arachis hypogaea l.) sebagai adsorben dalam …lib.unnes.ac.id/26955/1/4311412076.pdf · penentuan...
TRANSCRIPT
1
SINTESIS ARANG AKTIF KULIT KACANG TANAH
(Arachis hypogaea L.) SEBAGAI ADSORBEN DALAM
PENURUNAN KADAR ANION SULFIDA DENGAN
INTERFERENSI ANION NITRIT
Skripsi
Disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Oleh
Dhewi Gandaningrum
4311412076
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
ii
ii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi ini bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari
terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Semarang, 8 Juni 2016
Dhewi Gandaningrum
4311412076
iii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang
Panitia Ujian Skripsi Jurusan Kima, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Negeri Semarang.
Semarang, 8 Juni 2016
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si Agung Tri Prasetya, S.Si, M.Si
NIP. 196511111990031003 NIP. 196904041994021001
iv
iv
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul :
“Sintesis Arang Aktif Kulit Kacang Tanah (Arahis Hypogaea L.) Sebagai
Adsorben dalam Penurunan Kadar Anion Sulfida dengan Interferensi Anion
Nitrit”
disusun oleh :
Nama : Dhewi Gandaningrum
NIM : 4311412076
telah dipertahankan di hadapan Pantia Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 16
Juni 2016
Panitia:
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si,Akt Dr. Nanik Wijayati, M.Si
NIP. 196412281988031001 NIP. 196910231996032002
Ketua Penguji
Drs. Wisnu Sunarto, M.Si
NIP. 195207291984031000
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si Agung Tri Prasetya, S.Si, M.Si
NIP. 196511111990031003 NIP. 196904041994021001
v
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan
(yang sebenar-benarnya)” (Al-Anbiya’:35)
Jika kekayaanmu berlebih sumbangkan hartamu... Jika kekayaanmu sedikit,
sumbangkan hatimu... (IG: PepatahIslam)
Pelangi kan terlihat indah setelah hujan. Laut kan tenang bak cermins elepas badai. Emas kan elok setelah disepuh. Gaharu kan harum setelah di bakar. Permata kan bernilai setelah didulang.
Tak perlu menjelaskan tentang dirimu pada siapapun. Karena yang
menyukaimu tidak membutuhkannyya dan yang membencimu tidak akan
mempercayainya -Ali Bin Abi Thalib-
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Bapak dan Ibu terkasih yang tak putus do’a untukku
Kakakku Meilina dan Adikku Banu tercinta
Sahabat terbaikku Lina Lathifa
Teman-teman seperjuanganku Kimia Angkatan 2012
vi
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih dan
kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Sintesis Arang Aktif Kulit Kacang Tanah (Arahis Hypogaea L.) Sebagai Adsorben
dalam Penurunan Kadar Anion Sulfida dengan Interferensi Anion Nitrit”. Selama
menuyusun skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan, kerjasama, dan
sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis sampaikan ucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Semarang.
3. Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang.
4. Ketua Prodi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang.
5. Drs. Eko Budi Susatyo, M.Si sebagai Pembimbing I yang telah memberikan
nasihat, motivasi, arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Agung Tri Prasetya, S.Si, M.Si sebagai Pembimbing II yang telah
memberikan nasihat, arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Drs. Wisnu Sunarto, M.Si sebagai Penguji yang telah memberikan saran
kepada penulis, sehingga dapat menyelesesaikan skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia yang telah memberikan bekal dalam
penyusunan skripsi ini
9. Kedua orang tua terkasih, Bapak Rudjito dan Ibu Kedung Pujiati atas doa
yang tak pernah putus, nasihat, pengertian dan motivasi yang diberikan
kepada penulis.
10. Kakaku, Meilina dan adikku Banu tersayang atas doa dan dukungan kepada
penulis.
vii
vii
11. Seluruh laboran serta teknisi laboratorium Kimia UNNES atas bantuan yang
diberikan selama pelaksanaan penelitian.
12. Seluruh pegawai BPIK Jawa Tengah atas bantuan yang diberikan selama
pelaksanaan penelitian.
13. Sahabat-sahabat tersayangku (Lina, Tari, Ittaqo, Solikah, Hani, Aan, Nia,
Aisyah, Tanti, Dina, Rahmi, Diana, Agung, Wiji) atas semangat dan
dukungannya.
14. Teman-teman seperjuangan Kimia 2012 atas dukungannya dan
kebersamaannya.
Semoga Skripsi dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang
membutuhkan.
Semarang, 8 Juni 2016
Penulis
viii
viii
ABSTRAK
Gandaningrum, D. 2016. Sintesis Arang Aktif Kulit Kacang Tanah (Arachis
Hypogaea L.) Sebagai Adsorben dalam Penurunan Kadar Anion Sulfida dengan
Interferensi Ion Nitrit. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Drs. Eko Budi
Susatyo, M. Si, Agung Tri Prasetya, S.Si, M. Si
Kata kunci: Arang aktif, kulit kacang tanah, adsorpsi, ion sulfida, interferensi, ion
nitrit
Kadar ion sulfida dalam perairan dapat memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan jika melebihi baku mutu. Baku mutu pada limbah industri
tekstil yang telah ditetapkan untuk parameter ion sulfida sebesar 0,3 mg/L. Agar
memenuhi baku mutu yang ditetapkan maka harus dilakukan pengolahan terhadap
limbah cair tersebut sebelum dibuang ke badan perairan. Salah satu metode yang
dapat dilakukan adalah metode adsorpsi. Dengan metode ini dibutuhkan suatu
adsorben yang efektif untuk mengadsorpsi ion sulfida. Arang aktif kulit kacang
tanah ini bisa dijadikan adsorben yang efektif dalam proses adsorpsi ion sulfida.
Sintesis arang aktif ini dilakukan dengan mengarangkan kulit kacang tanah dan
diayak dengan ukuran 100 mesh. Arang kulit kacang tanah diaktifkan dengan asam
sulfat. Kajian karakterisasi yang dilakukan kadar air, kadar abu, dan daya serap
iodin. Hasil yang diperoleh berturut-turut ialah 3,96%, 3,03%, 281,3015 mg/g.
Arang aktif ini diaplikasikan untuk menurunkan kada ion sulfida dalam larutan dan
sampel limbah industri tekstil. Optimasi yang dilakukan diantaranya pH, waktu
kontak, dan kosentrasi. Kondisi optimum yang didapat terjadi pada pH 12, waktu
kontak 30 menit, konsentrasi ion sulfida 6 ppm yang memiliki kapasitas sebesar
2,5615 mg/g. Kajian interferensi ion nitrit dilakukan untuk memngetahui pengaruh
adsorpsi ion sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah. Kajian interferensi tidak
terjadi persaingan antara ion nitrit dan sulfida. Hal ini terjadi kemungkinan karena
ion nitrit lebih kuat daripada ion sulfida sehingga ion nitrit tidak terhidrolisis dan
tidak membentuk senyawa baru yang stabil maka jumlah ion sulfida yang terserap
semakin banyak dengan bertambahnya konsentrasi ion nitrit. Sampel yang
digunakan untuk aplikasi adalah limbah industri tekstil. Hasil adsorpsi sampel yang
diperoleh sebesar 0,7945 mg/g. Kajian kesetimbangan adsorpsi yang diperoleh
sesuai dengan adsorpsi isoterm Langmuir.
ix
ix
ABSTRACT
Gandaningrum, D. 2016. Synthesis Active Charcoal Leather Peanut (Arachis
hypogaea L.) As Adsorbent in A Decrease in Levels of Sulfide Anions with Nitrite
Ion Interference. Minithesis, Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and
Natural Sciences, State University of Semarang. Supervisor Drs. Eko Budi Susatyo,
M.Si, Agung Tri Prasetya, S.Si., M.Si
Keywords: Activated charcoal, shell peanuts, adsorption, ion sulfide, interference,
nitrite ions
Sulfide ion levels in water may be a negative impact on the environment if
it exceeds quality standards. The quality standards set for sulfide ion parameter of
0.3 mg/L. In order to meet the quality standards set should be performed the
processing of wastewater containing sulfides before being discharged into the water
body. One method that can be done is the adsorption method. With this method
required an adsorbent effective to adsorb sulfide ion. Activated charcoal peanut
shell can be used as an effective adsorbent in the adsorption process sulfide ions.
Synthesis of activated charcoal is done with peanut skins char and sieved to 100
mesh size. Charcoal peanut shell activated with sulfuric acid. Characterization
studies conducted moisture content, ash content, and the absorption of iodine. The
results obtained are respectively 3.96%, 3.03%, 281.3015 mg/g. Activated charcoal
is applied to lower kada sulfide ions in solution and waste samples textile industry.
