pasien dengan

nyeri kanker selama penggunaannya tepat dan sesuai. Pada penelitian ini, pemberian morfin

efektif pada nyeri kanker yang berat. Kami tidak menjumpai terjadinya adiksi karena penelitian

ini dilakukan dalam jangka waktu yang pendek. Efek samping dari morfin yaitu mual, muntah,

dan konstipasi, yang mana dapat ditatalaksana dengan terapi simptomatik.

Kesimpulan

Nyeri merupakan gejala yang paling sering pada kanker serviks. Terapi yang terlambat,

kemiskinan, dan status sosial yang buruk mempengaruhi tingginya prevalensi nyeri pada kanker

serviks. Nyeri dapat ditatalaksana secara efektif dengan menggunakan algoritma WHO (step

ladder pattern). Pemberian diklofenak dapat meredakan nyeri pada 73,63% pasien dengan nyeri

ringan-sedang. Pemberian tramadol efektif pada 44,2% pasien. Morfin merupakan obat paling

ismail - [2010], 29/07/15,
Kesimpulan dapat menjawab masalah dari penelitian, akan tetapi karena metode yang kurang tepat dan penjelasan yang membingungkan kesimpulan pun menjadi rancu.
ismail - [2010], 29/07/15,
Sumber?
Page 8: Artikel 1 - Coment

efektif dan dapat meredakan nyeri pada 95,3% pasien. Secara keseluruhan, angka keberhasilan

penggunaan protokol penatalaksanaan nyeri menurut WHO adalah 95,3%. Morfin merupakan

obat paling bermanfaat dalam penatalaksanaan nyeri akibat kanker.

Daftar Pustaka

1. Nandakumar A, Anantha N, Venugopal TC. Incidence, mortality and survival in cancer cervix in Bangalore India. Br J Cancer 1995;71:1348-52.  

2. van den Beuken-van Everdingen MH, de Rijke JM, Kessels AG, Schouten HC, van Kleef M, Patijn J. Prevalence of pain in patients with cancer: A systematic review of the past 40 yrs. Ann Oncol 2007;18:1437-49.  

3. Bonica JJ. Advances in Pain Research and Therapy. In: Fields HL, Dubner F, Cevero F, editors. Treatment of Cancer Pain: Current Status and Future Needs. New York: Raven Press; 1985;9:589-616.  

4. McNicol E, Strassels SA, Goudas L, Lau J, Carr DB. Nonsteroidal anti-inflammatory drugs, alone or combined with oipoids, for cancer pain: A systematic review. J Clin Oncol 2004;22:1975-92.  

5. Wilder-Smith CH, Schimke J, Osteralder B, Senn HJ. Oral tramadol, a mu-opioid agonist and monoamine reuptake-blocker, and morphine for strong cancer pain. Ann Oncol 1994;5:141-6.  

6. Hanks GW, Hawkins C. Agreeing a gold standard in the management of cancer pain: The role of opioids. In: Hillier R, Finlay I, Welsh J, Miles A, editors. 1 st ed. The Effective Cancer Pain. London: Aesculapius Medical Press; 2000. vol. 1. p. 57-77.  

ismail - [2010], 29/07/15,
Untuk sumber pustaka semuanya sudah dari jurnal, akan tetapi masih banyak sumber yang lebih dari 10 tahun yang lalu sehingga keterbaruannya dipertanyakan. Selain itu sumber dari WHO yang pedomannya dipakai dalam penelitian ini tidak dicantumkan.
ismail - [2010], 29/07/15,
Kesimpulan yang tidak berhubungan