appendisitis

24
114 I Komang Botha Wikrama, S.Ked 10700093 APPENDISITIS A. Definisi Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah caecum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (de Jong, 2010). Appendisitis adalah peradangan pada organ appendiks vermiformis atau yang di kenal juga sebagai usus buntu. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi (de Jong 2010). B. Etiologi Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga terjadi kongesti

Upload: roni-mahendra

Post on 30-Sep-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah caecum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (de Jong, 2010

TRANSCRIPT

130

I Komang Botha Wikrama, S.Ked10700093APPENDISITISA. Definisi

Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah caecum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (de Jong, 2010).

Appendisitis adalah peradangan pada organ appendiks vermiformis atau yang di kenal juga sebagai usus buntu. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi (de Jong 2010).B. Etiologi

Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendisitis akut dapat disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfa, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.

Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks, diantaranya :

a. Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan limfoid submukosa,35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya : 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.

b. Faktor bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob 6mm. disertai dengan penebalan mesoappendiks (dirty fat).H.Diagnosa Banding (PDT FK Unair, 2010)

1.Pada dewasa muda, diagnosis banding wanita dan pria berdeda

a.Pada wanita : KET, mittelschmerz, endometriosis, salpingitis, konstipasi kronik, enteritis.

b.Pada laki-laki muda : Gastroenteritis akuta, batu saluran kemih sisi kanan, torsio testis dan epidimitis akut.

2.Pada penderita lebih tua : adenitis mesenterika akuta, divertikulitis, perforasi ulkus peptikum, kolesistitis, pankreatitis akut, obstruksi usus, karsinoma sekum, oklusi vaskuler mesenterik, ruptur aneurisma aorta dan penyakit-penyakit yang terdapat pada dewasa muda.I.Penatalaksanaan

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendiktomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi apendiktomi cito. Untuk pasien yang dicurigai Apendisitis :

Puasakan Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgesik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik. Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia produktif. Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomi.1. Terapi Non-Operatif

Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk appendisitis akut bagi mereka yang sulit mendapatkan intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memiliki resiko tinggi untuk dilakukan operasi. Rujuk ke dokter spesialis bedah.2. Terapi Operatif

Antibiotika preoperatif (persiapan preoperatif)

Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post operasi.

Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dan anaerob.

Antibiotika preoperatif diberikan oleh ahli bedah.

Antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.Indikasi Appendiktomi :

Appendisitis akut

Appendisitis kronik

Periapendikular infiltrat dalam stadium tenang

Apendiks terbawa dalam operasi kandung kemih

Apendisitis perforata3. Terapi Post Operatif Pada appendisitis nonperforasi, dirawat dalam 24-48 jam pasca bedah

Diberikan diet cairan secepatnya dan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan toleransi penderita

Pada appendisitis perforasi, antibiotik sefalosporin generasi 2 atau 3 dan metronidazole diteruskan hingga gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan tidak adan infeksi sistemik.J.Komplikasi

1. Apendikular infiltrat : infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

2. Apendikular abses : abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar.

3. Perforasi : gejalanya ialah nyeri berat dan demam >38,3 0C

4. Peritonitis : peritonitis lokal dihasilkan dari perforasi gangren appendiks, yang kemudian dapat menyebar ke seluruh rongga peritoneum. Gejalanya ialah : peningkatan kekakuan oto abdomen, distensi abdominal dan demam tinggi.K.Prognosis

Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi dan antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua.PERIAPENDIKULAR INFILTRAT

A.Definisi

Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang (Reksoprodjo, 1995)

B.Patofisiologi

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat (de Jong, 2010)Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000)Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.C.Gejala Klinis

Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif (Mansjoer, 2000).

Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT (Rectal Touche) sebagai massa yang hangat.

D.Penatalaksanaan

Apendektomi dilakukan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberi antibiotic kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.Bila sudah terjadi abses, dilanjutkan drainase saja; apendektomi dikerjakan setelah 6-8 mingu kemudian. Jika, pada saat dilakukan drainase bedah, apendiks mudah diangkat, dianjurkan sekaligus dilakukan apendektomi.DAFTAR PUSTAKADe Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah; Editor, Sjamsuhidajat dkk Edisi 3. Jakarta: EGC. p755-762.

Prof. dr. Syukur, Abdul, SpB-KBD, dkk. 2010. Apendisitis Akut dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi. Bag/SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Ed.X. Surabaya: RSUD dr. Soetomo. p50-52.

Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB, Pallock RC. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartzs Principles of Surgery 9ed ebook. New York: McGraw-Hills.

Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. 2004. Appendix on Chapter 47 in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york: Saunders;.p1381-1400Dudley H.A.F. 1992. Apendisitis Akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi 11. Gajah Mada Unv Press. Hal 441-452Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa Aksara. Jakarta.Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.