Optimization is done such as pH, contact time and concentration. The optimum
conditions obtained occurs at pH 12, the contact time of 30 minutes, 6 ppm sulphide
ion concentration that has a capacity of 2.5615 mg/g. Studies conducted for the
nitrite ion interference memngetahui sulfide ion adsorption effects by activated
charcoal shell peanuts. Study of interference does not occur rivalry between nitrite
and sulfide ion. This is likely due to nitrite ions is stronger than sulfide ions so that
the nitrite ion is not hydrolyzed and does not form a new compound which is stable
the amount of sulfide ions are absorbed more by increasing the concentration of
nitrite ions.The sample used for the application is industrial waste textiles. The
results of adsorption of samples obtained at 0.7945 mg/g. Study of adsorption
equilibrium is obtained in accordance with the Langmuir adsorption isotherm.
x
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................................. ii
PERSETUJAN PEMBIMBING............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
PRAKATA ............................................................................................................. vi
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB
1. PENDAHULAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 8
2.1. Kacang Tanah ............................................................................................. 8
2.2. Arang dan Arang Aktif ............................................................................... 9
2.3. Arang Aktif Kulit Kacang Tanah .............................................................. 14
2.4. Pencemaran Air ......................................................................................... 16
2.5. Limbah Cair .............................................................................................. 18
2.6. Ion Sulfida ................................................................................................. 20
2.7. Interferensi ................................................................................................ 25
2.8. Ion Nitrit .................................................................................................... 26
2.9. Bilangan Iodin ........................................................................................... 27
2.10. Isoterm Adsorpsi ...................................................................................... 28
3. METODE PENELITIAN ................................................................................. 30
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... 30
xi
xi
3.2. Sampel ....................................................................................................... 30
3.3. Variabel Penelitian .................................................................................... 30
3.3.3. Variabel bebas ................................................................................ 30
3.3.3. Variabel terikat ............................................................................... 30
3.3.3. Variabel terkendali ......................................................................... 31
3.4. Alat ............................................................................................................ 31
3.5. Bahan ........................................................................................................ 31
3.6. Prosedur Penelitian ................................................................................... 32
3.6.1. Pembuatan Larutan Iodin 0,1 N ...................................................... 32
3.6.2. Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 N................................................. 32
3.6.3. Pembuatan KBrO3 0,1 N ................................................................. 32
3.6.4. Larutan Amilum 1% ....................................................................... 32
3.6.5. Standarisasi Na2S2O3 dengan KBrO3 ............................................. 32
3.6.6. Pembuatan Arang Aktif Kulit Kacang Tanah ................................ 33
3.6.7. Aktivasi Arang Aktif Kulit Kacang Tanah ..................................... 33
3.6.8. Karakterisasi Arang Aktif Kulit Kacang Tanah ............................. 33
3.6.9. Pembuatan Larutan Kalibrasi Sulfida ............................................. 35
3.6.10. Penentuan Kondisi Optimum ....................................................... 36
3.6.11. Interferensi dengan Ion Nitrit ....................................................... 38
3.6.12. Uji Ion Sulfida dalam Limbah Tekstil ......................................... 39
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 41
4.1. Karakteristik Arang Aktif Kulit Kacang Tanah ........................................ 41
4.2. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi S2- oleh Arang Aktif
Kulit Kacang Tanah .................................................................................. 44
4.2.1. Penentuan pH Optimum ................................................................. 44
4.2.2. Penentuan Waktu Kontak Optimum ............................................... 45
4.2.3. Penentuan Konsentrasi Optimum ................................................... 47
4.3. Penentuan Kapasitas dan Energi Adsorpsi Ion Sulfida (S2-)..................... 48
4.4. Interferensi dengan Ion Nitrit (NO2-) ........................................................ 50
4.5. Uji Ion Sulfida (S2-) Dalam Limbah Tekstil ............................................. 51
5. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 52
5.1. Simpulan ................................................................................................... 52
5.2. Saran ......................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 54
LAMPIRAN ...................................................................................................... 58
xii
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Komposisi Kimia Kulit Kacang Tanah ........................................................... 8
2.2 Persyarat Arang Aktif Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 ..... 14
xiii
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Siklus Sulfur Di Alam ...................................................................................... 22
2.2 Plot Antara Log x/m Terhadap Log C.............................................................. 30
2.3 Kurva Persamaan Isoterm Adsorpsi Langmuir ................................................ 31
4.1 Penentuan Daya Serap Terhadap Iodin ............................................................ 43
4.2 Distribusi H2S dalam Air ................................................................................. 44
4.3 Grafik Hubungan Antara pH Larutan Sulfida dengan Adsorpsi
Ion Sulfida (S2-) ............................................................................................... 45
4.4 Grafik Hubungan Antara Waktu Kontak dengan Adsorbsi
Ion Sulfida (S2-) ............................................................................................... 46
4.5 Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Sulfida dengan Adsorpsi
Ion Sulfida (S2-) ............................................................................................... 47
4.6 Grafik Linearitas Langmuir.............................................................................. 48
4.7 Grafik Linearitasi Freundlich .......................................................................... 49
4.7 Pengaruh Interferensi Ion Nitrit (NO2-) dalam Penyerapan
Ion Sulfida (S2-) ............................................................................................... 50
xiv
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Kerja Penelitian .................................................................................... 61
2. Data Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu ...................................................... 72
3. Data Penentuan Daya Serap ............................................................................. 73
4. Data Penentuan pH Optimum .......................................................................... 75
5. Data Penentuan Waktu Kontak Optimum ........................................................ 78
6. Data Penentuan Konsentrasi Optimum ............................................................ 82
7. Data Penentuan Kapasitas dan Energi Adsoprsi Ion S2- .................................. 89
8. Data Penentuan Interferensi Ion Nitrit (NO2-) ................................................. 91
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan di bumi, sehingga tidak
akan ada kehidupan jika di bumi tidak ada air. Namun, air dapat menjadi
malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Air yang berkondisi baik sangat didambakan oleh manusia, baik
untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan
sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya.
Pesatnya persaingan perindustrian tekstil di era ini membuat penangan
limbah cair hasil samping dari aktivitas industri menjadi kesulitan tersendiri.
Masuknya cemaran limbah dalam badan air mengakibatkan karakter fisika dan
kimia dari sumber daya air berubah. Limbah cair tersebut mengandung bahan-
bahan berbahaya dan beracun yang keberadaannya dalam perairan dapat
menghalangi sinar matahari untuk menembus lingkungan akuatik, sehingga
mengganggu estetika badan perairan akibat munculnya bau busuk.
Pencemaran pada badan-badan air termasuk sungai, akan mengganggu
kehidapan normal ikan-ikan yang hidup di dalamnya. Dengan adanya pencemaran
air menyebabkan menurunnya kualitas perairan, sehingga daya dukung perairan
tersebut terhadap organisme akuatik yang hidup di dalamnya akan turun. Masalah
pencemaran air menimbulkan berbagai akibat, bau yang bersifat biologi, fisik
2
maupun kimia. Akibat biologi yang terlihat jelas di perairan-perairan antara lain
berupa kematian ikan atau sekurang-kurangnya berupa kelainan struktural maupun
fungsional ke arah abnormal (Alkassasbeh, 2009).
Limbah cair yang dibuang dalam badan air harus memenuhi baku mutu yang
telah ditetapkan oleh pemerintah setempat. Agar dapat memenuhi baku mutu,
limbah cair harus diolah secara terpadu, baik yang dihasilkan selama proses
produksi maupun setelah proses produksi. Pengolahan limbah cair di dalam proses
produksi dimaksudkan untuk meminimalkan volume, konsentrasi, dan toksisitas
limbah. Pengolahan limbah cair setelah proses produksi dimaksudkan untuk
menurunkan atau bahkan menghilangkan kadar bahan pencemar yang terkandung
di dalamnya, sampai limbah cair ini memenuhi syarat untuk dapat dibuang
(memenuhi baku mutu yang ditetapkan).
Salah satu kandungan limbah cair industri tekstil yang menyebabkan
pencemaran pada badan perairan adalah ion sulfida. Limbah cair yang mengandung
ion sulfida dalam badan perairan sangat membahayakan dan mengganggu
kelangsungan hidup oleh makhluk hidup disekitarnya. Sifat ion sulfida yang sangat
toksik jika masuk kedalam tubuh makhluk hidup harus menjadi pemantauan
khusus. Menurut Keputusan Menteri Negera Lingkungan Hidup No: KEP-
51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri
menyatakan bahwa mutu air limbah industri tekstil untuk kadar ion sulfida memiliki
ambang batas yaitu 0,3 mg/L. Agar memenuhi baku mutu yang ditetapkan maka
harus dilakukan pengolahan terhadap limbah cair yang mengandung ion sulfida
sebelum dibuang ke badan perairan.
3
Beberapa metode lain yang telah dikembangkan untuk menurunkan kadar
cemaran dalam limbah cair dari badan perairan, misalnya teknik presipitasi,
evaporasi, elektrokimia, dan pemakaian resin. Pengolahan limbah secara fisika dan
kimia yang sudah ada sangat memerlukan biaya yang tidak sedikit dan memberi
masalah lingkungan yang baru, yaitu dihasilkannya lumpur dalam jumlah yang
besar. Metode ini dianggap kurang efektif karena dalam proses pengoprasiannya
memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pada penelitian yang telah dilakukan
menggunakan metode adsorpsi. Teknologi aplikasi adsorpsi yakni menggunakan
bahan biomaterial untuk menurunkan kadar cemaran dalam limbah cair ini menjadi
jalan alternatif saat ini. Metode ini lebih efektif dan memiliki beberapa keuntungan,
diantaranya adalah tidak menghabiskan biaya yang terlalu banyak dalam proses
operasionalnya dan mudah pembuatannya.
Adsorpsi merupakan peristiwa penjerapan suatu zat pada permukaan zat lain
yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan gaya tarik pada permukaan zat
tersebut (Siaka, 2002). Adsorben dapat digunakan di bidang industri pangan
maupun non pangan. Beberapa kegunaan adsorben diantaranya adalah untuk
memurnikan udara dan gas, menurunkan pelarut, penghilang bau dalam pemurnian
minyak nabati dan gula, penghilangan warna produk-produk alam dan larutan
(Lynch, 1990), serta untuk penjerap zat warna dalam pengolahan limbah industri
tekstil.
Bagi sebagian orang mungkin kulit kacang tanah tidak memiliki arti. Seperti
di berbagai pedesaan, kulit kacang tanah digunakan untuk pakan ternak, atau
dibuang begitu saja. Padahal kulit kacang tanah termasuk limbah biomassa yang
4
dapat dimanfaatkan sebagai adsorben yang memiliki gugus hidroksi (-OH) yang
berperan dalam proses penyerapan (Irmawati, 2013). Menurut Susanti (2008) kulit
kacang tanah memiliki komponen kimia air (9,5%), abu (3,6%), protein (8,4%),
selulosa (63,5%), lignin (13,2%) dan lemak (1,8%).
Pada dasarnya gugus aktif selulosa pada kulit kacang tanah ini adalah gugus
hidroksil dan karboksil. Jika dilakukan pengarangan yang memerlukan suhu yang
tinggi maka gugus aktif yang terdapat pada selulosa kulit kacang tanah akan
menguap sehingga tinggal atom karbon terletak pada setiap sudutnya
mengakibatkan tersedianya ruang-ruang dalam struktur arang kulit kacang tanah
yang memungkinkan adsorbat masuk ke dalamnya.
Efek penggunaan bahan kimia mampu meningkatkan jumlah pori-pori
dalam arang kulit kacang tanah. Pemilihan jenis aktivator akan berpengaruh
terhadap kualitas arang aktif. Masing-masing jenis aktivator akan memberikan
pengaruh yang berbeda terhadap luas permukaan maupun jumlah pori-pori arang
aktif yang dihasilkan. Pada penelitian ini menggunakan aktivator H2SO4 untuk
meluaskan pori-pori arang kulit kacang tanah, H2SO4 juga dapat menyerap air yang
terjebak di dalam pori-pori karena H2SO4 bersifat higroskopis, sehingga dapat
meningkatkan kualitas arang aktif.
Sifat limbah industri tekstil yang heterogen terdapat banyak spesies ion
yang mana dapat mempengaruhi lingkungan sekitar. Menurut penelitian Pratiwi
(2010) analisis air limbah industri tekstil terdapat beberapa parameter termasuk ion
sulfida dan ion nitrit. Maka pada penelitian ini dilakukan interferensi ion nitirt pada
saat penjerapan ion sulfida dengan adsorben. Karena jumlah komposisi ion nitrit
5
dalam limbah industri tekstil lebih banyak setelah ion sulfida (Pratiwi, 2010),
sehingga diketahui sejauh mana ion nitrit menjadi pesaing ion sulfida dalam
penjerapan ion dengan adsorben.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana karakteristik arang kulit kacang tanah teraktivasi H2SO4?
2. Pada pH berapakah larutan ion sulfida terserap oleh arang aktif kulit kacang
tanah dengan optimal?
3. Pada waktu kontak berapakah larutan ion sulfida terserap oleh arang aktif kulit
kacang tanah dengan optimal?
4. Pada konsentrasi berapakah larutan ion sulfida terserap oleh arang aktif kulit
kacang tanah dengan optimal?
5. Berapakah kapasitas adsoprsi arang aktif kulit kacang tanah terhadap penurunan
kadar ion sulfida?
6. Bagaimanakah pengaruh adanya interferensi ion nitrit terhadap penyerapan ion
sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan karakteristik arang kulit kacang tanah teraktivasi H2SO4.
2. Mengetahui pH optimum larutan ion sulfida yang terserap oleh arag aktif kulit
kacang tanah.
6
3. Mengetahui konsentrasi optimum larutan ion sulfida terserap oleh arang aktif
kulit kacang tanah.
4. Mengetahui waktu kontak optimum penyerapan ion sulfida oleh arang aktif kulit
kacang tanah.
5. Mengetahui nilai kapasitas adsorpsi arang aktif kulit kacang tanah terhadap
penurunan kadar ion sulfida.
6. Mengetahui pengeruh persaingan ion nitrit pada penyerapan ion sulfida oleh
arang aktif kulit kacang tanah.
1.4 Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
masyarakat, peneliti dan ilmu pengetahuan. Dalam bidang teknologi untuk
mengurangi dan menanggulangi adanya pencemaran oleh ion sulfida yang bersifat
toksik dan membahayakan kesehatan makhluk hidup. Manfaat penelitian ini antara
lain adalah memberikan informasi pH optimum dalam larutan ion sulfida yang
teserap oleh arang aktif kulit kacang tanah dan nilai kapasitas adsorpsi arang aktif
kulit kacang tanah hasil sintesis. Selain itu, dapat juga memberikan informasi
terhadap ilmu pengetahuan tentang konsentrasi optimum larutan ion sulfida yang
terserap oleh arang aktif kulit kacang tanah dan waktu kontak optimum penyerapan
ion sulfida arang aktif kulit kacang tanah serta memberikan informasi tentang
pengaruh ion nitrit terhadap penyerapan ion sulfida oleh arang aktif kulit kacang
tanah hasil sintesis.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kacang Tanah
Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.), yang ditanam di Indonesia
sebetulnya bukanlah tanaman asli, melainkan tanaman yang berasal dari benua
Amerika, tepatnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Kacang tanah adalah
tanaman palawija yang berumur pendek. Di Indonesia kacang tanah ditanam di
daerah dataran rendah dengan ketinggian maksimal 1000 meter di atas permukaan
air laut. Daerah yang paling cocok untuk tanaman kacang sebenarnya adalah daerah
dataran dengan ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Kacang tanah terdiri
atas kulit (hull) 21-29%, daging biji (kernel) 69-72,40% dan lembaga (germ) 3,10-
3,60% (Ketaren, 1986).
Kulit kacang tanah dapat digunakan sebagai bahan bakar, bahan pembenah
tanah, bahan campuran pembuatan papan hardboard, dan masih cukup baik dipakai
sebagai campuran pakan ternak. Berikut dapat dilihat komposisi kimia kulit kacang
tanah pada Tabel 1.1.
Tabel 2.1. Komposisi kimia kulit kacang tanah
Sumber : Susanti (2008)
Komponen %
Air 9,5
Abu 3,6
Protein 8,4
Selulosa 63,5
Lignin 13,2
Lemak 1,8
9
Kulit kacang tanah, bagi sebagian orang mungkin tidak memiliki arti. Di
berbagai pedesaan, kulit ini digunakan untuk bahan bakar, pakan ternak, obat
tradisional atau dibuang begitu saja (Sari & Umrotul, 2003).
Kulit kacang tanah mengandung lignin yaitu bahan penguat yang terdapat
bersama-sama dengan selulosa di dalam dinding sel tumbuhan. Adanya ikatan-
ikatan antara komponen-komponen tersebut dengan selulosa dapat mengganggu
proses adsorpsi, agar tidak mengganggu proses adsorpsi, maka harus dihilangkan
dengan penambahan reagen. Penggunaan beberapa reagen seperti H2SO4, K2S,
ZnCl2, dan H3PO4 dapat digunakan sebagai aktivator untuk merusak struktur
selulosa dan lignin, sehingga pori yang diperoleh lebih optimum (Sari dan Umrotul,
2003).
2.2 Arang dan Arang Aktif
2.2.1 Arang
Menurut Cory (2001) arang adalah suatu bahan padat yang berpori dan
merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung karbon melalui proses
pirolisis. Sebagian pori-porinya masih tertutup hidrokarbon, ter, dan senyawa
organik lain. Komponenya terdiri dari karbon terikat (fixed carbon), abu, air,
nitrogen dan sulfur.
Proses pirolisis terdiri dari dua tingkat yaitu pirolisis primer dan pirolisis
sekunder. Pirolisis primer adalah proses pirolisis yang terjadi pada suhu 150-300oC
(proses lambat) dan pada suhu 300-400oC (proses cepat). Hasil dari proses pirolisis
primer lambat adalah arang, H2O, CO dan CO2. Sedangkan hasil pirolisis primer
cepat adalah arang, gas, H2O, dan uap. Pirolisis sekunder adalah proses pirolisis
10
yang terjadi pada gas-gas hasil dan terjadi pada suhu lebih dari 600oC dan hasil
prosesnya adalah CO, H2 dan hidrokarbon. Umumnya proses pirolisis ini digunakan
untuk gasifikasi (Pari, 2003). Pirolisis sering disebut juga sebagai termolisis yaitu
proses terhadap suatu materi dengan menambahkan aksi temperatur yang tinggi
tanpa kehadiran oksigen.
Arang merupakan produk setengah jadi dalam pembuatan arang aktif dan
kualitas arang aktif yang dihasilkan di antaranya dipengaruhi oleh kesempurnaan
proses pengarangan. Pengarangan merupakan salah satu dari proses termokimia
yang dapat mengkonversi biomassa menjadi arang (Worasuwannark et al. 2004).
Proses pengarangan salah satunya dipengaruhi oleh suhu yang akhirnya akan
menentukan kualitas arang yang dihasilkan. Banyaknya arang yang dihasilkan
ditentukan oleh komposisi awal biomassa yaitu semakin banyak kandungan zat
menguap maka semakin sedikit arang yang dihasilkan karena banyak bagian yang
terlepas ke udara (Kementrian BUMN, 2008).
Proses pengarangan ada 4 tahap (Sudrajat dan Salim, 1994 ), yaitu :
1. Pada suhu 100-120°C terjadi penguapan air dan sampai suhu 270°C mulai terjadi
penguapan selulosa. Destilat yang dihasilkan mengandung asam organik dan
sedikit metanol.
2. Pada suhu 270-310°C reaksi eksotermik berlangsung, terjadi penguraian
selulosa secara intensif menjadi larutan pirolignat, gas, kayu, dan sedikit ter.
Asam pirolignat merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti asam
cuka dan metanol, sedangkan gas kayu terdiri atas CO dan CO2.
11
3. Pada suhu 310-510°C terjadi penguraian lignin, dihasilkan lebih banyak ter,
sedangkan larutan pirolignat menurun, dan produksi gas CO2 menurun,
sedangkan gas CO, CH4, dan H2 meningkat.
4. Pada suhu 500-1000°C merupakan tahap pemurnian arang atau peningkatan
kadar karbon.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas arang adalah cara dan proses
pengolahan (Djatmiko et al. 1981). Menurut Hendra dan Darmawan (2000)
penetapan kualitas arang umumnya dilakukan terhadap kombinasi sifat kimia dan
fisika yaitu:
1. Sifat fisika berupa kadar air
Kadar air merupakan kandungan air dalam arang dengan kondisi kering
udara. Pada saat arang keluar dari tungku pengarangan, kadar air yang terkandung
sangat kecil, biasanya kurang dari 1%. Proses penyerapan air dari udara sangat
cepat, sehingga dalam waktu singkat kadar air mencapai kadar air keseimbangan
dengan udara sekitarnya. Arang yang berkualitas baik yang dipasarkan adalah arang
yang mempunyai kadar air 5-10%.
2. Sifat kimia, antara lain :
a. Kadar abu
Kadar abu merupakan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran. Residu
tersebut berupa zat-zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran. Salah
satu unsur utama abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai
kalor yang dihasilkan. Kadar abu setiap arang berbeda-beda tergantung jenis kayu,
letak kayu dalam pohon, dan kandungan kulit kayu. Arang yang baik mempunyai
12
kadar abu sekitar 3%. Semakin rendah kadar abu maka akan semakin baik briket
arang tersebut.
b. Kadar karbon terikat
Kadar karbon terikat adalah fraksi C dalam arang. Kadar karbon terikat
dipengaruhi oleh kadar zat mudah menguap dan kadar abu. Semakin besar kadar
zat menguap dan kadar abu maka akan menurunkan kadar karbon terikat. Kadar
karbon terikat dalam arang kayu berkisar 50-95%. Arang kayu yang berkulitas baik
yang mempunyai kadar karbon terikat antara 70-80%.
c. Nilai kalor bakar
Nilai kalor bakar adalah nilai panas yang ditimbulkan oleh arang akibat
adanya reaksi pembakaran pada volum tetap. Arang dengan nilai kalor bakar yang
tinggi sangat disukai, baik untuk keperluan rumah tangga ataupun industri.
Menurut Smisek dan Cerney (1970) dalam Pari et al. (2006), arang yang berkualitas
harus memenuhi syarat-syarat sebagi berikut :
1. Mempunyai kandungan arang (fixed carbon) diatas 75%
2. Cukup keres ditandai dengan tidak mudah dan hancur
3. Kadar abunya tidak lebih dari 5%
4. Kadar zat menguapnya tidak lebih dari 15%
5. Kadar airnya tidak lebih dari 15%
6. Tidak tercemar oleh unsur-unsur yang membahayakan atau kotoran lainnya
2.2.2 Arang aktif
Arang aktif merupakan karbon non grafit. Luas permukaan arang aktif
berkisar antara 300-3500 m2/gram, hal ini berhubungan dengan struktur pori
13
internal yang menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Struktur
pori internal yang dimaksud adalah tumpukan lapisan berongga yang ditata
sedemikian rupa sehingga menyerupai spon. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas
dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif, tergantung
pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan (Sembiring, 2003).
Penyelidikan dengan sinar –X menunjukkan bahwa arang aktif tersusun atas
atom-atom karbon yang dalam penataanya cenderung tidak beraturan atau kasar
dalam rentang jarak antar atom yang pendek. Para ahli menduga bahwa struktur
sebenarnya merupakan tumpukan dari lapisan-lapisan (lamellar) yang terikat
dengan gaya Van Der Walls yang tidak begitu kuat. Dugaan ini cukup beralasan
karena bahan baku dari arang aktif adalah tumbuhan yang mengandug selulosa,
lignin, dan sejumlah senyawa karbon lainya (Keenan, 1986).
Menurut Tryana dan Sarma (2003), berdasarkan penggunaannya arang aktif
terbagi menjadi dua tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif sebagai
penyerap uap. Karena hal tersebut maka arang aktif digunakan oleh kalangan
industri dan hampir 60% produksi arang aktif di dunia dimanfaatkan oleh industri
gula, pembersih minyak dan lemak, industri kimia dan farmasi.
Arang aktif yang baik adalah yang memiliki kualitas yang telah memenuhi
standar. Kualitas arang aktif dinilai berdasarkan persyarat Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-3730-1995 pada Tabel 2.2.
14
Tabel 2.2. Persyarat arang aktif standar nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995
Jenis persyaratan Parameter
Kadar air Maksimum 15%
Kadar abu Maksimum 10%
Kadar zat menguap Maksimum 25%
Kadar karbon terikat Minimum 65%
Daya serap terhadap yodium Minimum 750 mg/g
Daya serap terhadap benzena Minimum 25 %
2.3 Arang Aktif Kulit Kacang Tanah
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon,
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada
suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi
kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan, sehingga bahan yang mengandung
karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Bahan baku yang
berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, limbah ataupun mineral yang mengandung
karbon dapat dibuat menjadi arang aktif, antara lain: tulang, kayu lunak, sekam,
tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu, ampas
pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara (Sembiring, 2003).
Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai
adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan
kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika arang tersebut dilakukan aktivasi
dengan aktivator bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur
tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami perubahan sifat fisika dan kimia.
Arang yang demikian disebut sebagai arang aktif.
Menurut Juliandini (2008), pembuatan arang aktif berlangsung 3 tahap yaitu
proses dehidrasi, proses karbonisasi dan proses aktivasi.
15
a. Proses dehidrasi
Proses ini dilakukan dengan memanaskan bahan baku sampai suhu 105 °C
selama 24 jam dengan tujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air pada bahan
baku.
b. Proses karbonisasi
Proses karbonisasi adalah peristiwa pirolisis bahan dan akan terjadi proses
dekomposisi komponen. Proses ini merupakan peristiwa lanjutan dari pemanasan
bahan baku yang mencapai suhu 600-1000°C. Selama proses ini, unsur-unsur bukan
karbon seperti hidrogen dan oksigen dikeluarkan dalam bentuk gas dan atom yang
terbebaskan membentuk kristal grafit. Proses karbonisasi akan menghasilkan 3
komponen pokok, yaitu karbon atau arang, tar, dan gas (CO2, CO, C-H, H). Tahap
karbonisasi akan menghasilkan karbon yang mempunyai struktur pori lemah. Oleh
karena itu, arang masih memerlukan perbaikan struktur porinya melalui proses
aktivasi.
c. Proses aktivasi
Aktivasi adalah suatu perubahan fisika dan permukaan karbon aktif menjadi
jauh lebih banyak, karena hidrokarbon yang terkandung didalamnya dihilangkan.
Untuk memperoleh arang yang berpori dan luas permukaan yang besar, dapat
diperoleh dengan cara mengaktivasi bahan. Ada dua cara dalam melakukan proses
aktivasi yaitu:
a. Aktivasi fisika (vapor adsorben carbon)
Proses aktivasi dilakukan dengan mengalirkan uap atau udara ke dalam
reaktor pada suhu tinggi (800-1000°C). Proses ini harus mengontrol tinggi suhu dan
16
besarnya uap atau udara yang dipakai sehingga dihasilkan karbon aktif dengan
susunan karbon yang padat dan pori yang luas.
b. Aktivasi kimia (chemical impregnating agent)
Metode ini dilakukan dengan cara merendam bahan baku pada bahan kimia
(H3PO4, ZnCl2, CaCl2, K2S, HCl, H2SO4, NaCl, Na2CO3) sebelum proses
karbonisasi. Eka (2013) sumber arang aktif berasal dari limbah pertanian yaitu kulit
kacang tanah dan aktivator yang digunakan adalah ZnCl2, dapat dijadikan reaktor
biosand filter dalam menurunkan kadar COD dan BOD beruturut-turut 43,75% dan
37,68%. Berdasarkan hasil penelitian Putranto dan Razif (2005), menggunakan
arang aktif dari kulit biji mete yang diaktivasi dengan H3PO4, ZnCl2 dan NaOH
untuk menurunkan kadar fenol. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penurunan
fenol terbesar didapatkan oleh karbon aktif dengan aktivator ZnCl2 yaitu sebesar
98,5%.
2.4 Pencemaran Air
Air merupakan kebutan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini,
terutama dalam kegiatan industri dan teknologi. Kegiatan industri dan teknologi
tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Di dalam kegiatan industri dan
teknologi, air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung
dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan pencemaran. Air tersebut harus
diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas air
lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga
dapat digunakan lagi atau dibuang kembali ke lingkungan tanpa menyebabkan
pencemaran air lingkungan.
17
Tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau
tanah yang dapat diamati melalui :
1. Adanya perubahan suhu
2. Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen
3. Adanya perubahan warna, bau, dan rasa air terlarut
4. Timbulnya endapan, koloid, bahan terlarut
5. Adanya mikroorganisme
6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan
Komponen pencemeran air tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Bahan buangan padatan
2. Bahan buangan organik
3. Bahan buangan anorganik
4. Bahan buangan olahan bahan makanan
5. Bahan buangan cairan berminyak
6. Bahan buangan zat kimia
7. Bahan buangan berupa panas ( Wisnu, 2004).
Menurut Gabriel (2001) akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran air yaitu :
1. Terganggunya kehidupan organisme air.
2. Pendangkalan dasar perairan.
3. Punahnya biota air seperti ikan.
4. Menjalarnya wabah penyakit seperti muntaber.
18
2.5 Limbah Cair
Pengertian limbah menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 82 Tahun 2001. Limbah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya atau beraun yang karena sifat atau konsentrasinya
dan jumlahnya baik secara langsung atau tidak langsung akan dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk lain.
Menurut Notoatmodjo (2003) limbah cair atau air buangan adalah air yang
tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain
seperti industri, perhotelan, dan sebagainya. Kurang lebih 80% air yang digunakan
bagi kegiatan tersebutdibuang dalam bentuk yang sudah tercemar. Secara garis
besar air limbah dibuang menjadi 3 bagian yaitu :
1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wates water) yaitu
limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini
terdiri atas ekskreta (tinja dan air seni) dan air bekas cucian dapur.
2. Air buangan industri (industrial wates water), yang berasal dari berbagai jenis
industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat
bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai masing-masing industri. Zat-
zat yang terkandung antara lain : nitrogen, sulfida, amoniak, lemak, garam-
garam, at pewarna, mineral, logam berat, zat pelarut, dan sebagainya.
3. Air buangan kota praja (municipal wates water), yaitu air buangan yang berasal
dari daerah perkotaan, perdagangan, hotel, restoran, dan sebagainya. Pada
umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air
limbah rumah tangga.
19
Banyak limbah cair yang dihasilkan dan kandungan kadar pencemarannya
tergantung pada jenis produksi yang dihasilkan. Dampak negatif yang ditimbulkan
adanya limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri dapat berupa gangguan,
kerusakan dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat
disekelilingnya sehingga limbah cair tersebut harus diproses terlebih dahulu
sebelum dibuang keperairan bebas (Mahida, 1984).
2.5.1. Limbah cair industri tekstil
Menurut Pratiwi (2010) pencemaran lingkungan akibat industri tekstil
adalah pencemaran debu yang dihasilkan dari penggunaan mesin berkecepatan
tinggi dan limbah cair yang berasal dari tumpahan dan air cucian tempat pencelupan
larutan kanji dan proses pewarnaan. Zat warna tekstil merupakan gabungan dari
senyawa organik tidak jenuh, kromofor dan auksomkrom sebagai pengaktif kerja
kromofor dan pengikat antara warna dengan serat. Kandungan limbah yang
dihasilkan dari proses pewarnaan tergantung pada pewarna yang digunakan
misalnya zat warna indigo (C12H10N12O12) dan sulfur. Limbah-limbah yang
dihasilkan suatu industri, akan dialirkan ke kolam-kolam penampungan kemudian
selanjutnya dibuang ke sungai.
Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses
pengkanjian, penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, maserasi,
pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas
menghasilkan limbah yang lebih banyak daripada limbah dari proses
penyempurnaan bahan sintesis. Pemasakan dan maserasi kapas serta pemucatan
semua kain adalah sumber limbah cair, karena menghasilkan asam, basa, COD,
20
BOD, padatan tersuspensi, dan zat-zat kimia lainnya. Gabungan air limbah industri
tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/L padatan tersuspensi dan 500
mg/L BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1
(Risnandar dan Kurniawan, 1998)
2.6 Ion Sulfida (S2-)
Pada air limbah ion sulfida merupakan hasil pembusukan zat organik berupa
hidrogen sulfida (H2S). Hidrogen sulfida yang diproduksi oleh mikroorganisme
pembusuk dari zat-zat organik bersifat racun terhadap ganggang dan
mikroorganisme lainnya, tetapi sebaliknya hidrogen sulfida dapat digunakan oleh
bakteri fotosintetik sebagai donor elektron/hidrogen untuk mereduksi
karbondioksida (CO2). Hasil pembusukan zat-zat organik tersebut menimbulkan
bau busuk yang tidak menyenangkan pada lingkungan sekitarnya (Margareth,
2009).
Dalam proses industri, keberadaan ion sulfida dalam bentuk hidrogen
sulfida sangat menganggu karena dapat menyebabkan kerusakan pada beton-beton
dan juga menyebabkan berkaratnya logam-logam (pipa penyaluran). Penetapan ion
sulfida bertujuan untuk menganalisa gas asam belerang dalam air limbah yang
terjadi dari proses penguraian zat-zat organik (senyawa belerang) penyebab
timbulnya bau busuk pada perairan (Margareth, 2009).
Sulfur terdapat secara luar di alam sebagai unsur, sebagai H2S dan SO2.
Dalam bijih sulfida logam dan sebagai batuan sulfat, gips dan anhidrit. Cairan SO2
melarutkan banyak senyawa organik dan keberadaan sulfida di perairan atau laut
anorganik dan digunakan sebagai pelarut dalam reaksi pembuatan. (Cotton, 1989).
21
Hidrogen sulfida (H2S) adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah
terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis
ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan aerob, seperti dirawa dan
saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari
aktivitas gunung berapi dan gas alam. Hidrogen sulfida juga dikenal dengan nama
sulfana, gas limbah. IUPAC menerima penamaan hidrogen sulfida dan sulfana, kata
terakhir digunakan lebih eksklusif ketika menamakan campuran yang lebih
kompleks. Hidrogen sulfida merupakan asam lemah, terpisah dalam larutan yang
mengandung air menjadi kation hidrogen H+.
H2S ↔ HS- + H+
Ka = 1,3 x 10-7 mol/L ; pKa = 6,89
Konstanta disosiasi kedua dari hidrogen sulfida sering dinyatakan sekitar
10-13. Sulfida adalah suatu bentuk ion dari sulfur dimana satu ion sulfur tersebut
membutuhkan 2 elektron lagi pada kulit terluarnya untuk mencapai kestabilannya.
Karena membutuhkan 2 ion lagi maka dilambangkan S2ˉ. Contoh senyawa sulfida
yaitu H2S (hidrogen sulfida). Ion sulfida merupakan salah satu toksikan yang dapat
dihasilkan dari industri penyamakan kulit, pengilangan minyak, industri gula dan
beberapa industri lainnya. H2S merupakan salah satu gas yang sangat berbahaya,
menempati kedudukan kedua setelah hidrogen sianida (HCN) dan dengan tingkat
racun yang sangat tinggi lima sampai enam kali lebih beracun dari karbon
monoksida. Dapat larut dalam air maupun hidrogen cair (Albert, 1984).
22
Ion sulfida sering ada didalam tanah dan sedimen. Biasanya diproduksi oleh
dekomposisi bahan organik dan pengurangan bakteri sulfat. Kadang ditemukan
dalam industri dan air limbah kota (SNI 6989.70:2009).
Sebagian gas toksik dari dasar danau adalah gas hidrogen sulfida (H2S),
yang terbentuk karena adanya proses reduksi senyawa sulfur yang terjadi di bawah
permukaan air danau dan lapisan bentik di badan air yang teraduk perlahan di
bawah kondisi kekurangan oksigen. Hidrogen sulfida sangat toksik dan dapat
menurunkan kualitas air suatu perairan. Badan air yang digunakan untuk sanitasi,
keperluan higienik dan perikanan harus bebas dari kandungan hidrogen sulfida.
Hidrogen sulfida adalah salah satu bentuk senyawa sulfur. Keberadaannya dengan
senyawa-senyawa sulfur yang lain saling berhubungan dalam satu siklus yaitu
siklus sulfur.
Gambar 2.3. Siklus sulfur di alam (Notohadiprawiro, T., 1998).
Erupsi gunung api, kendaraan bermotor dan pabrik yang menggunakan
bahan bakar fosil akan menghasilkan gas sulfur ke udara seperti H2S, dimetil sulfida
(CH3SCH3), SO2 dan SO4. Gas-gas yang mengandung sulfur diatmosfer akan
23
berekasi dengan awan dan turun bersama hujan dalam bentuk ion-ion sulfat.
Peristiwa ini disebut dengan hujan asam. Hujan asam memiliki pH dibawah 5,7.
Tumbuhan menyerap sulfat dari dalam tanah dan menggunakannya untuk
mensintesa protein. Sementara itu hewan mendapatkan sulfat dengan memakan
tumbuhan (melalui rantai makanan). Hewan maupun tumbuhan akan mati dan
jasadnya diurai oleh dekomposer secara aerob dan membentuk sulfat lagi. Bila
proses penguraiannya terjadi secara anaerob dari reduksi sulfta oleh bakteri sulfur
maka akan terbentuk senyawa sulfida yang busuk dan beracun (Notohadiprawiro,
T., 1998).
Senyawa sulfur seperti sulfida dapat terkandung dalam air permukaan
termasuk danau. Ion sulfida berasal dari penguraian senyawa organik, bisa pula dari
limbah industri, tetapi terutama berasal dari reduksi senyawa sulfat. Gas ini dapat
melumpuhkan sistem pernafasan dan dapat membunuh dalam sekejap (Greenberg,
1998).
Pada konsentrasi rendah H2S memiliki bau yang menyengat seperti telur
busuk. Pada konsentrasi yang tinggi bau tidak dapat cium lagi karena gas tersebut
secara cepat mematikan indra penciuman dan mematikan sistem saraf kita. Gejala-
gajala yang timbul akibat terhirup gas H2S pada konsentrasi yang rendah baik
sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama sebagai berikut: pusing, mual, rasa
melayang, gelisah, mengantuk, batuk-batuk, rasa kering dan nyeri dihidung,
tenggorokan dan dada. Bahaya utama dari gas ini adalah kematian akibat
menghirup. Bilamana jumlah gas yang teresap kedalam sistem peredaran darah
melampaui kemampuan oksidasi dalam darah maka akan menimbulkan keracunan
24
terhadap sistem saraf. Sesak nafas ini terjadi secara singkat dan diikuti kelumpuhan
(praliysis) pernafasan pada konsentrasi yang lebih tinggi. H2S terbentuk oleh zat-
zat organik yang membusuk dapat ditemukan pada lokasi pengeboran minyak dan
gas bumi, geothermal (panas bumi), pada fasilitas-fasillitas pertambangan dan
industri pelokimia, tempat pengolahan dan pembuangan limbah tempat
pembuangan sampah dan fasilitas-fasilitas lainnya (Davel, 2007).
Gas hidrogen sulfida (H2S) sangat beracun dan mematikan, pekerja pekerja
pada pemboran minyak dan gas bumi mempunyai resiko besar atas keluarnya gas
H2S. Hidrogen sulfida (H2S) adalah gas yang sangat beracun dan dapat
melumpuhkan sistem pernapasan serta dapat mematikan dalam beberapa menit.
Dalam jumlah sedikitpun gas H2S sangat berbahaya untuk kesehatan (SNI
6989.70:2009).
Karateristik H2S :
a. Sangat beracun dan mematikan.
b. Tidak berwarna.
c. Lebih berat dari udara sehingga cenderung berkumpul dan diam pada daerah
yang rendah.
d. Dapat terbakar dengan nyala api berwarna biru dan hasil pembakarannya gas
sulfur dioksida (SO2) yang juga merupakan gas beracun.
e. Sangat korosif mengakibatkan berkarat pada logam tertentu.
f. Pada konsentrasi yang rendah berbau seperti telur busuk dan dapat
melumpuhkan indera penciuman manusia.
25
Dalam mengalisis ion sulfida dapat dilakukan dengan dengan berbagai
metode yaitu dengan menggunakan metode biru metilen, gas dialisis, metode
iodometri dan metode elektroda ion selektif (SNI 6989.70:2009)
2.7 Intereferensi
Interferensi secara umum didefinisikan sebagai gangguan yang
menyebabkan hasil analisis menyimpang dari hasil yang sebenarnya (true value).
Interferensi menyebabkan nilai yang terukur lebih besar atau lebih kecil dari pada
nilai yang sebenarnya. Bila nilai yang terukur lebih besar dikatakan terjadi
interferensi positif, sebaliknya bila yang terukur lebih kecil dikatakan terjadi
interferensi negatif. Bila dilihat dari penyebabnya, dikenal dua jenis interferensi
yaitu :
a. Interferensi spektra
Interferensi spektra disebabkan oleh tumpang tindih (overlap) dari garis-garis
resonansi unsur yang diemisikan, karena unsur memiliki garis spektra pada
berbagai panjang gelombang. Gangguan spektra ini dapat diatasi dengan
meningkatkan resulusi dengan prisma dan filter atau dengan teknik pemisahan
baik pengendapan atau ekstraksi pelarut.
b. Interferensi kimia
Terjadinya interferensi kimia disebabkan karena:
a. Terbentuknya senyawa yang stabil
Terbentuknya senyawa yang stabil menyebabkan peruraian tidak sempurna,
karena molekulnya sulit diuraikan menjadi atomnya. Jenis gangguan ini dapat
26
diatasi dengan meningkatkan temperatur nyala, menggunakan zat pembebas
(releasing agent) dan ekstraksi.
b. Ionisasi atom-atom gas dalam keadaan dasar
Terjadinya proses ionisasi terhadap analit sangat tidak diharapkan karena akan
mengurangi emisi garis spektra. Gangguan ini dapat diatasi dengan menggunkan
temperatur nyala yang lebih rendah atau dengan menambahkan zat peneka
ionisasi atau ionisation suspessant (Sunarto, 2010).
2.8 Ion Nitrit
Ion nitrat (NO3-) dan ion nitrit (NO2
-) adalah ion-ion anorganik alami, yang
merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air
menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama
menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi ion nitrit dan ion nitrat. Oleh
karena ion nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi ion nitrat, maka ion
nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah
maupun air yang terdapat di permukaan (Utama, 2007).
Ion nitrat dan ion nitrit secara alamiah dalam bentuk ion yang merupakan
bagian dari siklus nitrogen. Konsentrasi ion nitrat secara alamiah pada air
permukaan dan sumber air umumnya sangat rendah (Waluyo, 2009). Ion nitrat
dalam air berkaitan erat dengan siklus nitrogen dalam alam. Dalam siklus tersebut
dapat diketahui bahwa ion nitrat dapat terjadi baik dari N2 atmosfir maupun dari
pupuk-pupuk (fertilizer) yang digunakan dan dari oksidasi NO2- oleh bakteri dari
kelompok nitrobacter. Ion nitrat yang terbentuk dari proses-proses tersebut adalah
merupakan pupuk dari tanaman. Konsentrasi nitrat yang melebihi 45 mg/L dalam
27
air merupakan peringatan agar berhati-hati dalam pengunaan air tersebut untuk
campuran makanan atau minuman untuk bayi. Ion nitrit dalam alam bisa masuk ke
badan air dan dapat terbentuk dari oksidasi amonia (NH3) oleh bakteri nitrosomonas
group dalam kondisi aerobic:
2NH3(aq) + 3O2(g) 2NO-2(aq)
+ 2H+(aq)
+ 2H2O(l)
Oksidasi ion nitrat (NO3-) oleh proses ion nitrit (Sutrisno, 2010).
Amoniak dalam air tidak berbahaya jika air itu diberi klor, namun amoniak
akan diubah menjadi ion nitrit dan ion nitrat oleh bakteri. Nitrit bersifat racun, air
sumur dengan konsentrasi nitrit lebih dari 1 mg/L mengakibatkan
methaemoglobinemia pada bayi yang minum susu yang dibuat dari campuran air
tersebut (Sastrawijaya, 2000). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengolahan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, batas maksimal konsentrasi nitrit dalam air adalah
0,06 mg/L.
2.9 Bilangan Iodin
Bilangan iodin didefinisikan sebagai jumlah milligram iodin yang
diadsorbsi oleh satu gram karbon aktif. Daya serap karbon aktif terhadap iodin
mengindikasikan kemampuan karbon aktif untuk mengasorbsi komponen dengan
berat molekul rendah. Iodin merupakan senyawa yang sedikit larut dalam air
dengan kelarutan molar dalam air 0,00134 mol/L pada suhu 25oC. Proses adsorpsi
pada adsorbat terjadi karena gaya intramolekular lebih besar dari gaya tarik antar
Bakteri
a
28
molekul atau gaya tarik menarik yang relaltif lemah antara adsorbat dengan
permukaan adsorben. (Atkins, 1999)
Mekanisme proses adsorbsi dimulai ketika molekul adsorbat larutan iodin
berdifusi melalui suatu lapisan ke permukaan luar adsorben dan peristiwa ini
disebut sebagai difusi eksternal. Adsorbat berada dipermukaan adsorben dan
sebagian besar berdifusi lanjut didalam pori-pori karbon aktif yang disebut difusi
internal. Karbon aktif dengan kemampuan menyerap iodin yang tinggi berarti
memiliki struktur pori mikro dan mesopori yang banyak.Penentuan angka iodin
pada karbon aktif menggunakan reaksi redoks dalam penentuannya. Reaksi redoks
yaitu istilah oksidasi yang mengacu pada setiap perubahan kimia yang mengalami
kenaikan bilangan oksidasi yang disertai kehilangan elektron, sedangkan reduksi
digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi yang disertai dengan
memperoleh elektron. Oksidator adalah atom senyawa yang terkandung mengalami
penurunan bilangan oksidasi dan sebaliknya reduktor adalah atom yang terkandung
mengalami kenaikan bilangan oksidasi (Miranti, 2012).
2.10 Isoterm Adsorpsi
Adsorpsi sering dirangkaikan dengan istilah isoterm yang menunjukkan
hubungan antara aktivitas (konsentrasi) fase cair dari adsorbat dan jumlah adsorbat
pada suhu konstan. Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara
konsentrasi adsorbat dalam fluida dan dalam permukaan adsorben pada suhu tetap.
Kesetimbangan terjadi pada saat laju pengikatan adsorben terhadap adsorbat sama
dengan laju pelepasannya. Persamaan yang dapat digunakan untuk menjelaskan
data percobaan isoterm dikaji oleh Freundlich dan Langmuir (Susanti, 2009).
29
2.10.1. Isoterm adsorpsi Freundlich
Isoterm yang paling umum digunakan adalah isoterm Freundlich (Jason,
2004). Isotem adsorpsi disebut juga adsorpsi fisika, yang terjadi bila gaya
intramolekul lebih besar dari gaya tarik antar molekul atau gaya tarik menarik yang
relatif lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben. Gaya ini disebut gaya
Van der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke
bagian permukaan lain dari adsorben. Menurut Atkins (1999) pada proses adsorpsi
zat terlarut oleh permukaan padatan diterapkan Isoterm Freundlich yang diturunkan
secara empiris dengan persamaan sebagai berikut.
Apabila dilogaritmakan, persamaan akan menjadi:
𝑥
𝑚 = 𝑘 𝐶
1𝑛⁄
Apabila diubah menjadi persamaan logaritma akan menjadi:
log 𝑥
𝑚 = log k +
1
𝑛 log C
Keterangan:
𝑥
𝑚 = jumlah adsorbat terjerap per satuan bobot adsorben (μg/g adsorben)
C = konsentrasi kesetimbangan adsorbat dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)
k, n = konstanta empiris
Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada semua sisi permukaan
adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm
Freundlich tidak mampu memperkirakan adanya sisi-sisi pada permukaan yang
mampu mencegah adsorpsi pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya ada
beberapa sisi aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Jason, 2004).
30
Gambar 2.1. Plot antara log x/m terhadap log C (Amri, 2004)
2.10.2 Isoterm adsorpsi Langmuir
Isoterm Langmuir dibuat untuk menggambarkan pembatasan sisi adsorpsi
dengan asumsi bahwa sejumlah tertentu sisi sentuh adsorben yang membentuk
ikatan kovalen dan ion. Isoterm Langmuir disebut juga adsorpsi kimia karena
adanya reaksi antara molekul-molekul adsorbat dengan adsorben yang membentuk
ikatan kovalen dan ion.
Adsorpsi Isoterm Langmuir didasarkan pada asumsi bahwa (Amri, 2004):
a. Pada permukaan adsorben terdapat situs-situs aktif yang proporsional dengan
luas permukaan adsorben. Pada masing-masing situs aktif hanya dapat
mengadsorpsi satu molekul saja, dengan demikian adsorpsi terbatas pada
pembentukan lapis tunggal (monolayer).
b. Pengikat adsorbat pada permukaan adsorben dapat secara kimia atau fisika,
tetapi harus cukup kuat untuk mencegah perpindahan molekul tersdsorpsi pada
permukaan (adsorpsi terlokalisasi).
c. Energi adsorpsi tidak tergantung pada penutupan permukaan.
Intersep = log K
Log (x/m)
Slope = 1/n
Log C
31
Isoterm Langmuir diturunkan berdasarkan persamaan berikut ini:
𝑥
𝑚 =
𝐶
1+ 𝐶
Model isoterm adsorpsi Langmuir dapat ditetapkan untuk mempelajari dan
menjelaskan data adsorpsi yang diperoleh dari eksperimen. Data kesetimbangan
biasanya digambarkan dalam bentuk kurva isoterm adsorpsi. Pendekatan dengan
model terhadap kurva isoterm dapat membantu menganalisis karakteristik isoterm
berupa kapasitas adsorpsinya (Amri et al., 2004). Persamaan isoterm adsorpsi dapat
ditulis:
𝐶
𝑥/𝑚 =
1
𝑏.𝑞𝑚 +
𝐶𝑒
𝑞𝑚
Keterangan:
Ce = Konsentrasi adsorbat dalam larutan pada saat kesetimbangan
(mg/L)
x/m(qe) = Jumlah adsorbat yang diserap oleh adsorben (mg/g)
qm = Maksimum adsorbat yang dapat diserap (mg/g)
b = Konstanta Langmuir
Gambar 2.2. Kurva persaman isotherm adsorpsi Langmuir (Boparai, 2010)
Intersep = 1/qm
Ce/qe (g/L) Slope = 1/ (qm b)
Ce (mg/L)
52
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian terhadap sintesis arang aktif kulit kacang tanah dan aplikasinya
dalam menurunkan kadar sulfida, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut;
1. Adanya perlakuan pengaktifan arang kulit kacang tanah dengan H2SO4
menjadikan kualitas arang sebagai adsorben meningkat. Dengan daya serap
iodin sebesar 282,7953 mg/g, kadar air 3,91% dan kadar abu 3,03%.
2. pH optimum penyerapan arang aktif kulit kacang tanah terhadap ion sulfida
adalah 12.
3. Waktu kontak optimum penyerapan arang aktif kulit kacang tanah terhadap ion
sulfida adalah 30 menit.
4. Konsentrasi optimum penyerapan arang aktif kulit kacang tanah terhadap ion
sulfida adalah 6 ppm dengan kapasitas adsorpsi sebesar 2,5615 mg/g.
5. Adsorpsi ion sulfida oleh arang kulit kacang tanah memenuhi persamaan isoterm
adsorpsi Langmuir dengan koefisien determinasi 0,9933 dan energi adsorpsinya
sebesar 34,6251 KJ/mol.
6. Keberadaan ion nitrit dengan konsentrasi sampai 0,2 ppm tidak terjadi
persaingan pada penyerapan ion sulfida oleh arang aktif kulit kacang tanah.
7. Pengujian sampel ion sulfida dalam limbah tekstil menunjukkan hasil penurunan
kadar ion sulfida. Konesentrasi awal 3,5852 ppm dalam volume 50 mL, setelah
diadsorpsi oleh arang aktif kulit kacang tanah konsentrasinya menjadi turun
53
sebesar 2,7805 ppm dalam volume 50 mL dikontakan dengan 0,0506 adsorben.
Diperoleh daya serap sebesar 0,7945 mg/g.
5.2 Saran
Perlu dilakukan karakterisasi adsorben sesuai parameter SNI agar hasil
adsorpsi oleh arang aktif lebih baik dan mendapatkandata yang relevan. Perlu
dilakukan analisis luas permukaan adsorben menggunakan instrumen SAA
(Surface Area Analyzer) agar nilai adsorpsi pada keadaan optimum semakin
banyak. Untuk mengetahui kemampuan arang aktif sebagai adsorben perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan spesies dan interferensi ion
yang lain.
54
DAFTAR PUSTAKA
Alberts, G. & S.S Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional: Surabaya.
Alfi, R. 2006. Efektifitas Arang Aktif sebagai Adsorben pada Pengolahan Air Limbah.
Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Alkassasbeh, J.Y.M., L.Y, Heng & S. Surif. 2009. Toxicity Testing and the Effect
of Landfill Leachate in Malaysia on Behavior of Common Carp (Cyprinus
carpio L., Pisces, Cyprinidae), American Journal of Environmental
Sciences 5 (3) : 209-217.
Amri, A.S & M. Fakhrurozi. 2004. Kesetimbangan Adsorpsi Optional Campuran
Biner Cd(II) dan Cr(III) dengan zeolit alam terimpregnasi 2-
merkaptobenzotiazol. Jurnal Natur Indonesia 6 (2) : 111-117 (2004). ISSN
1410-9379
Atkins P.W. 1999. Kimia Fisika Jilid II. Kartohadiprodjo II, penerjemah;
Rohhadyan T, editor. Oxford: Oxford University Press. Terjemahan dari:
Physical Chemistry.
Boparai, H.K., M. Joseph & D.M., O’Carroll. 2010. Kinetics and thermodynamics
of cadmium ion removal by adsorption onto nano zerovalent iron particles.
Journal of Hazardous Materials. 1-8.
Cory. Y. D. 2001. Pengaruh Kadar Perekat dan Tekanan Kempa terhadap Sifat
Fisis dan Kimia Briket Arang Dari Serasah Daun Acacia Mangium Willd.
Skripsi. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Devisi
Penerbitan Pusat Pendidikan Lingkunagn Hidup (PPLH)
Cotton & Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Cetakan Pertama. Jakarta : UI-
Press
Dewi, M.S. 2015. Pemanfaatan Arang Kulit Pisang Raja Teraktivasi H2SO4 untuk
Menurunkan Kadar Ion Pb2+ dalam Larutan. Skripsi. Semarang: FMIPA
Universitas Negeri Semarang.
Dewi, M.S. 2015. Pemanfaatan Arang Aktif Kulit Pisang Raja Untuk Menurunkan
Kadar Ion Pb(II). Jurnal Kimia Indonesia 4 (3) (2015). ISSN NO 2252-6951
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius.
Eka, J.P. 2013. Perbandingan Penggunaan Arang Aktif Kulit Kacang Tanah-
Reaktor Biosand Filter dan MnZeolit-Reaktor Biosand Filter untuk
Menurunkan Kadar COD dan BOD dalam Air Limbah Industri Farmasi.
Skripsi. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.
55
Gabriel, J.F. 2001. Fisika Lingkungan. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit
Hipokrates.
Greenberg, A.E., L.S Clesceri & A.D Eaton. 1998. Standard Methods For
Examination of The Water and Waste Water. Edisi 20. APHA-AWWA-
WEF.4-123 − 4-124 pp.
Irmawati, A. 2013. Pemanfaatan Biomassa Kulit Kacang Tanah (Arachis hypogaea
L.). untuk Adsorpsi Kromium dari Larutan Berair dengan Metode Kolom.
Jurnal Kimia FMIPA ITS.
Isa, I. 2007, Pelatihan Pembuatan Arang Aktif Pada Masyarakat di Desa Batulayar
Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Laporan PPM. Gorontalo:
Universitas Negeri Gorontalo
Jason, P.P. 2004. Activated carbon and some applications for the remediation soil
and ground water pollution. [terhubung berkala].
http://www.ce.edu/program areas [27 Agt 2008].
Juliandini, F & T, Yulinah. 2008. Uji Kemampuan Karbon Aktif Dari Limbah Kayu
Dalam Sampah Kota Untuk Penyisihan Fenol. Laporan Penelitian.
Surabaya : ITS. ISBN : 978-979-99735-4-2
Keenan, C.W., D.C., Kleinfelter & J.H., Wood. 1986. Kimia Universitas jilid 2
(terjemahan). Erlangga: Jakarata.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI
Press.
Khilya, A. 2014. Sintesis Arang Aktif Alang-Alang (Imperata cylindrica) dan
Optimasi Aplikasinya dalam Menurunkan Kadar Cd2+ Pada Larutan.
Skripsi. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Khilya, A. 2014. Sintesis Arang Aktif Alang-Alang (Imperata cylindrica) dan
Optimasi Aplikasinya dalam Menurunkan Kadar Cd2+ Pada Larutan. Jurnal
Kimia Indonesia 5 (1) (2016). ISSN NO 2252-6951
Lynch, C.T. 1990. Practical Handbook of Material science. Ed ke-2. New York:
CRC Pr.
Margareth, E.K. 2009. Analisa Kadar Total Suspended Solid (TSS), Amoniak
(NH3), Sianida (CN-) dan Sulfida (S2-) Pada Limbah Cair Bapedaldasu.
Medan: Departemen Kimia Program Studi Diploma-3 Kimia Analis
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara.
56
Menteri Lingkungan Hidup. 1995. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 51 tahun 1995, tentang Baku Mutu Limbah cair Bagi Kegiatan
Industri. Jakarta
Miranti, S.T. 2012. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu dengan Metode Aktivasi
Terkontrol Menggunakan Biomassa Bulu Ayam. Institut Teknologi Sepuluh
November. Akta Kimindo Indonesia. 2(1) : 57-66
Miranti, S.T. 2012. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu dengan Metode Aktivasi
Terkontrol Menggunakan Activating Agent H3PO4 dan KOH. Skripsi.
Jakarta. Universitas Indonesia
Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktoral Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Pari, G., K. Sofyan, W. Syafii & Buchari. 2004. Pengaruh Lama Aktivasi Terhadap
Struktur dan Mutu Arang Aktif Serbuk Gergaji Jati (Tectonagrandis L.F).
Jurnal Teknologi Hasil Hutan. 16 (2) : 70-79.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004. Tentang Baku Mutu
Air Limbah.
Pratiwi, Y. 2010. Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil
Berdasarkan Nutrition Value Coeficient Bioindikator. Jurnal Teknik
Lingkungan. 3 (2) : 129-137.
Racmawati, S.D. 2004. Pembuatan Arang Aktif Tempurung Kelapa Sawit untuk
Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sari, I.P & M. Umrotul. 2003. Uji Efektif Hipoglikemi Infus Kulit Kacang Tanah
(Arachis Hypogea L) Pada Tikus Putih Jantan (Wistar) yang Dibenahi
Glukosa. Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat. UGM Yogyakarta.
Sastrawijaya, T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Rineka Cipta.
Setyadi L., D. Wibowo & S. Ismadji. 2005. Modifikasi Sifat Kimia Permukaan
Karbon Aktif dengan Asam Oksidator dan Non-Oksidator Serta Aplikasinya
Terhadap Adsorpsi Metylene blue. Teknik Kimia: Universitas Katolik
Widya Mandala Surabaya
Siaka M, I.M. Sukadana & K.S. Rahayu. 2002. Arang kulit kacang tanah sebagai
adsorben alternatif untuk adsorpsi larutan nitrat. Chemical Review: 67-73
Vol V. Universitas Udayana.
57
SNI 6989.70:2009. Air dan Limbah-Bagian 70: Cara Uji Sulfida dengan Biru
Metilen Secara Spektrofotometri. Badan Standardisasi Nasional.
Sembiring, M.T & S.S. Tuti. 2003. Arang aktif (Pengenalan dan Proses
Pembuatannya). Medan : Universitas Sumatera Utara.
Sunarto, 2010. Aplikasi Konstanta Kestabilan Kompleks Pada Analisis
Spektrofotometri Serapan Atom. Jurnal Kimia. FMIPA Universitas Negeri
Yogyakarta.
Suhendra, D. 2010. Pembuatan Arang Aktif dari Batang Jagung Menggunakan
Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaanya Pada Penjerapan Ion Tembaga
(II). Jurnal Kimia Universitas Mataram. 14 (1) : 22-26.
Susanti, A. 2009. Potensi Kulit Kacang Tanah sebagai Adsorben Zat warna Reaktif
Cibacron Red. Skripsi. Bogor: FMIPA Institut Pertanian Bogor
UNESCO & WHO. 1978. Water quality survey. A guide for the collection and
interpretation of water quality data: 352.
Waluyo, L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang : UMM PRESS.
Weiner, E.R. 2012. Aplication of Enviromental Aquatic Chemistry. A Pratical
Guide Third Edition. CRC Press
Wisnu, A.W. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Andi.